I. PENDAHULUAN. merupaka n social overhead capital, memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. merupaka n social overhead capital, memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, sistem penyediaan tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih, sanitasi, dan sebagainya yang merupaka n social overhead capital, memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan tingkat perkembangan wilayah, antara lain dicirikan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa daerah yang mempunyai kelengkapan sistem infrastruktur yang lebih baik, mempunyai tingka t laju pertumbuhan eko nomi da n kesejahteraan masyarakat yang lebih baik pula, dibandingkan dengan daerah yang mempunyai kelengkapan infrastruktur yang terbatas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyediaan infrastruktur merupakan faktor kunci dalam mendukung pembangunan wilayah (Kirmanto, 2005). Pemerintah telah memprioritaskan peningkatan pembangunan proyek infrastruktur dalam agenda bersama pemerintah daerah, dunia usaha dan perbankan untuk menjaga gerak sektor riil yang mengalami tekanan karena dampak krisis keuangan global. Peningkatan pembangunan proyek infrastruktur di seluruh Indonesia seperti jalan, jembatan, pelabuhan, dermaga, energi, perhubungan dan perumahan dimaksudkan untuk mengatasi gelombang pengangguran. Selain akan menyerap tenaga kerja, proyek infrastruktur juga membuat perekonomian akan bergerak. Untuk ini anggaran infrastruktur telah diprioritaskan pengalokasiannya dalam APBN dan APBD. Diharapkan dengan cara tersebut pengangguran dapat teratasi dan dikurangi, serta infrastrukt ur

2 2 perekonomian yang diperlukan untuk menggerakkan sektor riil bisa ditingkatkan lebih baik lagi (Vibiz Regional Research, 2008). Pertumbuhan sektor infrastruktur di Provinsi Kalimantan Timur jika dianalisa berdasarkan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terlihat sangat cepat, rata-rata mencapai 8.70% per tahun selama periode Sektor infrastruktur yang mengalami pertumbuhan paling tinggi adalah sektor bangunan yakni sebesar 9.17% per tahun, kemudian sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 8.60% per tahun, dan terakhir sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 5.60% per tahun. Kecenderungan seperti itu seharusnya pembangunan infrastruktur dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur lebih tinggi. Namun dalam kenyataannya pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur berjalan sangat lamba t. Periode misalkan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur hanya mencapai 2.95% per tahun, paling rendah untuk seluruh wilayah Kalimantan (BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2010). Salah satu faktor yang menjadi penyebab mengapa sektor infrastruktur selama ini kurang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur karena terbatasnya infrastruktur dan kesenjangan dalam penyediaan infrastruktur. Meskipun pertumbuhan regional sektor infrastruktur berjalan cepat, namun karena secara fisik ketersediaannya sangat kurang dan timpang menyebabkan backward dan forward effect yang dihasilkan menjadi rendah dalam pereko nomian wilayah. Selain itu juga mengakibatkan investasi sulit masuk, konsumsi masyarakat rendah, distribusi dan mobilitas barang terhambat, membuat aktifitas produksi sektor-sektor ekonomi melambat, yang pada akhirnya semua ini

3 3 menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang rendah. Fenomena ini telah membuktikan bahwa pembangunan infrastruktur sangat mempengaruhi perekonomian wilayah Kalimantan Timur. Dalam studi yang dilakukan oleh lembaga penelitian Vibiz Regional Research (2008) telah ditemukan bahwa pertumbuhan infrastruktur telekomunikasi, jalan, irigasi teknis dan listrik berhubungan positif terhadap pertumbuhan output pertanian dan non pertanian yang dihasilka n. Selain itu pertumbuhan infrastrukt ur jalan, telekomunikasi, listrik, dan irigasi juga berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan investasi. Infrastruktur merupakan pemicu pembangunan suatu kawasan. Disparitas kesejahteraan antar kawasan juga dapat diidentifikasi dari kesenjangan aksesibilitas pelayanan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial antara wilayah satu dengan wilayah lain. Misalkan untuk infrastruktur jalan pada tahun 2009, terlihat Kota Bontang mempunyai rasio aksesbilitas jalan yang paling tinggi yakni sebesar 1.36 km/km 2, kemudian Samarinda sebesar 1.01 km/km 2, Balikpapan sebesar 0.91 km/km 2, dan Tarakan sebesar 0.70 km/km 2. Sedangka n untuk wilayah-wilayah lainnya mempunyai rasio aksesbilitas di bawah 0.3 km/km 2, di mana yang paling rendah adalah Kabupaten Malinau dengan rasio aksesbilitas hanya 0.01 km/km 2 (BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2010). Selain itu untuk transportasi udara saat ini hanya terdapat empat simpul wilayah yang menjadi lalu lintas penerbangan di Provinsi Kalimantan Timur, yakni Sepinggan di Balikpapan yang melayani penerbangan luar provinsi, serta Termindung di Samarinda, Juwata di Tarakan dan Kalimarau di Berau, ketiganya untuk melayani penerbangan perintis. Kemudian dari infrastruktur telekomunikasi, saat ini pelayanan jasa komunikasi yang dikelola oleh PT. Telkom hanya dapat menjangkau Balikpapan

4 4 yang mempunyai Sistem Sambungan Telepon (SST), Samarinda sebanyak SST dan Tarakan sebanyak SST. Pelayanan infrastruktur sosial dasar lainnya seperti sekolah dan rumah sakit, juga terlihat tidak seimbang antar wilayah. Seba gai contoh untuk gedung SLTA (Seko lah Lanjutan Tingkat Atas), di Samarinda dan Kutai Kartanegara masing-masing terdapat gedung SMU (Sekolah Menengah Umum) da n SMK (Sekolah Menengah Kejurua n) sebanyak 92 dan 79 unit, sedangkan di wilayah Nunukan hanya ada 14 unit dan Bulungan sebanyak 16 unit. Ketimpangan dalam penyediaan infrastruktur membuat disparitas ekonomi antar wilayah membesar. Daerah-daerah yang dapat menyediakan infrastruktur dengan memadai pada umumnya memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah yang minim dengan infrastruktur. Misalkan untuk pe riode , Kabupaten Bontang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan industri yang mempunyai infrastruktur sangat memadai memiliki pendapatan per kapita sebesar Rp juta per tahun, paling tinggi diantara semua wilayah di Provinsi Kalimantan Timur. Sedangka n Kabupaten Malina u yang terletak di pedalaman dengan infrastrukt ur yang sangat tidak memadai hanya memiliki pendapatan per kapita Rp juta per tahun untuk periode yang sama. Fungsi strategis infrastruktur sangat jelas. Tanpa adanya pembangunan infrastruktur transportasi, kegiatan ekonomi antar wilayah ba ik itu mencakup aliran barang maupun orang akan berjalan lambat. Sebaliknya, dengan pembangunan infrastruktur transportasi pergerakan barang atau orang antar wilayah semakin meningkat dan cepat. Ini berarti dapat dikatakan bahwa ada hubungan positive yang kuat antara pembangunan infrastruktur transportasi

5 5 dengan aktivitas perekonomian antar wilayah. Keterkaitan wilayah fisik (physical linkages) seperti ini akan mendukung terciptanya (1) keterkaitan wilayah secara ekonomi (economic linkages) terutama ketersediaan sumberdaya, pola aliran barang dan jasa, keterkaitan produksi, komoditas unggulan maupun aliran modal dan pendapatan, (2) keterkaitan wilayah dalam pergerakan dan perpindahan penduduk (population movement linkages) baik migrasi tetap maupun migrasi musiman terkait dengan kegiatan ekonomi, dan (3) keterkaitan teknologi (technological linkages) baik teknologi produksi, teknologi informasi maupun teknologi telekomunikasi (Adisasmita, 2005). Dengan demikian pembangunan infrastruktur transportasi selain memberi dampak pada wilayah dimana infrastruktur tersebut dibangun, juga akan membawa efek terhadap wilayahwilayah lain yang terkait dengannya. Alim (2006 ) mengatakan bahwa keterkaitan ekonomi antara dua wilayah akan memberikan pengaruh tidak hanya secara internal tetapi juga secara eksternal dari setiap perubahan ekonomi di suatu wilayah. Artinya, bila terjadi gejolak (shock) ekonomi di suatu wilayah, maka gejolak tersebut disamping memberikan pengaruh terhadap perekonomian wilayah sendiri (self-influence), juga terhadap perekonomian wilayah lain (spillover effect). Posisi saling mempengaruhi inilah yang membuka peluang terjadi atau tidaknya penyempitan kesenjangan ekonomi antar wilayah. Menyadari akan pentingnya infrastruktur dalam mendorong dan menjaga keseimbangan pertumbuhan ekonomi antar wilayah, serta mengurangi ketimpangan antar wilayah, pemerintah daerah sebagai pemain utama dalam sektor infrastruktur perlu menjaga kesinambungan investasi pembangunan

6 6 infrastruktur dan memprioritaskan infrastruktur dalam rencana pembangunan regional, sehingga infrastruktur dapat dibenahi baik secara kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan konsep pemikiran ini maka sangatlah relevan jika isu mengenai dampak pembangunan infrastruktur terhadap perekonomian wilayah Kalimantan Timur dikaji dan dianalisis. Selain itu mengingat begitu pentingnya keberadaan infrastruktur, sudah sepatutnya jika pembangunan infrastruktur mendapatkan prioritas utama dalam pembangunan daerah Provinsi Kalimantan Timur. Mendo rong keterka itan antar wilayah yang sinergis, lebih berimbang dan sekaligus menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan, identifikasi struktur keterkaitan aktivitas lintas wilayah dan lintas sektor menjadi penting. Melalui analisis Input-Output (I-O) antar wilayah dapat dilihat secara jelas bagaimana keterkaitan antar sektor dan antar wilayah itu terjadi, yang direfleksikan melalui keterkaitan ke belakang (backward linkage), keterkaitan ke depan (forward linkage) dan dampak berganda sektor atau wilayah. Penyusunan I-O antar wilayah tidak membutuhkan data dan persamaan yang rumit serta kompleks, meskipun demikian dengan menggunakan persamaan tertentu dan sederhana dapat dijelaskan bagaimana dampak infrastruktur terhadap pendapatan rumahtangga, nilai tambah perekonomian wilayah secara sektoral maupun antar wilayah. Dibutuhkan tiga asumsi dasar yang selalu menjadi panduan dalam membangun sebuah matriks Input-Output, yaitu (1) asumsi homogenitas, (2) asumsi proporsionalitas, da n (3) asumsi additivitas. Berdasarkan ketiga asumsi tersebut, penerapan tabel input-output akhirnya mengandung beberapa keterbatasan antara lain : (1) anggapan menge nai tidak ada nya substitusi input

7 7 antar sektor produksi kurang realitis, sekalipun itu dalam jangka pendek, (2) asumsi tentang persamaan linier membuat mode l Input-Output sangat ketat dan kaku di dalam melihat persamaan-persamaan fungsi produksi lainnya, dan (3) mod el Input-Output hanya terbatas pada sisi produksi perekonomian. Sehingga faktor- faktor ekonomi lainnya di luar sisi produksi, terlebih lagi faktor nonekonomi, tidak lagi diperhatikan atau ditampilkan dalam analisis I-O. Terkait dengan kelebihan dan keterbatasan alat analisis antar wilayah di atas, maka dalam studi ini akhirnya dipilih model I-O antar wilayah untuk menjawab permasalahan yang telah ditetapkan. Meskipun model ini mengandung beberapa keterbatasan, tetapi suda h mampu mengako moda sika n tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam studi ini Perumusan Masalah Terdapat dua sektor ekonomi yang menjadi tumpuan perekonomian wilayah Kalimantan Timur selama ini yakni sektor pertambangan dan industri. Kontribusi sektor pertambangan miga s da n non migas da lam struktur Prod uk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Kalimantan Timur selama periode adalah sebesar 39.37% per tahun. Adapun sektor industri rata-rata sebesar 32.16% per tahun untuk periode yang sama. Kedua sektor tersebut mendominasi PDRB Provinsi Kalimantan Timur rata-rata sebesar 71.53% per tahun. Sisanya 28.47% tersebar ke sektor-sektor ekonomi lainnya, dimana yang cukup besar andilnya adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 8.07% per tahun, serta sektor pertanian sebesar 6.72% per tahun (BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2010).

8 8 Memperhatikan struktur perekonomian di atas, dapat dikatakan bahwa secara sektoral perekonomian Provinsi Kalimantan Timur sedang mengalami ketimpangan yang cukup tinggi, karena hanya dua sektor yang mendominasi pembentukan PDRB selama ini yakni sektor pertambangan dan industri. Ketimpangan sektoral tersebut semakin tampak lebih lebar jika diamati dalam perkembangan ekspor Provinsi Kalimantan Timur. Selama periode misalkan, ekspor Provinsi Kalimantan Timur lebih banyak bertumpu pada sektor pertambangan migas, dengan rata-rata kontribusinya sekitar 65.06% per tahun, sisanya 39.94% per tahun merupakan ekspor hasil non migas yang tersebar pada komoditas pertanian, kehutanan, perikanan dan industri (BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2010). Selain menimbulkan ketimpangan sektoral, sektor pertambangan yang dominan juga mengakibatkan ketimpangan antar wilayah. Daerah-daerah yang sangat kaya dengan sumberdaya tambang seperti Bontang, K utai Kartanegara, dan Balikpapan memiliki pendapatan wilayah yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah yang lain. Dalam komposisi PDRB Provinsi Kalimantan Timur, ketiga daerah tersebut menguasai pangsa PDRB wilayah sekitar 61.13% per tahun sepanjang periode (BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2010). Harapan agar pengembangan pada pusat-pusat pertumbuhan ekonomi Balikpapan, Kutai Kartanegara dan Bontang dapat memberi trickle down effect terhadap kemajuan kabupaten lainnya di Provinsi Kalimantan Timur tidak sepenuhnya terjadi. Efek pembangunan dari pusat-pusat pertumbuhan eko nomi lebih banyak dirasakan hanya pada wilayah-wilayah yang berdekatan dengan ketiga daerah tersebut, yang berada di wilayah Selatan Provinsi Kalimantan

9 9 Timur. Sedangkan untuk daerah-daerah yang semakin jauh terletak di wilayah Utara, semuanya tidak banyak mendapat efek tersebut. Sebagai indikatornya dapat diperhatikan perkembangan pendapatan per kapita Provinsi Kalimantan Timur periode Tabe l 1. Perkembangan Pendapatan Per Kapita Provinsi Kalimantan Timur Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Kabupaten/ Kota Tahun (juta rupiah/tahun) Wilayah Kabupaten/Kota Rata-rata Paser Kutai Barat Kutai Kartanegara Selatan Kutai Timur Penajam PU Balikpapan Samarinda Bontang Berau Tarakan Utara Malinau Bulungan Nunukan Provinsi Kalimantan Timur Sumber : BPS Provinsi Provinsi Kalimantan Timur (2010) Pada Tabel 1 terlihat bahwa selama periode tingkat pendapatan per kapita untuk daerah-daerah yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Timur, seperti Bontang, Balikpapan, Kutai Timur dan Kutai Kartanegara selalu lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Pendapatan per kapita Kabupaten Bontang sepanjang periode tersebut rata-rata sekitar Rp juta per tahun, sedangkan Kutai Timur sebesar Rp juta per tahun, Kutai Kartanegara sebesar Rp juta per tahun, dan Balikpapan sebesar Rp juta per tahun.

10 10 Daerah-daerah yang berdekatan dan letaknya sama dengan wilayahwilayah tersebut, yakni di Selatan seperti Kabupaten Paser dan Kutai Barat mempunyai pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerahdaerah yang terletak di sebelah Utara da n jauh dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur seperti Nunukan, Malinau dan Bulungan. Ketiga daerah ini mempunyai pendapatan per kapita rata-rata di bawah Rp. 10 juta per tahun, kalah jauh dibandingkan dengan Kabupaten Paser yang mempunyai pendapatan per kapita sebesar Rp juta per tahun atau dengan Kutai Barat sebesar Rp juta per tahun. Perbedaan di atas akan semakin jelas jika perkembangan pendapatan per kapita di Kalimantan Timur langsung dibagi atas dua wilayah, yakni wilayah Selatan yang terdiri atas Kabupaten Bontang, Balikpapan, Samarinda, Kutai Kartanegera, Kutai Timur, Kutai Barat, Penajem Paser Utara dan Pasir, serta wilayah Utara yang terbagi atas Kabupaten Tarakan, Bulungan, Nunukan, Berau dan Malinau. Tabel 2. Perkembangan Pendapatan Per Kapita Provinsi Kalimantan Timur Wilayah Selatan dan Utara Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 Tahun (juta rupiah/tahun) Tahun Selatan Utara Kesenjangan Rata-rata Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2010

11 11 juta rupiah/tahun Selatan Utara Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2010 : Kalimantan Timur Wilayah Utara : Kalimantan Timur Wilayah Selatan Gambar 1. Perkembangan Pendapatan Per Kapita Provinsi Kalimantan Timur Wilayah Selatan dan Utara Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 Periode Pada Tabel 2 dan Gambar 1 tingkat kesenjangan pendapatan antara wilayah Selatan dengan Utara sangat tinggi sekali rata-rata mencapai juta rupiah per tahun, dengan kata lainnya pendapatan per kapita di wilayah Selatan sekitar juta rupiah lebih tinggi dibandingkan pendapatan per kapita di wilayah Utara. Meskipun terlihat kecil perubahannya dari tahun ke tahun, namun ada kecenderungan bahwa tingkat kesenjangan pendapatan per kapita antara kedua wilayah tersebut menurun setiap tahunnya, dimana pada tahun 2006 tingkat kesenjangannya adalah juta rupiah, kemudian pada tahun 2009 terakhir sebesar juta rupiah. Ini berarti ada penurunan tingkat kesenjangan antara wilayah Selatan dengan Utara sekitar 1.72% per tahun

12 12 Pendalaman mengenai ketimpangan antar wilayah ini akan semakin jelas jika diperhatikan pada kesenjangan kesejahteraan penduduk antar wilayah yang diukur dengan tingkat kemiskinan. Pada pusat-pusat pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur seperti Samarinda, Balikpapan dan Bontang, persentase penduduk miskinnya paling rendah dibandingkan semua wilayah. Tabel 3. Persentase dan Garis Kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009 Wilayah Kabupaten/Kota Garis Kemiskinan (Rp) Penduduk Miskin (ribu orang) Persentase Penduduk Miskin (%) Paser Kutai Barat Kutai Kartanegara Selatan Kutai Timur Penajam PU Balikpapan Samarinda Bontang Berau Tarakan Utara Malinau Bulungan Nunukan Provinsi Kalimantan Timur 261, Sumber : BPS Provinsi Provinsi Kalimantan Timur (2010) Persentase Penduduk Miskin ,55 15, , ,88 11, ,11 8,97 9, ,03 7,73 8 6,66 5,9 6 4,84 3, Paser Kutai Barat Kutai Kartanegara Kutai Timur Penajaam Pasir Utama Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2010 Balikpapan Samarinda Gambar 2. Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Kalimantan Timur Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009 Bontang Berau Tarakan Malinau Bulungan Nunukan Kaliman Timur

13 13 Sebagaimana yang dipaparkan dalam Tabel 3 dan Gambar 2, persentase penduduk miskin di Balikpapan hanya sebesar 3.58%, kemudian di Samarinda sebesar 4.84% dan Bontang sebesar 6.66%. Ini berarti jumlah penduduk yang tergolong tidak miskin pada ketiga wilayah tersebut rata-rata di atas 94% lebih. Kabupaten lain yang berdekatan dengan ketiga pusat pertumbuhan ekonomi tersebut yakni wilayah Selatan, umumnya mempunyai tingkat kemiskinan yang jauh lebih rendah dibandingkan sebagian daerah yang terletak di sebelah Utara, sebagai contoh antara Kabupa ten Kutai Timur dengan Malinau. Untuk wilayah Selatan, tingkat persentase penduduk miskin di Kutai Timur tergolong paling tinggi yakni sebesar 11.88%. Meskipun demikian, tingkat kemiskinan ini masih jauh lebih rendah dibandingkan Kabupaten Nunukan yang berada di sebelah Utara yang mempunyai pe rsentase pe nduduk miskin sebesar 13.47%. Pada hal untuk wilayah Utara, kabupaten ini merupakan daerah yang mempunyai pe nduduk miskin keempat paling rendah. Secara rata-rata dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk miskin di wilayah Selatan Kalimantan Timur hanya berkisar 8,81%, sedangkan pada wilayah Utara sebesar 11.54%. Adanya fenomena kesenjangan pendapatan dan kesejahteraan pe nduduk antarwilayah di atas membuktikan bahwa spill over effect pembangunan pada pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang terletak di wilayah Selatan yang diharapkan menetes ke daerah-daerah lain pada wilayah Utara sepertinya tidak terlaksana optimal, karena ketimpangan antarwilayah semakin meningkat setiap tahunnya. Banyak faktor yang menyebabkan mengapa kesenjangan tersebut masih mewarnai pembangunan ekonomi Kalimantan Timur selama ini. Salah satunya adalah perbedaan ketersediaan infrastruktur antara wilayah Selatan dengan Utara,

14 14 sebagai contoh dalam pembangunan infrastruktur jalan. Untuk mengurangi beban masalah transportasi, Provinsi Kalimantan Timur telah lama mengupayakan pengembangan infrastruktur jalan sebagai salah satu alternatif utama untuk memperlancar arus transportasi. Akan tetapi, ternyata belum dapat berjalan baik sampai kini, dalam kurun waktu misalnya, pengalokasian dana untuk pembangunan infrastruktur jalan Provinsi Kalimantan Timur yang bersumber dari dana APBD dan APBN hanya dapat mengerjakan jalan sepanjang km, yakni dari total panjang jalan tersebut diperkirakan 70% yang berada dalam keadaan baik, sedangkan 30% dalam keadaan rusak. Tabel 4. Infrastruktur Jalan di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2009 Wilayah Kabupaten/Kota Luas Wilayah Panjang Jalan Rasio Aksesbilitas (km 2 ) (km) (km/km 2 ) Paser Kutai Barat Kutai Kartanegara Selatan Kutai Timur Penajam PU Balikpapan Samarinda Bontang Berau Tarakan Utara Malinau Bulungan Nunukan Provinsi Kalimantan Timur Sumber : BPS Provinsi Provinsi Kalimantan Timur (2010) Kondisi di atas semakin diperburuk dengan adanya ketimpangan pembangunan jalan antarwilayah. Ketimpangan dalam Rasio aksesbilitas jalan menunjukkan kondisi tersebut, perhatikan Tabel 4. Jika diperhatikan dengan seksama, pada Tabel 4 rata-rata rasio aksesbilitas di wilayah Selatan untuk tahun 2009 adalah sebesar dan wilayah Utara sebesar Hal ini berarti untuk 1 km 2 luas wilayah di Selatan terdapat jalan sepanjang km,

15 15 sedangkan untuk wilayah Utara hanya sepanjang km. Jelas dengan ketersediaan infrastruktur jalan yang timpang seperti ini membuat pelaksanaan pembangunan daerah di Provinsi Kalimantan Timur menjadi tidak merata. Keterbatasan infrastruktur jalan tersebut mengakibatkan rentang kendali pemerintah daerah yang berpusat di wilayah Selatan menjadi panjang dan sulit menjangka u daerah-daerah di sebelah Utara. Dampaknya percepatan pembangunan di wilayah Utara sulit dilakukan. Melihat fakta ini, dapat dikatakan bahwa pembangunan infrastruktur transportasi yang dijalankan oleh pemerintah daerah belum dapat berjalan sesuai fungsinya secara utuh. Meski fungsi mediasi transportasi sebagai penghubung antara wilayah Selatan dan Utara sudah terlaksana, namun akibat konsentrasi pembangunan infrastruktur berada di sekitar wilayah Selatan, maka ketimpangan pembangunan diantara dua wilayah tersebut tidak dapat dihindari. Tanpa pembangunan infrastruktur yang mencukupi, kegiatan investasi pembangunan seperti kegiatan produksi, jelas tidak akan meningkat secara signifikan. Sebagai misal untuk periode , meskipun pertumbuhan sektor infrastruktur tumbuh pesat mencapai 8.70% per tahun (BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2010), namun kenyataannya tidak mampu mendorong sektor-sektor produksi lain seperti sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, da n industri yang tumbuh rata-rata-rata di bawah 3% per tahun, akibatnya laju pertumbuhan ekonomi wilayah juga berjalan lambat. Di samping itu kelihatan pembangunan infrastruktur yang dilakukan selama ini belum dapat mengurangi ketimpangan sektoral yang terjadi.

16 16 Membangun infrastruktur fisik, misalkan jalan dan jembatan, membutuhkan beberapa tahapan yang dimulai dari masa persiapan, kontruksi hingga pemeliharaan. Setiap tahapan pembangunan yang dikerjakan akan menyerap lapangan kerja. Hal ini karena pembangunan infrastruktur umumnya merupakan padat karya, yang banyak menyerap lapangan kerja bagi tenaga profesional, operator, produksi, buruh kasar, hingga administrasi. Oleh sebab itu dengan semakin besar stimulus fiskal pada pembangunan infrastruktur, maka secara tidak langsung akan mempengaruhi pertambahan pendapatan tenaga kerja, yang pada akhirnya akan memberi pengaruh juga terhadap pertambahan pendapatan rumahtangga sebagai pemilik faktor tenaga kerja. Kabupaten/Kota Tabel 5. Struktur Tenaga Kerja Sektoral di Provinsi Kalimantan Timur Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007 Pert anian Pert amb & Penggl Industri Listrik, Gas dan Air Minum Konstruksi Transp, Komks & Pergudg Jasa Lain Wilayah Selat an: P asir Kubar Kutai Kut im Penajam PU Balikpapan Samarinda Bontang Wilayah Utara: Tarakan Berau Malinau Bulungan Nunukan Kalt im Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur (2007) Fakta menunjukkan bahwa peranan sektor-sektor infrastruktur dalam menyerap tenaga kerja di Kalimantan Timur ternyata sangat renda h. Keadaan di tahun 2007 memberi gambaran tersebut sebagaimana yang disajikan dalam (%) Total

17 17 Tabel 5. Secara keseluruhan sektor-sektor infrastruktur (konstruksi, listrik, gas dan air minum serta sektor transportasi) rata-rata hanya mampu menyerap lapangan kerja sekitar 4.52%, jauh sekali dibandingkan sektor-sektor yang lain. Begitu juga jika diperhatikan antar wilayah, ko ntribusi sektor-sektor infrastruktur dalam menyerap lapangan kerja di setiap kota/kabupaten Kalimantan Timur sangat rendah, terkecuali di Kota Balikpapan saja yang cukup besar kontribusinya. Pembangunan infrastruktur fisik di Kalimantan Timur memang terus meningkat, akan tetapi penyediaan yang ada belum mampu menjawab kekurangan permintaan. Hal ini berarti terjadi excess demand antara penyediaan dan permintaan, yang sekaligus juga menandakan terjadinya kekurangan dana penyediaan infrastruktur oleh pemerintah daerah. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan memburuknya kualitas pelayanan infrastruktur dan tertundanya pembangunan infrastruktur baru, yang akhirnya mengurangi peranan infrastruktur dalam mendorong perekonomian wilayah, menyerap lapangan kerja, mengatasi ketimpangan antarwilayah, dan mempersulit upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Akiba t keterbatasan infrastruktur dalam menjangkau daerah-daerah sebelah Utara, rentang kendali dari pusat-pusat pertumbuhan eko nomi terutama Samarinda, ke daerah Tarakan, Berau, Nunukan, Bulungan dan Malinau menjadi sulit dilakukan. Akhirnya, untuk mendekatkan pihak pengambil kebijakan (yang bertempat di ibu kota pemerintahan daerah) dengan masyarakat, daerah-daerah di sebelah Utara ini memandang perlu untuk memekarkan diri dari provinsi induk Kalimantan Timur menjadi Provinsi Kalimantan Utara. Upaya pemekaran wilayah yang dilakuka n tersebut dipa nda ng seba gai langka h untuk mempe rcepat

18 18 pembangunan daerah melalui peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi masyarakat, serta meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan pengelolaan pembangunan. Menurut Hermanislamet (2005) dalam Effendy (2007) terdapat beberapa alasan mengapa pemekaran wilayah sekarang menjadi salah satu pendekatan yang cukup diminati dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan peningkatan pelayanan publik, yaitu (1) keinginan untuk menyediakan pelayanan publik yang lebih baik dalam wilayah kewenangan yang terbatas atau terukur, (2) memberi pelayanan publik sesuai kebutuhan lokal yang lebih tersedia, (3) mempercepat pertumbuhan ekonomi setempat melalui perbaikan kerangka pengembangan ekonomi daerah berbasiskan potensi lokal, dan (4) penyerapan tenaga kerja secara lebih luas di semua sektor. Salah satu studi yang mengungkap dampak positif dari pemekaran adalah penelitian yang dilakukan oleh LAN (2004) di Kabupaten Tasikmalaya yang telah membuktikan bahwa sebelum pemekaran wilayah terjadi kesenjangan antara wilayah yang ada di pe rkot aan de ngan wilayah yang ada di perdesaan. Kesenjangan tersebut terjadi pada berbagai dimensi kehidupan dan sektor perekonomian, antara lain kesenjangan pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan kesenjangan sarana dan prasarana umum. Setelah pemekaran dilakukan, pemerataan pendapatan di Kabupaten Tasikmalaya semakin meningkat. Pemekaran wilayah juga telah berdampak terhadap peningkatan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB. Selain itu kebijakan pemekaran wilayah telah berdampak positif terhadap daerah yang wilayahnya sebagian besar perdesaan dalam pembangunan sarana dan prasarana dasar seperti listrik dan jalan. Hal ini

19 19 disebabkan program-program pemerintah dalam pembangunan sarana dan prasarana dasar baik sebelum maupun sesudah pemekaran wilayah diorientasikan kepada wilayah perdesaan. Namun studi yang dilakukan oleh Bappenas dan UNDP (2008) yang menyajikan evaluasi terhadap pemekaran kabupaten yang telah berlangsung di Indonesia sejak tahun 2000 sampai dengan 2005 menunjukan kondisi yang berbeda. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa daerah-daerah pemekaran yang menjadi cakupan wilayah studi, secara umum memang tidak be rada dalam kondisi awal yang lebih ba ik dibandingkan daerah induk atau daerah kontrol. Setelah lima tahun dimekarkan, ternyata kondisi daerah pemekaran juga secara umum masih tetap berada di bawah kondisi daerah induk dan daerah kontrol. Pertumbuhan ekonomi daerah pe mekaran lebih flukt uatif diba ndingka n de ngan daerah induk yang relatif stabil dan terus meningkat. Salah satu permasalahan utama yang menjadi penyebab ketertinggalan daerah pemekaran dari daerah induk maupun daerah lainnya adalah keterbatasan infrastruktur sosial dan ekonomi yang tersedia. Berdasarkan kompleksitas permasalahan infrastruktur dalam pembangunan daerah selama ini, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang diangkat da lam studi seba gai be rikut : 1. Berapa besar pembangunan sektor infrastruktur dapat meningkatkan nilai tambah perekonomian, pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Kalimantan Timur? 2. Berapa besar pembangunan sektor infrastruktur menciptakan keterkaitan ekonomi (spill over effect) antara wilayah Selatan da n Utara di Provinsi Kalimantan Timur?

20 20 3. Berapa besar dampak kebijakan pembangunan sektor infrastruktur mempengaruhi perekonomian dan ketimpangan antara wilayah Selatan dan Utara di Provinsi Kalimantan Timur? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak pembangunan sektor infrastruktur dan pemekaran wilayah Selatan dan Utara terhadap perekonomian di Provinsi Kalimantan Timur. Sedangkan secara khusus tuj uan pe nelitian ini ada lah untuk : 1. Menganalisis pengaruh pembangunan sektor infrastruktur terhadap nilai tambah, pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Kalimantan Timur. 2. Menganalisis keterkaitan ekonomi (spill over effect) pembangunan sektor infrastruktur antara wilayah Selatan dan Utara di Provinsi Kalimantan Timur. 3. Menganalisis dampa k pembangunan sektor infrastruktur terhadap pereko nomian da n ketimpangan antara wilayah Selatan dan Utara di Provinsi Kalimantan Timur. Manfaat hasil penelitian ini adalah pemahaman yang lebih mendalam bagi pe merintah daerah khususnya, dan masyarakat pada umumnya mengenai pentingnya pembangunan sektor infrastruktur dalam perekonomian wilayah di Kalimantan Timur Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingk up dari penelitian ini meliputi wilayah Kalimantan Timur secara keseluruhan, yang dibagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah Selatan dan Utara, dengan fokus pengamatan terhadap keterkaitan sektor infrastruktur dengan

21 21 sektor-sektor lainnya, peningkatan pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja dan keterkaitan ekonomi antar wilayah. Sesuai de nga n struktur Tabe l I-O Provinsi Kalimantan Timur, sektorsektor produksi yang tergolong sebagai infrastruktur dapat dibagi menjadi dua bagian yakni infrastruktur fisik dan non fisik. Termasuk infrastruktur fisik adalah sektor bangunan atau kontruksi. Sedangkan infrastruktur non fisik adalah sektorsektor jasa, listrik, gas dan air bersih, angkutan darat, angkutan laut, sungai dan penyeberangan, angkutan udara, pos, telekomunikasi dan jasa penunjangnya. Secara konseptual infrastruktur fisik tersebut sebenarnya mencakup kegiatan pembuatan berupa pemasangan dan perbaikan berat maupun ringan dari semua jenis konstruksi seperti bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, pekerjaan umum untuk pertanian, jalan, jembatan dan pelabuhan, bangunan dan instalasi listrik, air minum dan komunikasi serta bangunan lainnya. Namun dalam studi kali ini infrastruktur yang diamati merupakan infrastruktur yang diagregasi menjadi satu sektor saja yakni sektor bangunan. Mengamati dampak pembangunan infrastruktur, studi ini lebih terfokus hanya pada indikator-indikator ekonomi regional yakni nilai tambah, pendapatan dan penyerapan tenaga kerja, sehingga tidak dapat memotret dampaknya terhadap kemiskinan, distribusi pendapatan rumahtangga dan faktor-faktor produksi. Selain itu ketimpangan pendapatan yang menjadi pokok permasalahan dalam studi ini adalah ketimpangan antar wilayah yang tidak membahas mengenai ketimpangan antara desa dan kota. Disagregasi wilayah menjadi dua wilayah saja, yakni Provinsi Kalimantan Timur wilayah Selatan dan Utara membuat studi ini tida k dapat mengungkap ketimpangan wilayah itu secara lebih baik dibandingkan jika

22 22 I-O yang digunaka n merupaka n I-O multiregion yang mendisagregasi wilayah menjadi banyak kabupaten. Pemekaran wilayah di Provinsi Kalimantan Timur sampai saat ini hanya merupakan suatu wacana yang sedang berkembang di masyarakat. Belum direalisasikan, terkecuali berupa persiapan untuk menuju kondisi tersebut. Hal ini menyebabkan studi yang dilakukan, khususnya dalam mengamati dampak kebijakan infrastruktur terhadap perekonomian wilayah baik itu sebelum maupun sesudah pemekaran hanyalah merupakan sebuah perkiraan saja, tanpa dapat melakukan evaluasi yang sesungguhnya lebih komprehensif dan riil untuk mengamati dan menganalisis kebijakan pemekaran tersebut Keterbaruan 1. Membangun Input-Output antar wilayah, yakni antara wilayah Selatan dan Utara di Provinsi Kalimantan Timur, dengan melihat kondisi faktual keterkaitan transaksi antar wilayah serta adanya rencana pemekaran diri dari kabupaten yang berada disebelah Utara Provinsi Kalimantan Timur. 2. Studi ini menganalisis dampak pembangunan infrastruktur dalam perekono mian wilayah secara lebih luas lagi atau komprehensif yakni terhadap nilai tambah, pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, dan ketimpangan antar wilayah, dengan memperhatikan aspek kemampuan pendanaan pemerintah.

VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH

VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH 7.1. Nilai Tambah Nilai Tambah Bruto (NTB) yang biasa disebut juga Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

X. KESIMPULAN DAN SARAN

X. KESIMPULAN DAN SARAN X. KESIMPULAN DAN SARAN 10.1. Kesimpulan 1. Sektor bangunan dan sektor listrik, gas dan air bersih di provinsi Kalimantan Timur membe rikan multiplier effect yang paling besar terhadap perekonomian wilayah.

Lebih terperinci

VIII. MULTIPLIER SEKTOR INFRASTRUKTUR

VIII. MULTIPLIER SEKTOR INFRASTRUKTUR VIII. MULTIPLIER SEKTOR INFRASTRUKTUR 8.1. Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan Sektor Infras truktur Hirschman (1958) dalam Jhingan (1993) merinci keterkaitan antar sektor menjadi empat bagian, yakni:

Lebih terperinci

V. PROSEDUR PENYUSUNAN INPUT-OUTPUT WILAYAH SENDIRI DAN ANTAR WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

V. PROSEDUR PENYUSUNAN INPUT-OUTPUT WILAYAH SENDIRI DAN ANTAR WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR V. PROSEDUR PENYUSUNAN INPUT-OUTPUT WILAYAH SENDIRI DAN ANTAR WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Penyusunan I-O antar wilayah Kalimantan Timur wilayah Utara dan Selatan dilatar belakangi oleh pemikiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

IX. DAMPAK PEMBANGUNAN SEKTOR INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH

IX. DAMPAK PEMBANGUNAN SEKTOR INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH IX. DAMPAK PEMBANGUNAN SEKTOR INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH 9.1. Dampak Te rhadap Nilai Tambah, Pendapatan dan Tenaga Kerja Hubungan antara pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berimplikasi kepada provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. berimplikasi kepada provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah di era otonomi menghadapi berbagai tantangan, baik internal maupun eksternal, seperti masalah kesenjangan dan iklim globalisasi. Yang disebut

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR: SUATU ANALISIS INPUT OUTPUT ANTAR WILAYAH DISERTASI

DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR: SUATU ANALISIS INPUT OUTPUT ANTAR WILAYAH DISERTASI DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR: SUATU ANALISIS INPUT OUTPUT ANTAR WILAYAH DISERTASI YOSEPH BARUS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Fenomena Kesenjangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara sederhana pembangunan dapat dimaknai sebagai usaha atau proses untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam pelaksanaannya, pembangunan memiliki

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

Kalimantan Timur. Lembuswana

Kalimantan Timur. Lembuswana Laporan Provinsi 433 Kalimantan Timur Lembuswana Lembuswana adalah hewan dalam mitologi rakyat Kutai yang hidup sejak zaman Kerajaan Kutai. Lembuswana menjadi lambang Kerajaan Kutai hingga Kesultanan Kutai

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu usaha daerah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi

4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi 4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan dasar pengukuran atas nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha yang timbul akibat adanya

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan. sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan yang

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan. sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan yang BAB III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BERAU 3.1. Tinjauan Umum Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kapasitas pemerintahan daerah agar tercipta suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 7.1. Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini Perkembangan terakhir pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku menunjukkan tren meningkat dan berada di atas pertumbuhan

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 2006 EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) 1) Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Keberadaan infrastruktur yang memadai sangat diperlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera, makmur,

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 No.11/02/63/Th XVII, 5 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2012 tumbuh sebesar 5,73 persen, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor konstruksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 No. 027/05/63/Th XVII, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 Perekonomian Kalimantan Selatan triwulan 1-2013 dibandingkan triwulan 1- (yoy) tumbuh sebesar 5,56 persen, dengan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR AGUSTUS 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR AGUSTUS 2012 BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No 41/11/64/Th. XV, 5 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR AGUSTUS 2012 Jumlah angkatan kerja di Kalimantan Timur pada Agustus 2012 tercatat sebanyak 1.777.381

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah, dan kurang melibatkannya stakeholder di daerah. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah, dan kurang melibatkannya stakeholder di daerah. Kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum era reformasi yaitu pada zaman orde baru, Indonesia menganut sistem pemerintahan yang sentralistik. Kondisi ini dapat dilihat dari dominannya peran pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan suatu perekonomian dalam satu periode ke periode

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan suatu perekonomian dalam satu periode ke periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan tujuan perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Dalam hal ini pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dan perkembangan suatu

Lebih terperinci

REALISASI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TRIWULAN IV TAHUN 2013

REALISASI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TRIWULAN IV TAHUN 2013 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BADAN PERIZINAN DAN PENANAMAN MODAL DAERAH (BPPMD) Website : http://bppmd.kaltimprov.go.id Email : humas@bppmd.kaltimprov.go.id / humas.bppmdkaltim@gmail.com Jalan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengedepankan dethronement of GNP, pengentasan garis kemiskinan,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengedepankan dethronement of GNP, pengentasan garis kemiskinan, 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional yang berfokus pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto Kabupaten Penajam Paser Utara Dalam Angka 2011 258 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam bab ini disajikan data dalam bentuk tabel dan grafik dengan tujuan untuk mempermudah evaluasi terhadap data

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu hal yang sangat esensial dalam usaha memajukan perekonomian bangsa. Usaha yang dimaksud dalam bidang ini adalah penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan faktor penting dalam proses pembangunan yakni sebagai penyedia tenaga kerja. Namun dengan kondisi tenaga kerja dalam jumlah banyak belum menjamin bahwa

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau Dalam mencari sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Malinau akan digunakan indeks komposit dari nilai indeks hasil analisis-analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya dan penyediaan lapangan pekerjaan, juga menginginkan adanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota setiap daerah dituntut untuk mampu melakukan rentang kendali dalam satu

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

RENCANA & REALISASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN) MENURUT SEKTOR TAHUN 2010 DI KALIMANTAN TIMUR

RENCANA & REALISASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN) MENURUT SEKTOR TAHUN 2010 DI KALIMANTAN TIMUR & PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN) MENURUT SEKTOR TAHUN 2010 2010-1 Tan. Pangan & Perkebunan 1 4.669.131.070 2.442-27 2.889.931.158.529 5.200-3 Kehutanan - - - - - - - - 5 Pertambangan 1 500.000.000

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu (Nuni

Lebih terperinci