IX. DAMPAK PEMBANGUNAN SEKTOR INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IX. DAMPAK PEMBANGUNAN SEKTOR INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH"

Transkripsi

1 IX. DAMPAK PEMBANGUNAN SEKTOR INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH 9.1. Dampak Te rhadap Nilai Tambah, Pendapatan dan Tenaga Kerja Hubungan antara pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi memang belum menunjukkan temuan yang seragam. Penelitian yang dilakuka n bahwa, investasi di bidang infrastruktur pada suatu negara memiliki imbal hasil yang sangat tinggi, sehingga begitu berperan dalam menstimulasi pertumbuhan ekonomi di negara tersebut, disisi lain ada juga pe nelitian yang menyebutkan bahwa pembangunan infrastruktur dapat terjadi jika pertumbuhan ekonomi di suatu negara relatif tinggi, sehingga output agregat merupakan modal penting untuk mendorong investasi infrastruktur oleh negara (Yustika, 2008). Menurut Direktorat PKPP (2003) pembangunan infrastruktur diyakini mampu menggerakkan sektor riil, menyerap tenaga kerja, meningkatkan konsumsi masyarakat dan pemerintah, serta memicu kegiatan produksi, yang mana semua itu pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sektor infrastruktur dipahami secara luas sebagai enabler terjadinya kegiatan ekonomi produktif di sektor-sektor lain. Wilayah yang memiliki kelengkapan sistem infrastruktur yang berfungsi lebih baik dibandingkan dengan wilayah lainnya, akan memiliki pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan yang lebih baik juga. Wujud infrastruktur itu sendiri, pada hakekatnya adalah mencakup semua bangunan fisik seperti jalan, irigasi, air bersih, sanitasi dan berbagai bangunan pelengkap kegiatan permukiman lainnya, beserta infrastruktur di luar bidang kimpraswil seperti pelabuhan, bandar udara, tenaga listrik dan telekomunikasi, telah menjadi

2 Tabe l 66. Dampa k Pembangunan Infrastruktur Terhadap Nilai Tambah, Tenaga Kerja dan Pendapatan di Kalimantan Timur Tahun 2006 Indikator Wilayah Base Line Skenario-1 (%) Skenario-2 (%) Skenario-3 (%) Skenario-4 (%) Skenario-5 (%) Skenario-6 (%) Skenario-7 (%) Nilai Selatan Tambah Utara (juta rupiah) Kaltim Selatan Tenaga Kerja (orang) Utara Kaltim Selatan Pendapatan (juta rupiah) Utara Kaltim Selatan Output (juta rupiah( Utara Kaltim Sumber : I-O Antar wilayah Kalimantan Timur Tahun 2006 Keterangan : Skenario Base : Tanpa ada injeksi dana pembangunan Skenario-1 : Pengeluaran pembangunan di sektor bangunan untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan sebesar Rp juta dan wilayah Utara sebesar Rp juta. Skenario-2 : Pengeluaran pembangunan di sektor bangunan untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan sebesar Rp juta dan wilayah Utara sebesar Rp juta. Skenario-3 : Pengeluaran pembangunan di sektor listrik, gas dan air bersih untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan sebesar Rp juta dan wilayah Utara sebesar Rp juta. Skenario-4 : Pengeluaran pembangunan di sektor listrik, gas dan air bersih untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan sebesar Rp juta dan wilayah Utara sebesar Rp juta. Skenario-5 : Pengeluaran pembangunan infrastruktur yang didistribusikan seluruhnya hanya untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan seandainya dilakukan realokasi dana sebesar Rp juta (penambahan untuk sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor bangunan). Skenario-6 : Pengeluaran pembangunan infrastruktur yang didistribusikan seluruhnya hanya untuk Kalimantan Timur wilayah Utara seandainya dilakukan realokasi dana sebesar Rp juta (penambahan untuk sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor bangunan). Skenario-7 : Pengeluaran pembangunan untuk sektor infrastruktur seandainya pemekaran Provinsi Kalimantan Timur direalisasikan yakni wilayah Selatan sebesar Rp juta dan wilayah Utara sebesar Rp juta. 210

3 211 prasyarat agar aktivitas ekonomi masyarakat dapat berlangsung. Sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin dicapai tanpa ketersediaan infrastruktur fisik yang memadai. Menjustifikasi dari konsep pemikiran ini maka dampak dari kebijakan pembangunan infrastruktur terhadap perubahan pendapatan, nilai tambah, output dan penyerapan tenaga kerja sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 66. Terlihat dengan jelas bahwa pada Tabel 66, alokasi dana pembangunan infrastruktur pada sektor bangunan (Ske nario-1, Skenario-2, Skenario-5, Skenario-6 dan Skenario-7) memberi dampak positif sangat besar dibandingkan sektor listrik, gas dan air bersih (Skenario 3 dan Skenario-4) terhadap peruba hanperubahan indikator makroregional Kalimantan Timur. Terutama sekali nilai pendapatan (penerimaan upah), rata-rata mengalami kenaikan sebesar 6.32% dari nilai base untuk setiap simulasi kebijakan di sektor bangunan yang diterapkan. Wilayah ya ng paling banyak merasakan manfaat kenaikan pendapatan adalah Kalimantan Timur wilayah Utara dengan rata-rata kenaikan sebesar 24.78% dari nilai base, seda ngka n wilayah Selatan hanya memperoleh manfaat kenaikan pendapatannya sebesar 4.65% dari nilai base. Sesudah pendapatan upa h, perubahan cukup besar juga terjadi unt uk nilai output perekonomian. Kebijakan pembangunan infrastruktur di sektor bangunan mampu memberi efek terhadap kenaikan output perekonomian Kalimantan Timur rata-rata sebesar 4.03% dari nilai base. Wilayah Utara terlihat menerima dampak kenaikan yang lebih tinggi dibandingka n wilayah Selatan, dengan rata-rata kenaikan sebesar 23.65%, sedangkan wilayah Selatan sebesar 2.37% dari nilai base. Perubahan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja, pada simulasi kebijakan di sektor bangunan terlihat

4 212 kurang signifikan mempengaruhinya. Hal ini dapat dilihat dari efek yang dipancarkan, perubahan nilai tambah rata-rata hanya naik 3.19%, dan penyerapan tenaga kerja rata-rata 2.81% dari nilai base. Kebijakan pembangunan infrastruktur di sektor listrik, gas dan air bersih, sepertinya tidak begitu besar membe ri dampak terhadap perubahan-perubahan indikator makroregional Kalimantan Timur. Namun demikian, jika ditelusuri untuk masing-masing wilayah, kebijakan ini terlihat lebih besar mempengaruhi perekonomian Kalimantan Timur wilayah Utara dibandingka n wilayah Selatan, baik itu diperhatikan pada perubahan nilai tambah, tenaga kerja, pendapatan maupun out put. Misalkan dampaknya terhadap kenaikan nilai tambah, kebijakan pembangunan infrastruktur di sektor listrik, gas dan air bersih dapat meningkatkan nilai tambah wilayah Utara sebesar 14.88% dari nilai base, sedangkan di wilayah Selatan dampaknya hanya sebesar 1.06% dari nilai base. Masing-masing skenario kebijaka n yang dilakuka n dapat dilihat, bahwa Skenario-2 menggambarkan konsentrasi alokasi dana infrastruktur sektor bangunan yang lebih ba nyak di wilayah Utara mempunyai dampak lebih besar terhadap perekonomian Kalimantan Timur dibandingkan skenario-ske nario kebijakan lainnya. Melalui Skenario-2, kebijakan pembangunan infrastruktur sektor bangunan yang lebih besar di wilayah Utara dapat memberi dampak kenaikan nilai tambah Kalimantan Timur sebesar 2.03% dari nilai base, kemudian terhadap tenaga kerja akan bertambah sebesar 3.09%, pendapatan upah masyarakat sebesar 4.29%, dan nilai output perekonomian sebesar 3.15% dari nilai base.

5 213 Keterkaitan ekonomi antar wilayah merupakan salah satu prasyarat dalam rangka mendorong pertumbuhan eko nomi regional, hal ini dikarenakan bahwa pemenuhan kebutuhan pembangunan tidak semuanya dapat dipenuhi oleh wilayah sendiri, karena keterbatasan dari sumberdaya yang tersedia. Keterkaitan antar wilayah yang semakin kuat dapat menciptakan spesialisasi yang mengarah kepada peningkatan produktifitas regional pada suatu wilayah. Meskipun sumberdaya yang dibutuhkan tersedia, apabila spesialisasi tampak lebih menguntungkan maka pemenuhan input pembangunan akan lebih bermanfaat jika didatangkan dari luar wilayah sendiri. Sebagaimana halnya yang dijelaskan dalam teori perdagangan internasional bahwa impor dapat menguntungkan bagi sebuah negara walaupun negara itu mampu menghasilka n prod uk yang diimpo r de ngan biaya yang lebih rendah. Hal ini merupakan prinsip keunggulan komparatif yang melandasi terjadinya spesialisasi melalui pembagian tenaga kerja, baik antarindividu, antar wilayah maupun antarnegara. Pada dasarnya setiap wilayah mempunyai kekhususan (local specific), dimana kekhususan tersebut dapat diperoleh secara alamiah seperti sumberdaya alam yang dimiliki dan bisa juga diperoleh karena buatan, seperti wilayah sentra produksi kerajinan. Agar efisiensi dan keberlanjutan pembangunan wilayah dapat ditingkatkan, maka masing-masing wilayah ya ng mempunyai kekhususan tersebut harus melakukan interaksi satu sama lainnya (interregional interaction). Semakin kuatnya interaksi antar wilayah maka tingkat spesialisasi akan bertambah besar dan luas, sehingga setiap wilayah akan memperoleh manfaatnya masing-masing. Seberapa besar manfaat yang diperoleh wilayah-wilayah tersebut dalam melakukan interaksi antar wilayah akan sangat tergantung pada tingkat

6 214 spesialisasi yang dilaksanakan pada wilayah-wilayah tersebut dan kadar interaksi yang aka n dijalanka nnya. Terjadinya interaksi antar wilayah memang sangat menguntungkan bagi pembangunan ekonomi pada wilayah-wilayah kecil yang sedang berkembang. Keterbukaan yang dibangun melalui interaksi akan membuat dampak pembangunan pada wilayah-wilayah besar menetes ke wilayah-wilayah kecil tersebut, fenomena semacam ini lazim disebut trickle down effect. Dampak dari trickle down effect yang diharapkan adalah yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada wilayah tersebut. Sebagai contoh adalah Kabupaten Kutai Kartanegara dengan Berau yang berada di Provinsi Kalimantan Timur. Selama ini Kutai Kartanegara yang dikenal sebagai wilayah penghasil tambang terbesar di Kalimantan Timur selalu memberi kontribusi dana pembangunan yang cukup banyak terhadap Kabupaten Berau sebagai wilayah tetangganya. Kondisi faktual tersebut telah menunjukkan bagaimana manfaat yang dirasakan sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi wilayah dengan terjadinya interaksi antar wilayah. Namun demikian, disisi lain interaksi ini tidak selamanya akan menghasilkan keuntungan yang sama besar antara dua wilayah. Faktanya dapat dilihat pada interaksi antara wilayah Utara dan Selatan di Provinsi Kalimantan Timur. Seandainya konsentrasi pembangunan infrastruktur lebih difokuskan pada wilayah Selatan maka spill-over effect terhadap perekonomian wilayah Utara sangat kecil, sebaliknya apabila konsentrasi pembangunan infrastruktur di fokuskan ke wilayah Utara, maka akan menciptakan spill-over effect yang lebih tinggi untuk wilayah Selatan. Sebagai indikator dapat diperhatikan pada Tabel 66,

7 215 apabila realokasi dana pembangunan infrastruktur dilaksanakan pada wilayah Selatan (Ske nario-5) maka dampaknya terhadap kenaikan jumlah tenaga kerja di wilayah Utara hanya sebesar 0.14%. Namun sebaliknya jika realokasi dana pembangunan infrastruktur dilaksanakan pada wilayah Utara (Skenario-6), maka jumlah tenaga kerja yang terserap wilayah Selatan akan meningkat sebesar 1.06%. Hal yang sama juga terjadi pada efek pendapatan, realok asi dana pembangunan infrastruktur di wilayah Utara (Skenario-6) akan memberi dampak kenaikan pendapatan terhadap wilayah Selatan sebesar 1.92%, sebaliknya wilayah Selatan hanya dapat menciptakan kenaikan pendapatan di wilayah Utara sebesar 0.18%. Nilai tambah dan output kondisinya juga sama, wilayah Utara akan membe ri spillover effect terhadap wilayah Selatan yang lebih besar diba ndingkan spill-over effect dari wilayah Selatan terhadap wilayah Utara 9.2. Dampak Te rhadap Ketimpanga n Antar Wilayah Keseimbangan antarkawasan menjadi penting karena keterkaitan yang bersifat simetris akan mampu mengurangi disparitas antar wilayah dan pada akhirnya mampu memperkuat pembangunan ekonomi wilayah secara menyeluruh. Diibaratkan bahwa pertumbuhan yang terjadi adalah ba gian tubuh manusia, maka ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah akan mengakibatkan kondisi yang tidak stabil. Disparitas antar wilayah telah menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik, untuk itu dibutuhkan kebijakan program yang mampu mengatasi permasalahan disparitas antar wilayah atau kawasan dan perencanaan yang mampu mewujudka n pe mba ngun an wilayah atau kawasan yang berimba ng (Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, 2003).

8 216 Dalam berbagai studi empiris maupun pandangan dari kalangan ekonom praktis dan birokrat dikatakan bahwa pembangunan infrastruktur mempunyai pengaruh yang besar terhadap ketimpangan pembangunan antar wilayah. Pengaruh yang ditimbulkan tersebut dapat positif maupun negatif. Pengaruh tersebut dapat dikatakan positif apabila, spill-over effect dari pembangunan infrastruktur tersebut dapat mendorong terjadinya trickle down effect dari wilayah yang maju ke wilayah sedang berkembang atau terbelakang, sehingga pada akhirnya ketimpangan antar wilayah dapat dikurangi. Namun pengaruh infrastruktur menjadi ne gatif apabila spill-over effect menghasilkan backwash effect dari wilayah maju terhadap wilayah-wilayah sekitarnya. Pada keadaan ini wilayah yang maju akan semakin maju, sedangkan wilayah yang terbe laka ng aka n semakin tertinggal, sehingga menyebabkan ketimpangan antar wilayah semakin meningkat. Berdasarkan konsep pemikiran tersebut, dalam studi kali ini telah dilakukan simulasi mengenai dampak kebijakan pengeluaran pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan oleh pemerintah (pusat dan daerah) terhadap ketimpangan antar wilayah di Provinsi Kalimantan Timur, khususnya pembangunan infrastruktur yang terkait dengan konstruksi atau bangunan (jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, pemukiman, irigasi dan lain-lain), serta listrik, gas dan air bersih. Dalam kajian studi kali ini sudah ditetapka n bahwa kebijakan yang dianggap paling tepat untuk mengatasi kesenjangan antar wilayah di Provinsi Kalimantan Timur adalah melalui pembangunan infrastruktur yang seimbang antara wilayah Selatan dan Utara. Sebagai bahan analisis telah dilakukan beberapa simulasi kebijakan pembangunan infrastruktur khususnya yang menyangkut

9 217 infrastruktur fisik yang dituangkan dalam Skenario-1 sampai dengan Skenario-7, sebaga imana yang dijelaskan pada Tabe l 67 dan Tabel 68. Tabe l 67. Dampak Pembangunan Sektor Infrastruktur Terhadap Ketimpangan PDRB Per Kapita, Tenaga Kerja, Pendapatan dan Output Antar wilayah di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 Simulasi Indeks Kesenjangan Antara Wilayah Selatan dan Utara PDRB Per Kapita Tenaga Kerja Pendapatan Output Base Skenario Skenario Skenario Skenario Skenario Skenario Skenario Sumber : I-O Antar Wilayah Kalimantan Timur Tahun 2006 Tabe l 68. Selisih Indeks Ketimpa ngan Hasil Simulasi Kebijakan dengan Indeks Ketimpa ngan Base Tahun 2006 Simulasi Selisih Untuk Indeks Ketimpangan PDRB Per Kapita Tenaga Kerja Pendapatan Output Skenario Skenario Skenario Skenario Skenario Skenario Skenario Rata-rata Sumber : I-O Antar Wilayah Kalimantan Timur Tahun 2006

10 218 Keterangan : Base : Tanpa ada injeksi dana pembangunan Skenario-1 : Pengeluaran pembangunan di sektor bangunan untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan sebesar Rp juta dan wilayah Utara sebesar Rp juta. Skenario-2 : Pengeluaran pembangunan di sektor bangunan untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan sebesar Rp juta dan wilayah Utara sebesar Rp juta. Skenario-3 : Skenario-4 : Skenario-5 : Skenario-6 : Skenario-7 : Pengeluaran pembangunan di sektor listrik, gas dan air bersih untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan sebesar Rp juta dan wilayah Utara sebesar Rp juta. Pengeluaran pembangunan di sektor listrik, gas dan air bersih untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan sebesar Rp juta dan wilayah Utara sebesar Rp juta. Pengeluaran pembangunan infrastruktur yang didistribusikan seluruhny a hanya untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan seandainya dilakukan realokasi dana sebesar Rp juta (penambahan untuk sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor bangunan). Pengeluaran pembangunan infrastruktur yang didistribusikan seluruhny a hanya untuk Kalimantan Timur wilayah Utara seandainya dilakukan realokasi dana sebesar Rp juta (penambahan untuk sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor bangunan). Pengeluaran pembangunan untuk sektor infrastruktur seandainya pemekaran Provinsi Kalimantan Timur direalisasikan yakni wilayah Selatan sebesar Rp juta dan wilayah Utara sebesar Rp juta. Terdapat 7 simulasi kebijakan yang dilakukan dengan melibatkan dua wilayah yakni Kalimantan Timur wilayah Selatan dan Utara, seberapa besar pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap ketimpangan antar wilayah tersebut akan diamati dari selisih antara indeks ketimpangan yang dihitung dari masingmasing simulasi kebijakan (skenario-1 sampai dengan skenario-7) dengan indeks ketimpangan base, perhatikan Tabel 68.

11 219 Secara menyeluruh dapat dikatakan bahwa pembangunan infrastruktur mempunyai pengaruh terhadap penurunan ketimpangan antar wilayah di Kalimantan Timur. Namun penurunannya terlihat sangat kecil, karena dari hasil seluruh simulasi kebijaka n yang dilakuka n hanya dapat menurunkan indeks ketimpangan rata-rata antara 0.34 sampai dengan Ketimpangan PDRB per ka pita antar wilayah, menghasilkan indeks ketimpangan yang dapat diturunkan rata-rata sebesar 1.72 per skenario. Kemudian untuk ke timpangan tenaga kerja, indeks nya dapat diturunkan rata-rata sebesar 0.34 per skenario, ketimpangan pendapatan diturunkan sebesar 1.42 per skenario, dan ke timpangan output sebesar 1.57 per skenario. Dengan melihat rata-rata angka ketimpangan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pembangunan infrastruktur lebih besar mempengaruhi penurunan ketimpangan PDRB per kapita antar wilayah, dibandingkan menurunkan ketimpangan penyerapan tenaga kerja, pendapatan rumahtangga dan output antar wilayah di Kalimantan Timur. Secara parsial, jika diperhatikan dari masing-masing simulasi kebijakan yang dilakukan, kebijakan pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan dengan cara merealokasikan dana pembangunan seluruhnya ke wilayah Utara (ske nario-6) mempunyai pengaruh yang paling tinggi untuk mengurangi ketimpangan pereko nomian antar wilayah di Kalimantan Timur. Sebagaimana yang dijelaska n dalam Tabel 68, indeks ketimpangan PDRB per kapita antar wilayah dapat diturunkan sebesar 5.63, kemudian ketimpangan tenaga kerja sebesar 1.03, ketimpangan pendapatan sebesar 4.71 da n ketimpa ngan output sebesar Kenyataan yang ada, ba hwa kebijakan realokasi dana pembangunan infrastruktur yang seluruhnya dialirkan pada suatu wilayah sebenarnya tidak

12 220 realistis. Namun dalam studi ini, hal tersebut tetap dilakukan dengan maksud hanya untuk menunjukkan wilayah mana yang paling besar mempunyai efek multiplier dana pembangunan infrastruktur dalam kaitannya untuk mengurangi ketimpangan antar wilayah di Provinsi Kalimantan Timur. Ternyata dari hasil perhitungan, wilayah Utara paling besar mempunyai pengaruh terhadap penurunan ketimpa ngan antar wilayah, sedangkan wilayah Selatan aka n memberikan dampak peningkatan ketimpangan antar wilayah. Kebijakan realokasi dana pembangunan infrastruktur seluruhnya ke wilayah Selatan (skenario-5) membuat indeks ketimpangan PDRB per kapita naik sebesar 0.68, kemudian untuk ketimpangan tenaga kerja naik sebesar 0.07, ketimpangan pendapatan naik sebesar 0.92, dan terakhir indeks ketimpangan output naik sebesar Kecenderungan-kecenderungan ini merupakan suatu indikasi awal bahwa ketimpangan antar wilayah di Kalimantan Timur tidak akan dapat diturunka n apabila konsentrasi pembangunan infrastruktur dilaksanakan seluruhnya pada wilayah Selatan. Dalam studi ini, alokasi dana pembangunan hanya dilakukan melalui stimulus fiskal tanpa melibatkan pihak swasta, sehingga tambahan dana pada pembentukan modal tetap bruto di sektor infrastruktur terlihat kecil. Hal ini pada akhirnya menghasilkan pengaruh yang sangat rendah terhadap ketimpangan antar wilayah di Kalimantan Timur. Fenomena ini merupakan suatu petunjuk bahwa ketimpangan antar wilayah yang terjadi di Provinsi Kalimantan Timur pada masa mendatang hanya dapat diturunkan secara signifikan apabila dana investasi pembangunan infrastruktur tersedia dalam jumlah yang besar, yang tidak mungkin hanya disediakan oleh pemerintah sendiri. Dibutuhka n tambahan investasi yang

13 221 berasal dari sektor-sektor swasta, khus usnya mengarah pada wilayah Utara. Dibutuhkan suatu kebijaka n da n ko mitmen dari pemerintah daerah dan pusat dalam mengajak peran swasta dalam membangun infrastruktur di wilayah Utara yang lebih besar dan meluas ke segala aspek pembangunan infrastruktur, terutama yang dapat memberi efek multiplier pendapatan paling tinggi ya itu infrastruktur bangunan jalan dan jembatan Dampak Pembangunan Infras truktur dalam Kebijakan Pemekaran Wilayah Wacana mengenai adanya pemekaran wilayah di Provinsi Kalimantan Timur, khususnya pemekaran untuk membentuk provinsi baru sudah lama bergul ir dan menjadi isu yang pa ling hangat dibicarakan oleh masyarakat Kalimantan Timur selama ini. Selain untuk meningkatkan keamanan diperbatasan Kalimantan Timur dengan negara tetangga Malaysia, pemekaran Provinsi Kalimantan Timur dipecah menjadi provinsi baru Kalimantan Utara juga berdasarkan pertimbangan untuk mendekatkan pelayanan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal itu dikemukakan Gubernur Kalimantan Timur dihadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Balikpapan, pada acara peresmian proyek-proyek infrastruktur se-kalimantan di kota Balikpapan. Pertimbangan lainnya adalah permintaan provinsi baru juga dikarenakan wilayah Kalimantan Timur yang sangat luas, yakni 1 setengah kali luas pulau Jawa. Penduduk Kaltim yang mencapai lebih dari 3 juta jiwa dengan tingkat penyebaran yang tidak merata, tersebar di 4 kota dan 9 kabupaten belum didukung infrastruktur yang memadai. Perekonomian masyarakat yang masih miskin di daerah perbatasan Kalimantan Timur dan Malaysia membuat rentang

14 222 kendali pemerintah daerah Kalimantan Timur menjaga kedaulatan negara tida k dapat berjalan dengan baik. Gubernur mengharapkan dengan rencana dimekarkannya provinsi baru Kalimantan Utara nant inya, akan terjadi pemerataan pembangunan dan mampu menghilangkan kesenjangan antarperkotaan, daerah pantai dan daerah pedalaman. Tabe l 69. Dampa k Pembangunan Sektor Infrastruktur Terhadap Perekonomian Wilayah dalam Kebijakan Pemekaran Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Indikator Wilayah Base Line Skenario-1 Skenario-7 Nilai Tambah Tenaga Kerja Pendapatan Output Selatan Utara Kalimantan Timur Selatan Utara Kalimantan Timur Selatan Utara Kalimantan Timur Selatan Utara Kalimantan Timur Indeks Ketimpangan PDRB per kapita Antar Wilayah Sumber : I-O Antar Wilayah Kalimantan Timur Tahun Skenario-1: Pengeluaran pembangunan di sektor bangunan untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan sebesar Rp juta dan wilayah Utara sebesar Rp juta. Skenario-7: Pengeluaran pembangunan untuk sektor infrastruktur seandainya pemekaran Provinsi Kalimantan Timur direalisasikan yakni wilayah Selatan sebesar Rp juta dan wilayah Utara sebesar Rp juta. Penelitian ini akan mengkaji seberapa besar dampak yang diberikan dengan adanya pemekaran tersebut terhadap perekonomian wilayah Kalimantan

15 223 Timur, khususnya pada kenaikan pertumbuhan ekonomi, pendapatan penduduk dan penyerapan tenaga kerja. Faktor-faktor tersebut akan dikaji di wilayah Selatan yang nantinya akan tetap bernama Kalimantan Timur, serta di wilayah Utara yang akan membentuk provinsi baru bernama Kalimantan Utara. Walaupun wilayah tersebut belum terbentuk, untuk lebih memudahkan dalam kajian ini maka istilah wilayah Selatan da n Utara tetap digunakan. Selain terhadap ketiga indikator makroregional tersebut, penting juga untuk menganalisis seberapa jauh dampak pemekaran tersebut mampu menurunkan ketimpangan pembangunan antara wilayah Selatan dan Utara. Pembangunan infrastruktur dalam kebijakan pemekaran wilayah (Ske nario-7) mempunyai dampak ekonomi yang lebih besar apabila dibandingkan dengan tanpa pemekaran (Skenario-1). Pada Tabel 69, kenaikan persentase penyerapan tenaga kerja, pendapatan, nilai tambah dan output perekonomian sebagai akibat pembangunan infrastruktur terlihat lebih besar dalam kebijakan pemekaran dari pada tanpa pemekaran. Demikian juga dampaknya terhadap ketimpangan, terjadi pe nurunan indekss pada saat dilakukan pemekaran wilayah. Secara keseluruhan untuk wilayah Kalimantan Timur dengan adanya pemekaran akan memperbesar dampak pembangunan infrastruktur terhadap penyerapan tenaga kerja yang terlihat meningkat sebesar 2.76% dari nilai base, sementara tanpa pemekaran pembangunan infrastruktur hanya dapat memberi dampak terhadap pertambahan penyerapan tenaga kerja sebesar 1.35%. Kondisi yang sama juga terlihat untuk pertambahan pendapatan dan kenaikan nilai tambah di Provinsi Kalimantan Timur, kebijakan pemekaran dapat memperbesar dampak pembangunan infrastruktur terhadap kedua indikator makroregional tersebut.

16 224 Indikator pendapatan misalkan, tanpa adanya pemekaran kebijakan pembangunan infrastruktur hanya dapat menaikkan pendapatan masyarakat di Provinsi Kalimantan Timur secara keseluruhan sebesar 4.87% dari nilai base. Kemudian apabila dilakukan pemekaran, dampak yang didapat akan semakin besar yaitu menaikkan pendapatan masyarakat di wilayah Utara dan Selatan secara keseluruhan (wilayah Kalimantan Timur) sebesar 6.47%. Selanjutnya untuk nilai tambah, pembangunan infrastruktur memberi dampak kenaikan sebesar 2.97% jika tanpa pemekaran, namun dengan pemekaran dampaknya semakin besar menjadi 2.21%. Penurunan ke timpa ngan antar wilayah yang diindikatorkan dengan nilai indeks ketimpangan pendapatan per kapita antar wilayah, dalam Tabel 69 dijelaskan bahwa dengan pemekaran wilayah (Skenario-7), ketimpangan di Provinsi Kalimantan Timur dapat diturunkan lebih baik, dibandingkan apabila tanpa melakukan pemekaran wilayah (Skenario-1). Pembangunan infrastruktur yang dilakukan dalam kondisi pemekaran wilayah mampu mengurangi ketimpangan antar wilayah di Provinsi Kalimantan Timur menjadi Bandingkan jika tanpa pemekaran, pembangunan infrastruktur hanya dapat mereduksi ketimpangan antar wilayah di Provinsi Kalimantan Timur menjadi Meskipun perbedaannya relatif kecil, namun paling tidak telah terbukt i bahwa peningkatan pembangunan infrastruktur pada kebijakan pemekaran wilayah mampu mengurangi ketimpangan di Provinsi Kalimantan Timur dengan lebih baik. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa melalui pemekeran wilayah, peranan sektor infrastruktur dalam perekonomian wilayah Kalimantan Timur akan menjadi lebih besar.

X. KESIMPULAN DAN SARAN

X. KESIMPULAN DAN SARAN X. KESIMPULAN DAN SARAN 10.1. Kesimpulan 1. Sektor bangunan dan sektor listrik, gas dan air bersih di provinsi Kalimantan Timur membe rikan multiplier effect yang paling besar terhadap perekonomian wilayah.

Lebih terperinci

VIII. MULTIPLIER SEKTOR INFRASTRUKTUR

VIII. MULTIPLIER SEKTOR INFRASTRUKTUR VIII. MULTIPLIER SEKTOR INFRASTRUKTUR 8.1. Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan Sektor Infras truktur Hirschman (1958) dalam Jhingan (1993) merinci keterkaitan antar sektor menjadi empat bagian, yakni:

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA 8.1. Analisis Simulasi Kebijakan Dalam analisis jalur struktural atau SPA sebelumnya telah diungkap bagaimana

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH

VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH 7.1. Nilai Tambah Nilai Tambah Bruto (NTB) yang biasa disebut juga Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupaka n social overhead capital, memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan

I. PENDAHULUAN. merupaka n social overhead capital, memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, sistem penyediaan tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih, sanitasi, dan sebagainya yang merupaka

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

V. PROSEDUR PENYUSUNAN INPUT-OUTPUT WILAYAH SENDIRI DAN ANTAR WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

V. PROSEDUR PENYUSUNAN INPUT-OUTPUT WILAYAH SENDIRI DAN ANTAR WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR V. PROSEDUR PENYUSUNAN INPUT-OUTPUT WILAYAH SENDIRI DAN ANTAR WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Penyusunan I-O antar wilayah Kalimantan Timur wilayah Utara dan Selatan dilatar belakangi oleh pemikiran

Lebih terperinci

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN Simulasi kebijakan merupakan salah satu cara yang lazim dilakukan untuk mengambil suatu kebijakan umum (public policy). Dalam penelitian ini, dilakukan berberapa skenario

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Isu-isu Pokok Pembangunan Ekonomi Daerah... 2 1.1.2 Tujuan... 5 1.1.3 Keluaran... 5

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk merencanakan dan melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,1985). Sedangkan tujuan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan faktor penting dalam proses pembangunan yakni sebagai penyedia tenaga kerja. Namun dengan kondisi tenaga kerja dalam jumlah banyak belum menjamin bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk di suatu negara dalam jangka panjang yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau wilayah. Karena pada dasarnya, investasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah tidaklah terpisahkan dari pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan distribusi pendapatan yang merata tanpa adanya disparitas. Selain untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan distribusi pendapatan yang merata tanpa adanya disparitas. Selain untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan

Lebih terperinci

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk Perspektif Kabupaten Berau selama 5 tahun ke depan didasarkan pada kondisi objektif saat ini dan masa lalu yang diprediksi menurut asumsi cetiris paribus. Prediksi dilakukan terhadap indikator-indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menggariskan bahwa Visi Pembangunan 2010-2014 adalah Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Fenomena Kesenjangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI B A B BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berbagai upaya ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah Dalam konteks pembanguan saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu usaha daerah untuk

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang sangat erat, jumlah penduduk menentukan efisiensi perekonomian dan kualitas dari tenaga kerja itu

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya dan penyediaan lapangan pekerjaan, juga menginginkan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang mengakibatkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang yang diikuti oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Disparitas perekonomian antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan

Lebih terperinci

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu hal yang sangat esensial dalam usaha memajukan perekonomian bangsa. Usaha yang dimaksud dalam bidang ini adalah penyediaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi ekonomi merupakan dunia kegiatan dan keterkaitan perekonomian. Kegiatan-kegiatan perekonomian tidak lagi sekedar nasional tapi bahkan internasional, bukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota setiap daerah dituntut untuk mampu melakukan rentang kendali dalam satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada hakikatnya bertujuan untuk menghapus atau mengurangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan pendapatan, dan menyediakan lapangan pekerjaan dalam konteks

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT 5.1. Peran Infrastruktur dalam Perekonomian Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar daerah, dimana perbedaan antar daerah merupakan konsekuensi logis dari perbedaan karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah, dan kurang melibatkannya stakeholder di daerah. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah, dan kurang melibatkannya stakeholder di daerah. Kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum era reformasi yaitu pada zaman orde baru, Indonesia menganut sistem pemerintahan yang sentralistik. Kondisi ini dapat dilihat dari dominannya peran pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses yang terintgrasi dan komprehensif

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses yang terintgrasi dan komprehensif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintgrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian. Di samping mengandalkan pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera, makmur,

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor.

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor. VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam jangka pendek peningkatan pendidikan efektif dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja pertanian dibanding dengan sektor industri

Lebih terperinci

DI INDONESIA TAHUN Pada bagian ini akan diuraikan mengenai gambaran umum kelistrikan di

DI INDONESIA TAHUN Pada bagian ini akan diuraikan mengenai gambaran umum kelistrikan di IV. GAMBARAN UMUM KELISTRIKAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 1990-2010 Pada bagian ini akan diuraikan mengenai gambaran umum kelistrikan di Indonesia pada periode tahun 1990-2010 seperti produksi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan suatu perekonomian dalam satu periode ke periode

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan suatu perekonomian dalam satu periode ke periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan tujuan perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Dalam hal ini pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dan perkembangan suatu

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 75 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pemerintah Penerimaan pemerintah terdiri dari PAD dan dana perimbangan. PAD terdiri dari pajak, retribusi, laba BUMD, dan lain-lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara sederhana pembangunan dapat dimaknai sebagai usaha atau proses untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam pelaksanaannya, pembangunan memiliki

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Kabupaten Lingga pada tahun , memiliki tingkat kemiskinan di atas

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Kabupaten Lingga pada tahun , memiliki tingkat kemiskinan di atas BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1. Kabupaten Lingga pada tahun 2008-2012, memiliki tingkat kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena global. Permasalahan ketimpangan bukan lagi menjadi persoalan pada negara dunia ketiga saja. Kesenjangan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Simpulan 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi spasial maka yang menjadi kutub pertumbuhan adalah Kota Medan. Karakteristik utama yang

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. 1. perkembangan ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. 1. perkembangan ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses perubahan pada masyarakat yang diikuti penyesuaian sistem sosial untuk mencapai kesejahterahan masyarakat. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan kestabilan. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci