BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pengukuran Kinerja Berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja, salah satunya dengan melakukan pengukuran kinerja berdasarkan tujuan dan target yang berfokus pada proses dan hasil. Pengukuran kinerja merupakan alat yang penting untuk memperbaiki sistem manajemen kinerja, meningkatkan kredibilitas pada pelanggan, meningkatkan inovasi dan kreatifitas dan akhirnya meningkatkan kualitas pelayanan. Namun demikian, pengukuran kinerja yang dilakukan terhadap indikator yang kurang tepat akan memberikan hasil yang belum optimal terhadap kinerja. Menurut Brown (2001) dalam bukunya Performance Based Management Handbook, bahwa pengukuran kinerja paling sedikit memiliki tiga keuntungan yaitu : 1. Pengukuran kinerja dapat membantu untuk membuat keputusan bisnis berdasarkan data aktual daripada hanya berdasarkan pengalaman dan intuisi. 8

2 2. Pengukuran kinerja dapat mengidentifikasikan masalah yang perlu mendapatkan perhatian serius dan akan memberikan pengaruh positif pada ukuran tersebut. 3. Pengukuran kinerja dapat memberikan informasi dimana pencapaian kinerja sekarang dan bagaimana peningkatan kinerja harus dilakukan. Perbaikan kinerja tidak mungkin bisa dilakuakan jika tidak ada pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja juga dapat dikelompokan menjadi lima kategori, sebagai berikut : 1. Efektivitas, merupakan karakteristik dari proses yang mengidentifikasikan derajat dari keluaran proses atau produk sesuai dengan permintaan pelanggan. 2. Efisiensi, merupakan karakteristik dari proses yang mengidentifikasikan derajat untuk menghasilkan suatu produk dengan biaya yang minimum. 3. Kualitas, merupakan derajat suatu produk atau pelayanan yang sesuai dengan ekspektasi dan permintaan pelanggan. 4. Ketepatan waktu (timelines), merupakan ukuran dari suatu produk untuk mengukur apakah suatu produk tepat waktu dikirim/disampaikan kepada pelanggan. 5. Produktivitas, merupakan proses yang memberikan nilai tambah (value added) dibagi dengan nilai aktual yang dikonsumsi. Lebih dari itu, bahwa pengukuran kinerja merupakan jantung dan jiwa dari suatu sistem manajemen kinerja yang mengalir dari visi, misi dan strategi suatu 9

3 organisasi atau instansi. Pengukuran kinerja menyediakan data yang akan dikumpulkan, dianalisis dan digunakan untuk membuat keputusan-keputusan penting yang membantu peningkatan bisnis. 2.2 Lean Definisi dan konsep dasar Lean Toyota merupakan kiblatnya industri otomotif di Jepang, banyak dari manufaktur otomotif Jepang mencoba menerapkan sistem manajemen Toyota ataupun memodifikasi sedikit agar dapat di aplikasikan pada sistem bisnis mereka. Sistem manajemen Toyota secara garis besar di tunjukkan melalui gambar berikut : Gambar 2.1 House Of Toyota Production System Dari gambar 2.1 tampak bahwa sistem manajemen Toyota bertujuan untuk mencapai QCD (Quality, Cost and Delivery) melalui memperpendek aliran produksi dan eliminasi pemborosan. Sistem produksi Toyota ini dibangun oleh 10

4 tiga pilar utama, yaitu Just In Time, Sumber Daya Manusia, dan Pengendalian Kualitas (Built-In Quality atau JIDOKA). Landasan yang harus dibangun adalah stabilitas operasional melalui standarisasi kerja, menghasilkan produk berkualitas tinggi dan proses tanpa pemborosan, mendelegasikan tanggung jawab pemeliharaan peralatan dan mesin kepada operator, dan melibatkan pemasok dalam supply chain. Konsep Lean, berakar dari konsep sistem manajemen Toyota yang dikembangkan dan diperluas. Lean didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value-added activities) melalui peningkatan terus menerus radikal (radical continous improvement) dengan cara mengalirkan produk (material, work-in-process, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan. Lean dapat juga diartikan sebagai upaya terus-menerus (continous improvement efforts) untuk : 1. Menghilangkan pemborosan (waste), dan 2. Meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan/atau jasa) 3. Agar memberikan nilai kepada pelanggan (costumer value). Berikut adalah ilustrasi dari tujuan penerapan konsep Lean dalam industri. Inti dari implementasi konsep ini adalah terletak pada kefektifan suatu penerapan 11

5 Lean dalam mereduksi non-value added activity yang diterjemahkan sebagai waste. Gambar 2.2 Inti dari Lean Non Value Added Reduction Bidang penerapan Lean Saat ini konsep Lean yang dirintis oleh Toyota Motor Corporation tidak hanya dimiliki oleh perusahaan tersebut, tetapi juga banyak diadopsi dan diterapkan oleh sebagian besar perusahaan kelas dunia. Lean yang diterapkan pada keseluruhan perusahaan disebut sebagai Lean Enterprise, apabila Lean diterapkan dalam manufacturing disebut sebagai Lean Manufacturing. Jika Lean diterapkan dalam bidang jasa, maka disebut Lean Service. Jika Lean diterapkan dalam fungsi-fungsi seperti design and development, finance, production, engineering, sales/marketing, office maka disebut sebagai Lean Design and Product Development, Lean Finance, Lean Production, Lean Engineering, Lean Sales/Marketing dan Lean Office. Jika Lean diterapkan pada bank, maka disebut sebagai Lean Banking, jika diterapkan dalam bidang retail maka disebut Lean Retailing, jika dalam bidang pemerintahan maka disebut Lean Goverment, dan lain-lain. Aplikasi Lean diilustrasikan pada gambar berikut. 12

6 Gambar 2.3 Ilustrasi penerapan Lean Lima Prinsip Dasar Lean Lean memiliki keunggulan dalam melakukan continous improvement secara radikal. Dan untuk menerapkan konsep ini dalam suatu organisasi baik itu manufaktur maupun jasa, terdapat lima prinsip dasar dari Lean, yang harus dipahami dan dijalankan agar tujuan dari penerapan konsep ini benar-benar efektif. Lima prinsip dasar tersebut adalah : 1. Mengidentifikasi nilai produk (barang dan/atau jasa) berdasarkan perspektif pelanggan, di mana pelanggan menginginkan produk (barang dan/atau jasa) berkualitas superior, dengan harga yang kompetitif pada penyerahan tepat waktu. 2. Mengidentifikasikan value stream process mapping (pemetaan proses pada value stream) untuk setiap produk (barang dan/atau jasa). 3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang proses value stream itu. 13

7 4. Mengorganisasikan agar material, informasi, dan produk itu mengalir secara lancar dan efisien sepanjang proses value stream menggunakan sistem tarik (pull system). 5. Mencari terus-menerus berbagai teknik dan alat-alat peningkatan (improvement tools and technique) untuk mencapai keunggulan dan peningkatan terus-menerus (continous improvement). Tabel 2.1 Tabel Prinsip-prinsip Lean Manufacturing dan Lean Service Value Stream Process Mapping Value stream mapping adalah tool grafik dalam Lean Manufacturing yang membantu melihat flow material dan informasi saat produk berjalan melalui 14

8 keseluruhan bisnis proses yang menciptakan value mulai dari raw material sampai diantar ke customer. VSM mampu memvisualisasikan aliran produk dan mengidentifikasi waste. VSM juga membantu untuk memprioritaskan masalah yang akan diselesaikan. Sebuah VSM adalah salah satu bentuk dari process mapping yang menunjukkan secara detail aliran material, aliran informasi, parameter operational leadtime, yield, uptime, frekuensi pengiriman, jumlah manpower, ukuran batch, jumlah inventory, setup time, process time, efisiensi proses secara keseluruhan, dan lainlain. Manfaat dari VSM sangat banyak dan merupakan tools utama dalam Lean yang membantu untuk melihat bisnis process secara keseluruhan saat ini. Sehingga kita bisa memvisikan seperti apa bisnis process yang diimpikan, yang sangat efisien, dan bebas dari waste. Dari sinilah akan dimulai beberapa project improvement berdasarkan prioritas yang teridentifikasi dari VSM. VSM dibuat spesifik untuk produk tertentu yang memiliki demand rate yang specific. Penggolongan untuk produk dengan tahapan proses yang sama disebut juga family grouping. Setelah specific produk ditentukan, maka customer demand juga harus ditentukan untuk mengetahui takt time yaitu lama waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu produk. Nilai takt time di dapat dari formula waktu operational time yang tersedia terhadap customer demand. 15

9 Beberapa hal yang akan teridentifikasi dari VSM adalah penumpukan inventory berlebihan pada proses tertentu, scrap yang tinggi, waktu uptime yang rendah, batch size yang terlalu besar, aliran informasi yang tidak mencukupi, waktu tunggu yang terlalu lama, dan efisiensi waktu dari bisnis proses secara keseluruhan. VSM mensyaratkan untuk memvalidasi data operational secara langsung ke lapangan (gemba), berdiskusi dengan orang lapangan untuk memastikan keaktualan data. VSM akan membantu dalam mengimprove bisnis proses secara menyeluruh dan menjadikannya sangat efisien. Hal-hal yang dibutuhkan dalam pembuatan VSM adalah SIPOC chart, pemetaan proses Top-Down chart, pengelompokkan produk untuk VSM, menggambarkan urutan proses, alur material, alur informasi, data box, data lead time dan validasi peta aktual. APICS Dictionary (2005) juga mendefinisikan value stream process sebagai proses-proses untuk membuat, memproduksi, dan menyerahkan produk (barang dan/atau jasa) ke pasar. Untuk proses pembuatan (goods), value stream terdiri atas pemasok bahan baku, manufaktur dan perakitan barang, dan jaringan pendistribusian kepada pengguna barang itu. Gambar dibawah merupakan contoh dari SIPOC (Supplier-Input-Process-Output- Costumer) chart, Top-Down Chart dan Value Stream Process Mapping. Gambar 2.4 Contoh SIPOC Chart pada bagian penjualan mobil 16

10 Gambar 2.5 Value Stream Process Mapping Pemborosan dalam konsep Lean Waste atau pemborosan begitu penting dipahami dan diidentifikasi sepanjang value stream produk, karena salah satu dalam prinsip-prinsip dasar Lean adalah menghilangkan pemborosan (waste). Waste dapat diartikan sebagai segala aktivitas kerja yang tidak memberikan nilai tambah (non-value added) dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang value stream. Gambar 2.6 Tiga tingkatan waste 17

11 Gambar tipe waste The Seven Waste pada level MUDA Tabel 2.2 Tabel The Seven Waste 18

12 2.3 Six Sigma Definisi dan konsep dasar Six Sigma Secara etimologi six sigma tersusun dari 2 kata yaitu : six yang berarti enam dan sigma yang merupakan simbol dari standar deviasi atau dapat pula diartikan sebagai ukuran satuan statistik yang menggambarkan kemampuan suatu proses dan ukuran nilai sigma dinyatakan dalam DPU (Defect Per Unit) atau PPM (Part Per Million). Dapat dikatakan bahwa proses dengan nilai sigma yang lebih tinggi (pada suatu proses) akan mempunyai defect yang lebih sedikit (baik jumlah defect maupun jenis defect). Semakin bertambah nilai sigma maka semakin berkurang Quality Cost dan Cycle time. Secara epistimologi six sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki suatu proses dengan memfokuskan pada usaha-usaha untuk memperkecil variasi yang terjadi (process variance) sekaligus mengurangi cacat ataupun produk atau jasa yang keluar dari spesifikasi dengan menggunakan metode statistik dan tools quality lainnya secara intensif. Umumnya six sigma dituliskan dalam simbol 6σ. Dan secara sederhana six sigma (6 sigma) dapat diterjemahkan sebagai suatu proses yang mempunyai kemungkinan cacat (defect opportunity) sebanyak 3,4 buah dalam satu juta produk dan atau jasa. Tujuannya adalah menurunkan keragaman (variasi) dari suatu proses yang kemungkinan akan berimbas langsung pada kemungkinan cacat yang menurun sehingga secara otomatis akan meningkatkan kapabilitas proses. Defect ialah kegagalan dalam menghasilkan suatu produk sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sedang yang 19

13 dimaksud dengan opportunity (kesempatan) antara lain : kualitas produk; kualitas komponen; process yield; test destructive; rejects repair; visual check (appraisal); EHS - OSHA/LTA (accidents); ketidak hadiran; perbedaan material; forecasting; schedule achievement; kapasitas; CTQ - Critical to Quality; scrap dan rework; organizational development; training; inventory; overtime; On-Time- Delivery; order yang akurat; transportasi; down time; dll. Konsep Six Sigma, berakar dari konsep sistem manajemen Motorola. Six Sigma Motorola merupakan suatu metode atau teknik pengendalian dan peningkatan kualitas dramatik yang diterapkan oleh perusahaan Motorola sejak 1986, yang merupakan terobosan baru dalam bidang manajemen kualitas. Banyak ahli manajemen kualitas menyatakan bahwa metode Six Sigma Motorola dikembangkan dan diterima secara luas oleh dunia industri, karena manajemen industri frustasi terhadap sistem-sistem manajemen yang ada, yang tidak mampu melakukan peningkatan kualitas secara dramatik menuju tingkat kegagalan nol (zero defect). Banyak sistem manajemen kualitas, seperti Malcolm Baldrige National Quality Award (MNBQA), ISO 9000, dan lain-lain hanya menekankan pada upaya peningkatan terus-menerus berdasarkan kesadaran mandiri manajemen, tanpa memberikan solusi yang ampuh bagaimana terobosanterobosan harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas secara dramatik menuju tingkat kegagalan nol. Prinsip-prinsip pengendalian dan peningkatan kualitas Six Sigma Motorola mampu menjawab tantangan ini, dan terbukti perusahaan Motorola selama kurang lebih 10 tahun setelah implementasi konsep Six Sigma telah mampu mencapai tingkat kualitas 3,4 DPMO (Defect Per Million 20

14 Opportunity-kegagalan per sejuta kesempatan). Beberapa keberhasilan Motorola yang patut dicatat dari aplikasi program Six Sigma, adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan produktivitas rata-rata:12,3% per tahun. 2. Penurunan COPQ (cost of poor quality) lebih daripada 84% 3. Eliminasi kegagalan dalam proses sekitar 99,7% 4. Penghematan biaya manufakturing lebih daripada $11 milyar 5. Peningkatan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata 17% dalam penerimaan, keuntungan, dan harga saham Motorola. Hasil-hasil peningkatan kualitas dramatik di atas, yang diukur berdasarkan persentase antara COPQ (cost of poor quality) terhadap nilai penjualan (sales value). Tabel 2.3 Manfaat pencapaian beberapa tingkat sigma 21

15 Secara umum ada 2 buah konsep dasar dari six sigma, yaitu : 1. Six Sigma sebagai suatu aktivitas Pada penjelasan sebelumnya telah disebutkan bahwa six sigma dapat diartikan sebagai suatu proses yang mempunyai defect opportunity atau kemungkinan cacat sebanyak 3,4 buah dalam satu juta produk atau jasa (DPMO). Untuk mencapai target angka tersebut maka ada beberapa rangkain aktivitas six sigma yang perlu dilakukan, misalnya : a. Memahami dan mendefinsikan suatu proses design, manufacturing dan service secara jelas. b. Aplikasi untuk six sigma statistic tools dan proses. c. Mengidentifikasikan faktor penyebab defect. d. Analisa dan improvement (perbaikan). e. Melalui penurunan defect ratio akan meningkatkan yield dan total kepuasan pelanggan. f. Management innovation tool memberikan kontribusi terhadap management out put. Gambar 2.8 Konsep dasar Six Sigma 22

16 2. Six sigma sebagai suatu strategi bisnis Secara umum ada ada enam komponen utama konsep six sigma sebagai strategi bisnis (Peter S. Pande, 2002: 8), yaitu : a. Customer service oriented (mengutamakan pelayanan kepada pelanggan). Definisi customer (pelanggan) bukan hanya terbatas pada pembeli saja tetapi juga berarti rekan kerja kita, orang/ pihak yang akan menerima hasil kerja kita, masyarakat umum sebagai pengguna jasa, pemerintah, dan lain-lain. Six sigma mampu memberikan informasi kepada kita mengenai seberapa bagus produk, service kita dan proses didalamnya serta membantu kita untuk menentukan langkah-langkah demi kepuasan customer secara total. b. Manajemen yang berdasarkan data dan fakta. c. Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan. Perlu diketahui bahwa six sigma sangat dipengaruhi dan bergantung pada seberapa jauh kita memahami suatu proses. Dan hal ini belum cukup apabila tidak didukung dengan appresiasi manajemen yang bagus dalam melakukan perbaikan. d. Manajemen yang proaktif. e. Kerjasama tim yang baik. f. Selalu mengejar kesempurnaan. Six sigma merupakan suatu tool yang lengkap yang dapat dipergunakan dan diaplikasikan pada bidang desain, manufaktur, Sales, Service, dan lainlain. Six sigma dapat membantu kita dalam meraih keuntungan pada suatu persaingan. Bila kita dapat memperbaiki sigma level pada proses kita, 23

17 berarti kualitas produk akan lebih baik dan biaya-biaya yang tidak perlu akan berkurang sehingga kita dapat memenuhi kepuasan customer. Gambar 2.9 Aplikasi Six Sigma sebagai tool dalam berbagai fungsi Proses Six Sigma berdasarkan Motorola 6-Sigma process dengan distribusi normal yang mengizinkan nilai rata-rata (mean) proses bergeser 1,5 sigma dari nilai spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan oleh pelanggan, ditunjukkan seperti gambar berikut : Gambar 2.10 Konsep Six Sigma Motorola dengan Distribusi Normal bergeser 1,5 Sigma 24

18 Six Sigma didefinisikan sebagai suatu metodologi yang menyediakan alat-alat untuk peningkatan proses bisnis dengan tujuan untuk menurunkan variasi proses dan meningkatkan kualitas produk. Pendekatan Six Sigma adalah sekumpulan konsep dan praktik yang berfokus pada penurunan variasi dalam proses dan penurunan kegagalan atau kecacatan produk. Elemen-elemen penting dalam Six Sigma adalah sebagai berikut : 1. Memproduksi hanya 3,4 cacat untuk setiap satu juta kesempatan. 2. Inisiatif-inisiatif peningkatan proses untuk mencapai tingkat kinerja enam sigma. Six Sigma dapat didefinisikan dalam berbagai cara, Six Sigma adalah cara mengukur proses, tujuan mendekati sempurna, disajikan dengan 3,4 DPMO (Defect per Milion Opportunities), yang paling tepat, Six Sigma didefinisikan sebagai sebuah sistem yang luas dan komprehensif untuk membangun dan menopang kinerja, sukses, dan kepemimpinan bisnis. Tabel 2.3 Kemungkinan cacat (defect) pada beberapa sigma level 25

19 Tiga bidang utama yang menjadi target usaha Six Sigma : 1. Meningkatkan kepuasan pelanggan 2. Mengurangi waktu siklus 3. Mengurangi defect (cacat) Untuk memberikan ilustrasi tentang bagaimana perusahaan yang sudah mempunyai kemampuan proses 3σ dibandingkan dengan perusahaan yang sudah mempunyai kemampuan proses 6σ. Bisa dilihat dibawah ini : Tabel 2.4 Perbandingan perusahaan 3 Sigma dan 6 Sigma 26

20 Gambar 2.11 Fenomena gunung es pada pendekatan kualitas 3σ Six Sigma dan statistik Six Sigma dalam statistik dikenal sebagai standar deviasi yang menyatakan nilai simpangan terhadap nilai tengah. Suatu proses dikatakan baik apabila berjalan pada suatu rentang yang disepakati. Rentang tersebut memiliki batas atas atau USL (Upper Specification Limit) dan batas bawah atau LSL (Lower Specification Limit) proses yang terjadi di luar rentang tersebut maka disebut sebagai cacat. Dalam model statistika, Six Sigma dikembangkan dengan tujuan antara lain membangun/menyusun matriks-matriks kinerja secara umum, atau disebut dengan measure. Matriks-matriks tersebut kemudian difungsikan pada produk/jasa, proses produksi/manufakturer dan proses bisnis. Model statistik diterapkan guna mendukung implementasi tiga elemen Six Sigma, yaitu : 1. Statistik Six Sigma, adalah pendekatan dalam mengukur tingkat variabilitas dan standar penyimpangan/deviasi (standar penyimpangan/deviasi disebut dengan sigma). 27

21 2. Perhitungan sigma, adalah perhitungan skala kinerja dalam bilangan numerik. 3. Tolak ukur kinerja, adalah representasi dari world class performance standard yang diilustrasikan dalam level nilai atau level harga sigma tertinggi adalah 6 (enam), dan level sigma 6 tersebut adalah gambaran sebuah kinerja bisnis dengan tingkat keberhasilan aktivitas sebesar 99,9996%. Ini sama artinya dengan adanya aktivitas proses bisnis yang hanya mengalami defektif sebesar 3,4 satuan per satu juta kesempatan. Berikut tabel yang mengilustrasikan hubungan yield (probabilitas tanpa cacat), DPMO (defect permillion opportunity) dengan level sigma. Tabel 2.5 Hubungan Yield, DPMO dan Level Sigma Six Sigma sebagai pengukuran kinerja bisnis dan industri Six Sigma dapat dijadikan metode untuk mengukur target kinerja sistem bisnis dan industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (bisnis dan industri) dan pelanggan (pasar). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem bisnis dan industri akan menjadi semakin baik. 28

22 Dengan demikian, 6 sigma otomatis lebih baik daripada 4 sigma, dan 4 sigma lebih baik dari 3 sigma. Pengukuran kinerja bisnis dan industri dengan menggunakan konsep Six Sigma Motorola, mengizinkan nilai rata-rata proses bisnis dan industri bergeser 1,5 sigma Metodologi dalam Six Sigma Six Sigma memiliki metodologi dasar sendiri untuk mengupayakan tercapai nya target 6 sigma. Metodologi dasar tersebut adalah : 1. DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) 2. Tahap Design For Six Sigma (DFSS) yang menggunakan metode DMADV (Define, Measure, Analyze, Design and Verify). Dalam aplikasinya, biasanya metode DMAIC digunakan sebagai petunjuk yang sistematis untuk melakukan peningkatan proses bisnis yang telah ada, sedangkan DMADV digunakan untuk menciptakan desain proses baru dan atau desain produk baru dalam cara sedemikian rupa agar menghasilkan kinerja bebas kesalahan. DMAIC terdiri atas lima tahap (phase) utama, yaitu : 1. Define, mendefinisikan secara formal sasaran peningkatan proses yang konsisten dengan permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan. 2. Measure, mengukur kinerja proses pada saat sekarang (baseline measure) agar dapat dibandingkan dengan target yang diterapkan. 29

23 Pemetaan proses dan penetapan, pengumpulan data yang berkaitan dengan indikator kinerja kunci (key performance indicator = KPIs). 3. Analyze, menganalisa hubungan sebab akibat berbagai faktor yang dipelajari untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang perlu dikendalikan. 4. Improve, mengoptimalisasikan proses menggunakan analisa seperti DOE (Design Of Engineering), dan lain-lain, untuk mengetahui dan mengendalikan kondisi optimum proses. 5. Control, melakukan pengendalian terhadap proses secara terus menerus untuk meningkatkan kapabilitas proses menuju target Six Sigma. Penggunaan metodologi DMAIC secara sederhana ditunjukkan dalam Bagan berikut : Gambar 2.12 Six Sigma Methode 30

24 Gambar 2.13 Six Sigma Methodologi Roadmap Design For Six Sigma (DFSS) menggunakan metodologi DMADV, terdiri atas phase-phase sebagai berikut : 1. Define, mendefinisikan secara formal sasaran peningkatan proses yang konsisten dengan permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan. 2. Measure, mengidentifikasikan critical-to-qualities (CTQ), kapabilitas produk, kapabilitas proses, evaluasi resiko, dll. 3. Analyze, mengembangkan dan mendesain alternatif-alternatif, menciptakan high-level design, dan mengevaluasi kapabilitas desain agar mampu memilih desain terbaik. 4. Design, mengembangkan desain secara terperinci, optimisasi desain, dan rencana untuk memverifikasi desain. Pada tahap ini mungkin membutuhkan simulasi. 5. Verify, memverifikasi desain, setup pilot runs, implementasi proses baru atau produk baru, kemudian menyerahkan kepada pemilik proses. 31

25 Beberapa kalangan menggunakan akronim DMEDI atau DMADOV untuk metodologi DFSS yang pada dasarnya serupa dengan DMADV. Metodologi DMADV dalam Design For Six Sigma ditunjukkan dalam bagan berikut : Gambar 2.13 DMADV Methode 2.4 Konsep Lean Sigma Definisi Lean Sigma Lean-Sigma adalah suatu konsep menyeluruh tentang sistem bisnis yang dikembangkan belum lama ini di Amerika Serikat. Konsep sistem bisnis Lean- Sigma telah menjadi sangat populer di negara-negara industri maju terutama di Amerika Serikat dan Kanada. Konsep Lean berakal dari konsep sistem manajemen Toyota yang dikembangkan dan diperluas, sedangkan konsep Six Sigma berakar dari konsep sistem manajemen Motorola. Kekuatan dari kedua konsep ini disatukan atau disinergikan menjadi konsep Lean-Sigma. 32

26 Lean didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasikan dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitasaktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value added activities) melalui peningkatan terus-menerus secara radikal dengan cara mengalirkan produk dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan. Six Sigma didefinisikan sebagai suatu metodologi yang menyediakan alatalat untuk peningkatan proses bisnis dengan tujuan untuk menurunkan variasi proses dan meningkatkan kualitas produk. Pendekatan Six Sigma adalah sekumpulan konsep dan praktik yang berfokus pada penurunan variasi dalam proses dan penurunan kegagalan atau kecacatan produk. Berdasarkan definisi diatas, maka Lean Sigma yang merupakan kombinasi antara Lean dan Six Sigma dapat didefinisikan sebagai suatu filosofi bisnis, pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasikan dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value added activities) melalui peningkatan terus-menerus secara radikal untuk mencapai tingkat kinerja 6 sigma, dengan cara mengalirkan produk dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan dengan hanya memproduksi 3,4 cacat untuk setiap satu juta kesempatan atau operasi (3,4 DPMO). Sasaran Lean adalah untuk menciptakan aliran lancar produk sepanjang proses value stream (value stream process) dan menghilangkan semua jenis 33

27 pemborosan, sedangkan sasaran Six Sigma adalah meningkatkan kapabilitas proses sepanjang value stream untuk mencapai zero defect dan menghilangkan variasi. Berikut ilustrasi dari perpaduan konsep Lean dan Six Sigma : Gambar 2.14 Perpaduan konsep Lean dan Six Sigma Pendekatan Lean Sigma berlandaskan pada prinsip 5P (Profits, Product, Process, Project-by-project, and People) yang saling berkaitan satu sama lain, sebagai berikut : 1. Profits (keuntungan perusahaan) akan meningkat apabila kinerja Produk (Product performance) meningkat sesuai dengan atau melebihi ekspektasi pelanggan. 2. Product akan meningkat kinerjanya apabila kapabilitas proses (Capability Process) yang menghasilkan produk tersebut meningkat. 3. Process akan meningkat hanya apabila dilakukan peningkatan proses sepanjang value stream melaui Lean Sigma Continous Improvement Project (Project-by-Project). 34

28 4. Project akan akan berhasil apabila 5. People meningkatkan pembelajaran dan pertumbuhan tentang konsep, metode dan alat-alat Lean Sigma Key Performance Indicator dalam Lean Sigma Lean Sigma memberikan persyaratan kepada manajemen organisasi untuk menetapkan indikator kinerja kunci (key performance indicator = KPIs), mengukur KPI, menganalisa dan kemudian meningkatkan kinerja melalui : 1. Memilih, mengumpulkan, menyelaraskan dan mengintegrasikan indikator-indikator kinerja kunci (key performance indicator = KPIs) untuk penelusuran operasi harian dan untuk penelusuran kinerja organisasi secara keseluruhan termasuk kemajuan relatif terhadap tujuan-tujuan strategis dan rencana tindakan Lean Sigma. 2. Menganalisa kinerja, meninjau ulang dan melakukan peningkatan kinerja dari proses-proses bisnis kunci melalui penetapan prioritas untuk peningkatan terus-menerus maupun terobosan-terobosan yang bersifat inovatif dalam program Lean Sigma. 3. Jika memungkinkan, prioritas-prioritas dan kesempatan-kesempatan melakukan perbaikan itu disebarluaskan kepada pemasok-pemasok, mitra kerja dan pihak-pihak lain yang bekerja sama dengan organisasi bisnis untuk menjamin keselarasan dan integrasi dalam lingkup organisasi Lean Sigma secara keseluruhan. Beberapa indikator kinerja kunci (KPI) yang dianggap vital dan penting dalam proses bisnis manufaktur di tunjukkan dalam gambar dibawah ini. 35

29 Gambar 2.15 KPI yang penting dalam Lean Sigma Istilah-istilah yang digunakan dalam metodologi Lean Sigma Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam metodologi Lean Sigma. Istilah-istilah ini adalah istilah yang sering sekali digunakan baik itu dalam konsep Lean maupun konsep Six Sigma. 1. DPMO (Defect Per Million Opportunity), Adalah jumlah kecacatan dalam satu juta unit produk/jasa. Untuk mendapatkan nilai DPMO, maka diperlukan hasil perhitungan DPO (Defect Per Opportunity). DPMO mengubah DPO menjadi sejuta unit karena dalam 6σ biasanya menggunakan PPM (Part Per Milion). 2. Critical To Quality (CTQ), Merupakan kunci karakteristik terukur dari suatu produk atau proses yang standar performance atau limit spesifikasinya harus dipenuhi untuk memuaskan customer. Tujuan dari Critical To Quality adalah untuk mengkonversi kebutuhan pelanggan untuk persyaratan yang dapat terukur bagi perusahaan untuk diterapkan. 3. Cost Of Poor Quality (COPQ), 36

30 Didefinisikan sebagai biaya yang akan hilang jika sistem, proses dan produk sempurna. COPQ merupakan penyempurnaan dari konsep quality cost. Pada dasarnya biaya kualitas dapat dikategorikan ke dalam 4 jenis, yaitu : a. Biaya kegagalan internal (Internal Failure Costs) b. Biaya kegagalan eksternal (Eksternal Failure Costs) c. Biaya Penialian (Appraisal Costs) d. Biaya pencegahan (Prevention Costs) 4. Process Cycle Efficiency (PCE), Dapat digunakan untuk menentukan peluang perbaikan cycle time, dan dapat diaplikasikan pada manufaktur dan jasa yang berhubungan dengan industri. Peningkatan yang jelas pada process cycle efficiency dapat dilakukan dengan mengurangi waktu tunggu untuk work in process, dan secara efektif mengurangi cycle time secara keseluruhan. Selain itu, PCE merupakan salah satu tolak ukur kinerja dalam suatu sistem untuk mengukur tingkat effisiensi suatu sistem. Hal ini berkaitan erat dengan seberapa banyaknya waste dalam suatu sistem yang diukur melalui banyaknya Non Value Added Activity (NVA). Dengan mengukur besarnya nilai waktu Value Added Activity (VA) terhadap total Lead Time, maka kita dapat menghitung besar PCE. Sebagai hasil dari perbaikan PCE, perusahaan mungkin akan mengalami peningkatan tingkat kepuasan pelanggan, serta penghematan biaya langsung dan peningkatan pada nilai stakeholder. Rumus untuk mendapatkan nilai PCE suatu sistem adalah sebagai berikut : 37

31 PCE = Value Add Time Total Lead Time Keterangan : Value Added Time = Total waktu dari suatu sistem yang memberikan kontribusi dalam penambahan nilai pada produk. Total Lead Time = Total waktu yang dibutuhkan untuk membuat suatu produk dari awal raw material sampai produk dikirim. Yang diartikan dalam skripsi ini adalah production lead time. 5. Overall Equipment Effectivenes (OEE), Merupakan hirarki metrik yang mengevaluasi dan mengindikasikan seberapa efektif suatu operasi manufaktur yang digunakan. Hasil dinyatakan dalam bentuk generik yang memungkinkan perbandingan antara unit manufaktur di industri yang berbeda. Pengukuran OEE biasanya digunakan sebagai indikator kinerja utama (KPI) dalam implementasi lean manufacturing untuk memberikan indikator keberhasilan. OEE membagi performa dari manufaktur menjadi tiga komponen yang diukur yaitu Availability, Performance, dan Quality. Tiap komponen menunjuk pada aspek proses yang di targetkan untuk di dilakukan improvement. OEE dinyatakan dalam rumus berikut : OEE = Availability x Performance x Quality Keterangan : Availability = Operating Time / Planned Production Time Performance = (Standard Cycle Time x Total Piece) / Operating Time 38

32 Quality = First Pass Yield (%) = FPY Pieces / Total Pieces Availability adalah indikator yang menunjukkan kehandalan mesin. Availability mengacu pada indikator lama waktu mesin downtime dan lama waktu untuk setup dan adjustment. Sedangkan performance, mengacu pada indikator yang menunjukkan seberapa sering mesin idle (menunggu), stoppages (berhenti), dan mesin jalan dengan kecepatan rendah. Quality rate adalah indikator untuk seberapa banyak scrap atau rework pada sebuah proses, dan berapa banyak scrap yang terjadi saat mesin start up. 6 major losses ini akan terlihat secara jelas dari nilai OEE untuk masing-masing komponen. Misalkan availability nya rendah, maka improvement di fokuskan untuk meningkatkan uptime mesin dan mempercepat waktu setup. Performance improvement berfokus pada menghilangkan mesin idle karena ketidaktersediaan material, stoppages, dan mesin jalan dengan kecepatan dibawah kapasitas normal. Quality rate akan berfokus untuk improvement dalam hal pencegahan produk scrap atau terjadinya rework. Beberapa hal yang bisa menyebabkan 6 major losses diantaranya: setup time lama karena tidak adanya operator, tidak adanya material, changeover produk yang lama, setting mesin, dan sebagainya. Unplanned downtime karena mesin rusak, tooling yang salah, atau terjadi perbaikan mesin diluar rencana. Minor stoppages karena mesin berhenti cukup sering meskipun durasinya tidak lama. Reduce speed karena skill yang kurang dari operator dan komponen mesin yang sudah aus. Serta scrap yang terjadi selama 39

33 proses produksi. Improvement dari indikator OEE ini erat kaitannya dengan initiatif implementasi TPM (Total Productive Maintenance). 6. Lead Time, Waktu rata-rata untuk mengalirnya satu unit produk di sepanjang proses (dari awal sampai akhir) termasuk waktu menunggu (waiting time) antara sub-sub proses. Lead time = Cycle time x Unit WIP x Jumlah operasi + Delay antara proses Jumlah unit WIP (work-in-process unit setengah jadi ) secara radikal meningkatkan lead time. Ini adalah salah satu alasan mengapa lean manufacturing menginginkan ukuran batch yang kecil. Delay di antara proses juga sering menyebabkan besarnya lead time dan harus terusmenerus dieliminasi karena merupakan pemborosan (waste). Dalam prakteknya, istilah Lead Time selalu berarti Production Lead Time, tetapi secara teknis, terdapat beberapa jenis lead time yaitu: - Production Lead Time - Order Lead Time - Order-to-Cash Time Production Lead Time adalah waktu dari ketika pabrik menerima order sampai ketika produk dikirimkan. Production Lead Time dinyatakan dalam rumus berikut : Production lead time = A + B + C 40

34 Di mana: A = Waktu dari isu pesanan produksi sampai mulai produksi. B = Waktu mulai fabrikasi sampai akhir (waktu proses + delay). C = Waktu melengkapi dari unit pertama sampai satu lot. Misalnya, jika satu box sudah disiapkan sampai ke proses berikutnya (jumlah per lot takt time produk). Ini dapat terjadi pada suatu sub-proses, atau pada suatu keseluruhan rangkaian sub-proses terkait, sering disebut juga Door-to-Door Time (dikenal juga sebagai Throughput Time. Untuk sub-proses tunggal, Production Lead Time = Process Lead Time). Production lead time ditambah segala hal yang terjadi sebelum penyerahan otoritas kerja dan setelah produk meninggalkan dock pengiriman. 7. Takt Time, Istilah takt diambil dari kata Jerman yang berarti baton ; yaitu tongkat kecil yang dipakai oleh panglima perang atau oleh pemimpin orkestra, takt merujuk pada pukulan, tempo, dan regulasi kecepatan irama. Kristianto Jahja dalam alih bahasa buku Gemba Kaizen mengistilahkan takt time ke dalam Bahasa Indonesia sebagai pacu kerja. Batasan umum takt time adalah: waktu yang diinginkan untuk membuat satu unit keluaran produksi. Takt time berbeda dengan cycle time (CT) karena takt time (TT) tidak diukur dengan stopwatch, tetapi harus dihitung dengan formula sebagai berikut: 41

35 Takt time = Waktu operasi yang tersedia/ Permintaan pelanggan Atau bisa juga dinyatakan dalam rumus berikut : Takt time = Waktu operasi yang tersedia / Ramalan permintaan Angka nominal takt time adalah variabel awal untuk mendikte desain arsitektur keseluruhan operasi manufaktur. Total waktu operasi dihitung pada saat dasar semua operasi permesinan berada pada tingkat efisiensi 100% (operational availability = 100%) selama jam kerja reguler. Meskipun takt time dihitung berdasarkan jam kerja reguler, tetapi terkadang dimasukkan juga jumlah yang melebihi jam kerja reguler, misalnya karena dipicu oleh adanya downtime, kemampuan lini yang rendah. Takt time seperti ini disebut actual takt time. 8. Cycle Time, Didefinisikan sebagai periode (waktu) yang diperlukan untuk melengkapi satu cycle dari suatu operasi, atau untuk melengkapi satu fungsi, pekerjaan atau tugas dari awal sampai akhir. Cycle time digunakan untuk membedakan durasi total dari suatu proses dari run timenya. 9. Line Balancing, Merupakan proses penyeimbangan lintasan produksi, terutama dalam proses produksi assembly. Line balancing assembly adalah proses penempatan pekerjaan pada stasiun kerja sehingga target laju produksi dapat terpenuhi. 10. First Past Yield (FPY), Didefinisikan sebagai jumlah unit yang keluar dari suatu proses dibagi dengan jumlah unit yang masuk ke dalam proses selama periode waktu 42

36 tertentu. Hanya unit yang bagus dan tanpa proses ulang yang dihitung sebagai output dari suatu proses. 11. Five S atau 5S, Merupakan kependekan dari : Seiri (meringkas), Seiton (merapihkan), Seisou (membersihkan), Seiketsu (merawat), Shitsuke (disiplin dan konsisten). Dengan penerapan 5S dengan penuh disiplin, perusahaan Jepang bisa mengambil banyak manfaat berupa efisiensi dan efektifitas di segala area kerja. Hal ini menghasilkan trough put yang luar biasa dan berdampak besar bagi diri karyawan maupun perusahaan. 12. Kaizen Blitz, Kaizen dalam bahasa jepang berarti perbaikan atau perubahan menjadi lebih baik, mengacu pada filosofi atau praktek yang berfokus pada perbaikan yang terus menerus dari proses dalam manufaktur, teknik dan manajemen bisnis. Kaizen Blitz digunakan sebagai sarana untuk melakukan perbaikan secara cepat. Artinya, ide dari proses perbaikan yang diusulkan langsung dilakukan seketika. Karena biasanya proses perbaikan dalam suatu sistem menyangkut izin dan birokrasi yang mengakibatkan proses perbaikan memakan waktu cukup lama, maka Kaizen Blitz adalah solusinya. 13. Pareto Diagram Fungsi dari Diagram Pareto adalah untuk dipergunakan mengidentifikasi dan mengevaluasi tipe-tipe/jenis-jenis Non Conformance. Pareto Chart dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi Italia yang bernama Vilredo Pareto pada abad ke 19. Berikut adalah contoh diagram pareto : 43

37 Gambar 2.16 Pareto Diagram Pareto Diagram digunakan untuk memperbandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar disebelah kiri ke yang paling kecil disebelah kanan. Susunan tersebut akan membantu kita untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji. Dengan bantuan Pareto Diagram tersebut kegiatan akan lebih efektif dengan memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak yang paling besar terhadap kejadian daripada meninjau berbagai sebab suatu waktu. Berbagai Pareto Chart dapat digambarkan dengan menggunakan data yang sama, tetapi digambarkan secara berlainan. Dengan cara menunjukkan data menurut frekuensi terjadinya, menurut biaya, menurut waktu terjadinya, dapat diungkapkan berbagai prioritas penanganannya tergantung pada kebutuhan spesifik yang ada. Dengan demikian tidak dapat begitu saja ditentukan bar yang terbesar dalam Pareto Chart sebagai persoalan yang terbesar. Dalam hal ini harus dikumpulkan terlebih dahulu informasi secukupnya. Dalam 44

38 mengadakan Analisis Pareto, yang diatasi adalah sebab kejadian, bukannya gejalanya. Langkah yang dipergunakan menurut Eugene L. Grant, 1988 ialah : 1. Mengidentifikasi tipe-tipe/jenis-jenis yang akan diperbandingkan. Jika pengkategorian Peta Kontrol sudah dibuat maka untuk membuat identifikasi ini adalah mudah. 2. Setelah itu merencanakan dan melaksanakan pengumpulan data, yaitu: Menentukan masalah yang akan diteliti. 3. Menentukan data apa yang akan diperlukan dan bagaimana mengklasifikasikan atau mengkategorikan data itu. 4. Menentukan metode dan periode pengumpulan data. 5. Menentukan frekuensi dari kategori Non Conformance yaitu dengan membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian dari masalah yang telah diteliti dengan menggunakan Check Sheet. 6. Mengurutkan menurut frekuensinya yaitu dengan membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi sampai yang terendah. 7. Menghitung prosentase dari frekuensi tersebut dengan menghitung frekuensi kumulatif, Prosentase dari total kejadian dan prosentase dari total kejadian secara kumulatif. 8. Membuat diagram berdasarkan pada urutan diatas. 45

39 9. Memutuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas Penyebab Utama dari masalah yang sedang terjadi tersebut. Dengan demikian dapat diketahui frekuensi Non Conformance yang paling tinggi, meskipun tidak harus yang paling penting. Diagram Pareto untuk analisis dapat dibagi dua yaitu (Vincent Gaspersz, 2001): 1. Diagram Pareto mengenai Fenomena, Yaitu yang berkaitan dengan hasil-hasil yang tidak diinginkan dan digunakan untuk mengetahui masalah utama yang ada. Misalnya: - Kualitas: kerusakan, kegagalan, keluhan, perbaikan dan lain-lain. - Biaya: jumlah kerugian, ongkos pengeluaran dan lain-lain. - Delivery: penundaan delivery, keterlambatan pembayaran dan lain-lain. - Keamanan: kecelakaan, kesalahan, gangguan dan lain-lain. 2. Diagram Pareto mengenai Penyebab, Yaitu yang berkaitan dengan penyebab dalam proses dan dipergunakan untuk mengetahui apa penyebab utama dari masalah yang ada. Misalnya: - Operator: umur, pengalaman, ketrampilan, sifat individual dan lainlain. - Mesin: peralatan, istrumen dan lain-lain. - Bahan Baku: pembuatan bahan baku, macamnya dan lain-lain. - Metode Operasi: kondisi operasi, metode kerja, sistem pengaturan dan lain-lain. 46

40 Kegunaan Pareto Diagram adalah: a. Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang perlu ditangani. Pareto Chart dapat membantu kita untuk memusatkan perhatian pada persoalan utama yang harus ditangani dalam upaya perbaikan. b. Menunjukkan hasil upaya perbaikan. Sesudah dilakukan tindakan korektif berdasarkan prioritas, kita dapat mengadakan pengukuran ulang dan membuat Pareto Chart yang baru. Apabila terdapat perubahan dalam Pareto Chart yang baru itu, maka tindakan korektif tersebut ada dampaknya. c. Menyusun data menjadi informasi yang berguna. Dengan Pareto Chart sejunlah data yang besar dapat disaring menjadi informasi yang signifikan. 14. Fish Bone Diagram (Ishikawa Diagram) Diagram Ishikawa (disebut juga diagram tulang ikan atau diagram sebab-akibat) adalah diagram yang menunjukkan penyebab peristiwa tertentu. Setiap penyebab atau alasan ketidaksempurnaan merupakan sumber dari permasalahan. Penyebab umumnya dikelompokkan ke dalam kategori utama untuk mengidentifikasi sumber-sumber masalahnya. Kategori biasanya meliputi: Manusia : Siapa saja yang terlibat dengan proses Metode : Bagaimana proses yang dilakukan dan persyaratan khusus untuk melakukannya, seperti kebijakan, prosedur, aturan, peraturan dan hukum 47

41 Mesin: Peralatan, komputer, peralatan dan lain-lain yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan Material : bahan baku, suku cadang, pena, kertas, dll yang digunakan untuk menghasilkan produk akhir Pengukuran: Data yang dihasilkan dari proses yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas Lingkungan: Kondisi, seperti lokasi, waktu, suhu, dan budaya di mana proses tersebut beroperasi. Diagram Ishikawa berbentuk fishbone yang menunjukkan faktor Peralatan, Proses, Manusia, Bahan, Lingkungan dan Manajemen. Itu semua merupakan masalah yang mempengaruhi keseluruhan. Panah kecil menghubungkan sub-penyebab penyebab utama. Ishikawa diagram yang diajukan oleh Kaoru Ishikawa pada tahun Ia mempelopori proses manajemen mutu di galangan kapal Kawasaki, dan merupakan salah satu pencetus teori manajemen modern. Diagram Ishikawa pertama kali digunakan pada tahun 1960, dan dianggap sebagai salah satu dari tujuh alat dasar kontrol kualitas. Diagram ini dikenal sebagai diagram fishbone karena bentuknya mirip dengan kerangka dasar ikan. Gambar 2.17 Ishikawa Diagram (Fishbone Diagram) 48

42 2.4.4 Pengukuran kinerja perusahaan Lean Sigma Dalam penerapannya, perusahaan yang telah menerapkan konsep Lean Sigma menggunakan beberapa tool dari konsep Lean dan konsep Six Sigma untuk mengukur kinerja dari sistem bisnis mereka, apakah proses yang ada sudah benarbenar efisien, efektif dan sesuai dengan target performance yang diharapkan. Berikut adalah beberapa tool yang digunakan dalam penelitian skripsi ini : 1. Mengukur kemampuan proses (process capability) dengan menggunakan statistical process control (SPC). Kemampuan proses adalah kemampuan sebuah proses untuk memenuhi spesifikasi desain yang ditetapkan oleh desain rekayasa atau permintaan costumer. Walaupun suatu proses terkendali secara statistik, output yang dihasilkan belum tentu sesuai dengan spesifikasi. Ada dua pengukuran kuantitatif yang populer digunakan untuk menetapkan apakah sebuah proses mampu, dua metode itu adalah : 1. Rasio kemampuan proses (process capability ratio = Cp). Proses dapat dikatakan mampu apabila nilainya jatuh diantara spesifikasi atas dan bawah. Hal ini berarti kemampuan proses berada dalam ±3 standar deviasi dari rata-rata proses. Karena rentangan nilai adalah 6 standar deviasi, maka toleransi sebuah proses yang mampu, yaitu perbedaan antara spesifikasi atas dan bawah harus lebih atau sama dengan 6. Rasio kemampuan proses, Cp dihitung sebagai berikut : 49

43 Dimana standar deviasinya dihitung dengan menggunakan rumus : Sebuah proses yang mampu adalah proses yang memiliki Cp paling sedikit 1,0. Jika Cp kurang dari 1,0, maka proses menghasilkan produk atau jasa yang berada diluar toleransi yang diperbolehkan. Dengan Cp 1,0; 2,7 komponen dari 1000 diharapkan berada diluar spesifikasi. Semakin tinggi rasio kemampuan proses, semakin besar kecendrungan proses berada dalam spesifikasi desain. Cp berkaitan dengan penyebaran output proses relatif terhadap toleransinya, Cp tidak melihat seberapa baik rata-rata sebuah proses berada di tengah nilai target. 2. Indeks kemampuan proses (process capability index = Cpk). Indeks kemampuan proses, Cpk menghitung perbandingan antara dimensi yang diinginkan dan yang aktual dari suatu produk atau jasa yang diproduksi. Formula Cpk adalah : 50

44 Dimana : X = Rata-rata proses σ = Standar deviasi proses Di saat indeks Cpk = 1,0, variasi proses berada di tengah-tengah antara batas spesifikasi atas dan bawah, dan proses mampu menghasilkan dalam ±3 standar deviasi (kurang dari 2700 kecacatan per sejuta). Cpk = 2,0 berarti proses mampu memproduksi kurang dari 3,4 kecacatan per sejuta. Saat sebuah proses berada di tengah antara batas spesifikasi atas dan bawah, rasio kemampuan proses akan sama dengan indeks kemampuan proses. Walaupun demikian, indeks Cpk menghitung kemampuan aktual sebuah proses, baik rata-rata proses berada di tengah batas spesifikasi maupun tidak. 2. Quality Productivity Ratio. Pada tahun 1978, Mali mendefinisikan secara terintegrasi antara produktivitas dan efisiensi. Produktivitas didefinisikan efisiensi penggunaan sumber-sumber daya (input) dalam menghasilkan barang dan/atau jasa (output). Efektivitas didefinisikan pencapaian tujuan, dengan kata lain bagaimana sebaiknya suatu hasil (output) dicapai akan merefleksikan efektivitas. Sedangkan efisiensi berkaitan dengan bagaimana sebaiknya sumber-sumber daya (input) digunakan untuk mencapai hasil (output). Produktivitas merupakan 51

45 kombinasi antara efektivitas dan efisiensi. Namun dalam perkembangan selanjutnya, terutama berkembangnya konsep integrasi Lean dengan Six Sigma (Lean Sigma), pengukuran produktivitas sederhana yang hanya berdasarkan rasio output fisik terhadap input fisik dipandang tidak cukup merefleksikan kinerja peningkatan proses. Konsep Lean Sigma mulai menggunakan indikator quality-productivity ratio sebagai salah satu pengukuran kinerja terintegrasi (integrated performance measurement). Berikut adalah formula yang sering digunakan dalam pengukuran produktivitas konsep lean sigma : Q-P ratio = (Banyaknya unit produk berkualitas) / {( Banyaknya unit output x ongkos produksi per unit) + (Banyaknya unit cacat yang diproduksi x ongkos pengerjaan kembali per unit)}. 2.5 Pengukuran Waktu Baku Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan secara wajar bagi seorang pekerja normal untuk menyelesaikan pekerjaan yang dijalankan dengan sistem terbaik. Waktu baku sangat dibutuhkan untuk : 1. Perencanaan pengalokasian jumlah tenaga kerja untuk masing-masing proses. 2. Penjadwalan produksi dan penganggaran. 3. Menghitung output yang dapat dihasilkan oleh seorang pekerja. 52

46 Dalam mengukur waktu baku, diperlukan teknik-teknik pengukuran kerja, yaitu pengamatan langsung dan pengamatan tidak langsung : 1. Pengamatan langsung Pengamatan yang dilakukan ketika operator melakukan pekerjaannya secara langsung dilapangan. Ada beberapa jenis dan metode pengukuran secara langsung, yaitu : a. Metode jam henti (menggunakan stopwatch) Pengamatan dilakukan untuk pekerjaan-pekerjaan yang repetitive atau berulang. b. Metode work sampling Pengamatan diterapkan pada operasi yang tidak dikerjakan secara berulang-ulang dan hanya pada interval waktu tertentu. 1. Pengamatan Tidak Langsung Pengamatan dapat dilakukan meskipun pengamat tidak berada di lantai produksi. Ada beberapa jenis metode pengukuran tidak langsung, yaitu : a. Data waktu baku Pengamatan dilakukan untuk semua jenis pekerjaan (baik pekerjaan yang berulang-ulang atau tidak). b. Data performance rating dan allowance Pengamatan dilakukan untuk pekerjaan yang dilakukan secara manual. Penentuan dilakukan dengan melihat pada tabel 53

47 performance rating (salah satunya yaitu tabel Westinghouselampiran 1). Untuk membahas lebih dalam masalah penentuan waktu baku, berikut langkah-langkah dalam mengukur waktu baku penyelesaian pekerjaan : 1. Menggunakan uji keseragaman data secara visual atau dengan menggunakan peta control (control chart). x = xi n Dimana : (x-x) 2 σ = n-1 BKA = x + (3.σ) BKB = x - (3.σ) n : Jumlah sampel s : Standard deviasi x : Rata-rata nilai sampel k : Derajat ketelitian 2. Melakukan uji kecukupan data x = xi n (x-x) 2 σ = n-1 54

48 Keterangan : n : Jumlah sampel σ : Standard deviasi z : Jumlah deviasi standar yang dibutuhkan untuk tingkat keyakinan yang diinginkan (90% keyakinan = 1,65 ; lihat tabel 2.6) h : Tingkat ketepatan yang diinginkan, dinyatakan dalam sebuah angka desimal (Contoh : 5% = 0,05) x : Rata-rata sampel awal Tingkat Keyakinan yang diinginkan (%) Tabel 2.6 Tabel Nilai Z Nilai z (deviasi standar yang dibutuhkan) 90 1, , , , ,00 Bila N>=N maka data cukup Bila N<N maka data kurang (ambil data lebih banyak lagi) 3. Menghitung waktu normal Keterangan : n = (z.σ/h.x) 2 Wn = Ws * p Wn = Waknu Normal Ws = Waktu siklus rata-rata p = faktor penyesuaian (performance rating) 55

Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Partici

Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Partici Topik Khusus ~ Pengantar Six Sigma ~ ekop2003@yahoo.com Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Participative

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Fase atau tahapan yang banyak menghasilkan produk yang cacat adalah di bagian proses stripping, terlihat dari diagram Pareto nya dari ketiga tahapan di area produksi Produk X. 2.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak ada yang menyangkal bahwa kualitas menjadi karakteristik utama

BAB I PENDAHULUAN. Tidak ada yang menyangkal bahwa kualitas menjadi karakteristik utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak ada yang menyangkal bahwa kualitas menjadi karakteristik utama dalam perusahaan agar tetap survive. Buruknya kualitas ataupun penurunan kualitas akan

Lebih terperinci

Evaluasi Sistem Bisnis Lean Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma master Black Belt

Evaluasi Sistem Bisnis Lean Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma master Black Belt 1. Apa Itu Lean? Evaluasi Sistem Bisnis Lean Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma master Black Belt Lean adalah suatu upaya terus-menerus (continuous improvement efforts) untuk: menghilangkan pemborosan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Waktu siklus Pengukuran waktu adalah kegiatan mengamati pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja atau oleh operator serta mencatat waktu-waktu kerjanya baik waktu setiap elemen maupun

Lebih terperinci

BAB III SIX SIGMA. Six Sigma pertama kali digunakan oleh perusahaan Motorola pada tahun

BAB III SIX SIGMA. Six Sigma pertama kali digunakan oleh perusahaan Motorola pada tahun 34 BAB III SIX SIGMA 3.1 Sejarah Six Sigma Six Sigma pertama kali digunakan oleh perusahaan Motorola pada tahun 1980-an oleh seorang engineer bernama Bill Smith. Hal ini dilatarbelakangi oleh hilangnya

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Setelah mengevaluasi berbagai data-data kegiatan produksi, penulis mengusulkan dasar evaluasi untuk mengoptimalkan sistem produksi produk

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENERAPAN METODE LEAN SIGMA UNTUK MEMPERBAIKI KINERJA QUALITY, COST DAN DELIVERY PRODUK SUNVISOR ASSY DI PT. APM ARMADA AUTOPARTS

TUGAS AKHIR PENERAPAN METODE LEAN SIGMA UNTUK MEMPERBAIKI KINERJA QUALITY, COST DAN DELIVERY PRODUK SUNVISOR ASSY DI PT. APM ARMADA AUTOPARTS TUGAS AKHIR PENERAPAN METODE LEAN SIGMA UNTUK MEMPERBAIKI KINERJA QUALITY, COST DAN DELIVERY PRODUK SUNVISOR ASSY DI PT. APM ARMADA AUTOPARTS Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar

Lebih terperinci

Damper DB2B24SSC, diantaranya adalah:

Damper DB2B24SSC, diantaranya adalah: BAB III. METODE PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi PT.Dulmison Indonesia merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang hardware energi yang memproduksi alat-alat berat dan aksesoris

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya dan faktor penyebab banyaknya re-work dari proses produksi kursi pada PT. SUBUR MANDIRI, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan kriteria optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi kualitas produksi pipa pada perusahaan ini yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define, Measure, Analyze,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penyelesaian Masalah Objek penyelesaian masalah dalam karya tulis ini adalah tahapan dalam melakukan continous improvement dengan menggunakan metode Lean Sigma untuk

Lebih terperinci

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1 B A B 5 1 VSM adalah suatu teknik / alat dari Lean berupa gambar yg digunakan untuk menganalisa aliran material dan informasi yg disiapkan untuk membawa barang dan jasa kepada konsumen. VSM ditemukan pada

Lebih terperinci

Bab 2 Landasan Teori

Bab 2 Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1. Pengertian Kualitas Kualitas memiliki pengertian yang luas, setiap sudut pandang yang mendefinisikannya pasti memiliki perbedaan. Sebagaian besar orang mempunyai konsep pemahaman

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Persyaratan utama untuk mencapai kepuasan pelanggan (customer

BAB II LANDASAN TEORI. Persyaratan utama untuk mencapai kepuasan pelanggan (customer BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep SPC dan Pengendalian Kualitas Persyaratan utama untuk mencapai kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dalam dunia industri manufaktur adalah kualitas dari produk maupun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Operasi Dalam mengelolah suatu perusahaan atau organisasi dibutuhkan sistem manajemen agar tujuan dari perusahaan atau organisasi dapat tercapai. Manajemen

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... SURAT PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... SURAT PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... SURAT PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO... KATA PENGANTAR..... ABSTRAK..... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Metode penelitian ini merupakan cara atau prosedur yang berisi tahapantahapan yang jelas yang disusun secara sistematis dalam proses penelitian. Tiap tahapan maupun bagian yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Jurnal dan referensi diperlukan untuk menunjang penelitian dalam pemahaman konsep penelitian. Jurnal dan referensi yang diacu tidak hanya dalam negeri namun juga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Penyelesaian masalah yang diteliti dalam tugas akhir ini memerlukan teori-teori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Pengukuran Performansi Pengukuran performansi sering disalah artikan oleh kebanyakan perusahaan saat ini. Indikator performansi hanya dianggap sebagai indikator yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LADASA TEORI Dalam penulisan tugas akhir ini diperlukan teori-teori yang mendukung, diperoleh dari mata kuliah yang pernah didapat dan dari referensi-referensi sebagai bahan pendukung. Untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 LANDASAN TEORI

BAB 1 LANDASAN TEORI 5 BAB 1 LANDASAN TEORI 1.1 Produktivitas Menurut Sinungan (2003, P.12), secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang-barang atau jasa) dengan masuknya yang

Lebih terperinci

Mulai. Studi Pendahuluan. Perumusan Masalah. Penetapan Tujuan. Pemilihan Variable. Pengumpulan Data. Menggambarkan Process Activity Mapping

Mulai. Studi Pendahuluan. Perumusan Masalah. Penetapan Tujuan. Pemilihan Variable. Pengumpulan Data. Menggambarkan Process Activity Mapping BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu rangkaian kerangka pemecahan masalah yang dibuat secara sistematis dalam pemecahan masalah yang dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 PENGENDALIAN KUALITAS 2.1.1 Pengertian Kualitas Keistimewaan atau keunggulan suatu produk dapat diukur melalui tingkat kepuasan pelanggan. Salah satunya dapat dilihat dari sisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya teknologi saat ini menimbulkan dampak persaingan yang sangat ketat antar perusahaan. Banyak perusahaan berlombalomba untuk mendapatkan keuntungan

Lebih terperinci

BAB III METODE LEAN SIX SIGMA. Toyota yang dikembangkan dan diperluas, sistem manajemen Toyota ditunjukan

BAB III METODE LEAN SIX SIGMA. Toyota yang dikembangkan dan diperluas, sistem manajemen Toyota ditunjukan BAB III METODE LEAN SIX SIGMA 3.1 Kajian Teori Lean Process Konsep Lean Process atau Lean berakar dari konsep sistem manajemen Toyota yang dikembangkan dan diperluas, sistem manajemen Toyota ditunjukan

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi sistem produksi percetakan koran Lampung Post pada PT. Masa Kini Mandiri yaitu dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Operasi Untuk mengelola suatu perusahaan atau organisasi selalu dibutuhkan sistem manajemen agar tujuan dari perusahaan atau organisasi tersebut dapat tercapai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perdagangan global menyebabkan setiap perusahaan dituntut untuk menekan biaya produksi dengan melakukan proses produktivitas dan efisiensi pada proses

Lebih terperinci

Gambar I.1 Part utama Penyusun meter air

Gambar I.1 Part utama Penyusun meter air BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut Gaspersz (2011, p.92), Lean Six sigma merupakan suatu filosofi bisnis, pendekatan sistemik dan sistematik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan

Lebih terperinci

Lean Thinking dan Lean Manufacturing

Lean Thinking dan Lean Manufacturing Lean Thinking dan Lean Manufacturing Christophel Pratanto No comments Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste (pemborosan) di dalam proses, atau dapat juga dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kajian Teori Teori yang di gunakan adalah : Line Performance (Operational Excellence) dan Losses 3.1.1 OPERATIONAL EXCELLENCE Operational excellence (OE)

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 94 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi pemecahan masalah (flow diagram) merupakan diagram yang menggambarkan pola berpikir serta menjelaskan tahap-tahap penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT SEI Bogor pada Bulan September 2016 sampai dengan Bulan Desember 2016. PT SEI Bogor merupakan perusahaan yang bergerak

Lebih terperinci

LEAN-SIGMA GREEN COMPANY

LEAN-SIGMA GREEN COMPANY 1 LEAN-SIGMA GREEN COMPANY Sebuah Landasan Kokoh Menuju Perusahaan yang Lebih Environmentally Friendly and Social Responsible Oleh: Prof. Dr. Vincent Gasperz (anggota APICS-ID@) Visi umum dari perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Lean Definition 2.2 A House of Lean

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Lean Definition 2.2 A House of Lean BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Lean Definition Lean Manufacturing adalah sistem yang membantu mengidentifikasi dan mengeliminasi dari pemborosan, meningkatkan kualitas, dan mengurangi waktu produksi dan biaya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Keseimbangan Lini (Line Balancing) Keseimbangan lini adalah pengelompokan elemen pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang bertujuan membuat seimbang jumlah pekerja yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3.1 Flowchart Metodologi Penelitian Metode Penelitian merupakan deskripsi dari seluruh rangkaian kegiatan yang dilaksanakan selama proses penelitian dilaksanakan yakni

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN SISTEM TERINTEGRASI

BAB IV PERANCANGAN SISTEM TERINTEGRASI BAB IV PERANCANGAN SISTEM TERINTEGRASI 4.1 Tahap Perancangan Sistem Terintegrasi Setelah dilakukan brainstorming dan studi pustaka, maka langkah selanjutnya adalah membuat sistem terintegrasi dari metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam usaha peningkatan produktivitas, perusahaan harus mengetahui kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan jasa)

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data 30 3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Tunamerupakan komoditas komersial tinggi dalam perdagangan internasional. Salah satu bentuk olahan tuna adalah tuna loin, tuna steak, dan tuna saku. Tuna loin merupakan

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR 2.1 Pendekatan Lean 2.1.1 Konsep Dasar Lean Lean adalah suatu upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi adalah suatu proses berpikir yang dilakukan dalam penulisan suatu laporan, mulai dari menentukan judul dan permasalahan, melakukan pengumpulan data yang akan digunakan

Lebih terperinci

STUDI PENGENDALIAN KUALITAS PINTU KAYU DENGAN MENGGUNAKAN METODE LEAN SIX SIGMA

STUDI PENGENDALIAN KUALITAS PINTU KAYU DENGAN MENGGUNAKAN METODE LEAN SIX SIGMA STUDI PENGENDALIAN KUALITAS PINTU KAYU DENGAN MENGGUNAKAN METODE LEAN SIX SIGMA Tuti Sarma Sinaga 1 1 Teknik Industri, Universitas Sumatera Utara Medan Masuk: 6 Juni 2015, revisi masuk: 4 Juli 2015, diterima:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pikir Permasalahan yang timbul dalam perusahaan merupakan indikasi bahwa terdapat penyimpangan terhadap proses bisnis yang ada, sehingga menghasilkan kinerja

Lebih terperinci

Statistical Process Control

Statistical Process Control Statistical Process Control Sachbudi Abbas Ras abbasras@yahoo.com Lembar 1 Flow Chart (dengan Stratifikasi): Grafik dari tahapan proses yang membedakan data berdasarkan sumbernya. Lembar Pengumpulan Data:

Lebih terperinci

PENDEKATAN METODE LEAN SIX SIGMA UNTUK MENGANALISIS PROSES PRODUKSI PADA PT. DULMISON INDONESIA

PENDEKATAN METODE LEAN SIX SIGMA UNTUK MENGANALISIS PROSES PRODUKSI PADA PT. DULMISON INDONESIA PENDEKATAN METODE LEAN SIX SIGMA UNTUK MENGANALISIS PROSES PRODUKSI PADA PT. DULMISON INDONESIA Titi Jayati 0800775012 ABSTRAK Operational excellent didasari oleh banyak perusahaan sebagai salah satu cara

Lebih terperinci

Strategi Peningkatan Produktivita s

Strategi Peningkatan Produktivita s MODUL PERKULIAHAN Strategi Peningkatan Produktivita s Sejarah Toyota Production System (TPS) Fakultas Program Pascasarjana Program Studi Magister Teknik Industri Tatap Kode MK Muka 01 B11536CA (M-203)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan konsumen merupakan faktor yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan konsumen merupakan faktor yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi, persaingan semakin ketat sehingga industri yang bergerak dalam bidang manufaktur maupun jasa harus dapat unggul dalam pasar. Kepuasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 2.1.1 Penelitian Ravishankar (2011) Penelitian yang dilakukan Ravishankar (2011) bertujuan untuk menganalisa pengurangan aktivitas tidak bernilai tambah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan tahapan yang dilalui, mulai dari identifikasi masalah sampai pada tahap penyelesaian masalah dalam penyelesaian tugas akhir. Metodologi bertujuan

Lebih terperinci

V. Hasil 3.1 Proses yang sedang Berjalan

V. Hasil 3.1 Proses yang sedang Berjalan V. Hasil 3.1 Proses yang sedang Berjalan Dalam industri komponen otomotif, PT. XYZ melakukan produksi berdasarkan permintaan pelanggannya. Oleh Marketing permintaan dari pelanggan diterima yang kemudian

Lebih terperinci

Prosiding SNATIF Ke-1 Tahun ISBN:

Prosiding SNATIF Ke-1 Tahun ISBN: Prosiding SNATIF Ke-1 Tahun 201 4 ISBN: 978-602-1180-04-4 ANALISIS PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) MENGGUNAKAN OVERALL EQUIPMENT EFECTIVENESS (OEE) DAN SIX BIG LOSSES PADA MESIN CAVITEC DI

Lebih terperinci

3.1 Persiapan Penelitian

3.1 Persiapan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Dalam mengerjakan Tugas Akhir ini dilakukan langkah-angkah perancangan yang jelas agar tujuan dari Tugas Akhir ini dapat tercapai. Pada bab ini akan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Mesin atau peralatan yang menjadi objek penelitian adalah pada bagian pengeringan di PT. XYZ yaitu pada mesin Dryer Twind. Karena mesin ini bersifat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan metodologi penelitian atau tahapan-tahapan penelitian yang akan dilalui dari awal sampai akhir. Metodologi penelitian perlu ditentukan terlebih

Lebih terperinci

PRINCIPLES OF SIX SIGMA for Improvement Bussiness & Management

PRINCIPLES OF SIX SIGMA for Improvement Bussiness & Management PRINCIPLES OF SIX SIGMA for Improvement Bussiness & Management Seminar Improvement Management for Better Quality Performance UPN Jakarta, 1 Juni 2016 Fino Wahyudi A., S.T., M.T. Six Sigma Green Belt SEJARAH

Lebih terperinci

Bab 2 Landasan Teori 2.1. Pengertian Mutu 2.2. Pengertian Pengendalian Mutu 2.3. Konsep dan Tujuan Pengendalian Mutu

Bab 2 Landasan Teori 2.1. Pengertian Mutu 2.2. Pengertian Pengendalian Mutu 2.3. Konsep dan Tujuan Pengendalian Mutu Bab 2 Landasan Teori 2.1. Pengertian Mutu Definisi mutu atau kualitas menurut para ahli dikemukakan secara berbeda akan tetapi memiliki maksud yang sama yang berarti mutu atau kualitas adalah tingkat baik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Total Productive Maintenance Total Productive Maintenance (TPM) adalah teknik silang fungsional yang melibatkan beberapa bagian fungsional perusahaan bukan hanya pada Bagian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGAKUAN... ii SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi HALAMAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sejarah Pengendalian Kualitas Pada tahun 1924, W.A. Shewart dari Bell Telephone Laboratories mengembangkan diagram atau grafik statistik untuk mengendalikan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI 56 BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI Pada Bab ini dibahas tahap Analyze (A), Improve (I), dan Control (C) dalam pengendalian kualitas terus menerus DMAIC sebagai langkah lanjutan dari kedua tahap sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 10 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Konsep Kunci 2.1.1.1 Definisi Kualitas Kualitas adalah sebuah ukuran relatif dari kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas

Lebih terperinci

Implementasi Lean Manufacturing untuk Identifikasi Waste pada Bagian Wrapping di PT. X Medan

Implementasi Lean Manufacturing untuk Identifikasi Waste pada Bagian Wrapping di PT. X Medan Petunjuk Sitasi: Eddy, & Aswin, E. (2017). Implementasi Lean Manufacturing untuk Identifikasi Waste pada Bagian Wrapping di PT. X Medan. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. C27-32). Malang: Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Mutu ( Quality ) Mutu adalah sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh pelanggan. Mutu didasarkan pada pengalaman aktual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Manajemen Operasi 2.1.1 Konsep Manajemen Operasi Manajemen operasi merupakan salah satu fungsi bisnis yang sangat berperan penting dalam perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan kondisi ekonomi yang sulit sekarang ini karena dampak krisis ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan kondisi ekonomi yang sulit sekarang ini karena dampak krisis ekonomi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan kondisi ekonomi yang sulit sekarang ini karena dampak krisis ekonomi Global. Membuat beberapa harga barang-barang, termasuk barang-barang industri menjadi meningkat.

Lebih terperinci

Six Sigma, Lean dan Lean Six Sigma

Six Sigma, Lean dan Lean Six Sigma Six Sigma, Lean dan Lean Six Sigma Six Sigma Source : Juran Institute A symbol A Metric A Benchmark A Vision A Method A Tool A Goal A Value A Philosophy A Strategy A System Six Sigma a Greek letter a performance

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. setiap ahli memiliki teori sendiri-sendiri mengenai hal ini. Menurut (Davis, 1994)

BAB II LANDASAN TEORI. setiap ahli memiliki teori sendiri-sendiri mengenai hal ini. Menurut (Davis, 1994) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian kualitas Kualitas memiliki kaitan yang sangat erat dengan dunia perindustrian, baik industri barang maupun jasa. Definisi dari kualitas sendiri bermacam-macam, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, perkembangan dunia usaha mengalami persaingan yang begitu ketat. Agar dapat memenangkan persaingan tersebut perusahaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Pendekatan Six Sigma yang digunakan dalam peningkatan produktivitas terdiri dari 5 (lima) fase yang disebut DMAIC (Define, Measure, Analize, Improve

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Deskripsi Tahapan Penelitian 3.1.1 Identifikasi Dan Perumusan Masalah Langkah ini merupakan langkah awal untuk melakukan penelitian dengan melakukan observasi ke unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, persaingan antara perusahaan-perusahaan tidak hanya terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, persaingan antara perusahaan-perusahaan tidak hanya terjadi di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini, persaingan antara perusahaan-perusahaan tidak hanya terjadi di wilayah lokal saja, akan tetapi sudah meluas sampai kawasan nasional bahkan internasional.

Lebih terperinci

Analisis Overall Equipment Effectiveness dalam Meminimalisasi Six Big Losses pada Area Kiln di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.

Analisis Overall Equipment Effectiveness dalam Meminimalisasi Six Big Losses pada Area Kiln di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. Analisis Overall Equipment Effectiveness dalam Meminimalisasi Six Big Losses pada Area Kiln di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. Pabrik Tuban Tofiq Dwiki Darmawan *1) dan Bambang Suhardi 2) 1,2) Program

Lebih terperinci

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM.

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM. PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE) DAN LEAN SIX SIGMA DI PT. XYZ TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat

Lebih terperinci

Pengantar Manajemen Pemeliharaan. P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Pengantar Manajemen Pemeliharaan. P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia Pengantar Manajemen Pemeliharaan P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia Topik Bahasan Perkembangan manajemen pemeliharaan Sistem pemeliharaan Preventive maintenance (PM) Total

Lebih terperinci

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI BENANG KARET DENGAN PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA DI PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

Evaluasi Efektivitas Mesin Creeper Hammer Mill dengan Pendekatan Total Productive Maintenance (Studi Kasus: Perusahaan Karet Remah di Lampung Selatan)

Evaluasi Efektivitas Mesin Creeper Hammer Mill dengan Pendekatan Total Productive Maintenance (Studi Kasus: Perusahaan Karet Remah di Lampung Selatan) Evaluasi Efektivitas Mesin Creeper Hammer Mill dengan Pendekatan Total Productive Maintenance (Studi Kasus: Perusahaan Karet Remah di Lampung Selatan) Melani Anggraini *1), Rawan Utara *2), dan Heri Wibowo

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian berisi penjelasan tahap-tahap yang dilalui penulis dalam menyusun penelitian. Tahap-tahap tersebut adalah tahap awal penelitian, tahap pengumpulan data,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 39 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metodologi pemecahan masalah merupakan gambaran dari langkahlangkah sistematis yang akan menjadi pedoman dalam penyelesaian masalah. Melalui pembuatan flowchart penelitian

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dalam era industrialisasi yang semakin kompetitif sekarang ini, setiap pelaku bisnis yang ingin memenangkan kompetisi dalam dunia industri akan memberikan perhatian

Lebih terperinci

METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian Start Penelitian Pendahuluan Identifikasi Masalah Studi Pustaka Tujuan Penelitian Pengumpulan Data : -Data Data Pengolahan Data

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian merupakan landasan agar proses penelitian berjalan secara sistematis, terstruktur, dan terarah. Metodologi penelitian merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi penelitian perlu ditentukan agar di dalam mencari solusi untuk memecahkan masalah lebih terarah dan mempermudah proses

Lebih terperinci

Analisa Total Productive Maintenance pada Mesin Machining Center pada PT. Hitachi Power System Indonesia (HPSI) Dengan Menggunakan Metode

Analisa Total Productive Maintenance pada Mesin Machining Center pada PT. Hitachi Power System Indonesia (HPSI) Dengan Menggunakan Metode Analisa Total Productive Maintenance pada Mesin Machining Center pada PT. Hitachi Power System Indonesia (HPSI) Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) Achmad Nur Fauzi Program

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metodologi penelitian bertujuan untuk memberikan kerangka penelitian yang sistematis sehingga dapat memberikan kesesuaian antara tujuan penelitian dengan

Lebih terperinci

Quality Management and International Standards

Quality Management and International Standards Chapter 6 Quality Management and International Standards Tujuan membangun sistem TQM yang dapat mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan konsumen. Menjaga kualitas dapat mendukung diferensiasi, low cost,

Lebih terperinci

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi Total Productive Maintenance Program perawatan yang melibatkan semua pihak yang terdapat dalam suatu perusahaan untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif yang cukup kuat, sekalipun terjadi gejolak atau krisis ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. produktif yang cukup kuat, sekalipun terjadi gejolak atau krisis ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri mikro, kecil, dan menengah merupakan usaha ekonomi produktif yang cukup kuat, sekalipun terjadi gejolak atau krisis ekonomi. Perkembangan industri mikro,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 23 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi mengenai Kualitas Saat kata kualitas digunakan, kita mengartikannya sebagai suatu produk atau jasa yang baik yang dapat memenuhi keinginan kita. Menurut ANSI/ASQC Standard

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Gambar 3.1 Diagram alir 37 3.2 Langkah Langkah Penelitian Dalam metode penelitian ini merupakan tahapan tahapan yang dibuat untuk memudahkan dan mengarahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sigma bukan merupakan program kualitas yang berpegang pada zero defect (tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sigma bukan merupakan program kualitas yang berpegang pada zero defect (tanpa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendahuluan Six Sigma merupakan konsep yang relatif baru bagi banyak organisasi. Six Sigma bukan merupakan program kualitas yang berpegang pada zero defect (tanpa cacat), tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Overall Equipment Effectiveness ( OEE ) Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah tingkat keefektifan fasilitas secara menyeluruh yang diperoleh dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bagian ketiga dari laporan skripsi ini menggambarkan langkah-langkah yang akan dijalankan dalam penelitian ini. Metodologi penelitian dibuat agar proses pengerjaan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam bab ini dijelaskan mengenai tahapan-tahapan yang dilakukaan oleh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam bab ini dijelaskan mengenai tahapan-tahapan yang dilakukaan oleh BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini dijelaskan mengenai tahapan-tahapan yang dilakukaan oleh penulis dalam proses penelitian. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...iii. HALAMAN MOTTO.. v. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL xiv. DAFTAR GAMBAR...xv. 1.1 Latar Belakang Masalah.

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...iii. HALAMAN MOTTO.. v. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL xiv. DAFTAR GAMBAR...xv. 1.1 Latar Belakang Masalah. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING...ii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...iii HALAMAN PERSEMBAHAN...iv HALAMAN MOTTO.. v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI..... viii DAFTAR TABEL xiv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 4 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan Kerja Dari penelitian menerangkan bahwa, Perancangan kerja merupakan suatu disiplin ilmu yang dirancang untuk memberikan pengetahuan mengenai prosedur dan prinsip

Lebih terperinci

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet (INKABA) adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai jenis produk teknik berbahan baku utama karet, salah satunya adalah produk karet damper.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi penelitian perlu ditentukan terlebih dahulu, agar di dalam mencari solusi untuk memecahkan masalah lebih terarah dan

Lebih terperinci