BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Pemeriksaan Patologi Anatomi Anamnesa hewan yang diamati pada studi kasus ini yakni singa mengalami gangren kronis pada kaki belakang sebelah kanan. Menurut Vegad (2007) gangren adalah invasi dan pembusukan jaringan nekrotik oleh bakteri saprofit. Salah satu lokasi sering terjadinya gangren adalah daerah ekstremitas seperti kaki. Menurut Pangayoman dan Yuwono (2003) gangren pada ekstremitas pada manusia biasanya disebabkan oleh penyakit diabetes, suatu penyakit sumbatan pada buluh darah seperti trombosis baik arteri maupun vena. Infeksi oleh bakteri juga merupakan salah satu penyebab gangren. Gambaran patologi anatomi singa disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Gambaran patologi anatomi Organ Gambaran patologi anatomi Ruang abdominal massa tumor berukuran 14.5 x 9.8 x 6.5 cm, berwarna putih pucat dalam ruang abdominal dengan konsistensi kenyal Paru-paru nodul berjumlah ± 10 (multinodular) berwarna putih, dengan garis tengah nodul terbesar ± 1.5 cm Hati Hati berwarna belang mulai merah gelap hingga merah terang Di lobus sinistra hati ditemukan multinodular berwarna putih, dengan garis tengah nodul terbesar ± 1.5 cm Ginjal Tidak ditemukan perubahan spesifik Limpa Tidak ditemukan perubahan spesifik Pankreas Tidak ditemukan perubahan spesifik Pada saat nekropsi ditemukan massa tumor dengan ukuran 14.5 x 9.8 x 6.5 cm di dalam ruang abdominal. Massa tumor tersebut berwarna putih, memiliki konsistensi kenyal, berkapsul, dan tidak menginvasi jaringan sekitarnya. Berdasarkan pengamatan patologi anatomi ini, sifat massa tumor yang tidak menginvasi jaringan sekitarnya serta berkapsul diduga tumor bersifat jinak. Hasil pemeriksaan patologi anatomi organ lain ditemukan bahwa pada paruparu terdapat nodul berjumlah ± 10 (multinodular) berwarna putih dengan garis tengah nodul terbesar ± 1.5 cm. Pengamatan patologi anatomi pada hati menunjukkan bahwa hati berwarna belang, merah gelap dan merah terang. Di lobus sinistra hati juga ditemukan multinodular berwarna putih dengan garis

2 15 tengah nodul terbesar berukuran ± 1.5 cm. Pada pengamatan patologi anatomi pada organ ginjal, limpa, dan pankreas tidak ditemukan perubahan spesifik Gambaran Histopatologi dengan Pewarnaan Hematoksilin Eosin Terhadap Sel Tumor Gambaran histopatologi massa tumor menunjukkan bahwa sel-sel yang menyusun massa tumor tersebut berbentuk gelendong (spindle-shaped cells). Inti sel-sel tersebut berbentuk seperti cerutu (cigar-shaped nuclei) dengan ujung tumpul. Sitoplasma sel bersifat eosinofilik, serta dapat diamati perbatasan seluler (Gambar 2A). Ada beberapa jenis tumor yang berasal dari sel berbentuk gelendong yakni leiomioma (tumor jinak yang berasal dari otot polos), leiomiosarkoma (tumor ganas yang berasal dari otot polos), fibroma (tumor jinak yang berasal dari jaringan ikat fibroblast), fibrosarkoma (tumor ganas yang berasal dari jaringan ikat fibroblast), schwannoma (tumor jinak yang berasal dari sel Schwann) dan malignant schwannoma (tumor ganas yang berasal dari sel Schwann), rhabdomioma (tumor jinak yang berasal dari sel otot skelet), serta rhabdomiosarkoma (tumor ganas yang berasal dari sel otot skelet). Menurut Emer et al. (2011), pada pemeriksaan mikroskopis, serabut otot polos terdiri atas sitoplasma eosinofilik dengan inti memanjang berujung tumpul dengan sedikit atau tidak ada gelombang. Inti sel berbentuk seperti cerutu atau belut. Sel tumor otot polos diselingi dengan jaringan ikat kolagen. Morfologi dari sel-sel yang membentuk massa tumor pada ruang abdominal singa pada kasus ini mirip dengan kasus leiomioma pada jantung anjing yang dilaporkan oleh Gallay et al. (2010) yang dapat diamati pada Gambar 3A. Pada Gambar 3A dapat diamati bahwa dengan pewarnaan HE sel tumor leiomioma berbentuk gelendong dengan nukleus yang memanjang dengan ujung tumpul. Berkas tumor dipisahkan dengan kolagen.

3 16 A B * C D Gambar 2 Morfologi sel tumor. (A) Morfologi sel tumor berbentuk gelondong, inti sel berbentuk seperti cerutu dengan ujung tumpul (tanda panah). Pewarnaan HE. (B) Di antara sel-sel tumor ditemukan serabut kolagen berwarna biru kehijauan (tanda bintang) dengan pewarnaan Masson s Trichrome. (C) Sel tumor yang diwarnai dengan pewarnaan imunohistokimia Desmin menunjukkan hasil positif dicirikan dengan warna cokelat pada sitoplasma sel (tanda panah). (D) Sel tumor yang diwarnai dengan pewarnaan imunohistokimia Proliferating Cell Nuclear Antigen (PCNA) menunjukkan hasil negatif inti tetap berwarna biru. Bar = 40 µm. A B Gambar 3 Leiomioma pada jantung anjing (Gallay et al. 2010). (A) Sel tumor berbentuk gelondong dengan nukleus yang memanjang dengan ujung tumpul (tanda panah). Berkas tumor dipisahkan dengan kolagen (tanda bintang). Pewarnaan HE. Bar = 25 µm. (B) menunjukkan bahwa sel tumor tersusun di tengah berkas serabut kolagen yang terwarnai biru dengan pewarnaan Masson s Trichrome. Bar = 125 µm.

4 Gambaran Histopatologi dengan Pewarnaan Khusus dan Pewarnaan Imunohistokimia Hasil pemeriksaan HP dengan pewarnaan khusus dan imunohistokimia dicantumkan dalam Tabel 4. Tabel 4 Hasil pengamatan HP dengan pewarnaan khusus dan pewarnaan imunohistokimia. Pewarnaan Sel tumor Kolagen MT - + D V - - GFAP - - PCNA - - Keteragan: MT: Masson s Trichrome; D. Desmin; V. Vimentin; GFAP. Glial Fibrillary Acidic Protein; PCNA. Proliferating Cell Nuclear Antigen. (-) tidak imunoreaktif; (+) sedikit terwarnai; (++) pewarnaan sedang; (+++) pewarnaan kuat Pewarnaan Khusus Masson s Trichrome Gambaran jaringan tumor yang diwarnai dengan pewarnaan khusus Masson s Trichrome dapat diamati pada Gambar 2B. Pada pewarnaan Masson s Trichrome, sel otot terwarnai merah dan serabut kolagen akan terwarnai biru kehijauan. Pada massa tumor tersebut dapat ditemukan jaringan ikat kolagen diantara sel-sel tumor tersebut (Gambar 2B). Ini sesuai dengan pendapat Emer et al. (2011) bahwa pewarnaan khusus dapat digunakan untuk membedakan otot polos dari jaringan ikat kolagen karena keduanya akan terlihat merah muda hingga merah dengan pewarnaan HE, akan tetapi dengan pewarnaan Masson s Trichrome, otot polos akan berwarna merah dan jaringan ikat kolagen akan berwarna biru kehijauan. Gambar 3B dapat digunakan sebagai pembanding dari literatur. Pada Gambar 3 dapat diamati bahwa dengan pewarnaan MT, diantara sel-sel tumor leiomioma akan ditemukan jaringan ikat kolagen berwarna biru (Gallay et al. 2010). Menurut Cooper dan Valentine (2002) pewarnaan Masson s Trichrome digunakan untuk membedakan antara tumor fibroma dengan leiomioma secara lebih jelas. Pada kasus ini, hasil yang didapat dari pewarnaan Masson s Trichrome yang menunjukkan bahwa ditemukan jaringan ikat kolagen berwarna biru kehijauan. Jaringan ikat kolagen tersebut bukan berasal dari sel-sel tumor

5 18 melainkan berada diantara sel-sel tumor akibat fibrosis. Oleh sebab itu, tumor tersebut diidentifikasi sebagai leiomioma, bukan fibroma Pewarnaan Imunohistokimia Desmin Beberapa sel tumor melepaskan substansi yang tidak terdapat pada sel normal. Substansi ini dinamakan sebagai marker tumor atau marker biologi (Fizell 2001). Marker tumor ini digunakan untuk melakukan identifikasi asal dari tumor. Marker tumor ini dapat berupa filamen intermediet dari protein struktural sitoplasma. Filamen intermediet tidak dapat diamati dengan pewarnaan HE, tetapi dapat diamati dengan pewarnaan imunohistokimia (Cooper & Valentine 2002). Contoh filamen intermediet adalah Vimentin dan Desmin (Cooper & Valentine 2002). Desmin adalah filamen intermediet yang diekpresikan oleh sel otot polos, otot lurik, dan otot jantung (Liu dan Mikaelian 2003), sedangkan Vimentin merupakan filamen intermediet dari sebagian besar sel mesenkim. Vimentin sering digunakan untuk pewarnaan imunohistokimia karena sebagian besar sel mesenkim mengandung vimentin (Cooper & Valentine 2002). Hasil pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan imunohistokimia Desmin pada kasus ini menunjukkan hasil positif. Hasil positif pewarnaan Desmin dicirikan dengan sitoplasma sel yang berwarna cokelat. Hal ini menunjukkan bahwa sel-sel tumor tersebut imunoreaktif terhadap antibodi anti Desmin. Menurut Cooper dan Valentine (2002), antibodi anti Desmin bereaksi pada sel otot baik otot polos, otot jantung, maupun otot lurik, oleh sebab itu Desmin digunakan untuk mengidentifikasi apakah sel-sel pada massa tumor tersebut berasal dari sel otot. Sel-sel tumor tersebut imunoreaktif terhadap pewarnaan imunohistokimia Desmin. Menurut Liu dan Mikaelian (2003) sel tumor yang imunoreaktif terhadap Desmin menunjukkan bahwa sel tumor tersebut berasal dari sel-sel otot. Sel tumor tersebut berbentuk gelondong dengan inti seperti cerutu yang menyerupai sel otot polos. Dengan pewarnaan HE, sel-sel tersebut teramati sebagai suatu sel yang memiliki inti di tengah (sitoplasma) dan tidak memiliki garis melintang serta menunjukkan gambaran jalinan fasikula (interlacing fascicle). Menurut Cooper dan Valentine (2002) gambaran jalinan fasikula merupakan gambaran normal dari otot polos. Tumor pada ruang abdominal singa ini didiagnosa tumor berasal dari

6 19 otot polos. Tumor yang berasal dari otot polos disebut leiomioma sehingga singa tersebut didiagnosa mengalami leiomioma. Leiomioma merupakan tumor jinak mesenkimal yang berasal dari sel otot polos dari lapis muskularis yang bersifat involunter. Menurut Montali et al. (1997) leiomioma pada hewan sering terjadi pada saluran genitalia. Tumor ini sering terjadi pada hewan domestik terutama pada anjing (Sontas et al. 2010; Schaudien et al. 2007). Spesies hewan domestik lainnya yang pernah dilaporkan mengalami leiomioma adalah kucing (Cooper et al. 2006), kambing (Uzal & Puschner 2008), domba (Corpa & Martinez 2010), babi (Munday & Stedman 2002), sapi (Sendag et al. 2008), kuda (Bailey et al. 2003), dan ayam (Manarolla et al. 2011). Leiomioma juga pernah dilaporkan pada satwa liar seperti gajah, badak, unta, macan tutul, singa, harimau, panda, serigala, opposum, marmut (Montali et al. 1997), spesies primata (Videan et al. 2011), anjing laut (Bäcklin et al. 2003), serta paus (Mikaelian et al. 2000). Selain Desmin, terdapat pewarnaan imunohistokimia lain yang akan berekspresi pada sel-sel otot seperti Muscle-Spesific Actin dan Alpha (α) Smooth Muscle Actin, tetapi kedua pewarnaan ini tidak digunakan pada studi ini. Muscle- Spesific Actin adalah protein globular yang diekspresikan oleh otot polos, otot lurik, dan otot jantung. Alpha (α) Smooth Muscle Actin adalah protein sitoskeleton yang diekspresikan oleh otot polos dan sel mioepitel (Bailey et al. 2003). Cooper dan Valentine menyebutkan bahwa antibodi anti α Smooth Muscle Actin merupakan marker spesifik yang rutin digunakan dalam diagnosa tumor pada hewan untuk mengidentifikasi tumor asal otot polos dari tumor lain yang berasal dari otot skelet dan otot jantung. Sitoskeleton tersusun atas protein filamen termasuk aktin dan mikrotubulus. Secara normal filamen aktin menekan molekul organik ekstraseluler yang berikatan antar sel. Mikrotubul mengontrol bentuk sel, pergerakan sel, dan pembagian sel. Pada sel kanker, fungsi dari komponen tersebut berubah. Selain itu, jumlah komponen sitoplasma berkurang, dan bentuknya abnormal. Kerja sel berkurang karena terjadi pengurangan jumlah retikulum endoplasma dan mitokondrianya (Fizell 2001).

7 Pewarnaan Imunohistokimia Vimentin Vimentin diekspresikan oleh tumor yang berasal dari sel mesenkim. Bila digunakan untuk tumor yang diduga berasal dari otot polos, Vimentin dianggap sebagai penanda nonspesifik yang biasa disajikan dalam tumor yang kurang terdiferensiasi dan biasanya berhubungan dengan ekspresi marker lainnya (Cooper & Valentine 2002). Hasil positif pewarnaan Vimentin dicirikan dengan sitoplasma sel yang berwarna cokelat. Pada kasus ini sel-sel tumor tersebut menunjukkan hasil negatif atau tidak imunoreaktif terhadap pewarnaan imunohistokimia Vimentin. Hal ini menunjukkan bahwa sel tumor tersebut bukan sel yang berasal dari sel mesenkim Pewarnaan Imunohistokimia Glial Fibrillary Acidic Protein (GFAP) Glial Fibrillary Acidic Protein (GFAP) merupakan salah satu marker tumor untuk mendiagnosa tumor yang berasal dari selubung saraf seperti sel Schwann atau astrosit (Koestner & Higgins 2002). Hasil positif pewarnaan GFAP dicirikan dengan sitoplasma sel yang berwarna cokelat. Namun, pada kasus ini sel-sel tumor yang menyusun massa tumor tidak imunoreaktif terhadap pewarnaan imunohistokimia GFAP. Hal ini menunjukkan bahwa massa tumor pada ruang abdominal tersebut bukan berasal dari sel-sel selubung saraf Pewarnaan Imunohistokimia Proliferating Cell Nuclear Antigen (PCNA) Proliferating Cell Nuclear Antigen (PCNA) merupakan salah satu pewarnaan imunohistokimia untuk mengidentifikasi proliferasi sel (Cooper & Valentine 2002). Berbeda dengan pewarnaan imunohistokimia lainnya, pada PCNA yang terwarnai bukanlah sitoplasma sel tetapi inti sel. Hasil positif pewarnaan GFAP dicirikan dengan inti sel yang berwarna cokelat. Inti sel yang sedang berproliferasi akan menunjukkan hasil positif pada pewarnaan imunohistokimia PCNA. Hasil pewarnaan PCNA pada sampel jaringan tumor menunjukkan hasil negatif (Gambar 2D). Hal ini menunjukkan bahwa sel-sel tumor sedang tidak melakukan proliferasi sel. Hasil yang ditunjukkan pada pewarnaan PCNA juga berbanding lurus dengan pengamatan terhadap indeks mitotik sel tumor. Pada kasus ini ditemukan bahwa indeks mitotik sel tumor bernilai kurang dari 3 dengan

8 21 perbesaran objektif 40x. Menurut Handharyani et al. (1999) indeks mitotik kurang dari 3 pada perbesaran objektif 40x menunjukkan bahwa tumor adalah tumor jinak. Pada tumor jinak diketahui bahwa proliferasi sel rendah Gambaran Histopatologi dengan Pewarnaan Hematoksilin Eosin Terhadap Beberapa Sampel Organ Gambaran histopatologi beberapa sampel organ disajikan pada tabel 5. Organ tersebut berupa paru-paru, hati, ginjal, limpa, dan pankreas. Tabel 5 Gambaran histopatologi beberapa organ dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin Sampel jaringan Gambaran histopatologi Paru-paru Interstisium mengalami penebalan Di daerah interstisium terdapat infiltrasi sel radang makrofag dan limfosit Epitel bronchiolus tersier mengalami proliferasi/hiperplasia sel goblet yang ditandai dengan banyaknya sel berbentuk gelembung/bulat Pada lumen bronchiolus ditemukan eritrosit dan eksudat yang menunjukkan adanya kongesti dan peradangan akut Ditemukan pula endapan amiloid di daerah interstisium (amiloidosis) Pada nodul dengan garis tengah 1.5 cm, jumlah alveol berkurang dan ukuran alveol mengecil Di daerah interstisial ditemukan sel epitel kubus sebaris dengan inti bulat (bentuk kelenjar) dalam jumlah besar yang diduga merupakan tumor adenokarsinoma karena sel-sel ini menunjukkan ketidakseragaman Pada paru-paru dapat ditemukan kongesti dan hemoragi Terdapat akumulasi pigmen karbon (antrakosis) pada paru-paru Hati Ruang sinusoid hati mengalami pelebaran Pada ruang sinusoid hati terjadi kongesti yang dicirikan adanya akumulasi darah dalam ruang sinusoid hati Pada ruang sinusoid hati ditemukan endapan protein amiloid (amiloidosis) Pada beberapa area ditemukan sarang radang dengan infiltrasi sel radang limfosit, makrofag, dan sel plasma. Ginjal Sebagian glomerulus mengalami atrofi dan kongesti. Kongesti dicirikan dengan adanya darah pada glomerulus. Terjadi degenerasi epitel tubulus Di dalam lumen tubulus ditemukan endapan protein Di daerah peritubular ditemukan edema Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dalam jumlah sedikit Terjadi pembentukan jaringan ikat Limpa Terdapat hemoragi dan endapan protein Ditemukan sel radang makrofag dan limfosit. Terjadi deplesi pulpa putih. Pankreas Terdapat akumulasi lemak di antara sel-sel asinar dan pengurangan jumlah pulau Langerhans Ditemukan pula endapan protein Terjadi kongesti dicirikan dengan ditemukan adanya eritrosit

9 Gambaran Histopatologi Paru-Paru Gambaran histopatologi paru-paru menunjukkan bahwa masih dapat ditemukan alveol, akan tetapi terjadi emfisema pulmonum. Menurut Rao (2010) emfisema adalah udara berlebih pada alveol paru-paru yang mengakibatkan terjadinya pelebaran alveol. Emfisema terjadi karena rupturnya dinding alveol sehingga ruang alveolar saling bergabung dan membesar (Gambar 4A). Emfisema pulmonum pada hewan umumnya bersifat sekunder karena selalu terjadi setelah adanya gangguan aliran udara. Berdasarkan daerah paru-paru yang terpengaruh, emfisema diklasifikasikan menjadi emfisema alveolar dan emfisema interstitial. Emfisema alveolar dicirikan dengan distensi dan rupturnya dinding alveolar, sehingga membentuk gelembung udara dengan berbagai ukuran di parenkim paru-paru. Emfisema interstitialis terjadi saat akumulasi udara menembus dinding alveolar dan dinding bronkhioli kemudian masuk ke jaringan ikat interlobular, sehingga menyebabkan distensi dari septa interlobular (McGavin dan Zachary 2001; Rao 2010). Ditemukannya dinding alveolar yang ruptur dan membesar pada jaringan paru-paru singa secara mikroskopik menunjukkan adanya emfisema alveolar. Pada hewan, emfisema umumnya terjadi sebagai lesio sekunder akibat terhambatnya aliran udara atau sebagai lesio pada saat hewan mati. Emfisema akibat kerusakan pulmonal umumnya terjadi pada hewan yang menderita bronkopneumonia. Adanya eksudat pada bronkopenumonia menyumbat bronkus dan bronkiolus sehingga menyebabkan ketidakseimbangan antara udara yang masuk dan keluar dari paru-paru (McGavin dan Zachary 2001). Gambaran histopatologi dengan pewarnaan HE terhadap organ paru-paru juga menunjukkan bahwa daerah interstisium paru-paru mengalami penebalan, serta terdapat infiltrasi sel radang makrofag dan limfosit pada interstisium. Adanya infiltrasi sel radang makrofag dan limfosit dapat menunjukkan bahwa paru-paru mengalami peradangan pada interstisium atau pneumonia interstisialis. Menurut Vegad (2007) pneumonia interstisialis atau dikenal juga pneumonia lobaris adalah peradangan pada paru-paru yang dicirikan dengan penebalan septa alveol karena adanya eksudat fibrinus/sereus, dan adanya infiltrasi sel radang neutrofil atau sel radang mononuklear dan fibroblast.

10 23 Menurut McGavin dan Zachary (2001) kongesti yang berjalan lama juga dapat menyebabkan penebalan jaringan interstitial sehingga menimbulkan fibrosis interstitial ringan. Kongesti paru seringkali disebabkan oleh kegagalan jantung, dan bila berjalan lama akan berlanjut menjadi edema pulmonum yang terlihat dengan adanya endapan protein dalam alveolar. Epitel bronkus dan bronchiolus mengalami hiperplasia sel goblet yang ditandai dengan banyaknya sel berbentuk gelembung/bulat. Sel goblet mensekresikan eksudat mukus. Menurut Beasley et al. (2009) hiperplasia sel goblet merupakan respon dari peradangan pada bronkus (bronkitis). Pada lumen bronchiolus ditemukan eritrosit dan eksudat yang menunjukkan adanya hemoragi dan peradangan akut. Pada paru-paru juga ditemukan endapan protein amiloid di daerah interstisium. A B Gambar 4 Gambar histopatologi paru-paru. (A) Alveol mengalami pelebaran (emfisema) (E), terjadi penebalan lapis interstisium (I) dan akumulasi pigmen karbon (anthracosis) (An). Pewarnaan HE. Bar = 100 µm. (B) menunjukkan bahwa pada interstisial ditemukan sel epitel kubus sebaris dengan inti bulat (bentuk kelenjar) dalam jumlah besar yang diduga merupakan tumor adenokarsinoma karena sel-sel ini menunjukkan ketidakseragaman (Ad). Pewarnaan HE. Bar = 40 µm. Pada paru-paru terdapat nodul yang memiliki garis tengah ± 1.5 cm berjumlah banyak (multinodular). Setelah dilakukan pengamatan histopatologi terhadap nodul tersebut ditemukan bahwa terjadi perubahan bentuk alveol serta terjadi pengurangan jumlah alveol. Jumlah alveol yang berkurang ini diduga disebabkan karena alveol terdesak oleh multinodular tersebut. Interstisial paruparu ditemukan sel epitel kubus sebaris dengan inti bulat (bentuk kelenjar) dalam jumlah besar yang diduga merupakan tumor adenokarsinoma karena sel-sel ini menunjukkan ketidakseragaman (Gambar 4B).

11 24 Menurut Price dan Wilson (2006) adenokarsinoma merupakan tumor yang memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronis (Price & Wilson 2006). Kemp et al. (2008) juga mengatakan bahwa lokasi adenokarsinoma adalah di perifer atau dekat dengan permukaan pleura. Lesi adenokarsinoma seringkali meluas ke pembuluh darah dan limfe di stadium dini, dan seringkali bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala (Price & Wilson 2006). Etiologi adenokarsinoma belum diketahui (Price & Wilson 2006) akan tetapi polusi udara adalah salah satu faktor yang penting. Kejadian adenokarsinoma juga berkaitan dengan aktivitas merokok (Kemp et al. 2008). Pada kasus ini kemungkinan singa terpapar polusi udara atau menjadi perokok pasif. Telah dilaporkan juga oleh Palmarini dan Fan (2001) bahwa retrovirus dapat menginduksi terjadinya adenokarsinoma pada paru-paru seekor domba. Pada jaringan interstitium paru ditemukan pigmen karbon, yang menunjukkan singa menderita antrakosis. Antrakosis merupakan akumulasi pigmen karbon yang masuk ke paru-paru melalui jalur inhalasi. Umumnya hewan yang menderita antrakosis hidup di lingkungan yang berpolusi. Secara mikroskopik, pigmen karbon terlihat sebagai bercak-bercak berwarna hitam yang ditemukan di dinding alveolar atau fokus hitam pada peribronkial (McGavin dan Zachary 2001) Gambaran Histopatologi Hati Gambaran histopatologi jaringan hati singa menunjukkan bahwa sinusoid hati tampak meluas dan dipenuhi endapan protein yang berwarna merah dengan pewarnaan HE (Gambar 5A). Endapan protein ini adalah akumulasi amiloid pada hati atau sering disebut dengan amiloidosis. Menurut Kumar et al. (2005) endapan protein amiloid dapat bersifat sekunder akibat peradangan yang kronis. Selain itu, ditemukan pula banyaknya eritosit memenuhi sinusoid yang menandakan hati mengalami kongesti pasif (Gambar 5B). Kongesti pada sinusoid mengakibatkan sel hepatosit tertekan sehingga atrofi, yang tampak sebagai bentuk hepatosit yang tidak beraturan (Cheville 2006).

12 25 A B Gambar 5 Gambar histopatologi hati. (A) Sinusoid hati singa tersebut tampak meluas dan dipenuhi endapan protein amiloid (amiloidosis) yang berwarna merah (A). Pewarnaan HE. (B) Ditemukan banyaknya eritosit memenuhi sinusoid yang menandakan hati mengalami kongesti pasif (K). Terjadi hemoragi dicirikan dengan eritrosit yang difagosit oleh sel Kuppfer yang berwarna kuning (hemosiderofag) (H). Ditemukan juga sarang radang (SRd) pada hati yang menunjukkan hati mengalami hepatitis. Pewarnaan HE. Bar = 40µm. Kongesti pada sinusoid mengakibatkan sel hepatosit tertekan sehingga atrofi, yang tampak sebagai bentuk hepatosit yang tidak beraturan. Degenerasi hidropis pada hepatosit ditandai dengan adanya kekeruhan pada sitoplasma, sedangkan degenerasi lemak ditandai dengan adanya rongga yang kecil dan jernih. Pada kedua jenis degenerasi tersebut dapat diamati inti masih terlihat baik. Degenerasi lemak hati terjadi akibat kondisi hipoksemia sehingga sel kekurangan oksigen. Proses degenerasi lemak terjadi akibat terhambatnya kerja enzim pada retikulum endoplasmik yang berfungsi sebagai katalisator oksidasi asam lemak sehingga mendukung sintesis dan akumulasi trigliserida. Pada hipoksemia hati, daerah yang lebih dulu terpengaruh dan mengalami degenerasi lemak adalah zona sentrilobular yaitu zona yang terdekat dengan vena sentralis (Cheville 2006). Degenerasi hidropis hepatosit dapat disebabkan oleh hipoksia, berbagai toksin, tumor, dan akumulasi pigmen empedu. Sel hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis tampak membesar dengan sitoplasma yang berongga dan inti sel yang terdorong ke tepi (Jubb et al. 2007). Mekanisme terjadinya degenerasi hidropis umumnya melibatkan kerusakan pada membran sel, kegagalan sel untuk menghasilkan energi, atau gangguan enzim yang mengatur pompa ion Natrium- Kalium pada membran sel. Hipoksia pada sel mengakibatkan berkurangnya produksi energi atau Adenosin Trifosfat (ATP) sehingga homeostatis sel terganggu. Pada keadaan ini, sodium dan air masuk ke dalam sel akibat kerusakan

13 26 pompa ion pada membran sel dan menyebabkan tekanan osmotik meningkat sehingga sel membesar. Sisterna dari retikulum endoplasmik membesar, ruptur, kemudian membentuk vakuola-vakuola yang akhirnya sel mengalami degenerasi hidropis (McGavin dan Zachary 2001). Nekrosa hepatosit dicirikan oleh sitoplasma hepatosit yang berwarna lebih gelap dan inti sel yang piknosis hingga lisis. Menurut McGavin dan Zachary (2001), nekrosa hepatosit dicirikan dengan sitoplasma yang membesar, organel sel hancur, serta robeknya membran plasma. Nekrosis pada sel hepatosit biasanya diikuti dengan reaksi fibrosis jika peradangan bersifat kronis. Respon hati lainnya terhadap peradangan adalah regenerasi dan hiperplasia buluh empedu. Nekrosa hepatosit yang terjadi pada jaringan hati singa ini membentuk nekrosa pola sentrilobular. Menurut Jubb et al. (2007), degenerasi maupun nekrosa hati dapat membentuk pola nekrosis periasinar atau sentrilobular, midzonal, periportal, parasentral, maupun nekrosa yang difus. Pada pola nekrosis sentrilobular, sebagian besar nekrosis terjadi pada hepatosit yang berada di zona sentrilobular yaitu zona yang mengelilingi vena sentralis. Zona sentrilobular merupakan daerah yang terjauh dari arteri maupun vena portal, sehingga merupakan zona terakhir yang mendapatkan oksigen dan nutrisi sehingga hepatosit rentan terhadap hipoksia. Nekrosa sentrilobular umumnya disebabkan oleh gangguan jantung yang menyebabkan kongesti pasif. Kongesti terlihat dari adanya akumulasi eritrosit baik pada vena sentralis, venula maupun sinusoid. Kongesti pasif yang berlangsung lama menyebabkan hepatosit mengalami degenerasi lemak dan sinusoid meluas berisi eritrosit yang dikenal dengan hati biji pala (Carlton et al. 2001) Gambaran Histopatologi Ginjal Gambaran histopatologi pada jaringan ginjal singa menunjukkan adanya perubahan baik pada parenkim maupun interstitium. Selain itu, ditemukan pula beberapa glomerulus yang mengalami degenerasi dan nekrosis (Gambar 6A), yang terlihat dari inti kapiler yang piknotis. Di banyak lapang pandang ditemukan tubulus yang mengalami degenerasi hidropis hingga nekrosis (Gambar 6B). Nekrosis tubulus ditunjukkan dengan epitel sitoplasma yang berwarna eosinofilik dan inti yang piknosis. Pada tubulus yang mengalami nekrosis, terlihat epitel

14 27 tubulus terlepas dari membran basal. Pada daerah interstisium tubulus ginjal juga ditemukan infiltrasi sel radang, pembetukan jaringan ikat fibrosis, serta endapan protein amiloid (Gambar 6B). Infiltrasi sel radang ini menunjukkan terjadinya proses peradangan. Selain itu, ditemukan pula kongesti pada glomerulus (Gambar 6A) dan edema peritubular (Gambar 6B). Kongesti dan edema menunjukkan terjadinya proses peradangan. A B Gambar 6 Gambar histopatologi ginjal. (A) Terdapat glomerulus yang mengalami atrofi (At) serta kongesti yang dicirikan dengan akumulasi darah pada glomerulus. Pewarnaan HE. (B) menunjukkan terdapat edema peritubular (Ed), serta endapan protein (P). Tubulus ginjal mengalami degenerasi (D). Pewarnaan HE. Bar = 40 µm. Degenerasi hidropis pada epitel tubulus ginjal merupakan bentuk lanjut dari pembengkakan sel secara akut akibat cairan yang masuk ke dalam sitoplasma (Cheville 2006). Perubahan lain pada tubulus singa adalah adanya endapan protein di lumennya, namun hanya ditemukan pada beberapa tubulus saja. Endapan protein menunjukkan adanya gangguan reabsorpsi protein oleh tubulus. Kerusakan epitel tubulus dapat berasal dari infeksi yang terbawa sirkulasi darah, infeksi ascending, toksin, dan iskemia (McGavin dan Zachary 2001) Gambaran Histopatologi Limpa Limpa merupakan salah satu organ pertahanan tubuh hewan (Rao 2010). Gambaran histopatologi organ limpa menunjukkan adanya deplesi pada pulpa putih, yang terlihat dari renggangnya daerah pulpa putih sehingga terbentuk ruang-ruang kosong. Bagian pulpa merah terlihat mengalami kongesti yang ditandai dengan akumulasi eritrosit serta ditemukan infiltrasi sel radang limfosit, makrofag, dan neutrofil. Hal ini menandakan limpa mengalami peradangan atau splenitis. Akumulasi makrofag dan limfosit menunjukkan limpa mengalami

15 28 peradangan kronis. Akumulasi eritrosit pada pulpa merah menunjukkan adanya kongesti kronis di limpa yang dapat terjadi akibat gangguan sirkulasi. Deplesi pulpa putih pada limpa singa menunjukkan kondisi imunosupresi yaitu terjadinya pengurangan pembentukan sel-sel pertahanan (Jubb et al. 2007). Menurut McGavin dan Zachary (2001) peradangan pada limpa atau splenitis dapat terjadi akibat kondisi septikemia atau bakteriemia dimana bakteri yang masuk ke pulpa merah limpa akan difagosit oleh makrofag. Selain itu, pada organ limpa juga ditemukan endapan protein amiloid. Menurut Rao (2010) endapan protein amiloid pada limpa sebagai bagian dari amiloidosis sistemik Gambaran Histopatologi Pankreas Gambaran histopatologi organ pankreas menunjukkan adanya infiltrasi jaringan lemak dan endapan protein amiloid pada pankreas. Infiltrasi jaringan lemak di antara kelenjar eksokrin dan endokrin pada pankreas (pancreatic steatosis/pancreatic lipidosis) menyebabkan nekrosa sel-sel asinar. Menurut Kumar et al. (2007) infiltrasi jaringan lemak pada pankreas dapat terjadi karena toksin serta metaboliknya berefek pada sel asinar sehingga terjadi akumulasi lipid, hilangnya sel asinar, dan seringkali terjadi fibrosis pada parenkim pankreas. Gambar 7 Gambar histopatologi limpa (kiri) dan pankreas (kanan). Pulpa putih limpa mengalami deplesi pulpa putih. Gambaran HP pankreas singa menunjukkan adanya akumulasi lemak (L) pada pankreas. Pewarnaan HE. Bar = 100 µm. Singa mengalami amiloidosis sistemik, yakni terdapat endapan protein amiloid yang terlihat sebagai massa homogenous yang berwarna glossy pink ditemukan pada paru-paru, hati, ginjal, limpa dan pankreas. Amiloidosis sistemik sering terjadi pada individu berusia tua. Amiloidosis pada individu tua disebut sebagai senile systemic amyloidosis (Kumar et al. 2005).

STUDI KASUS: LEIOMIOMA PADA SEEKOR SINGA (Panthera leo) NOVERICKO GINGER BUDIONO

STUDI KASUS: LEIOMIOMA PADA SEEKOR SINGA (Panthera leo) NOVERICKO GINGER BUDIONO STUDI KASUS: LEIOMIOMA PADA SEEKOR SINGA (Panthera leo) NOVERICKO GINGER BUDIONO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Seekor singa Afrika betina milik suatu penangkaran satwa liar ditemukan mati dengan anamnesa adanya keputihan dari vulva dua hari sebelum kematiannya. Secara umum, kondisi gizi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Pewarnaan Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, I, alkohol absolut III, II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 2 menit. Selanjutnya seluruh preparat organ

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil. Jumlah Penurunan Glomerulus Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus musculus L.) setelah diberi perlakuan pajanan medan listrik tegangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian Penimbangan berat badan menunjukkan bahwa pada awal penelitian berat badan tikus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Subjek penelitian ini adalah anak yang diperoleh dari induk tikus Rattus norvegicus galur Sprague-dawley yang telah diinduksi hipoksia iskemik pada usia kehamilan 7

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerusakan Hati Ikan Mas Hati merupakan salah satu organ yang paling banyak mengalami kerusakan. Menurut Carlton (1995) dalam Permana (2009) ada dua alasan yang menyebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pemeriksaan Patologi-Anatomi Hasil pemeriksaan keadaan umum biawak ditemukan ektoparasit Aponomma sp. di sekujur tubuhnya. Hewan terlihat anemis dan ditemukan hematemesis,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi subjek penelitian Subjek dalam penelitian ini berjumlah 60 ekor mencit strain DDY yang terdiri dari 30 mencit jantan dan 30 mencit betina.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Hewan Coba

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Hewan Coba 6 dengan etanol absolut selama 2 menit, kemudian dengan etanol 95% dan 80% masing-masing selama 1 menit, dan dicuci dengan air mengalir. Kemudian preparat direndam dalam pewarnaan Mayer s Haemotoxylin

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil seleksi kasus terpilih sebanyak tiga ekor kucing yang didiagnosa secara PA sebagai penderita FIP, yakni kasus pertama (P/11/09) kucing mix, kasus kedua (P/36/09) Kucing Persia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Mikroanatomi Hati Ikan Tagih Hasil penelitian pengaruh subletal merkuri klorida (HgCl 2 ) menggunakan konsentrasi 0,02 ppm; 0,04 ppm; dan 0,08 ppm; selama 28 hari

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Pengamatan histopatologi limpa dilakukan untuk melihat lesio pada limpa. Dari preparat yang diamati, pada seluruh kelompok perlakuan baik kontrol (-) maupun

Lebih terperinci

Pengamatan Histopatologi Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Kondisi Fisik Hewan Coba

Pengamatan Histopatologi Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Kondisi Fisik Hewan Coba larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat. Hasilnya diberi permount mounting medium dan ditutup dengan kaca penutup (Hastuti 2008). Pengamatan Histopatologi Pengamatan histopatologi dilakukan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria Hasil pengamatan terhadap jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria vili usus yang diperoleh dari setiap kelompok percobaan telah dihitung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan terhadap gejala klinis pada semua kelompok perlakuan, baik pada kelompok kontrol (P0) maupun pada kelompok perlakuan I, II dan III dari hari pertama sampai pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer berupa gambaran histologi ginjal dan kadar kreatinin hewan coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Evaluasi dataperforman Ayam Dari hasil penelitian didapatkan rataan bobot badan ayam pada masing-masing kelompok perlakuan, data tersebut dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas Virus H 5 N yang sangat patogen atau yang lebih dikenal dengan virus flu burung, menyebabkan penyebaran penyakit secara cepat di antara unggas serta dapat menular

Lebih terperinci

Definisi fisiologi / ilmu faal Manusia sistem organ organ sel Sistem organ

Definisi fisiologi / ilmu faal Manusia sistem organ organ sel Sistem organ Definisi fisiologi / ilmu faal Manusia sistem organ organ sel Sistem organ Membran sel Membran nukleus Retikulum endoplasma Aparatus golgi Mitokondria lisosom Kurnia Eka Wijayanti 60 % dari berat tubuh

Lebih terperinci

SISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus

SISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus SISTEM LIMFOID Sistem limfoid mengumpulkan kelebihan cairan interstisial ke dalam kapiler limfe, mengangkut lemak yang diserap dari usus halus, dan berespons secara imunologis terhadap benda asing yang

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

STUDI KASUS: KAJIAN HISTOPATOLOGI PADA SEEKOR SINGA AFRIKA (Panthera leo) YANG MENDERITA PYOMETRA AULIYA INDIARTI ZEN

STUDI KASUS: KAJIAN HISTOPATOLOGI PADA SEEKOR SINGA AFRIKA (Panthera leo) YANG MENDERITA PYOMETRA AULIYA INDIARTI ZEN STUDI KASUS: KAJIAN HISTOPATOLOGI PADA SEEKOR SINGA AFRIKA (Panthera leo) YANG MENDERITA PYOMETRA AULIYA INDIARTI ZEN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. struktur parenkhim masih normal. Corpusculum renalis malpighi disusun oleh komponen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. struktur parenkhim masih normal. Corpusculum renalis malpighi disusun oleh komponen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan pada Parenkhim Ginjal 4.1.1 Perubahan pada Copusculum Malphigi Ginjal Gambaran kualitatif corpusculum malphigi ginjal pada kelompok tikus normal tanpa

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum: Syifa Ramadhani (2013730182) 4. Jelaskan mekanisme dan etiologi terjadinya bengkak? Mekanisme terjadinya bengkak Secara umum, efek berlawanan antara tekanan hidrostatik (gaya yg mendorong cairan keluar

Lebih terperinci

ARVEOLAR SOFT PART SARCOMA

ARVEOLAR SOFT PART SARCOMA ARVEOLAR SOFT PART SARCOMA OLEH: Dr.FITRIANI LUMONGGA DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 PENDAHULUAN Alveolar soft part sarcoma merupakan neoplasma ganas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Ditinjau dari sistematika ternak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Ditinjau dari sistematika ternak, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Ditinjau dari sistematika ternak,

Lebih terperinci

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( ) 1 INSUFISIENSI PERNAFASAN Ikbal Gentar Alam (131320090001) Pendahuluan 2 Diagnosa dan pengobatan dari penyakit penyakit respirasi tergantung pada prinsip dasar respirasi dan pertukaran gas. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tingkat waktu kematian terhadap kemampuan pergerakan silia cavitas nasi hewan

BAB 6 PEMBAHASAN. tingkat waktu kematian terhadap kemampuan pergerakan silia cavitas nasi hewan 42 BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini mempunyai tujuan untuk melihat pengaruh perbedaan suhu dan tingkat waktu kematian terhadap kemampuan pergerakan silia cavitas nasi hewan coba post mortem. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latihan fisik merupakan pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot dengan terencana dan berulang yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi dengan tujuan untuk memperbaiki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti (Kumar et al.,

BAB I PENDAHULUAN. walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti (Kumar et al., BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Neoplasma adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus berlanjut

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian mengenai penyakit Feline Infectious Peritonitis (FIP) ini merupakan studi terhadap kasus yang terjadi pada tiga ekor kucing yang dinekropsi di Laboratorium Patologi FKH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi banteng liar (Bibos banteng) (Batan, 2006). Banteng-banteng liar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi banteng liar (Bibos banteng) (Batan, 2006). Banteng-banteng liar 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi bali Sapi bali (Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng) (Batan, 2006). Banteng-banteng liar yang ada dihutan

Lebih terperinci

S E L. Suhardi, S.Pt.,MP

S E L. Suhardi, S.Pt.,MP S E L Suhardi, S.Pt.,MP Foreword Struktur sel, jaringan, organ, tubuh Bagian terkecil dan terbesar didalam sel Aktivitas metabolisme sel Perbedaan sel hewan dan tumbuhan Metabolisme sel Fisiologi Ternak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker leher kepala merupakan kanker yang terdapat pada permukaan mukosa bagian dalam hidung dan nasofaring sampai trakhea dan esophagus, juga sering melibatkan

Lebih terperinci

HISTOLOGI SISTEM LIMFATIS

HISTOLOGI SISTEM LIMFATIS Judul Mata Kuliah : Biomedik 1 (7 SKS) Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi Dasar : Menerapkan ilmu kedokteran dasar pada blok biomedik 1 Indikator : Mampu

Lebih terperinci

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan pengertian dan fungsi jaringan embrional 2. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringan epitelium 3. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringanjaringan

Lebih terperinci

Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis. Oleh Rosiana Putri, , Kelas A. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis. Oleh Rosiana Putri, , Kelas A. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis Oleh Rosiana Putri, 0806334413, Kelas A Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi

Lebih terperinci

HISTOLOGI JARINGAN OTOT

HISTOLOGI JARINGAN OTOT Judul Mata Kuliah : Biomedik 1 (7 SKS) Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi Dasar : Menerapkan ilmu kedokteran dasar pada blok biomedik 1 Indikator : Mampu

Lebih terperinci

Sel sebagai unit dasar kehidupan

Sel sebagai unit dasar kehidupan Sel sebagai unit dasar kehidupan 2.1 Kimia kehidupan (Book 1A, p. 2-3) A Apa unsur-unsur kimia anorganik penyusun organisme? (Book 1A, p. 2-3) 1 Air (Book 1A, p. 2-3) Fungsi Sebagai pelarut Sebagai agen

Lebih terperinci

Jaringan Otot Pada Hewan

Jaringan Otot Pada Hewan Jaringan Otot Pada Hewan # Jaringan adalah kumpulan dari beberapa sel yang memiliki struktur dan fungsi yang sama. Jaringan otot tersusun atas sel-sel otot yang fungsinya menggerakkan organ-organ tubuh.

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLATIHAN SOAL BAB 11

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLATIHAN SOAL BAB 11 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLATIHAN SOAL BAB 11 1. Bagian sel yang berfungsi untuk mengatur seluruh kegiatan sel adalah http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/bio-7-11a.png

Lebih terperinci

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S. (FIK-UI)

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S. (FIK-UI) Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) RETIKULUM ENDOPLASMA Ada dua jenis retikum endoplasma (ER) yang melakukan fungsi yang berbeda di dalam sel: Retikulum Endoplasma kasar (rough ER), yang ditutupi oleh

Lebih terperinci

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ STRUKTUR TUBUH MANUSIA SEL (UNSUR DASAR JARINGAN TUBUH YANG TERDIRI ATAS INTI SEL/ NUCLEUS DAN PROTOPLASMA) JARINGAN (KUMPULAN SEL KHUSUS DENGAN BENTUK & FUNGSI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Preparat Histopatologi Organ yang sudah difiksasi kemudian dipotong dengan ketebalan kurang lebih 5 mm dan potongan tersebut dimasukkan ke dalam kaset jaringan dan diberi label kode sampel. Potongan

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pewarnaan HE diawali dengan deparafinisasi dalam xylol I selama 2 menit dan xylol II selama 2 menit. Tahapan berikutnya adalah rehidrasi dalam alkohol bertingkat dimulai dari alkohol absolut (2 menit),

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA

SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA Transportasi ialah proses pengedaran berbagai zat yang diperlukan ke seluruh tubuh dan pengambilan zat-zat yang tidak diperlukan untuk dikeluarkan dari tubuh. Alat transportasi

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

Sistem Peredaran Darah Manusia

Sistem Peredaran Darah Manusia Sistem Peredaran Darah Manusia Struktur Alat Peredaran Darah Pada Manusia Sistem peredaran darah pada manusia tersusun atas jantung sebagai pusat peredaran darah, pembuluh-pembuluh darah dan darah itu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., PENDAHULUAN Latar Belakang Tortikolis adalah gejala yang umum terlihat di berbagai jenis unggas yang dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., 2014). Menurut Capua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam memproduksi daging. Mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam memproduksi daging. Mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Ayam Pedaging Ayam pedaging atau broiler merupakan ayam ras unggul hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Pendahuluan Pengembalian Virulensi E. ictaluri

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Pendahuluan Pengembalian Virulensi E. ictaluri HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Pendahuluan Pengembalian Virulensi E. ictaluri Hasil uji biokimia (gula-gula) E. ictaluri menghasilkan enzim katalase, memfermentasi glukosa, tidak memfermentasi laktosa, tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Pemberian Suspensi Daging Buah Kepel (Stelechocarpus burahol) terhadap Gambaran Histopatologi Hati

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Pemberian Suspensi Daging Buah Kepel (Stelechocarpus burahol) terhadap Gambaran Histopatologi Hati 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Suspensi Daging Buah Kepel (Stelechocarpus burahol) terhadap Gambaran Histopatologi Hati Pengamatan histopatologi hati dilakukan hanya pada tiga ekor mencit pada

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

Jaringan tulang keras di bagi menjadi... a.1 b.2 = c.3 d.4 e.5

Jaringan tulang keras di bagi menjadi... a.1 b.2 = c.3 d.4 e.5 Jaringan tulang keras di bagi menjadi... a.1 b.2 = c.3 d.4 e.5 Dengan lingkaran tahun dapat diketahui. A. Besar pohon B. Tinggi pohon C. Umur pohon = D. Banyaknya hujan di tempat tumbuh E. Lamanya musin

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BIOLOGI SEL. Pokok Bahasan. 1. Teori sel 2. Alat bantu mempelajari sel 3. Sel prokariot dan eukariot 4. Ultrastruktur Sel

BIOLOGI SEL. Pokok Bahasan. 1. Teori sel 2. Alat bantu mempelajari sel 3. Sel prokariot dan eukariot 4. Ultrastruktur Sel BIOLOGI SEL Pokok Bahasan 1. Teori sel 2. Alat bantu mempelajari sel 3. Sel prokariot dan eukariot 4. Ultrastruktur Sel Disusun oleh Achmad Farajallah berdasarkan Campbell et al. 2000 dan diedit oleh D.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan jenis unggas petelur maupun pedaging yang cukup produktif dan potensial disamping ayam. Itik Cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolitis Ulserativa (ulcerative colitis / KU) merupakan suatu penyakit menahun, dimana kolon mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Chiroptera. Spesies : Pteropus vampyrus Gambar 1 Pteropus vampyrus (Kunz dan Jones 2000).

TINJAUAN PUSTAKA. : Chiroptera. Spesies : Pteropus vampyrus Gambar 1 Pteropus vampyrus (Kunz dan Jones 2000). TINJAUAN PUSTAKA Pteropus vampyrus Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah (kalong) terbesar. Beratnya dapat mencapai 1 500 gram dan bentangan sayap hingga 1 700 mm (Suyanto 2001). Pteropus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katarak Asal kata katarak dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata yang biasanya bening

Lebih terperinci

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt ARTERI Membawa darah bersih (oksigen) kecuali arteri pulmonalis Mempunyai dinding yang tebal Mempunyai jaringan yang elastis Katup hanya

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 1. Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... A. B. C. D. 1 2 3 4 E. Kunci Jawaban : D

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Organ limfoid primer unggas terdiri dari timus dan bursa Fabricius sedangkan pada mamalia terdiri dari sumsum tulang. Limpa, limfonodus dan MALT (Mucosa-associated Lymphoid Tissue)

Lebih terperinci

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. Praktikum IDK 1 dan Biologi, 2009 Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. 1 TUJUAN Mengetahui asal sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri tekstil selain menghasilkan suatu produk juga menghasilkan produk sampingan berupa air limbah, yang sering kali mencemari lingkungan terutama perairan.

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrak fisik atau bahan kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai jumlah tertentu.( Fardiaz S, 1992

Lebih terperinci

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea 1. Terjadinya inspirasi pada proses pernapasan manusia adalah karena diafragma.... a. melengkung, tulang rusuk dan dada terangkat b. melengkung, tulang rusuk dan dada turun c. mendatar, tulang rusuk dan

Lebih terperinci

Jaringan Hewan. Compiled by Hari Prasetyo

Jaringan Hewan. Compiled by Hari Prasetyo Jaringan Hewan Compiled by Hari Prasetyo Tingkatan Organisasi Kehidupan SEL JARINGAN ORGAN SISTEM ORGAN ORGANISME Definisi Jaringan Kumpulan sel sejenis yang memiliki struktur dan fungsi yang sama untuk

Lebih terperinci

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI 15 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI Pengeluaran zat di dalam tubuh berlangsung melalui defekasi yaitu pengeluaran sisa pencernaan berupa feses. Ekskresi

Lebih terperinci

Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang

Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang Kanker Paru DEFINISI Sebagian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru; tetapi kanker paru-paru bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh lainnya yang menyebar ke paru-paru. Kanker

Lebih terperinci

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh V. PEMBAHASAN UMUM Lesi mukosa akut lambung akibat efek samping OAINS/Aspirin merupakan kelainan yang sering ditemukan. Prevalensi kelainan ini sekitar 70 persen sedangkan pada 30 persen kasus tidak didapatkan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh selama pelaksanaan kegiatan penelitian ini meliputi : 1) pengujian kerentanan ikan nila terhadap infeksi bakteri Streptococcus agalactiae; 2) distribusi bakteri

Lebih terperinci

PERBEDAAN SEL HEWAN & TUMBUHAN BAGIAN SEL & ORGANEL SEL TRANSPORT MELALUI MEMBRAN

PERBEDAAN SEL HEWAN & TUMBUHAN BAGIAN SEL & ORGANEL SEL TRANSPORT MELALUI MEMBRAN PERBEDAAN SEL HEWAN & TUMBUHAN BAGIAN SEL & ORGANEL SEL TRANSPORT MELALUI MEMBRAN SEL PROKARIOTIK & EUKARIOTIK SEL HEWAN & SEL TUMBUHAN SEL HEWAN SEL TUMBUHAN Sejarah Penemuan Sel 1500-an Ditemukan lensa

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa-bangsa itik lokal yang ada umumnya diberi nama berdasarkan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa-bangsa itik lokal yang ada umumnya diberi nama berdasarkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup Bangsa-bangsa itik lokal yang ada umumnya diberi nama berdasarkan tempat asalnya. Itik Cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya,

Lebih terperinci

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan

Lebih terperinci

Buletin Veteriner Udayana Vol. 3 No.1. :9-15 ISSN : Pebruari 2011 STUDI HISTOLOGI LIMPA SAPI BALI

Buletin Veteriner Udayana Vol. 3 No.1. :9-15 ISSN : Pebruari 2011 STUDI HISTOLOGI LIMPA SAPI BALI STUDI HISTOLOGI LIMPA SAPI BALI (Histological Study of Spleen of The Bali Cattle) Ni Luh Eka Setiasih 1, Ni Ketut Suwiti 1, Putu Suastika 1, I Wayan Piraksa 1, Ni Nyoman Werdi Susari 2 1. Laboratorium

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

SEL Iriawati SITH - ITB

SEL Iriawati SITH - ITB SEL SEL Sel merupakan unit dasar kehidupan. Setiap organisme hidup tersusun atas sel, suatu ruangan kecil yang dikelilingi oleh membran dan berisi cairan/larutan kimia yang pekat. Sel mengandung 4 molekul

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.1

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.1 1. Perhatikan nama-nama bagian sel berikut ini! dinding sel inti sel kloroplas Lisosom sentriol Bagian sel yang tidak dimiliki oleh sel hewan adalah... SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan

Lebih terperinci

TENTIR PRAKTIKUM PATOLOGI ANATOMI MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH Dosen Pengajar : dr. Sari Eka Pratiwi

TENTIR PRAKTIKUM PATOLOGI ANATOMI MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH Dosen Pengajar : dr. Sari Eka Pratiwi TENTIR PRAKTIKUM PATOLOGI ANATOMI MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH 2016 Dosen Pengajar : dr. Sari Eka Pratiwi PATOLOGI ANATOMI Irna Aprillia Andini Puji Lestari Erni Agil Wahyu Pangestuputra Maghfira Aufa

Lebih terperinci

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns Pendahuluan Ginjal mempertahankan komposisi dan volume cairan supaya tetap konstan Ginjal terletak retroperitoneal Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke

Lebih terperinci

PRINSIP BIOENERGETIKA PADA HEWAN

PRINSIP BIOENERGETIKA PADA HEWAN PRINSIP BIOENERGETIKA PADA HEWAN BAHAN MAKANAN (MOLEKUL ORGANIK) Lingkungan eksternal Hewan KONSUMSI MAKANAN PROSES PENCERNAAN PROSES PENYERAPAN PANAS energi yg hilang dalam feses MOLEKUL NUTRIEN (dalam

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

PATOGENISITAS MIKROORGANISME PATOGENISITAS MIKROORGANISME PENDAHULUAN Pada dasarnya dari seluruh m.o yg terdapat di alam, hanya sebagian kecil saja yg patogen maupun potensial patogen. Patogen adalah organisme yg menyebabkan penyakit

Lebih terperinci

SISTEM DIGESTIVA (PENCERNAAN) FISIOLOGI PENCERNAAN

SISTEM DIGESTIVA (PENCERNAAN) FISIOLOGI PENCERNAAN SISTEM DIGESTIVA (PENCERNAAN) FISIOLOGI PENCERNAAN Secara sederhana, sistem pencernaan adalah portal untuk Secara sederhana, sistem pencernaan adalah portal untuk nutrisi untuk mendapatkan akses ke sistem

Lebih terperinci