Pengamatan Histopatologi Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Kondisi Fisik Hewan Coba

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengamatan Histopatologi Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Kondisi Fisik Hewan Coba"

Transkripsi

1 larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat. Hasilnya diberi permount mounting medium dan ditutup dengan kaca penutup (Hastuti 2008). Pengamatan Histopatologi Pengamatan histopatologi dilakukan dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran 20 x dan 40x. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah perubahan sel pada jaringan yang diamati dengan luasan tertentu. Pengamatan dilakukan sebanyak 20 lapang pandang pada daerah jaringan hati. Masingmasing lapang pandang dihitung hepatosit yang mengalami degenerasi dan nekrosis, kemudian dibagi dengan jumlah hepatosit dalam satu lapang pandang. Pengamatan pada jaringan ginjal diamati perubahan glomerulus dan sel epitel tubuli. Perubahan sel epitel tubuli berupa degenerasi, nekrosis, dan endapan protein. Pada glomerulus diamati terjadinya atrofi. Masing-masing lapang pandang dihitung jumlah epitel tubuli yang mengalami perubahan dibagi dengan jumlah sel epitel tubuli dalam satu lapang pandang. Demikian juga halnya pada glomerulus, hasil yang diperoleh dihitung persentasenya dan dirata-ratakan. Analisis Statistik Data jumlah hematologi dan histopatologi dianalisis statistik menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model persamaan : Y ijk = µ + α i + ε ij Keterangan : i = perlakuan 1, 2,... 5 j = hari ke-0, 3, 7, 10, 14, 17, 20, 23, 26, dan 29 k = ulangan 1, 2,... 5 Y ij = pengamatan pada perlakuan ke-i, hari ke-j dan ulangan ke-k. µ = rataan umum α i ε ij = pengaruh perlakuan ke-i = komponen acak dari interaksi perlakuan dan ulangan Uji lanjut perbandingan berganda menggunakan metode Duncan untuk mengetahui beda nyata antara dosis angkak yang diberikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Kondisi Fisik Hewan Coba Tikus percobaan dipelihara selama 42 hari yang meliputi masa adaptasi selama 14 hari, perlakuan dengan penggunaan kuinin mulai hari ke-1 sampai hari ke-14 dan masa perlakuan dengan angkak mulai hari ke-14 sampai hari ke-29. Pengamatan fisik hewan yang diamati meliputi bobot badan, nafsu makan, keadaan fisik, dan tingkah laku. Hasil pengaruh pemberian kuinin dan penambahan angkak terhadap bobot badan hewan coba terdapat pada Gambar 3. Bobot badan tikus terus mengalami kenaikan selama masa adaptasi dan masa perlakuan dengan angkak. Namun bobot badan mengalami penurunan, selama masa perlakuan dengan kuinin terutama pada kelompok II, III, dan IV. Pemberian kuinin dalam dosis toksik mempengaruhi nafsu makan. Berdasarkan literatur dosis kuinin yang terlalu tinggi dapat menyebabkan demam, mual, muntah, serta gangguan saluran pencernaan (Katz et al. 1983). Gejala ini yang menyebabkan nafsu makan menurun yang berakibat menurunnya bobot badan. Uji statistik pada kelompok negatif menunjukkan beda nyata (p<0.05) bobot badan tikus masa perlakuan dengan kuinin jika dibandingkan dengan masa adaptasi. Pemberian kuinin dapat mempengaruhi bobot badan hewan coba. Uji statistik pada kelompok III, IV, dan V menunjukkan beda nyata (p<0.05) bobot badan tikus masa perlakuan angkak jika dibandingkan dengan masa perlakuan kuinin dan aklimatisasi. Pemberian angkak dapat mempengaruhi bobot badan hewan coba. Peningkatan bobot badan terjadi pada masa perlakuan dengan angkak pada kelompok III, IV, dan V. Hal ini mungkin dikarenakan kandungan angkak yang dapat meningkatkan bobot badan hewan coba. Menurut Erdogrul & Azirak (2004), angkak mengandung serat, magnesium, asam lemak tak jenuh seperti asam oleat, serta vitamin B kompleks. Menurut Tisnadjaja (2006), angkak mengandung beberapa asam lemak tak jenuh seperti asam oleat, asam linolenat, asam linoleat, serta vitamin B kompleks seperti niasin. Vitamin B kompleks terdiri dari vitamin B 1 (tiamin), B 2 (riboflavin), B 3 (niasin), B 6 (piridoksin), dan B 12 (kobalamin) (Guyton & Hall 1997). Vitamin B 1, B 3, B 12 memiliki fungsi mendorong dan penjaga nafsu makan serta meningkatkan pertumbuhan. Kandungan ini yang menyebabkan nafsu makan hewan coba meningkat sehingga bobot badan juga akan meningkat. Selain pengamatan bobot badan, gejala klinis yang diamati meliputi tingkah laku, keadaan mata, dan keadaan bulu. Pengamatan terhadap mata, tingkah laku, dan bulu tidak mengalami perubahan selama masa percobaan.

2 Gambar 3 Grafik bobot badan tikus selama adaptasi, perlakuan dengan kuinin, dan perlakuan dengan angkak. Kelompok I tanpa perlakuan ( ), kelompok II perlakuan dengan kuinin tanpa angkak ( ), kelompok III diberi kuinin kemudian angkak 0.04 g/kg bb ( ), kelompok IV diberi kuinin kemudian angkak 0.08 g/kg bb ( ), dan kelompok V diberi angkak 0.04 g/kg bb tanpa kuinin ( ). Analisis Hematologi Darah Tikus Trombosit Hasil analisis jumlah trombosit selama masa percobaan mengalami penurunan dan peningkatan. Gambar 4 menunjukkan terjadinya penurunan jumlah trombosit kelompok II, III, dan IV selama masa perlakuan dengan kuinin kecuali kelompok normal. Penurunan jumlah trombosit diduga akibat pemberian kuinin dengan dosis toksik mulai hari ke-1 sampai hari ke-14. Jumlah trombosit pada kelompok III, IV, dan V selama masa perlakuan angkak mulai hari ke-14 hingga hari ke-29 dapat meningkatkan jumlah trombosit yang mengalami penurunan. Pemberian angkak dapat mengembalikan jumlah trombosit pada keadaan normalnya. Jumlah trombosit pada H 0 (hari ke-0) untuk semua kelompok berkisar /mm /mm 3. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), jumlah trombosit tikus normal sebesar x 10 3 /mm 3. Gambar 4 juga memperlihatkan bahwa jumlah trombosit kelompok V mengalami penurunan, meskipun tidak diberi kuinin. Adapun penurunan nilai trombosit pada kelompok V dikarenakan kondisi fisik hewan coba yang tidak baik akibat faktor lingkungan yang ekstrim dan tidak steril. Hasil uji statistik terhadap kelompok normal yang tidak diberi angkak maupun kuinin menunjukkan jumlah trombosit yang tidak beda nyata (p>0.05) dibandingkan dengan masa perlakuan kuinin maupun angkak. Tabel 1 menunjukkan rata-rata jumlah trombosit yang diberi kuinin mengalami penurunan yang signifikan (p<0.05) dibandingkan dengan rata-rata H 0 (sebelum perlakuan). Rata-rata jumlah trombosit setelah pemberian angkak dosis 0.04 g/kg bb mengalami peningkatan yang signifikan (p<0.05) dibandingkan dengan rata-rata pemberian kuinin, namun tidak berbeda nyata dengan H 0. Tabel 1 juga menunjukkan rata-rata jumlah trombosit setelah pemberian angkak dosis 0.08 g/kg bb mengalami peningkatan yang tidak signifikan (p>0.05) dibandingkan dengan ratarata pemberian kuinin. Namun rata-rata jumlah trombosit setelah pemberian kuinin, jumlah trombosit mengalami penurunan yang signifikan (p<0.05) dibandingkan dengan ratarata H 0 (sebelum perlakuan). Hasil analisis sesuai dengan pendapat Bougie et al. (2006), kuinin dapat menyebabkan trombositopenia. Kuinin menginduksi trombositopenia disebabkan adanya ikatan antara antibodi dengan membran glikoprotein pada trombosit antara lain melalui kompleks GP Ib/IX dan kompleks GP IIb/IIIa. Adanya ikatan ini mengakibatkan trombosit dibersihkan oleh makrofag di sistem retikuloendotelial sehingga terjadi trombositopenia (Setiabudy 2007). Menurut Warkentin (2007), sekitar 85-90% pasien yang mengkonsumsi kuinin mengalami penurunan jumlah trombosit sebesar /mm 3. Angkak dapat meningkatkan jumlah trombosit, tetapi peningkatan jumlah trombosit antara kelompok yang berbeda dosis tidak beda nyata. Hal ini dimungkinkan karena dosis 0.04 g/kg bb sudah dapat memicu peningkatan jumlah trombosit, sehingga dosis dengan kelipatan lebih besar tidak menimbulkan peningkatan jumlah trombosit secara kelipatannya. Hasil analisis sesuai dengan Nurhidayat (2008) yang menyatakan angkak mampu meningkatkan trombosit tikus sampai 67%. Sementara itu, tikus percobaan tetap aktif dan tidak teramati adanya perubahan kondisi yang berarti selama masa percobaan. Peningkatan jumlah trombosit diduga karena kandungan pigmen merah dalam angkak yang dapat memicu pembentukan trombosit baru (Rombe 2005). Selain itu, lovastatin juga dapat berperan dalam peningkatan trombosit.

3 Gambar 4 Jumlah trombosit tikus selama percobaan. Kelompok I = tanpa perlakuan ( ), kelompok II = perlakuan dengan kuinin tanpa angkak ( ), kelompok III=kuinin kemudian angkak dosis 0.04 g/kg bb ( ), kelompok IV=kuinin kemudian angkak dosis 0.08 g/kg bb ( ), dan kelompok V=angkak dosis 0.04 g/kg bb tanpa kuinin( ). Tabel 1 Rata-rata jumlah trombosit selama percobaan. Hari ke- Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V ± 40931a ± 90121a ± a ± a ± a (1-14) ± a ± b ± b ± 91472b ± b (15-28) ± a ± ab ± a ± ab ± ab Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Hari ke-0 : sebelum perlakuan, Hari ke-(1-14) : perlakuan dengan kuinin (kelompok II, III, IV) dan perlakuan dengan air mineral (kelompok I dan V), hari ke-(15-28) : perlakuan dengan angkak (kelompok III, IV, V) dan perlakuan air mineral (kelompok I dan II). Lovastatin dikenal baik sebagai agen penurun kolesterol. Setidaknya dalam mekanisme penurunan kolesterol, lovastatin menurunkan kolesterol jahat LDL (low density lipoprotein) dengan mereduksi oksidasi LDL. LDL yang teroksidasi diketahui dapat menghambat pembentukan monosit dan megakariosit kemotaktik protein-1. Oksidasi LDL yang tereduksi oleh lovastatin ini akan mengurangi hambatan pembentukan protein perangsang kinetika monosit dan megakariosit merangsang proliferasi, regenerasi dan pengumpulan monosit dan megakariosit untuk bermigrasi ke ruang endothelium dan berubah, masing-masing menjadi makrofag dan trombosit aktif (Nurhidayat 2008). Eritrosit Hasil analisis jumlah sel darah merah dari sampel darah tikus putih dapat dilihat pada Gambar 5. Jumlah sel darah merah tikus normal berkisar x 10 6 /mm 3 (Baker et al. 1979). Selama masa perlakuan dengan kuinin, jumlah sel darah merah kelompok II, III, dan IV cenderung mengalami penurunan bila dibandingkan dengan jumlah sel darah merah pada hari ke-0. Uji statistik penurunan jumlah eritrosit tidak berbeda nyata (p>0.05) pada tiap kelompok. Hal ini tidak sesuai dengan Aster (1993) dan Blayney (1992) yang menyatakan bahwa penggunaan kuinin pada dosis toksik dan berulang dapat menurunkan jumlah eritrosit. Menurut Blayney (1992), kuinin dengan dosis toksik dapat menyebabkan trombositopenia, neutropenia, kegagalan ginjal, serta pansitopenia. Jumlah sel darah merah tikus tidak mengalami kenaikan yang tidak signifikan (p>0.05), selama masa perlakuan dengan angkak mulai hari ke-14 hingga hari ke-29. Kelompok III mengalami kenaikan tertinggi pada hari ke-20 (hari ke-6 setelah diberi angkak sebesar 8.82x10 6 /mm 3. Kelompok IV mengalami kenaikan tertinggi pada hari ke-17 (hari ke-3 setelah pemberian angkak) sebesar x 10 6 /mm 3. Kelompok V mengalami kenaikan tertinggi pada hari ke- 20 (hari ke-6 setelah pemberian angkak) sebesar 9.03 x 10 6 /mm 3. Hasil percobaan terhadap jumlah eritrosit tidak sesuai dengan Nurhidayat (2008), yang menyatakan kandungan angkak dapat meningkatkan jumlah eritrosit. Kandungan angkak berupa vitamin B 12 dapat meningkatkan pembentukan dan pematangan sel darah merah. Selain itu, angkak dengan lovastatinnya juga dapat menyumbangkan ubikuinon dan hemea yang penting dalam peningkatan energi sel dan perbaikan sel-sel darah merah (Nurhidayat 2008).

4 21 Gambar 5 Jumlah sel darah merah tikus selama percobaan. Kelompok I = tanpa perlakuan ( ), kelompok II = perlakuan dengan kuinin tanpa angkak ( ), kelompok III = kuinin kemudian angkak dosis 0.04 g/kg bb ( ), kelompok IV = kuinin kemudian angkak dosis 0.08 g/kg bb ( ), dan kelompok V= angkak dosis 0.04 g/kg bb tanpa kuinin( ). Hemoglobin Kadar hemoglobin tikus putih selama masa percobaan dapat dilihat pada Gambar 6. Kadar hemoglobin tikus pada keadaan awal berkisar pada kadar hemoglobin normal, yaitu g/dl (Baker et al. 1979). Selama masa perlakuan dengan kuinin mulai hari ke- 1 hingga hari ke-14, jumlah hemoglobin kelompok II mengalami penurunan yang beda nyata (p>0.05) bila dibandingkan dengan kadar hemoglobin kelompok I, III, V. Hal ini sesuai Aster (1993), yang menyatakan penggunaan kuinin pada dosis toksik dapat menurunkan jumlah eritrosit. Penurunan jumlah eritrosit akan berakibat penurunan terhadap jumlah hemoglobin. Sel darah merah yang matang mengandung ± 95% hemoglobin. Kadar hemoglobin tikus mengalami kenaikan, selama masa perlakuan dengan angkak mulai hari ke-14 hingga hari ke-29. Kelompok III mengalami kenaikan tertinggi pada hari ke-20 (hari ke-6 setelah pemberian angkak) sebesar g/dl. Kelompok IV mengalami kenaikan tertinggi pada hari ke- 17 (hari ke-3 setelah pemberian angkak) sebesar g/dl. Kelompok V mengalami kenaikan tertinggi pada hari ke- 23 (hari ke- 14 setelah pemberian angkak) sebesar g/dl. Namun kenaikan hemoglobin tidak signifikan. Uji statistik kadar peningkatan hemoglobin selama masa percobaan terdapat beda nyata (p<0.05) antar kelompok II dengan kelompok I, III, dan V. Namun tidak beda nyata dengan kelompok IV. Peningkatan kadar hemoglobin berbanding lurus dengan peningkatan sel darah merah. Sekitar 30% isi sel darah merah terdiri atas zat warna merah darah, yaitu hemoglobin (Ernst 1991). Kenaikan jumlah hemoglobin setelah pemberian angkak diduga karena angkak mengandung vitamin B 12. Vitamin B 12 merupakan vitamin penting dalam pembentukan hemoglobin. Rantai hemoglobin tersusun atas subunit heme dan globin. Molekul heme terdiri atas struktur cincin porfirin (Leavell & Thorup 1960).. Gambar 6 Kadar hemoglobin tikus selama percobaan. kelompok I = tanpa perlakuan ( ), kelompok II = perlakuan dengan kuinin tanpa angkak ( ), kelompok III = kuinin kemudian angkak dosis 0.04 g/kg bb ( ), kelompok IV = kuinin kemudian angkak dosis 0.08 g/kg bb ( ), dan kelompok V= angkak dosis 0.04 g/kg bb tanpa kuinin( ). Hematokrit Nilai hematokrit tikus putih selama masa percobaan dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 menunjukkan bahwa kadar hematokrit tikus pada keadaan awal (hari ke- 0) berkisar pada nilai hematokrit normal, yaitu 36-48% (Baker et al. 1979). Selama masa perlakuan dengan kuinin dari hari ke-1 sampai hari ke-14, nilai hematokrit mengalami penurunan yang signifikan (p<0.05) terutama pada kelompok II. Hal ini sesuai dengan Aster (1993), yang menyatakan penggunaan kuinin dengan dosis toksik dan berulang dapat menurunkan nilai hematokrit. Hal ini dikarenakan penurunan jumlah sel darah merah yang diakibatkan oleh kerusakan periferal dari elemen selular darah. Perlakuan dengan angkak mulai hari ke- 14 hingga hari ke-29 memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap nilai

5 22 hematokrit tikus dibandingkan dengan kelompok II. Namun nilai hematokrit tidak berbeda nyata (p>0.05) antara kelompok I, III, IV, dan V. Nilai hematokrit tikus selama perlakuan dengan angkak masih berada pada kisaran normal hematokrit tikus Sprague dawley. Jumlah sel darah merah dan ukuran sel dapat mempengaruhi nilai hematokrit. Selain itu, nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh kenaikan derajat aktivitas tubuh, anemia, dan ketinggian lokasi. Variasi nilai hematokrit juga dapat dipengaruhi oleh ruang vaskuler darah dimana contoh darah diambil (Guyton & Hall 1997). Gambar 7 Persentase hematokrit tikus selama percobaan. kelompok I = tanpa perlakuan ( ), kelompok II = perlakuan dengan kuinin tanpa angkak ( ), kelompok III = kuinin kemudian angkak dosis 0.04 g/kg bb ( ), kelompok IV = kuinin kemudian angkak dosis 0.08 g/kg bb ( ), dan kelompok V= angkak dosis 0.04 g/kg bb tanpa kuinin( ). Histopatologi Hati dan Ginjal Tikus Histopatologi Hati Pengamatan terhadap organ hati tikus setelah dinekropsi dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil pengamatan makroskopis hati tikus akibat pemberian angkak secara oral tidak ditemukan perubahan atau kelainan secara spesifik pada kelompok kontrol dan perlakuan. Hasil pengamatan histopatologi hati pada kontrol dan kelompok perlakuan ditemukan adanya perubahan. Perubahan meliputi degenerasi dan nekrosis (kematian sel). Namun, persentase kerusakannya yang membedakan satu sama lain. Hasil pengamatan mikroskopik sel hati dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil pengamatan menunjukkan terdapat kongesti dan perluasan sinusoid pada interstitiumnya. Adanya kongesti dan perluasan sinusoid mungkin dikarenakan euthanasia yang menggunakan eter. Eter merupakan bahan anestisik kuat yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah organ-organ (Ganiswara 1995). Oleh karena itu, kongesti tidak digunakan sebagai kategori dalam perubahan mikroskopik akibat perlakuan. Gambar 9 menunjukkan gambaran mikroskopik organ hati yang diberi angkak 0.04 g/kg bb dengan vena sentralis di tengahnya. Gambar 10 menunjukkan adanya degenerasi hidropis, degenerasi lemak, dan nekrosis. Degenerasi merupakan gangguan metabolisme sel. Degenerasi sel sering diartikan sebagai kehilangan struktur normal sel sebelum kematian sel. Degenerasi hidropis merupakan suatu keadaan dimana sitoplasma sel mengandung air. Kelanjutan dari degenerasi hidropis sebelum mengalami kematian sel adalah degenerasi lemak. Degenerasi lemak melibatkan gangguan keseimbangan antara trigliserida misel dan lemak globular. Keracunan senyawa toksik yang bersifat eksperimental menyebabkan pengurangan pembebasan oksigen ke jaringan sehingga terjadi oksidasi asam lemak dan mengganggu solubilitas lemak. Kematian sel eksperimental (nekrosis) menunjukkan bahwa tidak adanya oksigen dan substrat enzim menjurus pada hilangnya fosforilasi oksidatif, ketidakmampuan mengoksidasi zat antara pada siklus Krebs, dan hilangnya kofaktor enzim (Spector 1993). Secara mikroskopik, nekrosis bersifat koagulatif yang ditandai dengan inti hepatosit berubah menjadi suram, gelap, dan terdapat inti hepatosit yang mengalami karioreksis. Karioreksis ditandai dengan penyusutan inti sel, mengecil, dan akhirnya menghilang. Perubahan hepatosit terjadi di seluruh perlakuan termasuk kelompok normal (I). Degenerasi pada kelompok normal dapat terjadi karena lingkungan hewan coba yang tidak steril sehingga ditemukan gangguan lain yang bersifat tidak spesifik. Jika perubahan hepatosit yang tidak signifikan secara statistik maka perubahan dianggap berasal dari gangguan yang tidak spesifik seperti keadaan lingkungan yang ekstrim. Namun jika ditemukan perubahan hepatosit yang signifikan secara statistik, maka perubahan yang terjadi akibat pengaruh perlakuan. Persentase besarnya hepatosit yang mengalami lesio dapat dilihat pada Tabel 2. Kelompok II dengan perlakuan kuinin mengalami lesio hepatosit yang meliputi degenerasi hidropis, degenerasi lemak, dan nekrosis tertinggi. Kelompok V

6 23 mengalami lesio hepatosit terendah. Hasil uji statistik menunjukkan lesio kelompok II (kuinin) berbeda nyata (p<0.05) dengan kelompok I (normal), III (kuinin kemudian angkak dosis 0.04 g/kg bb), IV (kuinin kemudian angkak dosis 0.08 g/kg bb), dan V (angkak dosis 0.04 g/kg bb tanpa kuinin). Pemberian kuinin dapat mempengaruhi histopatologi hati. Kuinin dapat mengakibatkan kerusakan pada organ hati. Hal ini dikarenakan sifat kuinin yang hepatotoksik pada dosis tinggi. Konsumsi kuinin secara berulang pada dosis sangat toksik dapat menyebabkan granulomatous hepatitis (Katz et al. 1983). Lesio hepatosit mengalami penurunan, yaitu pada kelompok III dan IV. Angkak memberikan pengaruh terhadap perbaikan histopatologi hati. Mekanisme bagaimana angkak dapat menurunkan lesio pada sel hati yang telah terpapar kuinin belum diketahui. Pengamatan histopatologi yang dilakukan menunjukkan angkak mampu memberikan kontribusi terhadap perbaikan histopatologi hati. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa angkak terbukti tidak memberikan dampak buruk terhadap hati (Tisnadjaja 2004). Menurut Yang et al. (2005), respon toksik tidak ditemukan pada pemberian angkak secara oral baik dosis rendah (1 g/kg bb) maupun dosis tinggi (5 g/kg bb). Tabel 2 Pemeriksaan histopatologi hati tikus Kelompok Lesio Hepatosit (%) I 3.56 ± 1.77 a II ± b III ± 8.31 c IV ± 5.41 d V 1.57 ± 0.74 a Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Gambar 8 Gambaran histopatologi hati yang mengalami kongesti ( ). Pewarnaan HE, perbesaran 20 x. Gambar 9 Gambaran histopatologi jaringan hati yang diberi angkak dosis 0.04 g/kg bb tanpa kuinin (V). Pewarnaan HE, perbesaran 20 x. Gambar 10 Gambaran histopatologi hati yang diberi kuinin (kelompok II). Lesio hepatosit berupa: degenerasi hidropis ( ), degenerasi lemak ( ), dan nekrosis ( ). Pewarnaan HE, perbesaran 40 x. Histopatologi Ginjal Pengamatan terhadap organ ginjal tikus setelah dinekropsi dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil pengamatan makroskopis ginjal tikus akibat pemberian angkak secara oral tidak ditemukan perubahan atau kelainan secara spesifik pada kelompok kontrol dan perlakuan. Hasil pengamatan histopatologi ginjal pada kontrol dan kelompok perlakuan ditemukan adanya perubahan. Perubahan meliputi degenerasi dan nekrosis (kematian sel). Namun persentase kerusakannya yang membedakan satu sama lain. Hasil pengamatan histopatologi ginjal pada kontrol dan kelompok perlakuan ditemukan adanya perubahan. Perubahan terjadi pada tubuli dan glomerulus. Perubahan pada tubuli meliputi degenerasi hidropis, nekrosis, dan endapan protein sedangkan perubahan pada glomerulus meluputi atrofi glomerulus. Namun

7 24 persentase kerusakannya yang membedakan satu sama lain. Pada interstitiumnya mengalami kongesti (Gambar 11). Adanya kongesti dikarenakan euthanasia yang menggunakan eter. Gambar 12 menunjukkan adanya degenerasi hidropis, nekrosis, dan endapan protein. Degenerasi hidropis merupakan keadaan dimana sitoplasma sel mengandung air. Pembengkakan sel ini mungkin disebabkan oleh gangguan dalam permeabilitas membran atau dalam enzim yang mengontrol transport ion, terutama mekanisme pompa natrium. Pembengkakan sel terjadi karena ion natrium mempunyai selubung hidrasi yang lebih besar daripada ion kalium (Spector 1993). Nekrosis sebagai bentuk lanjutan dari degenerasi. Nekrosis pada sel-sel epitel tubuli dapat terjadi karena adanya racun atau toksin, virus, dan kekurangan oksigen (Underwood 1992). Adanya endapan protein di lumen tubulus dipengaruhi berbagai faktor diantaranya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus sehingga protein dapat lolos. Selain itu, menurunnya kemampuan absorbsi tubulus yang dikarenakan epitel tubulus telah mengalami degenerasi hingga nekrosis juga menjadi faktor adanya endapan protein (Carlton & McGavine 1995). Perubahan yang terjadi pada glomerulus akibat pemberian kuinin dapat dilihat pada Gambar 13, perubahan yang terjadi berupa atrofi. Hasil perhitungan perubahan glomerulus disajikan pada Tabel 3. Uji statistik perubahan glomerulus menunjukkan ada beda nyata (p<0.05) tiap perlakuan. Atrofi, yaitu menurunnya ukuran jaringan disebabkan oleh berkurangnya jumlah sel atau berkurangnya ukuran sel (Spector 1993). Menurut Cotran, Kumar, dan Robbins (1989), atrofi ditandai dengan mengecilnya glomerulus dalam ruang Bowman sehingga ruang diantara glomerulus dan kapsula Bowman semakin melebar. Hasil penghitungan lesio tubuli disajikan pada Tabel 4. Kelompok II dengan perlakuan kuinin mengalami lesio tubuli yang meliputi degenerasi hidropis, nekrosis, dan endapan protein tertinggi. Kelompok I mengalami lesio tubuli terendah. Hasil uji statistik menunjukkan lesio kelompok II berbeda nyata (p<0.05) dengan kelompok I, III, IV, dan V. Hasil uji statistik terhadap lesio glomerulus menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) pada hampir semua kelompok. Sehingga dapat dikatakan perlakuan mempengaruhi lesio pada tubuli ginjal. Kuinin dapat mengakibatkan kerusakan pada organ ginjal. Hal ini dikarenakan kuinin merupakan senyawa toksik terhadap ginjal. Efek samping yang ditemukan dengan pemberian kuinin secara berulang pada dosis toksik salah satunya gagal ginjal (Gottschall et al. 1991). Lesio baik pada tubuli maupun glomerulus mengalami penurunan, yaitu pada kelompok III dan IV. Mekanisme bagaimana angkak dapat menurunkan lesio pada sel ginjal yang telah terpapar kuinin belum diketahui. Pengamatan histopatologi yang dilakukan menunjukkan angkak mampu memberikan kontribusi terhadap perbaikan histopatologi ginjal. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa angkak terbukti tidak memberikan dampak buruk terhadap ginjal (Tisnadjaja 2004). Menurut Yang et al. (2005), respon toksik tidak ditemukan pada pemberian angkak secara oral baik dosis rendah (1 g/kg bb) maupun dosis tinggi (5 g/kg bb). Ginjal merupakan organ sensitif terhadap senyawa xenobiotik. Tubulus proksimal merupakan bagian yang paling mudah mengalami kerusakan karena tubulus proksimal terjadi proses absorbsi dan sekresi berbagai zat. Selain itu, kadar sitokrom P-450 pada tubulus proksimal lebih tinggi untuk mendetoksifikasi atau mengaktifkan toksikan. Setiap senyawa kimia pada dasarnya bersifat racun dan kejadian keracunan dapat terjadi karena pengaruh dosis dan cara pemberian (Lu 1995). Tabel 3 Hasil pemeriksaan histopatologi glomerulus ginjal tikus Kelompok Atrofi glomerulus (%) I 0.00 ± 0.00 a II ± b III ± c IV ± d V 6.36 ± ad Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Tabel 4 Hasil pemeriksaan histopatologi tubuli ginjal tikus. Kelompok Lesio Tubuli (%) I 2.30 ± 3.03 a II ± b III ± c IV ± 6.97 d V 8.09 ± 5.59 a Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

8 25 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Gambar 11 Gambaran histopatologi ginjal yang mengalami kongesti ( ). Pewarnaan HE, perbesaran 20 x. Gambar 12 Gambaran histopatologi ginjal yang diberi kuinin (kelompok II). Lesio tubuli berupa: degenerasi hidropis ( ), nekrosis ( ), dan endapan protein ( ). Pewarnaan HE, perbesaran 40 x. Pemberian kuinin dapat menurunkan bobot badan hewan coba. Uji statistik menunjukkan ada beda nyata (p<0.05) penurunan bobot badan dibandingkan masa adaptasi. Pemberian angkak dapat meningkatkan bobot badan hewan coba. Uji statistik pada kelompok III, IV, dan V menunjukkan ada beda nyata (p<0.05) bobot badan tikus masa perlakuan dengan angkak. Angkak mempengaruhi parameter hematologi berupa trombosit, eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit. Angkak dosis 0.04 g/kg bb sudah mampu meningkatkan jumlah trombosit (p<0.05) dibandingkan masa pemberian kuinin. Angkak dapat mempertahankan jumlah eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit pada kisaran nilai normalnya. Organ hati dan ginjal mengalami kongesti, degenerasi hidropis, degenerasi lemak, dan nekrosis oleh kuinin dengan dosis 100 g/kg bb. Pada ginjal juga ditemukan endapan protein di lumen tubulus dan atrofi glomerulus. Angkak mampu memberikan kontribusi perbaikan pada organ hati dan ginjal dengan dosis 0.04 g/kg bb dan 0.08 g/kg bb. Saran Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui interaksi antara kuinin dengan angkak serta pengaruh interaksi tersebut terhadap darah, hati, dan ginjal. Perlu dilakukan penelitian uji pigmen merah angkak dalam peranannya memicu jumlah trombosit dan mekanisme angkak dalam menormalkan jumlah trombosit, eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit. Selain itu, agar dilakukan uji aktivitas enzim ALT, AST, dan kadar urea darah. DAFTAR PUSTAKA Aster RH Quinine-sensitivity: a new cause of the hemolytic uremic. Annals of Internal Medicine 119: Gambar 13 Gambaran histopatologi ginjal yang diberi kuinin dan angkak dosis 0.04 g/kg bb (III). Lesio glomerulus berupa: atrofi glomerulus ( ). Pewarnaan HE, perbesaran 20 x. Bougie DW et al Patients with quinine-induced immune thrombocytopenia have both drugdependent and drug-specific antibodies. Blood Journal 108: [terhubung berkala]. hema

larutan Hayem yaitu sebesar 200 kali.

larutan Hayem yaitu sebesar 200 kali. 7 asam hematin. Tabung Sahli diisi dengan larutan HCl.1 N sampai angka 2 g%. Sampel darah yang telah diberi EDTA dihisap dengan pipet Sahli sampai tepat pada tanda 2 cmm (2 µl). Darah di dalam pipet ditiup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Subjek penelitian ini adalah anak yang diperoleh dari induk tikus Rattus norvegicus galur Sprague-dawley yang telah diinduksi hipoksia iskemik pada usia kehamilan 7

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer berupa gambaran histologi ginjal dan kadar kreatinin hewan coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Lebih terperinci

STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI

STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil. Jumlah Penurunan Glomerulus Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus musculus L.) setelah diberi perlakuan pajanan medan listrik tegangan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dengan berat 1,2 1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa, menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen, dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan fitokimia merupakan suatu metode kimia untuk mengetahui kandungan kimia suatu simplisia, ekstrak ataupun fraksi senyawa metabolit suatu tanaman herbal. Hasil penapisan

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Evaluasi dataperforman Ayam Dari hasil penelitian didapatkan rataan bobot badan ayam pada masing-masing kelompok perlakuan, data tersebut dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerusakan Hati Ikan Mas Hati merupakan salah satu organ yang paling banyak mengalami kerusakan. Menurut Carlton (1995) dalam Permana (2009) ada dua alasan yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Alat dan Bahan 6 Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Kadar Enzim SGPT dan SGOT Pada Mencit Betina Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki Tabel 1. Kadar Enzim SGPT pada mencit betina setelah pemberian

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jamur telah menjadi bahan pengobatan tradisional di daerah oriental, seperti Jepang, Cina, Korea, dan daerah Asia lainnya sejak berabad-abad lalu, (Ooi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari makanan dan minuman olahan. Berbagai makanan yang dijual di toko, warung dan para pedagang keliling hampir

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini terdiri atas volume urin, persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik, ph, kadar natrium, dan kalium urin. Selanjutnya, hasil penelitian disajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring meningkatnya taraf hidup manusia dewasa ini, maka kebutuhan akan berbagai hal juga mengalami peningkatan seperti kebutuhan akan sandang, papan, pangan, kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan yang mengakibatkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging puyuh merupakan produk yang sedang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Meskipun populasinya belum terlalu besar, akan tetapi banyak peternakan

Lebih terperinci

EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS)

EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS) EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS) Defriana, Aditya Fridayanti, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Boraks pada saat ini sering sekali diberitakan melalui media cetak maupun elektronik karena penyalahgunaannya dalam bahan tambahan makanan. Berdasarkan dari

Lebih terperinci

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR* Intisari

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR* Intisari EFEK TOKSISITS SUBKRONIK EKSTRK ETNOL KULIT BTNG SINTOK PD TIKUS PUTIH GLUR WISTR* Sri di Sumiwi, nas Subarnas, Rizki Indriyani, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, e-mail: sri.adi@unpad.ac.id Intisari

Lebih terperinci

POTENSI METABOLIK BUAH MERAH TERHADAP PERBAIKAN HEMATOLOGI DAN ORGAN TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ WIENA RACHMAT WIRAWAN

POTENSI METABOLIK BUAH MERAH TERHADAP PERBAIKAN HEMATOLOGI DAN ORGAN TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ WIENA RACHMAT WIRAWAN POTENSI METABOLIK BUAH MERAH TERHADAP PERBAIKAN HEMATOLOGI DAN ORGAN TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ WIENA RACHMAT WIRAWAN PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa-bangsa itik lokal yang ada umumnya diberi nama berdasarkan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa-bangsa itik lokal yang ada umumnya diberi nama berdasarkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup Bangsa-bangsa itik lokal yang ada umumnya diberi nama berdasarkan tempat asalnya. Itik Cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ribuan jenis tumbuhan yang diduga berkhasiat obat, sejak lama secara turun-temurun dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu dari tumbuhan berkhasiat obat ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rutin, dengan waktu dan cara yang tepat. 2 Kebiasaan menyikat gigi, terutama

BAB I PENDAHULUAN. rutin, dengan waktu dan cara yang tepat. 2 Kebiasaan menyikat gigi, terutama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit gigi merupakan masalah kesehatan yang sering muncul pada anak prasekolah. 1,2,3 Masalah ini dapat dicegah dengan menyikat gigi secara rutin, dengan waktu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai hasil alam yang berlimpah dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan. Salah satu dari hasil alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam mengaja kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Ginjal berfungsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Hewan Coba

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Hewan Coba 6 dengan etanol absolut selama 2 menit, kemudian dengan etanol 95% dan 80% masing-masing selama 1 menit, dan dicuci dengan air mengalir. Kemudian preparat direndam dalam pewarnaan Mayer s Haemotoxylin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran.

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tawas banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam pangan. Tawas paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran. Tujuan penambahan

Lebih terperinci

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR. Intisari

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR. Intisari EFEK TOKSISITS SUKRONIK EKSTRK ETNOL KULIT TNG SINTOK PD TIKUS PUTIH GLUR WISTR Sri di Sumiwi, nas Subarnas, Rizki Indriyani, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, e-mail: sumiwi@yahoo.co.id Intisari

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati adalah organ terbesar dalam tubuh. Penyakit pada hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Hepatitis adalah suatu peradangan difus jaringan hati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lipid 2.1.1 Pengertian lipid Lipid adalah golongan senyawa organik yang sangat heterogen yang menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa organik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian Penimbangan berat badan menunjukkan bahwa pada awal penelitian berat badan tikus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Parasetamol atau acetaminofen merupakan nama resmi yang sama dengan senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory drugs (NSAID) yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi unggas yang telah lama berkembang di Indonesia salah satunya ialah puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latihan fisik merupakan pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot dengan terencana dan berulang yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi dengan tujuan untuk memperbaiki

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi subjek penelitian Subjek dalam penelitian ini berjumlah 60 ekor mencit strain DDY yang terdiri dari 30 mencit jantan dan 30 mencit betina.

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG TERBEBANI KOLESTEROL SETELAH PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE

KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG TERBEBANI KOLESTEROL SETELAH PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG TERBEBANI KOLESTEROL SETELAH PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan. proses proliferasi pada sel saraf otak (Sloane, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan. proses proliferasi pada sel saraf otak (Sloane, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem saraf merupakan struktur pusat pengaturan yang tersusun oleh milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan (Carlsson dkk, 2000).

Lebih terperinci

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS A. Interaksi Senyawa Kimia dengan Organisme Ilmu yang mempelajari tentang interaksi senyawa kimia dengan organisme hidup disebut farmakologi, dengan demikian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pengaruh pemberian berbagai level tepung limbah jeruk manis (Citrus sinensis) terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah pada domba Padjadjaran jantan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Pemberian Suspensi Daging Buah Kepel (Stelechocarpus burahol) terhadap Gambaran Histopatologi Hati

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Pemberian Suspensi Daging Buah Kepel (Stelechocarpus burahol) terhadap Gambaran Histopatologi Hati 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Suspensi Daging Buah Kepel (Stelechocarpus burahol) terhadap Gambaran Histopatologi Hati Pengamatan histopatologi hati dilakukan hanya pada tiga ekor mencit pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Mikroanatomi Hati Ikan Tagih Hasil penelitian pengaruh subletal merkuri klorida (HgCl 2 ) menggunakan konsentrasi 0,02 ppm; 0,04 ppm; dan 0,08 ppm; selama 28 hari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. struktur parenkhim masih normal. Corpusculum renalis malpighi disusun oleh komponen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. struktur parenkhim masih normal. Corpusculum renalis malpighi disusun oleh komponen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan pada Parenkhim Ginjal 4.1.1 Perubahan pada Copusculum Malphigi Ginjal Gambaran kualitatif corpusculum malphigi ginjal pada kelompok tikus normal tanpa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk terapi anti tuberkulosis (TB), tetapi hepatotoksisitas yang dihasilkan dari penggunaan obat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

Penentuan Kandungan Logam Berat HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Kandungan Logam Berat HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kandungan Logam erat Penentuan kandungan logam-logam berat pada sampel green coke dilakukan dengan menggunakan metode uji TCLP (Testing Characteristic Leaching Procedure) yang mengacu pada US

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE TERHADAP KANDUNGAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG DIINDUKSI URIC ACID

EFEK PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE TERHADAP KANDUNGAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG DIINDUKSI URIC ACID EFEK PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE TERHADAP KANDUNGAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG DIINDUKSI URIC ACID SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia sebagai negara berkembang memiliki berbagai masalah kesehatan antara lain masih banyak dijumpai penyakit-penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi yang

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE TERHADAP KADAR ASAM URAT DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L)

EFEK PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE TERHADAP KADAR ASAM URAT DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) EFEK PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE TERHADAP KADAR ASAM URAT DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Program Studi Pendidikan Biologi

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Program Studi Pendidikan Biologi EFEK PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE TERHADAP KADAR ASAM URAT DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG DIINDUKSI URIC ACID SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

RINGKASAN. melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan

RINGKASAN. melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan 95 RINGKASAN Aterosklerosis merupakan penyebab kematian utama di negara berkembang dan melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan berbagai tipe sel yang saling berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran kortikosteroid mulai dikenal sekitar tahun 1950, dan preparat

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran kortikosteroid mulai dikenal sekitar tahun 1950, dan preparat BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kortikosteroid bukan merupakan obat baru bagi masyarakat. Di dunia kedokteran kortikosteroid mulai dikenal sekitar tahun 1950, dan preparat kortikosteroid mulai berkembang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pewarnaan HE diawali dengan deparafinisasi dalam xylol I selama 2 menit dan xylol II selama 2 menit. Tahapan berikutnya adalah rehidrasi dalam alkohol bertingkat dimulai dari alkohol absolut (2 menit),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imunologi sel. Sel hati (hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat,

BAB I PENDAHULUAN. imunologi sel. Sel hati (hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostasis tubuh meliputi metabolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan imunologi sel. Sel hati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hemoglobin 1. Pengertian Hemoglobin merupakan pigmen yang mengandung zat besi terdapat dalam sel darah merah dan berfungsi terutama dalam pengangkutan oksigen dari paru- paru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat di Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Sekitar wilayah di Indonesia mempunyai resiko

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian paparan ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) pada mencit galur DDY selama 90 hari adalah sebagai berikut. 4.1.1 Deskripsi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. post test only control group design. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

BAB V PEMBAHASAN. post test only control group design. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan the post test only control group design. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya prevalensi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 1. Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... A. B. C. D. 1 2 3 4 E. Kunci Jawaban : D

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Jumlah dan Bobot Folikel Kuning Telur Puyuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik yang banyak digunakan di dunia sebagai obat lini pertama sejak tahun 1950 (Sari, 2007).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum terhadap Total Protein Darah Ayam Lokal Jimmy Farm

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum terhadap Total Protein Darah Ayam Lokal Jimmy Farm IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum terhadap Total Protein Darah Ayam Lokal Jimmy Farm Pengaruh tingkat energi protein ransum terhadap total protein darah ayam lokal Jimmy

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan tikus Wistar sebagai hewan coba. Mekanisme dasar

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan tikus Wistar sebagai hewan coba. Mekanisme dasar BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan tikus Wistar sebagai hewan coba. Mekanisme dasar dalam pengaturan perkembangan hepar pada tikus, seperti halnya spesies vertebrata lain, mempunyai kemiripan

Lebih terperinci

STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI

STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang berfungsi serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah dalam tubuh berfungsi untuk mensuplai oksigen ke seluruh jaringan tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi (sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) sebagai

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) sebagai BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) sebagai proteksi kerusakan sel-sel ginjal. Bawang putih diperoleh dari Superindo dan diekstraksi di Lembaga Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir- akhir ini sering dibicarakan tentang boraks yang terdapat pada beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran beberapa bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah penting bagi kesehatan karena merupakan salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lipid dalam tubuh umumnya berasal dari makanan yang kita konsumsi. Makanan yang enak dan lezat identik dengan makanan yang mengandung lipid. Dislipidemia lekat dengan

Lebih terperinci

VITAMIN LARUT DALAM AIR. Oleh dr. Sri Utami B.R. MS

VITAMIN LARUT DALAM AIR. Oleh dr. Sri Utami B.R. MS VITAMIN LARUT DALAM AIR Oleh dr. Sri Utami B.R. MS Vitamin B (vitamin B kompleks) Larut dalam air Terdapat pada, ragi, biji-bijian, nasi, sayuran, ikan, daging Diperlukan sebagai ko-enzym dalam metabolisme

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.

Lebih terperinci

Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 12 No. 2 Desember 2008

Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 12 No. 2 Desember 2008 PERBANDINGAN PENGARUH PEMBERIAN PEKTIN KULIT JERUK BALI (Citrus grandis) DAN KULIT PISANG AMBON (Musa spp.) TERHADAP PENURUNAN KOLESTEROL DARAH PADA MENCIT (Mus musculus) Oleh: Soesy Asiah Soesilawaty

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pengujian nilai LD 50 Dari pengujian yang dilakukan menggunakan dosis yang bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada hewan coba dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya di dalam masyarakat Indonesia. Sebab, obat-obatan tradisional lebih

BAB I PENDAHULUAN. budaya di dalam masyarakat Indonesia. Sebab, obat-obatan tradisional lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat-obatan alami secara luas sudah digunakan menjadi budaya di dalam masyarakat Indonesia. Sebab, obat-obatan tradisional lebih akrab dan lebih mudah diterima

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Dislipidemia 1. Definisi Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang

Lebih terperinci