HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Seekor singa Afrika betina milik suatu penangkaran satwa liar ditemukan mati dengan anamnesa adanya keputihan dari vulva dua hari sebelum kematiannya. Secara umum, kondisi gizi singa tersebut masih baik namun mukosa terlihat pucat. Pemeriksaan patologi anatomi (PA) dilakukan pada berbagai organ yaitu jantung, trakea, paru-paru, hati, usus, limpa, ginjal dan uterus. Eksudat purulen bercampur darah dengan volume 3L ditemukan pada lumen uterus. Pemeriksaan pada lambung dan usus memperlihatkan adanya infestasi cacing Acantocephala sp. dalam jumlah banyak (Bagian Patologi KRP-FKH IPB 2007). Hasil pemeriksaan PA pada berbagai organ disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Perubahan Patologi Anatomi Organ Singa Sistem Organ Organ Perubahan Respirasi Trakea Hiperemia. Paru-paru Kongesti, emfisema, anthracosis. Sirkulasi Jantung Hipertrofi ventrikel kiri, dilatasi ventrikel kanan, serous atrofi lemak koroner disertai perdarahan, degenerasi miokard, endokarditis nodularis valvularis. Limforetikuler Limpa Peradangan. Digesti Usus Infestasi cacing Acantocephala sp. dalam jumlah banyak pada lambung dan usus, infestasi ringan cacing pita pada ileum, gastritis ulceratif hemoragika, enteritis mukopurulenta. Hati Degenerasi, fibrosis multifokal, nekrosis dan perdarahan multifokal. Reproduksi Uterus Membesar disertai penebalan, beberapa bagian menipis dan nekrosis, mukosa uterus mengalami peradangan purulen disertai perdarahan, pada lumen ditemukan eksudat purulen bercampur darah dengan volume 3L. Urinaria Ginjal Kongesti. Sumber: Bagian Patologi KRP-FKH IPB Hasil pemeriksaan histopatologi organ paru-paru menunjukkan emfisema pulmonum. Emfisema pada kasus ini terjadi karena rupturnya dinding alveol sehingga ruang alveolar saling bergabung dan membesar. Emfisema pulmonum pada hewan umumnya bersifat sekunder karena selalu terjadi setelah adanya gangguan aliran udara. Berdasarkan daerah paru-paru yang terpengaruh, emfisema diklasifikasikan menjadi emfisema alveolar dan emfisema interstitial. Emfisema

2 16 alveolar dikarakteristikkan dengan distensi dan rupturnya dinding alveolar, sehingga membentuk gelembung udara dengan berbagai ukuran di parenkim paruparu. Emfisema interstitial terjadi saat akumulasi udara menembus dinding alveolar dan dinding bronkhioli kemudian masuk ke jaringan ikat interlobular, sehingga menyebabkan distensi dari septa interlobular (McGavin dan Zachary 2001). Ditemukannya dinding alveolar yang ruptur dan membesar pada jaringan paru-paru singa secara mikroskopik menunjukkan adanya emfisema alveolar (Gambar 4). Pada hewan, emfisema umumnya terjadi sebagai lesio sekunder akibat terhambatnya aliran udara atau sebagai lesio pada saat hewan mati. Emfisema akibat kerusakan pulmonal umumnya terjadi pada hewan yang menderita bronkopneumonia. Adanya eksudat pada bronkopenumonia menyumbat bronkus dan bronkiolus sehingga menyebabkan ketidakseimbangan antara udara yang masuk dan keluar dari paru-paru (McGavin dan Zachary 2001). Pada pemeriksaan histopatologi paru-paru singa tidak ditemukan adanya eksudat maupun sel radang pada bronkiolus sehingga emfisema yang ditemukan pada kasus ini diduga merupakan lesio yang terjadi ketika hewan dalam keadaan moribun (sekarat). Pada jaringan interstitium paru ditemukan pigmen karbon, yang menunjukkan singa menderita anthracosis (Gambar 5). Anthracosis merupakan akumulasi pigmen karbon yang masuk ke paru-paru melalui jalur inhalasi. Umumnya hewan yang menderita anthracosis hidup di lingkungan yang berpolusi. Secara mikroskopik, pigmen karbon terlihat sebagai bercak-bercak berwarna hitam yang ditemukan di dinding alveolar atau fokus hitam pada peribronkial (McGavin dan Zachary 2001). Gangguan sirkulasi yang teramati pada jaringan paru-paru adalah kongesti, hiperemia dan edema. Kongesti dan hiperemia terlihat dengan berkumpulnya darah di kapiler-kapiler intersitium paru-paru. Kongesti paru seringkali disebabkan oleh kegagalan jantung, dan bila berjalan lama akan berlanjut menjadi edema pulmonum yang terlihat dengan adanya endapan protein dalam alveolar (Gambar 5). Menurut McGavin dan Zachary (2001), kongesti yang berjalan lama juga dapat menyebabkan penebalan jaringan interstitial sehingga menimbulkan fibrosis interstitial ringan.

3 17 Gambar 4 Emfisema alveolar (panah) yang dicirikan oleh robek dan menyatunya dinding alveolar. Pewarnaan HE, bar 200 µm. c a b Gambar 5 Alveol paru-paru singa yang mengalami edema (a), anthracosis di interstitium (b) dan fibrosis ringan (c). Pewarnaan HE, bar 100 µm.

4 18 Pada pemeriksaan PA epikard jantung ditemukan lemak jantung yang mencair atau disebut serous atrofi. Serous atrofi lemak terjadi pada hewan yang mengalami anoreksia atau kondisi kelaparan, sehingga depo lemak tubuh dimetabolisme untuk dijadikan sumber energi (McGavin dan Zachary 2001). Hasil pemeriksaan PA jantung singa didiagnosa mengalami hipertrofi ventrikel kiri dan dilatasi ventrikel kanan. Namun pada pemeriksaan histopatologi ditemukan filamen otot jantung yang mengecil dan merenggang, yang menandakan adanya atrofi miokard (Gambar 6). Pada bagian lain dari miokard terlihat adanya proliferasi jaringan ikat dan sebagian sel-sel otot jantung mengalami degenerasi hingga nekrosis (Gambar 7). Sitoplasma sel otot jantung yang mengalami degenerasi terlihat berwarna lebih pudar dengan inti sel yang masih baik. Nekrosis miokard ditandai oleh sel-sel otot yang berwarna lebih merah, filamen yang mengecil sehingga memberi jarak satu dengan yang lain disertai inti yang piknosis. Jaringan ikat atau jaringan parut terbentuk sebagai pengganti sel-sel otot yang nekrosis. Menurut McGavin dan Zachary (2001), ciriciri nekrosis miokard antara lain inti yang piknosis dan serabut otot yang berjarak. Jaringan ikat pada daerah nekrosis seringkali tampak membengkak dan berwarna hipereosinofilik. Atrofi dan nekrosis miokard dapat disebabkan oleh berbagai kausa diantaranya defisiensi nutrisi, bahan toksik kimia maupun tanaman, iskemia, gangguan metabolisme, dan trauma fisik (Ross et al. 2003). Pemeriksaan PA katup jantung menunjukkan adanya penebalan katup disertai pembentukan nodul. Katup jantung secara histopatologi tampak menebal dan mengalami degenerasi yang terlihat dari pudarnya serabut katup dan inti sel piknosis. Beberapa lesio penyakit seperti kalsifikasi dan fibrosis dapat menyebabkan degenerasi katup sehingga menyebabkan gangguan fungsi jantung akibat insufiensi dan stenosis lubang katup (Ross et al. 2003). Secara keseluruhan, perubahan-perubahan yang terjadi pada jantung singa didiagnosa sebagai kardiomiopati. Istilah kardiomiopati digunakan untuk berbagai kelainan pada miokard baik yang bersifat idiopatik maupun akibat kausa yang telah diketahui. Perubahan yang biasanya ditemukan pada kardiomiopati adalah kardiomegali yang disebabkan oleh dilatasi umum dan fibrosis (Jubb et al. 1992b).

5 19 Gambar 6 Atrofi miokard dicirikan oleh serabut otot yang mengecil dan merenggang. Pewarnaan HE, bar 50 µm. a b Gambar 7 Kardiomiopati yang ditandai dengan degenerasi hingga nekrosis miokard (a) dan fibrosis (b). Pewarnaan HE, bar 100 µm.

6 20 Hasil pemeriksaan histopatologi organ limpa menunjukkan adanya deplesi pada folikel limfoid, yang terlihat dari renggangnya daerah pulpa putih sehingga terbentuk ruang-ruang kosong. Bagian pulpa merah terlihat mengalami kongesti yang ditandai dengan akumulasi eritrosit serta ditemukan infiltrasi sel radang limfosit, makrofag, dan neutrofil. Hal ini menandakan limpa mengalami peradangan atau splenitis. Akumulasi makrofag dan pigmen hemosiderin pada pulpa merah menunjukkan adanya kongesti kronis di limpa yang dapat terjadi akibat gangguan sirkulasi. Deplesi folikel limfoid pada limpa singa menunjukkan kondisi imunosupresi yaitu terjadinya pengurangan pembentukan sel-sel pertahanan (Jubb et al a). Menurut McGavin dan Zachary (2001), peradangan pada limpa atau splenitis dapat terjadi akibat kondisi septisemia atau bakterimia dimana bakteri yang masuk ke pulpa merah limpa akan difagosit oleh makrofag. Splenitis terlihat dari membesarnya ukuran limpa atau splenomegali sebagai akibat dari kongesti akut limpa dan infiltrasi sel radang neutrofil. Berdasarkan hasil pemeriksaan PA, pada usus dan lambung singa terjadi infestasi cacing Acantocephala sp. dalam jumlah banyak. Acantocephala sp. merupakan kelompok parasit obligat yang memanfaatkan arthropoda sebagai inang perantara dan vertebrata sebagai inang definitif. Cacing ini memiliki probosis yang bertanduk yang berfungsi untuk mengaitkan diri pada usus inang vertebrata. Morfologi cacing ini berbentuk silindris dan tidak bersegmen (Near 2002). Singleton et al. (1993) melaporkan kejadian infestasi berat cacing Acantocephala sp. pada tupai. Hasil pemeriksaan mikroskopik saluran digesti tupai menunjukkan enteritis yang dicirikan oleh infiltrasi limfosit, makrofag, sel plasma, dan eosinofil pada mukosa dan submukosa usus. Area perlekatan cacing tersebut pada dinding usus halus ditandai dengan atrofi sel epitel dan infiltrasi eosinofil, neutrofil, dan sel plasma. Pemeriksaan histopatologi usus singa menunjukkan epitel penutup vili yang mengalami desquamasi dan vili-vili yang tampak memendek. Pada bagian mukosa usus ditemukan potongan badan cacing (Gambar 8). Keberadaan cacing Acantocephala sp. pada usus singa selain mengakibatkan desquamasi epitel penutup juga menyebabkan peradangan mukosa yang terlihat dari adanya infiltrasi sel radang. Sel-sel radang yang teridentifikasi pada mukosa usus adalah sel

7 21 plasma, makrofag, limfosit, neutrofil, dan eosinofil. Desquamasi epitel penutup dapat terjadi karena cacing Acantocephala sp berada pada lumen usus dan pada lapis inilah cacing melekatkan probosis bertanduknya. Selain itu, kripta usus pada lapis mukosa terlihat mengalami nekrosis, dan sebagian sel goblet aktif menghasilkan mukus. Hasil pemeriksaan PA menunjukkan usus singa ini mengalami enteritis dengan tipe eksudat mukopurulen yang ditunjukkan dengan eksudat yang bersifat kental dan keruh dengan warna kekuningan. Menurut Cheville (2006), eksudat purulen umumnya bercampur dengan fibrin dan mukus. Secara mikroskopik, eksudat purulen akan penuh dengan sel radang neutrofil. Hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan histopatologi usus singa yang banyak mengandung sel radang neutrofil. Eksudat purulen yang bercampur dengan mukus pada usus singa diakibatkan oleh rangsangan cacing. Pemeriksaan histopatologi jaringan hati singa menunjukkan hati mengalami hepatopati, yang ditunjukkan dengan hepatosit yang mengalami degenerasi lemak, degenerasi hidropis, dan ditemukan nekrosis multifokus dengan pola nekrosis sentrolobular (Gambar 10, 11). Sinusoid hati tampak meluas dan dipenuhi endapan protein yang berwarna merah dengan pewarnaan HE (Gambar 10). Selain itu ditemukan pula fokus-fokus nekrosis dengan hepatosit yang sudah lisis serta banyaknya eritosit memenuhi sinusoid yang menandakan hati mengalami kongesti pasif (Gambar 11). Kongesti pada sinusoid mengakibatkan sel hepatosit tergencet sehingga atrofi, yang tampak sebagai bentuk hepatosit yang tidak beraturan. Degenerasi hidropis pada hepatosit ditandai dengan adanya kekeruhan pada sitoplasma, sedangkan degenerasi lemak ditandai dengan adanya vakuola yang kecil dan jernih. Pada kedua jenis degenerasi tersebut inti masih terlihat baik. Degenerasi lemak hati terjadi akibat kondisi hipoksemia sehingga sel kekurangan oksigen. Proses degenerasi lemak terjadi akibat terhambatnya kerja enzim pada retikulum endoplasmik yang berfungsi sebagai katalisator oksidasi asam lemak sehingga mendukung sintesis dan akumulasi trigliserida. Pada hipoksemia hati, daerah yang lebih dulu terpengaruh dan mengalami degenerasi lemak adalah zona sentrolobular yaitu zona yang terdekat dengan vena sentralis (Cheville 2006). Degenerasi hidropis hepatosit dapat disebabkan oleh hipoksia, berbagai toksin, tumor, dan akumulasi pigmen empedu.

8 22 b a Gambar 8 Enteritis mukopurulenta pada usus singa yang didominasi desquamasi sel epitel penutup (a) dan ditemukan potongan badan cacing pada mukosa usus (b). Pewarnaan HE, bar 200 µm. a c e b d Gambar 9 Enteritis mukopurulenta pada usus singa dengan sel radang eosinofil (a), neutrofil (b), limfosit (c), makrofag (d), dan sel plasma (e). Pewarnaan HE, bar 10 µm.

9 23 Sel hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis tampak membesar dengan sitoplasma yang bervakuola dan inti sel yang terdorong ke tepi (Jubb et al a). Mekanisme terjadinya degenerasi hidropis umumnya melibatkan kerusakan pada membran sel, kegagalan sel untuk menghasilkan energi, atau gangguan enzim yang mengatur pompa ion natrium-kalium pada membran sel. Hipoksia pada sel mengakibatkan berkurangnya produksi energi atau ATP sehingga homeostatis sel terganggu. Pada keadaan ini, natrium dan air masuk ke dalam sel akibat kerusakan pompa ion pada membran sel dan menyebabkan tekanan osmotik meningkat sehingga sel membesar. Cisternae dari retikulum endoplasmik menjadi membesar, ruptur, kemudian membentuk vakuola-vakuola yang akhirnya sel mengalami degenerasi hidropis (McGavin dan Zachary 2001). Nekrosis hepatosit dicirikan oleh sitoplasma hepatosit yang berwarna lebih gelap dan inti sel yang piknosis hingga lisis. Menurut McGavin dan Zachary (2001), nekrosis hepatosit dikarakteristikkan dengan sitoplasma yang membesar, organel sel hancur dan robeknya membran plasma. Nekrosis pada sel hepatosit biasanya diikuti dengan reaksi fibrosis jika peradangan bersifat kronis. Respon hati lainnya terhadap peradangan adalah regenerasi dan hiperplasia buluh empedu. Nekrosis hepatosit yang terjadi pada jaringan hati singa ini membentuk nekrosis pola sentrolobular. Menurut Jubb et al. (1992 a), degenerasi maupun nekrosa hati dapat membentuk pola nekrosis periasinar atau sentrolobular, midzonal, periportal, parasentral, maupun nekrosa yang difus. Pada pola nekrosis sentrolobular, sebagian besar nekrosis terjadi pada hepatosit yang berada di zona sentrolobular yaitu zona yang mengelilingi vena sentralis. Zona sentrolobular merupakan daerah yang terjauh dari arteri maupun vena portal, sehingga merupakan zona terakhir yang mendapatkan oksigen dan nutrisi sehingga hepatosit rentan terhadap hipoksia. Nekrosis sentrolobular umumnya disebabkan oleh gangguan jantung yang menyebabkan kongesti pasif. Kongesti terlihat dari adanya akumulasi eritrosit baik pada vena sentralis, venula maupun sinusoid. Kongesti pasif yang berlangsung lama menyebabkan hepatosit mengalami degenerasi lemak dan sinusoid meluas berisi eritrosit yang dikenal dengan hati biji pala (Carlton dan McGavin 1995).

10 24 Gambar 10 Jaringan hati singa yang mengalami kongesti pasif menyebabkan hepatosit atrofi dengan pola sentrolobular serta adanya endapan protein di sinusoid. Pewarnaan HE, bar 100 µm. c b a Gambar 11 Kongesti pasif pada jaringan hati singa menyebabkan hepatosit mengalami degenerasi hidropis (a), nekrosis (b) bahkan lisis (c). Tampak sinusoid melebar penuh dengan eritrosit. Pewarnaan HE, bar 50 µm.

11 25 Hasil pemeriksaan histopatologi ginjal singa menunjukkan adanya perubahan baik pada parenkim maupun interstitium. Glomerulus ditemukan mengalami edema yang ditandai oleh adanya endapan protein di glomerular tuft hingga ke ruang Bowman (Gambar 12). Selain itu ditemukan pula beberapa glomerulus yang mengalami nekrotik, yang terlihat dari inti kapiler yang piknotis. Di banyak lapang pandang ditemukan tubulus yang mengalami degenerasi hidropis dan nekrosis. Nekrosis tubulus ditunjukkan dengan epitel sitoplasma yang berwarna eosinofilik dan inti yang piknosis. Pada tubulus yang mengalami nekrosis, terlihat epitel tubulus terlepas dari membran basalnya (Gambar 13). Degenerasi hidropis pada epitel tubulus ginjal merupakan bentuk lanjut dari pembengkakan sel secara akut akibat cairan yang masuk ke dalam sitoplasma (Cheville 2006). Perubahan lain pada tubulus singa adalah adanya endapan protein di lumennya, namun hanya ditemukan pada beberapa tubulus saja (Gambar 12). Endapan protein menunjukkan adanya gangguan reabsorpsi protein oleh tubulus. Kerusakan epitel tubulus dapat berasal dari infeksi yang terbawa sirkulasi darah, infeksi ascending, toksin, dan iskemia (McGavin dan Zachary 2001). Perubahan pada intersitium ginjal berupa pendarahan, kongesti, edema dan pembentukan jaringan ikat atau fibrosis yang ditemukan sepanjang korteks dan medulla (Gambar 13). Kongesti dan hemoragi ditemukan hampir di seluruh kapiler ginjal, sedangkan edema ditemukan di sekitar tubulus distalis yang nekrosis. Hemoragi merupakan lesio yang bersifat akut yang umum terjadi, selain edema dan peradangan. Selain itu ditemukan multifokus fibrosis di sekitar tubulus distalis (Gambar 13) serta di bagian medula ginjal. Hasil pemeriksaan ginjal juga memperlihatkan adanya infiltrasi sel radang antara lain limfosit, makrofag, dan sel plasma. Hal ini mengindikasikan ginjal singa mengalami peradangan kronis. Namun adanya pendarahan pada radang kronis ginjal menandakan telah terjadi peradangan akut pada ginjal tersebut. Dengan demikian ginjal singa didiagnosa mengalami nefritis interstitialis kronis aktif, karena selain ditemukan fibrosis ditemukan juga pendarahan di interstitiumnya. Menurut McGavin dan Zachary (2001), nefritis interstitial kronis ditandai dengan meningkatnya jaringan ikat pada interstitium ginjal serta menghilangnya

12 26 tubulus ginjal akibat atrofi. Nefritis interstitial kronis sering dijumpai pada hewan domestik seperti anjing dan kucing sebagai proses penuaan. Saat nefritis interstitial kronis sudah berlangsung parah, lesio ini dapat dimanifestasikan secara klinis sebagai kegagalan ginjal kronis atau uremia. Adanya sindrom uremia pada singa diketahui dengan terbentuknya gastritis ulceratif et hemoragika pada lambung yang teramati pada pemeriksaan PA. Menurut Stone et al. (1988), pada pemeriksaan biopsi ginjal 27 ekor anjing yang menderita pyometra menunjukkan prevalensi tinggi terjadinya nefritis tubulointerstitialis dengan lesio pada glomerulus yang tidak spesifik. Hal ini menguatkan diagnosa nefritis tubulointerstitialis yang dialami singa ini dapat disebabkan oleh pyometra. Hasil pemeriksaan histopatologi endometrium uterus singa menunjukkan kelenjar uterus yang berdilatasi dan sebagian kelenjar membentuk sistik yang berisi eksudat. Epitel kelenjar yang membentuk sistik mengalami hiperplasia sehingga terlihat sel epitel yang saling menumpuk (Gambar 14). Pada pemeriksaan PA ditemukan eksudat purulen di lumen uterus. Eksudat ini berasal dari sekresi kelenjar yang membentuk sistik, kemudian sistik tersebut pecah dan eksudatnya menggenangi lumen uterus. Hiperplasia sistik endometrial yang ditemukan pada uterus singa ini serupa dengan bentuk hiperplasia sistik yang pernah dilaporkan pada kasus pyometra, baik pada individu singa lain maupun pada spesies mamalia lain. Migliorisi et al. (2010) melaporkan kasus hiperplasia sistik endometrial pada seekor singa Afrika berusia 13 tahun. Sistik endometrial yang dilaporkan oleh Agnew et al. (2004) pada spesies gajah juga menunjukkan bentuk yang serupa yaitu kelenjar yang mengalami sistik dikelilingi epitel yang berlapis. Tipe epitel pada kelenjar adalah epitel kuboid sampai epitel silindris rendah. Perubahan patologi pada kasus pyometra dugong juga ditemukan pembesaran uterus dengan eksudat berwarna coklat kehijauan. Mukosa uterus menunjukkan bercak hemoragi dengan pus yang menutupi mukosa (Chansue et al. 2006).

13 27 a c b d Gambar 12 Ginjal singa mengalami nefritis tubulointerstitialis, yang dicirikan oleh edema glomerulus (a), serta degenerasi (b), nekrosis (c) dan adanya endapan protein di lumen tubulus (d). Pewarnaan HE, bar 50 µm. Gambar 13 Nefritis tubulointerstitialis kronis yang dicirikan dengan adanya fibrosis, pendarahan dan edema (panah), serta tubulus distalis nekrosis yang dicirikan oleh inti piknotis serta epitel yang terlepas dari membran basal. Pewarnaan HE, bar 50 µm.

14 28 Lesio lain yang teramati pada endometrium uterus selain pendarahan adalah ditemukannya sel radang limfosit, makrofag, sel plasma, dan neutrofil. Sel radang ini juga ditemukan pada bagian perimetrium dan miometrium. Adanya infiltrasi sel radang dan pendarahan menunjukkan peradangan pada uterus yang bersifat kronik aktif. Keberadaan sel radang neutrofil menandakan adanya infeksi bakteri pada uterus. Beberapa bagian dari miometrium mengalami nekrosa dengan inti sel yang piknosis. Pada daerah yang nekrosa, telah terjadi proliferasi jaringan ikat yang mengisi di antara serabut otot miometrium (Gambar 15). Miometrium juga mengalami hemoragi dan kongesti. Adanya bagian miometrium yang mengalami nekrosis menyebabkan uterus mudah ruptur. Hasil pemeriksaan histopatologi dinding uterus berupa penyimpangan struktur mukosa dengan adanya hiperplasia kelenjar dan proliferasi jaringan ikat. Makrofag, limfosit, dan sel plasma ditemukan di sekitar proliferasi jaringan ikat, sedangkan neutrofil ditemukan seiring dengan kongesti vena uterus. Adanya akumulasi eksudat bercampur darah pada lumen uterus dan terbentuknya hiperplasia sistik endometrial menandakan singa mengalami pyometra. Hasil pemeriksaan histopatologi sampel organ singa secara keseluruhan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Perubahan Histopatologi Organ Singa Sistem Organ Organ Perubahan Respirasi Paru-paru Emfisema pulmonum, edema pulmonum, anthracosis Sirkulasi Jantung Kardiomiopati Limforetikuler Limpa Peradangan Digesti Usus Enteritis mukopurulenta Hati Hepatopati, kongesti pasif Reproduksi Uterus Pyometra Urinaria Ginjal Nefritis tubulointerstitial kronik aktif

15 29 Gambar 14 Pyometra pada singa dicirikan oleh akumulasi eksudat pada hiperplasia sistik endometrial. Pewarnaan HE, bar 200 µm. (Gambar inset: Hiperplasia epitel kelenjar uterus, bar 25 µm). a b Gambar 15 Pyometra pada singa dicirikan oleh nekrosa miometrium (a) dengan proliferasi jaringan ikat dan infiltrasi sel-sel radang (b). Pewarnaan HE, bar 100 µm.

16 30 Ovulasi pada singa diinduksi oleh rangsangan kopulasi selama masa estrus, namun terkadang dapat terjadi secara spontan. Oleh karena itu, ovulasi pada singa bukanlah ovulasi spontan melainkan ovulasi refleks seperti halnya pada kucing domestik (Schramm et al. 1994). Pada hewan dengan tipe ovulasi yang diinduksi oleh kopulasi, kebuntingan palsu (pseudopregnancy) dapat terjadi saat sel telur tidak berhasil difertilisasi atau terjadi kopulasi steril. Saat kebuntingan palsu terjadi, corpus luteum berkembang dan persisten sehingga fase progestasional atau fase luteal dalam masa estrus berlanjut walaupun tidak terjadi fertilisasi (Paape et al. 1975). Selama fase ini, kadar progesteron yang diproduksi meningkat dan endometrium menunjukkan perubahan praimplantasi yang sama seperti saat terjadi kebuntingan yang sesungguhnnya (Verhage et al. 1976). Progesteron mempengaruhi endometrium dengan meningkatkan ukuran dan jumlah kelenjar endometrium serta meningkatan sekresinya. Akibatnya kelenjar endometrium berdilatasi dan mengalami hiperplasia epitel. Sekresi kelenjar yang berlebihan mengakibatkan terbentuknya kista sehingga menjadi hiperplasia sistik endometrial (Feldman dan Nelson 2004). Perubahan uterus berupa hiperplasia sistik endometrial merupakan salah satu predisposisi timbulnya infeksi sekunder pada uterus yang mengarah pada pyometra. Berbagai rute infeksi pada uterus telah dilaporkan yaitu secara hematogenik, limfogenik, dan rute ascenden. Pernah dilaporkan juga bahwa peradangan pada vesika urinaria berkorelasi dengan timbulnya pyometra (Fransson 2003). Disamping itu progesteron juga memiliki aktivitas sebagai imunosupresan dengan menghambat proliferasi sel limfosit dan sel T-killer, sehingga mendukung pertumbuhan bakteri di uterus. Setelah terjadi hiperplasia sistik endometrial yang disertai dengan adanya infeksi sekunder, maka uterus mengalami peradangan berupa endometritis purulenta kronis dengan akumulasi pus di lumen uterus yang disebut pyometra (Fransson 2003). Keberadaan sel radang di uterus singa pada kasus ini menunjukkan adanya peradangan uterus atau endometritis, dan sel radang neutrofil yang ditemukan mengkonfirmasi peradangan disebabkan oleh adanya infeksi bakteri. Gejala klinis pyometra tidak terbatas hanya pada saluran reproduksi saja. Gejala klinis yang paling sering dilaporkan termasuk anoreksia, lethargi,

17 31 polidipsia, poliurinaria, dan keluarnya nanah dari vagina. Umumnya, bakteri yang menginfeksi uterus pada pyometra adalah Escherichia coli namun pernah juga diisolasi bakteri lain seperti Klebsiella, Streptococci, Staphylococci, dan Pseudomonas. E. coli dan bakteri gram negatif lainnya menghasilkan endotoksin atau lipopolisakarida. Lipopolisakarida merupakan komponen dinding sel bakteri yang dapat dilepas saat bakteri tumbuh maupun saat bakteri mati (Fransson dan Ragle 2003). Bakteri di uterus ataupun toksin yang dihasilkannya dapat masuk ke pembuluh darah dan ikut bersikulasi ke seluruh tubuh. Interaksi sistemik antara mikroorganisme dan produknya (toksin) dengan sel inang menghasilkan sindrom klinis yang disebut dengan sepsis. Terlepas dari kausa yang spesifik, sepsis mengakibatkan beberapa gangguan sistemik termasuk gangguan homeostatis, suhu tubuh abnormal, hipoksia pada sel-sel, koagulasi intravaskular atau disseminated intravascular coagulation (DIC), kegagalan fungsi berbagai organ, dan kematian (McGavin dan Zachary 2001). Berbagai kerusakan organ singa pada kasus ini disebabkan oleh sepsis yang ditimbulkan oleh bakteri yang mengakibatkan pyometra. Diagnosa sepsis diindikasikan oleh adanya hemoragi pada hampir seluruh organ yang diperiksa secara histopatologi yaitu paru-paru, hati, ginjal, limpa dan uterus. Hemoragi dapat terjadi karena ketidaknormalan fungsi atau keutuhan dari satu atau lebih faktor yang mempengaruhi homeostatis yaitu endotel, pembuluh darah, trombosit, dan faktor koagulasi. Gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan hemoragi dapat terjadi akibat trauma, endotoksemia dan bakterimia. Penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) dan gangguan fungsi trombosit juga menyebabkan hemoragi. Selain itu, hemoragi juga dapat disebabkan oleh DIC yang merupakan hasil dari pembekuan darah secara luas pada arteri dan kapiler. DIC dapat diinisiasi akibat kerusakan endotel sehingga terjadi peningkatan dalam penggunaan trombosit. Penyakit-penyakit yang disertai dengan DIC antara lain endotoksemia, infeksi virus hepatitis pada anjing, dirofilariasis, dan penyakit neoplastik tertentu seperti hemangiosarkoma atau leukimia (McGavin dan Zachary 2001). Lesio DIC pada berbagai organ singa terlihat dari adanya trombus yang berupa plasma darah dan fibrin pada kapiler-kapiler maupun pembuluh darah lain.

18 32 Salah satu organ yang rentan terhadap sepsis adalah jantung. Menurut Merx dan Weber (2007), sepsis menyebabkan disfungsi pada miokard dengan mekanisme penurunan kontraktilitas dan terganggunya penyesuaian miokard. Disfungsi miokard terjadi akibat beberapa faktor seperti iskemia secara luas dan beredarnya substansi kimia dalam darah yang masuk ke jantung seperti toksin. Kerusakan pada miokard dapat mengarah kepada gagal jantung kongestif. Kardiomiopati pada jantung singa kasus ini menyebabkan kegagalan jantung baik pada jantung kanan maupun kiri. Gagal jantung dapat terjadi akibat penyakit pada jantung (akibat kongenital, kerusakan pada miokard atau vaskular) ataupun akibat beban kerja yang berlebihan karena adanya penyakit pada paru-paru, ginjal, dan vaskular. Kelainan paru-paru seperti emfisema pada kasus ini menyebabkan darah balik dari paru-paru yang masuk ke jantung menjadi sedikit. Hal ini mengakibatkan penurunan daya kontraksi jantung yang selanjutnya menyebabkan berkurangnya aliran darah ke berbagai organ melalui arteri dan tertahannya darah yang seharusnya kembali ke jantung melalui vena sehingga terjadi kongesti. Kongesti pada berbagai organ seperti paru-paru, hati, ginjal yang disebabkan oleh kegagalan jantung mengakibatkan iskemia pada sel-sel parenkim. Sel yang mengalami iskemia selanjutnya akan mengalami degenerasi hingga nekrosa. Kegagalan fungsi jantung, hemoragi, dan DIC menyebabkan hipoksia dan iskemia jaringan secara sistemik sehingga terjadi kegagalan organ umum. Organ yang sangat sensitif terhadap efek ini meliputi jantung, otak, ginjal, paru-paru, dan hati. Sel yang rusak akibat iskemia memproduksi energi secara anaerobik (glikolisis), mengakibatkan glikogen habis secara cepat, akumulasi asam laktat, dan kekurangan ATP. Tanpa ATP yang cukup, pompa ion pada membran sel gagal untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, integritas membran, dan sintesis protein. Masuknya natrium dan air ke dalam sel menyebabkan sel membengkak dan mengalami penurunan fungsi (McGavin dan Zachary 2001). Gagal jantung kiri mengakibatkan kongesti dan edema pulmonar, sedangkan gagal jantung kanan menyebabkan kongesti dan edema pada hati dan limpa (McGavin dan Zachary 2001). Menurut Jubb et al. (1992 b), gagal jantung kanan mengakibatkan hati membesar dan kongesti dengan perubahan mikroskopik

19 33 meliputi dilatasi sinusoid dan atrofi atau degenerasi hingga nekrosa jaringan parenkim hati di sekitar vena sentralis. Perubahan ini sesuai dengan hasil pemeriksaan histopatologi hati singa sehingga menguatkan diagnosa terjadinya gagal jantung pada singa. Kematian singa pada kasus ini disebabkan oleh kegagalan jantung akibat adanya kerusakan pada miokard berupa nekrosa miokard atau kardiomiopati. Sepsis dan gagal jantung menyebabkan kegagalan berbagai organ parenkim seperti paru-paru, hati, dan ginjal yang terlihat dengan adanya kongesti, edema, dan nekrosa sel-sel parenkim. Kerusakan pada berbagai organ ini menyebabkan peningkatan beban kerja jantung untuk menyalurkan darah. Kompensasi dari kelebihan kerja pada jantung terlihat dari jantung yang mengalami dilatasi dan hipertrofi.

STUDI KASUS: KAJIAN HISTOPATOLOGI PADA SEEKOR SINGA AFRIKA (Panthera leo) YANG MENDERITA PYOMETRA AULIYA INDIARTI ZEN

STUDI KASUS: KAJIAN HISTOPATOLOGI PADA SEEKOR SINGA AFRIKA (Panthera leo) YANG MENDERITA PYOMETRA AULIYA INDIARTI ZEN STUDI KASUS: KAJIAN HISTOPATOLOGI PADA SEEKOR SINGA AFRIKA (Panthera leo) YANG MENDERITA PYOMETRA AULIYA INDIARTI ZEN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pemeriksaan Patologi-Anatomi Hasil pemeriksaan keadaan umum biawak ditemukan ektoparasit Aponomma sp. di sekujur tubuhnya. Hewan terlihat anemis dan ditemukan hematemesis,

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Pemeriksaan Patologi Anatomi Anamnesa hewan yang diamati pada studi kasus ini yakni singa mengalami gangren kronis pada kaki belakang sebelah kanan. Menurut Vegad

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Pewarnaan Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, I, alkohol absolut III, II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 2 menit. Selanjutnya seluruh preparat organ

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian Penimbangan berat badan menunjukkan bahwa pada awal penelitian berat badan tikus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerusakan Hati Ikan Mas Hati merupakan salah satu organ yang paling banyak mengalami kerusakan. Menurut Carlton (1995) dalam Permana (2009) ada dua alasan yang menyebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Hewan Coba

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Hewan Coba 6 dengan etanol absolut selama 2 menit, kemudian dengan etanol 95% dan 80% masing-masing selama 1 menit, dan dicuci dengan air mengalir. Kemudian preparat direndam dalam pewarnaan Mayer s Haemotoxylin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Subjek penelitian ini adalah anak yang diperoleh dari induk tikus Rattus norvegicus galur Sprague-dawley yang telah diinduksi hipoksia iskemik pada usia kehamilan 7

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil. Jumlah Penurunan Glomerulus Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus musculus L.) setelah diberi perlakuan pajanan medan listrik tegangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Evaluasi dataperforman Ayam Dari hasil penelitian didapatkan rataan bobot badan ayam pada masing-masing kelompok perlakuan, data tersebut dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil seleksi kasus terpilih sebanyak tiga ekor kucing yang didiagnosa secara PA sebagai penderita FIP, yakni kasus pertama (P/11/09) kucing mix, kasus kedua (P/36/09) Kucing Persia

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi subjek penelitian Subjek dalam penelitian ini berjumlah 60 ekor mencit strain DDY yang terdiri dari 30 mencit jantan dan 30 mencit betina.

Lebih terperinci

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung 16 HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung memiliki kelainan hematologi pada tingkat ringan berupa anemia, neutrofilia, eosinofilia,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan terhadap gejala klinis pada semua kelompok perlakuan, baik pada kelompok kontrol (P0) maupun pada kelompok perlakuan I, II dan III dari hari pertama sampai pada

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Mikroanatomi Hati Ikan Tagih Hasil penelitian pengaruh subletal merkuri klorida (HgCl 2 ) menggunakan konsentrasi 0,02 ppm; 0,04 ppm; dan 0,08 ppm; selama 28 hari

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas Virus H 5 N yang sangat patogen atau yang lebih dikenal dengan virus flu burung, menyebabkan penyebaran penyakit secara cepat di antara unggas serta dapat menular

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria Hasil pengamatan terhadap jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria vili usus yang diperoleh dari setiap kelompok percobaan telah dihitung

Lebih terperinci

Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis. Oleh Rosiana Putri, , Kelas A. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis. Oleh Rosiana Putri, , Kelas A. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis Oleh Rosiana Putri, 0806334413, Kelas A Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi

Lebih terperinci

Pengamatan Histopatologi Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Kondisi Fisik Hewan Coba

Pengamatan Histopatologi Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Kondisi Fisik Hewan Coba larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat. Hasilnya diberi permount mounting medium dan ditutup dengan kaca penutup (Hastuti 2008). Pengamatan Histopatologi Pengamatan histopatologi dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latihan fisik merupakan pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot dengan terencana dan berulang yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi dengan tujuan untuk memperbaiki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Singa Afrika

TINJAUAN PUSTAKA Singa Afrika 3 TINJAUAN PUSTAKA Singa Afrika Singa (Panthera leo) termasuk dalam keluarga Felidae yaitu keluarga kucing-kucingan. Keluarga ini dapat dibedakan dari keluarga Canidae dengan karakteristik berupa moncong

Lebih terperinci

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt ARTERI Membawa darah bersih (oksigen) kecuali arteri pulmonalis Mempunyai dinding yang tebal Mempunyai jaringan yang elastis Katup hanya

Lebih terperinci

- - SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA - - dlp5darah

- - SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA - - dlp5darah - - SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA - - Modul ini singkron dengan Aplikasi Android, Download melalui Play Store di HP Kamu, ketik di pencarian dlp5darah Jika Kamu kesulitan, Tanyakan ke tentor bagaimana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing 4 TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing Kelenjar mamaria atau ambing pada sapi letaknya di daerah inguinal yang terdiri dari empat perempatan kuartir. Setiap kuartir memiliki satu puting, keempat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian mengenai penyakit Feline Infectious Peritonitis (FIP) ini merupakan studi terhadap kasus yang terjadi pada tiga ekor kucing yang dinekropsi di Laboratorium Patologi FKH

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer berupa gambaran histologi ginjal dan kadar kreatinin hewan coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Perubahan histopatologi trakea Parameter yang diperiksa pada organ trakea adalah keutuhan silia, keutuhan epitel, jumlah sel goblet, dan sel radang. Pada lapisan mukosa, tampak

Lebih terperinci

Jaringan Tubuh. 1. Jaringan Epitel. 2. Jaringan Otot. 3. Jaringan ikat/penghubung. 4. Jaringan Saraf

Jaringan Tubuh. 1. Jaringan Epitel. 2. Jaringan Otot. 3. Jaringan ikat/penghubung. 4. Jaringan Saraf Jaringan Tubuh 1. Jaringan Epitel 2. Jaringan Otot 3. Jaringan ikat/penghubung 4. Jaringan Saraf Jaringan Epitel Tersusun atas lapisan-lapisan sel yang menutup permukaan saluran pencernaan, saluran pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Pendahuluan Pengembalian Virulensi E. ictaluri

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Pendahuluan Pengembalian Virulensi E. ictaluri HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Pendahuluan Pengembalian Virulensi E. ictaluri Hasil uji biokimia (gula-gula) E. ictaluri menghasilkan enzim katalase, memfermentasi glukosa, tidak memfermentasi laktosa, tidak

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Preparat Histopatologi Organ yang sudah difiksasi kemudian dipotong dengan ketebalan kurang lebih 5 mm dan potongan tersebut dimasukkan ke dalam kaset jaringan dan diberi label kode sampel. Potongan

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit inflamasi saluran pencernaan dapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan

Lebih terperinci

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya SISTEM SIRKULASI Kompetensi Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya Suatu sistem yang memungkinkan pengangkutan berbagai bahan dari satu tempat ke tempat lain di dalam tubuh organisme Sistem

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hematologi Hasil pemeriksaan hematologi disajikan dalam bentuk rataan±simpangan baku (Tabel 1). Hasil pemeriksaan hematologi individual (Tabel 5) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLATIHAN SOAL BAB 11

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLATIHAN SOAL BAB 11 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLATIHAN SOAL BAB 11 1. Bagian sel yang berfungsi untuk mengatur seluruh kegiatan sel adalah http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/bio-7-11a.png

Lebih terperinci

SISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus

SISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus SISTEM LIMFOID Sistem limfoid mengumpulkan kelebihan cairan interstisial ke dalam kapiler limfe, mengangkut lemak yang diserap dari usus halus, dan berespons secara imunologis terhadap benda asing yang

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA

SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA Transportasi ialah proses pengedaran berbagai zat yang diperlukan ke seluruh tubuh dan pengambilan zat-zat yang tidak diperlukan untuk dikeluarkan dari tubuh. Alat transportasi

Lebih terperinci

PRINSIP BIOENERGETIKA PADA HEWAN

PRINSIP BIOENERGETIKA PADA HEWAN PRINSIP BIOENERGETIKA PADA HEWAN BAHAN MAKANAN (MOLEKUL ORGANIK) Lingkungan eksternal Hewan KONSUMSI MAKANAN PROSES PENCERNAAN PROSES PENYERAPAN PANAS energi yg hilang dalam feses MOLEKUL NUTRIEN (dalam

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL 1. Penyakit keturunan di mana penderitanya mengalami gangguan dalam pembekuan darah disebut... Leukopeni Leukositosis Anemia Hemofilia

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

STUDI KASUS: KAJIAN HISTOPATOLOGI PADA SEEKOR SINGA AFRIKA (Panthera leo) YANG MENDERITA PYOMETRA AULIYA INDIARTI ZEN

STUDI KASUS: KAJIAN HISTOPATOLOGI PADA SEEKOR SINGA AFRIKA (Panthera leo) YANG MENDERITA PYOMETRA AULIYA INDIARTI ZEN STUDI KASUS: KAJIAN HISTOPATOLOGI PADA SEEKOR SINGA AFRIKA (Panthera leo) YANG MENDERITA PYOMETRA AULIYA INDIARTI ZEN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Ditinjau dari sistematika ternak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Ditinjau dari sistematika ternak, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Ditinjau dari sistematika ternak,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum: Syifa Ramadhani (2013730182) 4. Jelaskan mekanisme dan etiologi terjadinya bengkak? Mekanisme terjadinya bengkak Secara umum, efek berlawanan antara tekanan hidrostatik (gaya yg mendorong cairan keluar

Lebih terperinci

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru O R G A N P E N Y U S U N S I S T E M E K S K R E S I K U L I T G I N J A L H A T I P A R U - P A R U kulit K ULIT K U L I T A D A L A H O R G A

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

LATIHAN PAT BIO KELAS XI IPA

LATIHAN PAT BIO KELAS XI IPA LATIHAN PAT BIO KELAS XI IPA A. Berilah tanda silang (X) huruf a, b, c, d, dan e pada jawaban yang tepat 1. Perhatikan gambar sistem pencernaan berikut ini! Pada organ yang ditunjuk huruf P terjadi pencernaan

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah dalam tubuh berfungsi untuk mensuplai oksigen ke seluruh jaringan tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi (sistem

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Pengamatan histopatologi limpa dilakukan untuk melihat lesio pada limpa. Dari preparat yang diamati, pada seluruh kelompok perlakuan baik kontrol (-) maupun

Lebih terperinci

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Arteri karotid merupakan bagian dari sistem sirkulasi darah yang terdapat pada ke dua sisi leher yaitu sisi kiri yang disebut arteri karotid kiri dan sisi kanan yang disebut

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

MENGENAL PYOMETRA PADA ANJING & KUCING

MENGENAL PYOMETRA PADA ANJING & KUCING MENGENAL PYOMETRA PADA ANJING & KUCING (25 Apr 2017) Mengenal Pyometra pada Anjing & Kucing Definisi Pyometra berasal dari kata pyo yang artinya nanah dan metra yang artinya uterus (rahim). Pyometra merupakan

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 1. Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... A. B. C. D. 1 2 3 4 E. Kunci Jawaban : D

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah atau menurunnya

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah atau menurunnya BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah atau menurunnya konsentrasi hemoglobin di bawah nilai normal sesuai usia dan jenis kelamin. 8,9 Sedangkan literatur

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hemostasis adalah proses yang mempertahankan integritas sistem peredaran darah setelah terjadi kerusakan vaskular. Dalam keadaan normal, dinding pembuluh darah yang

Lebih terperinci

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari

Lebih terperinci

... Tugas Milik kelompok 8...

... Tugas Milik kelompok 8... ... Tugas Milik kelompok 8... 6. Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Bedanya, pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Al-Qur an merupakan sumber pedoman hidup manusia dan tidak ada satu kitabpun yang melebihi kesempurnaannya. Seluruh aspek kehidupan baik di dunia maupun di akhirat

Lebih terperinci

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009 BAB IV Darah Darah berfungsi sebagai : 1. Alat transport O 2 dari paruparu diangkut keseluruh tubuh. CO 2 diangkut dari seluruh tubuh ke paruparu. Sari makanan diangkut dari jonjot usus ke seluruh jaringan

Lebih terperinci

5 Sistem. Peredaran Darah. Bab. Di dalam tubuh makhluk hidup terdapat suatu sistem yang berfungsi untuk mengedarkan makanan dan O 2

5 Sistem. Peredaran Darah. Bab. Di dalam tubuh makhluk hidup terdapat suatu sistem yang berfungsi untuk mengedarkan makanan dan O 2 Bab 5 Sistem Peredaran Darah Sumber: Encarta 2005 Arteri Vena Gambar 5.1 Sistem peredaran darah pada manusia Peta Konsep Di dalam tubuh makhluk hidup terdapat suatu sistem yang berfungsi untuk mengedarkan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB II FAAL KELAHIRAN

BAB II FAAL KELAHIRAN BAB II FAAL KELAHIRAN A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah Faal kelahiran ini meliputi kelahiran seperti terjadinya inisiasi partus, tahapan partus, adaptasi perinatal dan puerpurium. Pokok bahasan ini

Lebih terperinci

Sistem Peredaran Darah Manusia

Sistem Peredaran Darah Manusia Sistem Peredaran Darah Manusia Struktur Alat Peredaran Darah Pada Manusia Sistem peredaran darah pada manusia tersusun atas jantung sebagai pusat peredaran darah, pembuluh-pembuluh darah dan darah itu

Lebih terperinci

HISTOLOGI SISTEM LIMFATIS

HISTOLOGI SISTEM LIMFATIS Judul Mata Kuliah : Biomedik 1 (7 SKS) Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi Dasar : Menerapkan ilmu kedokteran dasar pada blok biomedik 1 Indikator : Mampu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. DARAH Darah adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga mensuplai jaringan tubuh dengan

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

PATOGENISITAS MIKROORGANISME PATOGENISITAS MIKROORGANISME PENDAHULUAN Pada dasarnya dari seluruh m.o yg terdapat di alam, hanya sebagian kecil saja yg patogen maupun potensial patogen. Patogen adalah organisme yg menyebabkan penyakit

Lebih terperinci

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( ) 1 INSUFISIENSI PERNAFASAN Ikbal Gentar Alam (131320090001) Pendahuluan 2 Diagnosa dan pengobatan dari penyakit penyakit respirasi tergantung pada prinsip dasar respirasi dan pertukaran gas. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

SISTEM DIGESTIVA (PENCERNAAN) FISIOLOGI PENCERNAAN

SISTEM DIGESTIVA (PENCERNAAN) FISIOLOGI PENCERNAAN SISTEM DIGESTIVA (PENCERNAAN) FISIOLOGI PENCERNAAN Secara sederhana, sistem pencernaan adalah portal untuk Secara sederhana, sistem pencernaan adalah portal untuk nutrisi untuk mendapatkan akses ke sistem

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dengan berat 1,2 1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa, menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen, dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai hasil alam yang berlimpah dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan. Salah satu dari hasil alam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. struktur parenkhim masih normal. Corpusculum renalis malpighi disusun oleh komponen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. struktur parenkhim masih normal. Corpusculum renalis malpighi disusun oleh komponen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan pada Parenkhim Ginjal 4.1.1 Perubahan pada Copusculum Malphigi Ginjal Gambaran kualitatif corpusculum malphigi ginjal pada kelompok tikus normal tanpa

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tingkat waktu kematian terhadap kemampuan pergerakan silia cavitas nasi hewan

BAB 6 PEMBAHASAN. tingkat waktu kematian terhadap kemampuan pergerakan silia cavitas nasi hewan 42 BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini mempunyai tujuan untuk melihat pengaruh perbedaan suhu dan tingkat waktu kematian terhadap kemampuan pergerakan silia cavitas nasi hewan coba post mortem. Penelitian

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan Ayam yang Diinfeksi C. jejuni Asal Kudus dan Demak Bobot badan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Bobot badan ayam yang diinfeksi

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA

SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA Organ Sistem Peredaran darah: darah, jantung, dan pembuluh. 1. Darah, tersusun atas: a. Sel-sel darah: 1) Sel darah merah (eritrosit) 2) Sel darah putih (leukosit) 3)

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum Anda pasti sudah sering mendengar istilah plasma dan serum, ketika sedang melakukan tes darah. Kedua cairan mungkin tampak membingungkan, karena mereka sangat mirip dan memiliki penampilan yang sama, yaitu,

Lebih terperinci

CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN. Mofit Eko Poerwanto

CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN. Mofit Eko Poerwanto CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN Mofit Eko Poerwanto mofit.eko@upnyk.ac.id Pertahanan tumbuhan Komponen pertahanan: 1. Sifat-sifat struktural yang berfungsi sebagai penghalang fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil

Lebih terperinci

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PADA FOTO THORAX STANDAR USIA DI BAWAH 60 TAHUN DAN DI ATAS 60 TAHUN PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatihan soal 12.5

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatihan soal 12.5 1. Eritrosit adalah... SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatihan soal 12.5 Sel darah merah Sel darah putih Keping darah Protein Jawaban a Sudah jelas 2. Golongan

Lebih terperinci

TENTIR PRAKTIKUM PATOLOGI ANATOMI MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH Dosen Pengajar : dr. Sari Eka Pratiwi

TENTIR PRAKTIKUM PATOLOGI ANATOMI MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH Dosen Pengajar : dr. Sari Eka Pratiwi TENTIR PRAKTIKUM PATOLOGI ANATOMI MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH 2016 Dosen Pengajar : dr. Sari Eka Pratiwi PATOLOGI ANATOMI Irna Aprillia Andini Puji Lestari Erni Agil Wahyu Pangestuputra Maghfira Aufa

Lebih terperinci

Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri

Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri Kompetensi Dasar : Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri Indikator : 1. Menyebutkan organ-organ penyusun sistem ekskresi pada manusia.

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI 15 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI Pengeluaran zat di dalam tubuh berlangsung melalui defekasi yaitu pengeluaran sisa pencernaan berupa feses. Ekskresi

Lebih terperinci