BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Umum Forklift Elektrik Nichiyu FB20-75C Forklift elektrik Nichiyu FB20-75C adalah salah satu produk dari Mitsubishi Nichiyu Forklift CO., LTD. Forklift ini merupakan forklift tipe counter balance yang memiliki daya angkut 2000 Kilogram, dengan tenaga baterai sebagai penggerak utama. Keunggulan forklift elektrik ini sangat ramah lingkungan dibandingkan dengan forklift diesel karena tidak mengeluarkan emisi gas buang maupun emisi suara, sehingga sangat cocok digunakan didalam ruangan terutama dalam industri makanan dan obat obatan. Gambar 2.1 Forklift Nichiyu FB20-75C (sumber : workshop manual Nichiyu FB-75) 7

2 Tabel 2.1 Data spesifikasi forklift elektrik Nichiyu FB-75 (sumber : workshop manual Nichiyu FB-75) 2.2. Prinsip Kerja Forklfit Elektrik Nichiyu FB20-75C Pada dasarnya prinsip kerja dari forklift elektrik adalah merubah tenaga elektrik menjadi tenaga mekanis. Tenaga elektrik diperoleh dari baterai yang ada pada forklift yang kemudian dialirkan menuju motor untuk menggerakan roda dan hydraulic pump melalui kontrol elektronik dengan memanfaatkan beberapa sensor dan potentiometer agar motor bekerja sesuai dengan kebutuhan. Dalam forklift elektrik terdapat 3 motor yang memiliki fungsi berbeda, yaitu untuk sistem traction, hydraulic, serta steering. Pada unit forklift elektrik yang lama, 8

3 ketiga motor yang digunakan adalah motor dengan arus searah (DC). Sedangkan pada unit forklift elektrik Nichiyu FB20 75C sudah menggunakan motor arus bolak-balik (AC) untuk sistem hydraulic dan sistem traction, sedangkan untuk sistem steering tetap menggunakan motor arus searah (DC). Sistem kerja forklift elektrik Nichiyu FB20-75C dibagi menjadi 3 sistem kerja yaitu : Sistem Traction Baterai Safety sensor Control unit Direction lever Accelerator Field effect transistor Bearing sensor Traction motor Front axle Wheel Gambar 2.2 Prinsip Kerja Sistem Traction Sistem traction baru bekerja ketika sensor keamanan (safety sensor) sudah memberikan sinyal bahwa kendaraan aman untuk bekerja. Control 9

4 unit menerima input dari directional valve yang menentukan kearah mana kendaraan harus berjalan. sinyal dari potentiometer yang terdapat pada accelerator menentukan besar kecilnya tegangan yang harus dialirkan control unit menuju motor melalui field effect transistor, sehingga unit dapat berjalan dengan kecepatan yang dibutuhkan. Ketika motor mulai bergerak, bearing sensor akan memberikan sinyal balik menuju control unit sehingga control unit dapat mengetahui kerja dari motor sudah selaras dengan input yang diterima control unit dari accelerator. Putaran motor itulah yang kemudian diteruskan oleh front axle untuk menjalankan roda bagian depan forklift Sistem Hydraulic Baterai Safety sensor Hydraulic lever Control unit Field effect transistor Hydraulic tank Hydraulic motor Hydraulic pump Cylinder Control valve Gambar 2.3 Prinsip Kerja Sistem Hydraulic 10

5 Sistem hydraulic akan bekerja ketika safety sensor telah mengirimkan sinyal menuju control unit bahwa sistem hydraulic telah aman untuk dioperasikan. Ketika hydraulic lever ditekan maka control unit akan mengalirkan arus listrik menuju motor hydraulic melalui field effect transistor sehingga motor akan berputar. Putaran motor tersebut akan menggerakan hydraulic pump sehingga oli dari hydraulic tank akan mengalir menuju control valve dan diteruskan menuju cylinder hydraulic Sistem Steering Baterai Potentiometer steering wheel Control unit Steering motor Rear axle Gambar 2.4 Prinsip Kerja Sistem Steering Sistem steering berfungsi ketika steering wheel diputar. Potentiometer yang terdapat pada steering wheel akan mengirimkan sinyal menuju control unit sehingga control unit bisa menggerakan motor steering. Putaran motor steering itulah yang digunakan untuk membelokkan roda bagian belakang forklift melalui actuator linkage. 11

6 2.3. Komponen Utama Forklif Elektrik Nichiyu FB20-75C Forklift elektrik Nichiyu FB20-75C terdiri dari beberapa komponen utama yaitu antara lain : Baterai Gambar 2.5 Baterai (Sumber : dokumen pribadi) Baterai berfungsi sebagai sumber tenaga listrik yang dibutuhkan dalam pengoperasian forklift elektrik. Baterai yang digunakan merupakan baterai standard yang menggunakan cairan elektrolit atau sering disebut sebagai baterai basah. Baterai ini terdiri dari 24 cell baterai yang tiap-tiap cell memiliki tegangan sebesar 2 volt sehingga tegangan total yang dimiliki oleh baterai adalah sebesar 48 volt. Sedangkan kapasitas dari baterai ini mencapai 480 ah/5hours. 12

7 2.3.2 Charger Gambar 2.6 Charger baterai (Sumber : dokumen pribadi) Charger merupakan komponen yang terpisah dari forklift elektrik tapi memiliki fungsi yang sangat penting bagi operasional forklift elektrik. Charger berfungsi untuk melakukan pengisian baterai yang telah kosong setelah digunakan untuk beroperasi. Charger ini memiliki spesifikasi output pengisian sebesar 48Volt dan 100 Ampere. Input yang dibutuhkan oleh charger ini yaitu listrik AC 3 phasa dengan tegangan V atau listrik AC 1 phasa 220 volt. Charger ini sudah dilengkapi dengan kontrol otomatis yang akan menghentikan proses pengisian ketika baterai telah terisi penuh, sehingga sangat aman digunakan. 13

8 2.3.3 Control unit Gambar 2.7 Control unit (Sumber : dokumen pribadi) Control unit berfungsi sebagai pusat kendali dari operasional forklift elektrik. Control unit terdiri dari beberapa macam komponen yang memiliki fungsi berbeda-beda yaitu antar lain : Micro Processor Unit (MPU) Board Gambar 2.8 MPU Board (Sumber : dokumen pribadi) 14

9 MPU berfungsi sebagai pengatur sistem traction dan sistem hydraulic. Dalam MPU terdapat beberapa lampu LED sebagai indikator kerja MPU. Electronic Power Steering (EPS) Controller Gambar 2.9 EPS Controller (Sumber : dokumen pribadi) EPS berfungsi sebagai pengendali sistem steering. Dalam EPS terdapat 2 lampu LED sebagai indicator ketika baterai sudah terhubung dengan control unit. Selain sebagai pengendali sistem steering, EPS juga berfungsi sebagai pengendali utama ketika unit ingin dinyalakan. Field Effect Transistor (FET) Gambar 2.10 FET (Sumber : dokumen pribadi) 15

10 FET berfungsi sebagai pengubah arus listrik dari arus searah DC menjadi arus bolak-balik AC 3 phase. Selain itu FET juga berfungsi untuk mengatur besarnya arus yang mengalir menuju motor. Condensor Gambar 2.11 Condensor (Sumber : dokumen pribadi) Condensor atau capacitor adalah suatu komponen yang dapat menyimpan energi dalam medan listrik, dengan cara mengumpulkan ketidak seimbangan internal dari muatan listrik. Kondensator mempunyai satuan yang disebut Farad yang diambil dari nama penemunya yaitu Michael Faraday Condensor yang digunakan adalah dengan dua kaki dan dua kutub yaitu positif dan negatif serta memiliki cairan electrolit. Capacitor disini difungsikan sebagai penyimpan dan penyaring arus yang akan masuk ke FET sebelum dirubah menjadi arus AC 3 phase yang akan berfungsi untuk mengerakan motor listrik. 16

11 Current Sensor Gambar 2.12 Current Sensor (Sumber : dokumen pribadi) Pada unit forklift elektrik current sensor atau sensor arus di gunakan sebagai komponen yang mengukur besarnya arus yang mengalir ke motor-motor listrik. Informasi dari hasil pengukuran tersebut akan dikirim kembali menuju MPU board. Main Contactor Gambar 2.13 Main Contactor (Sumber : workshop manual Nichiyu FB-75) Main contactor berfungsi sebagai terminal penghubung antara baterai dengan control unit. 17

12 2.3.4 Control panel Gambar 2.14 Control Panel (Sumber : dokumen pribadi) Control Panel terdiri dari sebuah monitor display serta beberapa tombol yang digunakan untuk setting parameter. Pada monitor terdapat beberapa informasi mengenai kecepatan, jam kerja serta indikator baterai. Selain itu ketika terjadi satu masalah pada forklift maka error message akan muncul pada monitor Motor Ada tiga motor yang digunakan dalam forklift elektrik ini, yaitu antara lain : 1. Motor traction Motor yang digunakan dalam sistem traction yaitu motor AC 3 phasa dengan spesifikasi 10 Kw 32 Volt. Motor ini dilengkapi dengan bearing sensor yang berfungsi untuk mendeteksi putaran motor dan mengirimkan informasi tersebut kembali menuju MPU board. 18

13 2. Motor hydraulic Gambar 2.15 motor traction (sumber : workshop manual Nichiyu FB-75) Gambar 2.16 Motor hydraulic (sumber : workshop manual Nichiyu FB-75) Motor hydraulic ini memiliki karakter yang hampir sama dengan motor traction. Spesifikasi motor ini 9.5 Kw 32 Volt, 19

14 akan tetapi motor hydraulic tidak dilengkapi dengan bearing sensor karena putaran dari motor hydraulic ini konstan. 3. Motor steering Gambar 2.17 Motor steering (sumber : workshop manual Nichiyu FB-75) Motor steering pada unit ini sangat berbeda dengan motor yang digunakan pada sistem traction dan sistem hydraulic. Motor steering ini merupakan motor DC dengan spesifikasi 550Watt 48 volt. Motor ini masih menggunakan brush sebagai penghantar arus listrik menuju komutator Sistem hydraulic Sistem hydraulic terdiri dari beberapa komponen utama antara lain : 1. Hydraulic tank Hydraulic tank berfungsi sebagai penampung oli hidrolik. Didalam hydraulic tank terdapat 2 jenis filter, yaitu filter suction yang berfungsi untuk menyaring oli yang akan menuju hydraulic 20

15 pump serta filter return yang berfungsi untuk menyaring oli dari control valve yang akan kembali menuju hydraulic tank. Gambar 2.18 hydraulic tank (sumber : workshop manual Nichiyu FB-75) 2. Hydraulic pump Hydraulic pump berfungsi untuk memompa oli dari hydraulic tank dan mengalirkannya menuju ke control valve. Putaran hydraulic pump ini digerakan oleh putaran hydraulic motor, Gambar 2.19 Hydraulic pump (sumber : workshop manual Nichiyu FB-75) 21

16 3. Control valve Control valve berfungsi sebagai pengatur aliran oli yang akan disalurkan menuju cylinder hydraulic. Pada lever control valve terdapat microswitch yang berfungsi untuk mengaktifkan putaran motor hydraulic ketika lever ditekan. Gambar 2.20 Control valve (sumber : workshop manual Nichiyu FB-75) 4. Cylinder Pada sistem hydraulic terdapat 2 jenis cylinder yaitu lift cylinder dan tilt cylinder. Lift cylinder digunakan untuk mendorong fork keatas sedangkan tilt cylinder digunakan untuk merubah sudut horizontal dari fork. Lift cylinder menggunakan cylinder single acting sedangkan tilt cylinder menggunakan cylinder double acting. 22

17 Gambar 2.21 Lift cylinder (sumber : workshop manual Nichiyu FB-75) Sistem steering Gambar 2.22 Sistem Steering (sumber : workshop manual Nichiyu FB-75) 23

18 Sistem steering berfungsi untuk mengatur arah kendaraan dengan cara membelokan roda belakang. Pada gearbox steering terdapat potentiometer yang akan membaca putaran steering wheel dan mengirim informasi tersebut menuju EPS controller sehingga EPS controller memberikan arus menuju motor steering sehingga motor steering berputar. Putaran motor steering itulah yang dimanfaatkan untuk mendorong actuator pada rear axle sehingga roda bisa berbelok Front axle Gambar 2.23 Front axle (sumber : workshop manual Nichiyu FB-75) 24

19 Front axle berfungi untuk meneruskan putaran motor traction menuju roda depan. Didalam front axle terdapat gearbox yang berfungsi untuk menaikan momen puntir sehingga forklift memiliki torsi yang besar untuk menggerakkan roda. Selain itu juga terdapat mekanisme rem yang berfungsi untuk mengurangi kecepatan maupun menghentikan laju forklift ketika dibutuhkan Rear axle Gambar 2.24 Rear axle (sumber : workshop manual NIchiyu FB-75) Rear axle berfungsi sebagai penyeimbang roda belakang. Selain itu pada rear axle juga terdapat actuator dan tie rod linkage yang berfungsi sebagai bagian dari mekanisme sistem steering. 25

20 Mast Gambar 2.25 Mast (sumber : workshop manual NIchiyu FB-75) Mast berfungsi sebagai holder backrest dan fork. Fork bergerak naik atau turun mengikuti kerja dari lift cylinder. Pada beberapa mast memliki sensor ketinggian yang bisa mendeteksi ketinggian dari fork saat bekerja Roda Gambar 2.26 Roda (sumber : workshop manual Nichiyu FB-75) 26

21 Pada forklift elektrik ini terdapat 2 macam roda yang digunakan. Yaitu roda tipe pneumatic dan roda tipe solid atau no puncture tyre. Penggunaan roda tergantung pada medan jalanan yang ada pada lokasi unit dioperasikan. Tabel 2.2 Spesifikasi Roda (sumber : workshop manual Nichiyu FB-75) 2.4. Sistem Perawatan Forklift Elektrik Nichiyu FB20-75C Agar forklift selalu dalam performa yang baik dan terhindar dari kerusakan serta kerugian yang tidak diinginkan, maka dilakukan suatu tindakan perawatan terhadap komponen-komponen forklift. Teknik perawatan dilakukan untuk menjaga, memelihara, merawat dan memaksimalkan kerja dari forklift sehingga berdaya guna tinggi secara ekonomis.: Teknik perawatan yang digunakan adalah sebagai berikut : 27

22 2.4.1 Perawatan Rutin Perawatan rutin atau perawatan harian dalah perawatan yang dilakukan setiap dan secara terus menerus. Perawatan ini meliputi membersihkan komponen dari debu, memeriksa kekencangan baut roda, memeriksa kondisi baterai dan air baterai, memriksa kebocoran oli serta melakukan pelumasan pada komponen yang membutuhkan pelumasan Perawatan Periodik Perawatan periodic atau perawatan berkala adalah perawatan yang dilakukan dengan jangka waktu tertentu. Perawatan berkala biasanya menggunakan jam kerja forklift sebagai acuan waktu diadakannya perawatan berkala. Perawatan berkala ini meliputi penggantian oli hidrolik, filter hidrolik serta penggantian oli gearbox dan condenser Perawatan Pencegahan Perawatan pencegahan adalah perawatan yang mencegah kerusakan yang telah terdeteksi menjadi lebih parah. Biasanya perawatan pencegahan dibarengi dengan penyetelan ulang ataupun penggantian komponen yang telah terindikasi mengalami kerusakan agar tidak menjadi lebih parah atau merusak komponen yang lain Overhaul Overhaul merupakan langkah perawatan yang dilakukan berupa perbaikan besar terhadap beberapa komponen dalam interval waktu 28

23 tertentu agar performa dari alat bisa mendekati performa awal alat tersebut FMEA FMEA merupakan sebuah metode sistematis yang sudah ada sejak dulu yang sebelumnya masih berupa dokumen dokumen. FMEA pertama kali diperkenalkan penggunaannya oleh militer pada akhir tahun 1940 oleh angkatan bersenjata Amerika Serikat. Metode FMEA banyak digunakan didalam berbagai industri termasuk plastik, katering dan software Pengertian FMEA FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) adalah suatu alat metodologi analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi penyebab suatu kegagalan serta mengevaluasi akibat akibat dan resiko potensi kegagalan yang terjadi pada suatu produk atau proses, kemudian menetapkan langkah-langkah guna mengatasi atau mencegah kegagalan itu terjadi sehingga produk atau proses dapat berjalan dengan baik Tipe FMEA FMEA terdiri dari dua (2) tipe yaitu : 1. PMFEA (Process Failue Mode and Effect Analysis) adalah analisis yang digunakan untuk memastikan bahwa masalahmasalah potensial telah dipertimbangkan dan dibahas selama 29

24 proses pengembangan produk dan proses (APQP Advanced Product Quality Planning). Titik penting dari FMEA proses yaitu bahwa diskusi dilakukan mengenai desain (produk atau proses), penelaan dan perubahan terhadap fungsi dalam aplikasi dan resiko yang ditimbulkan oleh potensi kegagalan. 2. DFMEA (Design Failure Mode and Effect Analysis) adalah analisa sebuah produk yang berdasarkan desain dalam mengurangi resiko kegagalan dengan : Membantu dalam evaluasi objektif dari desain, termasuk persyaratan fungsional dan alternative desain. Mengevaluasi desain awal produk dalam perakitan, layanan dan persyaratan daur ulang. Meningkatkan kemungkinan bahwa mode potensial kegagalan dan efek pada system operasi kendaraan telah dipertimbangkan dalam proses desain. DMFEA adalah dokumen hidup yang harus diperbaharui sebagai perubahan yang terjadi atau informasi tambahan yang diperoleh sepanjang fase pengembangan produk. Sebuah DMFEA harus dimulai dengan pengembangan informasi untuk memahami sistem, subsistem, atau komponen yang dianalisis dan menentukan persyaratan dan karakteristik fungsional. 30

25 2.6. Severity, Occurrence, Detection dan RPN Severity Severity (keparahan) adalah nilai yang terkait dengan efek yang paling serius untuk modus kegagalan yang diberikan pada satu komponen yang berpengaruh pada hasil kerja suatu alat. Peringkat nilai severity dapat dilihat dengan menggunakan skala 1 sampai dengan 10 yang mencerminkan nilai tingkat bahaya dari yang paling kecil sampai yang paling besar. Penentuan nilai severity dari setiap mode kegagalan dilakukan berdasarkan fungsi serta efek yang ditimbulkan oleh kegagalan yang terjadi. Tabel 2.3 Tabel Severity Akibat Kriteria : Tingkat Bahaya Akibat Kegagalan Nilai Berbahaya tanpa ada tandatanda sebelumnya Kegagalan mempengaruhi keselamatan pengoperasian atau melanggar peraturan pemerintah. Kegagalan terjadi tanpa peringatan. Dapat membahayakan operator tanpa peringatan. 10 Berbahaya tetapi ada tanda-tanda sebelumnya Kegagalan mempengaruhi keselamatan pengoperasian dan/atau melanggar peraturan pemerintah. Kegagalan terjadi dengan peringatan. Dapat membahayakan operator meskipun ada peringatan 9 Sangat tinggi Produk/ mesin tidak dapat beroperasi dengan optimal karena ada gangguan mayor sehingga hasil kerja yang dihasilkan tidak memuaskan (kehilangan fungsi utama) 8 Tinggi Produk/ mesin dapat beroperasi tetapi pada performa yang tidak maksimal karena adanya gangguan minor. Pelanggan sangat tidak puas. 7 Sedang Produk/ mesin dapat beroperasi, tetapi beberapa fungsi alat tidak dapat beroperasi. Pelanggan merasa tidak puas. 6 31

26 Rendah Produk/ mesin dapat beroperasi pada penurunan tingkat performa sehingga hasil kerja mesin tidak memuaskan. 5 Sangat rendah Mesin dapat beroperasi dengan baik namun masih ada kerusakan minor pada produk/mesin. Adanya kesalahan dalam penyetelan-penyetelan kecil. 4 Kecil Mesin dapat beroperasi dengan baik namun masih ada terdapat kerusakn minor pada produk/mesin yang dapat diperbaiki. Adanya kesalahan dalam penyetelanpenyetelan kecil. 3 Sangat kecil Mesin dapat beroperasi walaupun terdapat gangguan yang kecil pada komponen. 2 Tidak ada Tidak ada akibat 1 (Sumber : American society for quality control / Automotive industry action group," Potential failure mode and effect analysis reference manual") Occurrence Occurrence (kejadian) adalah kemungkinan bahwa penyebab atau mekanisme tertentu akan terjadi mengakibatkan modus kegagalan dalam desain. Fungsi dari kejadian ini adalah untuk menunjukan seberapa banyak atau seberapa sering kegagalan terjadi dengan cara melihat produk sejenis atau dokumentasi modus kegagalan sebelumnya. Kegagalan bisa disebabkan oleh factor desain yang lemah. Semua penyebab kegagalan harus diidentifikasi dan didokumenkan. Modus kegagalan akan diberikan nilai kejadian dari skala 1 sampai

27 Peluang Kegagalan Sangat tinggi (kegagalan selalu terjadi) Tinggi (kegagalan sering terjadi) Sedang (kegagalan jarang terjadi) Rendah (kegagalan sangat jarang) Tabel 2.4 Tabel occurrence Kemungkinan Kegagalan Presentase Ppk Nilai 100 per 1000 produk 10% < per 1000 produk 5% per 1000 produk 2% per 1000 produk 1% per 1000 produk 0.50% per 1000 produk 0.20% per 1000 produk 0.10% per 1000 produk 0.05% per 1000 produk 0.01% Hampir tidak ada 0.01 per 1000 produk 0% (Sumber : American society for quality control / Automotive industry action group," Potential failure mode and effect analysis reference manual") Untuk menenetukan nilai occurrence yang terdapat pada tabel maka kita harus mementukan Ppk (Probability Process Control) melalui perhitungan statistik sebagai berikut : (sumber: Potential Failure and Effect Analysis Automotive Industry Action Group,AIAG : 71) Dengan 33

28 (sumber: Ronald E. Walpole, Ilmu Peluang dan Statistik untuk Insinyur dan Ilmuwan, ITB : 243) η = n. p q = 1 p atau Ppk : Probability Process Control Z : Distribusi normal x : waktu terjadi n : frekuensi kegagalan dalam satu tahun (12 bulan) p : banyaknya kegagalan pertahun q : probabilitas gagal : simpangan baku η : nilai tengah Detection Detection (deteksi) ini berhubungan dengan control yang digunakan untuk mendeteksi penyebab terjadinya kegagalan serta tindakan perbaikannya. Pendekatan yang disarankan untuk kontrol deteksi adalah 34

29 dengan mengasumsikan kegagalan yang terjadi dan kemudian meliai kemampuan control desain tersebut. Setiap kegagalan memiliki nilai deteksi yang diukur berdasarkan nilai kegagalan.nilai deteksi yang tinggi menunjukan bahwa besar kemungkinan kegagalan akan terjadi kembali. Tabel 2.5 Tabel detection Akibat Kriteria : Kecenderungan Kontrol Desain Nilai Ketidakpastian mutlak Sangat jauh Kontrol desain tidak dapat mendeteksi potensi penyebab kerusakan berikurnya atau tidak adanya kontrol desain Sangat jauh kemungkinan kontrol desain akan menemukan potensi penyebabkerusakan mekanisme atau penyebab kegagalan berikutnya 10 9 Jauh Sulitnya kemungkinan kontrol desainakan menemukan potensi penyebab kerusakan mekanisme atau penyebab kegagalan berikutnya 8 Sangat rendah Sangat rendah kemungkinannya kontrol desain akan menemukan potensi penyebab kerusakan mekanisme atau penyebab kegagalan berikutnya. 7 Rendah Rendahnya kemungkinan kontrol desain akan menemukan potensi penyebab kerusakan mekanisme atau penyebab kegagalan berikutnya 6 Sedang Sedangnya kemungkinan kontrol desain akan menemukan petensi penyebab kerusakan mekanisme atau penyebab kegagalan berikutnya 5 Sangat rendah Sangat rendah kemungkinan kontrol desain akan menemukan potensi penyebab kerusakan mekanisme atau penyebab kegagalan berikutnya 4 35

30 Tinggi Tinggi kemungkinan kontrol desain akan menemukan potensi penyebab kerusakan mekanisme atau penyebab kegagalan berikutnya 3 Sangat tinggi Hampir pasti sangat tinggi kemungkinannya kontrol desain akan menemukan potensi penyebab kerusakan mekanisme atau penyebab kegagalan berikutnya Kontrol desain hampir pasti menemukan potensi penyebab kerusakan mekanisme atau penyebab kegagalan berikutnya 2 1 (Sumber : American society for quality control / Automotive industry action group," Potential failure mode and effect analysis reference manual") RPN RPN (Risk Priority Number) merupakan salah satu pendekatan untuk membantu dalam menentukan aksi prioritas dengan cara mengalikan nilai dari Severity, Occurrence, Detection. RPN = Severity (S) x Occurrence (O) x Detection (D) Dalam lingkupan FMEA nilai ini berkisar antara 1 sampai dengan RPN yang tertinggi dalam modus kegagalan harus diberikan prioritas utama dalam tindakan korektif. Tidak semua mode kegagalan dengan tingkat keparahan yang tinggi harus ditangani terlebih dahulu. Setiap perhitungan nilai RPN dimasukan kedalam grafik sehingga memudahkan evaluasi dan visualisasi. FMEA harus terus diupdate sesuai dengan proses perubahan sebuah desain yang dibuat. Untuk dapat membuat table FMEA dibutuhkan nilai severity, occurrence dan detection. Untuk masing-masing tingkat jenis kegagalan severity dan detection sudah ditentukan dalam sebuah tabel, dan untuk memperoleh nilai 36

31 occurrence didapat dengan melakukan perhitungan statistic melalui distribusi normal, yaitu dengan mencari nilai Ppk dan diasumsikan dengan nilai occurrence yang terdapat dalam tabel occurrence. 2.7 Aplikasi dan Manfaat FMEA Jenis atau tipe FMEA yang digunakan sebagai berikut : FMEA Proses : untuk menganalisa masalah-masalah potensial selama proses pengembangan produk. FMEA Desain : untuk menganalisa desain produk sebelum diproduksi. FMEA Layanan : utnuk menganalisa proses pelayanan industry sebelum dipakai oleh masyarakat. FMEA Sistem : untuk menganalisa masalah-masalah potensial fungsi sistem secara global. FMEA Peralatan : untuk menganalisa masalah-masalah potensial peralatan. FMEA Konsep : untuk menganalisa sistem dan subsistem dalam tahapan konsep desain awal. FMEA Software : untuk menganalisa fungsi perangkat lunak yang digunakan. FMEA sekarang banyak digunakan oleh para desainer untuk membantu meningkatkan kualitas dan kehandalan sebuah desain sehingga bermanfaat antara lain : o Untuk meningkatkan kehandalan dan kualitas sebuah produk. o Untuk membantu para desainer mengidentifikasi dan memperbaiki 37

32 mode kegagalan yang berbahaya. o Untuk meminimalkan kerusakan pada produk dan penggunaan produk terserbut. o Untuk meningkatkan keamanan, kenyamanan dan kepuasan pengguna atau pelanggan. o Untuk memperbaiki kekurangan sebuah produk. 38

33 Tabel 2.6 Tabel FMEA FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS Process : Responsibility : Number : Product : Prepared by : Created : Core team : Key date : Modified : Deskrisi Produk Potensi kegagalan (failure Mode) Potensi efek kegagalan (failure Effect) Severity Potensi penyebab kegagalan (Potential Failure Cause) Occurrence Deteksi kontrol pencegahan (CurrentContro Detection) Detection RPN Tindakan yang direkomendasikan (Recommended actions) Tanggung jawab (Responsibility) Target Date Tindakan yang diambil (Action Taken) Severity Occurrence Detection RPN (sumber : Potential Failure Mode and Effect Analysis Automotive Industry Action : 126 ) 39

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA 4.1. Menentukan Nilai Severity, Occurrence, Detection dan RPN 4.1.1 Oli dan Filter Hidrolik Kotor Kerusakan pada oli dan filter hidrolik dapat menyebabkan kenaikan temperature

Lebih terperinci

ANALISA KERUSAKAN PADA FORKLIFT ELEKTRIK NICHIYU FB20-75C DENGAN METODE FMEA

ANALISA KERUSAKAN PADA FORKLIFT ELEKTRIK NICHIYU FB20-75C DENGAN METODE FMEA 1 JTM Vol. 05, No. 1, Februari 2016 ANALISA KERUSAKAN PADA FORKLIFT ELEKTRIK NICHIYU FB20-75C DENGAN METODE FMEA Heri Suwandono Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kapasitas kecil hingga berkapasitas sangat besar dapat menjadi indikator

BAB I PENDAHULUAN. dengan kapasitas kecil hingga berkapasitas sangat besar dapat menjadi indikator BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan banyaknya pembangunan gudang-gudang industri, mulai dari gudang dengan kapasitas kecil hingga berkapasitas sangat besar dapat menjadi indikator perkembangan

Lebih terperinci

BAB III. FAILURE MODE and EFFECT ANALYSIS

BAB III. FAILURE MODE and EFFECT ANALYSIS FMEA Pada Sepeda Motor Honda Absolute Revo Produksi Tahun 2009 39 BAB III FAILURE MODE and EFFECT ANALYSIS 3.1 Pengertian FMEA Adalah sebuah proses analisa untuk mengetahui penyebab terjadinya kegagalan

Lebih terperinci

BAB II MESIN DIESEL ISUZU 6RB1

BAB II MESIN DIESEL ISUZU 6RB1 BAB II MESIN DIESEL ISUZU 6RB1 Mesin diesel merupakan mesin pembakaran dalam (Internal Combution engine) yang menggunakan bahan bakar solar sebagai bahan bakarnya dan dinyalakan dengan bantuan kompresi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dijabarkan tentang tinjauan pustaka yang digunakan sebagai acuan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. II.1 Sejarah FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Didalam

Lebih terperinci

Sistem Alur Listrik Pada Mesin Forklift Listrik Nichiyu FB-70 Berkapasitas 1,5 Ton. Disusun oleh : Riko Ardianto NPM :

Sistem Alur Listrik Pada Mesin Forklift Listrik Nichiyu FB-70 Berkapasitas 1,5 Ton. Disusun oleh : Riko Ardianto NPM : Sistem Alur Listrik Pada Mesin Forklift Listrik Nichiyu FB-70 Berkapasitas 1,5 Ton Disusun oleh : Riko Ardianto NPM : 20407729 Latar Belakang Mesin Forklift Terdapat bermacam macam salah satunya forklift

Lebih terperinci

Analisis Keandalan Pada Boiler PLTU dengan Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA)

Analisis Keandalan Pada Boiler PLTU dengan Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Analisis Keandalan Pada Boiler PLTU dengan Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Weta Hary Wahyunugraha 2209100037 Teknik Sistem Pengaturan Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009 ANALISIS DATA 4.1 FASE ANALISA Fase ini merupakan fase mencari dan menentukan akar sebab dari suatu masalah. Kemudian, dilakukan brainstroming dengan pihak perusahaan untuk mengidentifikasi akar permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan tiap tahunnya (Dirjen, 2014). Transportasi ini sebagian besar terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. signifikan tiap tahunnya (Dirjen, 2014). Transportasi ini sebagian besar terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan transportasi di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup signifikan tiap tahunnya (Dirjen, 2014). Transportasi ini sebagian besar terdiri dari kendaraan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pemeliharaan Adalah suatu kegiatan untuk memelihara dan menjaga fasilitas yang ada serta memperbaiki, melakukan penyesuaian atau penggantian yang diperlukan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB 24 SISTEM EPS, WIPER, KURSI ELECTRIK

BAB 24 SISTEM EPS, WIPER, KURSI ELECTRIK BAB 24 SISTEM EPS, WIPER, KURSI ELECTRIK 24.1 Sistem EPS (ELEKTRONIK POWER STEERING) Elektronik Power Steering merupakan sistem yang membantu pengoperasian stering waktu dibelokkan dengan menggukan motor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah FMEA (Falilure Mode and Effect Analysis) FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) pada awalnya dibuat oleh Aerospace Industry pada tahun 1960-an. FMEA mulai digunakan oleh

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 55 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Diagram Alir Penelitian Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 56 3.2 Langkah-langkah Penelitian Dalam melakukan penelitian, terdapat beberapa kegiatan untuk dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah proses produksi di PT. XY, sedangkan objek penelitian ini adalah perbaikan dan meminimalisir masalah pada proses produksi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan Kerja Perancangan kerja merupakan disiplin ilmu yang dirancang untuk memberikan pengetahuan mengenai prinsip dan prosedur yang harus dilaksanakan dalam upaya memahami

Lebih terperinci

FMEA SEBAGAI ALAT ANALISA RISIKO MODA KEGAGALAN PADA MAGNETIC FORCE WELDING MACHINE ME-27.1

FMEA SEBAGAI ALAT ANALISA RISIKO MODA KEGAGALAN PADA MAGNETIC FORCE WELDING MACHINE ME-27.1 ISSN 1979-2409 FMEA SEBAGAI ALAT ANALISA RISIKO MODA KEGAGALAN PADA MAGNETIC FORCE WELDING MACHINE ME-27.1 Iwan Setiawan Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, Kawasan Puspiptek, Serpong ABSTRAK FMEA SEBAGAI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Setiap produk diharapkan dapat memenuhi kebutuhankebutuhan konsumen. Salah satu hal yang menjadi kebutuhan konsumen yaitu kualitas produk yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam suatu perusahaan atau industri pasti menggunakan suatu peralatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam suatu perusahaan atau industri pasti menggunakan suatu peralatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perusahaan atau industri pasti menggunakan suatu peralatan untuk mencapai suatu tujuan. Peralatan tersebut dapat berupa mesin yang bekerja sendiri

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Setelah mengevaluasi berbagai data-data kegiatan produksi, penulis mengusulkan dasar evaluasi untuk mengoptimalkan sistem produksi produk

Lebih terperinci

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Setara Sarjana Muda Universitas Gunadarma Depok 2014

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Setara Sarjana Muda Universitas Gunadarma Depok 2014 UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PENULISAN ILMIAH PROSES KERJA SISTEM HYDRAULIC PADA FORKLIFT TIPE DIESEL 115 PS DI PT. TRAKTOR NUSANTARA Nama : Rachmad Hidayat NPM : 29411104 Jurusan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PRINSIP KERJA SISTEM HIDROULIK PADA FORKLIFT

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PRINSIP KERJA SISTEM HIDROULIK PADA FORKLIFT 11 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PRINSIP KERJA SISTEM HIDROULIK PADA FORKLIFT Sebagai motor penggerak utama Forklift ini digunakan mesin diesel 115 PS, dengan putaran mesin 1500 rpm dan putaran dari mesin

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISIS. Penyebab dari kegagalan yang dialami oleh APU unable to start atau tak bisa

BAB V HASIL DAN ANALISIS. Penyebab dari kegagalan yang dialami oleh APU unable to start atau tak bisa BAB V HASIL DAN ANALISIS 5.1 Pembahasan FTA (Fault Tree Analysis) Penyebab dari kegagalan yang dialami oleh APU unable to start atau tak bisa dinyalakan. Dari beberapa penyebab yaitu: Test cell power lost

Lebih terperinci

CARA PERAWATAN FORKLIFT BATTERY

CARA PERAWATAN FORKLIFT BATTERY CARA PERAWATAN FORKLIFT BATTERY HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN antara lain sebagai berikut : PERAWATAN HARIAN A. SEBELUM PENGOPERASIAN 1. Periksa Level oli hydrolic. 2. Periksa kebocoran. 3. Periksa kekencangan

Lebih terperinci

BAB II MESIN DIESEL DETROIT INLINE Mesin diesel merupakan mesin pembakaran dalam (Internal Combustion

BAB II MESIN DIESEL DETROIT INLINE Mesin diesel merupakan mesin pembakaran dalam (Internal Combustion BAB II MESIN DIESEL DETROIT INLINE 6-71 Mesin diesel merupakan mesin pembakaran dalam (Internal Combustion Engine) yang menggunakan diesel sebagai bahan bakar dan dinyalakan oleh kompresi gas pada tekanan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISA HASIL PENGOLAHAN DATA. Dari hasil pengamatan langsung dan dokumen maintenance didapat datadata

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISA HASIL PENGOLAHAN DATA. Dari hasil pengamatan langsung dan dokumen maintenance didapat datadata BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISA HASIL PENGOLAHAN DATA 4.1 Data dan Analisa Hasil Pengamatan Dari hasil pengamatan langsung dan dokumen maintenance didapat datadata sebagai berikut: Tabel 4.1 Data Hasil

Lebih terperinci

STANDAR LATIHAN KERJA DAFTAR MODUL

STANDAR LATIHAN KERJA DAFTAR MODUL STANDAR LATIHAN KERJA DAFTAR MODUL NO. KODE JUDUL 1. WLO 01 ETIKA PROFESI DAN ETOS KERJA 2. WLO 02 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) 3. WLO 03 STRUKTUR DAN FUNGSI WHEEL LOADER 4. WLO 04 PEMELIHARAAN

Lebih terperinci

OVH SUSPENSION I.STRUCTURE & FUNCTION. 1.Rear suspension cylinder

OVH SUSPENSION I.STRUCTURE & FUNCTION. 1.Rear suspension cylinder OVH SUSPENSION I.STRUCTURE & FUNCTION 1.Rear suspension cylinder Hydro-pneumatic cylinder yang dipasang tegak pada bagian belakang unit, dimana bagian bawah cylinder dipasang dengan pin dan spherical bearing

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 26 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN MULAI STUDI PENDAHULUAN STUDI PUSTAKA IDENTIFIKASI MASALAH PENGUMPULAN DATA Data Primer Data Sekunder PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA Diagram Paretto Diagram Fishbone FMEA Merancang

Lebih terperinci

MAKALAH PENERAPAN OPEN LOOP DAN CLOSE LOOP SYSTEM OLEH: JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

MAKALAH PENERAPAN OPEN LOOP DAN CLOSE LOOP SYSTEM OLEH: JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA MAKALAH PENERAPAN OPEN LOOP DAN CLOSE LOOP SYSTEM OLEH: JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA Penerapan Close loop system A. Close loop System (sistem loop tertutup) Sistem loop

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Dalam menyelesaikan kajian risiko pada Proyek Pembangunan Transmisi Saluran udara tegangan Tinggi (SUTT) 150 kv Malingping Bayah ini terdapat beberapa langkah

Lebih terperinci

SISTEM KERJA HIDROLIK PADA EXCAVATOR TIPE KOMATSU PC DI PT. UNITED TRACTORS TBK.

SISTEM KERJA HIDROLIK PADA EXCAVATOR TIPE KOMATSU PC DI PT. UNITED TRACTORS TBK. SISTEM KERJA HIDROLIK PADA EXCAVATOR TIPE KOMATSU PC 200-8 DI PT. UNITED TRACTORS TBK. Nama : Ricko Pramudya NPM : 26411117 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Iwan Setyawan, ST. MT Latar Belakang Penggunan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan di awal yang kemudian diolah dan diproses menjadi informasi yang berguna. Sebelum dilakukan pengumpulan data langkah pertama yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian ini menggambarkan langkah-langkah atau kerangka pikir yang akan dijalankan pada penelitian ini. Tujuan dari pembuatan metodologi penelitian ini adalah

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah

Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah 3.1. Flowchart Pemecahan Masalah Agar penelitian ini berjalan dengan sistematis, maka sebelumnya penulis membuat perencanaan tentang langkah-langkah pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. perbaikan. Usulan perbaikan terhadap proses produksi JK-6050 dapat dilihat pada. Tabel 5. 1 Urutan Risk Priority Number

BAB V ANALISA HASIL. perbaikan. Usulan perbaikan terhadap proses produksi JK-6050 dapat dilihat pada. Tabel 5. 1 Urutan Risk Priority Number BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa Berdasarkan penilaian RPN yang telah didapat, perbaikan yang akan dilakukan berdasarkan penyebab kegagalan yang telah dianalisis berdasarkan FMEA sehingga diketahui permasalahan

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 41 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN Start Alat berat masuk ke Workshop Pengecekan sistem hidrolik secara keseluruhan komponen Maintenance Service kerusakan Ganti oli Ganti filter oli Ganti hose hidrolik

Lebih terperinci

Pertemuan-1: Pengenalan Dasar Sistem Kontrol

Pertemuan-1: Pengenalan Dasar Sistem Kontrol Pertemuan-1: Pengenalan Dasar Sistem Kontrol Tujuan Instruksional Khusus (TIK): Mengerti filosopi sistem control dan aplikasinya serta memahami istilahistilah/terminology yang digunakan dalam system control

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sistem kontrol adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengendalikan,

TINJAUAN PUSTAKA. Sistem kontrol adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengendalikan, 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem kontrol (control system) Sistem kontrol adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengendalikan, memerintah dan mengatur keadaan dari suatu sistem. [1] Sistem kontrol terbagi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PROSES PENILAIAN KESELAMATAN

BAB II TEORI DASAR PROSES PENILAIAN KESELAMATAN BAB II TEORI DASAR PROSES PENILAIAN KESELAMATAN 2.1 PENDAHULUAN SAE ARP4761 dikeluarkan oleh SAE (Society for Automotive Engineers) International The Engineering Society for Advancing Mobility Land Sea

Lebih terperinci

Bahan Sistem. Umum. Sistem. 2level

Bahan Sistem. Umum. Sistem. 2level mesin wajar dari tidak 2. Pedoman Pemeliharaan Vehicle Untuk Kendaraan Rapid Intervention terdapat di dalam kendaraan RIV adalah Mesin, Elektronik, Pengereman (Breaking System), Kemudi (Steering System),

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Jenis Cacat Berdasarkan hasil dari diagram pareto yang telah dibuat, dapat dilihat persentase masing-masing jenis cacat, yaitu cacat Haze dengan persentase sebesar

Lebih terperinci

FORKLIFT. TUGAS diajukan guna melengkapi tugas mata kuliah Material Handling. Oleh Jimi Bagus Harmanto

FORKLIFT. TUGAS diajukan guna melengkapi tugas mata kuliah Material Handling. Oleh Jimi Bagus Harmanto FORKLIFT TUGAS diajukan guna melengkapi tugas mata kuliah Material Handling Oleh Jimi Bagus Harmanto 131910101078 PROGRAM STUDI STRATA I TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS JEMBER 2016

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mobil seperti motor stater, lampu-lampu, wiper dan komponen lainnya yang

BAB II LANDASAN TEORI. mobil seperti motor stater, lampu-lampu, wiper dan komponen lainnya yang 7 BAB II LANDASAN TEORI A. LANDASAN TEORI 1. Pembebanan Suatu mobil dalam memenuhi kebutuhan tenaga listrik selalu dilengkapi dengan alat pembangkit listrik berupa generator yang berfungsi memberikan tenaga

Lebih terperinci

VIII Sistem Kendali Proses 7.1

VIII Sistem Kendali Proses 7.1 VIII Sistem Kendali Proses 7.1 Pengantar ke Proses 1. Tentang apakah pengendalian proses itu? - Mengenai mengoperasikan sebuah proses sedemikian rupa hingga karakteristik proses yang penting dapat dijaga

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN PENJADWALAN PERAWATAN MESIN DIVISI PIPA (STUDY KASUS DI PT. X)

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN PENJADWALAN PERAWATAN MESIN DIVISI PIPA (STUDY KASUS DI PT. X) PENJADWALAN PERAWATAN MESIN DIVISI PIPA (STUDY KASUS DI PT. X) Robert Triatmaja 1*, LM.Hadi Santosa 2, Ig.Joko Mulyono 3 1,2,3 Program Studi Teknik Industri,Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. PS, dengan putaran mesin 1500 rpm dan putaran dari mesin inilah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. PS, dengan putaran mesin 1500 rpm dan putaran dari mesin inilah yang 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Kerja Sistem Hidroulik Pada Forklift Sebagai motor penggerak utama Forklift ini digunakan mesin diesel 115 PS, dengan putaran mesin 1500 rpm dan putaran dari mesin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri atau perindustrian merupakan sebuah kegiatan ekonomi yang tidak hanya melakukan pengolahan bahan baku menjadi produk yang memiliki nilai lebih dalam penggunaannya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi penelitian perlu ditentukan terlebih dahulu, agar di dalam mencari solusi untuk memecahkan masalah lebih terarah dan

Lebih terperinci

Pembimbing : Bpk. Ir Arie Indartono MT Bpk. Projek Priyongo SL ST MT

Pembimbing : Bpk. Ir Arie Indartono MT Bpk. Projek Priyongo SL ST MT BAB 1 BAB 2 PRESENTASI SIDANG TUGAS AKHIR ANALISA KEANDALAN PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN METODE FAILURE MODE EFFECT & ANALYSIS (FMEA) DALAM MERENCANAKAN STRATEGI PREVENTIVE MAINTENANCE (Studi

Lebih terperinci

MAKALAH PNEUMATIK HIDROLIK ( PH ) Forklift

MAKALAH PNEUMATIK HIDROLIK ( PH ) Forklift MAKALAH PNEUMATIK HIDROLIK ( PH ) Forklift Poniman / TAB / 0420120068 Yulius Anggi Setiawan / TAB / 0420120075 Politeknik Manufaktur Astra Jl. Gaya Motor Raya No 8, Sunter II, Jakarta Utara 14330, Telp.0216519555,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS. Ketinggian jatuh air merupakan tinggi vertikal dimana air mengalir dari atas

BAB IV HASIL ANALISIS. Ketinggian jatuh air merupakan tinggi vertikal dimana air mengalir dari atas BAB IV HASIL ANALISIS 4.1 Perhitungan Ketinggian (head) Ketinggian jatuh air merupakan tinggi vertikal dimana air mengalir dari atas ketinggian yang merupakan awal dari jatuhnya air horizontal bagian yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian yang lain. Pengertian

BAB II LANDASAN TEORI. pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian yang lain. Pengertian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kualitas Ada banyak sekali definisi dan pengertian kualitas, yang sebenarnya definisi atau pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian yang lain.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Manajemen Operasi 2.1.1 Konsep Manajemen Operasi Manajemen operasi merupakan salah satu fungsi bisnis yang sangat berperan penting dalam perusahaan

Lebih terperinci

Elektro Hidrolik Aplikasi sitem hidraulik sangat luas diberbagai bidang indutri saat ini. Kemampuannya untuk menghasilkan gaya yang besar, keakuratan

Elektro Hidrolik Aplikasi sitem hidraulik sangat luas diberbagai bidang indutri saat ini. Kemampuannya untuk menghasilkan gaya yang besar, keakuratan Elektro Hidrolik Aplikasi sitem hidraulik sangat luas diberbagai bidang indutri saat ini. Kemampuannya untuk menghasilkan gaya yang besar, keakuratan dalam pengontrolan dan kemudahan dalam pengoperasian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah penelitian yang dilakukan. 3.1 Flow Chart

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah penelitian yang dilakukan. 3.1 Flow Chart 32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah penelitian yang dilakukan. 3.1 Flow Chart Mulai Survey Perusahaan Identifikasi Maslah Rumuskan Masalah Menetapkan Tujuan Pengumpulan

Lebih terperinci

ANALISIS HAMBATAN DAN REKOMENDASI SOLUSI PADA PROSES OUTBOUND LOGISTIC PT XYZ DENGAN SEVEN TOOLS DAN FMEA

ANALISIS HAMBATAN DAN REKOMENDASI SOLUSI PADA PROSES OUTBOUND LOGISTIC PT XYZ DENGAN SEVEN TOOLS DAN FMEA ANALISIS HAMBATAN DAN REKOMENDASI SOLUSI PADA PROSES OUTBOUND LOGISTIC PT DENGAN SEVEN TOOLS DAN FMEA Faisal Waisul Kurni Rusmana 1), Syarif Hidayat. 2), 1),2) Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, penggerak generator adalah dari kayuhan sepeda untuk menghasilkan listrik yang disimpan dalam akumulator 12 Volt 10Ah yang akan digunakan sebagai sumber

Lebih terperinci

PENENTUAN PRIORITAS MODE KEGAGALAN PENYEBAB KECACATAN PRODUK DENGAN ANOVA (STUDI KASUS: CV. PUTRA NUGRAHA TRIYAGAN)

PENENTUAN PRIORITAS MODE KEGAGALAN PENYEBAB KECACATAN PRODUK DENGAN ANOVA (STUDI KASUS: CV. PUTRA NUGRAHA TRIYAGAN) PENENTUAN PRIORITAS MODE KEGAGALAN PENYEBAB KECACATAN PRODUK DENGAN ANOVA (STUDI KASUS: CV. PUTRA NUGRAHA TRIYAGAN) Ida Nursanti 1*, Dimas Wisnu AJi 2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Dampak Perubahan Putaran Terhadap Unjuk Kerja Motor Induksi 3 Phasa Jenis Rotor Sangkar

Dampak Perubahan Putaran Terhadap Unjuk Kerja Motor Induksi 3 Phasa Jenis Rotor Sangkar Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei 2010 57 Dampak Perubahan Putaran Terhadap Unjuk Kerja Motor Induksi 3 Phasa Jenis Rotor Sangkar Isdiyarto Jurusan Teknik Elektro, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi sistem produksi percetakan koran Lampung Post pada PT. Masa Kini Mandiri yaitu dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

Apa itu Kontaktor? KONTAKTOR MAGNETIK / MAGNETIC CONTACTOR (MC) 11Jul. pengertian kontaktor magnetik Pengertian Magnetic Contactor

Apa itu Kontaktor? KONTAKTOR MAGNETIK / MAGNETIC CONTACTOR (MC) 11Jul. pengertian kontaktor magnetik Pengertian Magnetic Contactor pengertian kontaktor magnetik Pengertian Magnetic Contactor Apa itu Kontaktor? Kontaktor (Magnetic Contactor) yaitu peralatan listrik yang bekerja berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik Pada kontaktor

Lebih terperinci

RANCANGAN Gambar Rancangan Prototype Design Body Team CIMAHI

RANCANGAN Gambar Rancangan Prototype Design Body Team CIMAHI RANCANGAN Gambar Rancangan Prototype Design Body Team CIMAHI Gambar 2.1 Front Gambar 2.2 Isometric Gambar 2.3 Side Gambar 2.4 back Gambar 2.5 TOP Design dan System Kerja Mobil Mobil Cimahi 2 (Bahan Bakar

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM. perancangan mekanik alat dan modul elektronik sedangkan perancangan perangkat

BAB III PERANCANGAN SISTEM. perancangan mekanik alat dan modul elektronik sedangkan perancangan perangkat BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Gambaran Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai perencanaan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak ( Software). Pembahasan perangkat keras meliputi perancangan mekanik

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu

BAB 4 PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu 48 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu dilakukan. Data-data yang dikumpulkan selama masa observasi adalah sebagai berikut : Data jumlah

Lebih terperinci

CATU DAYA MENGGUNAKAN SEVEN SEGMENT

CATU DAYA MENGGUNAKAN SEVEN SEGMENT CATU DAYA MENGGUNAKAN SEVEN SEGMENT Hendrickson 13410221 Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma 2010 Dosen Pembimbing : Diah Nur Ainingsih, ST., MT. Latar Belakang Untuk

Lebih terperinci

Proses Kerja Hidrolik Pada Mast Toyota Forklift Series 8

Proses Kerja Hidrolik Pada Mast Toyota Forklift Series 8 Proses Kerja Hidrolik Pada Mast Toyota Forklift Series 8 NAMA : Rezha Andhika Pratama NPM : 28411231 PEMBIMBING : Irwansyah, ST., MT JURUSAN : TEKNIK MESIN FAKULTAS : TEKNOLOGI INDUSTRI Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai motor penggerak utama Forklift ini digunakan mesin diesel 115

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai motor penggerak utama Forklift ini digunakan mesin diesel 115 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Kerja Sistem Hidroulik Pada Forklift Sebagai motor penggerak utama Forklift ini digunakan mesin diesel 115 PS, dengan putaran mesin 1500 rpm dan putaran dari mesin

Lebih terperinci

PANDUAN ANALISIS MODUS KEGAGALAN & DAMPAK (AMKD) Failure Mode,Effect and Analysis (FMEA)

PANDUAN ANALISIS MODUS KEGAGALAN & DAMPAK (AMKD) Failure Mode,Effect and Analysis (FMEA) PANDUAN ANALISIS MODUS KEGAGALAN & DAMPAK (AMKD) Failure Mode,Effect and Analysis (FMEA) RSU ATTUROTS AL ISLAMY SLEMAN 2015 DAFTAR ISI DAFTAR ISI...2 BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG...3 B. TUJUAN...3

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Definisi Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Definisi Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) 2.1.1 Definisi Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Teknik engineering yang digunakan untuk menetapkan, mengidentifikasikan, dan menghilangkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tahap Pendahuluan Tahap pendahuluan terdiri dari empat langkah utama yaitu pengamatan awal, perumusan masalah, menentukan tujuan penelitan dan menentukan batasan masalah.

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. Sebuah modifikasi dan aplikasi suatu sistem tentunya membutuhkan

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. Sebuah modifikasi dan aplikasi suatu sistem tentunya membutuhkan BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Aspek Perancangan Dalam Modifikasi Sebuah modifikasi dan aplikasi suatu sistem tentunya membutuhkan perencanaan, pemasangan dan pengujian. Dalam hal tersebut timbul

Lebih terperinci

DASAR PENGUKURAN LISTRIK

DASAR PENGUKURAN LISTRIK DASAR PENGUKURAN LISTRIK OUTLINE 1. Objektif 2. Teori 3. Contoh 4. Simpulan Objektif Teori Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu: Menjelaskan dengan benar mengenai prinsip dasar pengukuran. Mengukur arus,

Lebih terperinci

LEMBAR DISKUSI SISWA MATER : INDUKSI ELEKTROMAGNETIK IPA TERPADU KELAS 9 SEMESTER 2

LEMBAR DISKUSI SISWA MATER : INDUKSI ELEKTROMAGNETIK IPA TERPADU KELAS 9 SEMESTER 2 Halaman 1 LEMBAR DISKUSI SISWA MATER : INDUKSI ELEKTROMAGNETIK IPA TERPADU KELAS 9 SEMESTER 2 SMP NEGERI 55 JAKARTA A. GGL INDUKSI Sebelumnya telah diketahui bahwa kelistrikan dapat menghasilkan kemagnetan.

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK MELALUI ANALISIS JENIS CACAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE FMEA PADA PT XYZ

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK MELALUI ANALISIS JENIS CACAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE FMEA PADA PT XYZ UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK MELALUI ANALISIS JENIS CACAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE FMEA PADA PT XYZ ABSTRACT - Farid Juliyanto 1, Evi Yuliawati Teknik Industri, e-mail 1 : farid.juliyanto@gmail.com

Lebih terperinci

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut :

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut : SISTEM PNEUMATIK SISTEM PNEUMATIK Pneumatik berasal dari bahasa Yunani yang berarti udara atau angin. Semua sistem yang menggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udara yang dimampatkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

B. PERBANDINGAN TIAP MEDIA KERJA A. MENGENAL MACAM MEDIA KERJA

B. PERBANDINGAN TIAP MEDIA KERJA A. MENGENAL MACAM MEDIA KERJA A. MENGENAL MACAM MEDIA KERJA Dalam dunia industri media kerja merupakan salah satu komponen penggerak yang digunakan dalam menghasilkan produk selama proses produksi berlangsung. Adapun macam macam media

Lebih terperinci

Penjadwalan Pemeliharaan Mesin Pengelasan Titik Bergerak Menggunakan Metode Realibility Centered Maintenance (RCM)

Penjadwalan Pemeliharaan Mesin Pengelasan Titik Bergerak Menggunakan Metode Realibility Centered Maintenance (RCM) Petunjuk Sitasi: Noor, A. M., Musafak, & Suhartini, N. (2017). Penjadwalan Pemeliharaan Mesin Pengelasan Titik Bergerak Menggunakan Metode Realibility Centered Maintenance (RCM). Prosiding SNTI dan SATELIT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pergerakan meja kerja digerakan oleh sebuah motor sebagai penggerak dan poros

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pergerakan meja kerja digerakan oleh sebuah motor sebagai penggerak dan poros 46 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penggerak Poros Ulir Pergerakan meja kerja digerakan oleh sebuah motor sebagai penggerak dan poros ulir sebagai pengubah gaya puntir motor menjadi gaya dorong pada meja kerja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENDAHULUAN Sistem Pengisian Konvensional Pembangkit listrik pada alternator menggunakan prinsip induksi yaitu perpotongan antara penghantar dengan garis-garis gaya magnet.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang juga diiringi dengan laju pertumbuhan populasi manusia, kebutuhan manusia dalam hal ketersediaan energi perlu ditingkatkan pula.

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. terbanyak dari Transmission Case (XCR) adalah sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. terbanyak dari Transmission Case (XCR) adalah sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1 Jenis Cacat Dari pengolahan data yang telah dilakukan, maka diambil 3 jenis cacat terbanyak dari Transmission Case (XCR) adalah sebagai berikut : a. Bocor (35,8%) Jenis cacat bocor

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE FAILURE MODE, EFFECT AND CRITICALITY ANALYSIS (FMECA) PADA DRIVE STATION ALAT ANGKUT KONVEYOR REL

PENERAPAN METODE FAILURE MODE, EFFECT AND CRITICALITY ANALYSIS (FMECA) PADA DRIVE STATION ALAT ANGKUT KONVEYOR REL INFOMATEK Volume 19 Nomor 1 Juni 2017 PENERAPAN METODE FAILURE MODE, EFFECT AND CRITICALITY ANALYSIS (FMECA) PADA DRIVE STATION ALAT ANGKUT KONVEYOR REL Dewi Mulyasari Sumarta *), I Wayan Suweca **), Rachman

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Kualitas merupakan ukuran yang tidak dapat didefinisikan secara umum, karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi perspektif yang

Lebih terperinci

mengikuti petunjuk yang diberikan oleh pihak

mengikuti petunjuk yang diberikan oleh pihak Jenis Kendaraan Kode Kendaraan Bandara Tahun Form Checklist Tahunan untuk Foam Tender a No Pekerjaan Lakukan inspeksi pada fuel filter eksterior untuk mengetahui ada/tidaknya kebocoran yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dump Truck 2.1.1 Pengertian Dump Truck BAB II LANDASAN TEORI Dump truck merupakan alat berat yang berfungsi untuk mengangkut atau memindahkan material pada jarak menengah sampai jarak jauh (> 500m).

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah research and development, dimana metode tersebut biasa dipakai untuk menghasilkan sebuah produk inovasi yang belum

Lebih terperinci

Tabel 4.1 Hasil Skor RPN. No. Moda Kegagalan (Failure Mode) Skor RPN

Tabel 4.1 Hasil Skor RPN. No. Moda Kegagalan (Failure Mode) Skor RPN 25 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengolahan data dengan menggunakan Metode FMEA dilakukan dengan melalui beberapa tahap, yaitu: 1. Mengidentifikasi moda kegagalan potensial

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 32 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 1.1 PERAWATAN MESIN DOUBLE FACER 1.1.1 Tahapan-Tahapan Perawatan Pada perawatan mesin double facer kali ini hanya akan dijelaskan perawatan terhadap mesin double facer

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ON BOARD DIAGNOSTIC (OBD) PADA KENDARAAN BERBASIS ENGINE MANAGEMENT SYSTEM. Oleh : Sutiman Otomotif, FT UNY

PEMANFAATAN ON BOARD DIAGNOSTIC (OBD) PADA KENDARAAN BERBASIS ENGINE MANAGEMENT SYSTEM. Oleh : Sutiman Otomotif, FT UNY 1 PEMANFAATAN ON BOARD DIAGNOSTIC (OBD) PADA KENDARAAN BERBASIS ENGINE MANAGEMENT SYSTEM Oleh : Sutiman Otomotif, FT UNY Pendahuluan Elektronik Control Unit (ECU) atau Electronic Control Modul (ECM) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri skala kecil hingga skala besar di berbagai negara di belahan dunia saat ini tidak terlepas dari pemanfaatan mesin-mesin industri sebagai alat

Lebih terperinci

RANGKAIAN INVERTER DC KE AC

RANGKAIAN INVERTER DC KE AC RANGKAIAN INVERTER DC KE AC 1. Latar Belakang Masalah Inverter adalah perangkat elektrik yang digunakan untuk mengubah arus searah (DC) menjadi arus bolak-balik (AC). Inverter mengkonversi DC dari perangkat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II PENDAHULUAN BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bakar Bensin Motor bakar bensin adalah mesin untuk membangkitkan tenaga. Motor bakar bensin berfungsi untuk mengubah energi kimia yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB III CARA KERJA MESIN PERAKIT RADIATOR

BAB III CARA KERJA MESIN PERAKIT RADIATOR BAB III CARA KERJA MESIN PERAKIT RADIATOR 3.1 Mesin Perakit Radiator Mesin perakit radiator adalah mesin yang di gunakan untuk merakit radiator, yang terdiri dari tube, fin, end plate, dan side plate.

Lebih terperinci

Standby Power System (GENSET- Generating Set)

Standby Power System (GENSET- Generating Set) DTG1I1 Standby Power System (- Generating Set) By Dwi Andi Nurmantris 1. Rectifiers 2. Battery 3. Charge bus 4. Discharge bus 5. Primary Distribution systems 6. Secondary Distribution systems 7. Voltage

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisa Tahap Define Adapun persentase produk cacat terbesar periode September 2012 s/d Desember 2012 terdapat pada produk Polyester tipe T.402 yaitu dengan persentase

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan memaparkan secara jelas tentang pengujian yang telah dilakukan terhadap spindel utama yang ada pada mesin Aciera F5 serta menganalisa hasil dari percobaan

Lebih terperinci

Spesifikasi Oli dan Cairan Pendingin Untuk Kendaraan RIV

Spesifikasi Oli dan Cairan Pendingin Untuk Kendaraan RIV N o Spesifikasi Oli dan Cairan Pendingin Untuk Kendaraan RIV Tipe Lubricant Temperatur Kerja dan Spesifikasi Lubricant Di atas 0 C 0 C sampai - 8 C -8 C sampai 0 C Grease, Automotive, dan artilery NLGI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi penelitian perlu ditentukan agar di dalam mencari solusi untuk memecahkan masalah lebih terarah dan mempermudah proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bidang Teknik Elektro merupakan bidang yang sangat luas dan saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Bidang Teknik Elektro merupakan bidang yang sangat luas dan saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang Teknik Elektro merupakan bidang yang sangat luas dan saat ini sangat dirasakan pesat perkembangannya. Dari penyediaan sumber energi listrik, kontrol industri,

Lebih terperinci