Pada tanggal 1 September 1945, Komite Sentral dari Komite-komite Kemerdekaan Indonesia mengeluarkan sebuah manifesto:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pada tanggal 1 September 1945, Komite Sentral dari Komite-komite Kemerdekaan Indonesia mengeluarkan sebuah manifesto:"

Transkripsi

1 Yusuf Budianto BAB 7-BAB 12 Adanya rencana pembuangan para tahanan Indonesia ke Tanah Merah membuat reputasi Belanda memburuk. Hal ini juga menimbulkan protes keras dari orang Indonesia, apalagi setelah tersebarnya rencana bahwa pada 21 Agustus 1945 Belanda akan membuang orang-orang Indonesia yang aktif secara politik ke Tanah Merah. Sehingga mereka pun menggerakkan serikat buruh Australia untuk membantu. Bahkan Dewan Pekerjaan dan Perburuhan Queensland pun turut meminta agar orang-orang Indonesia ini diperbolehkan tinggal di Australia sampai mereka dipulangkan ke Indonesia dengan kemerdekaan politik penuh dan hak untuk membentuk serikat-serikat buruh mereka sendiri. Di Bundaberg sendiri telah terjadi pemaksaan dari orang-orang Belanda agar orang-orang Indonesia mau masuk ke dalam pesawat yang akan membawa mereka ke Tanah Merah. Dewan Pekerjaan dan Perburuhan Queensland yang datang di Bundaberg melaporkan bahwa 10 orang Indonesia yang menolak masuk ke pesawat dipukuli dengan pentungan, ditinju dan juga dipukul oleh provost Belanda. Pada 29 September 1945, Bundaberg News-Mail memberitahukan bahwa orang-orang RAAF berkata bahwa mereka tidak melakukan hal-hal yang kasar terhadap orang-orang Indonesia, dan mereka hanya sedikit melakukan pemaksaan saja. Sekilas memang tampak bahwa serikat buruh Bundaberg bersimpati dengan pemberontakan orang Indonesia ini. Tapi ada kalanya mereka pun bertentangan dengan Indonesia. Misalnya pada 12 November 1945 dimana mereka mengeluarkan pernyataan bahwa mereka adalah sekutu dari orang Belanda. Pada tanggal 1 September 1945, Komite Sentral dari Komite-komite Kemerdekaan Indonesia mengeluarkan sebuah manifesto:

2 Pengenaan kembali kekuasaan Belanda yang tidak demokratis dan tak kenal belas kasihan kepada rakyat Indonesia tidak bisa dan tidak akan pernah diterima oleh rakyat kita Manifesto yang disebarkan di kapal-kapal, depot-depot angkatan laut, kamp-kamp militer, serikat-serikat buruh maritim dan kantor-kantor pelayaran di Australia itu menyerukan agar orang-orang Australia dan orang-orang buangan Indonesia dengan sukarela membantu Indonesia. Pada bulan September, Dewan Pekerjaan dan Perburuhan Queensland menyatakan bahwa para pelaut Indonesia telah menolak untuk menjadi awak pada sebuah kapal perang Belanda yang kembali ke Indonesia. Terjadi juga kerusuhan kecil di atas kapal. Di sisi lain, saat negara Poros dapat dikalahkan, pasukan-pasukan Indonesia di Australia merasa tidak lagi punya kewajiban terhadap Sekutu. Sehingga mereka pun merasa bahwa kewajiban mereka sekarang itu adalah terhadap negara, yaitu Indonesia. Mereka pun meminta agar dikembalikan ke Indonesia sebagai WNI. Para prajurit Indonesia di Casino meminta agar mereka di bebas tugaskan, dan diberikan hak sebagai warga sipil di Australia saat menunggu pemulangan. Sayangnya, Belanda menolak semua tuntutan orang-orang Indonesia itu. Bahkan Belanda menangkap 100 orang Indonesia, dan juga melucuti seluruh senjata orang-orang Indonesia itu. Pada 19 September, Dewan Perburuhan mengusulkan agar para orang Indonesia itu dipulangkan ke Indonesia atau untuk sementara dipekerjakan di Australia sebagai tenaga sipil. Para buruh tidak kuat menunggu agar mereka kembali menjadi sipil, akhirnya sebanyak 230 orang menyatakan secara terangterangan bahwa mereka mendukung RI. Dan pada 2 Oktober, dilaporkan bahwa ada 23 marinir dan 30 pelaut yang ditangkap karena dianggap memberontak. Pada saat itu, ada 480 orang Indonesia yang diinternir di Casino, 100 orang di Penjara Geelong, dan 240 orang di Kamp Lytton.

3 Pertumpahan Darah Pada tanggal 17 April 1946, 480 orang tawanan yang merupakan orang Indonesia memprotes tentang makanan yang tidak layak. Protes itu ditindak oleh sekitar 300 orang Belanda dan Ambon yang menyerang orang-orang yang melakukan protes itu. 1 orang tewas dan 1 orang lagi terluka dalam peristiwa ini. Tanggal 12 September 1946, kembali lagi terjadi keributan di Casno. Serdo terbunuh oleh 18 peluru dari senapan mesin ringan yang bersarang di tubuhnya. Menteri Imigrasi Calwell saat itu mencoba membebaskan orang-orang Indonesia di Casino itu dengan cara mengajukan persoalan itu kepada Belanda. Bahkan dengan keras sampai ancaman bahwa penguasa Australia akan mengambil tindakan untuk menyingkirkan pengawal-pengawal itu. Usaha Calwell berbuah hasil. Pada November 1946, ada 227 orang yang diangkut ke Brisbane untuk dipulangkan. Sedangkan sisanya yang berjumlah 335 orang menyusul diangkut menggunakan kapal untuk pulang ke Indonesia. Pemboikotan Prakarsa-prakarsa dari orang Indonesia mendorong diambilnya Keputusan Partai Komunis Australia untuk mengerahkan dukungan serikat-serikat buruh transport maritim, galangan kapal dan darat untuk kepentingan para pemberontak Indonesia. Kuatnya partai ini, sampai pada 23 Agustus disebutkan bahwa Gerald Peel menulis tentang dukungannya terhadap kemerdekaan Indonesia. Pada 23 September, dua orang Indonesia yaitu Prowito dan Slamet bertemu dengan Michael Healy dan juga para pejabat-pejabat penting Brisbane dan dari Federasi Buruh Tepi Air dan Serikat Industri Buruh Bangunan. Mereka membicarakan tentang taktik yang akan dipakai oleh para pelaut Indonesia untuk meninggalkan kapal-kapal Belanda. Sedangkan di Sydney pada 20 September terjadi pula pertemuan yang serupa yang menghasilkan kesimpulan bahwa serikat buruh di sana menolak kolonialisme Belanda. Pertemuan ini mengambil resolusi yang menganjurkan

4 kepada kaum buruh tepi air agar melakukan embargo terhadap semua kapal yang membawa mesiu atau perbekalan perang lain yang digunakan untuk melawan pemerintah Indonesia. Dan juga resolusi ini menyerukan agar Dewan Perburuhan mendukung perjuangan ini dengan mengirim utusan kepada Konsul Belanda untuk menuntut agar rakyat Indonesia diberikan hak memilih dan memiliki pemerintahan sendiri. Mereka pun menyatakan bahwa Membantu Belanda dengan cara apapun berarti membantu imperialisme Belanda yang tamak dan melawan demokrasi Indonesia. Pemboikotan yang dilakukan oleh kaum buruh tepi air terhadap 7 buah kapal Belanda di Brisbane ini dengan cepat menjalar kemana-mana. Misalnya ke serikat-serikat buruh yang anggotanya melayani industri maritim seperti tukang mesin, tukang kayu, dan lain-lain. Di sisi lain, kaum buruh tepi air Melbourne yang tidak banyak mengenakan pemboikotan seperti di Brisnane memuatkan peti-peti berisi mata uang logam perak, tembaga, dan uang kertas rupiah bergambarkan Ratu Belanda. Uang ini sama bernilainya dengan senjata. Uang ini pun berhasil mendarat di Tanjung Priok, tapi gagal untuk kembali ditegakkan di dalam masyarakat. Pada 15 Maret 1946 dilaporkan bahwa koresponden Associated Press America memberitakan bahwa usaha-usaha Belanda untuk menegakkan kembali mata uangnya di Indonesia mengalami kegagalan. Pada tanggal 27 September, Dewan Pekerjaan dan Perburuhan New South Wales di Sydney memutuskan bahwa tuntutan-tuntutan kebebasan dan kemerdekaan orang-orang Indonesia ini sesuai dengan Piagam Atlantik. Sehingga dengan itu, Dewan mendukung pemboikotan terhadap kapal-kapal Belanda. Ia juga memberi tahu kepada Konsul Jenderal Belanda bahwa anggota serikat buruh New South Wales menentang kolonialisme. Di Sydney ini sebenarnya pemogokan dilakukan sebagai suatu demonstrasi demi RI yang berdasar kepada Piagam Atlantis. Pada 25 September sendiri sebenarnya kaum supir truk Sydney mengatakan bahwa mereka akan memboikot pelayaran dan kedinasan Belanda.

5 Hitam Dewan Pekerjaan dan Perburuhan New South Wales pada waktu itu adalah wakil dari sekitar anggota serikat buruh dan cabang dari negara bagian yang paling berpengaruh dalam Dewan Serikat Buruh Australia. Lalu, tersebar sebuah brosur dari Frank Kelly (seorang pejabat sekretaris Dewan Pekerjaan dan Perburuhan dan anggota partai Buruh) yang berisikan: Lepaskan Indonesia! Berikan segala bantuan demi tuntutan kemerdekaan orang Indonesia! Berdirilah bersama Gerakan Serikat Buruh Indonesia! Dewan Pekerjaan dan Perburuhan juga mengeluarkan perintah kepada para anggota serikat buruh. Peraturan ini: 1. Para serdadu dan perwira Belanda tidak boleh menerima transport. 2. Tidak boleh ada mesiu Belanda yang disentuh. 3. Tidak boleh dilakukan servis pesawat dan kapal-kapal Belanda. 4. Tidak boleh menyediakan perbekalan untuk kapal-kapal, kantor-kantor, kantin, kantin, dan untuk para personal. 5. Perwira atau pelaut Belanda tidak boleh diantar ke kelapa atau dari kapal. Hal ini terus terjadi. Dan seakan-akan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan Belanda itu hitam. Sebagai tambahan, ada sekitar lebih dari 30 serikat buruh yang diajak untuk mengambil tindakan-tindakan pemboikotan terhadap Belanda. Dan ternyata tidak hanya kapal yang di boikot. Pada tanggal 31 Oktober 1945, 16 pesawat terbang Catalina turut terkena boikot di pangkalan Rose Bay oleh Gabungan Serikat Teknik Mesin, Organisasi Ahli Mesin Australia, Serikat Buruh Listrik, Serikat Buruh Pelat Logam, dan Serikat Buruh Transpor.

BAB V KESIMPULAN. Malaka membuat jalur perdagangan beralih ke pesisir barat Sumatra.

BAB V KESIMPULAN. Malaka membuat jalur perdagangan beralih ke pesisir barat Sumatra. BAB V KESIMPULAN Sumatra Barat punya peran penting dalam terbukanya jalur dagang dan pelayaran di pesisir barat Sumatra. Berakhirnya kejayaan perdagangan di Selat Malaka membuat jalur perdagangan beralih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan. Aceh banyak menghasilkan lada dan tambang serta hasil hutan. Oleh karena itu, Belanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, Kota Sibolga juga memiliki kapalkapal

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, Kota Sibolga juga memiliki kapalkapal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sibolga merupakan satu kota yang dikenal sebagai Kota Bahari, Sibolga memilki sumber daya kelautan yang sangat besar. Selain pemandangan alamnya yang begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Walaupun Indonesia sudah merdeka, Jepang belum mengakui kemerdekaan Indonesia.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Nagasaki, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat pada sekutu pada tanggal 15

1. PENDAHULUAN. Nagasaki, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat pada sekutu pada tanggal 15 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah Kota Hiroshima dijatuhi bom atom oleh Sekutu tanggal 6 Agustus 1945, keesokan harinya tanggal 9 Agustus 1945 bom atom kedua jatuh di Kota Nagasaki, Jepang

Lebih terperinci

Keterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris. dalam Genosida 65

Keterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris. dalam Genosida 65 Keterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris dalam Genosida 65 Majalah Bhinneka April 2, 2016 http://bhinnekanusantara.org/keterlibatan-pemerintah-amerika-serikat-dan-inggris-dalam-genosida-65/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang sebelumnya dijajah oleh Jepang selama 3,5 tahun berhasil mendapatkan kemerdekaannya setelah di bacakannya

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 1993 TENTANG PEMBERIAN SURAT KETERANGAN FISKAL LUAR NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 1993 TENTANG PEMBERIAN SURAT KETERANGAN FISKAL LUAR NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 1993 TENTANG PEMBERIAN SURAT KETERANGAN FISKAL LUAR NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan telah terjadi sejak kedatangan penjajah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan telah terjadi sejak kedatangan penjajah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan telah terjadi sejak kedatangan penjajah Barat di Nusantara. Perjuangan itu berawal sejak kedatangan bangsa Portugis

Lebih terperinci

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan sebuah negara maritim karena memiliki wilayah laut yang lebih luas dibandingkan dengan wilayah daratan. Hal ini menjadikan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berposisi di baris depan, sebagai komunitas sosial yang memotori perwujudan

BAB I PENDAHULUAN. berposisi di baris depan, sebagai komunitas sosial yang memotori perwujudan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam konteks transisi politik di Indonesia, gerakan mahasiswa memainkan peranan yang penting sebagai kekuatan yang secara nyata mampu mendobrak rezim otoritarian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 3-2002 lihat: UU 1-1988 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 51, 1982 (HANKAM. POLITIK. ABRI. Warga negara. Wawasan Nusantara. Penjelasan

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendudukan Jepang di tahun Proses pembentukan tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. pendudukan Jepang di tahun Proses pembentukan tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses terbentuknya Organisasi Militer di Indonesia, ditandai dengan masa pendudukan Jepang di tahun 1942-1945. Proses pembentukan tersebut terjadi ketika bangsa Jepang

Lebih terperinci

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Lampiran. Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja

Lampiran. Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja Lampiran Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Maret 2011 Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja membuat graffiti politik, puluhan orang tewas ketika pasukan keamanan menindak Demonstran Mei

Lebih terperinci

Multimedia Pembelajaran IPS. Sekolah Dasar Kelas V B. Skip >> Perang Kemerdekaan (Pertempuran Sepuluh Nopember & Bandung Lautan Api) Di Buat Oleh :

Multimedia Pembelajaran IPS. Sekolah Dasar Kelas V B. Skip >> Perang Kemerdekaan (Pertempuran Sepuluh Nopember & Bandung Lautan Api) Di Buat Oleh : Perang Kemerdekaan (Pertempuran Sepuluh Nopember & Bandung Lautan Api) Di Buat Oleh : Purwanto, S.Pd.SD SD Negeri 3 Slogohimo Multimedia Pembelajaran IPS Sekolah Dasar Kelas V B Skip >> SK/KD TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1994 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN BAGI ORANG PRIBADI YANG BERTOLAK KE LUAR NEGERI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1994 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN BAGI ORANG PRIBADI YANG BERTOLAK KE LUAR NEGERI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1994 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN BAGI ORANG PRIBADI YANG BERTOLAK KE LUAR NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik perhatian umat manusia karena berbagai hal. Jepang mula-mula terkenal sebagai bangsa Asia pertama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin menguasai Indonesia. Setelah Indonesia. disebabkan karena sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari Jepang.

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin menguasai Indonesia. Setelah Indonesia. disebabkan karena sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari Jepang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perang Medan Area merupakan suatu peristiwa dimana perjuangan rakyat Medan melawan sekutu yang ingin menguasai Indonesia. Setelah Indonesia memproklamasikan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI Tindak pidana desersi merupakan tindak pidana militer yang paling banyak dilakukan oleh anggota TNI, padahal anggota TNI sudah mengetahui mengenai

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan suatu gerakan rakyat, yang bersendikan demokrasi terpimpin,

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Kelompok 5. 1.Alma Choirunnisa (02) 2.Anjar Kumala Rani (03) 3.Sesario Agung Bagaskara (31) 4.Umi Milati Chanifa (35) XI MIPA 5

Disusun Oleh : Kelompok 5. 1.Alma Choirunnisa (02) 2.Anjar Kumala Rani (03) 3.Sesario Agung Bagaskara (31) 4.Umi Milati Chanifa (35) XI MIPA 5 Disusun Oleh : Kelompok 5 1.Alma Choirunnisa (02) 2.Anjar Kumala Rani (03) 3.Sesario Agung Bagaskara (31) 4.Umi Milati Chanifa (35) XI MIPA 5 LATAR BELAKANG TOKOH PEMIMPIN KRONOLOGIS PETA KONSEP PERLAWANAN

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia di Desa Panggungrejo sebagai berikut: 1. Perlawanan Terhadap Belanda Di Lampung ( )

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia di Desa Panggungrejo sebagai berikut: 1. Perlawanan Terhadap Belanda Di Lampung ( ) 58 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan maka, dapat disimpulkan bahwa Proses Perjuangan Lettu CPM Suratno dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia di Desa Panggungrejo

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TANDA KEHORMATAN BINTANG GARUDA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TANDA KEHORMATAN BINTANG GARUDA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TANDA KEHORMATAN BINTANG GARUDA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa pelaksanaan tugas di udara mempunyai corak

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 No.1459, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Prajurit TNI. Status Gugur/Tewas. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG STATUS GUGUR ATAU TEWAS BAGI PRAJURIT

Lebih terperinci

BUKU KEDUA TINDAK PIDANA BAB I TINDAK PIDANA TERHADAP KEAMANAN NEGARA Bagian Kesatu Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara Paragraf 1 Penyebaran Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme Pasal 212 (1) Setiap

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 78/1999, PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 1994 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN BAGI ORANG PRIBADI YANG AKAN BERTOLAK KE LUAR NEGERI *36781 PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

Komunisme dan Pan-Islamisme

Komunisme dan Pan-Islamisme Komunisme dan Pan-Islamisme Tan Malaka (1922) Penerjemah: Ted Sprague, Agustus 2009 Ini adalah sebuah pidato yang disampaikan oleh tokoh Marxis Indonesia Tan Malaka pada Kongres Komunis Internasional ke-empat

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Kennedy hanya menjalankan jabatan kepresidenan selama dua tahun yakni

BAB VI KESIMPULAN. Kennedy hanya menjalankan jabatan kepresidenan selama dua tahun yakni BAB VI KESIMPULAN Kennedy hanya menjalankan jabatan kepresidenan selama dua tahun yakni sejak tahun 1961 hingga 1963, akan tetapi Kennedy tetap mampu membuat kebijakan-kebijakan penting yang memiliki dampak

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN PERTIKAIAN-PERTIKAIAN

PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN PERTIKAIAN-PERTIKAIAN PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN PERTIKAIAN-PERTIKAIAN BERSENJATA INTERNASIONAL (PROTOKOL I) DAN BUKAN INTERNASIONAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. telah menjadi bangsa yang merdeka dan terbebas dari penjajahan. Namun pada. khususnya Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia.

I. PENDAHULUAN. telah menjadi bangsa yang merdeka dan terbebas dari penjajahan. Namun pada. khususnya Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan pada tanggal 17 agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No.56, hal ini merupakan bukti bahwa Indonesia telah menjadi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1988 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEAMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia dan TNI serta diakui kedaulatannya

BAB I PENDAHULUAN. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia dan TNI serta diakui kedaulatannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia dan TNI serta diakui kedaulatannya oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, maka pada tahun 1950 KNIL dibubarkan. Berdasarkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 57 TAHUN 1996 TENTNAG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 1994 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN BAGI ORANG PRIBADI YANG BERTOLAK KE

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 70 TAHUN 1958 TENTANG PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 2 TAHUN 1958 TENTANG TANDA-TANDA PENGHARGAAN UNTUK ANGGOTA ANGKATAN PERANG (LEMBARAN-NEGARA TAHUN 1958 NO. 41), SEBAGAI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PELAYARAN MENUJU AUSTRALIA

PELAYARAN MENUJU AUSTRALIA PELAYARAN MENUJU AUSTRALIA PENEMUAN BENUA AUSTRALIA Willem Jansz (Belanda) menemukan pantai utara Australia pada tahun 1606 Abel Janszoon Tasman (Belanda) menemukan pulau Tasmania (1642) pantai tenggara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berat bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka belum lepas

BAB I PENDAHULUAN. berat bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka belum lepas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia menjadi masa yang berat bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka belum lepas dari incaran negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2001 TENTANG Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2000 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI YANG AKAN BERTOLAK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II bukanlah sesuatu yang

PENDAHULUAN. Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II bukanlah sesuatu yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II bukanlah sesuatu yang datangnya tiba-tiba, namun merupakan puncak dari suatu proses. Berkembangnya negara-negara fasis

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a. bahwa pertahanan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Belanda meneruskan serangan ke daerah-daerah yang belum berhasil dikuasai

BAB V PENUTUP. Belanda meneruskan serangan ke daerah-daerah yang belum berhasil dikuasai BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah berhasil menduduki Yogyakarta sebagai awal agresi II, Belanda meneruskan serangan ke daerah-daerah yang belum berhasil dikuasai dengan Agresi-nya yang pertama termasuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI YANG AKAN BERTOLAK KE LUAR NEGERI.

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI YANG AKAN BERTOLAK KE LUAR NEGERI. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2000 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI YANG AKAN BERTOLAK KE LUAR NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan Indonesia. Berhubung dengan masih buruk dan minimnya sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan Indonesia. Berhubung dengan masih buruk dan minimnya sarana dan prasarana BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Setelah Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan pada 17 Agustus 1945 di Jakarta oleh Ir.Soekarno dan Drs.Muhammad Hatta, seluruh tanah air pun menggegap gempita

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 071 / KMA / SK / V / 2008 TENTANG

KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 071 / KMA / SK / V / 2008 TENTANG KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 071 / KMA / SK / V / 2008 TENTANG KETENTUAN PENEGAKAN DISIPLIN KERJA DALAM PELAKSANAAN PEMBERIAN TUNJANGAN KHUSUS KINERJA HAKIM DAN PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN 1945-1949 K E L O M P O K 1 A Z I Z A T U L M A R A T I ( 1 4 1 4 4 6 0 0 2 0 0 ) D E V I A N A S E T Y A N I N G S I H ( 1 4 1 4 4 6 0 0 2 1 2 ) N U R U L F I T R I A

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penghadangan terhadap tentara Jepang di daerah Kubang Garut oleh

Lebih terperinci

Andi Sabrina Qamarani (4) Dhara Devina Velda (8) REVOLUSI AMERIKA KELAS XI IIS 2

Andi Sabrina Qamarani (4) Dhara Devina Velda (8) REVOLUSI AMERIKA KELAS XI IIS 2 + Andi Sabrina Qamarani (4) Dhara Devina Velda (8) REVOLUSI AMERIKA KELAS XI IIS 2 + Revolusi Amerika Revolusi Amerika dikenal sebagai Perang Kemerdekaan Amerika Merupakan perang kemerdekaan Amerika untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1958 TENTANG TANDA-TANDA PENGHARGAAN UNTUK ANGGOTA ANGKATAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1958 TENTANG TANDA-TANDA PENGHARGAAN UNTUK ANGGOTA ANGKATAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1958 TENTANG TANDA-TANDA PENGHARGAAN UNTUK ANGGOTA ANGKATAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1. Bahwa Angkatan Perang dalam usahanya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - SEJARAH BAB 1. Perang Dunia IIlatihan soal 1.2

SMP kelas 9 - SEJARAH BAB 1. Perang Dunia IIlatihan soal 1.2 1. Negara-negara yang tergabung dalam blok fasis adalah... Jerman, Jepang, dan Italia Jerman, Jepang, dan Inggris Jepang, Italia, dan Uni Soviet Jerman, Hungaria, dan Amerika Serikat SMP kelas 9 - SEJARAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial Hak Lintas Damai di Laut Teritorial A. Laut Teritorial HAK LINTAS DAMAI DI LAUT TERITORIAL (KAJIAN HISTORIS) Laut teritorial merupakan wilayah laut yang terletak disisi luar dari garis-garis dasar (garis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan suatu negara untuk menjadi lebih baik dari aspek kehidupan merupakan cita-cita dan sekaligus harapan bagi seluruh rakyat yang bernaung di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing.

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 yang diucapkan oleh Soekarno Hatta atas nama bangsa Indonesia merupakan tonggak sejarah berdirinya

Lebih terperinci

Sejarah umum - kelas XII BAB 9 Revolusi perancis. Revolusi Amerika, Revolusi Rusia, dan Indonesia

Sejarah umum - kelas XII BAB 9 Revolusi perancis. Revolusi Amerika, Revolusi Rusia, dan Indonesia Sejarah umum - kelas XII BAB 9 Revolusi perancis. Revolusi Amerika, Revolusi Rusia, dan Indonesia KEADAAN RUSIA SEBELUM REVOLUSI 1917 Tahun Pemimpin Politik Sosial Ekonomi Even Dampak (1894-1917) Tsar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian skripsi peneliti yang berjudul Peran New Zealand dalam Pakta ANZUS (Australia, New Zealand, United States) Tahun 1951-.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kegiatan yang dilaksanakan oleh prajurit Tentara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 70 TAHUN 1958 (70/1958) Tanggal: 4 SEPTEMBER 1958 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 70 TAHUN 1958 (70/1958) Tanggal: 4 SEPTEMBER 1958 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 70 TAHUN 1958 (70/1958) Tanggal: 4 SEPTEMBER 1958 (JAKARTA) Sumber: LN 1958/124; TLN NO. 1657 Tentang: PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT

Lebih terperinci

penjajahan sudah dirasakan bangsa Indonesia, ketika kemerdekaan telah diraih, maka akan tetap dipertahankan meskipun nyawa menjadi taruhannya.

penjajahan sudah dirasakan bangsa Indonesia, ketika kemerdekaan telah diraih, maka akan tetap dipertahankan meskipun nyawa menjadi taruhannya. BAB V KESIMPULAN Keadaan umum Kebumen pada masa kemerdekaan tidak jauh berbeda dengan wilayah lain di Indonesia. Konflik atau pertempuran yang terjadi selama masa Perang Kemerdekaan, terjadi juga di Kebumen.

Lebih terperinci

Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965

Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965 Cerita Pagi Dokumen Supardjo, Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965 Hasan Kurniawan Minggu, 23 Oktober 2016 05:05 WIB http://daerah.sindonews.com/read/1149282/29/dokumen-supardjo-mengungkap-kegagalan-gerakan-30-september-1965-1477110699

Lebih terperinci

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON MUTUAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS) PERJANJIAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DONGGALA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DONGGALA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DONGGALA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DONGGALA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri BAB V KESIMPULAN Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap Pembentukan Negara Federasi Malaysia dan Dampaknya bagi Hubungan Indonesia-Amerika Serikat Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dunia II ditandai dengan menyerahnya Jerman kepada

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dunia II ditandai dengan menyerahnya Jerman kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Berakhirnya Perang Dunia II ditandai dengan menyerahnya Jerman kepada Sekutu di Eropa dan menyerahnya Jepang kepada Sekutu tanggal 15 Agustus 1945.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A.Tinjauan Pustaka Tinjauan Pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan topik penelitian, dimana dalam tinjauan pustaka akan dicari teori atau konsep-konsep

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN 1 RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dinamika hubungan sipil dan militer pada masa Demokrasi Liberal (1950-

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dinamika hubungan sipil dan militer pada masa Demokrasi Liberal (1950- BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan. Dinamika hubungan sipil dan militer pada masa Demokrasi Liberal (1950-1959) sangat menarik untuk dikaji. Militer adalah organ yang penting yang dimiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

PERISTIWA SETELAH PROKLAMASI

PERISTIWA SETELAH PROKLAMASI PERISTIWA SETELAH PROKLAMASI Setelah Belanda mundur dan meninggalkan Indonesia, ada beberapa hal yang terjadi: Belanda menyingkir ke Australia. Belanda membentuk dua buah organisasi Sekutu, yaitu AFNEI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk wilayah Indonesia bagian barat. Karena letaknya berada pada pantai selat Malaka, maka daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kegiatan yang dilaksanakan oleh prajurit

Lebih terperinci

PERANG BERUJUNG MAKAN BUAH SIMALAKAMA

PERANG BERUJUNG MAKAN BUAH SIMALAKAMA Nama: ika Putri k Nim: 09.11.2577 Kelas: S1 TI 01 PERANG BERUJUNG MAKAN BUAH SIMALAKAMA Pada suatu hari terjadi perang antara rakyat Indonesia dengan Malaysia dikarenakan Malaysia sering kali merebut wilayah

Lebih terperinci

2015 PERANAN SOUTH WEST AFRICA PEOPLE ORGANIZATION (SWAPO) DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN NAMIBIA

2015 PERANAN SOUTH WEST AFRICA PEOPLE ORGANIZATION (SWAPO) DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN NAMIBIA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Namibia merupakan negara mandat dari Afrika Selatan setelah Perang Dunia I. Sebelumnya, Namibia merupakan negara jajahan Jerman. Menurut Soeratman (2012,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

Partai PDIP dan Pembasmian PKI Melalui Supersemar.

Partai PDIP dan Pembasmian PKI Melalui Supersemar. Partai PDIP dan Pembasmian PKI Melalui Supersemar. BY HANDOKO WIZAYA ON OCTOBER 4, 2017POLITIK https://seword.com/politik/partai-pdip-dan-pembasmian-pki-melalui-supersemar/ Menurut Sekretaris Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cikal bakal lahirnya TNI (Tentara Nasional Indonesia) pada awal

BAB I PENDAHULUAN. Cikal bakal lahirnya TNI (Tentara Nasional Indonesia) pada awal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat mempertahankan kemerdekaan, banyak orang Indonesia berjuang untuk membentuk pasukan mereka sendiri atau badan perjuangan Masyarakat. Tradisi keprajuritan

Lebih terperinci

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun 1967 1972 Oleh: Ida Fitrianingrum K4400026 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian seperti yang diuraikan pada

Lebih terperinci