POLIMORFISME GEN FEKUNDITAS (BMPR1B DAN BMP15) PADA KAMBING KACANG, SAMOSIR DAN MUARA MOCHAMAD SYAIFUL RIJAL HASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLIMORFISME GEN FEKUNDITAS (BMPR1B DAN BMP15) PADA KAMBING KACANG, SAMOSIR DAN MUARA MOCHAMAD SYAIFUL RIJAL HASAN"

Transkripsi

1 POLIMORFISME GEN FEKUNDITAS (BMPR1B DAN BMP15) PADA KAMBING KACANG, SAMOSIR DAN MUARA MOCHAMAD SYAIFUL RIJAL HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Polimorfisme Gen Fekunditas (BMPR1B dan BMP15) pada Kambing Kacang, Samosir dan Muara adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2011 Mochamad Syaiful Rijal Hasan

4

5 ABSTRACT MOCHAMAD SYAIFUL RIJAL HASAN. Polymorphism of fecundity genes (BMPR1B and BMP15) on Kacang, Samosir and Muara goats. Under supervision of ACHMAD FARAJALLAH and RADEN RORO DYAH PERWITASARI. Several Indonesian local goats are prolific. Fecundity was controlled by fecundity genes such as Bone Morphogenetic Protein Receptor 1B (BMPR1B), Bone Morphogenetic Protein 15 (BMP15) and Growth Differentiation Factor 9 (GDF9). The present study aimed to identify the genetic diversity of fecundity genes (BMPR1B and BMP15) on three Indonesian local goats, namely Kacang, Samosir, and Muara, using PCR-RFLP and nucleotide sequencing methods. The PCR-RFLP s showed that all sample of three Indonesian local goats are monomorphic. Verification result by nucleotide sequencing found two substitution were G72T on BMPR1B gene exon 8 and G43A on BMP15 gene exon 2. Both of the mutation were not part of recognizing site of restriction enzymes. Furthermore, the genetic diversity was identified for exon 1 and exon 2 of BMP15. Nucleotide sequence of exon 1 of BMP15 gene was monomorphic among the three Indonesian local goats. On the other hand, there are three mutant alleles were found on exon 2 among the three Indonesian local goats. Two mutant alleles of A325G and C398G were found on Kacang goats population. One mutant allele was C34T on Muara goats population. The population of Samosir goats have identically sequence of BMP15 exon 2. The phylogenetic tree based on coding sequence exon 2 showed that Kacang, Samosir and Muara goats clustered with several local goats in the world. Moreover, the phylogenetic tree also defined Kacang, Samosir and Muara goats as monoovulation group. Keyword : BMPR1B, BMP15, gene, Kacang goat, Samosir goat, Muara goat

6

7 RINGKASAN MOCHAMAD SYAIFUL RIJAL HASAN. Polimorfisme Gen Fekunditas (BMPR1B dan BMP15) pada Kambing Kacang, Samosir dan Muara. Dibimbing oleh ACHMAD FARAJALLAH dan RADEN RORO DYAH PERWITASARI. Indonesia memiliki potensi keanekaragaman hayati yang tinggi. Salah satunya adalah kambing lokal. Beberapa kambing lokal di Indonesia memiliki sifat unggul, antara lain bersifat prolifik. Sifat prolifik ini dikendalikan oleh gen fekunditas, antara lain Bone Morphogenetic Protein Receptor 1B (BMPR1B), Bone Morphogenetic Protein 15 (BMP15) dan Growth Differentiation Factor 9 (GDF9). Gen BMPR1B yang dikenal sebagai FecB terletak pada kromosom 6 dan diekspresikan oleh sel oosit dan sel granulosa dalam ovarium. Mutasi pada FecB yang berkaitan dengan sifat prolifik adalah substitusi A746G yang menyebabkan substitusi asam amino Q249R. Adapun gen BMP15 yang dikenal sebagai FecX terletak di kromosom X dan hanya diekspresikan di dalam sel-sel oosit. Beberapa alel mutan pada gen BMP15 yang berhubungan dengan sifat prolifik adalah FecX I (Inverdale), FecX H (Hanna), FecX B (Belclare), FecX G (Galway), FecX L (Lacaune) dan FecX R (Rasa Aragonesa). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman genetik gen fekunditas (BMPR1B dan BMP15) pada kambing Kacang, Samosir dan Muara menggunakan metode PCR-RFLP dan sekuensing nukleotida. Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama, PCR-RFLP gen BMPR1B ekson 8 dengan menggunakan enzim AvaII dan gen BMP15 ekson 2 dengan menggunakan enzim HinfI. Tahap kedua, sekuensing nukleotida gen BMP15 ekson 1 dan 2. Hasil PCR-RFLP, baik gen BMPR1B maupun gen BMP15 menunjukkan bahwa semua sampel dari kambing Kacang, Samosir dan Muara merupakan tipe liar atau non-prolifik dan bersifat monomorfik. Hal ini tidak sesuai dengan data lapangan bahwa beberapa sampel yang diperoleh mempunyai jumlah anak sekelahiran lebih dari satu. Hasil ini mengindikasikan bahwa metode PCR-RFLP gen BMPR1B dan BMP15 tidak dapat dijadikan sebagai alat deteksi pada kambing Kacang, Samosir dan Muara. Hasil verifikasi dengan metode sekuensing menggunakan primer yang sama menunjukkan bahwa mutasi G72T pada gen BMPR1B dan mutasi G43A pada gen BMP15 bukan bagian dari situs pengenalan dari enzim restriksi yang digunakan. Hasil sekuensing nukleotida ruas ekson 1 gen BMP15 tidak menunjukkan polimorfisme antar ketiga kambing lokal Indonesia, tetapi beberapa situs ditemukan berbeda dengan kambing-kambing lainnya. Adapun hasil sekuensing nukleotida pada daerah ekson 2-nya ditemukan 3 varian nukleotida antar ketiga kambing lokal Indonesia. Populasi kambing Kacang memiliki dua alel mutan yaitu A325G dan C398G. Populasi kambing Muara menunjukkan satu alel mutan yaitu C34T, sedangkan populasi kambing Samosir bersifat monomorf.

8 Pohon filogeni berdasarkan coding sequence ekson 2 menunjukkan bahwa ketiga kambing lokal Indonesia berada dalam satu kelompok dengan kambingkambing lokal di dunia. Selain itu, pohon filogeni juga menempatkan kambing dalam kelompok hewan yang bersifat monoovulasi. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi prolifik dikendalikan secara aditif dan pleitropik. Selain itu, diduga ada peranan gen-gen yang lain yang mengatur sifat prolifik pada kambing.

9 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB yang wajar Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

10

11 POLIMORFISME GEN FEKUNDITAS (BMPR1B DAN BMP15) PADA KAMBING KACANG, SAMOSIR DAN MUARA MOCHAMAD SYAIFUL RIJAL HASAN Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biosains Hewan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

12 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Drh. Arief Boediono PhD.

13 Judul Tesis Nama NRP : Polimorfisme Gen Fekunditas (BMPR1B dan BMP15) pada Kambing Kacang, Samosir dan Muara : Mochamad Syaiful Rijal Hasan : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si Ketua Dr. Ir. R.R. Dyah Perwitasari, M.Sc Anggota Diketahui Ketua Program Studi Biosains Hewan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Bambang Suryobroto Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal Ujian : 11 Juli 2011 Tanggal Lulus :

14

15 PRAKATA Buku ini berisi hasil penelitian yang berjudul Polimorfisme Gen Fekunditas (BMPR1B dan BMP15) pada kambing Kacang, Samosir dan Muara sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dari Mayor Biosains Hewan, Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan dan saran dalam menyelesaikan penelitian ini kepada Bapak Dr. Achmad Farajallah dan Ibu Dr. R.R. Dyah Perwitasari selaku Dosen Pembimbing. Ucapan Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Drh. Arief Boediono PhD. selaku Penguji Luar Komisi atas saran dan arahannya. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Departemen Agama Republik Indonesia atas Program Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pada Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan atas sebagian bantuan dana penelitian dari kegiatan Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) tahun 2010 dengan judul Identifikasi Tiga Gen Fekunditas pada Empat Jenis Kambing Lokal (Kacang, Peranakan Etawah, Samosir dan Muara). Penulis menyampaikan terima kasih kepada Pimpinan dan Karyawan Lokalit Kambing Potong Sei putih, Medan serta beberapa pemilik kambing di Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Samosir. Terima kasih juga kepada zoo corner community, Dr. Aron Batu Bara, Wildan Najmal Muttaqin M.Si dan Eryk Andreas M.Pt serta semua teman-teman atas kekeluargaannya. Ungkapan terima kasih yang tiada tara penulis persembahkan kepada Aba, Ummi dan Cak Lutfi atas dukungan do a dan curahan kasih sayangnya. Ungkapan cinta pada istri dan putraku (Alkhoiriyatur Raudiatul Jannah DIAH dan Sayyid Husein Ahmadinejad ZEN ) atas kesetiaan, ketulusan dan kesabarannya dalam mengobarkan semangat tuk terus melangkah dalam susah dan senang menatap masa depan. Akhirnya tiada gading yang tak retak. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2011 Mochamad Syaiful Rijal Hasan

16 RIWAYAT HIDUP Penulis adalah putra kedua dari dua bersaudara dari pasangan H.M. Hasan Abdus Syafik dan Hj. Siti Rohmah Eja Rahmawati. Penulis lahir di Jember-Jawa Timur pada 02 Februari Penulis lulus dari SMUN Kalisat pada tahun 1998, kemudian melanjutkan pendidikan pada jenjang sarjana di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Jurusan Biologi, Universitas Negeri Jember tahun Pada tahun 2004 penulis dapat menyelesaikan studi S1. Penulis bekerja sebagai guru swasta yang memegang mata pelajaran biologi di Madrasah Aliyah Al Badri di Jember hingga saat ini. Pada tahun 2009, Alhamdulillah penulis mendapat kesempatan memperoleh beasiswa utusan daerah di Sekolah Pascasarjana Program Studi BioSains Hewan, Institut Pertanian Bogor dari Departemen Agama Republik Indonesia.

17 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang... Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian GEN FEKUNDITAS (BMPR1B DAN BMP15) PADA TIGA KAMBING LOKAL INDONESIA PENDAHULUAN... BAHAN DAN METODE... Waktu dan Tempat... Pengambilan Sampel Darah Kambing.. Ekstraksi DNA..... Amplifikasi Gen BMPR1B dan BMP15... Analisis Gen BMPR1B dan BMP15 Menggunakan PCR-RFLP dan Sekuensing HASIL... PEMBAHASAN... SIMPULAN POLIMORFISME GEN BMP15 PADA KAMBING KACANG, SAMOSIR DAN MUARA PENDAHULUAN. BAHAN DAN METODE... Sampel DNA dan Amplifikasi Gen BMP15.. Penentuan Genotip dengan Metode Sekuensing... HASIL PEMBAHASAN.... SIMPULAN... 4 PEMBAHASAN UMUM... 5 SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN.. Halaman xvi xvii xvii

18 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Penampilan Tiga Kambing Lokal Indonesia. 2 Amplikon gen BMPR1B Amplikon gen BMP15 ekson Mutasi substitusi G T gen BMPRIB nukleotida ke-72 pada kambing Kacang, Samosir dan Muara... 5 Mutasi substitusi G A gen BMP15 nukleotida ke-43 pada kambing Kacang, Samosir dan Muara Amplikon gen BMP15 ekson 1 dan 2 pada kambing Kacang 7 Mutasi substitusi gen BMP15 pada kambing Kacang... 8 Mutasi substitusi C34T pada kambing Muara... 9 Pohon filogeni kambing lokal Indonesia berdasarkan daerah coding sequence gen BMP15 ekson 2 menggunakan program MEGA 4 dengan metode Neighbour-joining dengan bootstrap 1000x. Angka di percabangan menunjukkan nilai bootstrap

19 DAFTAR TABEL Halaman 1 Jumlah sampel darah kambing Alel mutan pada gen BMP DAFTAR LAMPIRAN 1 Informasi sekuens gen BMP15 pada Capra hircus breed Guizhou White.. Halaman 33 2 Beberapa spesies yang digunakan dalam analisis pohon filogeni gen BMP15 ekson 2 3 Hasil pensejajaran coding sequence Ekson 2 Gen BMP15 kambing lokal Indonesia terhadap beberapa spesies Mamalia, burung dan ikan (No. merujuk pada nama spesies yang ada di lampiran 2). Nomor tiga baris di bagian atas dibaca secara vertikal)

20 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya alam dengan keragaman genetik yang melimpah. Salah satu diantaranya adalah ternak kambing lokal Indonesia yang telah beradaptasi dengan kondisi geografis setempat. Kambing di Indonesia merupakan ternak ruminansia kecil dengan jumlah paling tinggi di Asia Tenggara (Sodiq & Taufik 2003). Beberapa kambing lokal Indonesia seperti kambing Kacang, Samosir dan Muara memiliki keunggulan karena bersifat prolifik (Gambar 1). Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia. Kambing Kacang merupakan kambing penghasil daging dengan rata-rata litter size anak per kelahiran (Hoda 2008). Kambing Kacang memiliki ukuran tubuh sedang dengan corak warna yang sangat beragam mulai dari putih, hitam, coklat ataupun kombinasi dari ketiga warna tersebut. Kambing Samosir dipelihara oleh penduduk di Pulau Samosir, Kabupaten Toba Samosir dan sering digunakan sebagai bahan upacara persembahan salah satu aliran kepercayaan (Parmalim). Kambing Samosir memiliki ciri khas berupa warna bulu dominan putih dengan ukuran tubuh sedang. Adapun kambing Muara telah lama beradaptasi di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara dengan kondisi topografi yang bergununggunung. Ciri khas Kambing Muara adalah ukuran tubuhnya paling besar diantara kambing Kacang maupun kambing Samosir. Kambing Muara memiliki corak warna yang bervariasi seperti pada kambing Kacang. Sifat prolifik yaitu kemampuan mempunyai anak lebih dari satu dalam satu kali kelahiran. Sifat prolifik pada ternak ruminansia dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu monozigot dan multizigot. Kelompok monozigot mengovulasikan satu oosit, kemudian embrio muda yang terbentuk membelah menjadi dua atau lebih embrio yang mampu hidup. Kelompok ini akan menghasilkan anak kembar identik. Kelompok multizigot mengovulasikan lebih dari satu oosit dalam suatu waktu. Apabila ada beberapa oosit yang berhasil dibuahi maka ternak akan melahirkan lebih dari satu anak dalam satu kali periode kelahiran.

21 2 Gambar 1 Penampilan Tiga Kambing Lokal Indonesia. Salah satu tahapan penting dalam sistem reproduksi adalah proses pematangan folikel hingga siap untuk diovulasikan yang dikenal dengan oogenesis. Folikel adalah oosit yang dilapisi oleh dua jenis sel somatik, yaitu sel granulosa dan sel theka. Tahap perkembangan folikel meliputi primordial, primer, sekunder, awal tersier (antral atau Graafian), akhir tersier dan pre ovulasi. Rangkaian proses oogenesis melibatkan beragam sinyal baik berupa hormon maupun faktor. Hormon merupakan sinyal molekul yang dihasilkan oleh sel endokrin dan didistribusikan melalui aliran darah menuju sel target atau ke seluruh tubuh. Beberapa hormon yang berperan dalam proses oogenesis antara lain Follicle Stimulating Hormone (FSH), estrogen, luteinizing Hormone (LH) dan progesteron. Hormon FSH berfungsi untuk merangsang pertumbuhan sel-sel folikel di sekeliling ovum. Folikel primordial akan tumbuh menjadi folikel de Graaf. Folikel de Graaf akan menghasilkan hormon estrogen yang berfungsi merangsang kelenjar hipofisis untuk mensekresikan hormon LH. Hormon LH akan merangsang terjadinya ovulasi. Sisa folikel dari proses ovulasi akan membentuk korpus luteum yang selanjutnya menghasilkan progesteron. Hormon

22 3 progesteron berperan dalam menghambat kelenjar hipofisis untuk mensekresikan FSH dan LH. Faktor merupakan suatu sinyal molekular yang dihasilkan oleh suatu sel untuk merangsang kerja dari sel lain di sekitarnya. Faktor diedarkan melalui difusi cairan matriks ekstra selular. Faktor dikelompokkan sebagai sinyal parakrin. Salah satu contoh sinyal parakrin yang berperan dalam proses oogenesis adalah anggota super famili Transforming Growth Factor β (TGF β), diantaranya Bone Morphogenetic Protein Receptor 1B (BMPR1B) dan Bone Morphogenetic Protein 15 (BMP15). BMP15 merupakan suatu faktor pertumbuhan yang berfungsi dalam mengatur proliferasi dan diferensiasi sel granulosa di awal perkembangan folikel (Otsuka et al. 2000). BMPR1B merupakan reseptor bagi beberapa faktor BMP termasuk BMP15 (ten Dijke et al. 2003). Sifat prolifik dikendalikan oleh gen-gen yang dikelompokkan sebagai gen kesuburan (fecundity genes) (Davis 2004). Gen BMPR1B atau activin-like kinase 6 (ALK 6) dikenal sebagai FecB. Gen BMPR1B terletak pada kromosom 6 yang diekspresikan oleh sel oosit dan sel granulosa. Mutasi substitusi A746G atau pada tingkat asam amino mutasi Q249R pada FecB akan meningkatkan laju ovulasi rata-rata 1.5 dan rataan litter size 1.0 pada heterozigot carrier. Mutasi yang sama pada homozigot carrier akan meningkatkan laju ovulasi rata-rata 3.0 dengan rataan litter size 1.5 (Mulsant et al. 2001; Souza et al. 2001; Wilson et al. 2001; Davis 2005). Gen BMP15 atau GDF9B dikenal sebagai FecX terletak di kromosom X dan diekspresikan oleh sel oosit. Mutasi pada gen BMP15 pertama kali dilaporkan oleh Galloway et al. (2000). Mutasi pada FecX berkorelasi dengan peningkatan laju ovulasi dan litter size pada genotip heterozigot carrier, sedangkan pada genotip homozigot carrier dapat menyebabkan sifat steril. Ada enam alel mutan yang sudah diketahui pada gen BMP15 yaitu FecX I (Inverdale), FecX H (Hanna), FecX B (Belclare), FecX G (Galway), FecX L (Lacaune) dan FecX R (Rasa Aragonesa) (Galloway et al. 2000; Hanrahan et al. 2004; Bodin et al. 2007; Martinez-Royo et al. 2008). Mutasi substitusi Q239Ter pada gen BMP15 yang berkorelasi dengan sifat prolifik adalah FecX G. Situs mutan tersebut ternyata bisa dikenali sebagai situs restriksi enzim HinfI. Dengan begitu, deteksi dini terhadap sifat prolifik

23 4 kemudian dikembangkan oleh Hanrahan et al. (2004) pada domba menggunakan teknik PCR-RFLP (Polymerase Chain Reaction Restriction Fragment Length Polymorphism). Metode PCR-RFLP merupakan metode untuk mendeteksi ada tidaknya mutasi pada situs pemotongan yang khas suatu enzim restriksi. Pada beberapa populasi ternak, PCR-RFLP terbukti sebagai metode deteksi mutasi substitusi yang cepat dan akurat. Pemanfaatan teknik PCR-RFLP dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas hewan ternak melalui skrining dan pendeteksian hasil persilangan (Pardhesi et al. 2005). Apabila mutasi substitusi tidak terjadi pada situs pemotongan suatu enzim restriksi, maka metode pendeteksiannya bisa dilakukan dengan metode SSCP (Single Strand Conformation Polymorphism) ataupun perunutan nukleotida (DNA sequencing). Metode sekuensing DNA lebih akurat dalam mendeteksi kejadian mutasi tetapi relatif mahal dan membutuhkan waktu yang lama. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman gen fekunditas (BMPR1B dan BMP15) pada tiga kambing lokal Indonesia, yaitu kambing Kacang, Samosir dan Muara dengan menggunakan metode PCR-RFLP dan sekuensing. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi awal tentang keragaman genetik gen fekunditas (BMPR1B dan BMP15) pada tiga kambing lokal Indonesia yaitu kambing Kacang, Samosir dan Muara. Hasil yang diharapkan adalah apabila metode deteksi cepat PCR-RFLP ditemukan berkorelasi dengan sifat prolifik, maka hasilnya dapat digunakan sebagai metode deteksi dini sifat prolifik.

24 5 GEN FEKUNDITAS (BMPR1B DAN BMP15) PADA TIGA KAMBING LOKAL INDONESIA PENDAHULUAN Sifat prolifik adalah kemampuan untuk melahirkan lebih dari satu anak sekaligus dalam satu kali periode kelahiran. Sifat prolifik dikendalikan oleh gengen yang dikelompokkan sebagai gen kesuburan (fecundity genes). Ada tiga jenis gen Fec yang sudah diidentifikasi pada ruminansia kecil, yaitu Bone Morphogenetic Protein Receptor type 1B (BMPR1B), Growth Differentiation Factor 9 (GDF9) dan Bone Morphogenetic Protein 15 (BMP15) (Galloway et al. 2000; Souza et al. 2001; Hanrahan et al. 2004). Gen BMPR1B atau activin-like kinase 6 (ALK 6) dikenal sebagai FecB. Gen BMPR1B terletak pada kromosom 6 yang diekspresikan oleh sel oosit dan sel-sel granulosa. Mutasi pada FecB terjadi karena substitusi A746G pada cdna yang menyebabkan substitusi asam amino Q249R (Mulsant et al. 2001; Souza et al. 2001; Wilson et al. 2001). Mutan heterozigot carrier akan mengalami peningkatan laju ovulasi rata-rata 1.5 dengan rataan litter size 1.0. Sedangkan mutan homozigot carrier akan mengalami peningkatan yang lebih tinggi yaitu laju ovulasinya rata-rata 3.0 dengan rataan litter size 1.5 (Davis 2005). Gen BMP15 atau FecX terletak di kromosom X dan diekspresikan oleh sel oosit. Anggota super famili Transforming Growth Factor β (TGF β) ini disebut BMP15 karena secara struktural dapat dikelompokkan ke dalam anggota BMP (Dube et al. 1998). Selain itu, BMP15 juga dikenal sebagai GDF9B karena kemiripannya dengan GDF9 (Laitinen et al. 1999). Mutasi pada FecX berkorelasi dengan peningkatan laju ovulasi dan litter size pada genotip heterozigot carrier, sedangkan pada genotip homozigot carrier dapat menyebabkan sifat steril. Ada lima alel akibat mutasi titik (single substitution) pada FecX yang telah ditemukan, yaitu FecX I (Inverdale), FecX H (Hanna), FecX B (Belclare), FecX G (Galway) dan FecX L (Lacaune) (Galloway et al. 2000; Hanrahan et al. 2004; Bodin et al. 2007). Selain itu, ada satu alel yang disebabkan oleh mutasi delesi 17 pb yang disebut FecX R (Rasa Aragonesa) (Martinez-Royo et al. 2008). Metode PCR-RFLP (Polymerase Chain Reaction Restriction Fragment Length Polymorphism) merupakan metode deteksi mutasi yang cepat dan akurat

25 6 dalam skala massal. Metode PCR-RFLP memanfaatkan adanya situs pemotongan yang khas dari suatu enzim restriksi untuk mendeteksi terjadinya mutasi pada suatu fragmen DNA. Metode sekuensing DNA menghasilkan data yang lebih akurat karena berdasarkan perunutan nukleotida. Metode sekuensing relatif mahal dan membutuhkan waktu yang lama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keragaman genetik gen fekunditas (BMPR1B dan BMP15). Populasi ternak yang diteliti adalah tiga kambing lokal Indonesia meliputi kambing Samosir, kambing Muara dan kambing Kacang dengan metode PCR-RFLP dan sekuensing. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2010 sampai dengan Januari 2011 di Laboratorium bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan Sampel Darah Kambing Sampel darah kambing Kacang yang digunakan adalah koleksi Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Sumatera Utara. Berdasarkan catatan yang tersedia, dari total 25 ekor kambing, 14 ekor bersifat prolifik atau setidaknya pernah melahirkan anak lebih dari satu per kelahiran, sedangkan 11 ekor yang lain selalu beranak tunggal (Tabel 1). Kambing Samosir diambil dari peternakan rakyat di Kabupaten Samosir (60 ekor) dan Kambing Muara di peternakan rakyat di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara (35 ekor). Pembagian sifat prolifik atau tidaknya didasarkan pada wawancara terhadap pemilik kambing. Sampel darah diambil dari vena jugularis menggunakan jarum venoject yang dihubungkan dengan tabung vakum sekitar 2 ml dari setiap ekor kambing. Darah yang diperoleh langsung diawetkan dalam alkohol absolut 2x volume darah.

26 7 Tabel 1 Jumlah sampel darah kambing Jenis Kambing Prolifik Non Prolifik + Unknown Jumlah Kacang Samosir Muara Total Prolifik: jumlah anak 2-5, Non prolifik: jumlah anak 1, unknown: tidak diketahui Ekstraksi DNA Ekstraksi genom DNA dilakukan menggunakan Genomic DNA Mini Kit for Fresh Blood (GeneAid) yang dimodifikasi untuk sampel darah yang diawetkan dalam alkohol. Modifikasi yang dilakukan bertujuan untuk menghilangkan alkohol sebelum dilakukan proses ekstraksi DNA. Sampel darah dalam alkohol sebanyak 1mL disentrifugasi 2000 g selama 5 menit. Endapan sel dicuci dengan menambahkan akuades steril hingga volume total 1.5 ml dan didiamkan selama 20 menit. Pencucian ini dilakukan sebanyak dua kali. Sel-sel darah yang telah bersih dari alkohol disuspensikan dengan bufer pelisis 100 µl, kemudian ditambahkan enzim Proteinase K µg/ml dan diinkubasi pada suhu 60 0 C selama 30 menit. Pemisahan bahan organik non-dna dan pemurnian molekul DNA dilakukan sesuai dengan prosedur dari Genomic DNA Mini Kit. Amplifikasi Gen BMPR1B dan BMP15 Ruas ekson 8 gen BMPR1B dan ekson 2 gen BMP15 diamplifikasi dengan mesin TaKaRa Thermal Cycler dalam reaksi PCR 12 µl. Komposisi pereaksi terdiri atas sampel DNA sekitar 10 ng, primer forward dan reverse masing-masing 0.5 µl 25 mm, dan KAPA Taq Ready Mix DNA polymerase 6 µl (KAPATaq DNA polymerase 0.05 U/µL, bufer polimerase dengan Mg mm dan setiap dntp masing-masing 0.4 mm). Kondisi PCR, yaitu predenaturasi 94 0 C selama 5 menit, (denaturasi 94 0 C selama 60 detik, penempelan primer 58 0 C selama 90 detik, pemanjangan 72 0 C 90 detik) sebanyak 30 siklus, pemanjangan akhir pada suhu 72 0 C selama 10 menit, dan penyimpanan dilakukan pada suhu 4 0 C. Amplikon dimigrasikan pada elektroforesis gel poliakrilamida 6% dengan

27 8 menggunakan penanda DNA Ladder 100 pb (Generay Biotech), kemudian dilanjutkan dengan pewarnaan perak (Byun et al. 2009). Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi ruas ekson 8 dari gen BMPR1B adalah primer forward AF84 5 -GTCGCTATGGGGAAGTTTGGATG dan primer reverse AF85 5 -GATGTTTTCATGCCTCATCAACACGGTC yang akan menghasilkan produk PCR sebesar 137 pb (Wilson et al. 2001). Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi ruas ekson 2 gen BMP15 adalah primer forward AF86 5 -CTTCTTGTTACTGTATTTCAATGAGAC dan primer reverse AF87 5 -GATGCAATACTGCCTGCTTG yang akan menghasilkan produk PCR sebesar 135 pb (Hanrahan et al. 2004). Analisis Gen BMPR1B dan BMP15 Menggunakan PCR-RFLP dan Sekuensing Amplikon gen BMPR1B dipotong dengan enzim AvaII (G/GACC) (Boehringer Mannheim, GmbH-Germany). Sebanyak 3 µl amplikon direaksikan dengan enzim restriksi AvaII 7.5 U pada suhu 37 0 C yang diinapkan semalaman. Amplikon yang tidak terpotong disebut dengan tipe liar. Hewan tipe liar tidak memiliki situs pemotongan sehingga panjang fragmen DNAnya tetap 137 pb. Amplikon yang terpotong akan memiliki panjang fragmen DNA 109 pb dan 28 pb disebut mutan homozigot carrier. Amplikon yang terpotong dan memiliki tiga jenis fragmen DNA yaitu 137 pb, 109 pb dan 28 pb disebut mutan heterozigot carrier. Amplikon gen BMP15 dipotong dengan enzim Hinf I (G/ACT) (Boehringer Mannheim, GmbH-Germany). Amplikon sebanyak 3 µl ditambah enzim HinfI 7.5 U. Suspensi diinkubasi semalam pada suhu 37 0 C. Amplikon yang terpotong menjadi dua fragmen DNA masing-masing 110 pb dan 25 pb disebut dengan hewan tipe liar. Amplikon yang tidak terpotong mempunyai panjang fragmen DNA 135 pb disebut mutan FecX G. Hasil PCR-RFLP kemudian diverifikasi dengan metode sekuensing. Seluruh amplikon gen BMPR1B dicampur menjadi satu. Hal ini juga dilakukan pada semua amplikon gen BMP15. Campuran amplikon dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu A (gen BMPR1B) dan B (gen BMP15). Sekuensing

28 9 dilakukan pada campuran amplikon A dan B menggunakan primer yang sama dengan amplifikasi awal. HASIL Amplifikasi gen BMPR1B menggunakan primer AF84 dan AF85 menghasilkan fragmen DNA dengan panjang 137 pb (Gambar 2A). Hasil pemotongan enzim AvaII (G/GACC) pada semua sampel memperlihatkan satu pola yang sama, yaitu amplikon tidak terpotong (Gambar 2B) M 2oo pb M 2oo pb 137 pb 137 bp 1oo pb 1oo pb A B Gambar 2 Amplikon gen BMPR1B (A) Amplikon awal (B) Amplikon setelah dipotong dengan Ava II (M) Marker 100 pb (1-6) Kambing Muara. Amplifikasi gen BMP15 menggunakan primer AF86 dan AF87 menghasilkan fragmen DNA dengan panjang 135 pb (Gambar 3A). Hasil pemotongan dengan enzim HinfI (G/ACT) memperlihatkan bahwa semua sampel terpotong menjadi 110 pb dan 25 pb (Gambar 3B) M 2oo pb M 2oo pb 135 pb 1oo pb 110 pb 100 pb A B Gambar 3 Amplikon gen BMP15 ekson 2 (A) Amplikon awal (B) Amplikon setelah dipotong dengan HinfI (M) Marker 100 pb (1-6) Kambing Kacang. Hasil analisis gen BMPR1B dan BMP15 berdasarkan PCR-RFLP pada kambing Kacang, Samosir dan Muara ini kemudian diverifikasi dengan sekuensing. Hasil

29 10 sekuensing pada gen BMPR1B dari ketiga kambing lokal Indonesia menunjukkan adanya mutasi substitusi G T pada posisi basa nukleotida ke-72 (Gambar 4). Pada hasil sekuensing nukleotida pada gen BMP15 ditemukan mutasi substitusi G A pada posisi basa nukleotida ke-43 (Gambar 5). Gambar 4 Mutasi substitusi G T gen BMPRIB nukleotida ke-72 pada kambing Kacang, Samosir dan Muara. Gambar 5 Mutasi substitusi G A gen BMP15 nukleotida ke-43 pada kambing Kacang, Samosir dan Muara. PEMBAHASAN Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan metode PCR-RFLP adalah kerja enzim restriksi yang maksimal. Satu unit enzim restriksi adalah kemampuan untuk memotong substrat DNA sebanyak 1 μg dalam 50 μl reaksi selama 60 menit. Pada penelitian ini, PCR-RFLP dilakukan dengan menggunakan enzim restriksi yang cukup tinggi yaitu 7.5 U dan waktu yang cukup lama yaitu diinkubasi selama semalam. Hal ini untuk menjamin bahwa semua amplikon dapat terpotong dengan sempurna. Oleh karena itu, kondisi amplikon gen BMPR1B yang tidak terpotong bukan disebabkan enzim restriksi tidak bekerja dengan baik, tetapi disebabkan amplikon tidak memiliki situs pemotongan enzim AvaII (G/GACC).

30 11 Hasil PCR-RFLP gen BMPR1B dan BMP15 pada kambing Kacang, Samosir dan Muara menyimpulkan bahwa ketiga kambing lokal Indonesia merupakan tipe liar. Ternak dengan genotip tipe liar bersifat non prolifik (Wilson et al. 2001; Hanrahan et al. 2004). Hal ini berlawanan dengan fakta bahwa beberapa sampel yang diperoleh di lapangan dari ketiga kambing lokal Indonesia ini bersifat prolifik. Oleh karena itu, metode PCR-RFLP terhadap gen BMPR1B dan BMP15 tidak dapat digunakan sebagai alat untuk mendeteksi sifat prolifik pada ketiga kambing lokal Indonesia. Selain pada kambing Indonesia, metode PCR-RFLP juga tidak bisa digunakan untuk mendeteksi sifat prolifik berdasarkan gen BMPR1B dan BMP15 kambing lokal Iran (Deldar-Tajangookeh et al. 2009), enam jenis kambing China, yaitu Boer, persilangan Boer x Huanghuai (BH), Huanghuai, Haimen, Nubi dan Matou (Hua et al. 2008). Selain pada kambing, metode deteksi sifat prolifik menggunakan metode PCR-RFLP yang dikembangkan oleh (Davis et al. 2002; Hanrahan et al. 2004), ternyata tidak bisa bekerja dengan baik pada domba Sangsari Iran (Kasiriyan et al. 2009), 19 domba prolifik dari berbagai negara (Davis et al. 2006), domba Shal (Ghaffari et al. 2009), lima jenis domba Mesir, yaitu Rahmani, Ossimi, Awassi, Barki dan persilangan Awassi x Barki (EL-Hanafy & El-Saadani 2009), dan lima jenis domba Mediterania dan Afrika Utara, yaitu Barbarine, Queue Fine de L Quest (Tunisia), Noire de Thibar (Tunisia/Perancis), Sicilo-Sarde (Italia) dan D man (Maroko) (Vacca et al. 2010). Selain itu, Chu et al. (2010) mengungkapkan bahwa polimorfisme gen BMPR1B pada kambing Jining Grey tidak berkorelasi dengan sifat prolifik. Polley et al. (2009) menyatakan bahwa pada kambing Black Bengal India, gen BMP15 adalah monomorfik, sedangkan polimorfisme pada gen BMPR1B ditemukan berkorelasi dengan sifat prolifik. Beberapa kejadian yang paralel dengan hasil PCR-RFLP gen BMPR1B dan BMP15 yang monomorfik pada tiga kambing lokal Indonesia menunjukkan bahwa SNP (single nucleotide polymorphisme) yang dijadikan dasar untuk membuat metode PCR-RFLP hanya berlaku pada satu bangsa ternak saja. Hal ini berarti analisis korelasi yang telah dibuat (Davis et al. 2002; Hanrahan et al. 2004) hanya berlaku untuk satu bangsa ternak saja. Walaupun begitu, penetapan sifat prolifik dalam penelitian ini adalah berbasis jumlah anak yang dilahirkan. Adapun

31 12 gen BMP1RB dan BMP15 bekerja pada sel granulosa (Dube et al.1998; Mulsant et al. 2001) sehingga ada peluang kambing Kacang, Samosir dan Muara memiliki lebih dari satu oosit yang diovulasikan. SIMPULAN Hasil PCR-RFLP gen BMPR1B dan BMP15 pada kambing Kacang, Samosir dan Muara menunjukkan bahwa semua sampel merupakan tipe liar. Hasil sekuensing pada kambing Kacang, Samosir dan Muara menunjukkan mutasi substitusi G72T pada gen BMPR1B dan mutasi substitusi G43A pada gen BMP15. Kedua mutasi ini tidak berkaitan dengan situs restriksi pada enzim AvaII dan HinfI.

32 13 POLIMORFISME GEN BMP15 PADA KAMBING KACANG, SAMOSIR DAN MUARA PENDAHULUAN Super famili Transforming Growth Factor β (TGF β) merupakan suatu faktor pertumbuhan berupa molekul protein yang berfungsi sebagai sinyal ekstra seluler. Super famili TGF β terdiri dari TGF β 1,2,3, Anti Mullerian Hormone (AMH), 2 Inhibin (A dan B), 3 Aktivin (A,B, dan AB), sekitar 20 macam Bone Morphogenetic Protein (BMP 1 BMP 20 ) dan setidaknya 9 Growth Differentiation Factors (GDF 1 -GDF 9 ) (Dirangkum oleh Knight dan Glister 2006). Gen Bone Morphogenetic Protein 15 (BMP15) atau FecX terletak di kromosom X yang ekuivalen dengan Xp11.2-p11.4 pada manusia dan diekspresikan hanya pada sel oosit (Galloway et al. 2000). BMP15 berfungsi dalam mengatur proliferasi dan diferensiasi sel granulosa di awal perkembangan folikel (Otsuka et al. 2000). Mutasi pada gen BMP15 dapat meningkatkan laju ovulasi dan litter size pada mutan heterozigot carrier dan menyebabkan sifat steril pada mutan homozigot carrier. Ada enam alel mutan pada Fec X yang telah ditemukan yaitu lima alel berupa mutasi titik yaitu Fec X I (Inverdale), Fec X H (Hanna), Fec X B (Belclare), Fec X G (Galway) dan Fec X L (Lacaune) (Galloway et al. 2000; Hanrahan et al. 2004; Bodin et al. 2007) dan satu alel berupa mutasi delesi 17 pb yaitu Fec X R (Rasa Aragonesa) (Martinez-Royo et al. 2008). Mutasi substitusi pada Fec X I, Fec X L dan Fec X B menyebabkan adanya perubahan asam amino non conserve berturut-turut pada posisi 31, 53 dan 99 pada proprotein BMP15. Mutasi substitusi Fec X H dan Fec X G menyebabkan stop kodon prematur berturut-turut pada posisi 291 dan 239 dari proprotein BMP15. Adapun mutasi delesi (Fec X R ) mengubah kerangka pembacaan kodon mrna yang menyebabkan stop kodon prematur pada posisi 208 dari proprotein BMP15. Metode sekuensing merupakan pengembangan teknik yang berkaitan dengan DNA. Metode ini menghasilkan informasi yang lebih akurat karena berdasarkan pada perunutan nukleotida dari suatu fragmen DNA. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman genetik gen BMP15 pada tiga kambing lokal Indonesia yaitu kambing Kacang, Samosir dan Muara.

33 14 BAHAN DAN METODE Sampel DNA dan Amplifikasi Gen BMP15 Jumlah dan jenis sampel DNA kambing yang dipergunakan sama dengan sampel DNA pada bab sebelumnya. Amplifikasi gen BMP15 dilakukan dengan mesin TaKaRa Thermal Cycler. Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi gen BMP15 ekson 1 dan ekson 2 didesain dengan mengacu pada Capra hircus breed Guizhou White berdasarkan data GenBank dengan No. Akses FJ ( (Lampiran1). Pasangan primer forward AF GATGCAAAGAGGACAATTTAGAAGACC dan primer reverse AF CCCACCAGAACAATATAGTATGATAACTC digunakan untuk amplifikasi ekson 1. Amplifikasi ekson 2 dilakukan dengan menggunakan pasangan primer forward AF TGCAGGCTCCTGGCACATACAGAC dan primer reverse AF TCACCTGCATGTGCAGGACTGGG. Reaksi PCR dilakukan dalam volume 12 µl, yang terdiri atas sampel DNA sekitar 10 ng, primer forward dan reverse masingmasing 0.5 µl 25 mm, dan KAPA Taq Ready Mix DNA polymerase 6 µl (KAPATaq DNA polymerase 0.05 U/µL, bufer polimerase dengan Mg mm dan setiap dntp masing-masing 0.4 mm). Kondisi PCR, yaitu predenaturasi 94 0 C, selama 5 menit, (denaturasi 94 0 C, 60, penempelan primer ekson C, 90, pemanjangan 72 0 C, 90 ) sebanyak 30 siklus, pemanjangan akhir pada suhu 72 0 C selama 10 menit, dan penyimpanan dilakukan pada suhu 4 0 C. Kondisi PCR untuk ekson 2 sama kecuali penempelan primer yaitu 64 0 C. Amplikon dimigrasikan pada gel poliakrilamida 6% dengan penanda DNA Ladder 100 pb (Generay Biotech) yang dilanjutkan dengan pewarnaan perak (Byun et al. 2009). Penentuan Genotip dengan Metode Sekuensing Amplikon dari jenis kambing yang sama dicampur, sehingga ada tiga kelompok besar yaitu sampel kambing Kacang (K), kambing Samosir (S), dan kambing Muara (M). Proses sekuensing dilakukan pada hasil pencampuran amplikon dengan menggunakan primer yang sama seperti proses amplifikasi awal. Hasil sekuensing berupa grafik elektroforegram diedit secara manual dengan software Bioedit versi (Hall 1999). Urutan nukleotida yang sudah benar

34 15 kemudian disejajarkan dan dianalisis lebih lanjut dengan program MEGA4.0 (Tamura et al. 2007) dan Genetyx-win 4.1. Analisis filogeni kambing lokal Indonesia dilakukan berdasarkan daerah coding sequence gen BMP15 ekson 2 menggunakan metode Neighbour-joining (NJ) dengan bootstrap 1000x. Data sekuen pembanding yang digunakan diperoleh dari data GenBank yaitu Pongo abelii : XM_ , Pan troglodytes : XM_529247, Macaca mulatta : XM_ , Equus caballus : XM_ , Jining Grey : EU743938, Homo sapiens : AF082350, Gallus gallus : AY729025, Bos Taurus : DQ463368, Yunling Black : EU847284, Boer : EU847289, Black Bengal : EU888137, Guizhou White : FJ429281, Markhoz : GU732196, Ovis aries : AF236079, Mus musculus : NM_009757, Rattus norvegicus : NM_021670, Bubalus bubalis : EF dan Carassius gibelio : HQ (Lampiran 2 dan 3). HASIL Amplifikasi gen BMP15 ekson 1 yang diapit oleh primer forward AF218 dan primer reverse AF219 menghasilkan fragmen DNA sepanjang 574 pb (Gambar 6A). Amplifikasi gen BMP15 ekson 2 yang diapit oleh primer forward AF222 dan primer reverse AF223 menghasilkan fragmen DNA sepanjang 861 pb (Gambar 6B) M M 574 pb 861 pb 100 pb 100 pb A B Gambar 6 Amplikon gen BMP15 ekson 1 dan 2 pada kambing Kacang (A) ekson 1 = 574 pb (B) ekson 2 = 861 pb (M) Marker 100 pb (1-6) Kambing Kacang. Hasil sekuensing menunjukkan bahwa gen BMP15 pada daerah ekson1 memiliki urutan nukleotida yang identik pada ketiga populasi kambing lokal Indonesia (kambing Kacang, Samosir dan Muara). Pada daerah ekson 2

35 16 ditemukan 3 varian nukleotida yang berbeda antar populasi kambing lokal Indonesia. Pada populasi kambing Kacang ditemukan dua macam mutasi substitusi (Gambar 7). Pertama, transisi A G pada posisi nukleotida ke-325 yang bersifat mutasi bisu karena tidak menyebabkan perubahan asam amino ke-108 yaitu tetap sebagai lisin. Kedua, transversi C G pada posisi nukleotida ke-398. Mutasi ini bersifat mutasi netral karena menyebabkan perubahan asam glutamat menjadi glutamin pada posisi asam amino ke-133 namun tidak merubah fungsi protein. A B Gambar 7 Mutasi substitusi gen BMP15 pada kambing Kacang (A) Mutasi substitusi A325G (B) Mutasi substitusi C398G. Gambar 8 Mutasi substitusi C34T pada kambing Muara. Populasi kambing Muara menunjukkan satu mutasi substitusi C34T (Gambar 8). Mutasi ini tidak menyebabkan adanya perubahan asam amino pada posisi ke-11 yaitu tetap sebagai leusin. Pada populasi kambing Samosir tidak ditemukan adanya variasi nukleotida. Hasil analisis pohon filogeni berdasarkan daerah coding sequence ekson 2 menunjukkan bahwa ketiga kambing lokal Indonesia berada dalam satu kelompok

36 17 dengan berbagai jenis kambing di dunia, seperti Boer, Ghuizou White, Black Bengal, Markhoz, ataupun Yunling Black (Gambar 9). Gambar 7 Pohon filogeni kambing lokal Indonesia berdasarkan daerah coding sequence gen BMP15 ekson 2 menggunakan program MEGA 4 dengan metode Neighbour-joining dengan bootstrap 1000x. Angka di percabangan menunjukkan nilai bootstrap. Pada pohon filogeni tampak percabangan yang memisahkan kelompok hewan yang bersifat monoovulasi dengan kelompok hewan yang bersifat poliovulasi dengan nilai bootstrap 100. Kelompok hewan yang bersifat monoovulasi meliputi beberapa hewan ruminansia dan primata. Kelompok hewan yang bersifat poliovulasi terdiri atas Mus musculus dan Rattus norvegicus yang merupakan hewan rodensia. Adapun Gallus gallus dan Carassius gibelio terlihat berada pada kelompok terluar dalam pohon filogeni. PEMBAHASAN Gen BMP15 pada kambing terdiri dari dua ekson dan satu intron yang menyandikan sebanyak 394 asam amino berdasarkan Capra hircus breed Guizhou White pada basis data GenBank dengan No. Akses FJ ( (Lampiran 1). Analisis sekuen gen BMP 15

37 18 menunjukkan bahwa ketiga populasi kambing lokal Indonesia (kambing Kacang, Samosir dan Muara) memiliki urutan nukleotida yang identik pada ekson 1. Hal ini kemungkinan karena pada daerah ekson 1 terdapat daerah yang menyandikan bagian sinyal peptida dalam pembentukan protein BMP15 sehingga bersifat sangat stabil. Ada enam alel mutan pada gen BMP15 yang telah diketahui berkorelasi dengan sifat prolifik pada mutan heterozigot carrier dan menyebabkan sifat steril pada mutan homozigot carrier. Mutasi pada keenam alel ini semuanya terjadi pada bagian ekson 2 (Tabel 2). Tabel 2. Alel mutan pada gen BMP15 Nama Alel Mutasi DNA Mutasi Protein Ekson Domba Referensi FecX I (Inverdal) T579A V31D 2 Romney Galloway et al. (2000) FecX H (Hanna) C544T Q23stop 2 Romney Galloway et al. (2000) FecX G (Galway) C718T Q239Ter 2 Belcrare,Cambridge Hanrahan et al. (2004) FecX B (Belclare) G1100T S99I 2 Belcrare Hanrahan et al. (2004) FecX L (Lacaune) G635A C53Y 2 Lacaune Bodin et al. (2007) FecX R (R.Aragonesa) del c.525_541 W154NfsX55 2 Rasa Aragonesa Royo,A.M. et al (2008) Polimorfisme ditemukan pada gen BMP15 ekson 2 tiga kambing lokal Indonesia. Pada populasi kambing Kacang ditemukan ada dua jenis mutasi. Pertama, mutasi bisu yaitu transisi A325G. Kedua, mutasi netral yaitu transversi C398G yang menyebabkan perubahan asam glutamat menjadi glutamin namun tidak merubah fungsi BMP15. Asam glutamat adalah asam amino yang bermuatan negatif sedangkan glutamin adalah asam amino dengan rantai samping yang tidak bermuatan. Populasi kambing Muara hanya mempunyai satu mutasi bisu yaitu C34T, sedangkan populasi kambing Samosir tidak mengalami mutasi. Fungsi BMP15 pada setiap spesies bersifat khas (specific species) terkait dengan perbedaan laju ovulasi antar species (Hashimoto et al. 2005). BMP15 pada mamalia berfungsi sebagai faktor pertumbuhan dan proliferasi sel granulosa. BMP15 juga berperan dalam menghambat sensitivitas folikel terhadap Follicle Stimulating Hormone (FSH) dengan menekan ekspresi dari reseptor FSH (Otsuka et al. 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Yan et al. (2001) menunjukkan bahwa tikus yang sudah diinaktivasi (knock out) gen BMP15 nya tidak menunjukkan sifat steril tetapi hanya mengalami penurunan laju ovulasi (sub fertil). Mc Mahon et al.

38 19 (2008) menyimpulkan bahwa sifat poliovulasi ini ternyata dipengaruhi oleh jumlah ekspresi gen BMP15 yang lebih sedikit. Hal ini berdasarkan penelitiannya dengan menggunakan tikus transgenik oocyt specific overexpression BMP15. Mutasi gen BMP15 pada ruminansia kecil menyebabkan sifat prolifik pada genotip heterozigot dan sifat steril pada genotip homozigot (Galloway et al. 2000; Hanrahan et al. 2004; Bodin et al. 2007; Martinez-Royo et al. 2008). Zhang et al. (2009) mengungkapkan bahwa pada beberapa jenis sapi ditemukan adanya mutasi delesi 4 pb yang menyebabkan perubahan reading frame dan menghasilkan stop kodon prematur, namun mutasi ini tidak berkorelasi dengan sifat prolifik pada genotip heterozigot. Polimorfisme gen BMP15 pada manusia diketahui berhubungan dengan human dizygotic (DZ) namun tidak signifikan (Zhao et al. 2008). Pada ikan zebra, BMP15 berfungsi untuk mencegah terjadinya perkembangan dan pematangan prematur oosit dengan menekan sensitivitas folikel terhadap maturation inducing hormone (MIH) pada pertumbuhan awal dari folikel (Clelland et al. 2007). SIMPULAN Hasil sekuensing daerah ekson 1 menunjukkan bahwa kambing Kacang, Samosir dan Muara memiliki urutan basa nukleotida yang identik. Polimorfisme ditemukan pada daerah ekson 2 karena ada tiga varian mutan. Populasi kambing Kacang memiliki dua jenis alel mutan yaitu A325G dan C398G. Pada Populasi kambing Muara ada satu alel mutan yaitu C34T, sedangkan populasi kambing Samosir tidak memiliki varian mutan. Analisis pohon filogeni memperlihatkan bahwa kambing Kacang, Samosir dan Muara terletak dalam satu kelompok dengan beberapa kambing lokal di dunia. Pada pohon filogeni tampak percabangan yang memperlihatkan hubungan genetik antara kelompok hewan monoovulasi dan poliovulasi.

39 20

40 21 PEMBAHASAN UMUM Hasil PCR-RFLP gen BMPR1B dan BMP15 pada tiga kambing lokal Indonesia (kambing Kacang, Samosir dan Muara) memperlihatkan bahwa semua sampel monomorfik yaitu bersifat tipe liar. Metode deteksi PCR-RFLP gen BMPR1B dan BMP15 seperti yang dilaporkan pada beberapa penelitian (Galloway et al. 2000; Wilson et al. 2001; Davis et al. 2002; Hanrahan et al. 2004) mengungkapkan bahwa sampel yang bersifat tipe liar adalah non prolifik. Hal ini tidak sesuai dengan fakta bahwa beberapa sampel kambing Kacang, Samosir dan Muara yang diperoleh di lapangan bersifat prolifik. Hasil sekuensing gen BMPR1B dan BMP15 dengan primer yang sama ternyata memperlihatkan adanya polimorfisme pada kedua gen tersebut. Namun alel mutan yang ditemukan pada gen BMPR1B dan BMP15 ini tidak berkorelasi dengan situs pemotongan enzim restriksi. Hal ini menyimpulkan bahwa metode PCR-RFLP gen BMPR1B dan BMP15 ini tidak dapat digunakan sebagai alat deteksi pada populasi kambing Kacang, Samosir dan Muara. Deteksi sifat prolifik berdasarkan metode PCR- RFLP gen BMPR1B pada beberapa jenis domba Cina menunjukkan bahwa gen FecB berkaitan dengan sifat prolifik yang tinggi pada ternak seperti Huyang, Small Tail Han, Cele, Duolang dan Chinese Merino strain prolifik, sebaliknya pada ternak yang bersifat non prolifik seperti Mongolia, Chinese Merino, Tan, Xinjiang, Hulunbeier, Inner Mongolia FineWool dan Northeastern Half-fuzz tidak ditemukan gen FecB. Adanya perbedaan distribusi gen FecB pada beberapa jenis domba Cina menunjukkan bahwa gen BMPR1B sangat berkorelasi dengan perbedaan bangsa pada ternak (Dirangkum oleh Hua & Yang 2009). Untuk mengembangkan metode penanda genetik seperti Marker-assisted selection membutuhkan tahapan yang cukup panjang sehingga harus diperhatikan rasio antara keuntungan dan biaya yang dibutuhkan (Davis & DeNise 1998). Pada penelitian ini, selanjutnya lebih difokuskan untuk mengidentifikasi keragaman genetik gen BMP15 ekson 1 dan ekson 2 pada ketiga kambing lokal Indonesia. Sifat prolifik secara alamiah disebabkan pematangan folikel yang terjadi secara serentak sehingga menghasilkan lebih dari satu folikel matang. Gen BMP15 mengekspresikan protein yang berfungsi sebagai sinyal molekular untuk

41 22 menginduksi kerja dari sistem hormonal selama proses pembentukan folikel. Protein BMP15 memiliki dua peran penting yaitu pertama, sebagai faktor pertumbuhan dan proliferasi sel granulosa. Kedua, menghambat sensitivitas folikel terhadap FSH dengan menekan ekspresi dari reseptor FSH (Otsuka et al. 2000). Ada enam alel mutan pada gen BMP15 yang diketahui berkorelasi dengan sifat prolifik pada genotip heterozigot carrier dan sifat steril pada genotip homozigot carrier yaitu T579A, C544T, C718T, G1100T, G635A dan delesi 525_541 (Galloway et al. 2000; Hanrahan et al. 2004; Bodin et al. 2007; Martinez-Royo et al. 2008). Mutasi yang terjadi pada gen BMP15 diketahui dapat menyebabkan pertumbuhan dan proliferasi sel granulosa menjadi terhambat, sebaliknya ekspresi dari reseptor FSH menjadi maksimal. Hal ini menyebabkan terbentuknya beberapa folikel yang lebih kecil dan lebih sensitif terhadap FSH. Folikel-folikel ini kemudian mengalami pematangan dini (Fabre et al. 2006). Kondisi prolifik yang ditandai dengan adanya peningkatan laju ovulasi akan meningkatkan jumlah anak yang dilahirkan. Pada penelitian ini, ada tiga alel mutan yang ditemukan pada daerah ekson 2 yaitu A325G dan C398G pada kambing Kacang dan C34T pada kambing Muara. Mutasi yang terjadi berupa mutasi bisu dan mutasi netral sehingga tidak mengubah fungsi dari protein BMP15. Penentuan sifat prolifik pada penelitian ini berdasarkan jumlah anak. Adapun sifat prolifik dapat diindikasikan dengan dua parameter yaitu laju ovulasi dan jumlah anak. Ada kemungkinan bahwa kambing yang beranak satu sebenarnya mampu untuk mengovulasikan lebih dari satu oosit. Apabila kambing memiliki lebih dari satu embrio maka akan membutuhkan lebih banyak suplai makanan. Adanya defisiensi nutrisi dapat menyebabkan kegagalan reproduksi (Hunter 1981). Umumnya manajemen pemberian pakan pada ternak masih dilakukan secara tradisional, sehingga kurangnya suplai makanan dapat berdampak terhadap kematian dini. Suplai makanan yang berkualitas dapat menginduksi peningkatan laju ovulasi pada ruminansia kecil yang bersifat prolifik ataupun non prolifik (Dirangkum oleh Robinson et al. 2006). Sifat prolifik bersifat aditif karena ada beberapa faktor yang turut berperan dalam menentukan fenotip. Sifat prolifik dipengaruhi oleh kesuksesan dari proses

42 23 reproduksi. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kegagalan reproduksi yaitu infeksi, defisiensi nutrisi, penyimpangan anatomi saluran kelamin, fase luteal yang singkat (sekresi progesteron yang tidak memadai) atau korpus luteum yang tetap utuh, perkembangan ovarium berkista, berahi yang tidak disertai ovulasi atau berahi diam (ovulasi tanpa ditandai berahi) dan pengaruh merusak dari estrogen tanaman (Hunter 1981). Sifat prolifik dapat diinduksi dengan beberapa perlakuan variasi jenis pakan (De Santiago-Miramontes et al. 2008) ataupun hormonal (Lehloenya & Greyling 2009). Suplai makanan yang memadai dan pemberian mikro nutrisi juga dapat memacu peningkatan laju ovulasi, meningkatkan kualitas sperma dan ovum, berperan dalam perkembangan dan kelangsungan hidup embrio (Dirangkum oleh Robinson et al. 2006). Sifat prolifik juga bersifat pleiotropik, yaitu dikendalikan oleh beberapa gen. Ada kemungkinan selain gen BMPR1B dan BMP15, ada beberapa gen lain yang mempengaruhi sifat prolifik pada kambing Kacang, Samosir dan Muara. Pada penelitian He et al. (2010) yang menggunakan tiga kambing lokal Cina mengungkapkan bahwa gen BMPR1B, BMP15 dan GDF9 adalah monomorfik. Polimorfisme ditemukan pada gen INHα yang berkorelasi dengan sifat prolifik. INHα merupakan suatu glikoprotein yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap sintesis dan sekresi FSH dari kelenjar pituitari. Cao et al. (2010) mengungkapkan bahwa sifat prolifik pada kambing Jining Grey berkaitan dengan mutasi yang terjadi pada gen KiSS-1. KiSS peptin berfungsi untuk menstimulasi GnRH untuk melepas FSH dan LH secara langsung melalui G- protein-coupled receptor 54 (GPR54) untuk menghasilkan inisiasi pubertas.

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G352090161 Mochamad Syaiful Rijal Hasan. Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Polymorphism of fecundities genes (BMPR1B and BMP15) on Kacang, Samosir

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya alam dengan keragaman genetik yang melimpah. Salah satu diantaranya adalah ternak kambing lokal Indonesia yang telah beradaptasi dengan kondisi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

The Origin of Madura Cattle

The Origin of Madura Cattle The Origin of Madura Cattle Nama Pembimbing Tanggal Lulus Judul Thesis Nirmala Fitria Firdhausi G352080111 Achmad Farajallah RR Dyah Perwitasari 9 Agustus 2010 Asal-usul sapi Madura berdasarkan keragaman

Lebih terperinci

Analisa Polimorfisme Gen BMP-15 (Bone Morphogeninetic Protein) Sapi PO (Bos Indicus) Dan Hubungannya Dengan Keberhasilan Inseminasi Buatan

Analisa Polimorfisme Gen BMP-15 (Bone Morphogeninetic Protein) Sapi PO (Bos Indicus) Dan Hubungannya Dengan Keberhasilan Inseminasi Buatan Analisa Polimorfisme Gen BMP-15 (Bone Morphogeninetic Protein) Sapi PO (Bos Indicus) Dan Hubungannya Dengan Keberhasilan Inseminasi Buatan Erni Usnia Damayanti 1)*, Sri Rahayu 1) 1) Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MOLEKULER ENAM SUB POPULASI KAMBING LOKAL INDONESIA BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA

KARAKTERISASI MOLEKULER ENAM SUB POPULASI KAMBING LOKAL INDONESIA BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA KARAKTERISASI MOLEKULER ENAM SUB POPULASI KAMBING LOKAL INDONESIA BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA Pendahuluan Analisis DNA mitokondria (mtdna) merupakan salah satu metode yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia Ternak sapi di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu terak asli, ternak yang telah beradaptasi dan ternak impor (Sarbaini,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Gemuk (DEG) - Lombok

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Gemuk (DEG) - Lombok 4 TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Gemuk (DEG) - Lombok Menurut Gatendby (1991) di Asia Tenggara ditemukan dua tipe domba yaitu domba ekor tipis (DET) atau Thin tailed sheep, terdapat di daerah Jawa Barat,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Indonesia Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah beradaptasi dengan iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal ekor tipis

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen BMPR-1B dan BMP-15

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen BMPR-1B dan BMP-15 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen BMPR-1B dan BMP-15 Amplifikasi fragmen gen BMPR-1B dan BMP-15 pada DEG-Lombok menghasilkan DNA target dengan masing-masing panjang produk 140 bp (base pair/pasangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MUTASI GEN BONE MORPHOGENETIC PROTEIN RECEPTOR

IDENTIFIKASI MUTASI GEN BONE MORPHOGENETIC PROTEIN RECEPTOR IDENTIFIKASI MUTASI GEN BONE MORPHOGENETIC PROTEIN RECEPTOR IB (BMPRIB) DAN GEN BONE MORPHOGENETIC PROTEIN 5 (BMP5) TERHADAP PROLIFIKASI PADA DOMBA GARUT GALUR SUBUR NUR AZIFAH CAKRA DEWI DEPARTEMEN BIOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA SKRIPSI IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA Oleh: Astri Muliani 11081201226 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia MacHugh (1996) menyatakan jika terdapat dua spesies sapi yang tersebar diseluruh dunia yaitu spesies tidak berpunuk dari Eropa, Afrika Barat, dan Asia Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal dan berumur pendek.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN... v vi viii ix x xiii

Lebih terperinci

Identifikasi Mutasi FecX Pada Gen BMP15 dan Pengaruhnya Terhadap Sifat Prolifik pada Kambing Lokal di Kabupaten Lombok Barat

Identifikasi Mutasi FecX Pada Gen BMP15 dan Pengaruhnya Terhadap Sifat Prolifik pada Kambing Lokal di Kabupaten Lombok Barat Volume 1 (1) : 1 7; Desember 2015 ISSN : 2460-6669 Identifikasi Mutasi FecX Pada Gen BMP15 dan Pengaruhnya Terhadap Sifat Prolifik pada Kambing Lokal di Kabupaten Lombok Barat (Identification of Mutation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Golongan darah sistem ABO yang selanjutnya disebut golongan darah merupakan salah satu indikator identitas seseorang. Pada orang hidup, golongan darah sering digunakan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein merupakan bangsa sapi perah yang banyak terdapat di Amerika Serikat dengan jumlah sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang ada. Sapi ini

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-) HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN. V. I. Kesimpulan. 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN. V. I. Kesimpulan. 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN V. I. Kesimpulan 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas dibandingkan dengan kelompok normal namun secara statistik tidak berbeda signifikan

Lebih terperinci

VARIASI DNA KLOROPLAS Shorea leprosula Miq. DI INDONESIA MENGGUNAKAN PENANDA PCR-RFLP RURI SITI RESMISARI

VARIASI DNA KLOROPLAS Shorea leprosula Miq. DI INDONESIA MENGGUNAKAN PENANDA PCR-RFLP RURI SITI RESMISARI VARIASI DNA KLOROPLAS Shorea leprosula Miq. DI INDONESIA MENGGUNAKAN PENANDA PCR-RFLP RURI SITI RESMISARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Ayam Kampung Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelainan genetik dengan pola pewarisan autosomal resesif yang disebabkan karena adanya mutasi pada gen penyandi rantai globin, yaitu gen HBA yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP. Skripsi

KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP. Skripsi KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP

EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP (Exon 3 Growth Hormone Gene Exploration in Etawah Grade, Saanen and Pesa by PCR-SSCP Method)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2009) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) menduduki populasi terbesar hampir di seluruh dunia. Sapi FH berasal dari nenek moyang sapi liar Bos taurus, Typicus primigenius yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia adalah kelainan genetik bersifat autosomal resesif yang ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit mengandung hemoglobin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Mutasi Gen KRAS Menggunakan Metode HRM dan RFLP pada DNA Standar Sel Kultur Analisis mutasi gen KRAS menggunakan metode HRM telah dilakukan terhadap DNA standar untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

JANGKA REPRODUKSI WANITA DI KABUPATEN BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT SEKARWATI SUKMANINGRASA

JANGKA REPRODUKSI WANITA DI KABUPATEN BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT SEKARWATI SUKMANINGRASA JANGKA REPRODUKSI WANITA DI KABUPATEN BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT SEKARWATI SUKMANINGRASA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK

4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK 26 4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) merupakan salah satu gen yang berkaitan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun masyarakat patut berhati-hati dengan bahan makanan dalam bentuk olahan atau mentah yang sangat mudah didapat

Lebih terperinci

KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI

KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 i ABSTRACT RINI WIDAYANTI. The Study of Genetic

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Nama : Rohmat Diyono D151070051 Pembimbing : Cece Sumantri Achmad Farajallah Tanggal Lulus : 2009 Judul : Karakteristik Ukuran Tubuh dan Polimorfisme

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL Amplifikasi Ruas Target Pemotongan dengan enzim restriksi PCR-RFLP Sekuensing Produk PCR ruas target Analisis Nukleotida

HASIL Amplifikasi Ruas Target Pemotongan dengan enzim restriksi PCR-RFLP Sekuensing Produk PCR ruas target Analisis Nukleotida 2 sampai ke bagian awal gen trna Phe. Komposisi reaksi amplifikasi bervolume 25 µl adalah sampel DNA sebagai cetakan 2 µl (10-100 ng), 2,5nM Primer 2 µl; Taq polimerase (New England Biolabs) 1 unit beserta

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan jaringan yang sangat penting bagi kehidupan, yang tersusun atas plasma darah dan sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit) (Silbernagl & Despopoulos,

Lebih terperinci

menggunakan program MEGA versi

menggunakan program MEGA versi DAFTAR ISI COVER... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

POTENSI GEN BMPR-1B DAN BMP-15 SEBAGAI PENCIRI UNTUK SELEKSI SIFAT PROLIFIK PADA DOMBA EKOR GEMUK (DEG) LOMBOK TAPAUL ROZI

POTENSI GEN BMPR-1B DAN BMP-15 SEBAGAI PENCIRI UNTUK SELEKSI SIFAT PROLIFIK PADA DOMBA EKOR GEMUK (DEG) LOMBOK TAPAUL ROZI POTENSI GEN BMPR-1B DAN BMP-15 SEBAGAI PENCIRI UNTUK SELEKSI SIFAT PROLIFIK PADA DOMBA EKOR GEMUK (DEG) LOMBOK TAPAUL ROZI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Sapi Bali Sapi bali (Bos Sondaicus) adalah sapi asli Indonesia hasil domestikasi banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

SKRIPSI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION

SKRIPSI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION SKRIPSI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION Disusun oleh : Vallery Athalia Priyanka NPM : 130801398 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci