BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus"

Transkripsi

1 A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus norvegicus, L.) secara mikroskopik dengan pembesaran 100x, menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-Eosin (HE). Folikel-folikel yang diamati meliputi folikel primer, sekunder, tersier, de Graff, korpus luteum dan folikel atresia, yang dilihat masing-masing perkembanganya berdasarkan perbedaan jumlah folikel yang terbentuk akibat pemberian dosis ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) yang berbeda. Gambar 6. Foto Mikroskopis Ovarium Tikus Putih Perlakuan Pemberian Ekstrak Kacang Merah (HE, perbesaran 10x) 45

2 Gambar 7. Foto Mikroskopis Ovarium Tikus Putih Setelah Mendapat Perlakuan Pemberian Ekstrak Kacang Merah (HE, perbesaran 100x). Keterangan (a) korteks ovarium (b) folikel Primer (c) folikel sekunder (d) folikel de Graff Gambar 8. Foto Mikroskopis Ovarium Tikus Putih Setelah Mendapat Perlakuan Pemberian Ekstrak Kacang Merah (HE, perbesaran 100x). Keterangan (a) korteks ovarium (b) folikel sekunder (c) folikel atresia 46

3 Gambar 9. Foto Mikroskopis Ovarium Tikus Putih Setelah Mendapat Perlakuan Pemberian Ekstrak Kacang Merah (HE, perbesaran 100x). Keterangan (a) korteks ovarium (b) folikel tersier (c) folikel de Graff (d) folikel sekunder Gambar 10. Foto Mikroskopis Ovarium Tikus Putih Setelah Mendapat Perlakuan Pemberian Ekstrak Kacang Merah (HE, 100x). Keterangan (a) korteks ovarium (b) folikel tersier (c) folikel atresia (d) korpus luteum Gambar 7 menunjukkan berbagai fase pertumbuhan pada folikel ovarium tikus putih. Folikel-folikel tersebut diantaranya yaitu folikel primer, 47

4 sekunder, tersier, de Graff, korpus luteum, dan folikel atresia. Folikel primer ditandai dengan adanya satu lapis sel granulosa. Ukuran folikel primer biasanya yang paling kecil dari jenis folikel lainnya. Folikel primer sebenarnya hampir sama dengan folikel sekunder, hal yang membedakan yaitu ditandai dengan adanya dua lapis atau lebih sel granulosa. Folikel tersier merupakan tahap perkembangan lebih lanjut dari folikel sekunder, yang membedakan antara folikel tersier dan sekunder yaitu ditandai dengan adanya celah yang telah berisi dengan cairan folikuler dikedua sisi luar oosit, bagian ini disebut sebagai antrum. Folikel de Graff ditandai dengan adanya celah yang telah berisi dengan cairan folikuler yang jauh lebih besar dibandingkan folikel tersier dan oosit yang terletak pada bagian tepi folikel yang dihubungkan dengan beberapa sel granulose yang disebut korona radiata. Selain itu sel granulosa yang mengelilingi ovum jumlahnya semakin sedikit. Ukuran folikel de Graff biasanya besar, sehingga dapat lebih mudah diamati. Korpus luteum, merupakan merupakan ruang folikuler akan terisi dengan darah dan cairan limpa setelah terjadinya ovulasi. Biasanya berukuran besar dan berwarna merah. Berkebalikan dengan korpus luteum, folikel atresia biasanya akan tampak berwarna gelap setelah pewarnaan, dengan ukuran yang bervariasi. Folikel atresia sebenarnya merupakan kondisi folikel yang tidak sempurna atau rusak selama masa perkembangannya. 48

5 1. Hasil perhitungan jumlah rata-rata folikel ovarium tikus putih persatuan lapang pandang setelah pemberian ekstrak kacang merah Data hasil perhitungan jumlah rata-rata folikel ovariun tikus putih, diamati berdasarkan masing-masing jenis folikelnya, dengan cara menghitung jumlah keseluruhan folikel yang terdapat pada ovarium tikus putih. Data pada tabel dibawah ini menunjukkan jumlah rata-rata dari setiap jenis folikel ovarium yang ada per satuan lapang pandang (1,83 x 10 6 μm 2 ). Tabel 5. Hasil Rata-Rata Jumlah Folikel Ovarium Tikus Per Satuan Lapang Pandang (1,83 x 10 6 μm 2 ) pada Setiap Perlakuan. No Dosis Kode Jumlah Rata-rata folikel Ovarium Tikus Pr Sk Tr dg CL At 1 0mg/ ml P0 10,6 3,1 1,7 0,2 2,1 2,5 2 50mg/ml P1 12,75 10,25 5,5 1,85 3,2 4,6 3 75mg/ml P2 12,45 3,05 1,9 0,6 2,8 2, mg/ml P3 16,35 6,05 2,8 0,9 3,95 3, mg/ml P4 6,2 6,6 1,8 1,5 3,9 2,2 49

6 Jumlah P0 P1 P2 P3 P4 0 Primer Sekunder Tersier De Graff Korpus L Atresia Jenis Folikel Gambar 11. Diagram Jumlah Rata-Rata Folikel per Satuan Lapang Pandang (1,83 x 10 6 μm 2 ) Ovarium Tikus Putih Sesudah Pemberian Ekstrak Kacang Merah Gambar diagram menunjukkan peringkat dari perkembangan masingmasing jenis folikel berdasarkan jumlah rata-rata yang paling banyak. Diagram pertama menunjukkan peringkat rata-rata masing-masing perlakuan pada folikel primer. Peringkat rata-rata dosis P3 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P2. Peringkat rata-rata dosis P2 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P1. Peringkat dosis P1 lebih tinggi dari pada dosis P0, sedangkan dosis P4 berada pada peringkat paling bawah. Berdasarkan peringkat diatas, maka dapat diketahui bahwa jumlah peringkat rata-rata masing-masing perlakuan pada folikel primer yang paling tinggi yaitu pada perlakuan dengan dosis P3 (100 mg/gr BB per hari). Hal ini dapat dikatakan perkembangan folikel primer ovarium tikus putih yang paling 50

7 baik adalah pada dosis 100 mg/gr BB per hari. Perkembangan folikel yang paling rendah yaitu pada perlakuan P4 yaitu dengan dosis 125 mg/ gr BB per hari.z Perkembangan folikel sekunder dapat dilihat pada diagram yang kedua. Rata-rata dosis P1 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P4. Peringkat rata-rata dosis P4 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P3. Peringkat dosis P3 lebih tinggi dari pada dosis P0, sedangkan dosis P2 berada pada peringkat paling bawah. Jadi berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah peringkat rata-rata masing-masing perlakuan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan dengan dosis P1. Hal ini dapat dikatakan perkembangan folikel sekunder ovarium tikus putih yang paling baik adalah pada dosis 50 mg/gr BB per hari. Perkembangan folikel sekunder yang paling rendah yaitu pada perlakuan P2 yaitu dengan dosis 75 mg/ gr BB per hari. Perkembangan folikel tersier dapat dilihat pada diagram ketiga. Ratarata dosis P1 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P3. Peringkat rata-rata dosis P3 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P2. Peringkat dosis P2 lebih tinggi dari pada dosis P0, sedangkan dosis P4 berada pada peringkat paling bawah. Jadi berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah peringkat rata-rata masing-masing perlakuan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan dengan dosis P1. Hal ini dapat dikatakan perkembangan folikel tersier ovarium tikus putih yang paling baik adalah pada dosis 50 51

8 mg/gr BB per hari. Perkembangan folikel tersier yang paling rendah yaitu pada perlakuan P4 yaitu dengan dosis 125 mg/ gr BB per hari. Perkembangan folikel de Graff dapat dilihat bada diagram keempat. Rata-rata dosis P1 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P4. Peringkat rata-rata dosis P4 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P3. Peringkat dosis P3 lebih tinggi dari pada dosis P2, sedangkan dosis P0 berada pada peringkat paling bawah. Jadi berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa jumlah peringkat rata-rata masing-masing perlakuan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan dengan dosis P1. Hal ini dapat dikatakan perkembangan folikel de Graff ovarium tikus putih yang paling baik adalah pada dosis 50mg/gr BB per hari. Perkembangan folikel de Graff yang paling rendah yaitu pada perlakuan P0 yaitu dengan dosis 0 mg/gr BB per hari (kontrol). Perkembangan korpus luteum dapat dilihat pada diagram kelima. Rata-rata dosis P4 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P3. Peringkat rata-rata dosis P3 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P1. Peringkat dosis P1 lebih tinggi dari pada dosis P2, sedangkan dosis P0 berada pada peringkat paling bawah. Jadi berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa jumlah peringkat rata-rata masing-masing perlakuan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan dengan dosis P4. Hal ini dapat dikatakan perkembangan korpus luteum ovarium tikus putih yang paling baik adalah pada dosis 125 mg/gr BB per hari. Perkembangan folikel tersier yang paling rendah yaitu pada perlakuan P0 yaitu dengan dosis 50 mg/ gr BB per hari. 52

9 Pembentukan folikel atresia dapat dilihat pada diagram keenam. Ratarata dosis P1 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P3. Peringkat rata-rata dosis P3 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P2. Peringkat dosis P2 lebih tinggi dari pada dosis P0, sedangkan dosis P4 berada pada peringkat paling bawah. Jadi berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa jumlah peringkat rata-rata masing-masing perlakuan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan dengan dosis P1. Hal ini dapat dikatakan perkembangan folikel atresia ovarium tikus putih yang paling tinggi adalah pada dosis 50 mg/gr BB per hari. Pembentukan folikel atresia yang paling rendah yaitu pada perlakuan P4 yaitu dengan dosis 125 mg/ gr BB per hari. 2. Hasil analisis jumlah rata-rata folikel ovarium tikus putih setelah pemberian ekstak kacang merah Tabel 6. Analisis Uji One Way Anova Jumlah Rata-Rata Folikel Ovarium Tikus Putih setelah Pemberian Ekstak Kacang Merah No Variabel n Rata-rata F Sig. 1 F. Primer 25 11,67 4,234 0,012 2 F. Sekunder 25 5,81 4,155 0,013 3 F. Tersier 25 2,74 5,851 0,003 4 F. de Graff 25 1,01 3,996 0,015 5 Korpus Luteum 25 3,19 0,979 0,441 6 F. Atresia 25 3,04 3,033 0,042 Tabel diatas menunjukkan hasil analisis uji Anova yang dapat dilihat dari nilai signifikasi masing-masing jenis folikel ovarium tikus putih. Jika nilai sig < 0,05 maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan, sebaliknya jika nilai sig > 0,05 maka tidak terdapat perbedaan pada setiap perlakuan. Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa pada 53

10 perkembangan folikel primer (0,012), sekunder (0,013), tersier (0,003), de Graff (0,015) dan folikel atresia (0,042) nilai signifikasinya < 0,05. Hal ini berarti bahwa pada kelima jenis folikel, pemberian ekstrak kacang merah memberikan pengaruh yang berbeda terhadap setiap perlakuan. Sebaliknya, pada korpus luteum (0,441), nilai sig >0,05, maka dapat disimpulkan bahwa pada perkembangan korpus luteum pemberian ekstrak kacang merah tidak memberikan pengaruh yang berbeda pada setiap perlakuan. Tabel 7. Hasil analisis uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) Folikel Ovarium Tikus Putih setelah Pemberian Ekstak Kacang Merah No Variabel Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 1 F. Primer P0, P4 P0, P1, P2 P1, P2, P3 2 F. Sekunder P0, P2, P3, P4 P1, P3, P4-3 F. Tersier P0, P2, P3, P4 P1-4 F. de Graff P0, P2, P3, P4 P2, P3, P4 P1,P3, P4 5 Korpus Luteum P0, P1, P2, P3, P F. Atresia P0, P1, P2, P3, P1 P3 - Berdasarkan hasil uji DMRT, pada folikel primer, sekunder de Graff, korpus luteum dan atresia menunjukkan adanya perbedaan perlakuan yang signifikan. Meski demikian ada beberapa kelompok perlakuan yang berdeda dari perlakuan satu dengan yang lainnya. Misalnya seperti pada folikel primer terdapat tiga kelompok perlakuan yang berbeda. Perlakuan dalam kelompok yang sama berarti memiliki pengaruh yang sama antara yang satu dengan yang lainya. Kelompok pertama yaitu P0 yang sama dengan perlakuan P4, kelompok kedua yaitu P0, P2, dan P1, dan kelompok ketiga yaitu P2, P1, dan P3. Dari hasil tersebut menyebutkan, bahwa P0 pada kelompok pertama sama dengan P2 dan 54

11 P3 pada kelompok kedua, sedangkan P1 dan P2 sama dengan P3 pada kelompok ketiga. Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun perlakuan memberikan pengaruh yang signifikan namun tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara setiap perlakuannya. Hasil uji DMRT pada folikel sekunder terdapat dua kelompok perlakuan yang berbeda, yaitu pada kelompok pertama P0, P2, P3 dan P4, sedangkan pada kelompok kedua yaitu P1, P3 dan P4. Hal ini dapat dikatakan bahwa dari kedua kelompok perlakuan ini tidak memiliki perbedaan yang signifikan, dikarenakan perlakuan P1 pada kelompok kedua, juga memiliki persamaan pengaruh pada perlakuan P3 dan P4 pada kelompok pertama. Folikel tersier, berdasarakan hasil analisis uji DMRT memiliki dua kelompok perlakuan yang berdeda, pada kelompok pertama yaitu P0, P2, P3 dan P4, sedangkan kelompok kedua yaitu hanya P1 saja. Dari hasil analisis ini dapat dinyatakan bahwa perlauan P1 memiliki perngaruh yang signifikan terhadap perkembangan folikel tersier dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Hasi analisis uji DMRT pada folikel de Graff menunjukkan adanya tiga kelompok perlakuan yang berbeda. Kelompok pertama yaitu P0, P2, dan P3, pada kelompok kedua yaitu P2, P3 dan P4, sedangkan pada kelompok ketiga yaitu P3, P4, dan P1. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa pada setiapa perlakuan tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini dikarenakan P3 dan P2 pada kelompok pertama memiliki persamaan pengaruh dengaan P4 55

12 pada kelompok kedua, sedangkan perlakuan P3 dan P4 juga memiliki persamaan pengaruh terhadap P1 yang terdapat pada kelompok ketiga. Hasil analisis DMRT pada korpus luteum menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan memiliki persamaan perngaruh terhadap perkembangan korpus luteum, hal ini dapat dikarenakan pemberian ekstak kacang merah justru menghambat proses perkembangannya akibat konsentrasi hormon yang terlalu tinggi dalam tubuh. Perkembangan folikel atresia berdasarkan hasil uji DMRT terdapat dua kelompok perlakuan yang berdeda. Kelompok pertama yaitu P0, P2, P3 dan P4, sedangkan kelompok kedua yaitu P1 dan P3. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa kedua kelompok perkaluan tidak memiliki perbedaan pengaruh yang signifikan. Hal ini dikarenakan antara P3 pada kelompok pertama juga memiliki pengaruh yang sama dengan P1 pada kelompok kedua B. Pembahasan Pemberian dosis ekstrak kacang merah ini mengacu ada penelitian pengaruh pemberian ekstrak etanol kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap kerusakan histologis sel hepar mencit (Mus musculus, L.) dalam abstrak penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Puji Yanti (2014). Penelitian tersebut, menggunakan 2 kadar dosis yang berbeda yaitu 70 mg dan 140 mg ekstrak etanol kacang merah. Dari kedua dosis ini kemudian digunakan untuk menentukan dosis uji sebenarnya dengan melalui uji pendahuluan berdasarkan kedua dosis tersebut dengan modifikasi, yaitu 75 mg, 100 mg, dan 150 mg. Hal ini dilakukan dengan 56

13 asumsi bahwa berat badan tikus putih lebih besar dibandingkan dengan mencit. Penggunaan tiga interval yang berbeda ini bertujuan untuk memperoleh hasil yang lebih akurat. Hasil uji pendahuluan ini diperoleh hasil yang menunjukkan adanya perbedaan jumlah folikel pada masing-masing perlakuan dibandingkan kontrol. Pada perlakuan kontrol, 75 mg dan 100 mg, kebanyakan jenis folikel, mengalami kenaikan jumlah folikel, sedangkan pada dosis 150 mg, jumlah folikel justru menurun dari kadar sebelumnya. Berdasarkan hasil yang demikian maka ditentukan kadar dosis dengan interval yang sama yaitu dosis dibawah 75 mg, dan diatas 100 mg tapi dibawah 150 mg. Maka untuk uji sebenarnya ditentukan dosis sebagai berikut: perlakuan kelompok pertama merupakan kontrol (P0) dengan dosis 0 mg/ 200 gr BB tikus per hari. Perlakuan kedua merupakan perlakuan P1 yaitu dengan dosis ekstrak kacang merah 50 mg/ 200 gr BB tikus per hari. Perlakuan kedua merupakan perlakuan P1 yaitu dengan dosis ekstrak kacang merah 50 mg/ 200 gr BB tikus per hari. Perlakuan ketiga merupakan perlakuan P2 yaitu dengan dosis ekstrak kacang merah 75 mg/ 200 gr BB tikus per hari. Perlakuan keempat merupakan perlakuan P3 yaitu dengan dosis ekstrak kacang merah 100 mg/ 200 gr BB tikus per hari. Perlakuan kelima merupakan perlakuan P5 yaitu dengan dosis ekstrak kacang merah 125 mg/ 200 gr BB BB tikus per hari. Penelitian dilakukan selama 21 hari (tiga minggu), dimana perhitungan jumlah folikel dilakukan setelah tikus diberi perlakuan selama 21 hari dengan 57

14 menyertakan siklus birahi pada setiap tikus sebelum dianestesi untuk diambil organ ovariumnya yang kemudian dibuat preparat. Partodiharjo (1982: 175), menyatakan bahwa pada penentuan siklus birahi dilakukan dengan ulas vagina terlebih dahulu dengan terlihatnya banyak sel-sel epitel menanduk yang menandakan tikus sudah mengalami estrus. Tahap estrus ini mendandakan tikus betina sudah mau menerima pejantan untuk melakukan kopulasi. Penggunaan tikus putih dengan umur ± 2 bulan karena pada usia ini, dianggap tikus sudah mulai mengalami masa untuk bereproduksi (dewasa). Kondisi psikologi tikus dikendalikan dengan pemberian masa adaptasi sebelum dimulainya penelitian, yaitu selama kurang lebih tujuh hari (Harmita dan Radji, dalam Amri, 2012: 49). Pengambilan data, dilakukan dengan pembuatan preparat pada bagian organ ovarium dengan pewarnaan HE (Hematoxilin-Eosin). Hasil pengamatan diperoleh berdasarkan gambar histologi folikel ovarium tikus putih (Rattus norvegicus L.) secara mikroskopik dengan pembesaran 100x. Folikel-folikel yang diamati meliputi folikel primer, sekunder, tersier, de Graff, korpus luteum dan folikel atresia, yang dilihat perkembanganya berdasarkan perbedaan jumlah folikel yang terbentuk akibat pemberian dosis yang berbeda. Hasil penelitian kemudian dianalisis dengan menggunakan Uji One-Way ANOVA SPSS ver.16. Ekstrak kacang merah diketahui terdapat senyawa fitoestrogen yang mirip seperti estrogen yang diproduksi oleh hewan. Pembuktian ini diketahui sesuai penelitian yang telah dilakukan oleh Ratna Djamil dan Tria A (2009) dalam 58

15 penelitian mereka yang menyatakan bahwa pada kacang merah positif mengandung senyawa flavanoid. Selain itu menurut USDA, kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) mentah mengandung fitoestrogen jenis isoflavon yang terdiri dari genistein dan daidzein, dengan rincian sebagai berikut: genistein sebanyak 0,29 mg/100g dan daidzein sebanyak 0,30 mg/100g. Sehingga total isoflavons dalam 100g kacang merah adalah 0,59 mg. Selain mengandung fitoestrogen jenis isoflavon, kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) juga mengandung fitoestrogen jenis coumestans dengan jumlah 0,01 mg/100g kacang merah. Budhi Akhbar (2010: 11) menyatakan bahwa pada beberapa spesies dapat dideteksi adanya pertumbuhan folikel selama periode diestrus. Hal ini berkaitan dengan fungsi hormonal yang terjadi dalam tubuh. Saat memasuki tahap diestrus, menurut Feradis (2010:118), konsentrasi progesteron tinggi, sedangkan konsentrasi FSH (Follicle Stimulating Hormone), LH (Luitinizing Hormone) dan sisa total estrogen relatif rendah. Siklus estrus yang dipengaruhi oleh keseimbangan hormon membuat perkembangan folikel ovarium berjalan sebanding dengan siklus estrus. Maka, perkembangan folikel ovarium juga dipengaruhi oleh keseimbangan hormon dalam tubuh. Saat memasuki fase diestrus, yang merupakan fase terpanjang dalam siklus estrus, konsentrasi progesteron tinggi, sedangkan FSH, LH, dan estrogen rendah. Saat fase ini berlangsung, biasanya perkembangan folikel juga mulai berlangsung. Namun perkembangannya berjalan secara lambat. Akibat konsentrasi FSH yang rendah, 59

16 perkembangan folikel ovarium berjalan lambat, karena fungsi utama FSH adalah untuk merangsang pertumbuhan folikel, terutama saat memasuki fase proestrus. Selama pertumbuhannya folikel juga melepaskan hormon estrogen. Saat mendekati fase ovulasi, akan terjadi perubahan produksi hormon. Peningkatan kadar estrogen selama fase pra-ovulasi menyebabkan reaksi umpan balik negatif atau penghambatan terhadap pelepadan FSH lebih lanjut dari hipofisis. Penuruanan konsentrasi FSH menyebabkan hipofisis melepaskan LH, yang kemudian LH akan merangsang pelepasan oosit dari folikel de Graff (Diah Aryulina dan Choirul Muslim, 2006: 294). Hasil analisis Uji Anova pada tabel, ditunjukan bahwa lima dari enam tahap perkembangan folikel yang diamati nilai signifikansinya < 0,05 yaitu pada folikel primer: 0,012, sekunder: 0,013), tersier: 0,003, de Graff: 0,015, dan folikel atresia: 0,042. Pernyataan tersebut berarti bahwa pemberian ekstrak kacang merah pada masing-masing tahap perkembangan folikel ovarium tikus putih tidak sama, atau terdapat perbedaan yang signifikan, sedangkan pada korpus luteum tidak menunjukkan adanya berbedaan yang signifikan. Hal ini dikarenakan hasil nilai signifikansi pada korpus luteum > 0,05 yaitu sebesar 0,441. Folikel primer merupakan tahap awal dari perkembangan folikel, ditandai dengan adanya satu lapis sel granulosa. Ukuran folikel primer biasanya yang paling kecil dari jenis folikel lainnya. Sebelum mengalami perkembangan folikel ovarium mengalami fase dorman, dan pada fase ini folikel tersebut disebut 60

17 sebagai folikel primordial. Folikel primer sebenarnya hampir sama dengan folikel sekunder, hal yang membedakan yaitu ditandai dengan adanya dua lapis atau lebih sel granulosa pada folikel sekunder. Ukuran folikel sekunder biasanya yang lebih besar dari folikel primer, sehingga dapat lebih mudah diamati dibandingkan folikel primer. Folikel tersier merupakan tahap perkembangan lebih lanjut dari folikel sekunder, yang membedakan antara folikel tersier dan sekunder yaitu ditandai dengan adanya celah yang telah berisi dengan cairan folikuler yang membuat ukurannya menjadi lebih besar. Biasanya celah yang berisi cairan folikuli ini terbagi menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh ovum, hal inilah yang membedakan folikel tersier dengan folikel de Graff. Telah dijelaskan bahwa perkembangan folikel ovarium dipengaruhi oleh FSH. Dasarnya, FSH diproduksi oleh sel granulosa selama fase perkembangan folikel ovarium. Maka, konsentrasi FSH akan berkaitan dengan jumlah sel granulosa yang sedang beraktifitas. Sel granulosa yang semakin banyak akan sebanding dengan FSH yang dihasilkannya. Oleh karena itu, pada tahap awal perkembangan folikel ovarium jumlah sel granulosa pada saat folikel primer mulai berkembang yang jumlahnya hanya sedikit (satu lapis) juga menghasilkan FSH yang sedikit. Sebenarnya, pada tahap awal perkembangan folikel ovarium tidak dipengaruhi oleh estrogen. Kadar estrogen dalam jumlah sedikit kemungkinan besar tidak berefek pada perkembangan folikel ovarium, tapi hasil analisis ragam 61

18 satu arah (Oneway Anova) menunjukkan hal yang berkebalikan. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui dari nilai signifikasinya <0,05. Nilai signifikasi folikel primer 0,012; folikel sekunder: 0,013; dan folikel tersier: 0,003; ini berarti bahwa pada perkembangan folikel primer, sekunder dan tersier terdapat perbedaan dibandingkan kontrol. Dikatakan pula bahwa kandungan estrogen dari ekstrak kacang merah dapat meningkatkan perkembangan folikel ovarium. Estrogen dalam tubuh mamalia dihasilkan oleh folikel de Graff, dengan fungsi untuk membantu proses ovulasi. Fungsi lain estrogen disini yaitu untuk meningkatkan jumlah folikel de Graff, dengan kata lain ikut mempercepat terbentuknya folikel de Graff. Oleh karena itu, fungsi estrogen dapat dikatakan juga dapat mempercepat proses perkembangan folikel ovarium. Folikel de Graff ditandai dengan adanya celah yang telah berisi dengan cairan folikuler yang jauh lebih besar dibandingkan folikel tersier dan ovum terletak pada bagian tepi folikel yang dihubungkan dengan beberapa sel granulosa. Selain itu sel granulosa yang mengelilingi ovum jumlahnya semakin sedikit yang disebut korona radiata. Ukuran folikel de Graff biasanya sangat besar. Budhi Akbar (2010: 14), menyata hormon estrogen diproduksi pada tahap folikel de Graff ini. Adanya FSH yang disintesis di hipofisa anterior menyebabkan sel-sel granulose yang terdapat didalam folikel akan cepat menjadi banyak. Sel-sel granulose di dalam folikel de Graff ini akan menghasilkan estrogen. Estrogen berperan untuk merangsang pertumbuhan epitel vagina dan 62

19 folikel ovarium sehingga menjadi matang dan siap untuk ovulasi. Folikel yang matang akan terus memproduksi estrogen, akibatnya estrogen dalam darah menjadi tinggi. Kadar estrogen yang tinggi dalam darah menandakan tikus sedang dalam fase estrus dan konsentrasi estrogen yang semakin tinggi akan menyebabkan umpan balik, yaitu merangsang GnRH untuk memproduksi LH. Berdasarkan hasil analisis ragam satu arah, pembentukan folikel de Graff menunjukkan hasil yang signifikan 0,015 < 0,05. Hal ini berarti kandungan estrogen dalam ekstrak kacang merah dapat mempercepat pembentukan folikel de Graff tersebut. Korpus luteum, merupakan ruang folikuler yang berisi darah dan cairan limpa setelah terjadinya ovulasi. Biasanya berukuran besar dan pada perparat HE akan berwarna merah. Adanya korpus luteum ditandai dengan telah diproduksinya LH. Pembentukan LH ini juga dipengaruhi oleh konsentrasi estrogen yang tinggi, sebagai reaksi umpan balik negatif. Hasil uji ragam satu arah korpus luteum, pada baris sig yang terlihat bahwa nilai probabilitas 0,441. Maka keputusan yang diambil adalah (0,441 > 0.05). Tingkat pemberian dosis pada jumlah folikel korpus luteum sama, atau tidak terdapat perbedaan jumlah folikel corpus luteum ovarium. Hal ini dapat dikarenakan kadar estrogen yang tinggi secara alami dalam tubuh hewan uji (yang diproduksi oleh folikel de Graff), maka kandungan flavanoid dalam ekstrak kacang merah justru akan semakin meningkatkan kadar estrogen dalam darah. Hal inilah yang kemudian merangsang GnRH untuk memproduksi LH. Pada tahap berikutnya akibat terus 63

20 dihasilkannya LH akan terjadi lonjakan LH yang penting untuk terjadinya ovulasi setelah oosit keluar, maka folikel berubah menjadi korpus luteum yang mampu menghasilkan progesteron. Tahap ini, semakin banyaknya kandar estrogen dalam darah, maka akan semakin banyak folikel de Graff yang matang dan berovulasi. Dengan fakta demikian, jumlah korpus luteum seharusnya sebanding dengan jumlah folikel de Graff yang telah mengalami ovulasi. Tapi dari analisis data diperoleh hasil yang sebaliknya, peningkatan jumlah tidak mengalami adanya perdedaan yang signifikan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya yaitu adanya folikel yang mengalami kerusakan selama perkembanganya. Seperti yang dinyatakan oleh Nalbanov (1990: 24), bahwa disamping terdapat folikel-folikel yang berkembang secara normal, sebuah ovarium juga selalu memiliki sejumlah folikel tertentu yang mengalami degenerasi dan folikel yang mengalami atresia. Atresia folikuler ini biasanya menyertai pembentukan dan pemasakan folikel, yang artinya dapat terjadi pada semua tahap perkembangan folikel. Berkebalikan dengan korpus luteum, folikel atresia biasanya akan tampak berwarna gelap setelah pewarnaan, dengan ukuran yang bervariasi. Folikel atresia sebenarnya merupakan kondisi folikel yang tidak sempurna atau rusak selama masa perkembangannya. Hasil uji ragam satu arah pada baris Sig terlihat bahwa nilai probabilitas 0,042 (0,042 < 0,05). Maka keputusan yang diambil adalah tingkat pemberian dosis pada jumlah folikel atresia tidak sama, atau terdapat perbedaan jumlah folikel atresia ovarium. 64

21 Hasil analisis data menunjukkan bahwa peningkatan jumlah folikel atresia terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa adanya kandungan flavanoid dalam ekstrak kacang merah kemungkinan dapat menganggu perkembangan folikel ovarium tikus putih. Salah satunya akibat konsentrasi yang terlalu tinggi, sehingga menyebabkan perkembangan folikel yang tidak stabil. Hasil analisis Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) menunjukkan bahwa dari semua fase perkembangan folikel ovarium tikus putih tidak menunjukkan adanya perbedaan antara satu perlakuan satu dengan yang lainnya. Hal ini ditunjukkan pada hasil analisis data yang ditunjukkan dengan adanya perlakuan yang terbagi menjadi beberapa kelompok perlakuan. Meskipun demikian, ada beberapa perlakuan yang masuk dalam dua atau lebih kelompok perlakuan yang sama. Maka, berdasarkan hasil yang demikian dapat disimpulkan bahwa, meskipun pemberian perlakuan mempengaruhi perkembangan folikel ovarium tikus putih secara signifikan, tapi tidak memiliki perbedaan yang nyata antara perlakuan satu dengan yang lainnya. tapi terdapat pengecualian pada perkembangan folikel tersier, hasil analisis uji DMRT memiliki dua kelompok perlakuan yang berdeda, pada kelompok pertama yaitu P0, P2, P3 dan P4, sedangkan kelompok kedua yaitu hanya P1 saja. berdasarkan hasil analisis ini dapat dinyatakan bahwa perlauan P1(50 mg/hari) memiliki perngaruh yang signifikan terhadap perkembangan folikel tersier dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. 65

22 Gambar grafik, menunjukkan perbadingan rata-rata antara masing-masing jenis folikel dengan mengabaikan jenis perlakuan yang digunakan. Dari grafik dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah folikel yang paling banyak pada setiap perlakuan yaitu folikel primer 11,6 folikel per tikus, kemudian disusul pada folikel sekunder 5,81 folikel per tikus, kospus luteum pada peringkat ketiga dengan 3,19 folikel per tikus, berikutnya folikel atresia 3,04 folikel per tikus, kemudian folikel tersier 2,74 folikel per tikus, dan yang terakhir pada folikel de Graff 1,01 folikel per tikus. Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah folikel primer jauh lebih banyak jika dibandingkan folikel lainya. Hal ini juga menandakan bahwa pembentukan folikel primer jauh lebih cepat dari yang lain. Proses perkembangan folikel primer menuju folikel sekunder juga masih tinggi. Sebaliknya, pada jumlah folikel de Graff justru menunjukkan jumlah yang paling rendah. Kondisi ini dapat disebabkan karena konsentrasi estrogen dalam darah yang tinggi akibat pemambahan ekstrak kacang merah, selain itu pada tahap ini folikel de Graff juga menghasilkan hormon estrogen, sehingga konsentrasi hormon estrogen semakin tinggi. Kemungkinan kondisi konsentrasi estrogen yang semakin tinggi inilah yang dapat menganggu perkembangan folikel. Akibat kondisi ini, yaitu konsentrasi estrogen yang tinggi akan memicu pembentukan hormon LH, dimana pada saat konsentrasi LH tinggi ini fase perkembangan folikel sudah memasuki tahap pelepasan dan membentuk korpus luteum. 66

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L. PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK (Rizka Qori Dwi Mastuti) 131 PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.) Rizka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok, BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan dan Desain Penelitian Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian eksperimen, rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap jumlah kelenjar endometrium, jumlah eritrosit dan lekosit tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 36 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Lapisan Granulosa Folikel Primer Pengaruh pemberian ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) terhadap ketebalan lapisan granulosa pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

MOTTO. Everything depends on time. Once you cross it, it ll never be back again. Author. Every new day is another chance to change your life.

MOTTO. Everything depends on time. Once you cross it, it ll never be back again. Author. Every new day is another chance to change your life. MOTTO Everything depends on time. Once you cross it, it ll never be back again. Author Every new day is another chance to change your life. - Anonim Everyone has their own pace, you just need to find something

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Gambar 4.1 Folikel Primer. 30 Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Gambar 4.1 Folikel Primer. 30 Universitas Indonesia BAB 4 HASIL Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemajanan medan elektromagnet pada jumlah folikel ovarium mencit. Hasil penelitian ini membandingkan antara kelompok kontrol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Kacang Merah (Phaseolus vulgaris, L.) a. Karakteristik kacang merah Gambar 1. Biji Kacang Merah (Phaseolus vulgaris, L.) Kacang merah atau biasa dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah kelenjar endometrium Pengamatan jumlah kelenjar endometrium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan di era modern ini semakin beragam bahan yang digunakan, tidak terkecuali bahan yang digunakan adalah biji-bijian. Salah satu jenis biji yang sering digunakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam periode 10 tahun terakhir jumlah penduduk Indonesia meningkat dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 10 tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data menunjukkan bahwa sekitar 80 % penduduk dunia memanfaatkan obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan. Hal ini timbul sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II VAGINAL SMEAR Oleh : Nama : Nur Amalah NIM : B1J011135 Rombongan : IV Kelompok : 2 Asisten : Andri Prajaka Santo LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Estrogen adalah salah satu hormon yang berperan dalam reproduksi hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting adalah estradiol

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BROTOWALI (Tinospora crispa, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BROTOWALI (Tinospora crispa, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L. PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BROTOWALI (Tinospora crispa, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Siklus Siklus estrus terdiri dari proestrus (12 jam), estrus (12 jam), metestrus (12 jam), dan diestrus (57 jam), yang secara total

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan telah menjadi lambang bagi provinsi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di beberapa sungai di Indonesia. Usaha budidaya ikan baung, khususnya pembesaran dalam keramba telah berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia mulai dalam kandungan sampai mati tampaklah. perkembangan, sedangkan pada akhirnya perubahan itu menjadi kearah

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia mulai dalam kandungan sampai mati tampaklah. perkembangan, sedangkan pada akhirnya perubahan itu menjadi kearah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kehidupan manusia mulai dalam kandungan sampai mati tampaklah manusia itu akan melalui suatu proses yang sama, yaitu semuanya selalu dalam perubahan. Pada awal hidup

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penulis

KATA PENGANTAR. Penulis ii iii iv KATA PENGANTAR Assalamu alaikum warahmatullohi wabarakatuh Alhamdulillahi robbil alamin, segala puji bagi Allah hanya karena rakhmat dan hidayah-nya penulisan buku dengan judul Efektivitas pemberian

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18%

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Sedangkan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α Hasil penelitian didapatkan 13 dari 15 ekor domba (87,67%) menunjukan respon estrus dengan penyuntikan PGF 2α. Onset estrus berkisar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental dengan nama SIMPO. Sapi SIMPO merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASI Eksklusif 1. Pengertian Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi sampai usia 6 bulan. Pemberian ASI eksklusif yaitu pemberian ASI tanpa cairan atau makanan lain,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2005), sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari makanan dan minuman olahan. Berbagai makanan yang dijual di toko, warung dan para pedagang keliling hampir

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jam 59 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Ekstrak Air Daun Katu (Sauropuss androgynus (L.) Merr) terhadap Panjang Fase Diestrus Mencit (Mus musculus L.) Betina Premenopause Pengukuran panjang fase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang. Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan.

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang. Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan. Penggunanya bukan hanya ibu-ibu rumah

Lebih terperinci

drh. Herlina Pratiwi

drh. Herlina Pratiwi drh. Herlina Pratiwi Fase Folikuler: Oosit primer => folikel primer => foliker sedunder => folikel tertier => folikel degraaf => ovulasi => folikel haemoraghicum Fase Luteal: corpus luteum => corpus spurium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia dikenal sebagai megabiodiversity country, yaitu Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang besar. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30.000 tumbuhan,

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Senyawa Isoflavon Tepung Kedelai dan Tepung Tempe Hasil analisis tepung kedelai dan tepung tempe menunjukkan 3 macam senyawa isoflavon utama seperti yang tertera pada

Lebih terperinci

SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT

SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT MEMBERIKAN TEKANAN THDP SDA & LH PERTUMBUHAN PENDUDUK YG SEMAKIN CEPAT KBUTUHAN AKAN PROTEIN HWNI MENINGKAT PENDAHULUAN - LAHAN SEMAKIN SEMPIT - PENCEMARAN PERAIRAN SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT UTK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... 3 TINJAUAN PUSTAKA Trenggiling... 4 1. Klasifikasi dan Persebaran... 4

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah

BAB II TINJAUAN TEORI. konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah BAB II TINJAUAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja sebagai periode tertentu dari kehidupan manusia merupakan suatu konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, postest only control group design. Postes untuk menganalisis perubahan jumlah purkinje pada pada lapisan ganglionar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016. A. HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian yang mengenai hubungan status gizi dengan siklus menstruasi pada remaja putri yang dilakukan di SMP N 2 Gamping Sleman Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infertilitas 1. Definisi Infertilitas atau kemandulan adalah penyakit sistem reproduksi yang ditandai dengan ketidakmampuan atau kegagalan dalam memperoleh kehamilan, walaupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kambing Pada mulanya domestikasi kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kontrasepsi Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan untuk pengaturan kehamilan dan merupakan hak setiap individu sebagai makhluk seksual, serta

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4.1 Luas Ovarium BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam terhadap organ reproduksi betina diawali dengan pengamatan patologi anatomi (PA) dari ovarium dan uterus. Pengamatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Tanaman Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) Rumput teki (Cyprus rotundus L.) merupakan jenis tanaman yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Tanaman Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) Rumput teki (Cyprus rotundus L.) merupakan jenis tanaman yang telah 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Rumput Teki (Cyperus rotundus L) 1. Klasifikasi Tanaman Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) Rumput teki (Cyprus rotundus L.) merupakan jenis tanaman yang telah banyak digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 A B Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16-17 Gambar 8 Teknik penyuntian PGF 2α. (A) Penyuntikan pertama, (B) Penyuntikan kedua, (C) Pengamatan estrus yang dilakukan tiga kali sehari yaitu pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan menutupi lingir (ridge) alveolar yang berfungsi melindungi jaringan di bawah pelekatan gigi terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimen satu faktor dengan pola acak

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimen satu faktor dengan pola acak BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen satu faktor dengan pola acak lengkap. Dosis uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan dosis uji sesungguhnya. Dosis

Lebih terperinci

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. Sasaran Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan sistem reproduksi dan laktasi Materi Kontrol gonad dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menjadi suatu pemikiran terkait

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menjadi suatu pemikiran terkait 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menjadi suatu pemikiran terkait dengan kesejahteraan hidup yang layak dan sehat. Upaya pengendaliannya telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. design. Posttest untuk menganalisis perubahan jumlah sel piramid pada

BAB III METODE PENELITIAN. design. Posttest untuk menganalisis perubahan jumlah sel piramid pada BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, posttest only control group design. Posttest untuk menganalisis perubahan jumlah sel piramid pada korteks

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong di usaha peternakan rakyat masih dijumpai adanya kasus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri adalah datangnya masa tua.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri adalah datangnya masa tua. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri adalah datangnya masa tua. Menopause yang dikenal sebagai masa berakhirnya menstruasi atau haid, sering menjadi ketakutan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Menarche a. Pengertian menarche Menarche adalah pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebabkan oleh pertumbuhan folikel primodial ovarium yang mengeluarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (tua) yang terjadi akibat menurunnya fungsi generatif maupun endokrinologik dari

BAB 1 PENDAHULUAN. (tua) yang terjadi akibat menurunnya fungsi generatif maupun endokrinologik dari 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wanita yang berumur 40 tahun akan mengalami penurunan fungsi ovarium. Keadaan ini dinamakan fase premenopause. Fase premenopause merupakan awal dari periode peralihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Jumlah penduduk merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh setiap negara, karena membawa konsekuensi di segala aspek antara lain pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba merupakan ruminansia kecil yang relatif mudah dibudidayakan oleh masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai pakan berupa

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng terhadap tikus putih betina pada usia kebuntingan 1-13 hari terhadap rata-rata bobot ovarium dan bobot uterus tikus putih dapat dilihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementrian Pertanian Tahun 2010-- 2014 (Anonim

Lebih terperinci

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) IX A. 1. Pokok Bahasan : Sistem Regulasi Hormonal A.2. Pertemuan minggu ke : 12 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan: 1. Tempat produksi hormone 2. Kelenjar indokrin dan produksi

Lebih terperinci

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB Tatap muka ke 13 & 14 PokokBahasan : SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti tujuan sinkronisasi / induksi birahi Mengerti cara- cara melakuakn sinkronisasi birahi/induksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK KACANG PANJANG

PENGARUH EKSTRAK KACANG PANJANG Pengaruh Ekstrak Kacang( Rahma Berlianti Suardi) 33 PENGARUH EKSTRAK KACANG PANJANG (Vigna sinensis, L.) TERHADAP JUMLAH KELENJAR DAN KETEBALAN LAPISAN ENDOMETRIUM TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini didesain sedemikian rupa sehingga diharapkan mampu merepresentasikan aktivitas hipoglikemik yang dimiliki buah tin (Ficus carica L.) melalui penurunan kadar glukosa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan dewasa : - jantan - betina g. Konsumsi air minum tikus dewasa

TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan dewasa : - jantan - betina g. Konsumsi air minum tikus dewasa 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Umum Tikus Tikus digolongkan ke dalam kelas Mamalia, bangsa Rodentia, suku Muridae dan marga Rattus (Meehan 1984). Tikus merupakan hewan mamalia yang mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan ukuran panjang tubuh sekitar 45cm dan ukuran berat tubuh

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN SENYAWA DIETHYLSTILBESTROL (DES) TERHADAP PERKEMBANGAN DAN EKSPRESI PROTEIN

EFEK PEMBERIAN SENYAWA DIETHYLSTILBESTROL (DES) TERHADAP PERKEMBANGAN DAN EKSPRESI PROTEIN EFEK PEMBERIAN SENYAWA DIETHYLSTILBESTROL (DES) TERHADAP PERKEMBANGAN DAN EKSPRESI PROTEIN Bcl-2 PADA FOLIKEL OVARIUM MENCIT (Mus musculus L.) Strain Balb-C SKRIPSI Oleh: Dian Tri Satriowati Nim: 031810401054

Lebih terperinci