KARAKTERISASI MOLEKULER ENAM SUB POPULASI KAMBING LOKAL INDONESIA BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISASI MOLEKULER ENAM SUB POPULASI KAMBING LOKAL INDONESIA BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA"

Transkripsi

1 KARAKTERISASI MOLEKULER ENAM SUB POPULASI KAMBING LOKAL INDONESIA BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA Pendahuluan Analisis DNA mitokondria (mtdna) merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk mempelajari asal-usul ternak domestikasi (MacHugh & Bradley 2001). Pada mamalia DNA mitokondria hanya diturunkan lewat jalur induk (maternal) tanpa rekombinasi. Sekuen nukleotida genom mitokondria telah digunakan untuk mempelajari asal-usul sapi (Troy et al. 2001), babi (Giuffra et al. 2000), domba (Hiendleder et al. 2002), kuda (Villa et al. 2001), anjing (Savolainen et al. 2002), keledai (Beja-Pereira et al. 2004) dan kambing (Joshi et al. 2004; Luikart et al. 2001; Mannen et al. 2001; Sultana et al. 2003; Chen et al. 2005; Naderi et al. 2007; Royo et al. 2009; Zhao et al. 2011). Kambing domestik dapat dikelompokkan menjadi 4 garis kelompok keturunan utama atau Lineage (Joshi et al. 2004). Lineage A merupakan kelompok kambing domestikasi yang paling beragam dan luas penyebarannya di dunia. Lineage B menyebar di daerah Asia Timur dan Asia Selatan termasuk Cina, Mongolia, Afrika Selatan, Afrika Utara, Laos, Malaysia, Pakistan dan India. Lineage C menyebar di sekitar Mongolia, Swiss, Slovenia, Pakistan dan India. Lineage D di daerah Pakistan dan kambing lokal di India. Selain itu Naderi et al. (2007) mengelompokkan kambing menjadi enam haplogroup yaitu menambahkan haplogroup F dan G dengan 4 haplogroup yang dilaporkan oleh Joshi et al. (2004). Lineage F menyebar di daerah Sicilia dan lineage G menyebar di daerah Timur Tengah dan Afrika Utara. Kombinasi pengelompokan molekuler dengan temuan arkeologi menunjukkan bahwa kambing domestikasi mempunyai asal usul beberapa garis keturunan ibu (maternal origins) (Zeeder & Hesse 2000). Dengan penambahan sampel terutama di daerah yang mungkin merupakan asal garis keturunan, maka analisis mtdna akan mendukung pemahaman pengelompokan kambing lokal di berbagai wilayah (MacHugh & Bradley 2001; Chen et al. 2005).

2 45 Bahan dan Metode Sampel Darah Kambing Penelitian Pengambilan sampel darah sekitar 2 ml dari setiap ekor kambing penelitian dilakukan pada bagian vena jugularis dengan menggunakan jarum venoject yang disambungkan ke tabung vakum dengan EDTA 5 ml. Semua sampel darah selama di lapangan dengan etanol absolut 2x volume darah dikocok hingga homogen. Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan dengan memodifikasi metode Sambrook et al. (1989) menggunakan bufer lisis sel 350 µl 1xSTE, dan 40 µl 10% SDS, 20 µl 5 mg/ml proteinase-k. DNA dimurnikan dengan metode fenol-kloroform, yaitu dengan menambahkan 40 µl 5 M NaCl dan 400 µl fenol dan kloroform: iso amil alkohol (24:1). DNA diendapkan dengan menambahkan 40 µl 5 M NaCl dan 800 µl etanol absolute. Endapan dicuci dengan menambahkan 400 µl etanol 70%, Selanjutnya sisa etanol dibuang dan diuapkan dengan menggunakan pompa vakum. DNA kemudian disuspensikan dengan 80 µl 80% bufer TE. Amplifikasi DNA Sebanyak 543 sampel DNA yang telah diekstraksi dipilih sebanyak 60 sampel yang masing-masing 10 sampel DNA per sub populasi. Amplifikasi ruas D-loop genom mitokondria menggunakan primer AF23 (forward) 5 GCGTACGCAAT CTTACGATCA-3 dan AF22 (reverse) 5 ATGCAGTTAAGTCCAGCTAC-3. Primer AF23 menempel pada basa ke dan AF22 menempel pada basa ke dari mtdna Capra hircus (GenBank no akses AF ). Pasangan primer AF23 dan AF22 mengapit ruas tengah hingga akhir Cyt b, trna Pro, trna Thr dan juga bagian awal hingga tengah daerah D-loop dengan panjang 1420 pb (Gambar 9). Komposisi reaksi PCR dalam volume 25µl adalah sampel DNA 2µl (10-100ng), RBC Bioscience taq polymerasi 1.25 unit beserta sistim bufernya, dntp mix 0.4 nmol, MgCl mm, primer AF22 dan AF23 masing-masing 1 nmol. Kondisi PCR yang digunakan untuk proses amplifikasi adalah tahap denaturasi awal pada suhu 94 o C selama 3 menit, tahap denaturasi pada suhu 94 o C selama

3 46 45 detik, tahap penempelan primer (annealing) pada suhu 58 o C selama 50 menit, dan tahap polimerasi (extension) pada suhu 72 o C selama 1 menit yang diulang selama 30 siklus, kemudian reaksi PCR diakhiri dengan polimerasi akhir pada suhu 72 o C selama 5 menit. Visualisasi produk PCR dilakukan menggunakan teknik elektroforesis gel poliakrilamid (PAGE) 6% dalam buffer 1xTBE (Tris-HCl 10 Mm, asam borat 1 M, EDTA 0.1 mm). Elektroforesis dijalankan pada kondisi 200 mv selama 50 menit. Proses dilanjutkan dengan pewarnaan sensitif perak (Tegelstrom 1986) yang dimodifikasi. Perunutan DNA Produk amplifikasi yang menunjukkan pita tunggal (sekitar 1400 pb) dimurnikan dan dijadikan cetakan dalam reaksi PCR untuk perunutan nukleotida. Masing-masing kelompok kambing dipilih 5 sampel yang saling berjauhan lokalitasnya. Primer yang digunakan dalam proses penentuan runutan nukleotida sama dengan primer yang digunakan untuk amplifikasi. Reaksi PCR tersebut dilakukan dengan menggunakan metode dideoxi terminator dengan dntp berlabel (big dye terminator). Perunutan nukleotida menggunakan mesin ABI Prism 3700-Avant Genetic Analyzer di PT Charoen Pockphan dan PT Genetika Sains Indonesia Jakarta. Analisis Data Runutan nukleotida yang diperoleh kemudian diedit secara manual dengan bantuan program Bio Edit versi Urutan DNA yang telah diedit disejajarkan dengan beberapa runutan DNA dari kelompok Capra hircus yang dipublikasikan dalam GenBank ( Proses pensejajaran menggunakan ClustalW versi 8.1 yang ada dalam program MEGA 4 (Tamura et al. 2007) yang kemudian diedit lagi secara manual terutama untuk ruas-ruas DNA berulang (Lampiran 4). Analisis yang dilakukan meliputi penghitungan komposisi nukleotida, laju subsitusi, jarak genetik menggunakan program MEGA versi 4.0 (Tamura et al. 2007). Perhitungan nilai jarak genetik dilakukan berdasarkan model subsitusi Kimura 2 parameter (K2P). Rekonstruksi pohon filogeni dilakukan berdasarkan semua nukleotida yang bersifat parsimoni menggunakan metode Neigbour

4 47 Joining (NJ) dengan uji bootstrap 1000 kali dengan program NETWORK versi 4.6 (Fluxus Technology Ltd. 2010). Hasil dan Pembahasan Polimorfisme Segmen daerah D-loop DNA Mitokondria Panjang ruas D-loop yang saling sejajar antar sampel adalah 879 pb. Dari situs-situs ruas D-loop tersebut ditemukan 50 situs polimorfik yang terdiri dari 21 mutasi insersi dan 29 transversi (Gambar 10). Berdasarkan 50 situs nukleotida yang bersifat polimorfik ke-6 sub populasi kambing lokal bisa dibagi menjadi 19 haplotip. Dari 19 jumlah haplotip, masing-masing sub populasi kambing lokal mempunyai jumlah haplotip khas yang bervariasi antara 2-4 haplotip. Variasi haplotip yang khas tersebut dapat digunakan sebagai penciri genetik pada setiap sub populasi kambing lokal Indonesia (Tabel 11). Tabel 11 Jumlah haplotip berdasarkan runutan nukleotida D-loop mtdna setiap sub populasi kambing lokal Indonesia Kambing lokal n sample n haplotipe Haplotipe Marica (M) 5 3 1, 2, 3 Kacang (K) 5 4 4, 5, 6, 7 Samosir (S) 5 2 8, 9 Benggala (B) , 11, 12 Jawarandu (J) , 14, 15, 16 Muara (R) , 18, 19 Panjang D-loop (1.212pb) CYTB t-rna Thr Pro D-loop Kambing lokal (879 pb) AF23 AF pb Nukleotida DNA mt kambing lokal (1.420 pb) Gambar 9 Struktur genom mitokondria yang diapit oleh primer AF23 dan AF22. Nomor mengacu pada Capra hircus (GenBank no. akses AF )

5 C.hircus_NC_ T---CAA-AA TAACCCCCTC CTAGTTCCTA AATCCGGCG TGATCCCCCT TTCCCT Marica G.G..T-..CT TCGA..TT....CT......C... Marica G.G..T-..CT TCGA..TT....CT......C... Marica G.G..T-..CT TCGA..TT....CT......C...A.. Marica G.G..T-..CT TCGA..TT....CT......C...C...TC Marica G.G..T-..CT TCGA..TT....CT......C... Kacang1.---T.G-GG CGGTT.TT....GA..T... GG..T..T Kacang2.---T.G-GG CGGTT.TT....GA..T.CC Kacang3.---T.G-GG CGGTT.TT....GA..T... G...T Kacang4.---T.G-GG CGGTT.TT....GA..T... G...T Kacang5.---T.G-GG CGGTT.TT....GA..T... GG...T Samosir G.G..T GCT A...TAGG...CA... Samosir G.G..T T Samosir G.G..T T Samosir G.G..T T Samosir G.G..T T Benggala1.---.C G Benggala2.---.C.A G Benggala G Benggala4.---.C.A G Benggala5.---.C G Jawarandu T.A Jawarandu2.--T G Jawarandu G A Jawarandu G A Jawarandu G AA.C.CG Muara1.AC C... Muara2.AC G. C... Muara3.AC C... Muara4 CAC C... Muara5 CAC C... Gambar 10 Polimorfisme runutan nukleotida daerah D-loop DNA mitokondria pada 6 sub populasi kambing lokal mengacu pada Capra hircus (GenBank no. akses AF ) (tiga baris pertama dibaca secara vertikal merupakan posisi nukleotida) Setiap kelompok kambing juga ditemukan perbedaan antara satu kelompok sub populasi kambing lokal dengan kelompok yang lain, sehingga runutan nukleotida yang khas dapat digunakan sebagai penciri dari setiap sub populasi kambing lokal tersebut (Tabel 12). Perubahan (mutasi) susunan nukleotida berupa subtitusi ditemukan pada situs nukleotida Kambing Kacang, Marica, dan Kambing Muara, sedangkan pada Kambing Benggala, Jawarandu dan Kambing Muara dijumpai mutasi berupa subtitusi dan insersi. Mutasi insersi nukleotida yang ditemukan pada 3 sub populasi yaitu insersi nukleotida AC pada

6 49 situs ke 353, 354 pada Kambing Muara, insersi nukleotida T pada situs ke 366 pada Kambing Jawarandu dan insersi A pada situs ke 409 pada Kambing Benggala, sedangkan mutasi nukleotida pada 3 sub polpulasi lainnya merupakan mutasi substitusi. Tabel 12 Mutasi nukleotida sebagai penciri kelompok kambing lokal Indonesia dibandingkan dengan Capra hircus (GenBank no. akses AF ) Sub populasi Subtitusi n Situs ke- Insersi n Situs ke- T-C 5 548, 551, , 806 T-C Marica C-T 5 549, 585, 614 C-A CT-TC Kacang Samosir Benggala Jawarandu Muara C-T 5 380, 539, 543, 640 A-G 5 408, 601 T-C 5 467, 588 A-C G-T T-G T-A 1 688, 840 C-T C-A C-G 1 767, 779 C-G T-C 1 580, 829 C-A Keterangan: n=jumlah situs sekuen A-C A C-T T G-C 1 667, 708 G-A A-G C-G AC T-C 5 235, 823

7 50 Keragaman Runutan Nukleotida Urutan frekuensi nukleotida paling tinggi terdapat pada nukleotida A(33.7), kemudian T (27.2%), C (26.4) dan G (12.6) secara berurutan. Perbandingan rataan frekuensi A dan T (60.9%) lebih tinggi dibandingkan C dan G (39.8%). Perbedaan susunan basa nukleotida paling rendah ditemukan antara Kambing Kacang dengan C. hircus AF (0.5%), dan tertinggi dijumpai antara Kambing Kacang dengan Muara (10.30%). Rataan keragaman susunan nukleotida secara keseluruhan adalah 0.014± Keragaman susunan nukleotida antar individu dalam kelompok kambing penelitian yaitu; Marica (0.001), Kacang (0.005), Samosir (0.008), Jawarandu (0.004), Muara (0.001) dan Kambing Benggala tidak terdapat perbedaan antar individu dalam kelompok (0.000). Perbedaan keragaman susunan nukleotida antar kelompok kambing lokal berkisar antara Keragaman susunan nukleotida paling tinggi adalah antara Kambing Kacang dengan Muara (0.1030) dan paling rendah dijumpai antara Kambing Samosir dengan Marica (0.004) dan nilai yang sama dijumpai antara Kambing Jawarandu dan Kambing Muara (Tabel 13). Tabel 13 Keragaman nukleotida D-loop mtdna pada 6 kambing lokal Indonesia Genotip C. hircus Marica Kacang Samosir Benggala J.randu Muara Capra hircus* 0 Marica (M) Kacang (K) Samosir (S) Benggala (B) Jawarandu (J) Muara (R) *GenBank no. akses AF Jarak Genetik Kambing Penelitian dengan Kambing Lainnya Jarak genetik digunakan untuk melihat kedekatan hubungan genetik ternak yang dipelihara di daerah yang berbeda. Selanjutnya informasi jarak genetik dapat digunakan sebagai petunjuk awal dari stuktur populasi dan diferensiasi suatu rumpun di dalam membuat keputusan program konservasi (Ponzoni 1997). Jarak genetik antar individu dalam kelompok kambing penelitian antara lain; nilai jarak genetik Kambing Samosir 0.004, Kacang dan Jawarandu 0.003,

8 51 Marica 0.002, Muara dan Kambing Benggala tidak ada perbedaan (0.000). Nilai jarak genetik antar individu dan sub populasi ini menunjukkan sampel Kambing Benggala relatif homogen walaupun diambil dari tempat berbeda kabupaten. Nilai jarak genetik antar kelompok kambing lokal berkisar dan rataan jarak genetik keseluruhan adalah Jarak genetik tertinggi antara kambing lokal dengan pembanding Capra hircus (AF ) ditemukan pada Kambing Muara (0.044) dan terendah dengan Kambing Kacang (0.028). Nilai jarak genetik antar kelompok kambing lokal terkecil antara Kambing Muara dan Benggala (0.004), sedangkan tertinggi merupakan jarak genetik antara Kambing Kacang dan Marica (0.004) (Tabel 16). Jarak genetik Kambing Marica paling dekat dengan Kambing Samosir (0.015) dan paling jauh dengan Kambing Kacang (0.023). Jarak genetik Kambing Kacang paling dekat hubungannya dengan Kambing Samosir (0.017) dan paling jauh hubungannya dengan Kambing Jawarandu dan Muara (0.021). Jarak genetik Kambing Samosir paling dekat hubungannya dengan Kambing Jawarandu (0.008) dan paling jauh hubungannya dengan Kambing Muara dan Benggala (0.009). Jarak genetik Kambing Benggala lebih dekat hubungannya dengan Kambing Muara (0.004) dibandingkan dengan Kambing Jawarandu (0.005). Jarak Kambing Jawarandu dengan Kambing Muara adalah (Tabel 14). Hal ini menunjukkan bahwa Kambing Jawarandu masih dekat hubungan kekerabatan dengan Kambing Muara. Pohon filogeni yang dibentuk berdasarkan metode 2 parameter Kimura dalam uji bootstrap 1000 kali pengulangan, diperoleh enam klaster kambing yaitu masing-masing sub populasi membentuk klaster tersendiri yaitu klaster Kacang, Marica, Samosir, Jawarandu, Muara dan Benggala. Kambing Kacang merupakan klaster yang relatif dekat dengan Capra hircus dengan nilai uji bootstrap (65%). Kambing Kacang dikenal sebagai kambing asli Indonesia yang tersebar secara luas hampir di seluruh kepulauan yang ada penduduknya. Kambing Jawarandu, Muara dan Benggala menunjukkan terjadi mutasi perubahan susunan basa nukleotida dalam bentuk subtitusi dan insersi (Tabel 14). Perubahan susunan nukleotida dalam bentuk insersi pada ketiga kambing ini diduga karena merupakan hasil persilangan pejantan kambing dari luar (outgroup) dengan induk Kambing Kacang (hibridisasi) yang telah

9 52 beradaptasi (berevolusi) dengan kondisi agro-ekosistim lokal dimana kambing tersebut berada. Tabel 14 Jarak genetik berdasarkan runutan nukleotida pada 6 sub populasi kambing lokal Indonesia Sub populasi C. hircus Marica Kacang Samosir Benggala J.randu Muara Capra hircus* 0 Marica (M) Kacang (K) Samosir (S) Benggala (B) Jawarandu (J) Muara (R) *GenBank no. akses AF Mutasi subtitusi ditemukan pada Kambing Kacang, Marica dan Samosir diduga merupakan tanda adanya proses adaptasi dari Kambing Kacang (sebagai kambing asli) dengan kondisi lokasi baru yang berbeda dengan kondisi di Sumatera, Jawa dan Bali, dimana perubahan susunan basa nukleotida terjadi dalam bentuk substitusi sebagai akibat proses adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang sumber pakannya terbatas dan diduga akibat adanya seleksi yang berhubungan dengan tujuan produksi yang diinginkan oleh peternak. Seperti Kambing Samosir, tujuan utama pemeliharaan kambing ditujukan untuk menghasilkan kambing yang berwarna putih, karena nilai ekonomi (harga jual) yang tinggi. Pengguna atau konsumen menggunakan kambing berwarna putih untuk keperluan acara ritual bagi penganut agama/aliran kepercayaan Parmalim di daerah Gunung Pusuk Buhit dan sekitar Kabupaten Samosir. Perubahan mutasi nukleotida pada Kambing Marica diduga disebabkan proses adaptasi dengan kondisi iklim yang berbeda dan ketersediaan bahan pakan terutama pada saat musim kemarau yang rata-rata diatas 6-9 bulan per tahun membuat ketersediaan rumput sangat terbatas. Pada musim pertengahan dan akhir musim kemarau umumnya rumput sudah layu dan kering diakibatkan musim kering yang berkepanjangan seperti pada umumnya di daerah kepulauan Indonesia Bagian Timur, sehingga ketersediaan rumput sangat terbatas. Kemungkinan dalam jangka waktu yang lama Kambing Marica mengalami proses adaptasi dengan kondisi setempat, maka terjadilah proses mutasi

10 53 subtitusi nukleotida yang secara fenotip Kambing Marica mempunyai performans tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan dengan Kambing Kacang. Jika digabungkan dengan sekuen nukleotida daerah D-loop DNA mitokondria kambing dari luar negeri yang terdapat pada GenBank, kelompok kambing lokal yang diamati mempunyai jarak genetik yang jauh dari Capra hircus (AF ) karena sampel kambing tersebut berasal dari Eropa (Italia) (Parma et al. 2003) dengan nilai uji bootstrap sangat tinggi (99%) (Gambar 11). Sekuen DNA daerah D-loop kambing lokal yang diteliti, jika disejajarkan dan dibandingkan dengan 26 sekuen DNA yang berasosiasi dari GenBank yang mewakili 6 kelompok utama (haplogroup) kambing di dunia berdasarkan asalusulnya secara maternal (Naderi et al. 2007; Joshi et al. 2004) menunjukkan bahwa keenam sub populasi kambing lokal Indonesia termasuk kedalam kelompok haplotip Lineage B (Gambar 12). Kambing yang termasuk dalam haplogroup B adalah kambing yang berdasarkan garis keturunan ibu (maternal) dan telah dilaporkan menyebar di daerah Asia Timur dan Asia Selatan termasuk Cina, Mongolia, Afrika Selatan, Afrika Utara, Laos, Malaysia, Pakistan dan India. Dari Gambar 12 terdapat nilai uji bootstrap dengan pengulangan 1000 kali pada Kambing Boer sangat rendah (30%) pada Kambing Boer dan (38-65%) Kambing Jawarandu menunjukkan bahwa kedua jenis kambing tersebut masih dekat kekerabatannya, karena Kambing Boer adalah merupakan persilangan Kambing Jamnapari dengan kambing lokal di Afrika Selatan. Nilai uji bootstrap Kambing Kacang dan Marica merupakan paling tinggi (99%) kemudian disusul oleh Kambing Jawarandu (92%), Muara (78%), Samosir (66%) dan Benggala (64-65%). Hasil uji bootstrap 1000 kali ulangan pada analisis Neighbour Joining dengan metode 2 parameter Kimura menunjukkan bahwa keenam sub populasi kambing lokal yang diteliti terbagi kedalam 6 kelompok atau bisa dikelompokkan menjadi 6 rumpun yang berbeda yaitu rumpun kambing pertama Kambing Kacang, kedua Kambing Marica, ketiga Kambing Samosir, keempat Kambing Jawarandu, kelima Kambing Muara dan keenam Kambing Benggala (Gambar 11) dengan nilai uji bootstrap di atas 60 % antara satu kelompok sub populasi kambing lokal yang satu dengan yang lainnya. Hampir sama dengan nilai uji bootstrap Kambing Muara juga rendah (46%), hal ini juga memperkuat dugaan bahwa Kambing Muara juga merupakan hasil persilangan kambing lokal dengan Peranakan Etawah (PE) di Indonesia,

11 54 saat ini Kambing Muara sudah mempunyai karakteristik morfologi tersendiri dan susunan basa nukleotida mempunyai kekhasan tersendiri Muara4 78 Muara5 Muara2 Muara Muara3 Muara1 Benggala3 Benggala5 64 Benggala2 Benggala Benggala1 Benggala4 Jawarandu1 99 Jawarandu3 Jawarandu Jawarandu4 63 Jawarandu5 Jawarandu2 Samosir2 Samosir3 67 Samosir4 Samosir Samosir1 Samosir5 Marica1 Marica2 99 Marica5 Marica Marica3 63 Marica4 Kacang2 71 Kacang1 Kacang5 Kacang 72 Kacang3 49 Kacang4 C.hircus NC_ AF Gambar 11 Dendogram 6 sub populasi kambing lokal Indonesia berdasarkan ruas D-loop mtdna (bootstrap 1000x) Kambing Muara bentuk ukuran tubuh hampir sama dengan PE, tetapi lebar dada relatif lebih panjang dan panjang telinga lebih pendek dan pola warna lebih bervariasi. Kambing Jawarandu bentuk tubuh lebih kecil, telinga pendek

12 55 dan warna bulu tubuh relatip lebih bervariasi jika dibandingkan dengan Kambing Etawah dan Kambing Peranakan Etawah Muara2 Muara4 33 Muara5 BOER-AFRIKA SELATAN-(GQ141235) 11 Muara3 Muara1 10 Jawarandu2 34 Jawarandu Jawarandu4 Jawarandu1 Benggala3 21 Benggala5 52 Benggala4 65 Benggala1 30 Benggala2 LAOS-NATIVE-(AB044303) Samosir5 20 Samosir3 Samosir Samosir4 32 AZERI-AZERBAIJAN-(EF617706) Jawarandu5 70 MONGOLIAN-GOAT-(AJ317833) 97 MATOU-CHINA-(DQ121578) 59 Samosir1 Marica4 Marica Marica5 68 Marica2 Marica3 Kacang2 Kacang1 99 Kacang Kacang3 74 Kacang4 55 TAIHANG-CHINA-(DQ188893) 96 PASHMINA-INDIA-(AY155952) PINQAU-AUSTRIA-(EF617701) 80 GURCU-TURKEY-(EF618535) 97 BALADI-EGYPT-(EF617727) NUBIAN-ITALY-(FJ571542) ALPINE-FRANCE-(EF617779) 51 BANJIAO-CHINA-(DQ121491) 74 PUNJAB-GOAT-PAKISTAN-(AB162215) BLACK_BENGAL-INDIA-(AY155721) 41 IRANIAN-GOAT-(EF617945) JAMNAPARI 26 Caprahircus -Vietnam (AF533441) 29 ANGORA-CHINA-(GQ141232) 43 Capra_hircus_(AF533441) 93 MALTESE-ITALY-(FJ571532)_ BARBARI_INDIA-_(AY155708) 99 SWITZERLAND-GOAT-(AJ317838) 76 SPANISH-GOAT-(EF618413) GIRGENTARA)-SICILY-(DQ GIRGENTARA-SICILY-(DQ241351) B D G A C F Gambar 12 Posisi 6 sub populasi kambing lokal Indonesia dalam dendogram kambing-kambing di dunia berdasarkan ruas D-loop mtdna

13 56 Kambing Benggala mempunyai nilai bootstrap cukup jauh (65%) dari Kambing Kacang. Berdasarkan performans karakteristik tubuh dan warna bulu Kambing Benggala diduga merupakan persilangan Kambing Black Bengal dengan kambing lokal yang telah beradaptasi dengan kondisi agro-ekosistim di Pulau Timor dan Pulau Flores (Propinsi Nusa Tenggara Timur). Kambing Jawarandu, Muara dan Benggala merupakan persilangan kambing dari luar dengan kambing lokal, yang kemudian terjadi proses adaptasi dengan kondisi agro-ekosistim lokal sehingga penampilan produksi dan karakteristik kambing yang diteliti telah berubah jika dibandingkan dengan karakteristik rumpun asal kambing itu sendiri. Seperti Kambing Benggala jika dibandingkan dengan Kambing Black Bengal tubuh Kambing Benggala relatip lebih kecil, tetapi bentuk telinga dan warna bulu sama-sama warna hitam dan coklat tua pada umumnya. Berdasarkan analisis Median joining network dari 30 sekuen nukleotida daerah D-loop kambing yang diamati terdapat 50 situs yang bersifat polimorfik, terdapat sebanyak 19 haplotipe runutan DNA yang unik. Aliran gen berasal dari Kambing Kacang sebagai kambing asli di Indonesia, yang kemudian mengalami adaptasi sesuai dengan kondisi agro-ekosistem dan perlakuan manajemen dan terjadi perubahan susunan nukleotida dan perubahan fenotipik yang dikenal dengan Kambing Marica di daerah Sulawesi Selatan dan Kambing Samosir di daerah Kabupaten Samosir. Mutasi susunan nukleotida paling banyak di jumpai antara Kambing Kacang dengan Kambing Marica dan Samosir (Gambar 13). Perubahan mutasi ini terjadi diduga akibat adanya proses adaptasi dari Kambing Kacang sebagai kambing asli Indonesia dengan kondisi lingkungan yang sangat berbeda seperti lamanya musim kering yang tinggi di daerah Sulawesi Selatan yang mengakibatkan pakan hijauan layu dan mengering sehingga sangat terbatas jumlahnya di ujung musim kemarau. Hal ini bisa dilihat dari perubahan (mutasi) susunan nukleotida dalam bentuk subtitusi pada situs situs tertentu (Tabel 14). Pada Kambing Jawarandu, Benggala dan Muara ditemukan mutasi subtitusi dan insersi nukleotida diduga akibat proses adaptasi lingkungan dan merupakan hasil persilangan (proses hibridisasi) dengan rumpun kambing di luar kambing lokal yang terdapat di daerah setempat.

14 57 K=Kacang, M=Marica, S=Samosir, J= Jawarandu, R=Muara, B=Benggala Gambar 13 Median joining network dari 19 haplotip nukleotida daerah D-loop DNA mitokondria pada 6 sub populasi kambing lokal Indonesia Simpulan Keragaman genetik 6 kambing lokal Indonesia yang diamati adalah 0.014±0.002 dan ditemukan 50 situs susunan nukleotida yang polimorfik dan terdiri dari 19 haplotip yang unik. Keenam sub populasi kambing lokal Indonesia menunjukkan keragaman susunan nukleotida yang berbeda antara setiap kelompok dengan kelompok sub populasi kambing lainnya. Perbedaan susunan nukleotida yang khas pada setiap rumpun kambing dapat dipakai sebagai penciri DNA antar rumpun kambing. Berdasarkan analisis keragaman genetik pada sekuen kambing penelitian dan sekuen nukleotida dari GenBank diduga asal usul tetua secara maternal kambing lokal yang diamati termasuk kedalam kelompok utama (haplogroup) lineage B.

15 KARAKTERISASI MOLEKULER PADA ENAM SUB POPULASI KAMBING LOKAL INDONESIA BERDASARKAN ANALISIS DNA KROMOSOM Y Pendahuluan Variasi genetik dari rumpun ternak lokal sangat penting untuk mempertahankan sumberdaya genetik yang tidak tergantikan dan juga bermanfaat untuk membentuk bibit ternak yang baru. Gen SRY terletak pada kromosom Y yang terdiri dari ekson tunggal. Gen ini bertanggungjawab pada penentuan jenis kelamin pada ternak mamalia (Sinclair et al. 1990, Prashant et al. 2008). Sampai saat ini hasil penelitian tentang keragaman genetik kromosom Y pada kambing lokal Indonesia masih sangat terbatas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari keragaman genetik Kromosom Y bagian gen SRY dan hubungan genetik antar sub populasi menurut garis keturunan secara paternal pada 6 sub-populasi kambing lokal Indonesia. Bahan dan Metode Sampel Darah Kambing Penelitian Sebanyak 18 sampel dipilih dari 77 sampel darah kambing jantan yang dikoleksi yang terdiri masing-masing 3 sampel per kelompok 6 sub populasi kambing. Ekstraksi DNA Perlakuan sama seperti yang dilakukan pada Ekstraksi DNA untuk analisis mitokondria. Amplifikasi DNA Amplifikasi genom mitokondria menggunakan primer AF126 (forward) 5 CCAGATCGATGTAGAGACAT-3 dan AF127 (reverse) 5 TGCAATTTA CAAAGAGGTGGAA-3. Primer AF126 menempel pada basa ke nt dan AF127 menempel pada basa ke nt dari runutan DNA kromosom Y pada sekuen lengkap Capra hircus dengan no akses GenBank EU

16 Komposisi reaksi PCR dalam volume 25µl adalah sampel DNA 2µl (10-100ng), RBC Bioscience taq polymerase 1.25 unit beserta sistim bufernya, dntp 0.4 nmol, MgCl2 0.2 mm, primer AF22 dan AF23 masing-masing 1 nmol. Kondisi PCR yang digunakan untuk proses amplifikasi adalah tahap denaturasi awal pada suhu 94 o C selama 3 menit, tahap denaturasi pada suhu 94 o C selama 45 detik, tahap penempelan primer (annealing) pada suhu 62 o C selama 50 menit, dan tahap polimerasi (extension) pada suhu 72 o C selama 1 menit yang diulang selama 30 siklus, kemudian reaksi PCR diakhiri dengan polimerasi akhir pada suhu 72 o C selama 5 menit. Visualisasi produk PCR dilakukan menggunakan tehnik elektroforesis gel poliakrilamid (PAGE) 6% dalam bufer 1xTBE (Tris-HCl 10 Mm, asam borat 1 M, EDTA 0.1 mm). Elektroforesis dijalankan pada kondisi 200 mv selama 50 menit, kemudian proses dilanjutkan dengan pewarnaan sensitive perak (Tegelstrom 1986) yang di modifikasi. Perunutan DNA Produk amplifikasi yang menunjukkan pita tunggal kemudian dimurnikan dan dijadikan cetakan dalam reaksi PCR. Primer yang digunakan dalam proses PCR untuk perunutan nukleotida sama dengan primer yang digunakan untuk amplifikasi. Reaksi PCR dilakukan dengan menggunakan metode dideoxi terminator dengan dntp berlabel (big dye terminator). Perunutan nukleotida menggunakan mesin ABI Prism 3700-Avant Genetic Analyzer. Analisis Data Runutan nukleotida yang diperoleh kemudian diedit dengan menggunakan program Bio Edit versi Urutan DNA yang telah diedit disejajarkan dengan beberapa runutan DNA dari kelompok Capra hircus yang dipublikasikan dalam GenBank ( Data yang diambil sebagai pembanding adalah gen SRY kromosom Y Capra hircus dengan no.akses EU Proses pensejajaran menggunakan ClustalW versi 8.1 yang tertanam dalam program MEGA 4 (Tamura et al. 2007) yang kemudian diedit lagi secara manual. Pengeditan hasil pensejajaran dilakukan dengan unitunit ruas DNA berulang.

17 60 Analisis yang dilakukan meliputi penghitungan komposisi nukleotida, laju subsitusi, jarak genetik berdasarkan ruas DNA kromosom Y pada segmen SRY. Proses analisis dilakukan dengan menggunakan program MEGA versi 4 (Tamura et al. 2007). Perhitungan nilai jarak genetik dilakukan berdasarkan model subsitusi Kimura 2 parameter (K2P). Rekonstruksi pohon filogeni dilakukan berdasarkan ruas daerah gen SRY untuk semua nukleotida yang bersifat parsimoni. Rekonstruksi pohon filogeni keduanya dilakukan menggunakan metode Neigbour Joining (NJ) dengan bootstrap 1000 kali. Untuk mengetahui jumlah haplotip dan penyebaran mutasi nukleotida digunakan analisis Median- Joining Network versi 4.6 (Fluxus Technology Ltd., 2005). Hasil dan Pembahasan Polimorfisme DNA Kromosom Y Amplifikasi gen SRY pada daerah Kromosom Y menggunakan pasangan primer AF126 dan AF127 yang didesain sendiri berdasarkan sekuen komplit gen SRY pada Capra hircus dari GenBank dengan nomor akses EU Dari hasil analisis sekuensing setelah diedit secara manual menggunakan program Bio Edit dan kemudian digabungkan antara hasil sekuen forward dengan hasil sekuen reverse maka diperoleh hasil keseluruhan sekuen nukleotida sepanjang 773 pb dengan letak posisi sekuen diperkirakan antara situs ke pb (Gambar 14). Setelah saling disejajarkan antara hasil sekuen nukleotida dari keenam sub populasi kambing lokal yang diamati maka ditemukan 6 situs polimorfik (variable site) yang terdiri atas 1 singleton variable site yang ditandai dengan adanya insersi nukleotida T pada sub populasi Kambing Benggala, dan 5 parsimony informative sites yang ditandai dengan adanya mutasi substitusi pada setiap sub populasi kambing lokal lainnya.

18 61 Gambar 14 Struktur ruas gen SRY yang diapit oleh primer AF126 dan AF127 pada 6 sub populasi kambing lokal Indonesia Jika dibandingkan dengan sekuen nukleotida gen SRY pada Capra hircus (EU ) dari GenBank disini dapat dilihat terdapat mutasi yang sama pada keenam sub populasi kambing lokal Indonesia yaitu perubahan mutasi nukleotida dari G berubah menjadi A pada situs ke 398 pada penelitian ini. Runutan sekuen nukleotida yang bersifat polimorfisme pada Kromosom Y keenam sub populasi kambing lokal dibandingkan dengan Capra hircus (EU ) dapat dilihat pada Gambar 15. Terdapat 4 haplotipe berdasarkan 6 situs nukleotida yang bersifat polimorfik, dimana situs polimorfisme Kambing Kacang sama dengan Kambing Jawarandu, situs polimorfisme Kambing Marica sama dengan Kambing Samosir, sedangkan Kambing Muara dan Benggala berbeda satu sama lain. Runutan basa-basa nukleotida yang polimorfik terletak pada situs ke berupa subtitusi dan insersi. Berdasarkan runutan nukleotida yang disejajarkan ditemukan substitusi nukleotida khas yang bisa digunakan sebagai penciri 6 kambing lokal jika dibandingkan dengan Capra hircus (EU ), akan tetapi Kambing Shiba dari Jepang sama dengan situs nukleotida C. hircus. Perubahan susunan (mutasi) nukleotida berupa subtitusi ditemukan pada situs nukleotida Kambing Kacang dan Jawarandu di situs ke 398 (G-A), Marica dan Samosir di situs ke 330 (A-T), 398 (G-A), 701 (T-C), Muara di situs 330 (A-T), 398(G-A), 701 (T-C), 718 (A-G), 754 (C-T) dan Benggala di situs 330 (A-T), 1398(G-A), 701(T-C), 718 (A-G), 754 (C-T). Mutasi insersi nukleotida T hanya ditemukan di situs ke 369 pada Kambing Benggala.

19 C.hircus_EU TAATTTTAAA AGAATTTG-G CTCTGTTGAT TTCTAAAGCA CTTTCTGATA TTTCCACCTC Benggala1...T...T....A.. C T... Benggala...T...T....A.. C T... Benggala3...T...T....A.. C T... Jawarandu A Jawarandu A Jawarandu A Kacang A Kacang A Marica1...T A.. C Marica2...T A.. C Muara1...T A.. C......G.....T... Muara2...T A.. C......G.....T... Samosir...T A.. C Shiba_goat_D Gambar 15 Polimorfisme nukleotida gen SRY pada 6 sub populasi kambing lokal Indonesia (tiga baris pertama dibaca secara vertikal merupakan posisi nukleotida yang mengacu pada C. hircus GenBank no. akses EU dan Shiba Goat no. akses D82963 Frekuensi Nukleotida dan Jarak Genetik Berdasarkan hasil sekuen DNA gen SRY analisis jarak genetik antara 6 sub populasi kambing lokal yang diamati dibandingkan dengan sekuen nukleotida pada Capra hircus (EU ) dari GenBank, maka jarak genetik paling tinggi adalah pada Kambing Muara (0.001), kemudian diikuti Kambing Benggala (0.008), Kambing Marica sama dengan Kambing Samosir (0.006), dan paling rendah terdapat pada Kambing Kacang sama dengan Kambing Jawarandu (0.002). Perbandingan jarak genetik antar sub populasi kambing lokal ditemukan bahwa tidak ada jarak perbedaan antara Kambing Kacang dengan Kambing Jawarandu (0.000), demikian juga antara Kambing Marica sama dengan Kambing Samosir (0.000). Jarak genetik paling tinggi dijumpai perbedaan antara Kambing Muara terhadap Kambing Kacang dan Jawarandu (0.008), kemudian dikuti jarak perbedaan antara Kambing Benggala terhadap Kambing Kacang dan Jawarandu (0.006). Perbedaan jarak genetik Kambing Marica dan Samosir terhadap semua sub populasi kambing lainnya sama (0.004), kecuali terhadap

20 63 Kambing Benggala (0.002). Jarak genetik berdasarkan susunan nukleotida DNA Kromosom Y Kambing Kacang, Benggala, Jawarandu, Muara, Samosir, Marica dan Capra hircus (EU ) dari GenBank dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 15 Matrik keragaman nukleotida gen SRY kromosom Y pada kambing lokal Indonesia Sub populasi C.hircus Kacang Samosir Marica Jawarandu Muara Benggala Capra hircus* Kacang Samosir Marica Jawarandu Muara Benggala *GenBank no. akses EU Keragaman genetik antar individu dalam kelompok sub populasi kambing penelitian yaitu sub populasi Kambing Samosir 0.004, Kambing Kacang dan Kambing Jawarandu 0.003, Kambing Marica 0.002, Kambing Muara dan Kambing Benggala tidak ada perbedaan (0.000). Berdasarkan hasil analisis philogenik runutan nukleotida DNA kromoson Y kambing lokal Indonesia dengan nilai bootstrap 89% menunjukkan bahwa Kambing Kacang masih satu kelompok dengan Kambing Jawarandu dan Kambing Marica masih satu kelompok dengan Samosir (21%), sedangkan Kambing Benggala (65%) dan Muara (69%) membentuk kelompok terpisah satu sama lain (Gambar 16). Berdasarkan hasil analisis metode Neighbour Joining pada keenam sub populasi kambing yang diamati dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman genetik secara paternal menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok Kambing Kacang dan Jawarandu, kelompok Kambing Marica dan Samosir, kelompok Kambing Benggala dan kelompok Kambing Muara.

21 Marica Benggala1 64 Benggala3 Benggala2 68 Muara1 Muara2 Marica2 Samosir Jawarandu3 Jawarandu2 Kacang1 87 Kacang2 Jawarandu1 C.hircus EU Shiba goat D Gambar 16 Dendogram Neighbour Joining berdasarkan runutan nukleotida gen SRY antara 6 sub populasi kambing lokal Indonesia Jika digabungkan dengan rumpun kambing out group dari beberapa situs nukleotida gen SRY di GenBank ditemukan bahwa keenam sub populasi kambing lokal Indonesia membentuk kelompok tersendiri terpisah dari kelompok kambing lainnya. Situs nukleotida Capra hircus (EU ) satu kelompok dengan Kambing Shiba dari Jepang dengan jarak genetik dengan kelompok kambing lokal Indonesia 63%, sedangkan jarak kambing lokal dengan Kambing Sangamneri dan Capra hircus (D0845) sangat jauh yaitu 100 % berbeda dengan kambing lokal Indonesia (diduga karenan hasil sekuen kromosom Y yang didapat lebih pendek). Sampai saat ini hasil penelitian gen SRY pada ternak kambing yang dilaporkan dan bisa diakses di GenBank masih sangat terbatas, sehingga belum bisa leluasa membandingkan dengan jenis rumpun kambing lainnya. Berdasarkan analisis Median-joining network terdapat 6 situs yang bersifat polimorfik, dan terdapat sebanyak 4 haplotip runutan DNA yang unik (Gambar 17) yaitu Kambing Marica dan Samosir (1 haplotip), Kambing Kacang dan Jawarandu (1 haplotip), Kambing Muara (1 haplotip) dan Kambing Benggala (1 haplotip).

22 65 M1 J1 Gambar 17 Median-joining network dari 4 haplotip gen SRY dari 6 sub populasi kambing lokal Indonesia: Kacang (K 1 ), Marica (M 1 ), Samosir (S 1 ), Jawarandu (J 1 ), Muara (R 1 ) dan Benggala (B 1 ) Diduga Kambing Marica dan Kambing Samosir berasal dari pejantan Kambing Kacang yang telah mengalami proses adaptasi terhadap lingkungan dan campur tangan perlakuan peternak yang diarahkan untuk tujuan produksi tertentu. Hal ini bisa dilihat dari perubahan (mutasi) susunan nukleotida dalam bentuk substitusi pada situs tertentu (Tabel 15). Sedangkan pada Kambing Jawarandu, Benggala dan Muara ditemukan mutasi subtitusi dan insersi nukleotida diduga akibat proses adaptasi lingkungan dan merupakan hasil persilangan (proses hibridisasi) dengan rumpun kambing diluar kambing lokal yang terdapat di daerah setempat. Simpulan Keragaman genetik 6 kambing lokal Indonesia yang diamati adalah ± dan ditemukan 6 situs susunan nukleotida yang polimorfik dan terdiri dari 4 haplotip yang unik, yaitu pada Kambing Kacang dan Jawarandu (1 haplotip), Marica dan Samosir (1 haplotip), Muara (1 haplotip) dan Benggala (1 haplotip). Keenam sub populasi kambing yang diamati dikelompokkan menjadi 4 haplotip kambing yang berbeda, dimana terdapat perbedaan susunan nukleotida yang khas sebagai penciri DNA antara satu genotip dengan genotip yang lainnya. Asal usul tetua secara paternal Kambing Jawarandu, Marica, Samosir diduga berasal dari Kambing Kacang.

23 IDENTIFIKASI GEN GDF9 DAN HUBUNGANNYA DENGAN SIFAT PROLIFIK PADA KAMBING LOKAL INDONESIA Pendahuluan Sifat prolifik adalah kemampuan untuk melahirkan dua atau lebih anak sekaligus per periode kelahiran pada induk ternak. Sifat prolifik dikendalikan oleh gen-gen yang dikenal sebagai keluarga gen kesuburan (fecundity genes), yaitu bone morphogenetic protein receptor type 1B (BMPR1B) yang disebut juga dengan nama Fecundity Boorola (FecB) (Souza et al. 2001; Davis 2005, Davis et al. 2006); growth differentiation factor 9 (GDF9), disebut FecG (Hanrahan et al. 2004); bone morphogenetic protein 15 (BMP15) disebut dengan FecX (Hanrahan et al. 2004; Galloway et al. 2000). Tiga gen fekunditas diatas dikelompokkan sebagai TGF-β super family yang telah diidentifikasi pada mamalia. Beberapa mutasi pada gen GDF9 dilaporkan berhubungan dengan peningkatan laju tingkat ovulasi dan litter size pada ternak ruminansia kecil (Gilchrist et al. 2005) Gen GDF9 ini diekspresikan pada oosit dan sel-sel granulosa ovarium sejak tahap folikel primer sampai oosit diovulasikan. Gen GDF9 yang terdapat pada kromosom 5 pada domba, kambing dan sapi telah berhasil dipetakan yang terdiri atas dua ekson dan satu intron. Selain itu, gen GDF9 ini diketahui menyandikan prepropeptida sepanjang 453 residu asam amino. Polipeptida aktif adalah sepanjang 135 residu asam amino (Bodensteiner et al. 1999; Hanrahan et al. 2004). Pengaturan ekpresi GDF9 dan proses pematangan prepropeptida menjadi polipeptida aktif melibatkan ruas-ruas pengaturan ekspresi gen yang terdapat dalam promotor dan intron (Gilchrist et al. 2005). Secara alami ternak ruminansia kecil cenderung bersifat prolifik, termasuk kambing dan domba lokal Indonesia. Kambing Kacang mempunyai rata-rata anak sekelahiran (litter size) antara ekor (Sodiq et al. 2003; Hoda 2008), kambing PE sekitar anak per kelahiran (Sodiq et al. 2003), sedangkan Kambing Samosir dan Kambing Muara belum ada laporan yang menyebutkan kemampuan prolifikasinya. Beberapa program pemuliaan saat ini aktif untuk mengembangkan kambing yang mengarah pada peningkatan produksi daging, peningkatan pertumbuhan, daya adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang sulit dan peningkatan sifat prolifik.

24 67 Hasil penelitian identifikasi keragaman gen BMPR1B dan BMP15 di ruas ekson 1, ekson 2 dan intron pada induk Kambing Kacang, PE, Muara dan Samosir dengan sampel yang sama dengan penelitian menunjukkan bahwa sekuen antara kelompok induk beranak kembar hampir sama dengan kelompok induk beranak tunggal atau bersifat monomorfik (Hasan et al. 2011). Pada saat ini informasi yang berhubungan dengan keragaman gen GDF9 pada ruas promotor masih belum ada laporan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keragaman gen GDF9 pada dua kelompok induk, yaitu induk yang rata-rata beranak tunggal (nonprolifik) dan kelompok induk yang rata-rata beranak kembar (prolifik) pada Kambing Kacang, PE, Samosir dan Muara. Bahan dan Metode Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2010 sampai dengan Maret 2011 di Laboratorium Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan Sampel Darah Kambing Pengambilan sampel darah Kambing Kacang dan Kambing Peranakan Etawah (PE) dilakukan di Kandang Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Sumatera Utara. Sedangkan sampel darah Kambing Samosir diambil dari peternakan rakyat di Kabupaten Samosir dan Kambing Muara di peternakan rakyat di Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara. Sampel darah kambing yang diperoleh dari lapangan adalah 149 sampel antara DNA kelompok induk yang rata-rata beranak tunggal (wild type atau normal) disebut dengan kelompok non-prolifik dan dengan kelompok induk yang beranak kembar (mutant type atau mutan) yang disebut dengan kelompok induk prolifik (Tabel 17). Tabel 16 Distribusi kambing prolifik dan non prolifik No. Rumpun kambing Prolifik Non-prolifik Jumlah 1 Kacang Peranakan Etawah (PE) Muara Samosir Total

25 68 Sampel darah diambil dari vena jugularis sekitar 2 ml menggunakan jarum venoject yang dihubungkan dengan tabung vakum. Darah yang diperoleh di lapangan langsung diawetkan dalam alkohol absolut 2x volume darah, kemudian darah dikocok dengan kuat hingga larut dalam alkohol. Ekstraksi DNA Ekstraksi genom DNA dilakukan menggunakan Genomic DNA Mini Kit for Fresh Blood (GeneAid) yang dimodifikasi. Modifikasi yang dilakukan bertujuan untuk menghilangkan alkohol sebelum dilakukan proses ekstraksi DNA. Sampel darah dalam alkohol sebanyak 1mL disentrifugasi rpm selama 5 menit. Endapan sel dicuci dengan menambahkan aquades hingga volume total 1,5 ml dan didiamkan selama 20 menit. Pencucian dilakukan sebanyak dua kali. Sel-sel darah yang telah dicuci disuspensikan dengan bufer pelisis (GT bufer) 100µL, kemudian dilisis lebih lanjut dengan enzim Proteinase K µg/ml dan diinkubasi pada suhu 60 0 C selama 30 menit. Langkah selanjutnya yaitu, pemisahan bahan organik non-dna dan pemurnian molekul DNA dilakukan sesuai dengan prosedur dari perusahaan. Amplifikasi Gen GDF9 Amplifikasi gen GDF9 pada ruas promotor (5 flanking region) dilakukan dengan mesin TaKaRa Thermal Cycler menggunakan primer AF 211 forward CCTCAGTCTTCTCCTCGGTTCC dan AF 212 reverse CTGGAAGTGG GAGAAGTGG yang mengacu pada Dong et al. (2005). Amplifikasi gen GDF9 menghasilkan ruas DNA dengan panjang 1972 pb berdasarkan penempelan primer pada sekuen DNA Capra hircus dengan kode accession number EF Reaksi PCR dilakukan dalam volume 12 µl, yang terdiri atas sampel DNA sekitar 10 ng, primer forward dan reverse masing-masing 1 ng, dan KAPA Taq Ready Mix DNA polymerase (KAPATaq DNA polymerase 1 unit, bufer polimerase dengan Mg2+.25 mm dan setiap dntp masing-masing 0,4 mm). Kondisi PCR, yaitu predenaturasi 94 0 C selama 5 menit, (denaturasi 94 0 C selama 60 detik, penempelan primer 58 0 C selama 90 detik, pemanjangan 72 0 C 90 detik) sebanyak 30 siklus, pemanjangan akhir pada suhu 72 0 C selama 10 menit, dan penyimpanan dilakukan pada suhu 4 0 C. Amplikon dideteksi dengan

26 69 elektroforesis gel poliakrilamida 6% yang dilanjutkan dengan pewarnaan perak (Byun et al. 2009). Perunutan DNA Untuk mengetahui posisi dan jenis nukleotida yang mengalami mutasi maka dilakukan perunutan DNA (sekuensing). Beberapa amplikon gen GDF9 pada setiap sub populasi dicampur menjadi satu berdasarkan sifat prolifikasi induk kambing. Campuran amplikon selanjutnya disekuensing menggunakan primer yang sama dengan amplifikasi awal. Teknik ini dilakukan untuk memindai adanya mutasi dengan lebih cepat. Hal ini dilakukan atas dasar laju mutasinya sangat rendah. Analisis Data Runutan nukleotida yang diperoleh kemudian diedit secara manual dengan bantuan program Bio Edit versi Urutan DNA yang telah diedit disejajarkan dengan beberapa runutan DNA dari kelompok Capra hircus yang dipublikasikan dalam GenBank ( Proses pensejajaran menggunakan Clustal W versi 8.1 yang ada dalam program MEGA 4 (Tamura et al. 2007) yang kemudian diedit lagi secara manual. Analisis yang dilakukan meliputi penghitungan komposisi nukleotida, laju mutasi delesi dan substitusi. Proses menentukan struktur gen yang diperoleh untuk mencari situs yang homolog dengan program BLASTN versi dan dianalisis dengan menggunakan program MEGA versi 4. Hasil dan Pembahasan Amplifikasi gen GDF9 menggunakan primer AF 211 dan AF 212 menghasilkan fragmen DNA dengan panjang 1296 pb. Mutasi pada gen GDF9 dapat meningkatkan laju tingkat ovulasi dan litter size. Ruminansia kecil dengan genotip heterozigot carier akan meningkatkan laju ovulasinya rata-rata 1.5 dengan rata-rata litter size 1.0. Sedangkan genotip homozigot carrier akan meningkatkan laju ovulasi rata-rata 3.0 dengan rataan litter size 1.5 (Davis 2005). Jika hasil amplikon gen GDF9 sudah dipotong dengan enzim masih meragukan, dapat diverifikasi dengan metode sekuensing.

27 70 Hasil sekuensing pada gen GDF9 menunjukkan adanya polimorfisme satu pasang basa nukleotida berupa mutasi substitusi G A pada posisi basa nukleotida ke 836 pada Kambing Kacang dan PE, serta mutasi substitusi G C pada Kambing Kacang di situs ke 1019 (Gambar 18) KACANG-tunggal(08-K1) CAGAGGCAAG ATGAATGAGC KACANG-kembar(07-K2)..A......C. PE-tunggal(04-PE1) PE-kembar(15-PE3)..A MUARA-tunggal(06-R1) MUARA-kembar(05-R2) SAMOSIR-tunggal(14-S1) SAMOSIR-kembar(12-S2) Nt 863 (G-A) Nt 1019 (G-C) 5 UTR Exon 1 Intron Exon 2 3 UTR Promotor 1nt 23nt 1260nt 2170 nt 3294 nt 4258 nt 5515 nt wild wild mutan mutan Gambar 18 Mutasi nukleotida gen GDF9 ruas promotor pada kelompok induk prolifik (mutan) dan induk non-prolifik (wild) pada Kambing Kacang dan Peranakan Etawah (Tiga baris pertama dibaca secara vertikal merupakan posisi nukleotida).

28 71 Keragaman gen GDF9 dengan sifat prolifik pada kambing bervariasi dan dipengaruhi oleh rumpun ternak dan posisi ruas DNA yang diidentifikasi. GDF9 ruas ekson 1 dan ekson 2 pada Kambing Black Bengal yang dikenal prolifik adalah monomorfik, tetapi pada Kambing Jining Grey dilaporkan polimorfik (Feng et al. 2010). Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Polley et al. (2009). Adanya alel-alel mutasi nukleotida gen GDF9 di ruas promotor pada Kambing Kacang dan PE dapat menambah temuan identifikasi keragaman gen GDF9 untuk keperluan seleksi calon induk yang prolifik pada ternak domba dan kambing, seperti yang tertera pada Tabel 18. Tabel 17 Jenis-jenis mutan gen GDF9 pada ternak domba dan kambing Mutasi DNA Ekson Mutasi asam amino Jenis ternak Referensi G 260 A 2 Arginin-Histidin Domba Hanrahan et al G 471 T Tidak ada mutasi Domba Hanrahan et al G 477 A Tidak ada mutasi Domba Hanrahan et al G 721 A Glutamin-Lys Domba Hanrahan et al G 978 G Tidak ada mutasi Domba Hanrahan et al G 994 A Val - Ile Domba Hanrahan et al G 1111 A Val - Met Domba Hanrahan et al G 1184 T Ser - Phe Domba Hanrahan et al A 562 C 2 Glutamin-Prolin Kambing Qianbei Ren et al pockmarked G 26 A 1 Tidak ada mutasi Kambing Jining Grey Wu et al G 792 A 2 Valine - Isoleusine Kambing Jining Grey Wu et al A 183 C 1 Tidak ada mutasi Kambing Jining Grey Chu et al C 336 T 2 Valine - Isoleusine Kambing Jining Grey Chu et al Kambing Jining Grey Feng et al Runutan nukleotida gen GDF9 bersifat polimorfik dan diduga berhubungan dengan pengaturan sifat prolifikasi pada Kambing White goat (Xuqin et al. 2009), Jining Grey (Feng et al. 2010), sementara gen ini juga bersifat monomorfik pada Kambing Black Bengal (Polley et al. 2009), Boer dan Huanghuai Goats (He 2010). Fenomena tersebut juga dijumpai pada penelitian ini, yaitu fenomena keragaman mutasi gen GDF9 di ruas promotor pada keempat sub populasi kambing lokal yang diamati bervariasi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ada atau tidaknya polimorfisme nukleotida gen-gen fekunditas pada kambing masih sangat bervariasi antar rumpun-rumpun kambing dan hubungan gen tersebut dengan pengaturan tingkat prolifikasi pada induk kambing. Temuan alel-alel mutasi gen ini diduga dapat

29 72 digunakan sebagai salah satu parameter atau metode dalam upaya seleksi calon induk bibit kambing yang prolifik untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi pemeliharaan ternak kambing. Berdasarkan kejadian mutasi yang bersifat parsimony runutan nukleotida gen GDF9 ruas promotor (Lampiran 7) menunjukkan bahwa kambing lokal Indonesia berada dalam satu klaster dan lebih dekat dengan Kambing Jining grey dari Cina (Gambar 19). 91 KACANG-tunggal 62 KACANG-kembar PE-kembar 29 MUARA-tunggal MUARA-kembar PE-tunggal 100 C.hircus SAMOSIR-tunggal SAMOSIR-kembar 0.01 Gambar 19 Dendogram kambing lokal Indonesia berdasarkan runutan nukleotida ruas promotor gen GDF9 metode NJ bootstrap 1000x Simpulan Mutasi gen GDF9 ruas promotor bersifat polimorfik yang mengekpresikan adanya hubungan mutasi gen GDF9 dengan sifat prolifik pada Kambing Kacang dan PE. Keragaman gen GDF9 pada induk Kambing Muara dan Samosir bersifat monomorfik.

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

The Origin of Madura Cattle

The Origin of Madura Cattle The Origin of Madura Cattle Nama Pembimbing Tanggal Lulus Judul Thesis Nirmala Fitria Firdhausi G352080111 Achmad Farajallah RR Dyah Perwitasari 9 Agustus 2010 Asal-usul sapi Madura berdasarkan keragaman

Lebih terperinci

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G352090161 Mochamad Syaiful Rijal Hasan. Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Polymorphism of fecundities genes (BMPR1B and BMP15) on Kacang, Samosir

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya alam dengan keragaman genetik yang melimpah. Salah satu diantaranya adalah ternak kambing lokal Indonesia yang telah beradaptasi dengan kondisi

Lebih terperinci

HASIL Amplifikasi Ruas Target Pemotongan dengan enzim restriksi PCR-RFLP Sekuensing Produk PCR ruas target Analisis Nukleotida

HASIL Amplifikasi Ruas Target Pemotongan dengan enzim restriksi PCR-RFLP Sekuensing Produk PCR ruas target Analisis Nukleotida 2 sampai ke bagian awal gen trna Phe. Komposisi reaksi amplifikasi bervolume 25 µl adalah sampel DNA sebagai cetakan 2 µl (10-100 ng), 2,5nM Primer 2 µl; Taq polimerase (New England Biolabs) 1 unit beserta

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-) HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tahapan Analisis DNA S. incertulas

BAHAN DAN METODE. Tahapan Analisis DNA S. incertulas 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Koleksi sampel dilakukan pada beberapa lokasi di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 79 PEMBAHASAN UMUM Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kuda di Sulawesi Utara telah dikenal sejak lama dimana pemanfatan ternak ini hampir dapat dijumpai di seluruh daerah sebagai ternak tunggangan, menarik

Lebih terperinci

POLIMORFISME GEN FEKUNDITAS (BMPR1B DAN BMP15) PADA KAMBING KACANG, SAMOSIR DAN MUARA MOCHAMAD SYAIFUL RIJAL HASAN

POLIMORFISME GEN FEKUNDITAS (BMPR1B DAN BMP15) PADA KAMBING KACANG, SAMOSIR DAN MUARA MOCHAMAD SYAIFUL RIJAL HASAN POLIMORFISME GEN FEKUNDITAS (BMPR1B DAN BMP15) PADA KAMBING KACANG, SAMOSIR DAN MUARA MOCHAMAD SYAIFUL RIJAL HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. dua lembar plastik transparansi dan semua sisinya direkatkan hingga rapat.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. dua lembar plastik transparansi dan semua sisinya direkatkan hingga rapat. (Polyacrilamide Gel Elektroforesis) 5,5% pada tegangan 85 V selama 6 jam. Standar DNA yang digunakan adalah ladder (Promega) Gel polyacrilmide dibuat dengan menggunakan 30 ml aquades, 4 ml 10xTBE, 5,5

Lebih terperinci

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid LAMPIRAN 9 Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid Satu ruas tungkai udang mantis dalam etanol dipotong dan dimasukkan ke dalam tube 1,5 ml. Ruas tungkai yang telah dipotong (otot tungkai)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini meliputi kegiatan lapang dan kegiatan laboratorium. Kegiatan lapang dilakukan melalui pengamatan dan pengambilan data di Balai

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

Seminar Dewinta G

Seminar Dewinta G Seminar Dewinta G34063443 Dewinta, Achmad Farajallah, dan Yusli Wardiatno. 2010. Pola Distribusi Geografis pada Udang Mantis di Pantai Jawa Berdasarkan Genom Mitokondria. Seminar disampaikan tanggal 11

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pola warna dominan dan warna belang 6 sub populasi kambing lokal. a. Kambing Jawarandu

Lampiran 1 Pola warna dominan dan warna belang 6 sub populasi kambing lokal. a. Kambing Jawarandu 94 Lampiran 1 Pola warna dominan dan warna belang 6 sub populasi kambing lokal a. Kambing Jawarandu 95 b. Kambing Kacang c. Kambing Samosir 96 97 d. Kambing Marica e. Kambing Benggala 98 99 f. Kambing

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan memegang peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama pada ternak penghasil susu yaitu sapi perah. Menurut Direktorat Budidaya Ternak

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MORFOMETRIK DAN ANALISIS FILOGENI PADA ENAM SUB POPULASI KAMBING LOKAL INDONESIA

KARAKTERISASI MORFOMETRIK DAN ANALISIS FILOGENI PADA ENAM SUB POPULASI KAMBING LOKAL INDONESIA KARAKTERISASI MORFOMETRIK DAN ANALISIS FILOGENI PADA ENAM SUB POPULASI KAMBING LOKAL INDONESIA Pendahuluan Berdasarkan Statistik Tahun 2010 jumlah populasi ternak kambing di Indonesia sebanyak 16 841 149

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah dikenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas yang cukup

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI NUKLEOTIDA DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SATU INDIVIDU SUKU BALI NORMAL

ANALISIS VARIASI NUKLEOTIDA DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SATU INDIVIDU SUKU BALI NORMAL ISSN 1907-9850 ANALISIS VARIASI NUKLEOTIDA DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SATU INDIVIDU SUKU BALI NORMAL Ketut Ratnayani, I Nengah Wirajana, dan A. A. I. A. M. Laksmiwati Jurusan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Pendekatan Perilaku

BAHAN DAN METODE. Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Pendekatan Perilaku BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Sampel rayap diambil dari Cagar Alam Yanlappa-Jasinga dan Kampus IPB- Dramaga, Bogor. Rayap diidentifikasi dan diuji perilaku agonistiknya di Laboratorium Biosistematika

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria

Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria Ill Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria Yusnarti Yus' dan Roza Elvyra' 'Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Riau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam, dimana kondisi lingkungan geografis antara suku yang satu dengan suku yang lainnya berbeda. Adanya

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Lebih terperinci

Karakterisasi Molekuler Enam Subpopulasi Kambing Lokal Indonesia berdasarkan Analisis Sekuen Daerah D-loop DNA Mitokondria

Karakterisasi Molekuler Enam Subpopulasi Kambing Lokal Indonesia berdasarkan Analisis Sekuen Daerah D-loop DNA Mitokondria BATUBARA et al. Karakterisasi molekuler enam subpopulasi kambing lokal Indonesia berdasarkan analisis sekuen daerah D-loop DNA Karakterisasi Molekuler Enam Subpopulasi Kambing Lokal Indonesia berdasarkan

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Materi Sampel DNA Primer

METODE Waktu dan Tempat Materi Sampel DNA Primer METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai dengan bulan Pebruari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos Banteng Syn Bos sondaicus) yang didomestikasi. Menurut Meijer (1962) proses penjinakan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian terhadap urutan nukleotida daerah HVI mtdna manusia yang telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya rangkaian poli-c merupakan fenomena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Indonesia Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah beradaptasi dengan iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal ekor tipis

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK

4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK 26 4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) merupakan salah satu gen yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2006 sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

GENETIKA (BIG100) Tempat : R122 Waktu Jam : 7 8 Pukul : Pengajar : Bambang Irawan Hari Supriandono

GENETIKA (BIG100) Tempat : R122 Waktu Jam : 7 8 Pukul : Pengajar : Bambang Irawan Hari Supriandono GENETIKA (BIG100) Tempat : R122 Waktu Jam : 7 8 Pukul : 12.30 14.20 Pengajar : Bambang Irawan Hari Supriandono ISI KONTRAK PERKULIAHAN DESKRIPSI TUJUAN STRATEGI MENGAJAR TUJUAN KOMPETENSI JUMLAH TATAP

Lebih terperinci

menggunakan program MEGA versi

menggunakan program MEGA versi DAFTAR ISI COVER... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

POTENSI KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK KAMBING LOKAL INDONESIA

POTENSI KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK KAMBING LOKAL INDONESIA POTENSI KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK KAMBING LOKAL INDONESIA ARON BATUBARA 1, M. DOLOKSARIBU 1 dan BESS TIESNAMURTI 2 1 Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih, PO Box 1, Galang 20585 2 Balai Penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) Kambing PE pada awalnya dibudidayakan di wilayah pegunungan Menoreh seperti Girimulyo, Samigaluh, Kokap dan sebagian Pengasih (Rasminati,

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus ( Rattus norvegicus Gen Sitokrom b

TINJAUAN PUSTAKA Tikus ( Rattus norvegicus Gen Sitokrom b TINJAUAN PUSTAKA Tikus (Rattus norvegicus) Tikus termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Rodentia, dan famili Muridae. Spesies-spesies utama yang terdapat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 56 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen FNBP1L. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci