HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Mutasi Gen KRAS Menggunakan Metode HRM dan RFLP pada DNA Standar Sel Kultur Analisis mutasi gen KRAS menggunakan metode HRM telah dilakukan terhadap DNA standar untuk mengetahui bentuk standar kurva DNA yang tidak mengalami mutasi/wild type dan DNA mutan. DNA wild type diisolasi dari sel kultur BT549 (Breast Tumor), DNA standar mutan diperoleh dari sel kultur A549 (Human Lung Carcinoma) yang diketahui memiliki mutasi homozigot pada kodon 12 (GGT>AGT), dan sel kultur HCT 116 (Human Colon Tumor) yang diketahui memiliki mutasi heterozigot pada kodon 13 (GGC>GAC) (Krypuy et al. 26). Normalized Fluorescen Temperatur ( C) (a) 5 Normalized minus wild type Temperatur ( C) (b) Gambar 1 Hasil analisis mutasi gen KRAS DNA standar menggunakan metode HRM. Ket (a) normalized graph dan (b) differential graph BT549: Kontrol wild type A549: Kontrol mutan homozigot kodon 12 HCT116: Kontrol mutan heterozigot kodon 13 Hasil analisis HRM DNA standar menunjukkan perbedaan bentuk kurva DNA wild type dan DNA mutan dalam bentuk normalized graph (Gambar 1a) dan differential graph (Gambar 1b). Bentuk kurva yang diperoleh pada analisis HRM menurut (Reed et al. 27) berasal dari kurva penurunan intensitas fluoresen yang terjadi seiring dengan kenaikan suhu, akibat adanya perubahan dari bentuk DNA utas ganda menjadi DNA utas tunggal. Nilai fluoresen dalam kurva

2 33 tersebut kemudian dinormalisasi dalam skala 1 menjadi bentuk kurva normalized graph. Krypuy et al. (26) menggunakan kurva differential graph untuk menunjukkan perbedaan bentuk kurva yang lebih jelas antara DNA yang mengalami mutasi dengan DNA wild type. Kurva differential graph diperoleh dengan cara menjadikan kurva standar wild type sebagai kurva acuan yang bernilai. Nilai kurva standar mutan diperoleh dari hasil pengurangan nilai-nilai normalized fluorescence yang diperoleh terhadap normalized fluorescence kurva standar DNA wild type. Transformasi nilai fluoresen menjadi bentuk normalized graph dan differential graph dilakukan secara terintegrasi di dalam software HRM, sehingga bisa diperoleh data secara langsung dalam bentuk grafik. Untuk memudahkan interpretasi hasil analisis HRM selanjutnya hanya digunakan bentuk kurva differential graph. Analisis HRM gen KRAS dilakukan terhadap produk hasil amplifikasi yang memiliki ukuran sekitar 92 pb. Ukuran panjang basa ini dipilih sesuai dengan hasil penelitian Krypuy et al. (26) yang telah melakukan analisa HRM terhadap gen KRAS dengan menggunakan produk PCR sebesar 189 pb dan 92 pb. Hasil analisis HRM yang terbaik dengan tingkat sensitivitas data yang lebih tinggi diperoleh pada produk PCR dengan ukuran 92 pb. Hal ini diduga karena adanya perbedaan jumlah basa Guanin dan Sitosin pada kedua produk PCR tersebut. Produk PCR yang memiliki ukuran yang lebih besar, memiliki jumlah basa Guanin dan Sitosin yang lebih banyak, sehingga menyebabkan tingginya energi yang dibutuhkan untuk merubah DNA utas ganda menjadi utas tunggal akibat banyaknya ikatan rangkap tiga yang dimilikinya. Hal ini didukung pula oleh Liew et al. (24) yang menyatakan bahwa analisis genotyping untuk melihat perbedaan pola mutasi akibat terjadinya perubahan satu basa menggunakan metode HRM diperoleh dengan menggunakan produk PCR yang berukuran kecil. Namun demikian, ukuran amplikon untuk mendapatkan bentuk kurva yang optimal sebaiknya diperoleh berdasarkan hasil optimasi. Hasil analisis mutasi gen KRAS menggunakan metode RFLP pada DNA standar menunjukkan perbedaan pita yang jelas (Gambar 11). Hasil analisis mutasi kodon 12 (Gambar 11a) menunjukkan bahwa DNA mutan kodon 12 (A549) memiliki ukuran sekitar 157 pb, sedangkan DNA wild type BT549 dan DNA mutan kodon 13 memiliki ukuran sekitar 128 pb. Hasil analisis mutasi kodon 13 (Gambar 11b) menunjukkan bahwa DNA mutan kodon 13 (HCT116) memiliki ukuran sekitar 157 pb, sedangkan DNA wild type BT549 memiliki ukuran sekitar 125 pb dan DNA mutan kodon 12 memiliki ukuran yang beragam. 1 pb M A549 BT HCT 3 pb 1 pb M A549 BT HCT Mutan Wild type Mutan Wild type (a) (b) Gambar 11 Hasil analisis mutasi gen KRAS menggunakan metode RFLP. (a) kodon 12; (b) kodon 13

3 34 Analisis RFLP gen KRAS kodon 12 dan 13 menggunakan enzim yang memiliki daerah pemotongan pada DNA wild type, sehingga DNA yang mengalami mutasi tidak terpotong. Analisis RFLP pada kodon 13 menggunakan primer forward yang dimodifikasi agar terjadi perubahan basa pada kodon 1 dan 11 (GGA GCA > GGC CCA) sehingga diperoleh sekuen yang dikenali oleh enzim restriksi BglI pada tipe wild type (Kimura et al. 27). DNA yang mengalami mutasi pada kodon 13 tidak akan terpotong oleh enzim tersebut, sedangkan DNA yang mengalami mutasi pada kodon 12 terpotong pada beberapa titik oleh enzim BglI, sehingga menghasilkan beberapa pita pada hasil analisis gel elektroforesis. Uji Sensitivitas Metode HRM dan RFLP dalam Analisis Mutasi Gen KRAS Hasil uji sensitivitas metode HRM terhadap analisis mutasi gen KRAS pada kodon 12 dan 13 (Gambar 12) menunjukkan bahwa pada komposisi DNA mutan sebesar 6,25% kurva DNA mutan sudah mendekati garis kurva wild type. Sehingga batas sensitivitas yang menunjukkan kurva DNA mutan yang masih dapat diamati dengan jelas diperoleh pada konsentrasi DNA mutan sebesar 12,5%. normalized minus wild type Temperatur ( C) 1% mutan 5% mutan 25% mutan 12,5% mutan 6,25% mutan 3,125% mutan 1,625% mutan % mutan Normalized minus wild type (a) Temperatur ( C) 1% mutan 5% mutan 25% mutan 12,5% mutan 6,25% mutan 3,125% mutan 1,625% mutan % mutan (b) Gambar 12 Hasil uji sensitivitas analisis mutasi gen KRAS menggunakan metode HRM. (a) kodon 12; (b) kodon 13.

4 35 Hasi uji sensitivitas mutasi gen KRAS kodon 12 menunjukkan bahwa pada konsentrasi 1% DNA mutan nampak secara jelas kurva yang terbentuk mencapai suhu melting DNA optimum sekitar 82 C. Ketika komposisi DNA mutan diturunkan dengan penambahan DNA wild type sebesar 5%, kurva melting DNA bergeser ke sebelah kiri yang mirip dengan jenis mutasi heterozigot pada analisis mutasi gen KRAS kodon 13. Hal ini menunjukkan bahwa dalam analisis mutasi gen menggunakan metode HRM keberadaan DNA wild type akan membentuk pola hasil analisa seperti bentuk mutasi jenis heterozigot. Oleh karena itu, hasil analisis HRM hanya dapat menunjukkan kemungkinan terjadinya variasi/mutasi pada sekuen DNA, tanpa diketahui letak terjadinya mutasi. Metode lain yang digunakan untuk mengetahui terjadinya mutasi umumnya adalah metode RFLP dan sekuensing DNA. Hasil uji sensitivitas teknik RFLP menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pita yang jelas antara DNA mutan dan DNA wild type. Hasil analisis gel elektroforesis pada produk pemotongan menggunakan enzim restriksi menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara pita DNA mutan dan DNA wild type masih nampak jelas pada komposisi DNA mutan sebesar 3,125%. Pita DNA yang tipis dan cenderung tidak jelas nampak pada komposisi DNA mutan dibawah 3,125% (Gambar 13). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa komposisi DNA mutan minimal yang terdapat dalam sampel sebesar 3,125%. 3 pb A B C D E F G H (a) 3 pb A B C D E F G H (b) Gambar 13 Hasil uji sensitivitas metode RFLP dalam analisis mutasi gen KRAS. (a) kodon 12 dan (b) kodon 13. Ket A= 1% mutan, B= 5%:5%, C= 25%:75%, D= 12,5%:87,5%, E= 6,25%:93,75%, F= 3,125%: 96,875%, G= 1,625%: 98,375% dan H= 1% wild type.

5 36 Analisis Mutasi Gen EGFR menggunakan Metode HRM dan RFLP pada DNA Standar Analisis mutasi gen EGFR dilakukan terhadap ekson 19 dan ekson 21. Mutasi ekson 19 terjadi akibat adanya delesi pada posisi kodon 746 sampai kodon 752. Jumlah kodon yang mengalami mutasi bervariasi pada setiap sampel, sehingga ukuran panjang basa pada produk amplifikasi akan bervariasi (Kawada et al. 28). Analisis HRM EGFR exon 19 menghasilkan data perbedaan pola kurva yang nampak jelas antara DNA mutan dengan DNA wild type (Gambar 14a). Bentuk kurva DNA mutan menunjukkan adanya satu puncak dan satu lembah, sebagai akibat dari keberadaan alel mutan yang mempengaruhi produk hasil amplifikasi. Normalized minus normal Normalized minus normal Temperatur ( C) (a) Temperatur ( C) 86,5 87,5 88,5 89,5 (b) Gambar 14 Hasil analisis mutasi gen EGFR menggunakan metode HRM. (a) ekson 19 dan (b) ekson 21 HCT116: DNA standar wild type 55b : DNA standar mutan ekson 19 DNA standar 1% mutan ekson 21 L858R DNA standar 5% mutan ekson 21 L858R Mutasi yang terjadi pada ekson 21 adalah susbtitusi satu pasang basa. Perubahan jenis basa pada sekuen DNA wild type menyebabkan terjadinya pergeseran kurva yang dihasilkan sesuai dengan jenis perubahan basa. DNA standar mutan yang digunakan memiliki mutasi kodon 858 T>G, sehingga akan menghasilkan melting DNA pada suhu yang lebih besar dibandingkan dengan

6 37 DNA wild type (Gambar 14b). Kurva yang muncul pada DNA mutan 1% berbentuk satu puncak, sedangkan pada DNA mutan yang dicampur dengan 5% DNA wild type nampak terdapat kurva yang berbentuk satu lembah dan satu puncak. Hal ini terjadi karena pada DNA standar 1% mutan produk PCR yang terbentuk adalah 1% DNA yang mengalami mutasi, sedangkan pada komposisi DNA mutan 5% terdapat DNA wild type ikut teramplifikasi dan memepengaruhi kurva yang terbentuk. Hasil analisis RFLP gen EGFR ekson 21 menunjukkan adanya pola yang jelas antara DNA mutan dengan DNA wild type. Mutasi kodon 858 ditandai dengan adanya pita yang berukuran sekitar 348 pb (Gambar 15b), sedangkan mutasi pada kodon 861 ditandai dengan adanya dua pita berukuran sekitar dan 148 pb (Gambar 15c). Hasil ini sesuai dengan penelitian Kawada, et al. (28). WT Mu M WT Mu M 3 pb WT Mu M 3 pb 1 pb 1 pb 1 pb 3 pb 3 pb 3 pb (a) (b) (c) Gambar 15 Hasil analisis mutasi gen EGFR menggunakan metode RFLP. (a) ekson 19, (b) ekson 21 kodon 858 dan (c) ekson 21 kodon 861. Ket: WT = wild type, Mu = mutan, M = marker Analisis RFLP untuk mengetahui mutasi pada ekson 19 tidak dilakukan karena analisis elektroforesis gel terhadap produk hasil amplifikasi menghasilkan dua pita yang berukuran sekitar 254 pb dan 239 pb (Gambar 15a), sehingga DNA wild type dan DNA yang mengalami mutasi dapat dibedakan dengan jelas. Menurut Kawada et al. (28) delesi yang terjadi pada gen EGFR ekson 19 dapat bervariasi sesuai dengan jumlah basa yang hilang, sehingga ukuran dua pita yang terbentuk akan bervariasi. Uji Sensitivitas Metode HRM dan RFLP dalam Analisis Mutasi Gen EGFR Hasil uji sensitivitas analisis mutasi gen EGFR menunjukkan bahwa pada komposisi DNA mutan sebesar 6,25%, bentuk kurva yang dihasilkan sudah mendekati bentuk kurva DNA wild type. Bentuk kurva DNA mutan yang masih dapat jelas berbeda dengan DNA wild type diperoleh pada komposisi DNA mutan sebesar 12,5%, sehingga batas sensitivitas metode HRM dalam analisis mutasi gen EGFR adalah 12,5% DNA mutan (Gambar 16). Bentuk kurva pada DNA

7 38 cetakan yang memiliki komposisi 1% DNA mutan berupa satu puncak dominan yang berbeda dengan DNA wild type. Bentuk kurva yang muncul ketika komposisi DNA mutan dikombinasikan dengan DNA wild type berubah menjadi berbentuk satu lembah dan satu puncak yang sama dengan bentuk hasil HRM exon 19. Normalized minuw wild type ,5 87,5 88,5 89, Temperatur ( C) 1% mutan 5% mutan 25% mutan 12,5% mutan 6,25% mutan 3,125% mutan 1,625% mutan % mutan Gambar 16 Hasil uji sensitivitas analisis mutasi gen EGFR menggunakan metode HRM. Hasil uji sensitivitas teknik RFLP terhadap produk nested PCR exon 21 menggunakan enzim MscI menunjukkan adanya perbedaan pita yang jelas antara DNA mutan dan DNA wild type (Gambar 17). Pita DNA dengan komposisi 3,125% mutan masih menunjukkan pita berukuran sekitar 348 pb yang merupakan penanda adanya mutasi. DNA yang memiliki komposisi DNA mutan lebih rendah dari 3,125% DNA mutan sudah tidak menghasilkan pita yang berukuran sekitar 348 pb. Dengan demikian, batas sensitivitas metode RFLP dalam menganalisis mutasi gen EGFR adalah 3,125% DNA mutan. A B C D E F G H M A B C D E F G H M 3 pb A B C D E F G H Mutan Wild type Gambar 17 Hasil uji sensitivitas metode RFLP pada analisis mutasi gen EGFR. Ket: perbandingan DNA mutan dengan DNA wild type A= 1% mutan, B= 5%:5%, C= 25%:75%, D= 12,5%:87,5%, E= 6,25%: 93,75%, F= 3,125%:96,875%, dan H= 1% wild type. M= DNA marker. Hasil uji sensitivitas metode HRM dan RFLP terhadap gen KRAS dan EGFR menunjukkan nilai sensitivitas yang sama. Metode HRM memiliki nilai

8 39 sensitivitas sebesar 12,5% dan metode RFLP memiliki nilai sensitivitas sebesar 3,125%. Batas sensitivitas kedua metode ini lebih tinggi dibandingkan dengan metode DNA sekuensing. DNA sekuensing membutuhkan minimal 3% DNA mutan di dalam sampel agar dapat menghasilkan data analisis yang jelas (Bosari et al. 1995). Metode HRM dan RFLP dapat digunakan sebagai metode alternatif yang lebih sensitif untuk menganalisis mutasi gen pada sampel yang memiliki banyak pengotor dari DNA wild type, DNA sel normal dan serat jaringan sel. Isolasi DNA dari Sampel yang Disimpan dalam Kertas Saring Hasil isolasi DNA dari setiap sampel kertas saring menunjukkan variasi yang sangat beragam (Lampiran 1). Konsentrasi DNA yang diperoleh berkisar antara 5,7 ng/µl - 369,2 ng/µl. Konsentrasi ini relatif sedikit, namun cukup untuk digunakan sebagai DNA cetakan dalam proses PCR. Semua sampel kertas saring menghasilkan DNA yang dapat diamplifikasi dengan primer gen KRAS dan gen EGFR sehingga dapat diketahui termasuk jenis mutan atau wild type. Menurut Hong Do et al. (28) jumlah sampel DNA yang diperlukan sebagai DNA cetakan untuk terjadinya amplifikasi menggunakan metode HRM tidak harus besar. Konsentrasi DNA sebesar 1 ng/µl masih dapat menghasilkan pola analisis HRM yang masih bisa terbaca dengan baik. Hal ini didukung pula oleh hasil penelitian Pang et al. (212) yang menyatakan bahwa kuantitas DNA tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil analisis genotyping. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kertas saring dapat dijadikan sebagai media penyimpanan sementara sampel cairan pleura sebelum digunakan dalam analisis molekuler. Analisis HRM dan RFLP Cairan Pleura Pasien Kanker Paru yang Disimpan dalam Kertas Saring Analisis mutasi gen KRAS Hasil analisis mutasi gen KRAS terhadap 63 sampel pasien kanker paru menunjukkan hasil yang cukup signifikan. Satu pasien mengalami mutasi pada kodon 12. Sebanyak 62 sampel lainnya memiliki profil mutasi gen KRAS wild type. Mutasi gen KRAS pada kodon 13 tidak ditemukan. Hasil analisis ini diperoleh berdasarkan kemiripan bentuk kurva pada DNA sampel dengan bentuk kurva DNA standar pada analisis HRM dan keberadaan pita penanda adanya mutasi pada analisis RFLP. Hasil analisis HRM menunjukkan terdapat kemiripan bentuk kurva pada pasien P7 dengan bentuk kurva standar mutan (Gambar 18). Bentuk kurva P7 memiliki pola yang sama dengan kurva DNA sel mutan HCT116. Bentuk kurva ini berbeda dengan beberapa sampel lain seperti sampel P8, P2, P26, P37, dan P46 yang menunjukkan kemiripan dengan DNA wild type. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel P7 memiliki mutasi gen KRAS kodon 13. Kesimpulan ini belum bisa digunakan, karena analisis HRM hanya bisa digunakan untuk melihat adanya variasi atau mutasi tanpa mengetahui posisi terjadinya mutasi. Kurva yang terbentuk disebabkan adanya perubahan satu pasang basa pada untai DNA P7 yang mirip dengan DNA mutan (Wittwer 29).

9 4 2 A BT -4 HCT -6 P7-8 P8-1 P2-12 P26-14 P37-16 Temperatur ( C) P46 Gambar 18 Grafik analisis mutasi gen KRAS pada sampel pasien kanker paru Normalized minus wild type Analisis letak terjadinya mutasi gen KRAS pada kodon 12 atau 13 lebih lanjut diketahui berdasarkan data RFLP. Hasil pemotongan amplikon gen KRAS sampel menggunakan enzim BstNI menunjukkan bahwa pada sampel P7 terdapat pita tunggal berukuran sekitar 157 pb, sama seperti DNA standar sel A549 yang memiliki mutasi pada gen KRAS kodon 12 (Gambar 19a). Hasil pemotongan dengan menggunakan enzim BglI menunjukkan tidak ada sampel yang menghasilkan pita berukuran sekitar 157 pb seperti DNA sel HCT116 yang memiliki mutasi pada gen KRAS kodon 13 (Gambar 19b). Dengan demikian dapat diketahui bahwa sampel P7 memiliki mutasi gen KRAS pada kodon pb M A549 BT HCT P7 P8 P2 P26 P37 P46 3 pb Mutan Wild type 3 pb (a) M A549 BT HCT P7 P8 P2 P26 P37 P46 1 pb 3 pb Mutan Wild type (b) Gambar 19 Hasil analisis mutasi gen KRAS sampel pasien kanker paru menggunakan metode RFLP. (a) pemotongan amplikon dengan enzim BstN1; (b) pemotongan amplikon dengan enzim BglI.

10 41 Analisis mutasi gen EGFR Hasil analisis mutasi gen EGFR terhadap 63 sampel pasien kanker paru menunjukkan sebanyak lima sampel mengalami mutasi pada ekson 19 yaitu sampel P16, P18, P19, P42 dan P52, dan sebanyak lima sampel yaitu sampel P13, P37, P43, P48, dan P53 mengalami mutasi pada ekson 21 kodon 858. Mutasi gen EGFR ekson 21 pada kodon 13 tidak ditemukan. Sebanyak 53 sampel lainnya memiliki profil gen EGFR wild type (Lampiran 2). Hasil analisis HRM mutasi EGFR ekson 19 menunjukkan adanya kemiripan bentuk kurva DNA sampel yang mengalami mutasi dengan bentuk kurva DNA standar mutan yang dapat diamati dengan jelas (Gambar 2). Sampel yang mengalami mutasi memiliki bentuk kurva yang sama dengan bentuk kurva DNA standar mutan (55b), sedangkan pada sampel yang wild type selain bentuk kurva tidak menunjukkan satu lembah dan satu puncak seperti bentuk kurva DNA standar mutan, letak kurva juga hampir mendekati DNA standar wild type. Normalized minus wild type Temperatur ( C) HCT 55b P16 P42 P1 P38 P58 Gambar 2 Grafik analisis mutasi gen EGFR ekson 19 pada sampel pasien kanker paru. Hasil analisis mutasi gen EGFR ekson 21 menggunakan metode HRM menunjukkan adanya kemiripan bentuk kurva DNA sampel yang mengalami mutasi dengan bentuk kurva DNA standar mutan (Gambar 21). Sampel yang mengalami mutasi memiliki bentuk kurva yang mirip dengan kurva DNA standar mutan dan sampel yang wild type memiliki bentuk kurva yang mirip DNA standar wild type serta letaknya hampir berimpitan. DNA standar mutan yang digunakan adalah DNA sintetik dengan konsentrasi 5% mutan (M5) dan sampel sitologi pleura (515) yang telah diketahui memiliki mutasi pada kodon 858 berdasarkan hasil sekuensing.

11 42 Normalized minus wild type ,5 87,5 88,5 89, Temperatur ( C) HCT Gambar 21 Grafik analisis mutasi gen EGFR ekson 21 pada sampel pasien kanker paru M5 515 P13 P37 P43 P53 P35 3 pb M HCT P13 P14 P37 P43 P48 P53 P9 P26 P35 P pb Mutan Wild type 3 pb (a) M HCT P13 P14 P37 P43 P48 P53 P9 P26 P35 P pb Wild type Mutan (b) Gambar 22 Hasil analisis gel elektroforesis amplikon produk PCR-HRM DNA sampel dalam analisis mutasi gen EGFR ekson 21. (a) pemotongan amplikon menggunakan enzim MscI; (b) pemotongan amplikon menggunakan enzim PvuII Hasil analisis RFLP EGFR ekson 21 menunjukkan bahwa lima sampel DNA pasien memiliki pita berukuran sekitar 348 pb setelah dipotong menggunakan enzim MscI yang menunjukkan adanya mutasi pada ekson 21 kodon 858 (Gambar 22a). Enzim MscI memotong DNA wild type pada kodon 858 (Kawada et al. 28), sehingga DNA yang mengalami mutasi pada kodon 858 tidak mengalami pemotongan. Mutasi ekson 21 pada kodon 861 tidak ditemukan pada penelitian ini, yang ditunjukkan dengan tidak diperolehnya pita berukuran sekitar dan 148 pb pada hasil restriksi menggunakan enzim PvuII seperti

12 43 pada pita standar mutan 14 (Gambar 22b). Enzim PvuII memotong gen yang mengalami mutasi pada daerah kodon 861, gen yang tidak mengalami mutasi tidak terpotong (Kawada et al. 28). Prevalensi mutasi gen KRAS dan EGFR Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode HRM dan RFLP dari 63 pasien kanker paru diketahui satu pasien (1,6%) mengalami mutasi gen KRAS, dan 1 pasien (15,9%) memiliki mutasi gen EGFR, sedangkan 52 pasien (82,5%) menunjukkan profil gen KRAS dan EGFR wild type (Gambar 23). 1,6% 15,9% 82,5% KRAS EGFR Wild type Gambar 23 Prevalensi mutasi gen KRAS dan EGFR pada pasien kanker paru Nilai prevalensi mutasi gen KRAS dan EGFR yang diperoleh menunjukkan nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang telah dilaporkan. Beberapa hasil penelitian analisis mutasi gen KRAS dan EGFR dengan menggunakan sampel standar (dahak, sitologi pleura dan FFPE) menunjukkan prevalensi mutasi gen KRAS pasien kanker paru sekitar 18% - 33% (Lu et al. 24; Ramirez et al. 23; Krypuy et al. 26), dan prevalensi mutasi gen EGFR sekitar 12% 5% (Cortes-Funes et al. 25; Huang et al. 24; Tokumo et al. 25; Zhang et al. 25; Han et al. 25). Di Indonesia data mengenai prevalensi mutasi gen KRAS dan EGFR pada kasus kanker paru belum pernah dilaporkan. Data hasil analisis Laboratorium KalGen (Kalbe Genomic)-SCI PT Kalbe Farma, Tbk (KalGen Lab, 212) menunjukkan jumlah prevalensi mutasi gen EGFR pasien kanker paru sebesar 28% (46/164). Perbedaan nilai prevalensi mutasi gen sangat ditentukan oleh perbedaan karakteristik faktor genetik pasien di setiap daerah. Beberapa hasil analisis mutasi gen EGFR misalnya, di beberapa daerah menunjukkan nilai yang bervariasi (Tabel 2). Selain itu ras dan keturunan pasien juga mempengaruhi profil mutasi gen pada pasien kanker paru (Tabel 2). Mutasi gen EGFR banyak ditemukan pada pasien yang berasal dari keturunan asia, wanita, tidak memiliki riwayat perokok dan jenis sel kanker adenokarsinoma (Shigematsu et al. 25; Bell et al. 25), sedangkan mutasi gen KRAS lebih banyak ditemukan pada pasien yang berasal dari keturunan non-asia dibandingkan dengan pasien asia timur (Lung et al. 1992; Wang et al. 1998), memiliki riwayat perokok, wanita dan jenis sel kanker adenokarsinoma (Graziano et al. 1999).

13 44 Tabel 2 Data prevalensi mutasi gen EGFR pada pasien kanker paru di beberapa negara Penelitian Asal pasien Ras Prevalensi mutasi Huang et al. (24) Cina Asia 8/16 (5%) Tokumo et al. (25) Jepang Asia 1/21 (48%) Zhang et al. (25) Cina Asia 12/3 (4%) Han et al. (25) Korea Asia 17/9 (19%) Kim et al. (25) Korea Asia 6/27 (22%) Cortes-Funes et al. (25) Spanyol Kaukasia 1/83 (12%) Cappuzo et al. (25) Italia Kaukasia 15/89 (17%) Taron et al. (25) Jepang, USA, Eropa Asia, kaukasia 17/68 (25%) Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi mutasi gen EGFR ditemukan 21,43% pada pria dan 15,3% pada wanita (Tabel 3). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mutasi gen EGFR banyak ditemukan pada pasien pria dibandingkan dengan wanita. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang menyebutkan bahwa mutasi gen EGFR lebih banyak ditemukan pada pasien wanita. Hal ini menjadi sebuah penemuan yang menarik. Serangkaian penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk memperoleh data pasti mengenai prevalensi mutasi gen EGFR pada pasien kanker paru Indonesia. Kondisi lingkungan, hormonal, genetik maupun kemungkinan adanya faktor lain yang berpengaruh perlu dianalisis. Tabel 3. Prevalensi mutasi gen EGFR dan KRAS berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Jumlah Prevalensi Mutasi EGFR Mutasi KRAS Pria 28 6/28 (21,43%) - Wanita 26 4/26 (15,3%) - Tidak diketahui 9-1 Total 63 1/63 (15,9%) 1/63 (1,6%) Sumber sampel sebagai bahan analisis molekuler juga memiliki pengaruh terhadap hasil analisis. Sampel histologi seperti hasil biopsi dan mikrodiseksi menunjukkan akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel sitologi. Namun demikian, sampel yang berasal dari sitologi lebih banyak dipilih dibandingkan dengan sampel histologi karena pengambilan sampel yang relatif lebih mudah tanpa operasi, dan dapat tersedia dalam jumlah banyak sehingga tidak harus dilakukan pengambilan sampel ulang jika sampel tidak memenuhi standar untuk dilakukan analisa (Pang et al. 212). Faktor berikutnya yang berpengaruh terhadap data hasil analisis mutasi gen adalah tingkat sensitivitas metode analisis yang dipilih. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan umumnya menunjukkan data prevalensi mutasi berdasarkan hasil analisis menggunakan metode sekuensing. Pada penelitian ini digunakan metode HRM dan RFLP yang menunjukkan nilai sensitivitas yang tinggi. Kedua metode ini mampu mendeteksi adanya DNA mutan dalam campuran DNA wild

14 45 type dan senyawa lain yang pada umumnya menjadi pengotor di dalam sampel, dalam batasan deteksi 12,5% dan 3,125% DNA mutan. Nilai ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan metode sekuensing yang memiliki batasan deteksi 3% DNA mutan. Berdasarkan hal tersebut, aplikasi metode HRM dan RFLP ini dapat dilakukan dalam analisis sampel yang berasal dari cairan pleura yang banyak memiliki pengotor. Pada cairan pleura selain sel-sel tumor banyak ditemukan sel leukosit, protein dengan kadar tinggi, glukosa dengan kadar rendah dan DNA sel epitel normal yang turut terbawa (Arbaningsih 21). Dengan demikian, pemilihan metode HRM dan RFLP bukan menjadi faktor penyebab rendahnya nilai prevalensi mutasi yang diperoleh pada penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mutasi gen KRAS dan EGFR terjadi pada pasien yang berbeda. Pasien yang menunjukkan hasil analisis mengalami mutasi gen KRAS memiliki profil gen EGFR wild type, demikian pula sebaliknya. Menurut Marchetti et al. (25) mutasi gen KRAS dan EGFR bersifat mutually exclusive. Kedua jenis mutasi gen ini sangat jarang terjadi secara bersamaan dalam satu pasien. Kasus terjadinya mutasi gen KRAS dan EGFR secara bersamaan dalam satu pasien hanya pernah dilaporkan terdapat pada dua pasien oleh Han et al. (25). Mutasi gen EGFR umumnya terjadi dalam satu lokasi. Sesuai dengan hasil peneliian tersebut, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mutasi gen EGFR dan KRAS tidak terjadi secara bersamaan pada satu pasien. Demikian pula, mutasi EGFR ekson 19 tidak ditemukan bersamaan dengan mutasi pada ekson 21. Pang et al. (212) melaporkan bahwa mutasi gen EGFR dapat terjadi pada dua ekson secara bersamaan. Hasil penelitiannya menunjukkan mutasi ganda terjadi sebanyak 2,7% dan umumnya ditemukan bersamaan dengan mutasi pada ekson 18. Hasil penelitian ini terbatas hanya diarahkan untuk mengetahui prevalensi mutasi pada gen EGFR yang difokuskan pada ekson 19 dan 21, analisis lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengetahui profil mutasi gen EGFR pada ekson 18, sehingga prevalensi mutasi gen EGFR secara keseluruhan kemungkinan besar bisa bertambah. Analisis mutasi gen EGFR ekson 18 meskipun secara prevalensi jarang ditemukan dibandingkan mutasi pada ekson 19 dan 21 namun banyak dilakukan seiring dengan hasil penelitian yang menunjukkan adanya resistensi obat terapi target gefitinib dan erlotinib pada pasien yang memiliki mutasi gen EGFR ekson 18. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih ada 82,5% pasien yang masih belum diketahui profil mutasi gen yang menyebabkan terjadinya kanker. Dengan demikian penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan melakukan analisis molekuler pasien kanker paru menggunakan jenis biomarker gen lain seperti PIK3CA, RAF, EML4-ALK, dan lain-lain. Potensi Pengembangan Kertas Saring sebagai Media Pengiriman Sampel Pada penelitian ini telah berhasil membuktikan bahwa DNA dapat diisolasi dari kertas saring yang berisi sampel cairan pleura dengan konsentrasi yang beragam mulai dari 5,7 ng/µl hingga 369,2 ng/µl. DNA yang diperoleh dari kertas saring tersebut dapat digunakan sebagai DNA cetakan dalam proses PCR sehingga adanya mutasi gen KRAS dan EGFR dapat dianalisis. Meskipun konsentrasi DNA yang diperoleh dalam jumlah sedikit namun data hasil analisis

15 46 HRM dan RFLP masih dapat diperoleh dengan jelas. Menurut Pang et al. (212) konsentrasi DNA bukan merupakan syarat utama keberhasilan analisis mutasi gen menggunakan metode berbasis PCR dibandingkan dengan faktor kualitas DNA. Meskipun jumlah DNA yang berhasil diisolasi sedikit namun kualitasnya baik maka teknik tersebut dapat digunakan. Penggunaan kertas saring sebagai media peyimpanan dan pengiriman sampel medis seperti darah, virus dan protein telah banyak dilakukan (Dobbs et al. 22; Chaisomchit et al. 25). Chaisomchit et al.(25) telah melakukan uji kestabilan penyimpanan DNA dalam bentuk kertas saring selama kurun waktu 11 tahun. DNA berhasil diisolasi dari sampel darah yang disimpan dalam kertas saring pada suhu ruang selama kurun waktu 11 tahun. DNA tersebut masih bisa digunakan sebagai DNA cetakan dalam proses PCR. Hasil penelitiannya telah membuktikan bahwa kertas saring dapat digunakan untuk menyimpan sampel darah selama lebih dari 1 tahun. Dobbs et al. (22) telah menggunakan kertas saring sebagai media penyimpanan dan pengiriman sampel sel tumor hasil operasi. Berdasarkan hasil penelitiannya, kualitas DNA yang diisolasi dari kertas saring memiliki kualitas yang sama dengan DNA yang diisolasi dari sel tumor secara langsung. Metode analisis mutasi gen KRAS dan EGFR menggunakan cairan pleura sebagai sumber sampel umumnya disimpan dalam bentuk bentuk pulasan sitologi (Krypuy et al. 26; Namoto et al. 26; Hong Do et al. 28). Sel tumor yang terdapat dalam cairan pleura terlebih dahulu dilihat menggunakan mikroskop sehingga dalam analisis molekuler dapat dipilih hanya sel-sel tumor yang dijadikan sebagai sumber isolasi DNA sampel. Berbeda halnya dengan sampel yang disimpan dalam kertas saring. DNA yang diisolasi berasal dari DNA bebas yang terdapat dalam cairan dan beberapa sel yang tidak bisa diketahui kanker atau wild type. Jumlah DNA dari sel normal yang terserap dalam kertas saring dalam jumlah yang relatif besar kemungkinan besar dapat menyebabkan hasil analisis negatif data mutasi yang diperoleh. Kertas saring memiliki potensi yang besar untuk diaplikasikan sebagai media penyimpanan sampel yang tahan lama dan menjadi model pengiriman sampel yang efisien jika dibandingkan dengan sampel dalam bentuk cairan. Teknik ini juga lebih sederhana, tidak membutuhkan peralatan khusus. Teknik ini memiliki potensi manfaat lebih besar sebagai media pengiriman sampel dari rumah sakit daerah yang tidak memiliki fasilitas analisis molekuler ke Laboratorium analisis molekuler yang jaraknya cukup jauh, seperti dari rumah sakit daerah di Nusa Tenggara Barat dan Papua ke Laboratorium di Jakarta. Serangkaian penelitian lebih lanjut untuk melakukan validasi dan stadarisasi aplikasi metode penyimpanan sampel cairan pleura dalam kertas saring perlu dilakukan sebelum dapat diaplikasikan secara rutin dalam aplikasi medis.

TINJAUAN PUSTAKA. Herbst et al. (2008) Gambar 1 Fase pertumbuhan kanker pada pasien perokok dan non-perokok

TINJAUAN PUSTAKA. Herbst et al. (2008) Gambar 1 Fase pertumbuhan kanker pada pasien perokok dan non-perokok 17 TINJAUAN PUSTAKA Kanker Paru Kanker paru merupakan tumor ganas pada organ paru, dan terletak pada daerah saluran nafas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker paru ditandai dengan pertumbuhan sel yang

Lebih terperinci

ANALISIS MUTASI GEN EGFR

ANALISIS MUTASI GEN EGFR ANALISIS MUTASI GEN EGFR DAN KRAS BERBASIS PCR- HRM (High Resolution Melting) DAN RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphisme) TERHADAP CAIRAN PLEURA PASIEN KANKER PARU YANG DISIMPAN PADA KERTAS SARING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian. nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian. nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012). Mortalitas kanker ini tercatat sebesar 1.590.000 jiwa pada tahun 2012

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

ROLE OF EGFR TESTING IN LUNG CANCER

ROLE OF EGFR TESTING IN LUNG CANCER ROLE OF EGFR TESTING IN LUNG CANCER (Epidermal Growth Factor Receptor) ACHMAD MULAWARMAN JAYUSMAN Bandung, 06 Februari 2016 METRO POCKET MAP SIGNALING PATHWAY IN CANCER PENDAHULUAN Pada kasus kanker paru,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.A Latar Belakang. Kanker paru merupakan penyebab tertinggi kematian. akibat kanker di dunia, baik negara-negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. I.A Latar Belakang. Kanker paru merupakan penyebab tertinggi kematian. akibat kanker di dunia, baik negara-negara maju maupun BAB I PENDAHULUAN I.A Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab tertinggi kematian akibat kanker di dunia, baik negara-negara maju maupun berkembang (Jemal et al., 2010). Di Amerika Serikat, kanker

Lebih terperinci

BAB V HASIL. Studi ini melibatkan 46 sampel yang terbagi dalam dua kelompok, kelompok

BAB V HASIL. Studi ini melibatkan 46 sampel yang terbagi dalam dua kelompok, kelompok 34 BAB V HASIL Studi ini melibatkan 46 sampel yang terbagi dalam dua kelompok, kelompok sampel hipospadia isolated (n=23) dan kelompok laki-laki normal (n=23). Karakteristik pasien hipospadia di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru adalah kanker yang paling sering didiagnosis di dunia dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Data kasus baru kanker paru di Amerika Serikat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas tertinggi di dunia, yaitu sebesar 1.590.000 kematian di tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN. V. I. Kesimpulan. 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN. V. I. Kesimpulan. 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN V. I. Kesimpulan 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas dibandingkan dengan kelompok normal namun secara statistik tidak berbeda signifikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal dan berumur pendek.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Deskripsi hasil penelitian mencakup tentang lokasi penelitian, survai larva dan rearing nyamuk Ae. aegypti, survai penggunaan insektisida,

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena resistensi tuberkulosis ( TB). MDR-TB didefinisikan sebagai keadaan resistensi terhadap setidaknya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi DNA genom tanaman padi T0 telah dilakukan pada 118

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi DNA genom tanaman padi T0 telah dilakukan pada 118 45 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Isolasi DNA genom tanaman padi T0 telah dilakukan pada 118 sampel. Berdasarkan hasil digesti DNA dengan enzim EcoRI, diperoleh sebanyak 74 sampel tanaman dari 118

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian terhadap urutan nukleotida daerah HVI mtdna manusia yang telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya rangkaian poli-c merupakan fenomena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru (pulmonary tuberculosis),

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Golongan darah sistem ABO yang selanjutnya disebut golongan darah merupakan salah satu indikator identitas seseorang. Pada orang hidup, golongan darah sering digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang I. PENDAHULUAN Kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang (Emilia, dkk., 2010). Berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) 8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi

Lebih terperinci

GENETIKA (BIG100) Tempat : R122 Waktu Jam : 7 8 Pukul : Pengajar : Bambang Irawan Hari Supriandono

GENETIKA (BIG100) Tempat : R122 Waktu Jam : 7 8 Pukul : Pengajar : Bambang Irawan Hari Supriandono GENETIKA (BIG100) Tempat : R122 Waktu Jam : 7 8 Pukul : 12.30 14.20 Pengajar : Bambang Irawan Hari Supriandono ISI KONTRAK PERKULIAHAN DESKRIPSI TUJUAN STRATEGI MENGAJAR TUJUAN KOMPETENSI JUMLAH TATAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia adalah kelainan genetik bersifat autosomal resesif yang ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit mengandung hemoglobin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan jaringan yang sangat penting bagi kehidupan, yang tersusun atas plasma darah dan sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit) (Silbernagl & Despopoulos,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis DNA 4.1.1 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler. Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2009; Martin dkk., 2009; Koppel dkk., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2009; Martin dkk., 2009; Koppel dkk., 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir, identifikasi spesies hewan menjadi perhatian utama karena semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap bahan atau komposisi makanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI TEKNIK PCR OVERLAPPING 1. Sintesis dan amplifikasi fragmen ekson 1 dan 2 gen tat HIV-1 Visualisasi gel elektroforesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun masyarakat patut berhati-hati dengan bahan makanan dalam bentuk olahan atau mentah yang sangat mudah didapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Gen sitokrom b digunakan sebagai pembawa kode genetik seperti halnya gen yang terdapat dalam nukleus. Primer tikus yang dikembangkan dari gen sitokrom b, terbukti dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik di belahan dunia Barat maupun di Indonesia. Kanker kolorektal (KKR) jenis

BAB I PENDAHULUAN. baik di belahan dunia Barat maupun di Indonesia. Kanker kolorektal (KKR) jenis 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker kolon dan rektum merupakan salah satu kanker yang sering dijumpai baik di belahan dunia Barat maupun di Indonesia. Kanker kolorektal (KKR) jenis sporadik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Sumber DNA pada Aves biasanya berasal dari darah. Selain itu bulu juga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber DNA. Hal ini karena pada sebagian jenis Aves memiliki pembuluh

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan kanker kepala dan leher yang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan kanker kepala dan leher yang BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan kanker kepala dan leher yang paling sering dijumpai di dunia maupun di Indonesia (Thompson, 2007; Adham et al., 2012). Insidensi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelompok kelainan genetik yang diakibatkan oleh mutasi yang menyebabkan kelainan pada hemoglobin. Kelainan yang terjadi akan mempengaruhi produksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109 YOHANES NOVI KURNIAWAN 10702026 KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109 Program Studi Sains dan Teknologi Farmasi INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007

Lebih terperinci

Gambar Scan gel SDS PAGE protein sel galur HSC-3

Gambar Scan gel SDS PAGE protein sel galur HSC-3 34 BAB 5 HASIL PENELITIAN Sampel yang digunakan dalam penelitian ini, berupa sel galur karsinoma sel skuamosa rongga mulut tipe HSC-3 dan HSC-4 serta jaringan mukosa mulut normal. Penelitian diawali dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI

SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI 0304040257 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendadak adalah hipertensi. Joint National Committee on Prevention, Detection,

BAB I PENDAHULUAN. mendadak adalah hipertensi. Joint National Committee on Prevention, Detection, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan di dunia yang sering menimbulkan kematian mendadak adalah hipertensi. Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and

Lebih terperinci

Tabel 2 Konsentrasi DNA dan rasio A260/280 dan A260/230 untuk hasil ekstraksi dengan menggunakan metode FDEK dan PFMDIK.

Tabel 2 Konsentrasi DNA dan rasio A260/280 dan A260/230 untuk hasil ekstraksi dengan menggunakan metode FDEK dan PFMDIK. 41 HASIL Optimasi Metode Ekstraksi DNA Mikroba di Tempe Kuantitas dan Kualitas DNA. Kuantitas dan kualitas DNA yang baik perlu diperoleh sebelum analisis metagenomik komunitas mikroba dilakukan. Dua metode

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. prevalensinya yang signifikan dalam 30 tahun terakhir. Prevalensi overweight dan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. prevalensinya yang signifikan dalam 30 tahun terakhir. Prevalensi overweight dan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Obesitas telah menarik perhatian masyarakat dunia karena peningkatan prevalensinya yang signifikan dalam 30 tahun terakhir. Prevalensi overweight dan obesitas meningkat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 28 BAB 5 HASIL PENELITIAN Sel galur HSC-3 dan HSC-4 yang telah dikultur dan jaringan mukosa mulut normal dilakukan purifikasi (ekstraksi) protein dengan menggunakan kit Trizol (Invitrogen) sesuai dengan

Lebih terperinci

Varian Molekular Defisiensi Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase

Varian Molekular Defisiensi Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase Varian Molekular Defisiensi Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase Teresa Liliana Wargasetia Bagian Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Pendahuluan Defisiensi Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya sel myeloid (Perrotti et al., 2010). Di Asia,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya sel myeloid (Perrotti et al., 2010). Di Asia, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Chronic myelogenous leukemia (CML) merupakan keganasan hematologi yang ditandai dengan meningkatnya sel myeloid (Perrotti et al., 2010). Di Asia, CML merupakan keganasan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Lumbrokinase merupakan enzim fibrinolitik yang berasal dari cacing tanah L. rubellus. Enzim ini dapat digunakan dalam pengobatan penyakit stroke. Penelitian mengenai lumbrokinase,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL. TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun)

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL. TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun) Kode/Nama Rumpun Ilmu: 307/Ilmu Kedokteran Dasar dan Biomedis ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun) KLONING DAN ANALISIS SEKUEN DBLβC2-VAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai dilakukan secara rutin dengan metode yang sistematis. Hal ini juga didukung oleh perkembangan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wanita di dunia. Berdasarkan data dari WHO/ICOInformation Centre on. jumlah kasus sebanyak kasus dan jumlah kematian sebanyak

I. PENDAHULUAN. wanita di dunia. Berdasarkan data dari WHO/ICOInformation Centre on. jumlah kasus sebanyak kasus dan jumlah kematian sebanyak 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker serviks merupakan kanker yang paling sering menyerang wanita di dunia. Berdasarkan data dari WHO/ICOInformation Centre on HPV and Cancer, kanker serviks menempati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi Konstruksi vektor ekspresi yang digunakan pada penelitian ini adalah p35scamv::tclfy. Promoter p35s CaMV digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

BAB XIII. SEKUENSING DNA

BAB XIII. SEKUENSING DNA BAB XIII. SEKUENSING DNA Pokok bahasan di dalam Bab XIII ini meliputi prinsip kerja sekuensing DNA, khususnya pada metode Sanger, pangkalan data sekuens DNA, dan proyek-proyek sekuensing genom yang ada

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 Perlakuan irradiasi sinar gamma menyebabkan tanaman mengalami gangguan pertumbuhan dan menunjukkan gejala tanaman tidak normal. Gejala ketidaknormalan

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 HASIL 3.1.1 Isolasi Vibrio harveyi Sebanyak delapan isolat terpilih dikulturkan pada media TCBS yaitu V-U5, V-U7, V-U8, V-U9, V-U24, V-U27, V-U41NL, dan V-V44. (a) (b) Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah metastasis adalah akibat kurang efektifnya manajemen

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah metastasis adalah akibat kurang efektifnya manajemen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker Kolorektal (KKR) merupakan salah satu penyebab kematian di dunia akibat kanker. KKR merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia karena semakin banyaknya penderita

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis

BAB I PENDAHULUAN. Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis Tuberkulosis (TB) yang resisten terhadap dua atau lebih Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Virus hepatitis B (VHB) merupakan virus yang dapat. menyebabkan infeksi kronis pada penderitanya (Brooks et

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Virus hepatitis B (VHB) merupakan virus yang dapat. menyebabkan infeksi kronis pada penderitanya (Brooks et BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Virus hepatitis B (VHB) merupakan virus yang dapat menyebabkan infeksi kronis pada penderitanya (Brooks et al., 2008). Virus ini telah menginfeksi lebih dari 350 juta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama 121 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama Tiga tanaman yang digunakan dari klon MK 152 menunjukkan morfologi organ bunga abnormal dengan adanya struktur seperti

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Promoter -Aktin Ikan Mas Promoter -Aktin dari ikan mas diisolasi dengan menggunakan metode PCR dengan primer yang dibuat berdasarkan data yang ada di Bank Gen. Panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang diikuti dengan timbulnya gejala ataupun tidak. WHO-IARC menggolongkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi

Lebih terperinci