BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin eosin (HE), folikel-folikel folikel ovarium tersebut meliputi folikel primer, sekunder, tersier, de graff, ovulasi, corpus luteum dan atresia dapat dilihat pada gamba dibawah ini. 1. Folikel Primer b Gambar 15. Fotomikrograf folikel primer (HE, 40x). Keterangan : (a). Oosit (b). Granulosa 56 a

2 2. Folikel Sekunder c b a Gambar 16. Fotomikrograf folikel sekunder (HE, 40x). Keterangan : (a) Oosit (b) Granulosa (c) Zona Pelucida 57

3 3. Folikel Tersier b a c Gambar 17. Fotomikrograf folikel tersier (HE, 40x). Keterangan : (a) Oosit (b) Atrum (c) Granulosa 58

4 4. Folikel De Graff b c a Gambar 18. Fotomikrograf folikel de graff (HE, 40x). Keterangan: (a) Oosit (b) Granulosa (c) Cairan folikuler 59

5 5. Ovulasi a b Gambar 19. Fotomikrograf folikel yang mengalami ovulasi (HE, 40x). Keterangan : (a) Cairan folikuler (b) Granulosa 60

6 6. Corpus luteum a b Gambar 20. Fotomikrograf Corpus luteum (HE, 40x). Keterangan : (a) Corpus luteum (b) Granulosa 61

7 7. Folikel Atresia a a a a Gambar 21. Fotomikrograf Atresia (HE, 40x). Keterangan : (a) Folikel atresia Data hasil penelitian yang didapatkan dari judul penelitian pengaruh ekstrak daun kenari (Canarium ( indicum, L) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih betina (Rattus ( norvegicus,, L) diperoleh hasil seperti dibawah ini. 62

8 Tabel 4. Hasil rata-rata jumlah folikel ovarium tikus putih P0 P1 P2 P3 Nilai signifikansi (Kontrol) (200mg) (300mg) (400mg) P- value = H Folikel Primer Folikel Sekunder Folikel Tersier Folikel De Graff 5,25 6,50 10,25 8,50 H= 0,120 (p 0,05) 1,25 3,25 5,25 4,75 H= 0,327 (p 0,05) 2,25 5,25 8,75 5,50 H= 0,045 (p 0,05) 1,25 2,30 7,50 10,25 H= 0,079 (p 0,05) Ovulasi 3,00 4,00 6,75 11,25 H= 0,020 (p 0,05) Corpus luteum Folikel Atresia 4,25 15,00 15,75 5,50 H= 0,009 (p 0,05) 3, ,25 1,25 H= 0,007 (p 0,05) 1. Pengaruh pemberian ekstrak daun kenari (Canarium indicum, L.) terhadap perkembangan folikel primer Dari tabel di atas diketahui bahwa rata-rata folikel primer tikus putih betina pada dosis P0 (kontrol) yaitu 5,25 buah. Pada dosis P1 (200 mg) ekstrak 63

9 daun kenari menunjukkan hasil 6,50 buah yang berarti lebih tinggi dibandingkan dengan P0 (kontrol). Pada dosis P2 (300mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 10,25 buah. Hasil tersebut menujukkan bahwa folikel primer pada dosis P2 lebih tinggi dibandingkan dengan P0 dan P1. Pada dosis P3 (400mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 8,50 buah. Hasil tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang di dapat dari P2 tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang di dapat dari P0 dan P primer 2 0 Kontrol P1 (200mg) P2 (300 mg) P3 (400mg) Gambar 22. Grafik rata-rata jumlah folikel primer Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah folikel primer maka dilakukan uji noparametrik Kruskal-Wallis Test diperoleh nilai signifikansi H=0,120. Nilai signifikansi yaitu p 0,05 maka menunjukkan tidak ada pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah folikel primer. Hal ini berarti data yang dihasilkan antara perlakuan dan kontrol menunjukkan tidak ada perbedaan nyata. 64

10 2. Pengaruh pemberian ekstrak daun kenari (Canarium indicum, L.) terhadap perkembangan folikel sekunder Pada tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata folikel sekunder tikus putih betina pada dosis P0 (kontrol) yaitu 1,25 buah. Pada dosis P1 (200mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 3,25 buah yang berarti menujukkan hasil P1 lebih banyak meimiliki folikel sekunder dibandingkan dengan dosis P0. Pada dosis P2 (300mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 5,25 buah. Hasil tersebut menujukkan bahwa folikel sekunder pada dosis P2 lebih tinggi dibandingkan dengan P0 dan P1. Pada dosis P3 (400mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 4,75 buah. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang di dapat dari P0 dan P1 tetapi lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang di dapat dari P Jumlah Folikel sekunder 1 0 Kontrol P1 (200mg) P2 (300 mg) P3 (400mg) Gambar 23. Grafik rata-rata jumlah folikel sekunder Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah folikel sekunder maka dilakukan uji noparametrik Kruskal-Wallis Test diperoleh nilai signifikansi H=0,327. Nilai signifikansi 65

11 yaitu p 0,05 maka menunjukkan tidak ada pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah folikel sekunder. Hal ini berarti data yang dihasilkan antara perlakuan dan kontrol menunjukkan tidak ada perbedaan nyata. 3. Pengaruh pemberian ekstrak daun kenari (Canarium indicum, L.) terhadap perkembangan folikel tersier Pada tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata folikel tersier tikus putih betina pada dosis P0 (kontrol) yaitu 2,25 buah. Pada dosis P1 (200mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 5,25 buah yang berarti menujukkan hasil P1 lebih banyak meimiliki folikel tersier dibandingkan dengan dosis P0. Pada dosis P2 (300mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 8,75 buah. Hasil tersebut menujukkan bahwa folikel tersier pada dosis P2 lebih tinggi dibandingkan dengan P0 dan P1. Pada dosis P3 (400mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 5,50 buah. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang di dapat dari P2 tetapi lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang di dapat dari P0 dan P Jumlah Folikel Tersier 2 0 Kontrol P1 (200mg) P2 (300 mg) P3 (400mg) Gambar 24. Grafik rata-rata jumlah folikel tersier 66

12 Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah folikel tersier maka dilakukan uji noparametrik Kruskal- Wallis Test diperoleh nilai signifikansi H=0,045. Nilai signifikansi yaitu p 0,05 maka menunjukkan ada pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah folikel tersier. Hal ini berarti data yang dihasilkan antara perlakuan dan kontrol menunjukkan ada perbedaan nyata. 4. Pengaruh pemberian ekstrak daun kenari (Canarium indicum, L.) terhadap perkembangan folikel de graff Pada tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata folikel de graff tikus putih betina pada dosis P0 (kontrol) yaitu 1,25 buah. Pada dosis P1 (200mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 2,30 buah yang berarti menujukkan hasil P1 lebih banyak memiliki folikel de graff dibandingkan dengan dosis P0. Pada dosis P2 (300mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 7,50 buah. Hasil tersebut menujukkan bahwa folikel primer pada dosis P2 lebih tinggi dibandingkan dengan P0 dan P1. Pada dosis P3 (400mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 10,25 buah. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang di dapat dari P0, P1 dan P2. 67

13 Jumlah Folikel De grafff 0 Kontrol P1 (200mg) P2 (300 mg) P3 (400mg) Gambar 25. Grafik rata-rata jumlah folikel De Graff Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah folikel De Graff maka dilakukan uji noparametrik Kruskal- Wallis Test diperoleh nilai signifikansi H=0,075. Nilai signifikansi yaitu p 0,05 maka menunjukkan ada pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah folikel De Graff. Hal ini berarti data yang dihasilkan antara perlakuan dan kontrol menunjukkan ada perbedaan nyata. 5. Pengaruh pemberian ekstrak daun kenari (Canarium indicum, L.) terhadap ovulasi Pada tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata ovulasi tikus putih betina pada dosis P0 (kontrol) yaitu 3,00 buah. Pada dosis P1 (200mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 4,00 buah yang berarti menujukkan hasil P1 lebih banyak yang mengalami ovulasi dibandingkan dengan dosis P0. Pada dosis P2 (300mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 6,75 buah. Hasil tersebut menujukkan bahwa ovulasi pada dosis P2 lebih tinggi dibandingkan dengan P0 dan P1. Pada dosis P3 (400mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 11,25 68

14 buah. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang di dapat dari P0, P1 dan P Jumlah ovulasi 2 0 Kontrol P1 (200mg) P2 (300 mg) P3 (400mg) Gambar 26. Grafik rata-rata jumlah ovulasi Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah folikel de graff maka dilakukan uji noparametrik Kruskal-Wallis Test diperoleh nilai signifikansi H=0,020. Nilai signifikansi yaitu p 0,05 maka menunjukkan ada pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah ovulasi. Hal ini berarti data yang dihasilkan antara perlakuan dan kontrol menunjukkan ada perbedaan nyata. 6. Pengaruh pemberian ekstrak daun kenari (Canarium indicum, L.) terhadap corpus luteum Pada tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata corpus luteum tikus putih betina pada dosis P0 (kontrol) yaitu 4,25 buah. Pada dosis P1 (200mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 15,00 buah yang berarti menujukkan hasil P1 lebih banyak yang corpus luetum dibandingkan dengan dosis P0. Pada dosis P2 (300mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 22,00 buah. Hasil tersebut 69

15 menujukkan bahwa corpus luteum pada dosis P2 lebih tinggi dibandingkan dengan P0 dan P1. Pada dosis P3 (400mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 5,50 buah. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang di dapat dari P0, tetapi lebih rendah dibandingkan P1 dan P Kontrol P1 (200mg) P2 (300 mg) P3 (400mg) Gambar 27. Grafik rata-rata jumlah corpus luteum Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah corpus luetum maka dilakukan uji noparametrik Kruskal-Wallis Test diperoleh nilai signifikansi H=0,020. Nilai signifikansi yaitu p 0,05 maka menunjukkan ada pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah corpus luteum. Hal ini berarti data yang dihasilkan antara perlakuan dan kontrol menunjukkan ada perbedaan nyata. 7. Pengaruh pemberian ekstrak daun kenari (Canarium indicum, L.) terhadap folikel atresia Pada tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata folikel atresia pada tikus putih betina pada dosis P0 (kontrol) yaitu 3,25 buah. Pada dosis P1 (200mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 10,00 buah yang berarti menujukkan 70

16 hasil P1 lebih banyak yang mengalami atres dibandingkan dengan dosis P0. Pada dosis P2 (300mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 10,25 buah. Hasil tersebut menujukkan bahwa atersia pada dosis P2 lebih tinggi dibandingkan dengan P0 dan P1. Pada dosis P3 (400mg) ekstrak daun kenari menunjukkan hasil 1,25 buah. Hasil tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang di dapat dari P0, P1 dan P Jumlah folikel atresia Kontrol P1 (200mg) P2 (300 mg) P3 (400mg) Gambar 28. Grafik rata-rata folikel atresia Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap folikel atresia maka dilakukan uji noparametrik Kruskal-Wallis Test diperoleh nilai signifikansi H=0,007. Nilai signifikansi yaitu p 0,05 maka menunjukkan ada pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah ovulasi. Hal ini berarti data yang dihasilkan antara perlakuan dan kontrol menunjukkan ada perbedaan nyata. 71

17 B. Pembahasan Berdasarkan hasil interprestasi data, ekstrak daun kenari berpengaruh nyata pada folikel tersier, folikel yang mengalami atresia, folikel yang mengalami ovulasi dan korpus luteum berturut-turut adalah 0,045 ; 0,007 ; 0,020 ; 0,009. Hal ini menunjukan bahwa adanya pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap folikel tersier, folikel yang mengalami atresia, folikel yang mengalami ovulasi dan korpus luteum. Penyebab dari hasil tersebut adalah karena adanya kandungan fitoestrogen jenis flavonid pada ekstrak daun kenari. Senyawa flavonoid terbukti mempunyai efek hormonal, khususnya yaitu estrogenik. Menurut Biben (2012) gugus OH merupakan salah satu faktor pendukung adanya aktifitas fitoestrogen seperti yang terdapat pada estradiol sehingga memiliki aktifitas estrogenik. Fitoestrogen mampu berikatan dengan reseptor estrogen yang menghasilkan efek estrogenik yang mirip estrogen endogen. Kandungan fitoestrogen pada ekstrak daun kenari yang telah diberikan pada tikus putih sampai dosis 400 mg/ekor/ hari dapat memberikan efek estrogenik, sehingga berpengaruh terhadap jumlah folikel ovarium tikus putih. Fitoestrogen yang diberikan mengikat reseptor estrogen yang tidak berikatan sehingga dapat berikatan dan meningkatkan seluler. Menurut Eddy (2006:6) cara kerja dari fitoestrogen adalah meniru aktivitas hormon estrogen didalam tubuh. Estrogen merupakan hormon yang memiliki fungsi sebagai molekul sinyal, prosesnya dimulai dari masuknya molekul estrogen melalui aliran daran ke dalam sel dari bermacam-macam jaringan yang merupakan target estrogen. 72

18 Didalam sel target, molekul estrogen mencari reseptor estrogen untuk kemudian berintegrasi. Reseptor estrogen memiliki tempat spesifik yang hanya estrogen atau molekul lain yang memiliki struktur mirip dengan estrogen seperti fitoestrogen dapat mengikatnya. Molekul estrogen yang mengikat reseptor protein, membentuk suatu ikatan ligand-hormon receptor. Peristiwa tersebut dimungkinkan terjadi karena molekul esstrogen dan reseptornya memiliki bentuk yang sama untuk berikatan. Ikatan tersebut dapat memicu proses seluler yang spesifik, sehingga mengaktifkan gen spesifik. Gen tersebut kemudian berfungsi untuk memicu pembentukan protein untuk metabolisme sel. Contoh respon yang terjadi yaitu perkembangan folikel ovarium. Perubahan konfirmasi ini menyebabkan komplek fitoestrogen-reseptor menjadi aktif sehingga mampu berikatan dengan tempat pengikatan (site binding) pada rantai DNA, khususnya pada sisi akseptor. Interaksi antara komplek fitoestrogen-reseptor dengan sisi akseptor DNA menyebabkan ekspresi gen menjadi meningkat. Ekspresi gen ini dikatalisis oleh enzim RNA polymerase yang menyebabkan peningkatan mrna. Pada sisi lain sintesis trna juga akan meningkat sehingga pada akhirnya sintesis materi sel menjadi meningkat yang mendukung aktivitas proliferasi sel. Fitoestrogen harus menembus sel masuk ke dalam sitoplasma, kemudian akan berikatan dengan reseptor estrogen di sitoplasma membentuk ikatan hormon-reseptor pada Estrogen Responsive Element (ERE) yang kemudian bergerak menuju inti sel untuk berikatan dengan DNA, setelah berikatan dengan DNA maka akan terjadi proses transkripsi sel untuk membentuk protein-protein khusus yang 73

19 diperlukan dalam pembelahan sel. Ketika proses transkipsi sinstesis protein, komplek fitoestrogen-reseptor estrogen tidak hanya berikatan dengan ERE namun juga berikatan dengan co-regulator. Co-regulator terdiri dari coaktivator yang berfungsi untuk menginduksi terjadinya proses transkipsi gen dari ikatan komplek fitoestrogen-reseptor estrogen, sehingga dapat diproduksinya suatu messenger-rna (mrna) yang mengakibatkan terjadinya sintesis protein sesuai dengan karakterisitik hormon, sedangkan co-reseptor akan bekerja sebaliknya yakni menghambat proses transkripsi gen. Gonadotropin releasing hormon (GnRH) disekresikan dari hipotalamus merangsang pelepasan FSH (folicle stimulsting hormone) dan LH (Luteinizing hormone) dari pituitari anterior. FSH dan LH merupakan hormon gonadotropin. FSH merangsang perkembangan folikel ovarium. Dimana FSH berpengaruh dalam perkembangan folikel ovarium yang bekerja di dalam sel folikel yakni sel granulosa dan sel teka interna, dan memiliki reseptor untuk FSH di dalam sel granulosa tersebut. Dengan adanya FSH merangsang sel granulosa dan sel teka interna yang sedang tumbuh mensekresikan estrogen. Estrogen yang dihasilkan kemudian merangsang perkembangan sel folikel lainnya (Campbell,2004:164). Struktur flavonoid pada daun kenari mirip dengan estrogen endogen tikus putih sehingga flavonoid mampu berikatan dengan reseptor estrogen yang berada di folikel sehingga dapat menghasilkan lebih banyak fitoestrogen mempengaruhi folikel ovarium. Sekresi estrogen ke dalam folikel menyebabkan sel-sel granulosa membentuk reseptor FSH semakin banyak sehinga menyebabkan suatu efek 74

20 umpan balik positif terhadap FSH yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior. Peningkatan jumlah estrogen dan folikel serta peningkatan LH dari kelenjar hipofisis anterior bekerja sama untuk menyebabkan proliferasi sel-sel teka folikular dan juga meningkatkan sekresi folikular (Guyton and Hall, 1286). Peningkatan konsentasi LH yang disebabkan oleh peningkatan sekresi estrogen dari folikel yang tumbuh menginduksi pematangan akhir folikel tersebut dan terjadi ovulasi sekitar 1 hari setelah terjadi lonjakan kadar LH. Setelah ovulasi LH merangsang transformasi jaringan folikel yang tertinggal di ovarium untuk membentuk corpus luteum. Dibawah perangsangan yang secara terus-menerus oleh LH selama fase luteal siklus ovarium, corpus luteum mensekresikan estrogen dan hormon steroid kedua, yaitu progesteron. Corpus luteum umumya mencapai perkembangan maksimal sekitar 8-10 hari setelah ovulasi. Setelah kadar estrogen dan progesteron meningkat mengakibatkan umpan balik negatif pada hipotalamus dan pituitari sehingga menghambat sekresi LH dan FSH. Mendekati akhir fase luteal, corpus luteum akan lisis, sehingga konsentrasi hormon estrogen dan progesteron menurun. Penurunan kaaar hormo ovarium tersebut membebaskan hipotalamus dan pituitari dari pengaruh yang bersifat menghambat dari hormon-hormon tersebut (Campbell,2004:164). Hasil analisis (kruskal wallis) pada folikel primer, folikel senkuder, folikel de graff adalah 0,120 ; 0,327 ; 0,079 yang artinya tidak signifikan, tidak ada perbedaan pengaruh yang nyata antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Efek flavonoid yang terkandung dalam ekstrak daun kenari diduga 75

21 belum mempengaruhi pada perkembangan folikel primer dan sekunder dengan sifat estrogeniknya. Hal ini dikarenakan pengaruh FSH pada fase folikel primer dan sekunder masih sangat sedikit, sehingga efek dari flavonoid tidak begitu berperan dalam pembentukan folikel primer dan sekunder. Menurut Guyton and Hall (2007:1282), mengatakan bahwa banyaknya folikel yang tumbuh pada fase-fase perkembangan tetapi hanya sedikit yang bisa menjadi matang, berarti hanya sedikit hormon yang dibutuhkan untuk memulai perkembangan dibandingkan dengan mempertahankan folikel yang lebih besar sampai mendekati ovulasi. Menurut partodiharjo (1982:182) sifat estrogenik dari flavonoid mempengaruhi produksi hormon estrogen dalam folikel ovarium. Estrogen dalam jumlah yang sedang dapat mempengaruhi folikel dengan menekan gonadotropin pituitari, sedangkan dalam dosis yang kronis mampu mempengaruhi sistem kerja neuendokrin menjadi terganggu. Estrogen dengan kadar tinggi dapat menyebabkan pencegahan produksi FSH sehingga terhambatnya perkembangan folikel sekunder ke folikel tersier. Fitoesrogen dalam daun kenari pada dosis tinggi mampu menghalangi estrogen endogen untuk berikatan dengan reseptor, sehingga memicu negative feedback pada hipotalamus. Hipotalamus menghambat kerja hipofise anterior untuk tidak mengeluarkan FSH sehingga perkembangan folikel terhambat. Folikel tersier ditandai dengan lebih banyak sel-sel granulosa sehingga folikel tampak lebih besar, letaknya lebih jauh dari permukaan dan adanya atrum. Hasil penelitian dan analisis (kruskal wallis) menunjukkan bahwa pada 76

22 folikel tersier memiliki nilai signifikansi 0,045 artinya terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Hal ini dikarenakan terjadi peningkatan FSH sehingga estrogen disekresikan kedalam folikel dan menyebabkan sel-sel granulosa membentuk jumlah reseptor FSH semakin banyak, keadaan ini menyebabkan suatu efek umpan balik positif karena estrogen membuat sel-sel granulosa jauh lebih positif terhadap FSH yang disekresikan oleh hipofisis anterior (Guyton and Hall, 2007: ). Proses pertumbuhan folikel dipengaruhi oleh hormon progesteron dan estrogen. Pada kadar tinggi estrogen akan memberikan memberikan umpan balik negatif terhadap seksresi FSH yang sebenarnya unuk memacu pertumbuhan folikel. Adanya penurunan jumlah folikel yang menjadi matang sebagai akibat perlakuan dosis ekstrak daun kenari yang mengakibatkan meningkatnya sekresi terjadinya umpan balik positif terhadap LH disamping umpan balik negatif oleh progesteron tetap berlangsung. Mekanisme ini tidak sepenuhnya menghambat terhadap sekresi LH karena masih ada folikel yang bisa berovulasi. Hal ini diduga karena masih banyaknya folikel yang berkembang dalam ovarium tikus putih. Menurut Fitriyah (2009:65), pertumbuhan folikel dipengaruhi kadar FSH yang ada di dalam ovarium, sehingga folikel-folikel primer, sekunder, dan tersier dapat berkembang dengan baik. Hal ini dapat dipahami karena pada saat awal perkembangan folikel diperlukan FSH dalam jumlah yang cukup untuk mendorong perkembangan folikel menuju fase selanjutnya. Terjadinya hambatan terhadap sekresi FSH berarti kadar FSH dalam folikel sedikit. Pada perkembangan folikel primer dan 77

23 sekunder belum membutuhkan kadar FSH yang tinggi tetapi penggunaan kadar FSH yang tinggi yang diperlukan dalam perkembangan pada folikel de graff. Kadar estrogen yang tinggi dalam darah akibat pengaruh oemberian ekstrak daun kenari mengakibatkan penurunan sekresi FSH sehingga menyebabkan terganggunya perkembangan folikular untuk menjadi dewasa. Daun kenari mengandung senyawa yang bersifat estrogenik, yaitu flavonoid, selain itu juga mengandung senyawa polifenol, tanin dan saponin. Flavonoid memiliki struktur yang mirip dengan estrogen, shingga apabila kadarnya tinggi maka akan menekan pengeluaran FSH pada tingkat hipofise melalui pembuluh darah yang ada pada hipotalamus leh bersifat antagonis FSH. Hasil penelitian dan pengamatan preparat struktur histologi ovarium pada fase folikel de graff tidak terdapat perbedaan pengaruh antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Pada penelitian ini tidak terlihat penurunan jumlah folikel de graff dalam tiap perlakuan, tetapi jumlah yang diperoleh lebih sedikit dibanding dengan folikel yang lain dan dengan adanya hasil analisis yang menunjukkan tidak adanya perbedaan pengaruh yang nyata maka terlihat bahwa penelitian ekstrak daun kenari yang mempunyai zat aktif flavonoid tidak berpengaruh besar dalam perkembangan folikel de graff. Hal ini dikarenakan kurangnya dukungan hormonal untuk folikel mengalami perkembangan hingga saat berovulasi, akibat dari kadar estrogen yang terlalu tinggi dalam darah karena pemberian ekstrak daun kenari sehingga mengakibatkan penurunan 78

24 sekresi FSH sehingga perkembangan folikular untuk menjadi dewasa dan siap ovulasi terganggu. Pada folikel atresia hasil analisis kruskal wallis menunjukkan nilai signifikansi 0,007 artinya terdapat pengaruh antara kelompok kontrol dan kelompok perlakaun. Terbentuknya folikel atresia merupakan akibat dari terhentinya proses perkembangan pada folikel yang sedang tumbuh atau folikel yang sedang mengalami pematangan oosit. Peristiwa tersebut sangatlah wajar terjadi pada saat tikus dalam keadaan sehat ataupun normal. Adanya perlakuan pemberian ekstrak daun kenari menunjukkan jumlah folikel atresia semakin rendah pada dosis yang tinggi. Pengaruh pemberian ekstrak daun kenari diduga akan menekan sekresi gonadotropin sehingga sekresi FSH dan LH akan menurun dan mengakibatkan proses ovulasi menjadi terhambat. Terjadinya penurunan jumlah folikel atresia bisa saja dikarenakan tidak sesuainya dosis perlakuan yang diberikan pada tikus putih. Pemberian ekstrak daun kenari yang mengandung flavonoid dapat mengganggu mekanisme kerja hormon LH melalui penghambat ikatan LH dengan reseptornya sehingga efek seluler dari LH tidak terjadi. Tidak adanya efek selular dari LH menyebabkan tidak terjadinya ovulasi sehingga tidak terbentuk corpus lueum. Korpus luteum adalah jaringan tubuh yang paling banyak menghasilkan progesteron. Apabila korpus luteum tidak terbentuk maka tidak dihasilkan progesteron. Kadar LH dalam darah yang meningkat dapat menyebabkan ovulasi. Ovulasi diikuti terbentuknya kawah bekas folikel dan dalam kawah inilah terbentuknya korpus luteum. Sel-sel korpus luteum 79

25 dibentuk oleh sel-sel granulosa yang merupakan dinding dalam folikel. Korpus luetum selanjutnya dibawah pengaruh LH berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan estrogen dan progesteron (Partodiharjo, 1987:116) Ovulasi pada tikus terjadi secara spontan selama fase estrus (Nalbandov, 1990:50). Pada tikus terdapat lebih dari satu folikel yang mengalami ovulasi dan menghasilkan 4-14 sel telur yang memungkinkan kelahiran multiple (smith & mangkoewdjoj. 1988:53). Setelah ovulasi terjadi dan terbentuk lekukan pada ovarium dan dilepaskan isinya kemudian terisi darah dan cairan. Bagian folikel yang pecah dan tertaut kembali, selanjutnya darah membeku dan direabsorbsi dan terjadi lutenisasi sel-sel ganulosa dan sel teka interna sehingga terbentuk korpus lueum (Partodiharjo, 1980 : 30). Hasil analisis kruskal wallis pada ovulasi menunjukkan nilai signifikansi 0,020 yang artinya adanya pengaruh yang nyata antar kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Korpus luteum ditandai dengan adanya pecahan oosit dari kantung folikel, dalam hal ini folikel mulai ovulasi. Pada hasil analisis kruskal wallis, korpus luteum memiliki nilai signifikansi 0,009 artinya berpengaruh nyata antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Akibat dari adanya peningkatan LH yang diakibatkan oleh peningkatan sekresi estrogen dari folikel yang tumbuh menginduksi pematangan akhir folikel tersebut dan ovulasi terjadi setelah satu hari terjadi lonjakan kadar LH, setelah ovulasi LH merangsang transformasi jaringan folikel yang tertinggal di ovarium untuk membentuk korpus luteum yaitu suatu struktur kelenjar. Dibawah 80

26 perangsangan secara terus-menerus oleh LH selama fase luteal siklus ovarium, korpus luetum mensekresikan estrogen dan hormon steroid kedua yaitu progesteron Pemberian ekstrak daun kenari pada perlakuan kontrol sampai dengan perlakuan kedua dengan dosis 300mg/hari/tikus putih mengalami peningkatan jumlah korpus luteum, namun pada perlakuan ketiga dengan dosis 400mg/hari/tikus putih mengalami penurunan jumlah korpus luteum. Berdasarkan hasil penelitian hampir semua perlakuan mengalami kerusakan folikel atau banyak terjadi folikel-folikel yang mengalami kegagalan dan bisa juga folikel belum mulai tumbuh dalam perkembangannya pada tikus putih yang diberi perlakuan ekstrak daun kenari. Folikel yang tidak mampu berkembang baik pada fase folikel primer sampai folikel yang matang disebut dengan folikel atresia. 81

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah kelenjar endometrium Pengamatan jumlah kelenjar endometrium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap jumlah kelenjar endometrium, jumlah eritrosit dan lekosit tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 36 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Lapisan Granulosa Folikel Primer Pengaruh pemberian ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) terhadap ketebalan lapisan granulosa pada

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L. PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK (Rizka Qori Dwi Mastuti) 131 PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.) Rizka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Siklus Siklus estrus terdiri dari proestrus (12 jam), estrus (12 jam), metestrus (12 jam), dan diestrus (57 jam), yang secara total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Estrogen adalah salah satu hormon yang berperan dalam reproduksi hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting adalah estradiol

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam periode 10 tahun terakhir jumlah penduduk Indonesia meningkat dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 10 tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2005), sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komoditi ikan yang menjadi primadona di Indonesia saat ini adalah ikan lele (Clarias sp). Rasa yang gurih dan harga yang terjangkau merupakan salah satu daya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng terhadap tikus putih betina pada usia kebuntingan 1-13 hari terhadap rata-rata bobot ovarium dan bobot uterus tikus putih dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Rata Rata Tebal Endometrium (μm) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Ekstrak Air Daun Katu (Sauropus androgynus (L.) Merr.) terhadap Tebal Endometrium Mencit (Mus musculus L.) Premenopause Pengambilan

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kontrasepsi Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan untuk pengaturan kehamilan dan merupakan hak setiap individu sebagai makhluk seksual, serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di beberapa sungai di Indonesia. Usaha budidaya ikan baung, khususnya pembesaran dalam keramba telah berkembang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASI Eksklusif 1. Pengertian Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi sampai usia 6 bulan. Pemberian ASI eksklusif yaitu pemberian ASI tanpa cairan atau makanan lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia dikenal sebagai megabiodiversity country, yaitu Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang besar. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30.000 tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan di era modern ini semakin beragam bahan yang digunakan, tidak terkecuali bahan yang digunakan adalah biji-bijian. Salah satu jenis biji yang sering digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan bahan alam yang ada di bumi juga telah di jelaskan dalam. firman Allah SWT yang berbunyi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan bahan alam yang ada di bumi juga telah di jelaskan dalam. firman Allah SWT yang berbunyi sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban), telah lama dimanfaatkan sebagai obat tradisional baik dalam bentuk bahan segar, kering maupun dalam bentuk ramuan. Tanaman ini

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α Hasil penelitian didapatkan 13 dari 15 ekor domba (87,67%) menunjukan respon estrus dengan penyuntikan PGF 2α. Onset estrus berkisar

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data menunjukkan bahwa sekitar 80 % penduduk dunia memanfaatkan obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan. Hal ini timbul sebagai

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Gambar 4.1 Folikel Primer. 30 Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Gambar 4.1 Folikel Primer. 30 Universitas Indonesia BAB 4 HASIL Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemajanan medan elektromagnet pada jumlah folikel ovarium mencit. Hasil penelitian ini membandingkan antara kelompok kontrol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Jumlah penduduk merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh setiap negara, karena membawa konsekuensi di segala aspek antara lain pekerjaan,

Lebih terperinci

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS Hipotalamus merupakan bagian kecil otak yang menerima input baik langsung maupun tidak dari semua bagian otak. Hipofisis adalah kelenjar endokrin kecil yang terletak

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4.1 Luas Ovarium BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam terhadap organ reproduksi betina diawali dengan pengamatan patologi anatomi (PA) dari ovarium dan uterus. Pengamatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menstruasi 2.1.1. Definisi Menstruasi Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal, merupakan peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara berkala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang. Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan.

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang. Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan. Penggunanya bukan hanya ibu-ibu rumah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah

BAB II TINJAUAN TEORI. konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah BAB II TINJAUAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja sebagai periode tertentu dari kehidupan manusia merupakan suatu konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Menarche a. Pengertian menarche Menarche adalah pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebabkan oleh pertumbuhan folikel primodial ovarium yang mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016. A. HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian yang mengenai hubungan status gizi dengan siklus menstruasi pada remaja putri yang dilakukan di SMP N 2 Gamping Sleman Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanda tanda Berahi Masa subur ditandai dengan dilepaskannya sel telur betina matang melalui peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon progesteron

Lebih terperinci

Fungsi tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama: Sistem hormonal/sistem endokrin Sistem saraf

Fungsi tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama: Sistem hormonal/sistem endokrin Sistem saraf H O R M O N Fungsi tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama: Sistem hormonal/sistem endokrin Sistem saraf Pada umumnya, sistem hormonal terutama berhubungan dengan pengaturan berbagai fungsi metabolisme

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN.... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...... ABSTRACT... ii iii v vii viii ix x xii xiii BAB I.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pubertas 2.1.1. Definisi Pubertas Pubertas adalah masa dimana ciri-ciri seks sekunder mulai berkembang dan tercapainya kemampuan untuk bereproduksi. Antara usia 10 sampai

Lebih terperinci

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah sinkronisasi alami ini meliputi pengertian hormon reproduksi mulai dari definisi, jenis, macam, sumber, cara kerja, fungsi dan pengaruhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wanita merupakan salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang istimewa. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada laki-laki. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jam 59 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Ekstrak Air Daun Katu (Sauropuss androgynus (L.) Merr) terhadap Panjang Fase Diestrus Mencit (Mus musculus L.) Betina Premenopause Pengukuran panjang fase

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

... Tugas Milik kelompok 8...

... Tugas Milik kelompok 8... ... Tugas Milik kelompok 8... 6. Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Bedanya, pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18%

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Sedangkan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK DAUN KENARI

PENGARUH EKSTRAK DAUN KENARI PENGARUH EKSTRAK DAUN (Ismiyati Marfuah ) 213 PENGARUH EKSTRAK DAUN KENARI (Canarium indicum L.) TERHADAP JUMLAH KELENJAR DAN KETEBALAN LAPISAN ENDOMETRIUM TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegilus, L.) THE

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan ukuran panjang tubuh sekitar 45cm dan ukuran berat tubuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hepatosomatic Index Hepatosomatic Indeks (HSI) merupakan suatu metoda yang dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam hati secara kuantitatif. Hati merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pubertas Siklus Menstruasi

TINJAUAN PUSTAKA Pubertas Siklus Menstruasi TINJAUAN PUSTAKA Pubertas Pubertas adalah masa awal pematangan seksual, yaitu suatu periode dimana seorang anak mengalami perubahan fisik, hormonal dan seksual serta awal masa reproduksi. Kejadian yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Haid ( Menstruasi ) 2.1.1 Definisi Menstruasi adalah perdarahan uterus yang terjadi secara siklik dan dialami oleh sebagian besar wanita usia produktif (Norwitz dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis 3 TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan salah satu sumber protein yang semakin digemari oleh penduduk Indonesia. Fenomena ini semakin terlihat dengan bertambahnya warung-warung sate di pinggiran jalan,

Lebih terperinci

10/17/2009 KONSEP DASAR. Kelenjar dalam sistem endokrin

10/17/2009 KONSEP DASAR. Kelenjar dalam sistem endokrin KONSEP DASAR Sistem Endokrin : berfungsi sebagai regulator berbagai macam proses yg terjadi dalam tubuh melalui hormon Hormon : suatu senyawa kimia yg disintesa didalam kelenjar dg pengontrolan genetik

Lebih terperinci

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) IX A. 1. Pokok Bahasan : Sistem Regulasi Hormonal A.2. Pertemuan minggu ke : 12 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan: 1. Tempat produksi hormone 2. Kelenjar indokrin dan produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II A. Kajian Teori KAJIAN PUSTAKA 1. Tanaman Kenari (Canarium indicum, L.) a. Tanaman Kenari Gambar 1. Tanaman Kenari (Dokumentasi Penelitian, 2016) Pohon kenari merupakan tanaman hutan dan belum banyak

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus BAB IV HASIL PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0-13 hari dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Senyawa Isoflavon Tepung Kedelai dan Tepung Tempe Hasil analisis tepung kedelai dan tepung tempe menunjukkan 3 macam senyawa isoflavon utama seperti yang tertera pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK KACANG PANJANG

PENGARUH EKSTRAK KACANG PANJANG Pengaruh Ekstrak Kacang( Rahma Berlianti Suardi) 33 PENGARUH EKSTRAK KACANG PANJANG (Vigna sinensis, L.) TERHADAP JUMLAH KELENJAR DAN KETEBALAN LAPISAN ENDOMETRIUM TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana (KB) 2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana Berdasarkan UU no 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan dewasa : - jantan - betina g. Konsumsi air minum tikus dewasa

TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan dewasa : - jantan - betina g. Konsumsi air minum tikus dewasa 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Umum Tikus Tikus digolongkan ke dalam kelas Mamalia, bangsa Rodentia, suku Muridae dan marga Rattus (Meehan 1984). Tikus merupakan hewan mamalia yang mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 34 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. HASIL Dalam penelitian ini sampel diambil dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM untuk mendapatkan perawatan hewan percobaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infertilitas 1. Definisi Infertilitas atau kemandulan adalah penyakit sistem reproduksi yang ditandai dengan ketidakmampuan atau kegagalan dalam memperoleh kehamilan, walaupun

Lebih terperinci

Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus

Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus MK. Ilmu Reproduksi LABORATORIUM REPRODUKSI TERNAK FAPET UB 1 Sub Pokok Bahasan Hormon-hormon reproduksi dan peranannya (GnRH, FSH,LH, estrogen, Progesteron,

Lebih terperinci

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis BAB XIV Kelenjar Hipofisis A. Struktur Kelenjar Hipofisis Kelenjar hipofisis atau kelenjar pituitary adalah suatu struktur kecil sebesar kacang ercis yang terletak di dasar otak. Kelenjar ini berada dalam

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN FUNGSI HAYATI HEWAN 2

STRUKTUR DAN FUNGSI HAYATI HEWAN 2 STRUKTUR DAN FUNGSI HAYATI HEWAN 2 Koordinasi dan Pengendalian Sistem saraf dan Otak Sistem endokrin Tingkah laku Kontinuitas Kehidupan Sistem reproduksi 1 KOORDINASI: Sistem Saraf dan Hormon Hewan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keluarga dengan pemahaman remaja putri tentang menarche, maka akan dibahas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keluarga dengan pemahaman remaja putri tentang menarche, maka akan dibahas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Mengacu pada tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui kaitan fungsi keluarga dengan pemahaman remaja putri tentang menarche, maka akan dibahas mengenai fungsi keluarga, menarche,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menjadi suatu pemikiran terkait

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menjadi suatu pemikiran terkait 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menjadi suatu pemikiran terkait dengan kesejahteraan hidup yang layak dan sehat. Upaya pengendaliannya telah dilakukan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN DAFTARISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik dari segi fisik maupun dari segi hormonal. Salah satu. perkembangan tersebut adalah perkembangan hormone Gonadotropin

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik dari segi fisik maupun dari segi hormonal. Salah satu. perkembangan tersebut adalah perkembangan hormone Gonadotropin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana terjadi perkembangan bentuk tubuh baik dari segi fisik maupun dari segi hormonal. Salah satu perkembangan tersebut adalah perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979). 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Estrus Siklus estrus umumnya terdiri dari empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Namun ada juga yang membagi siklus estrus hanya menjadi dua

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Sumatra Gambar 1. Ikan Sumatra Puntius tetrazona Ikan Sumatra merupakan salah satu ikan hias perairan tropis. Habitat asli Ikan Sumatra adalah di Kepulauan Malay,

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar Endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan mikroskopis sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hormon dan Perannya dalam Dinamika Ovari

TINJAUAN PUSTAKA. Hormon dan Perannya dalam Dinamika Ovari TINJUN PUTK Hormon dan Perannya dalam inamika Ovari Gonadotrophin eleasing Hormone (GnH). GnH tidak secara langsung mempengaruhi ovarium, tetapi hormon yang dihasilkan hipotalamus ini bekerja menstimulus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Masa pubertas adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja

BAB II LANDASAN TEORI. Masa pubertas adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Masa pubertas Masa pubertas adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja (Noerpramana, 2011). Pubertas merupakan tonggak penting perkembangan yang dapat

Lebih terperinci