Bab II Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Deskripsi Fluida dan Sifat-sifatnya Fluida dapat didefinisikan sebagai sebuah bahan yang mengalami deformasi secara terus-menerus ketika diberi sebuah tegangan geser (shearing stress) berapapun besarnya. Tegangan geser ini berupa sebuah gaya tangensial yang dikenakan pada sebuah permukaan. Ketika benda-benda padat yang umum seperti baja atau logam-logam lain dikenai sebuah tegangan geser, bahan-bahan tersebut pada awalnya akan mengalami deformasi (biasanya sangat kecil), tapi bahanbahan tersebut tidak akan mengalami deformasi secara terus-menerus (mengalir). Definisi fluida tersebut dipenuhi oleh bahan-bahan seperti air, minyak, dan udara karena bahan-bahan ini akan mengalir ketika dikenai sebuah tegangan geser. Secara umum fluida dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok besar yaitu fluida gas dan fluida cair. Fluida memiliki sifat-sifat tertentu yang berkaitan erat dengan perilakunya. Jelas terlihat bahwa fluida yang berbeda memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik-karakteristik ini dapat dijelaskan oleh sifat-sifat fluida tertentu. II.1.1 Rapat Massa Rapat massa fluida yang diwakili oleh simbol ρ (rho) didefinisikan sebagai massa suatu fluida per unit volume. Satuan rapat massa dalam sistem internasional (SI) ialah kg/m 3 dan g/cm 3 dalam sistem cgs. Nilai rapat massa antara fluida-fluida yang berbeda sangatlah bervariasi. Pada cairan perubahan tekanan dan temperatur hanya sedikit mempengaruhi nilai rapat massa. Sementara rapat massa fluida gas sangat dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur sehingga termasuk dalam kelompok termampatkan. 5

2 6 II.1.2 Viskositas Viskositas merupakan salah satu sifat fluida yang paling penting. Viskositas ini timbul sebagai akibat dari interaksi antar molekul di dalam fluida tersebut atau dengan kata lain molekul-molekul penyusun fluida tersebut. Interaksi yang dimiliki cairan ialah gaya-gaya kohesif antar molekul, sementara interaksi yang dimiliki gas ialah tumbukan-tumbukan antar molekul. Viskositas menunjukkan resistansi fluida untuk mengalir ketika diberi tegangan geser (shear stress). Viskositas ini didefinisikan sebagai rasio antara tegangan geser terhadap gradien kecepatan atau terhadap laju perubahan regangan geser (shear strain). Gambar II.1. Perilaku fluida yang diletakan di antara dua pelat sejajar (Feynman, et.al., 1964). Viskositas dapat ditentukan melalui sebuah eksperimen sederhana dengan menggunakan dua pelat sejajar yang mengapit suatu fluida (contohnya air) seperti yang dapat dilihat dalam Gambar II.1. Sebuah pelat dijaga agar tetap diam sementara pelat yang lain digerakan dengan kecepatan v o. Jika gaya yang dibutuhkan untuk menggerakkan pelat tersebut diukur, akan ditemukan bahwa gaya tersebut berbanding lurus dengan luas pelat dan dengan v o /d (d adalah jarak antar pelat). Sehingga diperoleh hubungan bahwa tegangan geser F/A berbanding lurus dengan v o /d (Feynman, et.al., 1964): F vo = µ II.1 A d

3 7 Persamaan di atas dapat juga dituliskan dalam bentuk sebagai berikut (Feynman, et.al., 1964): F A vx = µ II.2 y Besaran v x /y ialah gradien kecepatan atau laju perubahan regangan geser (shear strain). Konstanta proporsionalitas µ (mu) inilah yang disebut koefisien viskositas. Satuan viskositas dalam sistem SI ialah Pa.s atau N.s/m 2 sementara satuan viskositas dalam sistem cgs ialah poise (P) ( 2007). Jika gerakan fluida di antara kedua pelat di atas diamati dengan lebih seksama dapat dilihat bahwa fluida yang bersentuhan dengan pelat yang bergerak akan bergerak dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan pelat, sementara fluida yang bersentuhan dengan pelat yang diam memiliki kecepatan sama dengan nol. Pengamatan ini merupakan bagian dari fakta ekperimental yang menyatakan bahwa dalam semua fluida biasa, molekul-molekul yang berada di sebelah permukaan benda padat memiliki kecepatan sama dengan nol (relatif terhadap permukaan benda padat) (Feynman, et.al., 1964). Nilai viskositas sebuah fluida bergantung pada jenis fluida tersebut. Fluida dapat memiliki viskositas yang berbeda-beda yang sangat bergantung pada temperatur dan sedikit bergantung pada tekanan. Fluida yang memiliki hubungan antara tegangan geser dengan laju perubahan regangan geser (shear strain) yang linier disebut sebagai fluida Newtonian. Contoh fluida Newtonian ini ialah air. Selain fluida Newtonian terdapat kelompok fluida lain yang disebut fluida non- Newtonian. Dalam fluida non-newtonian hubungan antara tegangan geser dengan laju perubahan regangan geser (shear strain) tidaklah linier. Dengan kata lain viskositas fluida non-newtonian berubah bergantung pada laju perubahan

4 8 regangan geser (shear strain) yang dialaminya sehingga fluida non-newtonian tidak memiliki viskositas yang pasti ( Newtonian_fluid, 2007). Contoh fluida yang termasuk fluida non-newtonian antara lain cat, campuran air-pasir (pasir hisap), dan pasta gigi. Hubungan antara tegangan geser (shear stress) dengan laju perubahan regangan geser (shear strain) untuk beberapa jenis fluida dapat dilihat pada Gambar II.2. Gambar II.2. Hubungan antara tegangan geser dengan laju perubahan regangan geser untuk beberapa jenis fluida. Seperti telah disinggung sebelumnya viskositas fluida sangat bergantung pada temperatur. Viskositas cairan menurun seiring dengan meningkatnya temperatur sementara pada gas peningkatan temperatur menyebabkan peningkatan viskositas. Efek temperatur pada viskositas cairan tersebut dapat didekati dengan baik menggunakan persamaan empiris yang disebut persamaan Andrade: B T µ = De II.3 dengan D dan B adalah konstanta dan T adalah temperatur absolut. Konstanta D dan B dapat ditentukan jika viskositas cairan pada dua temperatur diketahui.

5 9 Dalam banyak situasi diperlukan rasio antara gaya viskos yang diwakili oleh viskositas fluida (µ) terhadap gaya inersial yang diwakili oleh rapat massa fluida (ρ). Rasio ini diwakili oleh viskositas kinematik yang didefinisikan sebagai berikut: µ ν = II.4 ρ II.2 Aliran Fluida Pemahaman tentang aliran fluida dapat diterapkan dalam banyak bidang seperti menghitung gaya-gaya dan momen-momen pada pesawat terbang, menentukan laju aliran massa minyak bumi di dalam pipa, menentukan perilaku aliran darah di dalam pembuluh, meramalkan pola-pola cuaca. Bahkan beberapa prinsip aliran fluida ini diterapkan dalam rekayasa lalu lintas dengan menganggap lalu lintas sebagai fluida yang kontinyu ( 2006). II.2.1 Persamaan Dasar Aliran Fluida Gerakan fluida dapat digambarkan menggunakan sekelompok persamaan yang disebut persamaan-persamaan Navier-Stokes. Fluida yang dibahas diasumsikan memiliki sifat-sifat tertentu. Pertama, fluida tersebut bersifat kontinyu (tidak mengandung ruang kosong seperti gelembung). Asumsi berikutnya ialah seluruh besaran fisika yang digunakan seperti tekanan, kecepatan, rapat massa, temperatur, dan lain-lain dapat didiferensiasikan (tidak memiliki transisi fase) ( 2006). Persamaan-persamaan Navier-Stokes diturunkan dari prinsip-prinsip dasar kekekalan massa, kekekalan momentum, dan kekekalan energi ( 2006). Persamaan dasar aliran fluida yang menyatakan kekekalan massa dapat diturunkan dengan

6 10 pertama-tama mengambil sebuah elemen volume dengan bentuk sembarang seperti diperlihatkan pada Gambar II.3. Gambar II.3. Sebuah elemen volume V Massa dari elemen volume itu ialah: ρdv II.5 dengan ρ adalah rapat massa elemen volume. Fluida dapat mengalir masuk atau keluar elemen volume V. Pada permukaan elemen volume dipilih sebuah elemen permukaan d S sembarang, dengan d S adalah vektor normal permukaan. Massa fluida yang mengalir keluar melalui permukaan d S dinyatakan sebagai ρ u d S, dengan u adalah kecepatan aliran fluida. Laju massa yang keluar dari volume V dapat dinyatakan sebagai (Landau dan Lifshitz, 1959): ρ u d S II.6 S Berkurangnya massa fluida per satuan waktu dari dalam volume V dapat dituliskan sebagai (Landau dan Lifshitz, 1959): t ρ dv II.7

7 11 Dari persamaan II.6 dan II.7 diperoleh: t ρ dv = ρu d S II.8 S Tanda minus (-) pada ruas kanan persamaan menunjukkan bahwa laju aliran yang keluar dari permukaan volume merupakan pengurangan massa fluida dari dalam elemen volume. Integral permukaan pada persamaan II.6 dapat ditransformasikan menjadi integral volume menggunakan formula Green (Landau dan Lifshitz, 1959): u d S = ( ρu) S ρ dv II.9 V Persamaan yang diperoleh ialah (Landau dan Lifshitz, 1959): ρ + t ( ρu) dv = 0 ρ atau dv = ( u)dv t ρ II.10 Selanjutnya semua suku pada persamaan II.10 dikumpulkan dalam satu ruas sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut (Landau dan Lifshitz, 1959): ρ + t ( ρu) = 0 II.11 Persamaan II.11 dikenal sebagai persamaan kontinuitas yang menyatakan kekekalan massa fluida secara umum. Dalam kasus fluida tak termampatkan

8 12 (incompressible), persamaan II.11 dapat dituliskan sebagai berikut: u = 0 II.12 Selain pada hukum kekekalan massa, aliran fluida juga berdasar pada hukum kekekalan momentum. Penurunan persamaan untuk hukum kekekalan momentum diperoleh dari Hukum II Newton: d u ρ = F II.13 dt dengan F adalah gaya per satuan volume yang bekerja pada elemen fluida. du Bentuk dt adalah percepatan elemen fluida. Terdapat dua hal yang berkontribusi pada bentuk du dt ini. Pertama, kecepatan itu sendiri berubah terhadap waktu u seperti ditunjukkan oleh. Kedua, kecepatan dapat berubah dari satu titik ke t titik lain ketika fluida mengalir (dimensi spasial). Kedua kontribusi ini dapat dinyatakan sebagai (Landau dan Lifshitz, 1959): u u u u du = dt + dx + dy + dz II.14 t x y z Dengan membagi kedua ruas dengan dt persamaan II.14 akan berubah menjadi: du u = + ( u )u II.15 dt t

9 13 Fluida yang dijadikan acuan ialah fluida ideal, yaitu fluida yang tidak viskos (inviscid). Karena itu gaya yang diperhitungkan ialah gaya yang timbul sebagai akibat dari perbedaan tekanan yaitu (Landau dan Lifshitz, 1959): Pd S II.16 Dengan mengubah persamaan tersebut ke dalam bentuk integral volume akan diperoleh bentuk (Landau dan Lifshitz, 1959): Pd S = PdV II.17 Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa gaya yang bekerja pada elemen fluida ialah P. Dengan mensubstitusi persamaan II.17 ke dalam persamaan II.13, dan kemudian mensubstitusikan hasilnya ke dalam persamaan II.15 akan diperoleh persamaan (Landau dan Lifshitz, 1959): u + t 1 ( u ) u = P ρ II.18 Persamaan terakhir ini merupakan persamaan Euler. Persamaan Euler menyatakan hukum kekekalan momentum di dalam fluida ideal yang tidak viskos (inviscid) dan tidak termampatkan (incompressible). II.2.2 Tensor Rapat Fluks Momentum Penurunan persamaan gerak untuk aliran fluida secara makroskopik dilakukan dengan menggunakan tensor. Penurunan persamaan ini dimulai dengan menyatakan laju perubahan momentum dalam volume tetap melalui persamaan (Landau dan Lifshitz, 1959): t uα ρ α = ρ + uα II.19 t t ( ρu )

10 14 Notasi u α menyatakan komponen kecepatan fluida dalam arah α. Kemudian persamaan kontinuitas II.12 dan persamaan Euler II.18 disubstitusikan ke dalam persamaan II.19 sehingga diperoleh persamaan (Landau dan Lifshitz, 1959): t ( ρu ) α = ρu β u x α β p x α u α ( ρu ) x β β II.20 Kemudian persamaan II.20 diubah menjadi (Landau dan Lifshitz, 1959): t P ( ρu ) = ( ρu u ) α x α x β α β II.21 Suku kedua pada ruas kanan memenuhi konvensi somasi Einstein. Pada akhirnya diperoleh ungkapan sederhana yang menyatakan kesetimbangan momentum yang berupa persamaan (Landau dan Lifshitz, 1959): t ( ρu ) α = x αβ β II.22 Dalam persamaan tersebut tensor rapat fluks momentum didefinisikan sebagai (Landau dan Lifshitz, 1959): 0) αβ ( = P δ + ρu u II.23 αβ α β dengan δ αβ ialah delta Kronecker. II.2.3 Persamaan Navier-Stokes untuk Aliran Viskos Tak Termampatkan Untuk menurunkan persamaan Navier-Stokes, persamaan II.19 harus dimodifikasi supaya dapat mengakomodasi gaya gesek. Bentuk tensor rapat fluks momentum

11 15 untuk aliran viskos dapat didekati menggunakan persamaan II.22 sehingga diperoleh (Rothman dan Zaleski, 1997): (0) = + αβ αβ visc αβ II.24 Ungkapan untuk tensor aliran viskos diberikan oleh persamaan (Rothman dan Zaleski, 1997): visc u u β α = µ + ξ ( uγδ αβ ) II.25 αβ xβ x α xγ dengan konstanta ξ merupakan koefisien positif yang berkaitan dengan viskositas. Persamaan kesetimbangan momentum yang dihasilkan berbentuk (Rothman dan Zaleski, 1997): t ( ρu ) α = x αβ β II.26 Substitusi persamaan II.23, II.24, dan II.25 akan menghasilkan persamaan (Rothman dan Zaleski, 1997): t ( ρu ) α + ρuαu x β β = x α P + x β µ x β u α + x α u β + x α ξ x γ u γ II.27 Persamaan II.27 menggambarkan hukum kekekalan momentum di dalam fluida viskos termampatkan. Persamaan ini dapat disederhanakan untuk fluida tak termampatkan dengan terlebih dahulu mendefinisikan viskositas kinematik seperti

12 16 pada persamaan II.4. Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut: u 1 + u u = P + ν 2 u t ρ II.28 Persamaan tersebut merupakan persamaan Navier-Stokes untuk aliran viskos tak termampatkan. Persamaan ini menunjukkan bahwa perubahan momentum (percepatan) partikel-partikel fluida hanya dipengaruhi oleh perubahan tekanan dan gaya viskos disipatif yang bekerja di dalam fluida ( 2006). II.3 Batuan Sebagai Medium Porous Dalam kehidupan sehari-hari dan di alam, medium porous dapat ditemukan dimana-mana. Material atau struktur porous memiliki salah satu dari dua syarat di bawah ini (Dullien, 1979): 1. Material atau struktur tersebut harus mengandung ruang-ruang yang disebut pori, yang tidak berisi bahan padat. Ruang-ruang tersebut dikelilingi oleh matriks yang padat atau semipadat. Pori-pori umumnya berisi fluida, seperti udara, air, minyak, dan sebagainya. 2. Material atau struktur tersebut harus permeabel terhadap berbagai jenis fluida, artinya fluida harus dapat masuk dari satu sisi material dan keluar dari sisi yang lain. Dalam kasus ini bahan tersebut disebut bahan porous permeabel. Dalam kehidupan sehari-hari dan di alam terdapat banyak contoh materialmaterial porous contohnya kain, kertas, beton, batu bata, kayu, tanah, dan sebagainya. Dalam tubuh manusia juga terdapat banyak material dan struktur porous seperti pembuluh darah serta filter dan membran biologis (Dullien, 1979). Medium porous dan sifat-sifatnya diterapkan secara paling intensif dalam bidang

13 17 ilmu (Dullien, 1979): 1. Hidrologi, yaitu ilmu yang mempelajari gerakan air di dalam bumi dan struktur-struktur buatan manusia, aliran dari formasi batuan yang mengandung air ke sumur, intrusi air laut di pesisir dan masih banyak lagi. 2. Rekayasa perminyakan, yang terutama mempelajari produksi minyak dan gas bumi, ekplorasi, pemboran sumur, dan sebagainya. Medium porous yang memainkan peranan penting dan merupakan fokus perhatian dalam kedua bidang ilmu di atas ialah batuan. Batuan ialah kumpulan mineralmineral alami yang mengalami kritalisasi melalui proses-proses pembentukan batuan (Schön, 1996). Batuan dapat memperlihatkan sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh masing-masing mineral yang menyusun batuan tersebut. Sifat-sifat fisis, kimiawi, dan geometris dari batuan-batuan bergantung pada sifat-sifat fisis, kimiawi, dan geometris dari masing-masing mineral, fraksi-fraksi volumenya, dan distribusinya (Guéguen dan Palciauskas, 1994). Batuan dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara. Salah satu metode klasifikasi batuan yang paling populer ialah berdasarkan cara pembentukannya. Menurut metode klasifikasi ini, batuan dapat dibedakan menjadi batuan beku (igneous), batuan sedimen, dan batuan metamorf (Schön, 1996). Batuan beku merupakan hasil dari pembekuan bahan lelehan yang berasal dari dalam bumi. Magma yang mengalir keluar permukaan bumi dan mendingin dengan cepat membentuk batuan vulkanik (ekstrusif). Sementara magma yang tidak mencapai permukaan bumi dan memadat dengan lambat di bawah permukaan bumi membentuk batuan plutonik (intrusif). Secara umum batuan ekstrusif dan intrusif memiliki kandungan mineral yang sama yaitu silikat. Contoh batuan beku ini antara lain basalt, andesit, granit (Guéguen dan Palciauskas, 1994). Batuan sedimen merupakan hasil dari proses pelapukan dan sedimentasi yaitu batuan-batuan beku, metamorf, dan sedimen yang mengalami penguraian secara

14 18 fisis dan kimiawi. Kemudian bahan-bahan terurai tersebut berpindah sebagai serpihan dan dalam larutan dan terakumulasi pada suatu tempat sehingga membentuk batuan sedimen. Berdasarkan cara pembentukannya batuan sedimen dapat dikelompokkan menjadi dua jenis utama yaitu sedimen klastik (misalnya batu pasir (sandstone) dan shale) dan sedimen kimiawi dan biokimiawi (misalnya karbonat dan evaporit) (Schön, 1996). Batuan metamorf merupakan hasil dari proses metamorfisme. Proses metamorfisme ini disebabkan oleh perubahan temperatur dan tekanan. Susunan mineral yang telah ada diubah menjadi susunan mineral baru yang sesuai dengan kondisi termodinamik yang dialami susunan mineral tersebut. Contoh batuan metamorf ini antara lain gneiss, schist, marmer (Schön, 1996). II.4 Parameter Struktur Pori Makroskopik Sedikit banyak seluruh sifat makroskopik medium porous dipengaruhi oleh struktur pori. Pada umunya parameter-parameter struktur pori makroskopik secara keseluruhan ditentukan oleh struktur pori medium dan tidak bergantung pada sifat-sifat lain. Parameter-parameter struktur pori makroskopik yang akan dibahas dalam tulisan ini ialah porositas dan permeabilitas. II.4.1 Porositas Batuan Porositas merupakan ukuran volume pori yang tersedia di dalam batuan. Porositas φ didefinisikan sebagai fraksi volume batuan V yang tidak berisi bahan padat. Porositas juga dapat didefinisikan dengan persamaan: V V V p ϕ = m = II.29 V V dengan V m ialah volume bahan padat dan V p ialah volume pori seperti dapat dilihat pada Gambar II.4 (Guéguen dan Palciauskas, 1994). Porositas ialah sebuah

15 19 besaran yang tidak berdimensi dan diberikan sebagai sebuah fraksi desimal atau sebagai sebuah persentase. Gambar II.4. Definisi porositas (Schön, 1996). Porositas ini tidak memberikan informasi apapun mengenai ukuran pori, distribusi pori, dan derajat konektivitas. Jadi batuan-batuan yang memiliki porositas yang identik dapat memiliki sifat-sifat fisis seperti permeabilitas yang jauh berbeda (Guéguen dan Palciauskas, 1994). Porositas terbentuk sebagai akibat dari berbagai proses geologis, fisis, dan kimiawi, dan terbentuk saat pembentukan batuan sebagai porositas primer (sedimentasi klastik, organogenesis) dan selama riwayat geologis batuan sebagai porositas sekunder (proses tektonik, proses kimiawi, pelarutan, dan lain-lain) (Schön, 1996). Selain itu penting juga untuk membedakan antara dua jenis pori yaitu pori-pori yang membentuk sebuah fase kontinyu di dalam medium porous, yang disebut ruang pori saling berhubungan (interconnected) atau efektif, dan pori-pori yang membentuk pori-pori terisolasi atau tidak saling berhubungan (noninterconnected). Ruang pori yang saling berhubungan berkontribusi secara dominan terhadap proses transpor fluida di dalam medium porous. Pori-pori buntu atau blind hanya saling berhubungan dari satu sisi. Walaupun pori-pori

16 20 ini seringkali dapat dimasuki fluida, kontribusi pori-pori ini terhadap proses transpor fluida biasanya dapat diabaikan (Dullien, 1979). Pada saat pembentukannya batuan intrusif (plutonik) memiliki porositas yang sangat kecil. Contohnya ialah granit yang memiliki porositas φ 10-3, yang sebagian besar berupa rongga-rongga kecil tidak teratur yang merupakan sisa dari proses kristalisasi. Batuan vulkanik (ekstrusif) memiliki sifat yang berbeda. Porositas batuan vulkanik lebih besar dan lebih bervariasi daripada porositas batuan intrusif. Transpor fluida melalui batuan beku terutama terjadi melalui crack dan fracture yang terbentuk kemudian sebagai respons terhadap stress termal atau tektonik (Guéguen dan Palciauskas, 1994). Porositas batuan sedimen memiliki rentang yang sangat luas dari mendekati nol hingga lebih dari 0,50. Variasi porositas ini bergantung pada cara pembentukan batuan sedimen tersebut (akumulasi serpihan atau pengendapan kimiawi). Porositas awal dari sebuah batuan sedimen klastik tidak begitu bergantung pada ukuran partikel tapi lebih bergantung pada distribusi ukuran partikel. Sedimen kimiawi yang terbentuk sebagai akibat dari penguapan air laut (evaporit) umumnya memiliki porositas yang sangat rendah (10-3 ) (Guéguen dan Palciauskas, 1994). Secara umum sulit untuk mendapatkan nilai rata-rata atau rentang nilai rata-rata porositas untuk kelompok atau jenis batuan. Porositas batuan ini sebaiknya ditentukan untuk jenis batuan tertentu sesuai dengan daerah, formasi geologis, dan kedalamannya (Schön, 1996). II.4.2 Permeabilitas Batuan Permeabilitas ialah besaran fisika yang menggambarkan kemampuan batuan untuk melewatkan fluida. Nilai permeabilitas ini hanya bergantung pada struktur pori batuan (Dullien, 1979). Koefisien permeabilitas menghubungkan sebuah fluks (fluks fluida) dengan sebuah gaya (gradien tekanan fluida). Dalam kondisikondisi normal fluks fluida tersebut berbanding lurus terhadap gradien tekanan (Guéguen dan Palciauskas, 1994).

17 21 Pada tahun 1856 seorang insinyur berkebangsaan Perancis yang bernama Henry Darcy menemukan hubungan mendasar untuk mendefinisikan aliran laminer sebuah fluida viskos melalui sebuah batuan porous yang kemudian disebut hukum Darcy (Schön, 1996). Dalam sebuah medium porous permeabel yang dilalui sebuah fluida dalam arah +x hukum Darcy menyatakan bahwa (Guéguen dan Palciauskas, 1994): k dp q = II.30 µ dx dengan k ialah koefisien permeabilitas, µ ialah viskositas fluida, q ialah kecepatan Darcy, dan dp dx ialah gradien tekanan. Tanda negatif dalam hukum Darcy menunjukkan bahwa aliran bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah). Kecepatan Darcy ialah sebuah fluks volume dan bukanlah kecepatan fluida sebenarnya. Kecepatan Darcy (q) dari sebuah fluida didefinisikan sebagai volume fluida yang melewati sebuah penampang lintang dengan luas A yang tegak lurus terhadap sumbu x per satuan luas dan per satuan waktu. Karena itu hukum Darcy juga dapat dituliskan sebagai berikut: ka dp Q = µ dx II.31 dengan Q ialah debit aliran dan A ialah luas penampang lintang sampel. Ilustrasi dari besaran-besaran yang disebut di atas dapat dilihat pada Gambar II.5. Hukum Darcy ini mirip dengan hukum viskositas Newton, hukum kelistrikan Ohm, hukum konduksi panas Fourier, dan hukum difusi Fick (Dullien, 1979).

18 22 q sumbu + x Gambar II.5. Fluks volume dalam medium porous permeabel. A Kecepatan Darcy (q) dapat dikaitkan dengan kecepatan rata-rata fluida di dalam pori (v p ) melalui hukum Dupuit-Forchheimer sebagai berikut (Guéguen dan Palciauskas, 1994): q = v p ϕ II.32 Permeabilitas memiliki dimensi luas, karena itu sistem SI satuan permeabilitas ialah m 2. Dalam prakteknya lebih umum digunakan satuan darcy (D). Satu darcy dapat didefinisikan sebagai permeabilitas sebuah material yang memungkinkan fluks volume (q) sebesar 1 cm/s dari sebuah fluida yang memiliki viskositas 1cP (sentipoise) dengan gradien tekanan sebesar 1 atm/cm. Jadi 1 Darcy sama dengan 0,9869 x m 2 (Schön, 1996). Hukum Darcy secara akurat menjelaskan gerakan fluida dalam jangka panjang ketika kecepatan fluida sebenarnya tidak terlalu besar. Ketika kecepatan tersebut melewati sebuah nilai kritis, pendekatan yang diberikan pada persamaan II.30 tidak lagi akurat. Batas ini dapat ditentukan dengan menurunkan persamaanpersamaan dasar mekanika fluida. Untuk sebuah fluida viskos, hubungan stress dengan kecepatan diberikan sebagai (Guéguen dan Palciauskas, 1994): vi vk σ = + + ij p δ ij µ II.33 xk xi

19 23 Persamaan II.33 merupakan persamaan konstitutif untuk sebuah fluida viskos. Jika diasumsikan bahwa fluida tersebut tak termampatkan (incompressible) u artinya rapat massanya konstan, maka kecepatan v = (dengan u adalah t pergeseran posisi) memenuhi persamaan (Guéguen dan Palciauskas, 1994): v x k k = 0 II.34 u k vk karena tidak terjadi perubahan volume, = 0, menyiratkan bahwa = 0. x x Persamaan II.33 dan II.34 dapat digabungkan dengan persamaan kesetimbangan fundamental (Guéguen dan Palciauskas, 1994): k k σ x ij j + F i = 0 II.35 sehingga diperoleh persamaan Navier-Stokes (Guéguen dan Palciauskas, 1994): p x i 2 dvi + µ vi = ρ dt II.36 Komponen inersial dan Palciauskas, 1994): dv ρ i pada persamaan II.36 dapat diabaikan ketika (Guéguen dt dv 2 ρ << µ v II.37 dt

20 24 Jika l adalah panjang karakteristik, maka l/v ialah waktu karakteristik dan kedua nilai tersebut berturut-turut memiliki besar sebanding dengan v µ 2. Jadi syarat berikut (Guéguen dan Palciauskas, 1994): l v ρ dan l / v ρvl µ << 1 II.38 menyiratkan bahwa komponen dv ρ dapat diabaikan. Besaran dt ρvl µ ialah bilangan Reynolds (R e ). Nilai ρ dan µ ialah sifat-sifat fluida yang telah diketahui, dan panjang karakteristik (l) ditentukan oleh dimensi pori yang berperan sebagai saluran untuk gerakan fluida. Ketika R e << 1, komponen inersial pada persamaan II.34 dapat diabaikan dan persamaan Navier-Stokes disederhanakan menjadi (Guéguen dan Palciauskas, 1994): p µ 2 vi = II.39 x i Persamaan II.39 dapat dilihat sebagai sebuah hubungan antara kecepatan (atau fluks) dan gradien tekanan (gaya). Hukum Darcy sesuai dengan sebuah solusi linier yang mendekati solusi persamaan Navier-Stokes ketika R e << 1. Kondisi ini biasanya dipenuhi dalam medium porous (Guéguen dan Palciauskas, 1994). Pada R e >> 1 hukum Darcy tidak lagi dapat diterapkan. Tidak seperti yang diinterpretasikan oleh banyak pihak, hukum Darcy tidak dapat diterapkan pada nilai R e >> 1 bukan karena aliran fluida berubah menjadi turbulen. Hukum Darcy tidak berlaku ketika distorsi yang terjadi pada streamlines yang disebabkan oleh perubahan-perubahan arah gerakan menjadi cukup besar sehingga gaya-gaya inersial menjadi signifikan bila dibandingkan dengan gaya-gaya viskos.

21 25 Sementara turbulensi baru terjadi pada nilai bilangan Reynolds yang jauh lebih besar (Dullien, 1979). Dalam prinsipnya, pengukuran pada sebuah laju aliran tunak tunggal memungkinkan penghitungan permeabilitas menggunakan hukum Darcy. Namun biasanya terdapat kesalahan ekperimental yang cukup besar dalam pengukuranpengukuran ini. Karena itu dianjurkan melakukan perngukuran-pengukuran pada laju aliran yang berbeda-beda, menggambarkan kurva laju aliran terhadap tekanan, dan membandingkannya dengan sebuah garis lurus pada titik-titik data. Menurut hukum Darcy, garis ini harus melalui titik nol. Namun kadang-kadang sebaran titik-titik data mungkin menyebabkan garis lurus yang paling tepat tidak melalui titik nol. Jika titik-titik data tersebut tidak dapat didekati dengan sebuah garis lurus maka hukum Darcy tidak dipatuhi dan sistem tersebut harus diselidiki untuk menemukan penyebab penyimpangan tersebut (Dullien, 1979). Permeabilitas sebesar 1 darcy (1 D) dapat dianggap sebagai permeabilitas tinggi. Permeabilitas yang lebih tinggi daripada 1 D hanya ditemukan dalam gravels (10 3 D atau lebih) dan sandy gravels (10 D atau lebih besar). Pada umumnya nilai permeabilitas batuan sangat bervariasi dan bergantung pada sifat batuan. Secara umum batuan plutonik memiliki porositas dan permeabilitas yang sangat rendah (k < 10 µd). Di sisi lain batuan vulkanik biasanya memiliki porositas dan permeabilitas yang jauh lebih tinggi (k > 1 md). Batuan sedimen memiliki rentang permeabilitas yang sangat luas, dari nilai yang sangat rendah (sedimen argillaceous, k < 1 µd) hingga nilai yang jauh lebih tinggi (pasir, k 1 D). Permeabilitas batu pasir (sandstone) dan karbonat menarik lebih banyak perhatian karena kedua jenis batuan tersebut membentuk sebagian besar reservoar minyak bumi. Gambar II.6 memperlihatkan hasil pengukuran laboratorium pada berbagai material (Brace, 1980).

22 26 Gambar II.6. Pengukuran permeabilitas yang dilakukan di laboratorium. Tekanan hidrostatik < 10 Mpa, T = 25 C (Brace, 1980). II.5 Aliran Fluida di Dalam Pipa Selanjutnya akan ditinjau fluida viskos tak termampatkan yang mengalir secara laminer di dalam pipa kapiler berbentuk silinder. Dalam kasus ini diambil sumbu z sebagai sumbu simetri. Syarat batas yang diterapkan ialah u = 0 pada r = R sehingga nilai u r = u φ = 0. Persamaan kontinuitas untuk koordinat silinder diberikan oleh: 1 u = r r rϕ z ( ru ) + uϕ + u = 0 r z II.40 Dengan menerapkan syarat batas di atas, dengan = 0 dan uz = u z (r,φ) dan z dengan asumsi bahwa aliran fluida seluruhnya simetris terhadap sumbu z, maka u z

23 27 diperoleh: (r) u u z z = II.41 Persamaan Navier-Stokes untuk aliran tunak diberikan sebagai berikut: r p = 0 z p r = 1 0 II.42 + = r u r r r z p z µ 0 Persamaan Navier-Stokes di atas dapat dituliskan sebagai: = r u r r r z p z 1 1 µ II.43 Dengan mengintegrasi persamaan II.43 sebanyak dua kali diperoleh solusi umum sebagai: ( ) r C C r z p r u z ln = µ II.44 Karena nilai u z (r) harus berhingga pada r = 0 maka diperoleh C 2 = 0, dan dari syarat batas yang diberikan oleh persamaan II.41, dengan: ( ) 0 = R u z II.45

24 28 selanjutnya akan diperoleh: C 1 = 1 4µ p r z 2 II.46 Dengan memasukkan nilai-nilai di atas, persamaan II.44 menjadi: 2 2 p R r u z ( r) = 1 II.47 z 4 µ R Tanda minus pada persamaan di atas menunjukkan fluida mengalir sebagai akibat perbedaan tekanan. Pada r = 0 kecepatan aliran fluida maksimum: u z 2 p R = = II.48 z 4µ ( r 0) u z ( r = 0) = u 0 Dengan menggabungkan persamaan II.47 dan II.48 dihasilkan: 2 ( ) = 1 r u r u0 II.49 R Laju aliran volumetrik diberikan oleh: Q = R 0 u ( r) R 2 r 2π rdr = u0 1 2πrdr II.50 R 0

25 29 Selanjutnya integrasi persamaan II.50 menghasilkan: 1 Q πr 2 2 = u0 II.51 Pada akhirnya substitusi persamaan II.48 ke dalam persamaan II.51 menghasilkan: 4 πr p Q = 8µ z II.52 dengan p adalah beda tekanan antara kedua ujung pipa kapiler dan z adalah panjang pipa kapiler serta R adalah jari-jari pipa kapiler yang dilewati fluida. Dengan mengganti z dengan L e (panjang efektif saluran), maka persamaan II.52 dapat ditulis sebagai (Dullien, 1992): 4 πr p Q = 8µ L e II.53 Persamaan di atas disebut persamaan Hagen-Poiseuille. Persamaan ini memberikan gambaran yang baik tentang perilaku aliran fluida di dalam sebuah pipa kapiler. II.6 Model Permeabilitas Kozeny-Carman Banyak sekali pendekatan model yang telah dicoba untuk mewakili aliran fluida fase tunggal. Pendekatan model tersebut dapat dibagi ke dalam dua kelompok yang memiliki perbedaan-perbedaan yang mendasar. Pada kelompok pertama digunakan pendekatan aliran di dalam saluran, sementara pada kelompok kedua digunakan pendekatan aliran di sekeliling obyek-obyek padat yang berada di dalam fluida. Untuk porositas rendah dan menengah lebih tepat digunakan pendekatan aliran di dalam saluran, sementara untuk porositas yang sangat tinggi

26 30 pendekatan kedua lebih sesuai. Namun pada daerah di antara kedua nilai porositas tersebut tampaknya tidak ada pendekatan yang lebih tepat digunakan. Dalam kelompok pendekatan aliran di dalam saluran terdapat pendekatan sederhana yang dinamakan model permeabilitas geometris. Model permeabilitas geometris yang paling populer dinamakan model Kozeny-Carman (Dullien, 1979). Pendekatan Kozeny-Carman seringkali disebut teori radius hidrolik. Dalam teori Kozeny-Carman medium porous dianggap ekuivalen dengan sebuah saluran dengan penampang lintang berbentuk sangat kompleks tapi memiliki luas yang konstan. Gambar II.7. Rekahan sederhana. Gambar II.7 memperlihatkan skema aliran fluida di dalam rekahan sederhana. Jika L e adalah panjang saluran efektif, q adalah kecepatan Darcy, v p adalah kecepatan fluida di dalam pori, Q adalah debit fluida, serta a adalah luas saluran dan A adalah luas medium maka persamaan aliran fluida dapat dituliskan sebagai (Dullien, 1992): Q = qa = v a II.54 p

27 31 Sedangkan porositas rekahan pada gambar II.6 diperoleh dari persamaan (Dullien, 1992): al ϕ = e II.55 AL Substitusi persamaan II.54 ke dalam persamaan II.53 menghasilkan (Dullien, 1992): 4 πr p v pa = 8µ L e II.56 Sehingga diperoleh persamaan Hagen-Poiseuille untuk kecepatan aliran fluida di dalam pori (Dullien, 1992): 2 p D H v p = II.57 L e ko16µ dengan k o ialah faktor bentuk (shape factor) yang nilainya berkisar dari 2 hingga 3 bergantung pada bentuk penampang lintang pori seperti yang dapat dilihat dalam tabel II.1. Tabel II.1. Faktor bentuk penampang lintang (Schön, 1996). Bentuk penampang lintang k o Lingkaran 2,0 Elips, sumbu a dan b a/b = 2 2,13 a/b = 10 2,45 a/b = 50 2,96 Bujur sangkar 1,78 Persegi empat, sisi a dan b a/b = 2 1,94 a/b = 10 2,65 a/b = 3,0 Segitiga, sama sisi 1,67

28 32 Nilai D H yang merupakan diameter saluran didefinisikan sebagai (Dullien, 1992): D H Af = 4 atau K D H V pori = 4 II.58 S dengan A f ialah luas penampang lintang aliran, K ialah batas tepi pori yang terbasahi, V pori ialah volume pori, dan S ialah luas permukaan pori yang terbasahi. Persamaan II.57 dan persamaan II.30 diasumsikan memiliki memiliki hubungan sebagai berikut (Dullien, 1979): v p q Le = = v ϕ L DF Le L II.59 Faktor pembagian q dengan φ diperoleh melalui asumsi Dupuit-Forchheimer yang digunakan untuk mendefinisikan kecepatan rata-rata di dalam pori. Faktor v DF disebut kecepatan Dupuit-Forchheimer yang merupakan hasil pembagian antara q dengan φ. Faktor L e /L diajukan oleh Carman untuk mengoreksi persamaan awal Dupuit-Forchheimer supaya sesuai dengan fakta bahwa sebuah partikel fluida hipotetik yang digunakan dalam persamaan aliran makroskopis dan mengalir dengan kecepatan q, menempuh jalur dengan panjang L dalam waktu yang sama dengan sebuah partikel fluida nyata yang mengalir dengan kecepatan v p melalui jalur dengan panjang efektif rata-rata L e (Dullien, 1979).

29 33 Kombinasi persamaan II.30, II.57, dan II.59 memberikan hasil (Dullien, 1979): k CK 2 H ϕd = Le 16ko L 2 II.60 Persamaan ini merupakan bentuk persamaan permeabilitas dasar untuk seluruh model geometris. Perbedaannya untuk model geometris yang berbeda-beda ialah hanya dalam metode untuk menghitung diameter pori rata-rata dan dalam nilai yang digunakan untuk (Dullien, 1979). 2 Le ko yang merupakan fungsi dari geometri pori L Diameter hidrolik dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut (Dullien, 1979): 4ϕ D H = II.61 S o ( 1 ϕ) dengan S o ialah luas permukaan spesifik (specific surface area) yang dinyatakan sebagai rasio antara luas permukaan pori terhadap volume matriks batuan. Dengan menggabungkan persamaan II.60 dan II.61 diperoleh bentuk umum dari persamaan permeabilitas Kozeny-Carman (Dullien, 1979): k CK 3 ϕ = II.62 2 Le 2 2 ko ( 1 ϕ) So L dengan 2 L e biasanya disebut totuositas (τ). L

30 34 II.7 Perkembangan Metode Automata Gas Kisi (Lattice Gas Automata) II.7.1 Seluler Automata Seluler automata merupakan istilah dalam bidang biologi yang merujuk pada sebuah pemodelan yang menggambarkan suatu sistem yang terdiri atas sekumpulan sel yang dapat mengalami perubahan sesuai dengan keterbatasan yang dimilikinya. Sistem seluler automata adalah sekumpulan sel yang masingmasing dapat mengalami perubahan keadaan seiring dengan perubahan waktu. Transisi dari suatu keadaan ke keadaan lainnya terjadi sesuai dengan aturan-aturan tertentu yang disebut aturan transisi. Selama masa transisi tiap sel memiliki kemungkinan untuk berubah. Keadaan baru masing-masing sel bergantung pada keadaan sel-sel tetangganya. Ide awal seluler automata ini pertama kali disampaikan oleh John von Neumann dan Stanislaw Ulam pada tahun 1940-an. Pada awalnya von Neumann melakukan sebuah penelitian dalam bidang biologi untuk mensimulasikan bagaimana sebuah mikroorganisme dapat berkembang biak dan mempertahankan populasinya sampai pada jumlah yang memungkinkan populasi mikroorganisme ini bertahan hidup. Namun sekarang seluler automata tidak hanya diterapkan dalam bidang biologi tapi juga dalam bidang fisika dan komputasi. Dahulu sistem seluler automata memanfaatkan sel-sel yang berbentuk bujur sangkar sebagai representasi dari sel-sel tersebut ketika berkembang dan bergerak. Setiap bujur sangkar diberi nilai-nilai tertentu sebagai status keadaan yang berpengaruh pada status keadaan sel-sel tersebut ketika selanjutnya mengalami evolusi menurut aturan yang telah diterapkan pada sel-sel tersebut. II.7.2 Automata Gas Kisi (LGA) Automata Gas Kisi ialah sebuah sistem yang terdiri dari sekumpulan partikel gas yang dibebaskan bergerak dengan kecepatan diskrit dari satu kedudukan ke

31 35 kedudukan lain di dalam ruang yang memiliki geometri teratur tertentu. Automata Gas Kisi merupakan variasi dari sistem seluler automata yang menggunakan kisi sebagai mediumnya. Partikel-partikel gas tersebut berevolusi dengan sendirinya sesuai dengan aturan-aturan yang dikenakan padanya. Setiap satu satuan evolusi, partikel-partikel tersebut mengalami dua proses. Dalam proses pertama partikelpartikel bergerak dengan arah sesuai dengan kecepatan yang dimilikinya. Dalam proses kedua terjadi tumbukan antar partikel dengan kecepatan-kecepatan tertentu. Dalam setiap kedudukan tidak diperbolehkan adanya penumpukan kecepatan yang sama. Hukum kekekalan massa dan momentum harus berlaku dalam LGA. Perubahan momentum dapat terjadi pada setiap partikel ketika terjadi tumbukan antar partikel. Meskipun dalam setiap tumbukan terjadi perubahan momentum, kekekalan massa total dan momentum total harus tetap dipertahankan. Dengan kata lain massa total dan momentum total sebelum dan sesudah tumbukan harus sama. II.7.3 Model Frisch-Hasslacher-Pomeau (FHP) Model FHP diperkenalkan oleh Uriel Frisch, Brosl Hasslacher, dan Yves Pomeau pada tahun Model ini merupakan pengembangan dari model HPP yang diperkenalkan oleh Jean Hardy, Olivier de Pazzis, dan Yves Pomeau pada tahun Model HPP menggunakan kisi bujur sangkar sementara model FHP menggunakan kisi segitiga sama sisi. Model FPP terdiri dari partikel-partikel yang bergerak dari satu sel ke sel lain dalam kisi segitiga. Dalam kisi segitiga setiap partikel memiliki enam kemungkinan arah kecepatan. Hal ini dikenal sebagai simetri heksagonal. Penggunaan segitiga sama sisi dalam model ini ternyata tidak hanya dapat memodelkan sistem yang bersifat anisotropik tetapi juga sangat memadai jika diterapkan dalam sistem yang bersifat isotropik. Bentuk segitiga sama sisi jika disusun dalam jumlah banyak akan memiliki susunan heksagonal seperti diperlihatkan pada Gambar II.8. Setiap titik perpotongan garis akan menghasilkan

32 36 kecepatan yang diperbolehkan dimiliki setiap partikel yaitu sebanyak enam kecepatan. Gambar II.8. Kisi segitiga sama sisi. Beberapa contoh tumbukan partikel sederhana yang terjadi dalam sistem Automata Gas Kisi diberikan pada Gambar II.9. Gambar tersebut memperlihatkan peristiwa sebelum dan sesudah tumbukan antar partikel di dalam kisi segitiga sama sisi yang disertai dengan perubahan arah kecepatan. Gambar II.9. Contoh tumbukan sederhana (Rothman dan Zaleski, 1997). Persamaan hidrodinamika aliran fluida dari sistem banyak partikel dengan menggunakan metode Automata Gas Kisi dituliskan secara matematis sebagai berikut (Rothman dan Zaleski, 1997): n ( x c, t + 1) = n ( x, t) + [ n ( x t) ] + II.63 i i i i,

33 37 Dalam persamaan di atas t merupakan integer. Nilai n = (n 1, n 2,, n 6 ) ialah besaran Boolean yang menunjukkan keberadaan (n i = 1) atau ketidakadaan (n i = 0) partikel yang bergerak dari sebuah lokasi kisi yang terletak pada posisi x ke lokasi bertetangga yang terletak pada posisi x + c i. Operator delta ( ) ialah operator tumbukan yang menggambarkan perubahan nilai n i (x,t) akibat tumbukan. Operator tumbukan ini dapat memiliki nilai 0, 1, atau -1. Nilai ini merupakan hasil penjumlahan besaran-besaran dalam ekspresi boolean untuk setiap tumbukan tertentu yang mungkin terjadi. Jika tidak terdapat perubahan jumlah partikel dalam arah i akibat peristiwa tumbukan, yaitu jumlah partikel sebelum dan sesudah tumbukan sama maka nilai i = 1. Partikel bergerak dari posisi x ke posisi x+c i, dengan kecepatan satu satuan kecepatan dan arah yang diberikan oleh (Rothman dan Zaleski, 1997): c i 2πi 2πi = cos,sin 6 6 II.64 dengan i = 1, 2, 3, 4, 5, 6. Selain memiliki enam keadaan arah kecepatan, partikel tersebut juga memiliki kemungkinan berperilaku sebagai partikel diam (rest mass). Pada saat bergerak atau terjadi tumbukan dalam medium, partikel-partikel harus memenuhi hukum kekekalan massa yang diberikan oleh (Rothman dan Zaleski, 1997): ( ) = 0 n II.65 i serta harus memenuhi hukum kekekalan momentum yang diberikan oleh (Rothman dan Zaleski, 1997): i ( n) = 0 c II.66 i i

34 38 Dengan menggunakan persamaan II.63, persamaan mikrodinamik untuk seluruh arah i yang menyatakan hukum kekekalan massa diberikan oleh (Rothman dan Zaleski, 1997): ( x c t + 1) n ( x t) ni + i, = i, II.67 i i Dengan mengalikan persamaan II.67 dengan persamaan II.64 maka hukum kekekalan momentum akan diperoleh melalui persamaan (Rothman dan Zaleski, 1997): ( x + c t + 1) c n ( x t) ini i = i c,, II.68 i i i Persamaan II.67 dan II.68 merupakan persamaan kesetimbangan massa dan momentum mikroskopik dalam sistem gas kisi yang menggambarkan evolusi massa dan momentum di dalam medan Boolean. Setiap tumbukan selalu menghasilkan konfigurasi-konfigurasi tumbukan yang beragam. Sebuah momentum total yang sama dapat mengandung lebih dari satu konfigurasi dengan probabilitas kemunculan yang sama. II.7.4 Aturan Model FHP Dalam Automata Gas Kisi setiap partikel saling berinteraksi dalam kisi heksagonal dengan mengikuti aturan-aturan kisi yang telah ditetapkan sebelumnya. Partikel-partikel tersebut ditempatkan dalam kisi heksagonal dan bergerak dengan laju yang sama namun dengan arah yang berbeda-beda. Kecepatan partikel ini telah dibuat sedemikian rupa sehingga setiap partikel hanya memiliki kecepatan tertentu saja. Gambar II.10 memperlihatkan contoh pergerakan partikel-partikel ketika berevolusi dalam sebuah sistem gas kisi. Masing-masing anak panah mewakili satu satuan massa partikel yang bergerak dengan satu satuan kecepatan (satu momentum) dalam enam kemungkinan arah yang diberikan oleh kisi.

35 39 a b c Gambar II.10. Contoh pergerakan partikel dalam LGA (Rothman dan Zaleski, 1997). Gambar II.10a menggambarkan kondisi awal sebuah sistem gas kisi. Terdapat enam arah yang dapat ditempuh oleh sebuah partikel bergerak. Dalam setiap titik kedudukan kisi paling banyak hanya boleh terdapat tujuh partikel yaitu enam partikel yang bergerak ke enam arah dan satu partikel diam. Aturan gerak yang diterapkan pada setiap partikel cukup sederhana. Pertama partikel-partikel tersebut disiapkan untuk bergerak sesuai dengan kecepatan yang dimilikinya. Pada setiap arah tidak diperbolehkan adanya penumpukan kecepatan (pada setiap arah hanya boleh terdapat satu kecepatan). Selanjutnya partikel tersebut berpindah ke kedudukan terdekat dan mengalami tumbukan dengan partikel lain yang pada saat yang sama bergerak ke tempat yang sama (Gambar II.10b). Tumbukan yang terjadi dibuat sedemikian rupa sehingga hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum tetap dipenuhi. Pada saat tumbukan partikel tersebut dibiarkan berevolusi sesuai dengan aturan yang diterapkan sehingga dapat terjadi perubahan arah kecepatan (Gambar II.10c). Dalam kisi segitiga kecepatan setiap partikel diskrit, artinya setiap partikel hanya memiliki dua tingkat kecepatan yaitu sebesar satu satuan kecepatan (unit speed) dan kecepatan nol (partikel diam / rest mass). Walaupun tidak sempurna dua tingkat kecepatan ini cukup untuk mensimulasikan aliran fluida.

36 40 Pada saat partikel betemu dengan rintangan diam partikel tersebut akan dipantulkan kembali dengan arah kecepatan yang berlawanan dengan kecepatan awal. Proses tumbukan ini diperlihatkan pada Gambar II.11. Asumsi yang digunakan dalam proses tumbukan pada rintangan ialah dengan menganggap rintangan merupakan kumpulan partikel yang berbentuk dan bermassa sama dengan partikel penumbuk. Dengan kata lain tumbukan yang terjadi ialah tumbukan antara partikel dengan salah satu partikel dinding rintangan. sebelum tumbukan setelah tumbukan Gambar II.11. Tumbukan partikel dengan dinding perintang. Kemungkinan tumbukan terakhir ialah tumbukan antara partikel penumbuk dengan partikel diam. Proses tumbukannya diperlihatkan pada Gambar II.12. Tumbukan yang terjadi harus tetap memenuhi hukum kekekalan massa dan momentum. Dengan cara ini aliran fluida dapat dimodelkan tanpa harus menyelesaikan persamaan hidrodinamika untuk memperoleh solusi analitik. sebelum tumbukan setelah tumbukan Gambar II.12. Tumbukan partikel penumbuk dengan partikel diam (Rothman dan Zaleski, 1997).

KAJIAN PEMODELAN FISIS, AUTOMATA GAS KISI, DAN ANALITIS ALIRAN GLISERIN TESIS. ADITYA SEBASTIAN ANDREAS NIM: Program Studi Fisika

KAJIAN PEMODELAN FISIS, AUTOMATA GAS KISI, DAN ANALITIS ALIRAN GLISERIN TESIS. ADITYA SEBASTIAN ANDREAS NIM: Program Studi Fisika KAJIAN PEMODELAN FISIS, AUTOMATA GAS KISI, DAN ANALITIS ALIRAN GLISERIN TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh ADITYA SEBASTIAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batuan Sedimen Batuan Sedimen adalah salah satu kelompok utama dari batuan di muka bumi. Batuan ini sering membentuk reservoir berpori dan permeabel pada cekungan sedimen dengan

Lebih terperinci

Bab IV Analisis dan Diskusi

Bab IV Analisis dan Diskusi Bab IV Analisis dan Diskusi IV.1 Hasil Perhitungan Permeabilitas Pemodelan Fisis Data yang diperoleh dari kelima model fisis saluran diolah dengan menggunakan hukum Darcy seperti tertulis pada persamaan

Lebih terperinci

Batuan berpori merupakan media dengan struktur fisik yang tersusun atas bahan

Batuan berpori merupakan media dengan struktur fisik yang tersusun atas bahan BAB II TEORI DASAR.1 Batuan Berpori Batuan berpori merupakan media dengan struktur fisik yang tersusun atas bahan padat (matriks) dan rongga-rongga kosong (pori). Pada batuan, bagian pori inilah yang terisi

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Di dalam ilmu kebumian, permeabilitas (biasanya bersimbol κ atau k)

BAB II TEORI DASAR. Di dalam ilmu kebumian, permeabilitas (biasanya bersimbol κ atau k) BAB II TEORI DASAR.1 Permeabilitas Di dalam ilmu kebumian, permeabilitas (biasanya bersimbol κ atau k) merupakan kemampuan suatu material (khususnya batuan) untuk melewatkan fluida. Besaran ini dapat diperoleh

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut :

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut : 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan dalam menyusun karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi sistem koordinat silinder, aliran fluida pada pipa lurus, persamaan

Lebih terperinci

FISIKA DASR MAKALAH HUKUM STOKES

FISIKA DASR MAKALAH HUKUM STOKES FISIKA DASR MAKALAH HUKUM STOKES DISUSUN OLEH Astiya Luxfi Rahmawati 26020115120033 Ajeng Rusmaharani 26020115120034 Annisa Rahma Firdaus 26020115120035 Eko W.P.Tampubolon 26020115120036 Eva Widayanti

Lebih terperinci

Aliran Fluida. Konsep Dasar

Aliran Fluida. Konsep Dasar Aliran Fluida Aliran fluida dapat diaktegorikan:. Aliran laminar Aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan lapisan, atau lamina lamina dengan satu lapisan meluncur secara lancar. Dalam aliran laminar

Lebih terperinci

Pengantar Oseanografi V

Pengantar Oseanografi V Pengantar Oseanografi V Hidro : cairan Dinamik : gerakan Hidrodinamika : studi tentang mekanika fluida yang secara teoritis berdasarkan konsep massa elemen fluida or ilmu yg berhubungan dengan gerak liquid

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP FENOMENA PERPINDAHAN LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum Perpindahan Energy (Panas) Neraca

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa ALIRAN STEDY MELALUI SISTEM PIPA Persamaan kontinuitas Persamaan Bernoulli

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT  JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP FENOMENA PERPINDAHAN LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com luqmanbuchori@undip.ac.id JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum Perpindahan

Lebih terperinci

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut: Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos (μ/l) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN LANJUT

FENOMENA PERPINDAHAN LANJUT FENOMENA PERPINDAHAN LANJUT LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com DR. M. DJAENI, ST, MEng JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antarmolekul

Lebih terperinci

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA 13321070 4 Konsep Dasar Mekanika Fluida Fluida adalah zat yang berdeformasi terus menerus selama dipengaruhi oleh suatutegangan geser.mekanika fluida disiplin ilmu

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

MEKANIKA FLUIDA A. Statika Fluida

MEKANIKA FLUIDA A. Statika Fluida MEKANIKA FLUIDA Fluida atau zat alir adalah zat yang dapat mengalir. Zat cair dan gas adalah fluida, jelas bahwa bukan benda tegar, sebab jarak antara dua partikel di dalam fluida tidaklah tetap. Molekul-molekul

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

8. FLUIDA. Materi Kuliah. Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

8. FLUIDA. Materi Kuliah. Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya 8. FLUIDA Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Tegangan Permukaan Viskositas Fluida Mengalir Kontinuitas Persamaan Bernouli Materi Kuliah 1 Tegangan Permukaan Gaya tarik

Lebih terperinci

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02 MODUL PERKULIAHAN Perpindahan Panas Secara Konduksi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Teknik Teknik Mesin 02 13029 Abstract Salah satu mekanisme perpindahan panas adalah perpindahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Fluida Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul

Lebih terperinci

MEKANIKA FLUIDA I HMKK 325. Dr. Aqli Mursadin Rachmat Subagyo, MT

MEKANIKA FLUIDA I HMKK 325. Dr. Aqli Mursadin Rachmat Subagyo, MT MEKANIKA FLUIDA I HMKK 325 Dr. Aqli Mursadin Rachmat Subagyo, MT FLUIDA SEBAGAI KONTINUM Dalam membahas hubungan-hubungan aliran fluida secara matematik atau analitik, perlu diperhatikan bahwa struktur

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. IV, No. 1 (2014), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. IV, No. 1 (2014), Hal ISSN : Simulasi Profil Aliran Fluida Pada Media Berpori Menggunakan Metode Lattice Boltzman Model BGK D2Q9 Latifah Maesaroh 1*), Yudha Arman 1), Yoga Satria Putra 1) 1) Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

Fluida atau zat alir adalah zat yang dapat mengalir. Zat cair dan gas adalah fluida. Karena jarak antara dua partikel di dalam fluida tidaklah tetap.

Fluida atau zat alir adalah zat yang dapat mengalir. Zat cair dan gas adalah fluida. Karena jarak antara dua partikel di dalam fluida tidaklah tetap. Fluida Fluida atau zat alir adalah zat yang dapat mengalir. Zat cair dan gas adalah fluida. Karena jarak antara dua partikel di dalam fluida tidaklah tetap. Molekul-moleku1di dalam fluida mempunyai kebebasan

Lebih terperinci

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI Aliran Viscous Berdasarkan gambar 1 dan, aitu aliran fluida pada pelat rata, gaa viscous dijelaskan dengan tegangan geser τ diantara lapisan fluida dengan rumus: du τ µ

Lebih terperinci

Pertemuan 1 PENDAHULUAN Konsep Mekanika Fluida dan Hidrolika

Pertemuan 1 PENDAHULUAN Konsep Mekanika Fluida dan Hidrolika Pertemuan 1 PENDAHULUAN Konsep Mekanika Fluida dan Hidrolika OLEH : ENUNG, ST.,M.Eng JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2011 1 SILABUS PERTEMUAN MATERI METODE I -PENDAHULUAN -DEFINISI FLUIDA

Lebih terperinci

Analisa Pola dan Sifat Aliran Fluida dengan Pemodelan Fisis dan Metode Automata Gas Kisi

Analisa Pola dan Sifat Aliran Fluida dengan Pemodelan Fisis dan Metode Automata Gas Kisi Analisa Pola dan Sifat Aliran Fluida dengan Pemodelan Fisis dan Metode Automata Gas Kisi Simon Sadok Siregar 1), Suryajaya 1), dan Muliawati 2) Abstract: This research is conducted by using physical model

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. yang cukup banyak mendapatkan perhatian adalah porositas yang

BAB II TEORI DASAR. yang cukup banyak mendapatkan perhatian adalah porositas yang BAB II TEORI DASAR 2.1 Besaran-besaran Fisis Batuan Sifat fisis struktur makro dari batuan dipengaruhi oleh bentuk struktur mikro batuan tersebut [Palciauskas et al., 1994]. Dua buah besaran fisis yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan

Lebih terperinci

Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton

Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton III.1 Stress dan Strain Salah satu hal yang penting dalam pengkonstruksian model proses deformasi suatu fluida adalah

Lebih terperinci

BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA. beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada

BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA. beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA.1 Sifat-Sifat Fluida Fluida merupakan suatu zat yang berupa cairan dan gas. Fluida memiliki beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1. KLASIFIKASI FLUIDA Fluida dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, tetapi secara garis besar fluida dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu :.1.1 Fluida Newtonian

Lebih terperinci

FLUIDA. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia

FLUIDA. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia FLUIDA Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia FLUIDA Fluida merupakan sesuatu yang dapat mengalir sehingga sering disebut sebagai zat alir. Fasa zat cair dan gas termasuk ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Elemen Meteorologi Untuk Irigasi. tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Elemen Meteorologi Untuk Irigasi. tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaruh Elemen Meteorologi Untuk Irigasi Sosrodarsono, (1978) dalam perencanaan saluran irigasi harus memperhatikan beberapa aspek yang mempengaruhi proses irigasi diantaranya

Lebih terperinci

PENENTUAN VISKOSITAS ZAT CAIR

PENENTUAN VISKOSITAS ZAT CAIR PENENTUAN VISKOSITAS ZAT CAIR A. Judul Percobaan : PENENTUAN VISKOSITAS ZAT CAIR B. Prinsip Percobaan Mengalirkan cairan pipa ke dalam pipa kapiler dari Viskometer Oswald dengan mencatat waktunya. C. Tujuan

Lebih terperinci

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 P A R A M I T A V E G A A. T R I S N A W A T I Y U L I N D R A E K A D E F I A N A M U F T I R I Z K A F A D I L L A H S I T I R U K A Y A H FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

HIDRODINAMIKA BAB I PENDAHULUAN

HIDRODINAMIKA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinematika adalah tinjauan gerak partikel zat cair tanpa memperhatikan gaya yang menyebabkan gerak tersebut. Kinematika mempelajari kecepatan disetiap titik dalam medan

Lebih terperinci

ALIRAN FLUIDA. Kode Mata Kuliah : Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng

ALIRAN FLUIDA. Kode Mata Kuliah : Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng ALIRAN FLUIDA Kode Mata Kuliah : 2035530 Bobot : 3 SKS Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng Apa yang kalian lihat?? Definisi Fluida Definisi yang lebih tepat untuk membedakan zat

Lebih terperinci

1/24 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) FLUIDA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

1/24 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) FLUIDA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/24 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) FLUIDA Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Pendahuluan Dalam bagian ini kita mengkhususkan diri pada materi

Lebih terperinci

BAB II SIFAT-SIFAT ZAT CAIR

BAB II SIFAT-SIFAT ZAT CAIR BAB II SIFAT-SIFAT ZAT CAIR Tujuan Intruksional Umum (TIU) Mahasiswa diharapkan dapat merencanakan suatu bangunan air berdasarkan konsep mekanika fluida, teori hidrostatika dan hidrodinamika. Tujuan Intruksional

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Analisis Elektrohidrodinamik Analisis elektrohidrodinamik dimulai dengan mengevaluasi medan listrik dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik

Lebih terperinci

2015 ANALISIS SEDIMEN DASAR (BED LOAD) DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA PADA SUNGAI CIKAPUNDUNG BANDUNG, JAWA BARAT INDONESIA

2015 ANALISIS SEDIMEN DASAR (BED LOAD) DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA PADA SUNGAI CIKAPUNDUNG BANDUNG, JAWA BARAT INDONESIA DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Identifikasi

Lebih terperinci

I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.Eng. MEKANIKA FLUIDA

I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.Eng. MEKANIKA FLUIDA I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.Eng. MEKANIKA FLUIDA DEFINISI Mekanika fluida gabungan antara hidraulika eksperimen dan hidrodinamika klasik Hidraulika dibagi 2 : Hidrostatika Hidrodinamika PERKEMBANGAN HIDRAULIKA

Lebih terperinci

INFORMASI PENTING. m e = 9, kg Besar muatan electron. Massa electron. e = 1, C Bilangan Avogadro

INFORMASI PENTING. m e = 9, kg Besar muatan electron. Massa electron. e = 1, C Bilangan Avogadro PETUNJUK UMUM 1. Tuliskan NAMA dan ID peserta di setiap lembar jawaban dan lembar kerja. 2. Tuliskan jawaban akhir di kotak yang disediakan untuk di lembar Jawaban. Lembar kerja dapat digunakan untuk melakukan

Lebih terperinci

MEKANIKA FLUIDA CONTOH TERAPAN DIBIDANG FARMASI DAN KESEHATAN?

MEKANIKA FLUIDA CONTOH TERAPAN DIBIDANG FARMASI DAN KESEHATAN? MEKANIKA FLUIDA DISIPLIN ILMU YANG MERUPAKAN BAGIAN DARI BIDANG MEKANIKA TERAPAN YANG MENGKAJI PERILAKU DARI ZAT-ZAT CAIR DAN GAS DALAM KEADAAN DIAM ATAUPUN BERGERAK. CONTOH TERAPAN DIBIDANG FARMASI DAN

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menentukan solusi persamaan gerak jatuh bebas berdasarkan pendekatan

Lebih terperinci

Tegangan Permukaan. Fenomena Permukaan FLUIDA 2 TEP-FTP UB. Beberapa topik tegangan permukaan

Tegangan Permukaan. Fenomena Permukaan FLUIDA 2 TEP-FTP UB. Beberapa topik tegangan permukaan Materi Kuliah: - Tegangan Permukaan - Fluida Mengalir - Kontinuitas - Persamaan Bernouli - Viskositas Beberapa topik tegangan permukaan Fenomena permukaan sangat mempengaruhi : Penetrasi melalui membran

Lebih terperinci

2. FLUIDA STATIS (FLUID AT REST)

2. FLUIDA STATIS (FLUID AT REST) 2. FLUIDA STATIS (FLUID AT REST) 2.1. PENGERTIAN DASAR Fluida Statis secara prinsip diartikan sebagai situasi dimana antar molekul tidak ada perbedaan kecepatan. Hal ini dapat terjadi dalam keadaan (1)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) pertama kali muncul pada tahun 1858 ketika minyak mentah ditemukan oleh Edwin L. Drake di Titusville (IATMI SM STT MIGAS

Lebih terperinci

BAB 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Dasar

BAB 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Dasar BAB 2 Landasan Teori Objek yang diamati pada permasalahan ini adalah lapisan fluida tipis, yaitu akan dilihat perubahan ketebalan dari lapisan fluida tipis tersebut dengan adanya penambahan surfaktan ke

Lebih terperinci

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel Konsep Aliran Fluida Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel Hal-hal yang diperhatikan : Sifat Fisis Fluida : Tekanan, Temperatur, Masa

Lebih terperinci

PERTEMUAN III HIDROSTATISTIKA

PERTEMUAN III HIDROSTATISTIKA PERTEMUAN III HIDROSTATISTIKA Pengenalan Statika Fluida (Hidrostatik) Hidrostatika adalah ilmu yang mempelajari perilaku zat cair dalam keadaan diam. Konsep Tekanan Tekanan : jumlah gaya tiap satuan luas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hukum Kekekalan Massa Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov- Lavoiser adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan

Lebih terperinci

Materi Kuliah: - Tegangan Permukaan - Fluida Mengalir - Kontinuitas - Persamaan Bernouli - Viskositas

Materi Kuliah: - Tegangan Permukaan - Fluida Mengalir - Kontinuitas - Persamaan Bernouli - Viskositas Materi Kuliah: - Tegangan Permukaan - Fluida Mengalir - Kontinuitas - Persamaan Bernouli - Viskositas Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Beberapa topik tegangan permukaan

Lebih terperinci

Klasisifikasi Aliran:

Klasisifikasi Aliran: Klasisifikasi Aliran: 1) Aliran Invisid dan Viskos 2) Aliran kompresibel dan tak kompresible 3) Aliran laminer dan turbulen 4) Aliran steady dan unsteady 5) Aliran seragam dan tak seragam 6) Aliran satu,

Lebih terperinci

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

Aliran Turbulen (Turbulent Flow) Aliran Turbulen (Turbulent Flow) A. Laminer dan Turbulen Laminer adalah aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikelpartikel fluidanya sejajar dan garis-garis arusnya halus. Dalam aliran laminer,

Lebih terperinci

Rheologi. Stress DEFORMASI BAHAN 9/26/2012. Klasifikasi Rheologi

Rheologi. Stress DEFORMASI BAHAN 9/26/2012. Klasifikasi Rheologi Rheologi Sifat-sifat rheologi didefinisikan sebagai sifat mekanik yang menghasilkan deformasi dan aliran bahan yang disebabkan karena adanya stress/gaya Klasifikasi Rheologi Stress DEFORMASI BAHAN 1 Stress

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bisa mengalami perubahan bentuk secara kontinyu atau terus-menerus bila terkena

BAB II LANDASAN TEORI. bisa mengalami perubahan bentuk secara kontinyu atau terus-menerus bila terkena BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Mekanika Fluida Mekanika fluida adalah subdisiplin dari mekanika kontinyu yang mempelajari tentang fluida (dapat berupa cairan dan gas). Fluida sendiri merupakan zat yang bisa

Lebih terperinci

FISIKA FLUIDA YUSRON SUGIARTO, STP, MP, MSc yusronsugiarto.lecture.ub.ac.id. Didit kelas D: Arga kelas G:

FISIKA FLUIDA YUSRON SUGIARTO, STP, MP, MSc yusronsugiarto.lecture.ub.ac.id. Didit kelas D: Arga kelas G: FISIKA FLUIDA YUSRON SUGIARTO, STP, MP, MSc yusronsugiarto.lecture.ub.ac.id Didit kelas D: 08574577471 Arga kelas G: 085694788741 Fluida Mengalir MENU HARI INI Kontinuitas Persamaan Bernouli Viskositas

Lebih terperinci

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN SKS : 3 HIROLIKA Oleh : Acep Hidayat,ST,MT. Jurusan Teknik Perencanaan Fakultas Teknik Perencanaan dan Desain Universitas Mercu Buana Jakarta 2011 MODUL 12 HUKUM KONTINUITAS

Lebih terperinci

FLUIDA DINAMIS. 1. PERSAMAAN KONTINUITAS Q = A 1.V 1 = A 2.V 2 = konstanta

FLUIDA DINAMIS. 1. PERSAMAAN KONTINUITAS Q = A 1.V 1 = A 2.V 2 = konstanta FLUIDA DINAMIS Ada tiga persamaan dasar dalam hidraulika, yaitu persamaan kontinuitas energi dan momentum. Untuk aliran mantap dan satu dimensi persamaan energi dapat disederhanakan menjadi persamaan Bernoulli

Lebih terperinci

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber:

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber: Bab II Pemodelan Bab ini berisi tentang penyusunan model untuk menjelaskan proses penyebaran konsentrasi oksigen di jaringan. Penyusunan model ini meliputi tinjauan fisis pembuluh kapiler, pemodelan daerah

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

MEKANIKA TANAH (CIV -205) MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE Klasifikasi tanah metode USDA Klasifikasi tanah metode AASHTO Klasifikasi tanah metode USCS Siklus HIDROLOGI AIR TANAH DEFINISI : air yang terdapat di bawah permukaan

Lebih terperinci

BAB V KINEMATIKA FLUIDA

BAB V KINEMATIKA FLUIDA BAB V KINEMATIKA FLUIDA Tujuan Intruksional Umum (TIU) Mahasiswa diharapkan dapat merencanakan suatu bangunan air berdasarkan konsep mekanika fluida, teori hidrostatika dan hidrodinamika. Tujuan Intruksional

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR PERMODELAN RESERVOIR PANAS BUMI. Sistem hidrotermal magma terdiri dari dua bagian utama yaitu ruang magma dan

BAB II KONSEP DASAR PERMODELAN RESERVOIR PANAS BUMI. Sistem hidrotermal magma terdiri dari dua bagian utama yaitu ruang magma dan BAB II KONSEP DASAR PERMODELAN RESERVOIR PANAS BUMI Sistem hidrotermal magma terdiri dari dua bagian utama yaitu ruang magma dan reservoir fluida. Ruang magma merupakan sumber massa dan energi untuk reservoir

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh III PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas penggunaan metode perturbasi homotopi untuk menyelesaikan suatu masalah taklinear. Metode ini digunakan untuk menyelesaikan model Sisko dalam masalah aliran

Lebih terperinci

TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA

TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan pernyataan BENAR atau SALAH. Jika jawaban anda BENAR, pilihlah alasannya yang cocok dengan jawaban anda. Begitu pula jika

Lebih terperinci

BAB II PERAMBATAN GELOMBANG SEISMIK

BAB II PERAMBATAN GELOMBANG SEISMIK BAB II PERAMBATAN GELOMBANG SEISMIK.1 Teori Perambatan Gelombang Seismik Metode seismik adalah sebuah metode yang memanfaatkan perambatan gelombang elastik dengan bumi sebagai medium rambatnya. Perambatan

Lebih terperinci

Transmisi Bunyi di Dalam Pipa

Transmisi Bunyi di Dalam Pipa Transmisi Bunyi di Dalam Pipa Didalam Bab 4.1 telah dijelaskan bahwa gelombang suara di dalam fluida tidak dipengaruhi oleh permukaan luarnya yang sejajar dengan arah suara propagasi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi II.1 Gambaran Umum Model Pada bab ini, kita akan merumuskan model matematika dari masalah ketidakstabilan lapisan fluida tipis yang bergerak

Lebih terperinci

matematis dari tegangan ( σ σ = F A

matematis dari tegangan ( σ σ = F A TEORI PERAMBATAN GELOMBANG SEISMIk Gelombang seismik merupakan gelombang yang merambat melalui bumi. Perambatan gelombang ini bergantung pada sifat elastisitas batuan. Gelombang seismik dapat ditimbulkan

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

Definisi dan Sifat Fluida

Definisi dan Sifat Fluida TKS 4005 HIDROLIKA DASAR / 2 sks Definisi dan Sifat Fluida Ir. Suroso, M.Eng., Dipl.HE Dr. Eng. Alwafi Pujiraharjo Department University of Brawijaya Apakah Fluida itu? Bandingkan antara zat padat dan

Lebih terperinci

Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure)

Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure) Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure) Disiapkan oleh: Bimastyaji Surya Ramadan ST MT Team Teaching: Ir. Chandra Hassan Dip.HE, M.Sc Pengantar Fluida Hidrolika Hidraulika merupakan satu topik

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D

Bab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D Bab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D Pada bab ini akan dibahas model matematika yang dipakai adalah sebuah model injeksi bahan kimia satu dimensi untuk menghitung perolehan minyak sebagai

Lebih terperinci

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah Fluida adalah zat aliar, atau dengan kata lain zat yang dapat mengalir. Ilmu yang mempelajari tentang fluida adalah mekanika fluida. Fluida ada 2 macam : cairan dan gas. Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK MODUL PRAKTIKUM NAMA PEMBIMBING NAMA MAHASISWA : MASSA JENIS DAN VISKOSITAS : RISPIANDI,ST.MT : SIFA FUZI ALLAWIYAH TANGGAL PRAKTEK : 25 September 2013 TANGGAL PENYERAHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

VI. Teori Kinetika Gas

VI. Teori Kinetika Gas VI. Teori Kinetika Gas 6.1. Pendahuluan dan Asumsi Dasar Subyek termodinamika berkaitan dengan kesimpulan yang dapat ditarik dari hukum-hukum eksperimen tertentu, dan memanfaatkan kesimpulan ini untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perusahaan Daerah Air Minum Perusahaaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan perusahaan milik daerah yang bergerak di bidang pengolahan dan perindustrian air bersih bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinamika fluida adalah salah satu disiplin ilmu yang mengkaji perilaku dari zat cair dan gas dalam keadaan diam ataupun bergerak dan interaksinya dengan benda padat.

Lebih terperinci

9/17/ FLUIDA. Padat. Fase materi Cair. Gas

9/17/ FLUIDA. Padat. Fase materi Cair. Gas 6. FLUIDA 9/17/01 Padat Fase materi Cair Gas 1 1 Massa Jenis dan Gravitasi Khusus 9/17/01 m ρ Massa jenis, rho (kg/m 3 ) V Contoh (1): Berapa massa bola besi yang padat dengan radius 18 cm? Jawaban: m

Lebih terperinci

TRANSPORT MOLEKULAR TRANSFER MOMENTUM, ENERGI DAN MASSA RYN. Hukum Newton - Viskositas RYN

TRANSPORT MOLEKULAR TRANSFER MOMENTUM, ENERGI DAN MASSA RYN. Hukum Newton - Viskositas RYN TRANSPORT MOLEKULAR TRANSFER MOMENTUM, ENERGI DAN MASSA RYN Hukum Newton - Viskositas RYN 1 ALIRAN BAHAN Fluid Model Moveable Plate A=Area cm 2 F = Force V=Velocity A=Area cm 2 Y = Distance Stationary

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

B. FLUIDA DINAMIS. Fluida 149

B. FLUIDA DINAMIS. Fluida 149 B. FLUIDA DINAMIS Fluida dinamis adalah fluida yang mengalami perpindahan bagianbagiannya. Pokok-pokok bahasan yang berkaitan dengan fluida bergerak, antara lain, viskositas, persamaan kontinuitas, hukum

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR

ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR Oleh : DEKY PUTRA 04 04 22 013 3 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu Konduksi Tunak-Tak Tunak, Persamaan Fourier, Konduktivitas Termal, Sistem Konduksi-Konveksi dan Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh Marina, 006773263, Kelompok Kalor dapat berpindah dari satu tempat

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

PERTEMUAN IV DAN V VISKOSITAS

PERTEMUAN IV DAN V VISKOSITAS PERTEMUAN IV DAN V VISKOSITAS Viskositas merupakan ukuran kekentalan fluida yang menyatakan besar kecilnya gesekan di dalam fluida. Makin besar viskositas suatu fluida, maka makin sulit suatu fluida mengalir

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. di bumi. Mineral biasa ditemukan dalam bentuk butiran yang diameternya

BAB II TEORI DASAR. di bumi. Mineral biasa ditemukan dalam bentuk butiran yang diameternya BAB II TEORI DASAR 2.1 Batuan Mineral terbentuk secara alamiah oleh alam dari gabungan senyawa kimia di bumi. Mineral biasa ditemukan dalam bentuk butiran yang diameternya berkisar antara sub atomik hingga

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2] BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Elemen Hingga Analisa kekuatan sebuah struktur telah menjadi bagian penting dalam alur kerja pengembangan desain dan produk. Pada awalnya analisa kekuatan dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Misalkan sembarang persamaan fisik melibatkan k variabel seperti berikut. u 1 = f ( u 2, u 3,..., u k )

BAB II DASAR TEORI. Misalkan sembarang persamaan fisik melibatkan k variabel seperti berikut. u 1 = f ( u 2, u 3,..., u k ) BAB II DASAR TEORI 2.1 Analisis Dimensional Analisis dimensi adalah analisis dengan menggunakan parameter dimensi untuk menyelesaikan masalah masalah dalam mekanika fluida yang tidak dapat diselesaikan

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

Macam Aliran : Berdasarkan Cara Bergerak Partikel zat cair :

Macam Aliran : Berdasarkan Cara Bergerak Partikel zat cair : Mempelajari gerak partikel zat cair pada setiap titik medan aliran di setiap saat, tanpa meninjau gaya yang menyebabkan gerak aliran di setiap saat, tanpa meninjau gaya yang menyebabkan gerak tersebut.

Lebih terperinci