TINJAUAN PUSTAKA. Etiologi IBD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Etiologi IBD"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit pada ayam yang pertama kali dilaporkan oleh Cosgrove pada tahun 1962 berdasarkan kasus yang terjadi pada tahun 1956 di Desa Gumboro-Delaware, negara bagian Amerika Serikat. Sesuai dengan nama daerah asal ditemukannya, penyakit ini dikenal juga sebagai penyakit gumboro. Etiologi IBD Virus penyebab IBD yang dikenal saat ini terdiri atas 2 serotipe, yaitu serotipe 1 dan serotipe 2 yang dapat menginfeksi ayam dan kalkun. Serotipe 1 yang pertama kali ditemukan disebut dengan strain klasik yang bersifat patogen dan strain yang ditemukan kemudian di daerah Amerika merupakan strain varian yang sangat ganas, variant A, B, C, dan E. Selain itu, serotipe 1 mempunyai strain yang sangat ganas, yaitu virus very virulent IBD (vvibd), yang saat ini sudah banyak dibuat vaksin komersial dengan sifat vaksin IBD mild, vaksin IBD Intermediate, dan vaksin Intermediate plus, atau hot Intermediate. Kedua serotipe dapat dibedakan dengan uji VN tetapi tidak dapat dibedakan dengan uji FAT dan ELISA (Lukert & Saif 2003). Virus IBD berdiameter 55 nm, merupakan virus yang tidak memiliki amplop dan dikelilingi oleh protein capsid yang berbentuk ikosahedral (Hirai & Shimakura 1974). Virus ini tergolong dalam famili Birnaviridae. Sesuai dengan namanya, virus ini terdiri atas 2 segmen utas ganda RNA, yaitu segmen A yang mempunyai ukuran 3300 pasang basa, yang terdiri atas 2 bagian yaitu A1 dan A2. A1 merupakan penyandi protein VP2 (40 kd), VP3 (32 kd), VP4 (28 kd). VP2 dan VP3 membentuk capsid virus, VP2 membentuk bagian luar capsid, sedangkan VP3 membentuk bagian dalam capsid. VP4 merupakan protease virus. Sementara itu, A2 merupakan penyandi nonstructructural protein VP5 (17 kd) yang kemungkinan terlibat dalam pelepasan virus dari sel serta berperan dalam menghambat proses apoptosis pada tahap awal infeksi virus IBD (Meihong & Vakharia 2006). Segmen B yang berukuran lebih kecil mempunyai 2800 pasangan basa, penyandi VP1 (van den Berg 2000).

2 8 Protein VP2 dan VP3 merupakan protein utama yang terdiri atas 51% dan 40% dari total protein dan mengandung epitop penetralisasi. Protein VP2 mempunyai epitop yang spesifik, yang mengandung sedikitnya 3 epitop yang bebas, yang bertanggung jawab menginduksi antibodi penetralisasi (Becht et al. 1998). Hasil penelitian Raharjo & Suwarno (2005) menunjukkan bahwa protein VP2 virus IBD lokal mampu menginduksi pembentukan antibodi dan dapat bereaksi secara spesifik dengan antibodi ayam hasil vaksinasi maupun infeksi alam. Varian alam virus IBD mengikat reseptor sel B bursa fabricius melalui protein VP2 (Boot et al. 2000). Variasi antigenik virus IBD banyak dipelajari dengan melihat perubahan beberapa asam amino pada gen VP2 (Vakharia et al. 1994). Pada gen VP2 terdapat bagian residu Gln pada posisi 253 (Gln253), Asp279, dan Ala284 yang menentukan tingkat keganasan virus dan sel tropisme (Brandt et al. 2001). Epidemiologi IBD Pada awalnya IBD ditemukan di daerah Delaware, Amerika pada tahun 1956, kemudian menyebar ke berbagai belahan dunia baik di Amerika (Scanavini et al. 2004), 0 Eropa (Kabell et al. 2005), Afrika, Australia (Ignjatovic et al. 2004), dan Asia (Jindal et al. 2010) termasuk Indonesia (Parede et al. 2003) yang disebabkan oleh virus IBD klasik maupun virus vvibd. Virus varian yang sangat ganas vvibd tidak ditemukan di Australia (Ignjatovic et al. 2004). Angka morbiditas dan angka mortalitas IBD bervariasi bergantung pada strain virus IBD dan macam unggas yang terserang. Burung unta, itik, angsa, burung puyuh, kalkun, dan burung merpati dapat terinfeksi virus IBD (Kasanga et al. 2008; 08 Oladele et al. 2009). Namun, lesi yang ditimbulkan pada itik dan burung puyuh yang diinfeksi dengan virus vvibd, lebih ringan dibandingkan lesi yang terjadi pada ayam. Edema, fibroplasia, dan kista tidak ditemukan pada kalkun dan itik (Mendez et al. 2007). Hal ini menunjukkan bahwa ayam lebih peka daripada unggas yang lain. Namun demikian, faktor apa yang menyebabkan ayam lebih peka dari pada unggas lainnya, hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Angka mortalitas mencapai 56,09% pada ayam pedaging dan 25,08% pada ayam petelur (Zeleke et al. 2005). Angka mortalitas dilaporkan lebih tinggi pada

3 9 waktu musim dingin daripada musim semi (Farooq et al. 2003) atau musim panas dan musim hujan (Jindal et al. 2010). Hal ini dapat dipahami karena suhu udara yang ekstrim (terlalu dingin atau terlalu panas) menyebabkan ayam mudah stres sehingga ayam mudah terinfeksi oleh berbagai virus. Pada infeksi buatan, angka morbiditas IBD mencapai 60% (Jeon et al. 2008). Bahkan angka morbiditas dapat mencapai 100% dan angka mortalitas 45% pada ayam SPF umur 5 minggu yang diinfeksi dengan isolat virus vvibd asal Indonesia, yaitu isolat Tasik-94 (Ignjatovic et al. 2004). Inokulasi strain 2050/97- Gm 11 virus IBD pada ayam SPF dengan cara tetes mata menyebabkan kematian 100% (Scanavini et al. 2004). Angka morbiditas dan angka mortalitas pada infeksi buatan pada ayam SPF umumnya tinggi karena ayam SPF tidak mempunyai antibodi maternal. Infeksi buatan menimbulkan lesi yang lebih parah dibandingkan dengan lesi yang disebabkan infeksi alam karena pada percobaan di laboratorium, virus IBD diaplikasikan langsung pada ayam melalui tetes mata, hidung atau per oral, dengan dosis yang infektif, sehingga semua ayam terpapar langsung dengan virus IBD. Patogenesis IBD Patogenesis adalah jalannya virus sehingga menimbulkan lesi, yang dapat menyebabkan kematian, penyakit atau efek imunosupresif pada ayam. Penyakit IBD menyerang ayam umur 3-6 minggu pada saat perkembangan bursa fabricius mencapai optimum. Pada saat yang sama, antibodi asal induk mulai menurun, sehingga ayam rentan terhadap infeksi virus IBD. Sebaliknya, penyakit IBD tidak membahayakan bagi ayam yang telah mengalami regresi bursa fabricius, karena target sel infeksi virus IBD adalah sel limfoid bursa fabricius (Tanimura et al, 1995). Infeksi virus IBD menyebabkan kerusakan pada bursa fabricius berupa nekrosis dan apoptosis pada sel limosit B. Infeksi pada umumnya terjadi melalui jalan oral bersama pakan atau air minum yang tercemar virus, masuk ke dalam usus. Virus kemudian ditangkap oleh sel-sel makrofag atau limfosit sebagai APC. Keberadaan virus IBD dapat dideteksi 13 jam pascainfeksi pada sebagian besar folikel limfoid bursa fabricius (van den Berg 2000). Makrofag yang teraktivasi

4 10 virus IBD melepaskan sitokin, yaitu dan IL12 yang memicu Th untuk berdiferensiasi menjadi Th1. Th1 memproduksi IL2 dan IFN- (Interferon- ). IL12 itas sel natural killer (NK). Sementara itu IL2 bersama INF- vasi CTL yang kemudian mengekspresikan Fas ligan yang dapat menimbulkan apoptosis pada sel target yang mengekspresikan Fas (Plumeriastuti 2006). Setelah 16 jam pascainfeksi, terjadi viremia kedua, diikuti replikasi virus pada organ lainnya yang dapat menimbulkan kematian (van den Berg, 2000). Penyebab ebab kematian belum diketahui secara pasti. Namun demikian, pada fase akut teramati ti gejala sindroma septic shock, yaitu terjadi respons imun yang berlebihan. Di dalam am serum darah ayam ditemukan konsentrasi TNF- berlebihan, kemudian diikuti terjadinya kematian (Sharma et al diacu dalam Asraf 2005). Infeksi virus vvibd menyebabkan kerusakan yang parah hingga terjadi deplesi sel limfoid pada folikel limfoid bursa fabricius sehingga ukurannya terlihat mengecil hingga mencapai 1/4-1/5 ukuran bursa fabricius ayam kontrol. Bila tidak terjadi persembuhan pada bursa fabricius ayam, produksi antibodi oleh sel B akan terhambat. Infeksi virus IBD menyebabkan sel makrofag dan sel heterofil mengalami nekrosis dan apoptosis dalam jumlah besar, sehingga menyebabkan fungsi fagositosis yang menurun (Lam 1998). Kedua kondisi tersebut menyebabkan ayam yang terinfeksi virus IBD menjadi imunosupresif. Pada organ timus, infeksi virus IBD pada ayam DOC SPF, menyebabkan atrofi korteks timus pada 2-10 hari pascainfeksi. Repopulasi sel limfoid pada timus terjadi pada 13 hari pascainfeksi. Proliferasi sel RES, dan penurunan jumlah sel limfoid di bagian korteks ditemukan pada timus yang mengalami atrofi. Populasi makrofag meningkat pada 4-7 hari pascainfeksi (Tanimura et al. 1995). Sel positif mengandung antigen terdeteksi pada sel timus di bagian korteks dan medula organ timus pada 1 dan 2 hari pascainfeksi. Mulai umur 3 hari banyak sel timus yang yang lisis sehingga antigen juga terdeteksi di dalam sel RES mulai 3-7 hari pascainfeksi. Antigen virus IBD tidak terdeteksi pada foci sel timus yang mengalami am piknotik. Sel yang mengalami apoptosis terlihat meningkat di bagian korteks. Reaksi inflamasi, seperti infiltrasi heterofil tidak terlihat di sekitar sel yang mengalami apoptosis (Tanimura & Sharma, 1998).

5 11 Penurunan jumlah sel limfosit di dalam pusat germinativum terjadi pada organ limpa, sel limfoid ditemukan di sekitar pembuluh darah arteri dan periellipsoid lymphoid sheaths, serta ditemukan infiltrasi sel heterofil dan peningkatan jumlah makrofag. Antigen virus IBD terdeteksi mulai 1 hari sampai 7 hari pascainfeksi pada pusat germinativum, pulpa merah, dan peri-ellipsoid lymphoid sheaths (Tanimura et al. 1995). Gejala Klinis IBD Gejala klinis yang terlihat sangat bergantung pada strain virus IBD yang menginfeksi ayam, jumlah partikel virus, umur, galur ayam, rute inokulasi, dan keberadaan antibodi penetralisasi (Muller et al. 2003). Gejala klinis yang parah kemungkinan disebabkan respons proinflamasi yang tinggi pada saat infeksi (Acribasi et al. 2010). Virus IBD yang masuk ke dalam tubuh ayam ditangkap makrofag, yang kemudian melepaskan sitokin yang menimbulkan respons inflamasi. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh infeksi virus IBD adalah ayam lesu, nafsu makan menghilang, dan sayap menggantung (Park et al. 2009; Acribasi et al. 2010). Selain itu juga sering ditemukan gejala diare, serta kotoran yang menempel pada kloaka (Parede et al. 2003). Pada ayam muda tanpa antibodi maternal, gejala klinis mulai terlihat 48 jam pascainfeksi dan gejala klinis semakin parah pada jam pascainfeksi (William & Davison 2005). Sementara itu, pada ayam yang divaksinasi, gejala klinis terlihat 3 hari pascatantang, dan ayamayam tersebut mati setelah 2-3 hari memperlihatkan gejala klinis (Park et al. 2009). Ayam yang bertahan hidup, pertumbuhan menjadi terhambat dan sering kali ditemukan gejala penyakit lain seperti Newcastle Disease, Coli Bacillosis, Coccidiosis (Muller et al. 2003). Wabah IBD akut yang disebabkan virus IBD klasik yang menyerang ayam pedaging umur > 3 minggu ditandai dengan angka morbiditas yang tinggi. Secara klinis terlihat ada penyembuhan setelah 5-7 hari ayam sakit. Infeksi pada ayam yang mempunyai antibodi maternal menunjukkan gejala subklinis, namun lesi terlihat secara histopatologik (Lukert & Saif 2003).

6 12 Gambaran Organ Normal dan Patologik Infeksi Virus IBD Gambaran Normal Organ Bursa Fabricius Bursa fabricius adalah organ limfoid primer pada ayam atau jenis unggas lainnya yang terletak di bagian dorsokaudal dari kolorektal unggas. Bursa fabricius berbentuk bulat agak memanjang, menyerupai kantong yang dibatasi oleh dinding yang terdiri atas tunika serosa, tunika muscularis, dan tunika mukosa. Tunika mukosa membentuk tonjolan ke arah dalam bursa fabricius membentuk en plika yang dibatasi oleh epitel silindris sebaris, dengan ukuran yang bervariasi. Rata-rata dalam satu bursa terdapat plika. Dalam setiap plika berisi folikel limfoid kurang lebih sebanyak 820 (Olah & Glick, 1978). Folikel limfoid terdiri atas limfosit B 85-95%, limfosit T < 4%, sisanya adalah sel lainnya seperti makrofag atau sel dendritik atau RES (Khan & Hashimoto 1996 diacu dalam Kim et al. 2000). Folikel limfoid pada bursa fabricius dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu folikel limfoid besar yang mempunyai batas antara korteks dan medula dan folikel limfoid kecil yang tidak mempunyai batas antara korteks dan medula yang jelas, merupakan prekusor folikel limfoid yang lebih besar. Pada saat terjadi infeksi virus IBD semasa embrio, kedua jenis folikel limfoid dapat hilang. Sel B secara cepat berproliferasi dengan struktur yang normal di dalam folikel limfoid yang lebih besar, yang berkorelasi dengan pemulihan respons antibodi secara parsial. Folikel limfoid yang lebih kecil tidak mampu memproduksi sel B yang responsif terhadap antigen (Withers et al. 2006). Pada masa embrio, sel limfosit B memasuki bursa dalam 2 tahap perkembangan emb yang berbeda, beberapa sudah terkandung dalam sel induk, sebagian an yang lain telah mengalami maturasi di luar bursa fabricius (Lebaqo & Ritter 1979), dan keberadaan sel B dalam folikel limfoid bursa fabricius baru terdeteksi eks ketika embrio berumur 14 hari. Gambaran Organ Imun pada Embrio Ayam Sistem imun pada awal masa embrio berpusat di yolk sac, yaitu tempat pertama terjadinya hematopoiesis dan terbentuknya makrofag. Imunoglobulin (Ig) asal induk ditransfer ke kuning telur untuk melindungi embrio ayam dari infeksi

7 13 oleh parasit, bakteri atau virus (Fellah et al. 2008). Imunoglobulin ini terdeteksi pertama kali di yolk sac pada umur embrio 11, dan 12 hari. Selanjutnya bursa fabricius sebagai organ imun diduga baru berfungsi pada waktu embrio berumur 14 hari, karena pada umur tersebut keberadaan imunoglobulin pada bursa fabricius baru dapat terdeteksi. Gambaran Patologi Anatomi (PA) IBD Perubahan patologi anatomi oleh virus IBD sangat menciri pada organ bursa fabricius. Perubahan patologi anatomi pada ayam yang diinfeksi virus IBD bergantung pada strain ayam dan isolat virus yang digunakan. Pada tahap awal ditemukan edema, yaitu 2-7 hari pascainfeksi (Acribasi et al. 2010), berupa cairan gelatin yang menutup lapis mukosa. Bursa fabricius kemudian membesar pada umur 10 hari pascainfeksi karena adanya eksudat pada lumen bursa yang awalnya berwarna kemerahan yang pada tahap berikutnya menjadi berwarna kekuningan dan ditemukan bintik-bintik perdarahan pada limpa (Rautenschlein et al. 2007). Perdarahan juga ditemukan pada otot dada dan otot paha mulai umur 2 hari hingga 7 hari pascainfeksi (Acribasi et al. 2010). Pada 7 hari pascainfeksi, bursa fabricius ayam yang diinfeksi virus vvibd terlihat mengecil dibandingkan bursa fabricius ayam kontrol, demikian juga pada 14 hari pascainfeksi. Jika terjadi penyembuhan, ukuran bursa kembali normal pada 21 hari pascainfeksi. Mekanisme terjadinya perdarahan pada infeksi virus vvibd belum diketahui dengan pasti. Perdarahan terjadi karena kerusakan pada dinding pembuluh darah kapiler atau vena atau jika terjadi gangguan pada sistem pembekuan darah. Perubahan Histopatologik IBD Virus IBD dari strain yang amat ganas (virus vvibd) menyebabkan lesi yang parah, yang dapat teramati pada timus, limpa, bursa fabricius, hati, ginjal, jantung, proventrikulus, lambung otot, dan seka tonsil. Hiperplasia terjadi 6 jam pascainfeksi pada seka tonsil (Oladele et al. 2009). Nonuya et al. (1992) melaporkan bahwa nekrosis sel timus terjadi secara ekstensif. Kumpulan kelompok sel dengan inti yang piknotik ditemukan pada area nekrosis, sel debris, dan reaksi fagosistosis ditemukan pada sel RES. Kapsula menebal dan daerah antarlobus melebar yang disebabkan edema. Sel limfosit banyak yang menghilang

8 14 diganti dengan sel makrofag dan sel heterofil menunjukkan adanya reaksi peradangan pada limpa dan sekal tonsil. Reaksi peradangan juga ditemukan pada ginjal, paru-paru, dan sekal tonsil. Lesi yang khas ditemukan pada sumsum tulang. Sel hematopoietik banyak yang menghilang diganti dengan jaringan lemak dan banyak ditemukan nekrosis serta sisa-sisa reruntuhan sel. Daerah sinusoid diinfiltrasi oleh sel makrofag dan sel heterofil. Perubahan yang paling parah teramati pada bursa fabricius. Lesi pada bursa fabricius iu ditandai dengan edema dan pengosongan sel limfoid pada folikel limfoid, akumulasi heterofil pada folikel limfoid, fibroplasia pada jaringan ikat di antara folikel limfoid, dan proliferasi sel epitel retikuler (Park et al. 2009). Degenerasi dan nekrosis limfosit terjadi pada 24 jam pascainfeksi di bagian medula folikel limfoid bursa fabricius (Wang et al. 2008). Tahap selanjutnya terjadi penurunan jumlah sel limfoid pada folikel limfoid bursa fabricius bahkan beberapa folikel limfoid bursa fabricius terlihat kosong (Rautenschlein et al. 2007). Banyaknya folikel limfoid yang kosong menyebabkan bursa fabricius terlihat mengecil. Fibroplasia dan kista pada folikel limfoid bursa fabricius ditemukan 72 jam pascainfeksi (Oladele et al. 2009). Infiltrasi sel heterofil teramati ti pada 2 dan 3 hari pascainfeksi (Acribasi et al. 2010). Populasi RES meningkat pada 1-5 hari pascainfeksi (William & Davison 2005). Replikasi virus mengakibatkan kerusakan yang parah pada sel limfoid pada bagian medula dan korteks dari folikel limfoid pada bursa fabricius. Apoptosis yang terjadi pada sel B di sekitar sel terinfeksi memperparah perubahan morfologi bursa fabricius (Tanimura et al. 1995). Diagnosis IBD Diagnosis IBD dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis serta perubahan patologi anatomi dan histopatologi. Perubahan patologi yang patognomonik adalah ah perubahan yang ditemukan pada bursa fabricius. Namun, diagnosis IBD sebagai penyebab primer perlu ditunjang dengan teknik diagnosis yang lain karena gejala infeksi virus IBD dapat dikelirukan dengan infeksi reovirus yang juga menyebabkan nekrosis sel limfoid pada bursa fabricius (Schat & Skinner 2008). Hal ini bisa diatasi dengan pewarnaan imunohistokimia, untuk mendeteksi

9 15 keberadaan antigen virus IBD pada organ. Antigen virus IBD dapat dideteksi 3 jam pascainfeksi pada bagian korteks folikel limfoid bursa fabricius. Antigen terdeteksi pada sel RES di dalam folikel limfoid bursa fabricius dan pada sel epitel 96 jam pascainfeksi (Oladele et al. 2009). Keberadaan antigen virus IBD pada bursa fabricius berkorelasi dengan terjadinya lesi pada bursa fabricius (Rautenshlein et al. 2005). Antigen virus IBD juga terdeteksi pada organ timus, limpa, seka tonsil, sel epitel tubulus dan glomerulus ginjal, lapis mukosa dan kelenjar pada proventrikulus serta pada sel Kupffer di hati (Oladele et al. 2009). Antigen virus IBD juga terdeteksi pada itik dan kalkun yang diinfeksi dengan virus IBD, namun demikian jumlah antigen yang terdeteksi hanya sedikit (Oladele et al. 2009). Diagnosis infeksi virus IBD dapat juga dilakukan dengan mengisolasi virus penyebab yang ditumbuhkan pada telur ayam berembrio atau biakan jaringan, namun diperlukan waktu lama dan tidak semua strain virus IBD dapat tumbuh di telur atau biakan jaringan. Teknik uji netralisasi virus digunakan untuk mendeteksi virus IBD, dan dari hasil deteksi dapat dibedakan antara virus IBD klasik dan virus IBD varian. Teknik Antigen-capture Elisa dapat digunakan untuk membedakan antara virus IBD sangat virulent dan IBD yang kurang patogen. Sementara itu, teknik RT-PCR dapat membedakan serotipe virus IBD, sedangkan subtipe virus IBD dapat dibedakan dengan real time RT-PCR. Metode yang sekarang sering digunakan untuk mendeteksi virus IBD adalah teknik RT-PCR (Mittal et al. 2005), namun biaya yang diperlukan saat ini masih tergolong mahal. Virus IBD dapat dideteksi pada jaringan yang telah dibuat blok parafin dengan real time RT-PCR dan hasilnya menunjukkan bahwa ada korelasi antara lesi dan hasil deteksi (Hamoud & Villegas 2006). Diagnosis Deferensial IBD Beberapa penyakit penyebab imunosupresif menimbulkan gejala yang mirip dengan infeksi virus IBD, sehingga menyebabkan kesulitan menegakkan diagnosis mencari penyebab primer infeksi. Salah satu di antaranya adalah infeksi reovirus pada ayam yang menimbulkan lesi pada bursa fabricius seperti lesi yang ditemukan pada infeksi virus IBD. Lesi yang ditemukan adalah atrofi bursa

10 16 fabricius yang ditandai dengan deplesi limfoid dan fibroplasias, proliferasi makrofag dan infiltrasi sel heterofil ringan, juga ditemukan deplesi sel limfoid pada folikel limfoid bursa fabricius. Makrofag dengan sitoplasma yang berbusa, kista yang dikelilingi epitel silindris sebaris ditemukan pada folikel limfoid (Songserm et al, 2003). Namun demikian, pada infeksi Reovirus juga ditemukan dilatasi kripta Lieberkuhn pada usus, yang tidak ditemukan pada infeksi IBD. Perdarahan ah pada otot dan atrofi bursa fabricius juga ditemukan pada infeksi CAV. Atrofi bursa fabricius ditemukan pada ayam umur 14 hari yang terinfeksi CAV secara vertikal. Namun demikian, pada CAV juga ditemukan aplasia sumsum tulang yang menjadi berwarna kekuningan (Rosenberger & Cloud, 1998) yang tidak ditemukan pada infeksi IBD. Kontrol IBD Penyakit yang disebabkan virus seperti IBD tidak dapat diobati, sehingga perlu dilakukan vaksinasi secara rutin, seperti yang telah dilakukan di banyak negara. Pengendalian dan pencegahan penyakit IBD yang efektif adalah dengan menerapkan program biosekuritas di antaranya adalah dengan melakukan program vaksinasi a yang teratur, diikuti dengan deteksi titer antibodi untuk mengetahui keberhasilan vaksinasi dengan uji SN atau ELISA (OIE 2008). Vaksinasi pada ayam pembibit merupakan langkah terpenting untuk mengendalikan IBD, karena antibodi yang diproduksi induk akan diturunkan melalui telur kepada anak. Antibodi maternal dengan titer yang baik akan memproteksi ayam melawan penyakit IBD pada usia dini. Vaksinasi IBD pada ayam pedaging umumnya dilakukan hanya satu kali yaitu pada minggu ke-3. Sedangkan vaksinasi IBD pada ayam petelur diberikan beberapa kali. Sebagai contoh program vaksinasi ditampilkan pada Tabel 1. Monitoring titer antibodi perlu dilakukan secara rutin untuk mengetahui apakah ah ayam telah memberikan respons yang baik atau untuk mengetahui aplikasi vaksin sudah dilakukan dengan benar atau belum.

11 17 Tabel 1 Jadwal vaksinasi IBD pada ayam petelur Vaksinasi Umur ayam Jenis vaksin I hari aktif II hari aktif III. 85 hari inaktif IV minggu inaktif *Sumber : Butcher & Milles (2003) Pencegahan dan pengendalian penyakit IBD pada ayam pedaging komersial diperlukan untuk mencegah penyakit IBD yang bersifat klinis. Ada tiga kategori vaksin yang digolongkan berdasarkan patogenisitasnya, yaitu mild, intermediate, dan Intermediate plus/ Intermediate hot. Tipe vaksin IBD Intermediate paling umum digunakan. Vaksin ini dapat menstimulasi ayam pedaging memproduksi antibodi lebih awal dari pada tipe vaksin mild, tanpa menyebabkan kerusakan bursa fabricius, seperti pada tipe vaksin Intermediate plus (OIE 2008), karena vaksin Intermediate mampu menembus kekebalan antibodi maternal. Namun demikian, saat ini vaksin Intermediate tampaknya tidak dapat melindungi ayam dari infeksi virus vvibd. Vaksin yang digolongkan ke dalam vaksin Intermediate plus atau hot vaccine, telah banyak digunakan peternak untuk mencegah infeksi virus vvibd di Indonesia. Umumnya vaksin tersebut diimpor dan sebelum beredar telah diuji potensinya di Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (Syahroni B 30 Agustus 2010, komunikasi pribadi). Bolis et al. (2003) melaporkan bahwa aplikasi vaksin hot intermediate Moulthrop G603 menimbulkan lesi 1 dari 7 ekor ayam pedaging yang divaksin pada umur 14 hari, sementara vaksin 288E tidak menimbulkan lesi (Bolis et al. 2003). Selanjutnya dinyatakan bahwa vaksin tipe hot Intermediate (Intermediate plus) protektif dan tidak menimbulkan kerusakan bursa fabricius yang lebih parah saat ditantang dengan virus vvibd. Sementara itu, Rautenschlein et al. (2005), menyatakan bahwa vaksinasi dengan virus IBD Intermediate plus pada ayam broiler umur 12 hari menyebabkan lesi dengan skor 3 (51-75% folikel limfoid mengalami deplesi) pada bursa fabricius ayam 14 hari pascavaksinasi, dan antigen baru

12 18 terdeteksi 21 hari pascavaksinasi. Jika vaksinasi dilakukan pada umur 14 hari, lesi dan antigen telah terdeteksi mulai 7 hari pascavaksinasi dan masih terdeteksi pada 21 pascavaksinasi. Waktu vaksinasi bergantung pada titer antibodi maternal pada anak ayam. Titer antibodi maternal yang tinggi akan menetralisasi virus yang berasal dari vaksin, sehingga hanya sedikit respons kekebalan aktif yang akan dihasilkan. Faktor ini yang menyebabkan ayam akan mudah terinfeksi penyakit karena antibodi menurun, dan vaksinasi kemungkinan menjadi tidak efektif jika ayam terkontaminasi ta dengan virus IBD lapang yang virulen. Vaksinasi IBD pada embrio merupakan alternatif vaksinasi yang memberikan er kelebihan dibandingkan vaksinasi pascamenetas yang umum digunakan. Hal ini disebabkan karena pada vaksinasi in ovo, titer antibodi maternala tidak perlu dimonitor untuk menentukan kapan vaksinasi harus dilakukan. ka Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksinasi in ovo dengan virus yang telah diatenuasikan tidak merusak bursa fabricius dan dapat memberikan er proteksi hingga 100% pada ayam yang ditantang ketika berumur 3 minggu gu (Moura et al. 2007). Meskipun vaksinasi menyebabkan perubahan HP pada organ bursa fabricius, namun penyembuhan lebih cepat terjadi pada ayam yang divaksin in ovo daripada yang divaksin pascamenetas (Rautenschlein & Haase 2005). Kelemahan vaksin ini adalah memerlukan alat vaksin masal dan ukuran telur yang seragam supaya aplikasi vaksin tepat pada posisi yang diinginkan. Selain vaksinasi pelaksanaan terhadap program biosekuritas yang lainnya juga merupakan faktor yang penting dalam meminimalkan kerugian akibat infeksi IBD. Upaya untuk melaksanakan biosekuritas dengan melakukan desinfeksi terhadap ap orang, peralatan atau kendaraan yang melintas antarkandang pada ayam pedaging komersial perlu dikontrol sehingga berjalan efektif untuk menurunkan paparan dari agen infeksi. Fenol dan formaldehid telah terbukti efektif digunakan untuk desinfeksi tempat yang terkontaminasi. Antibiotik dengan jumlah seminimal mungkin diberikan pada kasus IBD yang disertai infeksi sekunder bakteri, namun tidak disarankan pada kasus yang disertai dengan kerusakan ginjal yang sangat parah. Pemberian larutan elektrolit

13 19 atau multivitamin sangat bermanfaat pada kasus penyakit yang berlangsung lama yang disertai penurunan nafsu makan. Ventilasi yang baik, suhu ruangan yang hangat dan air minum yang bersih akan mengurangi kematian. Setelah ayam dipanen, kandang harus dikosongkan dari semua unggas. Semua sekam, sisa pakan harus dibuang, kandang harus dibersihkan dan didesinfeksi. Fumigasi perlu dilakukan menggunakan formaldehyde dan kalium permanganate. Kandang harus dikosongkan minimal 3 minggu setelah dilakukan fumigasi. Situasi IBD di Indonesia Keberadaan IBD di Indonesia pertama kali diketahui secara serologik. Ayam yang menunjukkan hasil serologi positif tidak menunjukkan gejala klinis. Penyebaran penyakit ini sudah sampai di Indonesia pada tahun 1980, ketika ditemukan kasus IBD yang pertama di daerah Sawangan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Partadiredja et al. 1983). Secara klinis ayam yang terserang menunjukkan gejala penyakit Newcastle Disease, namun demikian hasil pemeriksaan anatomi patologik ditemukan juga gejala IBD. Penyakit juga dilaporkan terjadi di Bali pada tahun 1982 dan di Nusa Tenggara Barat pada tahun 1983 (Santhia 1996). Semenjak terjadi wabah IBD di Jawa Tengah pada tahun 1991, penyakit ini secara cepat menyebar ke semua kepulauan Indonesia dalam waktu 6 bulan (Unruh 1997 diacu dalam Soedijar & Malole 2004). Kejadian dilaporkan meluas di Sulawesi, Maluku, Irian, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat pada tahun 1992 (Darmadi & Muhammad 1993 diacu dalam Soedijar dan Malole 2004; Santhia 1996). Semenjak itu, kasus gumboro sering ditemukan di lapangan hingga kini, baik yang berbentuk klinis maupun yang berbentuk subklinis. Kasus IBD tersebut ditemukan menyerang ayam pedaging, ayam petelur, maupun ayam lokal. Angka morbiditas tertinggi ditemukan pada ayam petelur, yaitu 98,78%, disusul ayam pedaging 52,48% dan terendah pada ayam lokal, yaitu 9,58%. Sementara itu, angka mortalitas dilaporkan tertinggi terjadi pada ayam petelur 38,34%, disusul ayam pedaging 23,87%, dan angka morbiditas terendah pada ayam lokal, yaitu 5,6% (Santhia 1996).

14 20 Prevalensi IBD di Indonesia tidak diketahui secara pasti. Berdasarkan laporan Ditjennak (2009) tercatat kasus IBD menyerang ekor ayam pada tahun 2006, kemudian menurun pada tahun 2007 dan 2008, yaitu sebanyak ekor dan ekor. Meskipun data menunjukkan jumlah ayam yang terserang virus IBD rendah, namun >75% sampel-sampel yang dikirim ke bagian Patologi FKH-IPB, ditemukan gejala IBD (Agungpriyono DR 20 Desember 2008, komunikasi pribadi).

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28. 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap semua kelompok ayam sebelum vaksinasi menunjukan bahwa ayam yang digunakan memiliki antibodi terhadap IBD cukup tinggi dan seragam dengan titer antara

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infectious Bursal Disease Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit viral pada ayam dan terutama menyerang ayam muda (Jordan 1990). Infectious Bursal Disease pertama

Lebih terperinci

PATOGENESIS INFEKSI VIRUS GUMBORO ISOLAT LOKAL PADA EMBRIO DAN AYAM PEDAGING SUTIASTUTI WAHYUWARDANI

PATOGENESIS INFEKSI VIRUS GUMBORO ISOLAT LOKAL PADA EMBRIO DAN AYAM PEDAGING SUTIASTUTI WAHYUWARDANI PATOGENESIS INFEKSI VIRUS GUMBORO ISOLAT LOKAL PADA EMBRIO DAN AYAM PEDAGING SUTIASTUTI WAHYUWARDANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN

EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN 2000-2005 NUR K. HIDAYANTO, IDA L. SOEDIJAR, DEWA M.N. DHARMA, EMILIA, E. SUSANTO, DAN Y. SURYATI Balai Besar Pengujian Mutu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Reidentifikasi Virus. virus IBD lokal & komersial, vvibd lokal. Diinfeksikan pada Ayam. Bursa Fabricius, serum.

MATERI DAN METODE. Reidentifikasi Virus. virus IBD lokal & komersial, vvibd lokal. Diinfeksikan pada Ayam. Bursa Fabricius, serum. MATERI DAN METODE Alur Penelitian Reidentifikasi Virus virus IBD lokal & komersial virus IBD lokal & komersial, vvibd lokal Patogenesis Diinfeksikan pada Embrio Diinfeksikan pada Ayam Derajat lesi, deteksi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging ABSTRAK Bursa Fabrisius merupakan target organ virus Infectious Bursal Disease (IBD) ketika terjadi infeksi, yang sering kali mengalami kerusakan setelah ayam divaksinasi IBD baik menggunakan vaksin aktif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Pedaging

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Pedaging 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Pedaging Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas Virus H 5 N yang sangat patogen atau yang lebih dikenal dengan virus flu burung, menyebabkan penyebaran penyakit secara cepat di antara unggas serta dapat menular

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Newcastle Disease (ND) atau penyakit tetelo disebabkan oleh strain virulen avian Paramyxovirus serotipe tipe 1 (AMPV-1) dari genus Avulavirus yang termasuk dalam subfamily

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Hasil pengamatan histopatologi bursa Fabricius yang diberi formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan beberapa perubahan umum seperti adanya

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Organ limfoid primer unggas terdiri dari timus dan bursa Fabricius sedangkan pada mamalia terdiri dari sumsum tulang. Limpa, limfonodus dan MALT (Mucosa-associated Lymphoid Tissue)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan terhadap gejala klinis pada semua kelompok perlakuan, baik pada kelompok kontrol (P0) maupun pada kelompok perlakuan I, II dan III dari hari pertama sampai pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., PENDAHULUAN Latar Belakang Tortikolis adalah gejala yang umum terlihat di berbagai jenis unggas yang dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., 2014). Menurut Capua

Lebih terperinci

Patogenesitas Virus Gumboro Isolat Lokal pada Ayam Pedaging

Patogenesitas Virus Gumboro Isolat Lokal pada Ayam Pedaging Jurnal Veteriner Desember 2011 Vol. 12 No. 4: 288-299 ISSN : 1411-8327 Patogenesitas Virus Gumboro Isolat Lokal pada Ayam Pedaging (PATHOGENICITY OF LOCAL ISOLATES OF GUMBORO VIRUS IN BROILERS) Sutiastuti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam kampung

TINJAUAN PUSTAKA Ayam kampung TINJAUAN PUSTAKA Ayam kampung Batasan yang pasti mengenai pengertian ayam kampung sampai saat ini belum ada. Penyebutan ayam kampung hanya untuk menunjukkan jenis ayam lokal dengan keragaman genetis tinggi

Lebih terperinci

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING 1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Pedaging Seleksi Bibit

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Pedaging Seleksi Bibit 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Pedaging Ayam pedaging adalah galur ayam hasil rekayasa genetik yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, masa panen pendek,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN PENELITIAN VAKSIN LOKAL AYAM ASAL FESES TEPAT GUNA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN PENELITIAN VAKSIN LOKAL AYAM ASAL FESES TEPAT GUNA LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN PENELITIAN VAKSIN LOKAL AYAM ASAL FESES TEPAT GUNA Disusun Oleh: Putri Ekandini B04100015 Anisa Rahma B04100014 Mulyani Nofriza B04100044 Dwi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Pewarnaan Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, I, alkohol absolut III, II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 2 menit. Selanjutnya seluruh preparat organ

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Perubahan histopatologi trakea Parameter yang diperiksa pada organ trakea adalah keutuhan silia, keutuhan epitel, jumlah sel goblet, dan sel radang. Pada lapisan mukosa, tampak

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Bibit merupakan ayam muda yang akan dipelihara menjadi ayam dewasa penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi dan daya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Diferensial leukosit ayam perlakuan berumur 21 hari selama pemberian ekstrak tanaman obat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Diferensial leukosit ayam perlakuan berumur 21 hari selama pemberian ekstrak tanaman obat 33 HASIL DAN PEMBAHASAN Diferensial Leukosit Ayam Perlakuan Pemeriksaan diferensial leukosit ayam broiler dalam kelompok perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali selama penelitian berlangsung. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam pedaging Ayam broiler adalah galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog cholera 2.1.1 Epizootiologi Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan di Bali. Hampir setiap keluarga di daerah pedesaan memelihara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, pemeliharaan stamina tubuh, percepatan regenerasi sel dan menjaga sel darah merah (eritrosit) agar tidak mudah

Lebih terperinci

ABSTRAK Uji coba vaksinasi ND-AI dan Gumboro dilakukan pada ayam pedaging berumur satu hari. Pengamatan patologi anatomi dilakukan pada periode dua

ABSTRAK Uji coba vaksinasi ND-AI dan Gumboro dilakukan pada ayam pedaging berumur satu hari. Pengamatan patologi anatomi dilakukan pada periode dua RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Denpasar, Bali pada tanggal 6 Maret 1994, anak kedua dari tiga bersaudara pasangan suami-istri I Ketut Gede Sugiarta dengan Ni Wayan Suniti, S.Pd. Penulis tamat dari

Lebih terperinci

HASIL. berjumlah. coli) yang. jantung broiler.

HASIL. berjumlah. coli) yang. jantung broiler. HASIL DAN PEMBAHASAN Penanaman pada media EMB dilakukan dari kelompokk perlakukan A (divaksin ND dan diinfeksi E. coli) yang berjumlah 4 sampel jantung broiler. Pengamatan terhadap koloni bakteri yang

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang secara ekonomi paling penting pada babi di dunia (Fenner et al., 2003)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang secara ekonomi paling penting pada babi di dunia (Fenner et al., 2003) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog Cholera Hog cholera atau kolera babi merupakan salah satu penyakit menular yang secara ekonomi paling penting pada babi di dunia (Fenner et al., 2003) dengan tingkat kematian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam peliharaan merupakan hasil domestikasi dari ayam hutan yang ditangkap dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Maternal antibodi atau yang bisa disebut maternally derived antibodies atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Maternal antibodi atau yang bisa disebut maternally derived antibodies atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maternal Antibodi pada Anak Babi (Piglet) Maternal antibodi atau yang bisa disebut maternally derived antibodies atau kekebalan turunan dari induk pada anak babi yang induknya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan penyakit viral disebabkan oleh Newcastle disease virus (NDV) yang sangat penting dan telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Morbiditas

Lebih terperinci

Gambaran Patologi Bursa Fabricius Embrio Ayam Pascavaksinasi Gumboro Secara In Ovo Menggunakan Vaksin Lokal dan Komersial

Gambaran Patologi Bursa Fabricius Embrio Ayam Pascavaksinasi Gumboro Secara In Ovo Menggunakan Vaksin Lokal dan Komersial Jurnal Veteriner September 2015 Vol. 16 No. 3 : 399-408 ISSN : 1411-8327 Terakreditasi Nasional SK. No. 15/XI/Dirjen Dikti/2011 Gambaran Patologi Bursa Fabricius Embrio Ayam Pascavaksinasi Gumboro Secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan suatu penyakit pada unggas yang sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus dan menyerang berbagai

Lebih terperinci

PENYAKIT VIRUS UNGGAS PENYAKIT VIRUS UNGGAS

PENYAKIT VIRUS UNGGAS PENYAKIT VIRUS UNGGAS PENYAKIT VIRUS UNGGAS PENYAKIT VIRUS UNGGAS i DR. DRH. GUSTI AYU YUNIATI KENCANA, MP Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2 1. Hak Cipta merupakan

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

AKABANE A. PENDAHULUAN

AKABANE A. PENDAHULUAN AKABANE Sinonim : Arthrogryposis Hydranencephaly A. PENDAHULUAN Akabane adalah penyakit menular non contagious yang disebabkan oleh virus dan ditandai dengan adanya Arthrogryposis (AG) disertai atau tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Newcastle Disease (ND) disebut juga dengan penyakit Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini ditemukan hampir diseluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

STUDI RESEPTOR VIRUS INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA ORGAN LIMFOID AYAM PASCA VAKSINASI DENGAN METODE IMUNOHISTOKIMIA RESTU LIBRIANI

STUDI RESEPTOR VIRUS INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA ORGAN LIMFOID AYAM PASCA VAKSINASI DENGAN METODE IMUNOHISTOKIMIA RESTU LIBRIANI i STUDI RESEPTOR VIRUS INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA ORGAN LIMFOID AYAM PASCA VAKSINASI DENGAN METODE IMUNOHISTOKIMIA RESTU LIBRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 ii iii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria Hasil pengamatan terhadap jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria vili usus yang diperoleh dari setiap kelompok percobaan telah dihitung

Lebih terperinci

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan

Lebih terperinci

UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya

UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya ABSTRAK Vaksin Infectious Bursal Disease (IBD) dilaporkan menyebabkan kerusakan pada bursa Fabricius setelah vaksin. Kerusakan pada bursa Fabrisius ini menyebabkan gangguan pada organ imun hospes sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Dosis Infeksi MDV Pengamatan histopatologi dilakukan terhadap lima kelompok perlakuan, yaitu kontrol (A), 1 x 10 3 EID 50 (B), 0.5 x 10 3 EID 50 (C), 0.25 x 10 3 EID 50 (D)

Lebih terperinci

UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL

UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL NATIVE VIRUS CHALLENGE TEST AGAINST VACCINATED CHICKENS WITH COMMERCIAL ACTIVE AND INACTIVE IBD

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

SISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus

SISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus SISTEM LIMFOID Sistem limfoid mengumpulkan kelebihan cairan interstisial ke dalam kapiler limfe, mengangkut lemak yang diserap dari usus halus, dan berespons secara imunologis terhadap benda asing yang

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3 Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMAKASIH... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Pengamatan histopatologi limpa dilakukan untuk melihat lesio pada limpa. Dari preparat yang diamati, pada seluruh kelompok perlakuan baik kontrol (-) maupun

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal adalah kanker ketiga tersering di dunia dan merupakan penyebab kematian akibat kanker kedua di Amerika Serikat, setelah kanker paru-paru. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PE DAHULUA. 1.1 Latar Belakang

BAB I PE DAHULUA. 1.1 Latar Belakang BAB I PE DAHULUA 1.1 Latar Belakang Limpa adalah organ limfoid dalam tubuh yang memiliki fungsi filtrasi darah dan koordinasi respon imun. Limpa terdiri dari 2 bagian. Bagian yang putih (pulpa alba) merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Titrasi Virus Isolat Uji Berdasarkan hasil titrasi virus dengan uji Hemaglutinasi (HA) tampak bahwa virus AI kol FKH IPB tahun 3 6 memiliki titer yang cukup tinggi (Tabel ). Uji HA

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepadatan Ayam Petelur Fase Grower Ayam petelur adalah ayam yang efisien sebagai penghasil telur (Wiharto, 2002). Keberhasilan pengelolaan usaha ayam ras petelur sangat ditentukan

Lebih terperinci

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( )

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( ) Pendahuluan : NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin (078114032) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Newcastle Disease (ND) juga di kenal

Lebih terperinci

Respon imun adaptif : Respon humoral

Respon imun adaptif : Respon humoral Respon imun adaptif : Respon humoral Respon humoral dimediasi oleh antibodi yang disekresikan oleh sel plasma 3 cara antibodi untuk memproteksi tubuh : Netralisasi Opsonisasi Aktivasi komplemen 1 Dua cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Ayam Kedu dan Status Nutrisi Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di Kabupaten Temanggung. Ayam Kedu merupakan ayam lokal Indonesia yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND)

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND) TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND) Newcastle Disease (ND) pertama kali ditemukan di Newcastle Inggris pada tahun 1926. Virus ini menyerang berbagai macam spesies burung dan unggas. Tingkat kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum jelas. Secara garis besar IBD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berproduksi secara maksimal adalah kelompok ayam pada peternakan tersebut

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berproduksi secara maksimal adalah kelompok ayam pada peternakan tersebut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu faktor penting agar ayam dalam suatu peternakan dapat tumbuh dan berproduksi secara maksimal adalah kelompok ayam pada peternakan tersebut harus dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Kuta Selatan sejak tahun 2013 masih mempunyai beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembibitan Ayam Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler konsumsi yang memiliki produksi unggul. Bibit- bibit yang bisa dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA AYAM PEDAGING YANG DIVAKSIN IBD KILLED SETENGAH DOSIS DAN DITANTANG DENGAN VIRUS IBD CHARLES JONSON SIREGAR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ limfatik sekunder Limpa Nodus limfa Tonsil SISTEM PERTAHANAN TUBUH MANUSIA Fungsi Sistem Imun penangkal benda asing yang masuk

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Untuk mengerti bagaimana kedudukan dan peran imunologi dalam ilmu kefarmasian, kita terlebih dahulu harus mengetahui apakah yang

Lebih terperinci

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis

Lebih terperinci

HASIL PEMBAHASAN. Jumlah Sisa Ayam Hidup Pada Hari Ke-

HASIL PEMBAHASAN. Jumlah Sisa Ayam Hidup Pada Hari Ke- 15 HASIL PEMBAHASAN Uji Tantang Ayam Broiler Terhadap Virus Avian Influenza Seluruh kelompok perlakuan terhadap ayam dan juga kontrol baik kontrol tervaksin maupun kontrol tanpa perlakuan diuji tantang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher rahim. Di Indonesia 96% tumor payudara justru dikenali oleh penderita itu sendiri sehingga

Lebih terperinci

Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan

Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan antigen yang diperoleh dari agen menular pada ternak sehingga tanggap kebal dapat ditingkatkan dan tercapai resistensi terhadap

Lebih terperinci