GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE"

Transkripsi

1 GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA AYAM PEDAGING YANG DIVAKSIN IBD KILLED SETENGAH DOSIS DAN DITANTANG DENGAN VIRUS IBD CHARLES JONSON SIREGAR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 ABSTRACT CHARLES JONSON SIREGAR. The Immune Response of Broiler Against Infectious Bursal Disease (IBD) after Giving a Half Dose of IBD Killed Vaccine and Challenging with infective IBD Virus. Under the supervision of SRI MURTINI dan RETNO D. SOEJOEDONO. The objective of the research was to study immune respons of broiler which was vaccinated using a half dose of IBD killed vaccine and challenged with IBD virus. Two hundred of day old chicks (DOC) strain Cobb are divided into two groups, each group consist of 100 chicken. Group 1 was vaccinated using IBD killed vaccine and group 2 unvaccinated. Vaccination was done on day 4 th. Group 1 are divided into two group, each group consist of 50 chicken. Group K1 was challenged with IBD virus on day 14 th, group K3 non challenged. Group 2 are divided into two group, each group consist of 50 chicken. Group K2 was challenged with IBD virus, group K4 non challenged. Blood sample were taken On day 14 th, 21 th, 28 th and 42 th. The antibody titer were measured by enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). The result showed that the vaccined groups not be able to produced protective antibody against IBD viral infection. Keyword : Titer antibody IBD, Vaccin IBD killed, ELISA

3 RINGKASAN CHARLES JONSON SIREGAR. Gambaran Respon Kebal Terhadap Infectious Bursal Disease (IBD) Pada Ayam Pedaging Yang Divaksin IBD Killed Setengah Dosis Dan Ditantang Dengan Virus IBD. Dibimbing oleh SRI MURTINI dan RETNO D. SOEJOEDONO. Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui respon tanggap kebal ayam pedaging terhadap vaksinasi IBD killed setengah dosis yang ditantang dengan virus IBD pada umur 14 hari. Sebanyak 200 ekor ayam strain Cobb umur sehari dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 100 ekor yaitu kelompok ayam yang divaksin IBD killed dan kelompok yang tidak divaksinasi. Kelompok ayam yang divaksin dibagi menjadi 2 kelompok, masingmasing 50 ekor yaitu kelompok ayam yang diuji tantang (K1) dan kelompok yang tidak diuji tantang (K3). Kelompok ayam yang tidak divaksinasi juga dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing 50 ekor yaitu kelompok yang diuji tantang (K2) dan yang tidak diuji tantang (K4). Vaksinasi IBD killed dilakukan pada saat ayam berumur 4 hari, sebelum vaksinasi dilakukan pengambilan darah untuk mengukur titer antibodi asal induk terhadap IBD. Sampel darah berikutnya diambil pada hari ke- 14, 21, 28, 42 untuk diukur titer antibodi terhadap IBD dengan menggunakan uji enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksinasi dengan vaksin IBD killed setengah dosis tidak mampu melindungi ayam dari virus tantang yang ditandai dengan turunnya titer antibodi sampai pada titer tidak protektif pada seminggu setelah infeksi virus IBD. Kata kunci : Titer antibodi IBD, Vaksin IBD killed, ELISA

4 GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA AYAM PEDAGING YANG DIVAKSIN IBD KILLED SETENGAH DOSIS DAN DITANTANG DENGAN VIRUS IBD CHARLES JONSON SIREGAR Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Hewan Pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

5 Judul Skripsi : Gambaran Respon Kebal Terhadap Infectious Bursal Disease (IBD) Pada Ayam Pedaging Yang Divaksin IBD Killed Setengah Dosis Dan Ditantang Dengan Virus IBD Nama : Charles Jonson Siregar NRP : B Disetujui Dr. drh. Sri Murtini, Msi Pembimbing I Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS Pembimbing II Diketahui Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Dr. Nastiti Kusumorini NIP Tanggal Lulus :

6 PRAKATA Bismillahirrohmannirrohim Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelasikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan ummatnya hingga akhir zaman. Skripsi berjudul Gambaran Respon Kebal Terhadap Infectious Bursal Disease (IBD) pada Ayam Pedaging yang Divaksin IBD Killed Setengah Dosis dan Ditantang Dengan Virus IBD merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. drh. Sri Murtini, MSi dan Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS sebagai pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan nasehat serta segala kemudahan yang diperoleh selama penelitian hingga penyelesaian skripsi. Selain itu, ucapan terima kasih juga untuk Dr. Drh. Nurhidayat, MS sebagai pembimbing akademik serta seluruh dosen dan staf yang telah memberikan ilmunya selama ini. 2. Keluarga tercinta, Bapak, Ibu serta Adikku yang terus mendoakan dan mendukung selama ini. 3. Rekan-rekan seperjuangan penelitian (Deva, Acil, Shinta, Lia, Faradilla, Atun Jegek), Andi Yekti Tua, Mizwar, Muning Cirebon, Ikhsan, A. Syifa, Rezi, Jayanti, Cude, Nidji, Hage, seluruh Goblet 42 dan Citra Rafika S.pd atas segala doa, motivasi, suka duka dan kekeluargaan selama ini. 4. Rekan-rekan seperjuangan di Pondok Assalam yang telah bersama-sama tinggal satu atap dan berbagi selama ini.

7 5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu semoga amal ibadahnya diterima Allah SWT, Amin. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin. Bogor, September 2009 Penulis

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bengkulu, pada tanggal 16 April 1987 dari ayah Ali Hidir Siregar dan Ibu Irmawati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis melewati pendidikan sekolah dasar (SD) di SDN 60 Kotapadang dan lulus tahun Tahun yang sama penulis melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) di SLTP Negeri 1 Kotapadang, lulus tahun 2002 dan melanjutkan ke sekolah menengah umum (SMU) di SMU Negeri 4 Curup dan lulus tahun 2005 dan pada tahun yang sama penulis kemudian terdaftar sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Penulis kemudian memilih program studi Kedokteran Hewan di Fakultas Kedoteran Hewan IPB. Selama menjalankan perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi intra kampus antara lain sebagai ketua ikatan mahasiswa kedokteran hewan Indonesia (IMAKAHI) Cabang FKH IPB periode 2008/2009, pengurus dewan keluarga musholla (DKM) An-Nahl dan himpunan minat profesi (Himpro) hewan kesayangan dan satwa aquatik (HKSA) periode 2006/2007. Organisasi ekstra kampus antara lain sebagai ketua Pokja FKH IPB dalam forum mahasiswa Indonesia tanggap flu burung (FMITFB) wilayah Jawa Bagian Barat periode 2008/2009.

9 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Gambaran Respon Kebal Terhadap Infectious Bursal Disease (IBD) pada Ayam Pedaging yang Divaksin IBD Killed Setengah Dosis dan Ditantang Dengan Virus IBD adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing serta belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2009 Charles Jonson Siregar NIM. B

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. LAMPIRAN.. i ii iii PENDAHULUAN. 1 Tujuan... 3 TINJAUAN PUSTAKA 4 Ayam Pedaging Dan Sistem Kekebalannya.. 4 Infectious Bursal Disease (IBD) 8 Vaksin dan vaksinasi IBD BAHAN DAN METODE. 16 Tempat dan Waktu Penelitian Hewan Percobaan. 16 Vaksin IBD Virus Untuk Uji Tantang Rancangan Percobaan 16 Uji ELISA. 17 Pembacaan Hasil 18 Analisis Statistik 19 HASIL DAN PEMBAHASAN 20 KESIMPULAN 25 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN. 29

11 DAFTAR TABEL 1 Rancangan Percobaan Interpretasi Hasil Uji ELISA Rataan titer antibodi terhadap IBD pada masing-masing kelompok perlakuan... 20

12 DAFTAR GAMBAR 1 Bursa Fabricius pada ayam Bursa Fabricius membengkak akibat infeksi akut virus IBD Bursa Fabricius mengalami atrofi akibat infeksi kronis virus IBD Rataan titer antibodi per kelompok perlakuan... 21

13 LAMPIRAN I Hasil analisis data dengan menggunakan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan... 29

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha dan pengembangan peternakan saat ini menunjukkan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian. Sebagian besar masyarakat dunia mengakui bahwa produk-produk peternakan memegang peranan sangat penting dimasa yang akan datang. Beberapa faktor pendukung dunia peternakan sehingga berkelanjutan dan menjanjikan peluang bisnis adalah kebutuhan pangan yang meningkat sejalan dengan percepatan pertumbuhan populasi manusia. Kebutuhan akan bahan pangan khususnya yang berasal dari daging, telur, dan susu dari tahun ke tahun selalu meningkat, sejalan dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat akan peranan zat-zat makanan khususnya protein bagi kehidupan (Dirjen Bina Produksi Peternakan 2005). Salah satu bidang peternakan di Indonesia yang terus menunjukkan peningkatan setiap tahunnya adalah peternakan ayam pedaging (broiler). Faktor penyebab peningkatan ini adalah kemampuan tumbuh ayam pedaging (broiler) yang cepat sehingga dapat dipanen dalam waktu sekitar hari, nilai ekonomis bibit, mempunyai nilai gizi yang berkualitas, sumber protein dan energi serta produknya disukai dan dapat diterima oleh konsumen (Susilorini et al. 2008, Amrullah 2003). Kemajuan bidang peternakan ayam pedaging ini tentu disertai dengan berbagai kendala diantaranya adalah penyakit. Berbagai penyakit yang sering timbul antara lain adalah infectious bronchitis (IB), infectious bursal disease (IBD), Newcastle disease (ND), infectious coryza dan lain-lain. Diantara penyakit tersebut salah satu penyakit yang cukup ditakuti oleh para peternak ayam broiler adalah infectious bursal disease (IBD) atau yang lebih kita kenal dengan penyakit Gumboro (Gumboro disease). Infectious bursal disease (IBD) merupakan penyakit virus akut yang sangat menular. Penyakit ini ditemukan hampir di setiap daerah peternakan ayam intensif di seluruh pelosok dunia. Penyakit IBD sangat penting dalam industri ayam pedaging karena dapat menyebabkan imunosupresi sehingga mengakibatkan

15 kerugian ekonomi yang cukup tinggi. Angka morbiditas penyakit IBD mencapai 100% sedangkan angka mortalitas mencapai %. Penyakit IBD dapat menyebabkan banyak ayam yang diafkir pada saat pemotongan, rasio konversi pakan besar dan berat badan tidak mencapai target (McIlroy 1989 ; Mahanan 1992). Virus IBD menginfeksi organ limfoid seperti bursa Fabricius, timus, serta limpa (Cheville 1967). Organ-organ tersebut merupakan organ penting dalam proses kekebalan. Kerusakan bursa Fabricius menyebabkan menurunnya kemampuan tubuh membentuk kekebalan sehingga ayam yang terserang virus IBD menjadi rentan terhadap penyakit lain, seperti Newcastle disease (ND), chronic respiratory disease (CRD), Colibacilosis dan sebagainya. Meskipun demikian, tubuh ayam masih mampu membentuk kekebalan terhadap IBD (Wiryawan 2002). Di samping itu, IBD juga akan menyebabkan respon yang suboptimal terhadap berbagai program vaksinasi, misalnya vaksinasi terhadap ND, IB dan penyakit Marek s. Virus IBD tidak menular pada manusia dan tidak mempunyai arti penting pada kesehatan masyarakat. Pencegahan dan pengendalian penyakit IBD yang paling efektif adalah dengan melaksanakan program vaksinasi secara teratur dan diperkuat oleh sistem manajemen yang benar baik sanitasi kandang, pemberian pakan maupun penggunaan desinfektan (Listyawati 2002). Saat ini berbagai jenis vaksin IBD komersial telah banyak beredar, baik vaksin live maupun killed. Vaksin live mempunyai patogenitas dan efek imunosupresi tergantung serotipe virus yang digunakan. Adapun vaksin killed biasanya dipakai untuk vaksinasi ulangan atau lanjutan untuk mendapatkan antibodi yang mempunyai titer tinggi dan bertahan lama. Vaksinasi IBD dapat dilakukan dengan pemberian beberapa kali vaksin live atau gabungan beberapa kali vaksin live dan vaksin killed (Tabbu 2000). Oleh karena itu, jenis vaksin, dosis, patogenitas dan keamanan virus vaksin yang digunakan dalam vaksinasi perlu diperhatikan.

16 Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat gambaran respon tanggap kebal ayam pedaging yang divaksinasi dengan vaksin IBD killed setengah dosis dan ditantang dengan virus IBD.

17 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Pedaging dan Sistem Kekebalannya Ayam pedaging adalah ayam yang sangat efektif untuk menghasilkan daging. Karakteristik ayam pedaging bersifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan tubuh cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih, dan produksi telur rendah. Beberapa bangsa ayam ras pedaging yang termasuk kedalam kelas yaitu ayam Sussex, Cornish, Orpington, Australop dan Dorking. Bangsa ayam Cornish, terutama White Cornish biasanya digunakan sebagai pejantan untuk pembentukan ayam ras pedaging. Sementara contoh strain dari ayam pedaging adalah Arbor Arces, Hubbard, Cobb, Lohman dan Hybro (Susilorini et al. 2008). Di Indoneasia, terdapat lima galur broiler modern, yaitu Cobb, Lohman, Ross, Hubbard dan Hybro. Strain ayam pedaging modern terutama berasal dari jenis White Plymouth Rock dan White Cornish. Semua strain tersebut terus mengalami perbaikan mutu genetik dan semakin efisien. Diantaranya ada yang diformulasikan agar pertumbuhannya cenderung lebih cepat di awal pemeliharaan, tetapi ada juga yang dibuat tumbuh lambat di awal yang kemudian berakselerasi cepat, sehingga mencapai berat ideal di akhir masa pemeliharaan (Mulyantono dan Isman 2008). Berdasarkan cara pembuatan galur, material genetik setiap individu ayam indukan (parent stock / PS) dengan ayam komersial (final stock / FS) dan setiap galur adalah sama. Dengan demikian bila ayam peka terhadap infeksi virus tertentu maka ayam lainnya dalam galur yang sama juga berpeluang tinggi terinfeksi. Hal ini menyebabkan banyak ditemukannya kejadian kematian serempak dalam jumlah besar pada suatu peternakan ayam yang memelihara galur sama (Anonimus 2008). Ayam pedaging strain Cobb merupakan salah satu strain broiler yang ada di Indonesia yang memiliki titik tekan pada perbaikan feed consumption rate (FCR), pengembangan genetik diarahkan pada pembentukan daging dada, mudah beradaptasi dengan lingkungan tropis (heat stress) serta produksinya yang efisien (bobot badan 1,8 2 kg; FCR 1,65). Saat ini bibit Cobb digunakan untuk produksi broiler di lebih dari 60 negara. Strain Hybro memilki fokus terhadap kekuatan dan daya hidup, menjaga keseimbangan antara sifat broiler dan breeder, performa

18 bagus pada iklim tropis, tahan terhadap kasus ascites dan fokus pengembangan genetik pada hasil maupun produk karkas. Strain Ross memilki keunggulan berupa FCR lebih efisien, laju pertumbuhan lebih cepat, daya hidup lebih bagus, fokus pengembangan genetik pada kekuatan kaki sebagai penyeimbang berat badan (Anonimus 2006). Berbeda dengan ayam pedaging (broiler) beberapa tahun lalu, broiler modern telah mengalami perubahan genetik yang luar biasa. Umur panen dengan berat yang sama menjadi semakin pendek. Berat panen 1,6-1,7 kg, sekitar 5-10 tahun lalu baru diperoleh pada umur 35 hari, sekarang hanya hari. Ayam broiler ini merupakan hasil persilangan galur murni unggul dan rekayasa genetik dengan karakter pertumbuhan cepat dan selektif, yakni daging dada yang lebih banyak, serta FCR rendah, sehingga sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi daging. Namun, broiler modern lebih peka terhadap perubahan iklim, mudah stres, pertumbuhan bulu lambat dan memerlukan pemenuhan nutrisi yang benar-benar tepat, sehingga kualitas pakan yang benar-benar baik sangat dibutuhkan (Mulyantono dan Isman 2008). Sistem kebal ayam seperti halnya ternak lain merupakan sistem yang sangat komplek. Sistem kekebalan dapatan tubuh unggas terdiri atas kekebalan humoral dan selular. Kekebalan humoral melibatkan antibodi spesifik terhadap antigen yang masuk. Pada ayam, ada dua organ tubuh yang berhubungan dengan sistem kebal, yakni bursa Fabricius dan timus. Bursa Fabricius sebagian besar berisi sel B yang berperan dalam memproduksi antibodi humoral atau yang bersirkulasi. Timus sebagian besar berisi sel T dengan fungsi mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi bakteri atau virus, mengaktifkan makrofag dalam fagositosis dan membantu sel B dalam memproduksi antibodi. Pada masa embrio, kedua sistem ini diprogramkan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap penyakit, artinya kekebalan yang didapat sebagai akibat pernah terinfeksi atau karena inokulasi dengan bahan-bahan penyebab penyakit yang telah diubah bentuknya (Junaidi 2007). Sel B yang dihasilkan oleh bursa Fabricius akan menghasilkan antibodi dan sel pengingat (sel memori). Dalam menanggapi adanya antigen, sel-sel plasma menghasilkan antibodi. Antibodi adalah suatu protein yang besar molekulnya dapat membantu menghancurkan dan

19 melumpuhkan patogen dengan jalan mengikat patogen tersebut dengan protein yang bersifat antigenik. Sel-sel plasma yang menghasilkan antibodi berasal dari sel B. Sel-sel memori akan mengingat dan mengenal antigen yang pernah masuk kedalam tubuh, sehingga sistem kekebalan unggas dapat bertindak cepat (Cheville 1967). Permukaan dalam bursa Fabricius ayam terdiri dari lipatan longitudinal (plika) besar dan kecil. Lipatan yang besar mencapai keseluruhan dari panjang lumen bursa sedangkan lipatan yang kecil lebih pendek. Lipatan-lipatan ini terdiri dari folikel bursa dan dibawahnya terdapat matriks jaringan ikat. Lipatan epitel longitudinal dibentuk pada permukaan dalam kantung dan epitel kolumnar menutupi plika berproliferasi dan membentuk pertumbuhan ke arah luar dari pucuk epitel ke dalam lamina propria yang ada dibawahnya (Riddel 1996). Jumlah total lipatan mukosa pada bursa yang matang atau dewasa sekitar (Cross 1987). Unit dasar bursa Fabricius adalah folikel bursa. Folikel berkembang dari interaksi pertumbuhan epitel dan sel mesenkim. Setiap folikel matang terdiri dari medulla dan korteks. Pada pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) bagian korteks mengambil warna lebih kuat dibandingkan dengan medulla sama seperti kandungannya yang relative lebih banyak mengandung limfosit kecil. Pucuk epitel dipenuhi oleh sel-sel limfosit yang akhirnya membentuk bagian medulla dari folikel bursa. Tiap folikel dipenuhi oleh satu atau dua sel dan koloni tersebut melakukan proliferasi di dalam folikel. Jumlah total folikel pada bursa yang matang atau dewasa sekitar antara buah. Korteks dan medulla dipisahkan oleh membran basal yang berhubungan dengan permukaan epitel. Permukaan medulla dari membran basal folikularis terdiri dari lapisan sel epitel squasmos atau kubus. Stroma jaringan epitel secara ekstensif terdapat dalam medulla. (Riddel 1996 dan Eerola et al.1987). Menurut Tizard (1987), bursa Fabricius mempunyai fungsi sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi sel limfosit B, kemudian sel limfosit akan masuk ke sirkulasi dan berperan untuk menerima atau memberi reaksi terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Sel T tidak memproduksi antibodi tetapi berfungsi dalam kekebalan berperantaraan sel. Limfosit T yang peka terhadap

20 antigen spesifik mampu menghilangkan sel-sel yang telah terinfeksi oleh virus. Sel T mempunyai fungsi mengatur aktifitas sel B dan sel T (Partadiredja 1991). Selain itu bursa Fabricius juga berfungsi sebagai organ limfoid sekunder yang bekerja menangkap antigen yang masuk ke dalam tubuh dan informasi akan dikirimkan ke sistem pembentuk antibodi yang akan menghasilkan antibodi khusus untuk menyingkirkan antigen tersebut. Bursa Fabricius pada Ayam Bursa Fabricius (BF) Lokasi BF Kloaka Gambar 1. Bursa Fabricius sebagai tempat perkembangan sel limfosit B (Sumber : IB pract/p05) Bursa berkembang secara cepat pada ayam muda dan mencapai ukuran maksimum antara umur 4 dan 12 minggu. Pada kebanyakan ayam, regresi bursa dengan cepat setelah minggu. Perkembangan cepat sering ditemukan pada awal 3-5 minggu dalam kehidupan ayam. Umumnya regresi dihubungkan dengan kematangan seksual. Mengecilnya bursa, karena jaringan ikat berperan lebih dominan, epitel melipat kedalam dan folikel limfoid digantikan oleh kista (Riddel 1987).

21 Infectious Bursal Disease (IBD) Penyakit IBD pertama kali dilaporkan di Gumboro, Delaware, Amerika Serikat pada tahun 1962 oleh Cosgrove, oleh karena itu penyakit ini dikenal juga dengan nama Gumboro disease (Lukert dan Saif 1997). Kasus penyakit IBD di Indonesia pertama kali ditemukan pada tahun 1980 di sebuah peternakan ayam jantan di daerah Sawangan, Bogor (Partadireja dan Juniman 1985). Penyebaran penyakit ini telah meluas hampir di seluruh daerah di Indonesia dan bersifat endemik (Santhia 1996). Penyakit Gumboro sangat mudah menular. Suatu peternakan yang terkena wabah IBD akan sangat mudah menyebar ke peternakan lain, bahkan penularan berlanjut sampai generasi berikutnya pada peternakan yang sama. Terjadinya penularan ini dapat ditimbulkan karena kontak langsung antara ayam penderita dengan ayam sehat, litter yang tercemar virus Gumboro atau lewat makanan yang terkontaminasi. Serangga dapat juga berperan dalam penyebaran penyakit ini (Murtidjo 1992). Penyakit IBD merupakan satu diantara penyakit unggas terpenting di USA, Eropa, dan di Asia khususnya di Indonesia. Penyakit ini menimbulkan kerugian berupa angka mortalitas tinggi, penurunan produksi daging, telur, peningkatan biaya manajemen serta bersifat imonusupresi, akibatnya ayam menjadi lebih peka terhadap berbagai jenis infeksi (Jackwood and Sommers 1999). Virus yang masuk kedalam bursa Fabricius akan bereplikasi secara besarbesaran, kemudian virion yang dihasilkan akan dilepaskan ke peredaran darah dan menyebabkan terjadinya viremia sekunder yang berakibat terdisposisinya virus pada berbagai organ lain seperti: timus, limpa dan paru-paru (Weiss dan Weiss l994). Terdisposisinya virus pada berbagai organ menyebabkan perubahan pada organ tersebut dan perubahan biasanya mulai terlihat setelah virus melisis sel sasarannya. Virus IBD bersifat sitolitik membuat perubahan yang teramati secara makroskopik adalah mengecilnya organ sasaran akibat lisisnya sel parenkim organ tersebut. Namun hal tersebut tidak bersifat permanen karena proses persembuhan yang disertai dengan regenerasi organ segera terjadi (Adi dan Berata 1998). Menurut Subekti (2000) infeksi IBD juga dapat diperparah oleh infeksi Escherichia coli, Aspergillus flavus dan Avian nephritis.

22 Infectious bursal disease (IBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus golongan Birnaviridae, menyerang ayam muda, bersifat akut dan mudah menular. Virus tersebut tidak mempunyai envelope, berbentuk icosahedral dan mempunyai diameter nm. Virus IBD sangat stabil pada berbagai kondisi fisik dan agen kimiawi. Virus IBD resisten terhadap eter dan kloroform, dapat tahan terhadap pelarut organik tetapi peka terhadap formalin dan kelompok iodofor. Virus tersebut dapat diinaktifasi dengan larutan 0,5 % kloramin selama 10 menit. Sehubungan dengan ketahanan virus IBD terhadap pengaruh lingkungan dan bahan kimiawi, maka virus tersebut dapat bertahan dalam kandang ayam maupun di lingkungan dalam periode yang lama walaupun telah dilakukan sanitasi maupun desinfeksi. Virus dapat diinaktifasi pada ph 12, tetapi tidak dipengaruhi oleh ph 2, masih tetap aktif pada temperatur 56 0 C selama lebih dari 5 jam. Virus ini akan tetap hidup pada suhu 60 0 C selama 30 menit, tetapi akan mati pada suhu 70 0 C selama 30 menit (Tabbu 2000). Virus IBD merupakan virus RNA utas ganda, genomnya terbagi menjadi dua segmen. Genom A memiliki panjang bp dan genom B dengan panjang bp. Virion mengandung 5 macam protein yang dikenal VP2, VP3, VP4 dan VP5 (segmen A) dan VP1 (Segmen B). Protein VP2 merupakan antigen spesifik dan mengandung epitop yang dapat memicu pembentukan antibodi netralisasi dan tingkat virulensi. Gen VP2 ini dapat diekspresikan dalam berbagai sistem ekspresi yang berbeda (Lejal et al ; Ming 2000). Virus penyebab Gumboro ini mempunyai kecenderungan untuk mengalami modifikasi genetik secara cepat sehingga muncul virus yang bersifat antigenik ataupun patogenik varian. Kasus Gumboro di Indonesia menurut pengamatan Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor, dapat dihubungkan dengan virus Gumboro bentuk klasik yang mengalami modifikasi dalam patogenisitasnya, yang lazim disebut patogenik varian. Efek dari virus ini sangat mirip dengan virus Gumboro dari negara lain yang digolongkan sebagai very virulent IBDV (vvibdv) (Listyawati 2002). Kasus infeksi virus Gumboro ganas (vvibdv) asal lapangan yang menyerang ayam umur diatas 3 (tiga) minggu cenderung menampakkan gejala klinis yang sangat jelas, mulai dari adanya kelesuan dan ayam nampak menggigil, bulu berdiri dan cenderung bergerombol disertai adanya diare warna keputihan.

23 Akibat diare, ayam menjadi dehidrasi, nampak tremor dan sangat lemah sehingga berakhir dengan kematian (Wiryawan 2007). Adanya varian baru dari virus IBD menunjukkan perbedaan sekuen nukleotida pada genom penyandi protein VP2. Beberapa isolat bahkan ditemukan dalam keadaan baru sama sekali berbeda dengan isolat yang ada sebelumnya (Soejoedono et al ; Ernawati dan Nidom 2001). Jaringan limfoid merupakan target utama virus IBD dengan bursa Fabricius sebagai organ targetnya (Adi dan Huminto 2001). Virus IBD juga menyerang organ limpa, tonsil-sekum dan timus (Abdu et al. 1986). Lesio pada bursa Fabricius yang disebabkan oleh virus IBD merupakan diagnosa patognomonis atau spesifik (Lukert dan Saif 1997). Virus IBD juga menginfeksi makrofag, namun hal tersebut tidak berperan dalam terciptanya imunosupresi, tetapi cenderung merugikan tubuh (Van den Berg 2000). Ayam yang terserang Gumboro akan memberikan reaksi yang suboptimal terhadap pengobatan dengan antibakterial ataupun antiparasit sehingga dosis harus ditingkatkan, demikian juga lama pengobatan perlu diperpanjang untuk mendapatkan hasil yang optimal. Keadaan tersebut mungkin dapat dihubungkan dengan penurunan populasi limfosit ataupun jumlah imunoglobulin yang diperlukan untuk membunuh bakteri atau parasit (Tabbu 2000). Virus IBD hanya menimbulkan penyakit dan lesi tertentu pada ayam. Virus IBD asal lapangan dapat menimbulkan derajat patogenesitas yang berbeda pada berbagai jenis ayam dan semua ayam dapat terinfeksi oleh virus tersebut. Umur yang sangat sensitif terhadap virus tersebut adalah 3-6 minggu. Kejadian Gumboro dapat dibagi 2 bentuk yaitu : infeksi dini pada anak ayam umur 1-21 hari dan infeksi yang tertunda pada ayam yang berumur lebih dari 3 minggu. Jika virus Gumboro menyerang ayam yang berumur 1-21 hari biasanya akan timbul Gumboro bentuk subklinis yang mempunyai efek sangat imunosupresi (menekan kekebalan) dan menyebabkan kegagalan berbagai program vaksinasi. Efek immunosupresi yang ditimbulkan, diawali dengan adanya infeksi virus vvibd yang secara langsung menginfeksi dan melakukan perbanyakan diri (replikasi) pada bursa Fabrisius dan timus sebagai organ target utamanya. Mekanisme terjadinya immunosupresi oleh karena infeksi virus Gumboro, kemungkinan besar

24 terkait dengan adanya kematian sel-sel penghasil limfosit B, terutama yang terdapat pada bursa Fabricius. Sel limfosit B merupakan salah satu calon pembentuk zat kebal tubuh. Adanya kerusakan sel-sel limfoid dari bursa Fabricius sebagai akibat infeksi virus penyebab Gumboro, mengakibatkan adanya penurunan jumlah produksi sel B oleh bursa Fabricius, yang selanjutnya akan berakibat pada terjadinya penurunan reaksi pembentukan zat kebal tubuh dari perlakuan vaksinasi yang diberikan pada tahap selanjutnya. Adanya kerusakan folikel bursa Fabricius, menyebabkan kemampuan organ tersebut dalam menghasilkan zat kebal tubuh untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen lainnya menjadi kurang optimal, sehingga ayam menjadi peka dan mudah terserang berbagai macam penyakit (Wiryawan 2007). Okeye dan Uzoukwu (1991) menyatakan bahwa infeksi oleh virus IBD akan meningkatkan kepekaan ayam terhadap infeksi E. coli. Infeksi campuran antara IBD dan E.coli makin merangsang penurunan jumlah sel limfosit dalam bursa Fabricius maupun kelenjar timus. Pada kondisi lapangan, penyakit IBD subklinis ini lebih sulit dideteksi. Penyakit Gumboro yang bersifat klinis menyebabkan kematian yang lebih tinggi, sulit dikontrol dan menyebabkan kerugian ekonomi yang besar. Penyakit IBD bentuk klinis juga dapat dicirikan dengan adanya perdarahan berupa titik-titik atau garis-garis pada otot paha bagian tengah lateral abdomen. Suatu kenyataan di lapangan yang menyimpang dari teori di atas adalah sejumlah kasus IBD bentuk klinis yang ditemukan pada umur sekitar hari, bahkan kurang dari 2 minggu dengan kerusakan bursa Fabricius yang parah dan sejumlah gejala tertentu. Hal ini sulit diterangkan, namun beberapa ahli berpendapat bahwa infeksi dini tersebut mungkin berhubungan dengan tingkat keganasan virus IBD yang sangat tinggi (Tabbu 2000).

25 Gambar 2. Bursa Fabricius membengkak akibat infeksi akut virus IBD BF: bursa Fabricius Bursa normal Bursa atrofi Gambar 3. Bursa Fabricius mengalami atrofi akibat infeksi kronis virus IBD (Sumber : Vaksin dan Vaksinasi IBD Vaksin merupakan mikroorganisme bibit penyakit yang telah dilemahkan virulensinya atau dimatikan dan bila diberikan pada ternak tidak menimbulkan penyakit melainkan dapat merangsang pembentukan zat kebal yang sesuai dengan jenis vaksinnya. Vaksinasi merupakan tindakan memasukkan vaksin ke dalam tubuh ternak dan merupakan suatu usaha dengan tujuan melindungi ternak terhadap serangan penyakit tertentu (Junaidi 2007). Lebih lanjut dipaparkannya bahwa vaksinasi yang dilakukan peternak dengan cara tetes mata, tetes hidung, air minum dan spray akan merangsang tubuh ayam untuk membentuk kekebalan lokal, sedangkan pelaksanaan vaksinasi dengan injeksi atau suntikan akan

26 merangsang pembentukan kekebalan humoral atau menyeluruh. Pada anak ayam, aplikasi vaksinasi biasanya dengan cara tetes mata atau tetes hidung, dan kadangkadang pemberiannya melalui suntikan bila jenis vaksinnya killed. Vaksinasi melalui air minum tidak bisa dilakukan, karena anak ayam umur 1-4 hari minumnya masih sedikit dan tidak teratur. Pada ayam dewasa, aplikasi vaksinasi biasanya dengan tetes mata, tetes hidung, air minum dan suntikan (Junaidi 2007). Pemberian vaksin pada anak ayam merupakan cara yang efektif untuk pengendalian IBD. Pendapat lain menjelaskan bahwa pemberian vaksinansi pada induk ayam dapat memberi kekebalan pada keturunannya, antibodi tersebut dapat melindungi anak ayam dari efek imunosupresi lebih awal. Terdapat dua tipe vaksin untuk unggas, yaitu vaksin live (antigen dalam vaksin masih hidup tetapi dilemahkan) dan vaksin killed (antigen dalam vaksin mati). Vaksin IBD live merupakan vaksin yang banyak dipergunakan karena dapat diberikan pada ayam dengan cara praktis. Aplikasi biasanya melalui air minum atau dengan cara spray, meskipun cara tetes mata dan injeksi masih dilakukan. Adapun vaksin killed diaplikasikan menggunakan adjuvan, baik minyak mineral dan aluminium hidroksida yang ditujukan untuk mengoptimalkan respon imun terhadap antigen (Nurvidia 2008). Penggunaan vaksin IBD live pada induk ayam akan melindungi anak ayam selama 1-3 minggu. Masalah utama vaksinasi IBD pada anak ayam yang memiliki antibodi asal induk adalah waktu vaksinasi harus tepat karena titer antibodi asal induk bervariasi, rute vaksinasi dan virulensi virus vaksin. Sebaliknya, pemberian vaksin Gumboro killed pada induk akan memberikan kekebalan yang lebih lama yaitu selama 4-5 minggu (Lukert dan Saif 1997). Vaksinasi awal pada parent stock dan calon ayam petelur dengan vaksin IBD live perlu dilakukan sebelum pemberian vaksin killed. Vaksinasi ini diharapkan dapat meningkatkan sejumlah antibodi pada DOC yang dapat melindungi anak ayam dari infeksi awal virus IBD yang bersifat imunosupresi (Listyawati 2002). Pada bagian lain, Listyawati (2002) menyatakan, pengendalian Gumboro pada ayam dapat dilakukan dengan pengamanan biologis ketat dan pelaksanaan berbagai aspek manajemen secara optimal untuk menghilangkan sumber infeksi, termasuk vaksinasi pada tingkat breeder maupun komersial. Seiring dengan

27 berkembangnya vvibdv (very virulent Infectious Bursal Disease Virus) beberapa perubahan pada vaksinasi IBD secara konvensional sangat diperlukan. Perlu diingat bahwa kualitas vaksin ditentukan oleh cara pembuatan vaksin, distribusi dan penyimpanan vaksin, kemampuan vaksin menggertak kekebalan ayam dan masa kadaluarsa vaksin. Selain dari masalah kualitas vaksin, yang harus diperhatikan peternak adalah cara pemberian vaksin atau metode vaksinasi akan sangat mempengaruhi hasil vaksinasi. Selain itu faktor lain yang memegang andil keberhasilan vaksinasi adalah keterampilan vaksinator yang terlatih, peralatan vaksinasi beserta sarana maupun prasarana peternakan ayam yang mendukung, dan status kesehatan ayam sewaktu pelaksanaan vaksinasi. Semua parameter tersebut di atas memegang kunci penting dalam penanggulangan penyakit Gumboro ( Nurvidia 2009). Vaksinasi dapat dilakukan dengan pemberian beberapa kali vaksin IBD live dan vaksin killed. Berdasarkan virulensi dan struktur antigenik virus dikenal beberapa jenis vaksin IBD live yang beredar di pasaran yaitu tergolong tidak virulen (mild), virulen (intermediate) dan sangat virulen (hot) (Listyawati 2002). Pada kondisi lingkungan yang terkontaminasi, virus IBD yang sangat sulit diinaktifasi dapat dikontrol dengan melakukan program vaksinasi. Namun demikian beberapa vaksin live dilaporkan memiliki efek samping berupa pembengkakan bursa Fabricius yang diikuti kematian ayam akibat mengalami imunosupresi (Alan et al. 2002). Penggunaan vaksin live juga memiliki kelemahan lain, yaitu adanya reaksi pasca vaksinasi dan dapat menimbulkan varian baru. Perkembangan teknologi rekombinan DNA, memungkinkan pemecahan masalah tersebut dengan penyediaan protein rekombinan yang bersifat imunogenik dan spesifik dalam jumlah yang besar untuk pembuatan vaksin (Alan et al. 2002). Program vaksinasi yang bersifat universal tidak dapat dianjurkan oleh karena adanya variasi titer antibodi asal induk, praktek manajemen dan kondisi operasional. Jika titer antibodi asal induk sangat tinggi dan tantangan virus IBD lapangan sudah menurun, maka vaksinasi pada ayam pedaging tidak diperlukan lagi. Vaksinasi dengan virus live yang dilemahkan dapat dilakukan pada hari ke-7 sampai minggu ke-2 atau ke-3. Jika antibodi asal induk rendah dan atau virulensi

28 virus lapangan sangat tinggi misalnya vvibd, maka vaksinasi IBD sebaiknya dilakukan seawal mungkin. Jika kondisi DOC memungkinkan, dapat dilakukan pada umur sehari. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar bursa Fabricius tidak dirusak oleh virus lapangan sehingga virus vaksin dapat berfungsi dengan baik. Vaksinasi IBD pada anak ayam umur sehari hendaklah menggunakan virus IBD galur tidak virulen (mild) dan dapat dilakukan secara suntikan, bersama dengan vaksin lain (Tabbu 2000). Penyakit IBD menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar pada industri perunggasan, terutama jika penyakitnya berbentuk subklinis (McIlroy 1989). Vaksinasi dapat meningkatkan pendapatan dan rata-rata berat badan, serta menurunkan mortilitas (McIlroy 1992). Vaksinasi harus dilakukan secara teratur agar dapat menurunkan jumlah virus di lapangan (Mahanan 1992). Kontak dengan virus IBD asal lapangan atau vaksinasi dengan vaksin IBD killed atau vaksin live dapat merangsang respon antibodi yang bersifat aktif. Pembentukan antibodi asal induk yang tinggi, dapat dirangsang dengan menggunakan vaksin IBD killed dalam emulsi minyak pada induknya. Penggunaan ini dapat merangsang pembentukan antibodi asal induk yang dapat memberi perlindungan pada anak ayam selama 4-5 minggu. Sebaliknya ayam yang berasal dari induk dan divaksinasi vaksin live maka hanya mendapat perlindungan selama 1-3 minggu. Meskipun demikian, jika virus IBD mempunyai patogenesitas yang sangat tinggi maka antibodi asal induk hanya memberikan perlindungan dalam waktu yang singkat. Vaksin killed dalam pelarut minyak biasanya dipakai vaksinasi ulang ataupun lanjutan untuk mendapatkan antibodi yang mempunyai titer tinggi dan bertahan lama. Vaksin killed ini banyak digunakan pada parent stock dan ayam petelur komersial. Vaksin killed tidak praktis jika digunakan untuk merangsang respon yang bersifat primer pada ayam muda. Jenis vaksin tersebut paling efektif jika diberikan pada ayam yang telah digertak dengan virus IBD live yang berasal dari vaksin atau telah kontak dengan virus lapangan (Tabbu 2000). Penggunaan vaksin IBD yang tidak tepat pada anak ayam dapat merusak sel limfoid bursa Fabricius meskipun ayam kebal terhadap virus IBD, ayam tidak mempunyai kekebalan terhadap infeksi penyakit lain (Parede et al. 1994).

29 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang hewan percobaan FKH IPB dan di unit pelayanan terpadu, bagian Mikrobiologi Medis, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, FKH IPB. Penelitian ini berlangsung mulai bulan April 2008 sampai Mei Hewan Percobaan Ayam pedaging strain Cobb umur satu hari (DOC) sebanyak 200 ekor digunakan untuk penelitian ini. Semua ayam dipelihara dalam kandang dan diberi pakan komersial dan air minum ad libitum. Alat dan Bahan Alat yang digunakan yaitu spoit volume 1 ml dan 3 ml, tray, mikropipet µl, microplate U, inkubator, refrigerator, dan mesin ELISA (ELISA reader). Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah vaksin IBD killed setengah dosis, Virus IBD, serum darah ayam, kontrol negatif dan positif IBD, washing solution, konjugat, subsrat solution, stopping solution dan ELISA kit CIVTEST AVI IBD. Vaksin IBD Vaksin IBD yang digunakan dalam penelitian ini adalah vaksin IBD inaktif setengah dosis (0,25 ml) rute subcutan. Virus untuk Uji Tantang Virus IBD yang digunakan sebagai antigen untuk uji tantang adalah virus IBD isolat lokal strain hot dengan dosis 10 6 TCID 50 per ekor ayam melalui tetes mulut. Rancangan Percobaan Sebanyak 200 ekor ayam strain Cobb umur sehari dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 100 ekor yaitu kelompok ayam yang divaksin IBD killed setengah dosis dan kelompok yang tidak divaksinasi. Kelompok ayam yang divaksin dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing 50

30 ekor yaitu kelompok ayam yang diuji tantang pada umur 14 hari (K1) dan kelompok yang tidak diuji tantang (K3). Kelompok ayam yang tidak divaksinasi juga dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing 50 ekor yaitu kelompok yang diuji tantang (K2) dan yang tidak diuji tantang (K4). Vaksinasi IBD killed dilakukan pada saat ayam berumur 4 hari, sebelum vaksinasi dilakukan pengambilan darah untuk mengukur titer antibodi asal induk terhadap IBD. Sampel darah berikutnya diambil pada hari ke- 14, 21, 28, 42 untuk diukur titer antibodi terhadap IBD dengan menggunakan uji ELISA. Rancangan percobaan ini dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 1 Rancangan Percobaan Kelompok Perlakuan (hari ke-) K1 Vaksinasi IBD Uji tantang Pengambilan serum darah Pengambilan serum darah Pengambilan serum darah K2 Tidak divaksinasi IBD Uji tantang Pengambilan serum darah Pengambilan serum darah Pengambilan serum darah K3 Vaksinasi IBD Tidak uji tantang Pengambilan serum darah Pengambilan serum darah Pengambilan serum darah K4 Tidak divaksinasi IBD Tidak uji tantang Pengambilan serum darah Pengambilan serum darah Pengambilan serum darah Uji ELISA (Enzyme - Linked Immunoassay) Uji ELISA dilakukan untuk mengukur titer antibodi terhadap IBD. Tahaptahap prosedur uji ELISA adalah sebagai berikut : a. Microplate diisi dengan 50 µl kontrol positif dan negatif serta larutan sampel sesuai dengan pola yang telah dirancang. b. Microplate yang telah berisi sampel diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 0 C

31 c. Setelah inkubasi, plate dicuci dengan menggunakan washing solution 300 µl/sumur, diulang sebanyak 3 kali lalu dikeringkan. d. Ditambah 50 µl conjugate solution pada masing-masing sumur dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 0 C e. Dilakukan pencucian seperti pada tahapan c. f. Ditambahkan 50 µl substrate solution pada masing-masing sumur dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 0 C dengan kondisi gelap, biarkan terjadi perubahan warna dari kromogennya. g. Setelah inkubasi, tutup plate kembali dibuka dan ditambah 50 µl stop solution, larutan dicampur dengan menggoyangkan plate pelan-pelan. h. Terakhir, permukaan plate dibersihkan dengan menggunakan tissue dan selanjutnya hasil dibaca secepatnya pada ELISA reader dengan panjang gelombang 405 nm. Pembacaan Hasil Kesahihan Uji Uji dapat dikatakan sahih jika rataan dari optical density (OD) positif kontrol lebih dari 0.6 dan ratio (rataan OD 405 positif kontrol / rataan OD 405 negatif kontrol) adalah lebih dari 4. Interpretasi Hasil Perhitungan sample value related to positiv value (S/P) menurut Laboratoire Service International (LSI) dapat dihitung dengan formula sebagai berikut : S/P = Sampel OD 405 Rataan OD 405 Negatif Kontrol Rataan OD 405 Kontrol Positif Rataan OD 405 Negatif Kontrol Kalkulasi titer : Log 10 titer = 1.35 x Log 10 S/P Titer = antilog (Log 10 titer) Adapun nilai untuk interpretasi hasil dari uji ELISA dapat dilihat pada Tabel 2.

32 Tabel 2 Interpretasi Hasil Uji ELISA S/P Value IBD Titer IBD Antibodi Status S/P Negatif < S/P < < Titer < 357 Suspect S/P Positif S/P Vaksinasi tidak dihambat oleh maternal antibodi, tergantung pada penggunaan vaksin S/P >1000 Umumnya positif untuk vaksin primer Analisis Statistik Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan.

33 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pemeriksaan terhadap titer antibodi pada perlakuan masing-masing kelompok serta perbandingannya dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 4. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa rataan titer antibodi asal induk terhadap IBD pada ayam umur 1 hari (hari ke 0 vaksin) adalah 2938, ,11. Anak ayam memperoleh antibodi IgG dari kuning telur. Imunoglobulin ini dapat diturunkan dari serum induk ayam ke dalam kuning telur ketika telur masih berada dalam ovarium. Di dalam fase cair kuning telur, IgG ditemukan memiliki titer yang sama dengan yang ada dalam serum induk. Selain itu, sementara telur melewati saluran telur, IgM dan IgA yang disekresi oleh saluran telur bergabung ke dalam albumin. Selama embrio ayam berkembang, IgG dari kuning telur diserap yang kemudian ditemukan dalam sirkulasi. Waktu paruh (half life) antibodi asal induk terhadap IBD yaitu 3-6 hari, sehingga titer antibodi asal induk kemudian akan mengalami penurunan hingga mencapai titik rendah (sifatnya non protektif). Oleh karena itu perlu dilakukan vaksinasi untuk meningkatkan titer antibodi melalui induksi kekebalan aktif tubuh (Lukert dan Saif 1997). Tabel 3 Rataan titer antibodi terhadap IBD pada masing-masing kelompok perlakuan Hari ke- Kelompok Perlakuan K1 K2 K3 K , ,1 a 2938, ,1 a 2938, ,1 a 2938, ,1 a , ,8 a 1489, ,7 a 1255, ,8 a 1489, ,7 a 21 76, ,4 a 44, ,8 a 387, ,1 bc 142, ,5 ac , ,6 a 1222, ,4 a a ,6 b , ,7 a 2610, ,0 b a c Keterangan : Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05).

34 357 a: positif mengandung Ab IBD Gambar 4 Rataan titer antibodi per kelompok perlakuan Berdasarkan penelitian ini tampak rataan titer antibodi terhadap IBD pada hari ke 14 setelah vaksinasi pada kelompok K1 tidak berbeda nyata (P > 0,05) dibandingkan kelompok K2, dan K4 serta nilai titernya sama dengan K3. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada peningkatan titer antibodi setelah vaksinasi dan antibodi asal induk masih cukup tinggi. Ayam yang mempunyai titer antibodi asal induk yang tinggi akan mampu mencegah infeksi dini virus IBD, tetapi tidak akan memberi respon terhadap vaksinasi karena antibodi asal induk menetralisir virus vaksin. Hal ini berarti bahwa vaksin killed tidak praktis jika digunakan untuk merangsang respon kebal yang bersifat primer. Pada hari ke 21 setelah vaksinasi (1 minggu setelah ditantang dengan virus IBD) yang merupakan titik rawan terjadinya kasus Gumboro pada ayam broiler, rataan titer antibodi kelompok K1 tidak berbeda nyata (P > 0,05) dibandingkan kelompok K2. Kemungkinan hal ini disebabkan adanya proses netralisasi virus tantang oleh antibodi yang dihasilkan dari vaksinasi. Hasil ini dibuktikan dari kelompok 3 (K3) yang divaksin tapi tidak ditantang memiliki titer antibodi yang berbeda nyata (P < 0,05) dibandingkan K1 pada hari ke 21 setelah vaksinasi. Netralisasi virus akan terjadi jika ada pengikatan antara antibodi dan virus, sehingga mencegah virus mencapai sel target dengan cara mencegah interaksi dari

35 ikatan permukaan virus dengan sel reseptor atau menghalangi internalisasi atau pelepasan secara intraseluler. Antibodi yang menetralisasi dapat membatasi infeksi virus awal serta dapat juga menjadi penting untuk eliminasi dari infeksi yang sudah ada (Monath 1999). Dengan menetralisasi virus yang masuk ke dalam tubuh maka jumlah antibodi yang bersirkulasi dalam darah menurun. Hal ini yang terjadi pada kelompok 1 (K1), yang memiliki titer antibodi lebih rendah dibandingkan K3 yang tidak mendapat uji tantang. Pada kelompok K3 terjadi penurunan rataan titer antibodi yang merupakan penurunan dari antibodi asal induk. Hal ini menunjukkan bahwa antibodi asal induk hanya bisa memberikan perlindungan terhadap infeksi virus IBD selama 1-3 minggu. Lamanya perlindungan oleh antibodi asal induk erat hubungannya dengan virulensi virus IBD asal lapangan, waktu kontak dengan virus IBD dan kondisi DOC (Tabbu 2000). Gambaran patologi anatomi dan gejala klinis dari masing-masing kelompok pada hari ke 21 (1 minggu setelah uji tantang) menunjukkan bahwa pada kelompok 2 (K2) memperlihatkan perubahan klinik akibat infeksi IBD berupa lesu, tremor dan bulu kusam serta hasil pemeriksaan bedah bangkai yang memperlihatkan bursa Fabricius mengalami nekrose dan perdarahan. Data ini membuktikan bahwa virus yang digunakan untuk uji tantang memiliki virulensi yang tinggi. Pada kelompok K1 hasil pemeriksaan bursa memperlihatkan adanya ptechi dan kebengkakan. Hal ini menunjukkan bahwa vaksinasi yang dilakukan tidak mampu menahan virulensi virus uji tantang. Selain itu, titer antibodi terhadap IBD juga tidak memperlihatkan adanya peningkatan kekebalan (antibodi yang dihasilkan tidak protektif) dan menyebabkan terjadi penekanan respon kebal terhadap penyakit lain seperti ND, IB dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan penelitian Puspitasari (2009) yang menunjukkan bahwa pada hari ke 21 setelah vaksinasi IBD killed setengah dosis, terjadi penurunan titer antibodi terhadap ND akibat ketidakmampuan vaksin dalam menahan efek imunosupresi dari infeksi dini virus IBD yang ditantang pada hari ke 14. Titer antibodi pada hari ke 28 setelah vaksinasi (2 minggu setelah ditantang dengan virus IBD) pada kelompok K1 tidak berbeda nyata (P > 0,05) dibandingkan kelompok K2 maupun dengan kelompok K3, namun berbeda nyata

36 (P < 0,05) terhadap K4. Penelitian ini sesuai dengan pernyataan Tabbu (2000) bahwa kontak dengan virus IBD atau dengan vaksin IBD killed dapat merangsang respon antibodi yang tinggi. Rataan titer antibodi pada hari 42 setelah vaksinasi (4 minggu setelah ditantang dengan virus IBD) pada kelompok K1 berbeda nyata (P < 0,05) dibandingkan kelompok K2 dan K4 namun tidak berbeda nyata (P > 0,05) dibandingkan kelompok K3. Hal ini menunjukkan bahwa ayam yang divaksinasi dengan vaksin IBD killed setengah dosis mampu menginduksi titer antibodi berbeda nyata terhadap IBD meskipun ditantang dengan virus tersebut. Namun peningkatan titer antibodi hasil vaksinasi pada hari ke 28 dan 42 ini dinilai kurang efektif mengingat ayam pedaging telah dipanen pada umur hari (Amrullah 2003). Selain itu, penggunaan vaksin IBD killed dalam emulsi minyak ternyata merangsang pembentukan antibodi asal induk yang lebih tinggi dan dalam jangka waktu yang lebih lama. Penggunaan adjuvan dalam vaksin killed berfungsi untuk memperlambat pengeluaran antigen. Hal ini berarti bahwa jika antigen dalam vaksin dicampur dengan adjuvan maka akan terbentuk granuloma yang kaya akan makrofag di dalam jaringan. Antigen yang berada dalam granuloma ini pelahanlahan dilepas ke dalam pembuluh darah, dengan demikian akan menyediakan rangsangan antigenik dan peningkatan antibodi dalam jangka waktu yang lama. Pembentukan antibodi yang lebih tinggi ini juga dikarenakan terbentuknya tanggap kebal sekunder, yaitu tubuh akan memberi respon yang lebih cepat dengan adanya mekanisme sel memori (Tizard 1987). Dinyatakan pula bahwa infeksi gumboro pada ayam siap panen (42 hari), biasanya efek penyakit berlangsung lebih ringan namun masih mungkin terjadi imunosupresi dan ayam dapat bertindak sebagai reservoir virus IBD. Rataan titer antibodi pada kelompok K2 dan K4 pada Tabel 3 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa pada hari ke 21, rataan titer antibodi pada kelompok K4 tidak berbeda nyata (P > 0,05) dibandingkan kelompok K2. Hal ini dikarenakan pada K4 masih memiliki antibodi asal induk yang tinggi dan tidak mendapat uji tantang sehingga tidak terjadi proses netralisasi, sedangkan pada K2 yang mendapat uji tantang memiliki titer antibodi yang lebih rendah akibat infeksi virus tantang. Hal ini menunjukkan bahwa respon kekebalan yang terjadi akibat infeksi

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA AYAM PEDAGING YANG DIVAKSIN IBD KILLED SETENGAH DOSIS DAN DITANTANG DENGAN VIRUS IBD CHARLES JONSON SIREGAR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging ABSTRAK Bursa Fabrisius merupakan target organ virus Infectious Bursal Disease (IBD) ketika terjadi infeksi, yang sering kali mengalami kerusakan setelah ayam divaksinasi IBD baik menggunakan vaksin aktif

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28. 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap semua kelompok ayam sebelum vaksinasi menunjukan bahwa ayam yang digunakan memiliki antibodi terhadap IBD cukup tinggi dan seragam dengan titer antara

Lebih terperinci

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infectious Bursal Disease Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit viral pada ayam dan terutama menyerang ayam muda (Jordan 1990). Infectious Bursal Disease pertama

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN

EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN 2000-2005 NUR K. HIDAYANTO, IDA L. SOEDIJAR, DEWA M.N. DHARMA, EMILIA, E. SUSANTO, DAN Y. SURYATI Balai Besar Pengujian Mutu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA ITA KRISSANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL

UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL NATIVE VIRUS CHALLENGE TEST AGAINST VACCINATED CHICKENS WITH COMMERCIAL ACTIVE AND INACTIVE IBD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Newcastle Disease (ND) atau penyakit tetelo disebabkan oleh strain virulen avian Paramyxovirus serotipe tipe 1 (AMPV-1) dari genus Avulavirus yang termasuk dalam subfamily

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam bibit adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan keturunan yang mempunyai kualitas genetik yang sama atau lebih unggul dari tetuanya.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING 1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO

Lebih terperinci

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya 10 MATERI DAN METODA Waktu Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-IPB, Departemen Ilmu Penyakit Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Bibit merupakan ayam muda yang akan dipelihara menjadi ayam dewasa penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi dan daya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas Virus H 5 N yang sangat patogen atau yang lebih dikenal dengan virus flu burung, menyebabkan penyebaran penyakit secara cepat di antara unggas serta dapat menular

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Pedaging

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Pedaging 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Pedaging Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANI SITI NURFITRIANI.

Lebih terperinci

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan

Lebih terperinci

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Denpasar, 13 Desember 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak I Made Wirtha dan Ibu dr. Ni Putu Partini Penulis menyelesaikan

Lebih terperinci

GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN

GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebutkan ayam hasil budidaya teknologi peternakan dengan menyilangkan sesama jenisnya. Karekteristik ekonomi dari

Lebih terperinci

HASIL. berjumlah. coli) yang. jantung broiler.

HASIL. berjumlah. coli) yang. jantung broiler. HASIL DAN PEMBAHASAN Penanaman pada media EMB dilakukan dari kelompokk perlakukan A (divaksin ND dan diinfeksi E. coli) yang berjumlah 4 sampel jantung broiler. Pengamatan terhadap koloni bakteri yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Pedaging Seleksi Bibit

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Pedaging Seleksi Bibit 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Pedaging Ayam pedaging adalah galur ayam hasil rekayasa genetik yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, masa panen pendek,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang memiliki karakteristik secara ekonomis dengan pertumbuhan yang cepat sebagai ayam penghasil

Lebih terperinci

Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan

Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan antigen yang diperoleh dari agen menular pada ternak sehingga tanggap kebal dapat ditingkatkan dan tercapai resistensi terhadap

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM COMPARISON OF HI TEST AND ELISA FOR DETECTING ANTIBODY MATERNAL ND ON DAY OLD CHICK Oleh : Rahaju Ernawati* ABSTRACT This

Lebih terperinci

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titer antibody terhadap penyakit Newcastle Disease (ND) pada ayam petelur fase layer I dan fase layer II pasca vaksinasi ND. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam peliharaan merupakan hasil domestikasi dari ayam hutan yang ditangkap dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog cholera 2.1.1 Epizootiologi Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan di Bali. Hampir setiap keluarga di daerah pedesaan memelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

PRODUKSI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI H5N1 PADA MARMOT (Cavia porcellus) YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA H5N1 DAN H5N2 KUNTO WIDYASMORO

PRODUKSI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI H5N1 PADA MARMOT (Cavia porcellus) YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA H5N1 DAN H5N2 KUNTO WIDYASMORO PRODUKSI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI H5N1 PADA MARMOT (Cavia porcellus) YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA H5N1 DAN H5N2 KUNTO WIDYASMORO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam betina mempunyai alat repruduksi yang terdiri dari oviduct dan ovary.

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam betina mempunyai alat repruduksi yang terdiri dari oviduct dan ovary. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Produksi Telur Ayam betina mempunyai alat repruduksi yang terdiri dari oviduct dan ovary. Oviduct ayam terdapat dari dua buah, tapi hanya sebelah kiri yang berkembang,

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Hasil pengamatan histopatologi bursa Fabricius yang diberi formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan beberapa perubahan umum seperti adanya

Lebih terperinci

ABSTRAK Uji coba vaksinasi ND-AI dan Gumboro dilakukan pada ayam pedaging berumur satu hari. Pengamatan patologi anatomi dilakukan pada periode dua

ABSTRAK Uji coba vaksinasi ND-AI dan Gumboro dilakukan pada ayam pedaging berumur satu hari. Pengamatan patologi anatomi dilakukan pada periode dua RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Denpasar, Bali pada tanggal 6 Maret 1994, anak kedua dari tiga bersaudara pasangan suami-istri I Ketut Gede Sugiarta dengan Ni Wayan Suniti, S.Pd. Penulis tamat dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Probiotik sebagai pakan tambahan berupa mikroorganisme yang mempunyai pengaruh menguntungkan untuk induk semangnya melalui peningkatan keseimbangan mikroorganisme usus (Fuller,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya

UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya ABSTRAK Vaksin Infectious Bursal Disease (IBD) dilaporkan menyebabkan kerusakan pada bursa Fabricius setelah vaksin. Kerusakan pada bursa Fabrisius ini menyebabkan gangguan pada organ imun hospes sehingga

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS DAN SEKAL TONSIL PADA AYAM BROILER YANG TERINFEKSI MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN ZINK, BAWANG PUTIH DAN KUNYIT

GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS DAN SEKAL TONSIL PADA AYAM BROILER YANG TERINFEKSI MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN ZINK, BAWANG PUTIH DAN KUNYIT GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS DAN SEKAL TONSIL PADA AYAM BROILER YANG TERINFEKSI MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN ZINK, BAWANG PUTIH DAN KUNYIT SRI ULINA BR TUMANGGOR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI

SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock dan merupakan hasil pemeliharaan dengan metode perkawinan tertentu pada peternakan generasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Ayam Kedu dan Status Nutrisi Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di Kabupaten Temanggung. Ayam Kedu merupakan ayam lokal Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembibitan Ayam Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler konsumsi yang memiliki produksi unggul. Bibit- bibit yang bisa dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur dikenal oleh sebagian masyarakat dengan nama ayam negeri yang mempunyai kemampuan bertelur jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam ayam

Lebih terperinci

RIWAYAT HIDUP. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 1

RIWAYAT HIDUP. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 1 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Gianyar, 11 Nopember 1993, merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak I Ketut Ardika dan Ibu Ni Wayan Suarni. Penulis menyelesaikan pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemeliharaan Ayam Salah satu syarat keberhasilan dalam pemeliharaan pembibitan ayam yaitu kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam kampung

TINJAUAN PUSTAKA Ayam kampung TINJAUAN PUSTAKA Ayam kampung Batasan yang pasti mengenai pengertian ayam kampung sampai saat ini belum ada. Penyebutan ayam kampung hanya untuk menunjukkan jenis ayam lokal dengan keragaman genetis tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria Hasil pengamatan terhadap jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria vili usus yang diperoleh dari setiap kelompok percobaan telah dihitung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani menjadi hal penting yang harus diperhatikan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dari produk peternakan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN PENELITIAN VAKSIN LOKAL AYAM ASAL FESES TEPAT GUNA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN PENELITIAN VAKSIN LOKAL AYAM ASAL FESES TEPAT GUNA LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN PENELITIAN VAKSIN LOKAL AYAM ASAL FESES TEPAT GUNA Disusun Oleh: Putri Ekandini B04100015 Anisa Rahma B04100014 Mulyani Nofriza B04100044 Dwi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

(Q. Surah Al-Luqman: 27).

(Q. Surah Al-Luqman: 27). II Bacalah dengan menyebu t nama 'ruhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan TUhanmulah Yang Paling Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.

Lebih terperinci

PROFIL LEUKOSIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA (AI) INAKTIF SUBTIPE H5N1

PROFIL LEUKOSIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA (AI) INAKTIF SUBTIPE H5N1 PROFIL LEUKOSIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA (AI) INAKTIF SUBTIPE H5N1 FAISAL MUHAMAD NU MAN SUMANTRI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. badan yang bertujuan untuk memproduksi daging. Ayam pedaging dikenal dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. badan yang bertujuan untuk memproduksi daging. Ayam pedaging dikenal dengan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam pedaging merupakan jenis ayam unggul dalam pertambahan bobot badan yang bertujuan untuk memproduksi daging. Ayam pedaging dikenal dengan sebutan ayam potong

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA (Studi Kasus Peternak Plasma dari Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI MUHAMAD LUCKY MAULANA

Lebih terperinci

RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI

RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai November 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A) REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan PangandaranBeach http://www.pangandaranbeach.com Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan Bebek Peking adalah bebek pedaging dengan pertumbuhan sangat cepat. Karena itu usaha budidaya ternak bebek peking

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Materi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Materi Penelitian 30 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai bulan Maret 2009 di kandang blok B (unggas) Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, analisa bahan

Lebih terperinci

PROFIL SEL β PULAU LANGERHANS JARINGAN PANKREAS TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AMILIA DAYATRI URAY

PROFIL SEL β PULAU LANGERHANS JARINGAN PANKREAS TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AMILIA DAYATRI URAY PROFIL SEL β PULAU LANGERHANS JARINGAN PANKREAS TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AMILIA DAYATRI URAY FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRACT AMILIA

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OLEH ARI MURNI A 14103515 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Newcastle Disease (ND) disebut juga dengan penyakit Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini ditemukan hampir diseluruh

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

I Peternakan Ayam Broiler

I Peternakan Ayam Broiler I Peternakan Ayam Broiler A. Pemeliharaan Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ras ayam pedaging yang memiliki produktivitas tinggi. Ayam broiler mampu menghasilkan daging dalam waktu 5 7 minggu (Suci dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Ransum Ransum penelitian disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005) dan dibagi dalam dua periode, yakni periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND)

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND) TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND) Newcastle Disease (ND) pertama kali ditemukan di Newcastle Inggris pada tahun 1926. Virus ini menyerang berbagai macam spesies burung dan unggas. Tingkat kematian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Skematis virus ND. (FAO 2004)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Skematis virus ND. (FAO 2004) 4 TINJAUAN PUSTAKA Newcastle disease Newcastle disease disebut juga penyakit tetelo atau avian pneumoencephalitis. Penyakit ini juga memiliki nama lokal, diantaranya konoku (Ghana bagian barat), twase

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Etiologi IBD

TINJAUAN PUSTAKA. Etiologi IBD TINJAUAN PUSTAKA Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit pada ayam yang pertama kali dilaporkan oleh Cosgrove pada tahun 1962 berdasarkan kasus yang terjadi pada tahun 1956 di Desa Gumboro-Delaware,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan suatu penyakit pada unggas yang sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus dan menyerang berbagai

Lebih terperinci

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN HANI FITRIANI. Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di unit kandang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di unit kandang III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di unit kandang percobaan PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan

Lebih terperinci