HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Yenny Leony Darmali
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang diimunisasi dengan antigen E/S F. gigantica (Gambar 2 dan 3). Dari ketiga ekor ayam tersebut dua ekor diimunisasi dengan antigen E/S dari cacing yang diisolasi baik domba, dan seekor lainnya dengan antigen cacing yang berasal dari kerbau. Hal ini menunjukan bahwa ketiga ekor ayam tersebut memberikan respon terhadap antigen E/S F. gigantica yang disuntikkan dengan membentuk antibodi spesifik terhadap kedua jenis antigen. (a) (b) Gambar 2 Hasil AGPT (1); (a) presipitasi antibodi anti E/S Fasciola gigantica asal kerbau pada minggu ke-9 (serum); (b) presipitasi antibodi anti E/S Fasciola gigantica asal kerbau pada minggu ke-12 (kuning telur) Prinsip uji presipitasi agar (AGPT) adalah reaksi pengendapan antigen oleh antibodi spesifik. Pengendapan antigen ini diperlihatkan dengan adanya garis presipitasi pada media agar. Garis presipitasi dapat muncul bila antibodi pada serum maupun kuning telur homolog terhadap antigen yang digunakan. Gambar 2 dan 3 memperlihatkan adanya pembentukan garis presipitasi berwarna putih baik pada sampel serum maupun sampel kuning telur. Pembentukan garis presipitasi 16
2 diinisiasi oleh terbentuknya kompleks molekul antigen-antibodi yang saling bereaksi diikuti dengan proses agregasi serta sedimentasi kompleks tersebut. Pembentukan garis presipitasi tersebut melibatkan ion antigen divalen atau multivalen dan sangat tergantung pada proporsi antigen terhadap antibodi (Barriga 1981). Reaksi ini juga dipengaruhi oleh ph, suhu, avinitas atau kestabilan kompleks antigen-antibodi dan afinitas atau kekuatan ikatan kompleks antibodiantigen (Tizzard 2004). (a) (b) Gambar 3 Hasil AGPT (2); (a) presipitasi antibodi anti E/S Fasciola gigantica asal domba pada minggu ke-10 (serum); (b) presipitasi antibodi anti E/S Fasciola gigantica asal domba pada minggu ke-13 (kuning telur) Hasil AGPT asal kerbau terlebih dulu memperlihatkan adanya antibodi spesifik terhadap F. gigantica baik dalam serum maupun kuning telur. Pada ayam yang diimunisasikan dengan E/S F. gigantica asal kerbau, antibodi pada serum dan kuning telur ditemukan berturut-turut pada minggu ke-9 dan ke-10, sedangkan pada ayam yang diimunisasikan dengan antigen E/S F. gigantica asal domba antibodi pada serum dan kuning telur ditemukan berturut-turut pada minggu ke-10 dan ke-11 (Tabel 3). Perbedaan waktu terdeteksinya antibodi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya konsentrasi antibodi dalam serum maupun kuning telur pada saat pengujian. Pengujian keberadaan antibodi dengan uji AGPT memerlukan kosentrasi antibodi minimal sebesar 30 mg/ml (Tizzard 2004). Konsentrasi 17
3 antibodi saat pengujian AGPT yang kurang dari ambang batas tersebut, maka hasil uji akan memperlihatkan hasil negatif. Tabel 3 Data Hasil AGPT E/S F.gigantica terhadap serum dan kuning telur Antigen Sampel Hasil AGPT (minggu ke-) E/S Fasciola Serum gigantica asal Kuning kerbau telur E/S Fasciola Serum gigantica asal Kuning domba telur Keterangan : - Tidak Terbentuk Presipitasi + Terbentuk Presipitasi ++ Penebalan Presipitasi Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa antibodi anti E/S F. gigantica asal kerbau pada serum maupun kunig telur terbentuk lebih cepat dibandingkan dengan antibodi terhadap E/S F. gigantica asal domba. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Setyaningsih (2011) yang menggunakan antigen yang sama tetapi dengan hewan coba kelinci. Perbedaan tersebut terletak pada waktu pembentukan antibodi anti E/S F. gigantica asal kerbau maupun asal domba pada serum. Berdasarkan hasil AGPT serum penelitian tersebut menyebutkan bahwa Ig G anti- E/S F. gigantica asal domba terbentuk lebih cepat dibandingkan dengan antibodi terhadap E/S F. gigantica asal kerbau. Kelinci yang diimunisasi dengan antigen E/S Fasciola gigantica asal domba sudah menunjukkan adanya pembentukkan antibodi terhadap E/S Fasciola gigantica asal domba pada minggu ke-4. Berbeda dengan kelinci yang disuntik antigen E/S Fasciola gigantica asal kerbau, antibodi yang terbentuk pada serum terhadap E/S Fasciola gigantica asal kerbau, baru dapat dideteksi pada minggu ke 12. Sedangkan berdasarkan hasil AGPT pada penelitian ini, ayam yang diimunisasi dengan antigen E/S Fasciola gigantica asal domba baru menunjukkan adanya pembentukkan antibodi terhadap E/S Fasciola gigantica asal domba pada minggu ke-10. Berbeda dengan ayam yang disuntik 18
4 antigen E/S Fasciola gigantica asal kerbau, antibodi yang terbentuk pada serum terhadap E/S Fasciola gigantica asal kerbau, baru dapat dideteksi pada minggu ke-9. Hal ini menujukkan bahwa perbedaan waktu untuk menimbulkan respon pembentukan antibodi pada inang (hewan yang diinjeksi imunogen) dapat bervariasi dan tergantung pada imunogenitas, bentuk, dan stabilitas stimulan, spesies hewan, rute injeksi, serta sensitivitas uji yang digunakan untuk mendeteksi antibodi pertama yang terbentuk (Hercowitz 1978). Respon induk semang terhadap imunogen yang diberikan tidak hanya ditentukan oleh sifat fisikokimia imunogen, namun juga ditentukan oleh beberapa faktor terkait induk semang, termasuk ke dalamnya yaitu genetik, umur, status nutrisi, dan efek sekunder yang diturunkan dari suatu proses penyakit (Jackson 1978). Ayam yang digunakan pada penelitian ini memiliki rataan umur, bobot badan, jenis kelamin, dosis injeksi, nutrisi, serta rute injeksi yang sama, sehingga perbedaan waktu antibodi antara semua ayam dapat disebabkan karena adanya karakter antigen protein E/S F. gigantica. Perbedaan karakter E/S F. gigantica pada inang yang berbeda dapat mempengaruhi respon pembentukan antibodi. Kedua jenis antigen tersebut merupakan protein yang berasal dari spesies cacing yang sama, namun E/S F. gigantica yang dihasilkan dapat memiliki karakter protein yang berbeda. Morfologi inang asal F. gigantica yang berbeda akan mempengaruhi profil protein E/S yang dihasilkan. Perbedaan morfologi protein E/S F. gigantica tergantung pada inang definitifnya (Ashour et al. 1999). Berdasarkan elektroforesis menggunakan SDS-PAGE, antigen E/S F. gigantica dari isolat asal kerbau memiliki 9 pita protein dengan berat molekul berkisar antara kda (Satrija 2009), sedangkan E/S F. gigantica dari isolat asal sapi memiliki 6 pita protein dengan berat molekul berkisar antara kda (Meshgi et al. 2008). Antigen somatik F. gigantica dan E/S F. hepatica dari isolat asal sapi memiliki jumlah pita protein yang berbeda. Antigen somatik F. hepatica memiliki 8 pita protein dengan berat molekul berkisar antara kda, sedangkan antigen somatik F. gigantica memiliki 11 pita protein dengan berat molekul berkisar antara kda (Meshgi et al. 2008). Perbedaan karakter protein Fasciola disebabkan oleh spesies cacing yang sama dari inang yang 19
5 berbeda, spesies cacing yang berbeda dari inang yang sama ataupun karena variasi geografis (Ashour et al. 1999; Meshgi et al. 2008). Pengujian IgY yang Dimurnikan dari Kuning Telur Kuning telur yang mengandung antibodi anti E/S F. gigantica asal domba dan asal kerbau dimurnikan menggunakan kit eggstract Ig Y (PROMEGA) media. Antibodi berupa IgY anti-f. gigantica hasil pemurnian diuji kembali dengan AGPT menggunakan antigen E/S F. gigantica. Presipitasi pada hasil AGPT menunjukkan bahwa Ig Y yang dihasilkan mampu mengikat antigen E/S F. gigantica (Gambar 4). Ig Y yang dihasilkan dari kuning telur pada penelitian ini dapat menjadi sumber bahan diagnostik untuk menguji antigen E/S Fasciola gigantica. (a) (b) Gambar 4 Hasil AGPT (3); (a) presipitasi Ig Y dengan antigen E/S Fasciola gigantica asal domba pada (b) presipitasi Ig Y dengan antigen E/S Fasciola gigantica asal kerbau (Ig Y terletak ditengah) Pembentukan antibodi ayam juga dapat dipengaruhi oleh antigenitas protein E/S F. gigantica yang disuntikkan. Ciri pokok antigenitas suatu bahan atau senyawa ditentukan dari limitasi fisikokimiawi serta derajat keasingan (Tizzard 2004). Limitasi kimiawi suatu bahan atau senyawa yaitu ukuran molekul antigen harus besar, kaku dan memiliki struktur kimia yang kompleks (Kindt et al. 2007). Struktur kimia protein E/S F. gigantica yang besar dan kompleks, akan menghasilkan antibodi yang semakin cepat. Sifat antigenik atau imunogenik E/S 20
6 dari cacing golongan nematoda dan trematoda berasal dari kutikula dan tegumen (Lightowlers dan Rickard 1988). Proses pembentukan Ig Y bermula dari makrofag yang berfungsi sebagai antigen presenting cell (APC) akan memfragmentasi antigen dan akan mempresentasikan antigen tersebut ke sel limfosit melalui molekul major histocompasibility complex (MHC) yang terletak di permukaan makrofag. Sel T hanya bereaksi dengan antigen asing jika antigen tersebut ditampilkan pada permukaan APC bersama-sama dengan MHC. Sel Th mengenali antigen yang berikatan dengan molekul MHC kelas II (MHC II) dan sel Tc mengenali antigen yang berikatan dengan molekul MHC kelas I (MHC I). MHC II akan membawa antigen yang disajikan oleh APC kepada sel Th. Interaksi antara sel Th dan APC akan menginduksi pengeluaran sitokin atau interleukin. Sitokin dan interleukin berfungsi sebagai alat komunikasi antar sel. Sitokin dan interleukin akan menginduksi pematangan sel limfosit B menjadi sel plasma yang akan menghasilkan antibodi (Wibawan et al. 2003) Netralisasi antigen terjadi apabila antigen tersebut dikenali oleh antibodi. Antibodi selalu bersifat spesifik terhadap antigen tertentu. Bagian antibodi yang berikatan dengan antigen adalah paratop, sedangkan bagian antigen yang berikatan dengan antibodi adalah epitop. Paratop antibodi 1 hanya bisa berikatan dengan epitop antigen 1, paratop antibodi 2 hanya bisa berikatan dengan epitop antigen 2. Antigen dapat memiliki lebih dari satu epitop. Tubuh akan merespon antigen tersebut dengan membentuk antibodi yang sesuai dengan epitop-epitop yang terdapat pada antigen tersebut (Wibawan et al. 2003). Pemaparan antigen yang sama yang terjadi untuk kedua kalinya akan merangsang pembentukan respon imun sekunder yang sering disebut sebagai booster. Respon imun sekunder akan menghasilkan titer antibodi yang lebih tinggi dan lebih cepat (lag phase pendek) dari respon imun primer. Hal ini disebabkan karena adanya sel B dan sel T memori dan adanya antibodi yang tersisa dari pemaparan pertama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wibawan et al. (2003) bahwa pada saat paparan kedua, antigen akan dikenal oleh sel pertahanan dengan lebih efisien. Hal ini disebabkan oleh jumlah sel B dan sel T spesifik juga lebih banyak, kemungkinan 21
7 untuk bereaksi dengan antigen lebih besar, sehingga titer antibodi juga cepat meningkat. Limfosit-limfosit yang mengikat antigen dirangsang untuk perbanyakan diri dan berdiferensiasi, sehingga terbentuk klon limfosit yang masing-masing memiliki reseptor pada membran sel induknya. Selama proses perbanyakan berlangsung, sel berdiferensiasi menjadi sel efektor dan sel memori. Sel memori memiliki reseptor sama dengan limfosit tetuanya. Sel tersebut akan berdiferensiasi kemudian ada antigen yang mempunyai determinan antigen sama dengan reseptornya akan dihasilkan antibodi spesifik. Dengan demikian dihasilkan bermacam-macam antibodi. Ig Y yang telah dihasilkan dari pemurnian dapat dimanfaatkan sebagai bahan uji serologis. Salah satu uji tersebut adalah uji ELISA. ELISA adalah uji untuk mengukur langsung interaksi antara antigen dan antibodi sehingga termasuk dalam uji pengikatan primer seperti halnya FAT dan RIA (Tizard 2004). ELISA dapat digunakan untuk mendiagnostik pada penyakit infeksi misalnya dalam mendeteksi adanya antigen (bakteri, virus, parasit atau jamur) atau antibodi. Di uji ELISA, antibodi (IgY) dimanfaatkan sebagai pendeteksi dan pengikat suatu antigen dan antibodi yang di bantu oleh ligan dan enzim dalam suatu sumur plate ELISA. Ig Y akan di tempelkan dalam setiap sumur di plate ELISA bersama dengan antigen, enzim, konjugat dan substrat. Nantinya Ig Y tersebut akan bereaksi terhadap zat-zat tersebut. Hasil dari reaksi tersebut adalah penampakkan warna biru pada plate ELISA. Warna biru pada plate itulah nantinya yang akan di ukur di ELISA Reader untuk mendapatkan nilai absorbansi pada antigen. Nilai absorbansi inilah yang digunakan sebagai bahan analisis untuk mengetahui ada tidaknya infeksi suatu parasit pada hewan. 22
PRODUKSI IMUNOGLOBULIN Y (Ig Y) ANTI- EKSKRETORI/SEKRETORI (E/S) Fasciola gigantica PADA AYAM PETELUR JOKO UTOMO
PRODUKSI IMUNOGLOBULIN Y (Ig Y) ANTI- EKSKRETORI/SEKRETORI (E/S) Fasciola gigantica PADA AYAM PETELUR JOKO UTOMO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PRODUKSI IMUNOGLOBULIN Y (Ig
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi IgY Anti Salmonella Enteritidis pada Telur Ayam Antibodi spesifik terhadap S. Enteritidis pada serum ayam dan telur dideteksi dengan menggunakan uji agar gel presipitasi
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelinci 2.2 Cacing Fasciola gigantica
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelinci Kelinci merupakan hewan yang umum digunakan untuk penelitian dan produksi bahan biologis. Penggunaan kelinci sebagai hewan coba pada penelitian immunodiagnostik terhadap
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti
Lebih terperinciDeskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING
1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Re-Karakterisasi Isolat Bakteri Re-karakterisasi bakteri pada biakan agar darah serta hasil uji gula-gula (biokimia) menggunakan Kit Microgen TM GN-ID Identification dapat dilihat
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Sebanyak 173 dan 62 contoh serum sapi dan kambing potong sejumlah berasal dari di provinsi Jawa Timur, Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Barat, Jakarta dan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi immunoglobulin Y (IgY) yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 9,57 mg/ml dan immunoglobulin G (IgG) adalah 3,75 mg/ml. Pada penelitian ini, antibodi yang dilapiskan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Taksonomi Fasciola gigantica Morfologi dan Siklus Hidup
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Taksonomi Fasciola gigantica Fasciola spp yang lebih dikenal dengan nama cacing hati merupakan trematoda paling penting sebagai penyebab kerugian ekonomi pada ternak ruminansia
Lebih terperinciREAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)
REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk
Lebih terperinciMENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS
MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda
Lebih terperinciIMUNITAS HUMORAL DAN SELULER
BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat Reaksi antiserum TICV terhadap partikel virus yang terdapat di dalam jaringan tanaman tomat telah berhasil diamati melalui
Lebih terperinciCATATAN SINGKAT IMUNOLOGI
CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem
Lebih terperinciPRODUKSI TELUR AYAM RAS MENGANDUNG ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN Y ) ANTI PROTEASE Eschericia coli. Oleh: Wendry Setiyadi Putranto
PRODUKSI TELUR AYAM RAS MENGANDUNG ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN Y ) ANTI PROTEASE Eschericia coli Oleh: Wendry Setiyadi Putranto FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2006 Abstrak Telur ayam ras
Lebih terperinciMAKALAH SEROLOGI DAN IMUNOLOGI
MAKALAH SEROLOGI DAN IMUNOLOGI ANTIGEN DAN ANTIBODI DISUSUN OLEH : Kelompok : I (Satu) 1. Abdullah Halim (12 01 01 001) 2. Andera Meka Susu (12 01 01 002) 3. Andrean Revinaldy (12 01 01 003) 4. Andri Rinaldi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
32 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Serum Kuda Anti Rabies Serum kuda anti rabies berbentuk cairan tak berwarna dalam kemasan utuh dengan nomor bacth RSM 013, diproduksi tanggal 18 Maret 2003. Waktu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Titrasi Virus Isolat Uji Berdasarkan hasil titrasi virus dengan uji Hemaglutinasi (HA) tampak bahwa virus AI kol FKH IPB tahun 3 6 memiliki titer yang cukup tinggi (Tabel ). Uji HA
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Isolasi dan Identifikasi Morfologi dan Molekuler Larva Tiga (L3) Gnathostoma spinigerum Lebih dari 1000 kista diisolasi dari 985 sampel ikan belut rawa (Monopterus alba)
Lebih terperinci3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba
3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Immunologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kandang Terpadu, Fakultas Kedokteran
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
28 HASIL DAN PEMBAHASAN Ayam yang diimunisasi dengan antigen spesifik akan memproduksi antibodi spesifik terhadap antigen tersebut dalam jumlah banyak dan akan ditransfer ke kuning telur (Putranto 2006).
Lebih terperinciDIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB
DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Pendahuluan Berbagai metode telah dikembangkan untuk mendeteksi berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroba
Lebih terperinciPRODUKSI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI- EKSKRETORI/SEKRETORI (E/S) Fasciola gigantica ISOLAT ASAL DOMBA DAN KERBAU PADA KELINCI RETNO SETYANINGSIH
PRODUKSI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI- EKSKRETORI/SEKRETORI (E/S) Fasciola gigantica ISOLAT ASAL DOMBA DAN KERBAU PADA KELINCI RETNO SETYANINGSIH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
6 Sampel yang akan diuji kemudian dimasukkan ke dalam sumuran-sumuran cawan ELISA sesuai dengan pola yang telah ditentukan. Setiap sumuran cawan berisi sebanyak 100 μl sampel. Cawan ELISA kemudian diinkubasi
Lebih terperinciMekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang
Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar
Lebih terperinciSISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt.
SISTEM IMUN SPESIFIK Lisa Andina, S.Farm, Apt. PENDAHULUAN Sistem imun spesifik adalah suatu sistem yang dapat mengenali suatu substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan respon
Lebih terperinciBAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN
BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh protozoa Trypanosoma evansi. Penyakit ini juga menyerang hewan domestik dan hewan liar. Parasit ini
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian
14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan
Lebih terperinciMATURASI SEL LIMFOSIT
BAB 5 MATURASI SEL LIMFOSIT 5.1. PENDAHULUAN Sintesis antibodi atau imunoglobulin (Igs), dilakukan oleh sel B. Respon imun humoral terhadap antigen asing, digambarkan dengan tipe imunoglobulin yang diproduksi
Lebih terperinciTabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba
3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama
Lebih terperinciRPKPS Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Dan Bahan Ajar IMUNUNOLOGI FAK Oleh : Dr. EDIATI S., SE, Apt
RPKPS Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Dan Bahan Ajar IMUNUNOLOGI FAK 3821 Oleh : Dr. EDIATI S., SE, Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2003 Nama Mata Kuliah : Imunologi Kode /
Lebih terperinciSISTEM PERTAHANAN TUBUH
SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem
Lebih terperinciSISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII
SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon
Lebih terperinciTEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN
TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,
Lebih terperinciBAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Untuk mengerti bagaimana kedudukan dan peran imunologi dalam ilmu kefarmasian, kita terlebih dahulu harus mengetahui apakah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem
Lebih terperinciSEL SISTEM IMUN SPESIFIK
SEL SISTEM IMUN SPESIFIK Diana Holidah Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember Components of the Immune System Nonspecific Specific Humoral Cellular Humoral Cellular complement,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi
Lebih terperinciRespon imun adaptif : Respon humoral
Respon imun adaptif : Respon humoral Respon humoral dimediasi oleh antibodi yang disekresikan oleh sel plasma 3 cara antibodi untuk memproteksi tubuh : Netralisasi Opsonisasi Aktivasi komplemen 1 Dua cara
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan antibodi sebagai respon terhadap vaksinasi dapat dideteksi melalui pengujian dengan teknik ELISA. Metode ELISA yang digunakan adalah metode tidak langsung. ELISA
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui
41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Uji LD-50 Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan bakteri yang akan digunakan pada tahap uji in vitro dan uji in vivo. Hasil
Lebih terperinciKONSEP DASAR IMUNOLOGI
KONSEP DASAR IMUNOLOGI Oleh : DR. I Ketut Sudiana,MS Staf Pengajar : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Program Pascasarjana Universitas Airlangga TUJUAN DARI PENULISAN INI ADALAH UNTUK MEMBANTU
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000)
4 TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus Tomato infectious chlorosis virus (TICV) diklasifikasikan dalam famili Closteroviridae yang terdiri dari 2 genus yaitu Closterovirus dan Crinivirus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu mendapat perhatian
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci: Ascaridia galli, antigen ekskretori/sekretori, ELISA ABSTRACT
PENGUKURAN ANTIBODI AYAM PETELUR YANG DIIMUNISASI DENGAN ANTIGEN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli MELALUI UJI ENZYME LINKED IMMUNOSORBANT ASSAY 46 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk
Lebih terperinciGambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.
19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap semua kelompok ayam sebelum vaksinasi menunjukan bahwa ayam yang digunakan memiliki antibodi terhadap IBD cukup tinggi dan seragam dengan titer antara
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah
BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
3. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian telah dilaksanakan di laboratorium BKP Kelas II Cilegon untuk metode pengujian RBT. Metode pengujian CFT dilaksanakan di laboratorium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya peningkatan sistem kekebalan tubuh terhadap serangan berbagai virus atau antigen spesifik lainnya dewasa ini sangat perlu mendapat perhatian serius.
Lebih terperinciMekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh
Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Apabila tubuh mendapatkan serangan dari benda asing maupun infeksi mikroorganisme (kuman penyakit, bakteri, jamur, atau virus) maka sistem kekebalan tubuh akan berperan
Lebih terperinciSISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)
SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan disekitar kita banyak mengandung agen infeksius maupun non infeksius yang dapat memberikan paparan pada tubuh manusia. Setiap orang dihadapkan pada berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, masyarakat hanya mengetahui bahwa telur ayam merupakan sumber protein hewani pelengkap gizi pada makanan, dan sebagian menggunakannya sebagai
Lebih terperinciHepatitis Marker. oleh. dr.ricke L SpPK(K)/
Hepatitis Marker oleh dr.ozar Sanuddin SpPK(K)/ dr.ozar Sanuddin SpPK(K)/ dr.ricke L SpPK(K)/ Hepatitis Marker Adalah suatu antigen asing a antibodi spesifik thdp antigen tsb. Penanda adanya infeksi, kekebalan
Lebih terperinciSISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS
SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai
77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian
Lebih terperinciSOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006
SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,
Lebih terperinciANTIGEN, ANTIBODI, KOMPLEMEN. Eryati Darwin Fakultas Kedokteran Universitas andalas
ANTIGEN, ANTIBODI, KOMPLEMEN Eryati Darwin Fakultas Kedokteran Universitas andalas IMUNOGEN: ANTIGEN vs IMUNOGEN SUBSTAN YANG MAMPU MENGINDUKSI RESPON IMUN HUMORAL ATAU SELULER IMUNOGENIK ANTIGEN: SUBSTAN
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Metode Penelitian
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi
Lebih terperinciAscaris suum pada babi berperan sebagai molekul biologi aktif untuk penetasan telur, molting, pemecah jaringan inang, invasi dan migrasi larva ke
69 PEMBAHASAN UMUM Prosentase L 1 yang berkembang menjadi L 2 adalah 89,46% (Gambar 7) sedangkan prosentase L 2 yang berkembang menjadi L 3 adalah 12,7% (Tabel 1). Kemampuan L 3 Ascaridia galli berkembang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Taksonomi Klasifikasi atau pengelompokkan ikan lele dumbo menurut Bachtiar (2007) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Sub kelas Ordo Sub ordo Famili
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
10 kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa zat warna lalu dikeringkan. Selanjutnya, DPX mountant diteteskan pada preparat ulas darah tersebut, ditutup dengan cover glass dan didiamkan
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
BAB 5 HASIL PENELITIAN Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel-sel pulpa hasil subkultur dari kultur primer sel pulpa gigi sehat. Gambaran mikroskopis kultur sel primer dan subkultur sel-sel
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Immunoglobulin Y (IgY)
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Immunoglobulin Y (IgY) Immunoglobulin Y atau IgY merupakan antibodi utama pada ayam dan memiliki struktur yang homolog dengan IgG pada mamalia. Perbedaan antara IgY dengan IgG terletak
Lebih terperinciMetode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA
Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah atopik pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat alergi/hipersensitivitas
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Reidentifikasi Vaksin AI H5N1 Vaksin AI H5N1 inaktif strain Legok diekstraksi RNAnya dan diidentifikasi subtipe virus AI-nya berdasarkan gen hemaglutinin (HA) dan neuraminidase
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang diperantarai IgE yang terjadi setelah mukosa hidung terpapar alergen. 1,2,3 Penyakit
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Antibodi pada Mukus Ikan. Data tentang antibodi dalam mukus yang terdapat di permukaan tubuh
21 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Antibodi pada Mukus Ikan Data tentang antibodi dalam mukus yang terdapat di permukaan tubuh tidak dapat disajikan pada laporan ini karena sampai saat ini masih dilakukan
Lebih terperinciBAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur
BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh
Lebih terperinciImunologi Dasar dan Imunologi Klinis
Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis i ii Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis iii iv Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis IMONOLOGI DASAR DAN IMONOLOGI KLINIS Penulis:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan satu atau lebih virus
Lebih terperinciGambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini viabilitas sel diperoleh dari rerata optical density (OD) MTT assay dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Viabilitas sel (%) = (OD perlakuan / OD kontrol)
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius
19 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Hasil pengamatan histopatologi bursa Fabricius yang diberi formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan beberapa perubahan umum seperti adanya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi
Lebih terperincitua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang tidak diinginkan dan perlu disingkirkan. Lingkungan disekitar manusia mengandung
BAB I PENDAHULUAN Sejak lahir setiap individu sudah dilengkapi dengan sistem pertahanan, sehingga tubuh dapat mempertahankan keutuhannya dari berbagai gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam tubuh.
Lebih terperinciMATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang
11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium
Lebih terperinciFIRST LINE DEFENCE MECHANISM
Pengertian Sistem Pertahanan Tubuh Pertahanan tubuh adalah seluruh sistem/ mekanisme untuk mencegah dan melawan gangguan tubuh (fisik, kimia, mikroorg) Imunitas Daya tahan tubuh terhadap penyakit dan infeksi
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat
21 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, mulai Maret sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Mikrobiologi Medis, laboratorium Terpadu unit pelayanan mikrobiologi
Lebih terperinciRESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN
BAB 10 RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN 10.1. PENDAHULUAN Virus, bakteri, parasit, dan fungi, masing-masing menggunakan strategi yang berbeda untuk mengembangkan dirinya dalam hospes dan akibatnya
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Imunoglobulin Yolk (IgY)
3 TINJAUAN PUSTAKA Imunoglobulin Yolk (IgY) Imunoglobulin merupakan substansi pertama yang diidentifikasi sebagai molekul dalam serum yang mampu menetralkan sejumlah mikroorganisme penyebab infeksi. Molekul
Lebih terperinciMETODELOGI PENELITIAN
17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan
Lebih terperinciSistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus
Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ limfatik sekunder Limpa Nodus limfa Tonsil SISTEM PERTAHANAN TUBUH MANUSIA Fungsi Sistem Imun penangkal benda asing yang masuk
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN
16 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Ekstrak buah mahkota dewa digunakan karena latar belakang penggunaan tradisionalnya dalam mengobati penyakit rematik. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak etanol
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)
BAB V PEMBAHASAN 1. Kemampuan fagositosis makrofag Kemampuan fagositosis makrofag yang dinyatakan dalam indeks fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) lebih tinggi dibandingkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan orang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Rabies merupakan penyakit zoonosis yang mematikan dan tersebar di seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan 70.000 orang meninggal setiap tahun karena
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM. ELISA (Enzyme Linked Immune-sorbent Assay ) - NITA ANDRIANI LUBIS. TANGGAL PRAKTIKUM: Kamis, 9 Januari 2014, pukul
LAPORAN PRAKTIKUM ELISA (Enzyme Linked Immune-sorbent Assay ) NAMA PRAKTIKAN : - DEBBY MIRANI LUBIS - NITA ANDRIANI LUBIS TANGGAL PRAKTIKUM: Kamis, 9 Januari 2014, pukul 09.00-17.00 WIB I. TUJUAN PRAKTIKUM:
Lebih terperinciImmunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age
Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh
Lebih terperinci