STUDI RESEPTOR VIRUS INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA ORGAN LIMFOID AYAM PASCA VAKSINASI DENGAN METODE IMUNOHISTOKIMIA RESTU LIBRIANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI RESEPTOR VIRUS INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA ORGAN LIMFOID AYAM PASCA VAKSINASI DENGAN METODE IMUNOHISTOKIMIA RESTU LIBRIANI"

Transkripsi

1 i STUDI RESEPTOR VIRUS INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA ORGAN LIMFOID AYAM PASCA VAKSINASI DENGAN METODE IMUNOHISTOKIMIA RESTU LIBRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2 ii

3 iii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Reseptor Virus Infectious Bursal Disease (IBD) pada Organ Limfoid Ayam pasca Vaksinasi dengan Metode Imunohistokimia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2015 Restu Libriani NIM B

4 ii RINGKASAN RESTU LIBRIANI. Studi Reseptor Virus Infectious Bursal Disease (IBD) pada Organ Limfoid Ayam pasca Vaksinasi dengan Metode Imunohistokimia. Dibimbing oleh AGUS SETIYONO dan WIWIN WINARSIH. Kejadian infektious bursal disease (IBD) berdampak ekonomis bagi peternak karena dapat merusak organ limfoid terutama bursa Fabricius dan menyebabkan kegagalan program vaksinasi. Reseptor VIRUS IBD pada organ limfoid diduga berkontribusi terhadap kejadian subklinis dan klinis IBD pada ayam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sebaran reseptor virus IBD pada organ limfoid ayam yang mendapat vaksin IBD yang berbeda. Sebaran reseptor pada bursa Fabricius, limpa, dan timus diamati secara mikroskopis menggunakan metode imunohistokimia dan dievaluasi menggunakan perangkat lunak Image J. Penelitian ini menggunakan antibodi monoklonal anti sel LSCC-BK3 (Gifu University, Japan) sebagai antibodi primer. Hasil penelitian menunjukan bahwa reseptor virus IBD banyak ditemukan pada bursa Fabricius kemudian limpa dan timus. Sebaran reseptor virus IBD pada organ limpa dan timus ayam yang mendapat program vaksinasi 1 kali tidak berbeda nyata dengan ayam yang mendapat program vaksinasi IBD 2 kali. Sebaran reseptor virus IBD pada organ bursa Fabricius ayam yang mendapat program vaksinasi 2 kali lebih banyak dibanding ayam yang mendapat program vaksinasi IBD 1 kali. Kata kunci: ayam, IBD, imunohistokimia, reseptor, vaksinasi

5 iii SUMMARY RESTU LIBRIANI. Study on Infectious Bursal Disease Virus Receptors (IBD) in Lymphoid Organs of Chicken Post Vaccination using Immunohistochemistry Method. Supervised by AGUS SETIYONO and WIWIN WINARSIH. Infectious bursal disease (IBD) affects economical impact for breeders due to it can cause damage lymphoid organ, especially bursa of Fabricius and causing failure the vaccination program. Infectious bursal disease virus receptors on lymphoid organs suspected contribute to subclinical and clinical IBD incidence in the chickens. The aim of this study was to determine and compare the distribution of IBD virus receptors on lymphoid organ of the chicken which obtained different IBD vaccination program. The presence of virus receptors in bursa of Fabricius, spleen, and thymus were observed microscopically using immunohistochemical method and evaluated with Image J software. Monoclonal anti LSCC-BK3 (Gifu University, Japan) antibodies as primary antibody was used in this study. The result showed that IBD virus receptors found abudantly in the bursa of Fabricius, afterwards in the spleen and thymus. No significant differences of IBD virus receptor distribution within spleen and thymus between chicken which obtained once and twice IBD vaccination. Keywords: chickens, IBD, immunohistochemistry, receptor, vaccination

6 iv Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 i STUDI RESEPTOR VIRUS INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA ORGAN LIMFOID AYAM PASCA VAKSINASI DENGAN METODE IMUNOHISTOKIMIA RESTU LIBRIANI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Biomedis Hewan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

8 ii Penguji luar komisi pada ujian tesis : drh Vetnizah Juniantito, PhD APVet

9 iii Judul Tesis : Studi Reseptor Virus Infectious Bursal Disease (IBD) pada Organ Limfoid Ayam pasca Vaksinasi dengan Metode Imunohistokimia Nama : Restu Libriani NIM : B Disetujui oleh Komisi Pembimbing Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet Ketua Dr Drh Wiwin Winarsih, MSi APVet Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Biomedis Hewan Dekan Sekolah Pascasarjana Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 09 Oktober 2015 Tanggal Lulus: 11 November 2015

10 iv PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah reseptor IBD, dengan judul Studi Reseptor Virus Infectious Bursal Disease (IBD) pada Organ Limfoid Ayam pasca Vaksinasi dengan Metode Imunohistokimia. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet dan Ibu Dr drh Wiwin Winarsih, MSi APVet selaku pembimbing, serta Bapak Drh Vetnizah Juniantito, PhD APVet yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Saudara Drh Yamin Yaddi yang telah membantu selama pengambilan sampel di Sukabumi, Jawa Barat. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, (almh.) Mama, Kakakkakak serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, November 2015 Restu Libriani

11 v DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Patogenesa 5 Reseptor Seluler 6 Antibodi Monoklonal 7 Imunohistokimia 8 3 METODE 9 Waktu dan Tempat Penelitian 9 Bahan 9 Alat 9 Prosedur Penelitian 9 Parameter Penelitian 10 Analisis Data 10 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 5 SIMPULAN 18 DAFTAR PUSTAKA 18 LAMPIRAN 21 RIWAYAT HIDUP 51 vi vi vi

12 vi DAFTAR TABEL 1 Jumlah sebaran reseptor virus IBD pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus (per 1000 µm 2 ) 11 2 Skor lesio histopatologi bursa Fabricius ayam yang mendapat 1 atau 2 kali vaksinasi IBD 17 DAFTAR GAMBAR 1 Konsentrasi antibodi setelah pemberian vaksin 4 2 Antibodi monoklonal dari sel hibridoma (Kohler & Milstein s technique) 8 3 Representasi foto mikrografi sebaran reseptor virus IBD pada organ limfoid ayam 12 4 Foto mikrografi organ bursa Fabricius ayam dengan program vaksinasi IBD 14 5 Foto mikrografi organ limpa ayam dengan program vaksinasi IBD 15 6 Foto mikrografi organ timus ayam dengan program vaksinasi IBD 16 DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 8 hari) 21 2 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 15 hari) 22 3 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 23 hari) 23 4 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ limpa dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 8 hari) 24 5 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ limpa dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 15 hari) 25 6 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ limpa dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 23 hari) 26 7 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ timus dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 8 hari) 27 8 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organtimus dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 15 hari) 28 9 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ timus dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 23 hari) 29

13 vii 10 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 8 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 15 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 8 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 15 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ limpa dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ limpa dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organtimus dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ timus dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) Hasil uji statistik pengaruh pemberian vaksin IBD 1 kali dan 2 kali pada kelompok umur ayam yang berbeda terhadap sebaran reseptor IBD Hasil uji statistik terhadap skor lesio histopatologi organ bursa Fabricius pada program vaksinasi IBD 1 kali Hasil uji statistik terhadap skor lesio histopatologi organ bursa Fabricius pada program vaksinasi IBD 2 kali Hasil uji statistik terhadap skor lesio histopatologi organ limpa pada program vaksinasi IBD 1 kali Hasil uji statistik terhadap skor lesio histopatologi organ limpa pada program vaksinasi IBD 2 kali 48

14 viii 29 Hasil uji statistik terhadap skor lesio histopatologi organ timus pada program vaksinasi IBD 1 kali Hasil uji statistik terhadap skor lesio histopatologi organ timus pada program vaksinasi IBD 2 kali 50

15 1 PENDAHULUAN Infectious bursal disease (IBD) atau gumboro merupakan penyakit infeksius pada unggas yang bersifat akut. Agen penyebab penyakit ini adalah virus genus Avibirnavirus famili Birnaviridae yang mempunyai asam inti RNA rantai ganda (Kencana et al. 2011). Virus IBD tidak infeksius pada suhu diatas 42 o C, tidak stabil pada suhu diatas 72 o C, dan perubahan ph tidak berkontribusi nyata terhadap kestabilan virus IBD (Rani & Kumar 2015). Guan et al. (2014) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa inaktivasi virus IBD pada suhu dibawah 0 o C menggunakan desinfektan kimia membutuhkan waktu lebih dari 2 jam. Virus IBD yang dikenal saat ini terdiri dari dua serotipe, yaitu serotipe 1 bersifat patogen pada ayam dan serotipe 2 tidak patogen pada ayam. Serotipe 1 pertama kali ditemukan sebagai strain klasik kemudian mengalami mutasi sebagai strain varian yang sangat ganas yaitu virus very virulent IBD (vvibd) (Van den Berg et al. 2000). Penyebaran IBD di Indonesia pada tahun 1991 memperlihatkan bahwa hampir semua isolat yang diperoleh dari hasil isolasi dan identifikasi di berbagai wilayah di Indonesia memiliki kerabat dekat dengan virus vvibd (Parede et al. 2010). Infectious bursal disease berdampak ekonomi bagi peternak karena dapat merusak organ limfoid terutama bursa Fabricius (imunosupresif), sehingga ayam yang terinfeksi virus IBD menjadi rentan terhadap infeksi sekunder serta dapat mengakibatkan kegagalan vaksinasi (Van den Berg et al. 2000). Selain itu, virus IBD dapat menyebabkan morbiditas yang tinggi mencapai 100% dan mortalitas antara 20 sampai 30%, sedangkan untuk virus vvibd tingkat morbiditas dan mortalitasnya dapat mencapai 100% (Enterradossi & Saif 2008; Wahyuwardani et al. 2011). Pengendalian penyakit IBD dapat dilakukan dengan pemberian vaksinasi. Vaksinasi yang diberikan dapat berupa vaksin aktif dari virus IBD hidup yang telah diatenuasi maupun inaktif yang dibuat dari virus IBD yang telah dimatikan tetapi tetap bersifat imunogenik. Vaksin aktif masih memiliki kemampuan untuk bereplikasi sedangkan vaksin inaktif tidak memiliki kemampuan untuk bereplikasi (Davison et al. 2008). Vaksinasi aktif yang beredar dan dipergunakan di Indonesia kebanyakan menggunakan seed virus dari strain intermediate karena penggunaan vaksin aktif strain mild dinilai kurang memberi hasil yang memuaskan (Syahroni et al. 2005). Kencana et al. (2011) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa vaksin IBD aktif dapat menyebabkan imunosupresif terhadap respon primer (humoral) vaksin Newcastle disease (ND). Namun demikian, Niepper dan Muller (1996) menyatakan bahwa replikasi virus IBD tidak hanya terjadi karena adanya reseptor spesifik pada sel limfosit B, terdapat reseptor lain yang dimiliki Chicken embryo fibroblast (CEF) yang mampu berikatan pada kedua serotipe virus IBD. Diduga keberadaan reseptor virus IBD pada organ limfoid berkontribusi terhadap kejadian subklinis dan klinis penyakit IBD pada ayam. Reseptor merupakan molekul pada permukaan sel yang memperantarai pengikatan antara virus dan sel melalui proses perlekatan, mengikat, memicu peleburan membran, atau proses lainnya (Zhu et al. 2008). Molekul tersebut dapat berupa glikoprotein atau glikolipid misalnya heparan sulfate proteoglikan yang ada pada permukaan sel (Grove & Marsh 2011). Infeksi virus pada sel akan terjadi jika pada membran

16 2 plasma sel terdapat reseptor terhadap virus tersebut. Interaksi pertama virus dengan membran plasma sel kurang spesifik dan sering bersifat elektrostatik. Interaksi ini kemudian dikenali oleh membran plasma dan mendatangkan reseptor spesifik (Grove & Marsh 2011). Banyaknya kejadian IBD dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi hingga saat ini menyebabkan penyakit ini menarik untuk dikaji lebih mendalam. Setiyono et al. (2000) dalam penelitiannya mengisolasi antibodi monoklonal (AbMo) yang dapat menghambat infeksi virus IBD pada sel LSCC- BK3. Sel LSCC-BK3 adalah sel lestari limfoblastoid B pada ayam yang dapat diinfeksi virus IBD (Setiyono et al. 2001). Reseptor pada LSCC-BK3 dikenali sebagai protein N-Glycosylated (Ogawa et al. 1998). Antibodi monoklonal anti sel LSCC-BK3 tersebut dapat digunakan untuk mempelajari reseptor virus IBD pada organ limfoid ayam dengan metode imunohistokimia (IHK). Metode IHK merupakan metode deteksi protein antigen dalam jaringan dengan prinsip reaksi imunologi melalui deteksi ikatan antigen dan antibodi. Imunohistokimia mempunyai nilai lebih dibandingkan metode lainnya, seperti Western Blot, ELISA dan PCR karena dapat menentukan lokasi protein yang diidentifikasi (Santos et al. 2009). Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian yang berjudul Studi Reseptor Virus Infectious Bursal Disease (IBD) pada Organ Limfoid Ayam dengan Metode Imunohistokimia ini dilakukan. Perumusan Masalah Permasalahan yang akan dijawab pada penelitian ini antara lain : 1. Bagaimana sebaran reseptor virus IBD pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus ayam yang mendapatkan vaksinasi satu kali dan dua kali? 2. Bagaimana gambaran lesio histopatologi organ bursa Fabricius, limpa, dan timus ayam yang mendapatkan vaksinasi satu kali dan dua kali? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran reseptor virus IBD pada organ limfoid ayam yang mendapat vaksinasi IBD 1 kali dan 2 kali menggunakan metode IHK. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penyebaran reseptor virus IBD pada organ limfoid guna membantu penyusunan program vaksinasi IBD yang efektif di lapangan.

17 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit IBD atau gumboro merupakan penyakit infeksius pada unggas yang disebabkan oleh virus dan bersifat akut. Agen penyakit ini adalah virus dari genus Avibirnavirus dari famili Birnaviridae. Virus IBD tidak memiliki amplop, dikelilingi oleh protein kapsid yang berbentuk icosahedral, dan memiliki dua segmen untaian ganda RNA (Enterradossi & Saif 2008). Segmen A1 merupakan penyandi protein dari viral protein 2 (VP2, 40 kd), VP3 (32 kd), VP4 (28 kd). Protein VP2 membentuk bagian luar capsid, VP3 membentuk bagian dalam capsid sedangkan protein VP4 merupakan protease virus. Protein VP2 mempunyai epitop yang spesifik, yang mengandung sedikitnya tiga epitop yang bebas dan bertanggung jawab menginduksi antibodi penetralisasi (Becht et al. 1998). Glikoperotein VP2 bertanggungjawab pada pengenalan reseptor pada sel vero pada level molekular (Yip et al. 2007). Varian alam virus IBD mengikat reseptor sel B bursa Fabricius melalui protein VP2 (Boot et al. 2000). Segmen A2 merupakan penyandi protein nonstructural VP5 (17 kd) yang kemungkinan terlibat dalam pelepasan virus dari sel serta berperan dalam menghambat proses apoptosis pada tahap awal infeksi virus IBD (Meihong & Vakharia 2006). Segmen B merupakan penyandi bagi protein VP1 (Van Den Berg 2000). Virus IBD merusak organ limfoid terutama bursa Fabricius yang merupakan tempat limfosit B dewasa dan berdiferensiasi. Infectious bursal disease berdampak ekonomis bagi peternak karena bersifat imunosupresif sehingga ayam yang terinfeksi IBD menjadi rentan terhadap infeksi sekunder seperti coccidiosis, newcastle disease, dan colibacillosis (Davison et al. 2008). Virus IBD juga dapat menyebabkan morbiditas yang tinggi bahkan mencapai 100% serta mortalitas antara 20 sampai 30% sedangkan untuk virus IBD yang sangat ganas (virus vvibd), morbiditas dan mortalitas dapat mencapai 100% (Eterradossi & Saif 2008; Wahyuwardani et al. 2011). Virus IBD tidak infeksius pada suhu diatas 42 o C, tidak stabil pada suhu diatas 72 o C, dan perubahan ph tidak berkontribusi nyata terhadap kestabilan virus IBD (Rani & Kumar 2015). Guan et al. (2014) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa inaktivasi virus IBD pada suhu dibawah 0 o C menggunakan desinfektan kimia membutuhkan waktu lebih dari 2 jam. Kandang yang pernah terinfeksi dapat menginfeksi unggas lainnya pada 54 sampai 122 hari. Penularan dari unggas terinfeksi melalui air minum, pakan, atau kotoran (Eterradossi & Saif 2008). Infeksi virus pada ayam umur kurang dari 3 minggu biasanya subklinis dan imunosupresif sehingga menyebabkan kegagalan vaksinasi (Davison et al. 2008). Mekanisme kejadian subklinis pada ayam umur kurang dari 3 minggu diduga karena adanya peran maternal antibodi dan kejadian imunosupresif terkait dengan adanya kematian sel-sel penghasil limfosit B, terutama yang terdapat pada bursa Fabricius. Infeksi subklinis dapat diamati secara histopatologi (Eterradossi & Saif 2008). Virus IBD banyak menyerang ayam umur 3 sampai 6 minggu, yaitu saat perkembangan bursa Fabricius mencapai optimum dan maternal antibodi mulai menurun (Van den Berg et al. 2000). Gejala klinis yang terlihat bervariasi, tergantung dari strain virus yang menginfeksi ayam, jumlah virus, umur, galur

18 4 ayam, rute inokulasi dan keberadaan antibodi penetralisasi (Murphy et al. 1999). Pada ayam muda tanpa antibodi maternal, gejala klinis terlihat pada 48 jam pasca infeksi (pi) sedangkan pada ayam yang telah divaksinasi, gejala klinis terlihat 3 hari pi, dan ayam akan mati setelah memperlihatkan gejala klinis (William & Davison 2005). Gejala klinis yang terlihat akibat dari infeksi virus IBD adalah ayam lesu, nafsu makan menurun, diare, dan sayap menggantung (Eterradossi & Saif 2008). Diagnosis dapat dilakukan berdasarkan perubahan patologi yang diperkuat dengan deteksi antigen virus dengan teknik IHK. Virus IBD dari strain virus vvibd menyebabkan lesi yang parah, yang dapat teramati pada timus, limpa, bursa Fabricius, hati, ginjal, jantung, proventrikulus, gizard dan seka tonsil. Pada fase akut ditemukan adanya hipertropi, hiperemi dan udema pada bursa (Van den Berg et al. 2000). Pada 7 dan 14 hari pi bursa Fabricius ayam yang diinfeksi virus vvibd terlihat mengecil dibandingkan dengan bursa Fabricius ayam normal. Jika terjadi penyembuhan, ukuran bursa kembali normal pada 21 hari pi (Wahyuwardani et al. 2011). Pengendalian IBD yang efektif adalah dengan melakukan program vaksinasi yang teratur, memperketat biosekuriti, dan melakukan deteksi titer antibodi untuk mengetahui keberhasilan vaksinasi (OIE 2008). Program vaksinasi diperlukan agar tubuh mampu membentuk kekebalan atau daya tahan secara spesifik melalui reaksi antigen-antibodi dan pematangan sel T dan sel B memori terhadap antigen pemaparnya. Antibodi dapat berfungsi sebagai kompetitor bagi antigen virus IBD dengan reaksi inibisi, aglutinasi, presipitasi atau opsonin. Besseboua et al. (2015) yang menyebutkan bahwa vaksinasi 2 kali perlu dilakukan agar mendapatkan perlindungan yang lebih baik terhadap IBD (Gambar 1) Pemberian antigen A yang pertama Pemberian antigen A yang kedua dan antigen B yang pertama Respon sekunder pada antigen A Konsentrasi Antibodi 10³ 10² 10¹ Respon primer pada antigen A Respon sekunder pada antigen B Waktu (hari) Gambar 1 Konsentrasi antibodi setelah pemberian vaksin (Campbell & Reece 2008).

19 5 Tipe vaksin IBD yang umum digunakan di lapangan adalah vaksin intermediate karena dapat menstimulasi ayam dalam memproduksi antibodi lebih awal dari tipe vaksin mild, tanpa menyebabkan kerusakan bursa Fabricius seperti pada tipe vaksin virulen (OIE 2008). Waktu vaksinasi tergantung pada titer antibodi maternal pada anak ayam. Titer antibodi maternal yang tinggi akan menetralisasi virus yang berasal dari vaksin sehingga respon kekebalan aktif yang dihasilkan sedikit. Patogenesa Virus IBD dapat merusak organ limfoid terutama bursa Fabricius yang merupakan tempat limfosit B tumbuh kembang dan berdiferensiasi (Davison et al. 2008). Infeksi virus IBD pada umumnya melalui oral bersama pakan yang tercerna virus masuk ke dalam usus. Virus kemudian ditangkap oleh sel makrofag atau limfosit di usus sebagai Antigen Presenting Cell (APC) (Eterradossi & Saif 2008). Selanjutnya masuk ke hati lalu ke sistem sirkulasi dan terjadi viremia primer. Antigen virus ditemukan pada sel limfoid bursa ± 11 jam pi tetapi belum ditemukan pada jaringan limfoid lain. Di bursa virus bereplikasi paling banyak. Target dari virus IBD adalah sel IgM+ dan sel IgM ini terdapat pada darah, limfonodus, dan pada permukaan sel-sel B (Murphy et al. 1999). Setelah 16 jam pi terjadi viremia kedua dan replikasi sekunder pada organ lainnya yang dapat menimbulkan kematian (Van den Berg 2000). Penyebab kematian belum diketahui secara pasti. Namun demikian pada fase akut teramati sindroma septic shock, dimana terjadi respon imun yang berlebihan, yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi TNF-α yang berlebihan di dalam serum darah ayam, yang kemudian diikuti terjadinya kematian (Sharma et al. 2000) Infeksi klinis dan subklinis dengan virus IBD dapat menyebabkan imunosupresi. Rusaknya sel-sel imunoglobulin oleh virus dapat menghambat kekebalan humoral. Infeksi virus vvibd menyebabkan kerusakan yang parah hingga terjadi deplesi sel limfoid pada folikel bursa Fabricius, sehingga ukuran bursa terlihat mengecil, hingga mencapai 1/4 1/5 dari ukuran bursa Fabricius pada ayam kontrol (Lam 1998). Bila tidak terjadi penyembuhan pada bursa Fabricius ayam, akan menyebabkan hambatan produksi antibodi yang dibentuk oleh sel B. Mekanisme lain seperti mengubah fungsi sel antigen-presenting dan melibatkan T helper mungkin terjadi. Infeksi virus IBD menyebabkan penghambatan sementara terhadap respon proliferatif sel T untuk mitogen secara in vitro. Penghambatan ini dimediasi oleh makrofag yang telah diaktifkan pada ayam yang terinfeksi virus dan memperlihatkan peningkatan ekspresi dari sejumlah gen sitokin (Sharma et al. 2000). Banyaknya sel yang mengalami apoptosis berkorelasi dengan kemampuan virus IBD bereplikasi. Proses apoptosis mulai terjadi setelah makrofag yang teraktivasi virus IBD melepaskan sitokin yaitu faktor tumor nekrosis α (TNFα) dan interleukin 12 (IL12) yang memicu Th (T helper) untuk berdiferensiasi menjadi Th1. Sel Th1 memproduksi IL2 dan IFN-γ. Interleukin12 bersama TNFα meningkatkan aktivitas sel natural killer (NK). Sementara itu, IL2 bersama interferon IFN-γ memicu aktivasi cytotoxic T lymphocyt (CTL) yang kemudian mengekspresikan Fibrosis associated substrate (Fas) ligan yang dapat

20 6 menimbulkan apoptosis pada sel target yang mengekspresikan Fas (Plumeriastuti 2006). Fase akut berlangsung selama 7 sampai 10 hari. Pada fase ini, sel B pada folikel bursa mengalami deplesi dan bursa mengalami atropi (Sharma et al. 2000).. Selain itu, nekrosis sel juga berperan pada cepatnya kejadian deplesi sel pada bursa Fabricius yang diinfeksi virus IBD (Muller et al. 2003). Pada ayam yang bertahan dan melewati fase akut, efek patologi dapat sembuh dan virus dapat dihilangkan. Folikel bursa akan kembali dipenuhi dengan IgM (+) sel B (Sharma et al. 2000). Pada sel timus nekrosis terjadi secara ekstensif. Agregat sel dengan inti yang piknotik ditemukan pada area nekrosis, sel debris dan reaksi fagositosis pada sel epitel retikuler. Kapsula timus menebal dan daerah antar lobus melebar karena terjadi udema. Pada limpa, sel limfosit banyak yang menghilang diganti dengan sel makrofag dan sel heterofil, ini menunjukkan ada reaksi inflamasi (Van den Berg et al. 2000). Reseptor Seluler Reseptor merupakan molekul pada permukaan sel yang memperantarai pengikatan antara virus dan sel melalui proses perlekatan, mengikat, memicu peleburan membran, atau proses lainnya (Zhu et al. 2008). Molekul tersebut dapat berupa glikoprotein atau glikolipid misalnya heparan sulfate proteoglikan yang ada pada permukaan sel (Grove & Marsh 2011). Infeksi virus pada sel akan terjadi jika pada membran plasma sel terdapat reseptor terhadap virus tersebut. Interaksi pertama virus dengan membran plasma sel kurang spesifik dan sering bersifat elektrostatik. Interaksi ini kemudian dikenali oleh membran plasma dan mendatangkan reseptor spesifik (Grove & Marsh 2011). Reseptor merupakan molekul penting dan dapat bertahan lama pada fungsi normal sel. Virus dapat berkembang dan memiliki ligan dengan afinitas tinggi agar dapat berikatan dengan reseptor spesifik pada sel. Secara teori beberapa membran sel memiliki reseptor untuk satu atau lebih virus, sedangkan kenyataannya molekul yang berbeda digunakan sebagai reseptor untuk virus yang berbeda (Murphy et al. 1999). Reseptor virus IBD tersusun dari protein N-glikosilated yang diekspresikan dari IgM permukaan (immature surface IgM) pada sel limfosit B (Ogawa et al. 1998). Translokasi dari partikel ikatan reseptor - virus IBD melewati membran plasma yang diperantarai oleh pep46, yaitu salah satu turunan dari peptida VP2 yang ada pada partikel virus (Eterradossi & Saif 2008) dan protein-protein yang berikatan dengan virus IBD pada membran plasma LSCC- BK3 adalah yang memiliki berat molekul 70, 82, 110 kda (Setiyono et al. 2000). Diduga keberadaan reseptor virus IBD pada organ limfoid berkontribusi terhadap kejadian subklinis dan klinis penyakit IBD pada ayam.

21 7 Antibodi Monoklonal Antibodi monoklonal (AbMo) dengan spesifisitas yang ditetapkan berasal dari sel kloning atau organisme. Antibodi ini dapat diperoleh dari sel plasma yang diklon dari sel-sel limfosit B sejenis atau dari rdna-rekayasa baris sel mamalia atau bakteri (rekayasa AbMo). Antibodi monoklonal dibuat dari sel hibrid yang mempunyai sifat lebih baik dari antibodi poliklonal karena hanya mengikat 1 epitop serta dapat dibuat dalam jumlah tak terbatas. Penemuan AbMo ini memudahkan dalam mengidentifikasi dan memurnikan suatu molekul pada berbagai disiplin ilmu termasuk prosedur diagnostik, pengobatan dan pencegahan alternatif pada keganasan berbagai penyakit (Sevier et al. 1981). Apabila sel hibridoma dibiakkan dalam kultur sel, sel yang secara genetik mempunyai sifat yang identik akan memproduksi antibodi sesuai dengan antibodi yang diproduksi oleh sel aslinya, yaitu sel limfosit B. Proses pemilihan sel klon yang identik dapat mensekresi antibodi yang spesifik. Pada prinsipnya antibodi yang homogen dapat didapatkan pada beberapa tahap, yaitu imunisasi mencit, fusi sel limfosit B dan sel mieloma, eliminasi sel induk yang tidak berfusi, isolasi dan pemilihan klon hibridoma (Sevier et al. 1981). Setiyono et al. (2000) dalam penelitiannya mengisolasi antibodi monoklonal (AbMo) yang dapat menghambat infeksi virus IBD pada sel LSCC-BK3. Sel LSCC-BK3 adalah sel lestari limfoblastoid B pada ayam yang dapat diinfeksi virus IBD (Setiyono et al. 2001). Reseptor pada LSCC-BK3 dikenali sebagai protein N-Glycosylated (Ogawa et al. 1998). Antibodi monoklonal anti sel LSCC- BK3 tersebut dapat digunakan untuk mempelajari reseptor virus IBD pada organ limfoid ayam dengan metode imunohistokimia (IHK). Antibodi monoklonal terhadap sel LSCC-BK3 dibuat oleh sel-sel hibridoma (hasil fusi dua sel berbeda, penghasil sel B limpa dan sel mieloma) yang dikultur (Gambar 2). Pembuatan antibodi ini menggunakan 3 sel line limphoblstoid ayam, yaitu LSCC-BK3, LSCC-1104-B1 yang berasal dari bursa ayam yang terinfeksi avian leukosis virus, dan MDCC-MSB dari limpa ayam yang terinfeksi penyakit Marek s. Imunisasi pada tikus BALB/c umur 3 minggu secara intraperitonial dengan emulsi sel LSCC-BK3 1x10 7 dan Freund s complete adjuvant (Difco, Laboratories, Detroit, MI, U.S.A). Booster dilakukan secara intraperitoneal dengan emulsi sel LSCC-BK3 1x10 7 Freund s incomplete adjuvant. Sel-sel limpa dari tikus dipanen dan difusi dengan P3X63 Ag8.653 sel mioloma dengan prosedur standar. Eliminasi sel induk yang tidak berdifusi dan selanjutnya dilakukan pemilihan klon hibridoma (Setiyono et al. 2000).

22 8 Gambar 2 Antibodi monoklonal dari sel hibridoma (Kohler & Milstein s technique) [ stbrook/mono.html]. Imunohistokimia Metode IHK merupakan metode deteksi protein antigen dalam jaringan dengan prinsip reaksi imunologi melalui deteksi ikatan antigen dan antibodi (Santos et al. 2009). Imunohistokimia mempunyai nilai lebih dibandingkan metode lainnya, seperti Western Blot, ELISA dan PCR karena dapat menentukan lokasi protein yang diidentifikasi (Santos et al. 2009). Tempat pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker. Marker dapat berupa senyawa berwarna, zat berfluoresensi, logam berat, label radioaktif, atau enzim. Molekul spesifik akan mewarnai sel-sel tertentu seperti sel yang membelah atau sel yang mati sehingga dapat dibedakan dengan sel normal. Pemeriksaan ini dilakukan pada jaringan yang memiliki ketebalan yang bervariasi tergantung dari tujuan pemeriksaan. Umumnya jaringan berasal dari tubuh akan dipotong menjadi sangat tipis menggunakan mikrotom. Interaksi yang terjadi antara antigen dan antibodi dalam proses imunohistokima tidak tampak secara kasat mata. Oleh karena itu diperlukan visualisasi untuk memastikan adanya ikatan antigen antibodi dalam proses imunohistokimia. Antibodi primer terhadap virus IBD akan mengikat antigen secara spesifik pada jaringan sehingga antibodi sekunder akan dikonjugasikan dengan enzim. Enzim yang terkonjugasi dengan antibodi sekunder mampu mengikat warna (kromogen) sehingga menghasilkan visualisasi berupa warna.

23 9 3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni Pengambilan sampel dilakukan di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dan pengolahan sampel dilakukan di laboratorium Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bahan Penelitian ini menggunakan sampel organ limfoid (bursa Fabricius, limpa, dan timus) ayam broiler, AbMo anti sel LSCC-BK3 sebagai antibodi primer (Gifu University, Japan), dan Kit Envision TM Detection Systems Peroxidase/DAB, Rabbit/Mouse - DACO. Pewarnaan Hematoksilin Eosin. Vaksin inaktif (kill) dengan isolat lokal, Tasik strain (951) dan vaksin aktif (live) intermediate plus. Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain automatic tissue processor, parafin block, dan mikrotom. Prosedur Penelitian Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah bursa Fabricius, limpa, dan timus dari ayam broiler di peternakan ayam di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pembagian kelompok didasarkan pada perbedaan umur saat dilakukan diterminasi dan program vaksinasi yang diterapkan di peternakan. Program vaksinasi yang diterapkan yaitu program vaksinasi 1 kali yang diberikan pada ayam umur 11 hari (vaksin aktif, air minum) dan program vaksinasi 2 kali yang diberikan pada ayam umur 4 hari (vaksin inaktif, subkutan) dan umur 11 hari (vaksin aktif, air minum). Waktu yang tepat untuk pemberian vaksin IBD live (intermediate) adalah 18 sampai 21 hari dengan memperhatikan kondisi lingkungan peternakan. Pemberian vaksin pada ayam yang berasal dari induk yang telah diberi vaksin IBD tergantung pada pada kadar titer maternal antibodi dan umur ayam (Fantay et al. 2015). Waktu pemberian vaksin diharapkan dapat mencapai standar protektif sebelum penyakit menyerang. Virus IBD banyak menyerang ayam umur 3 sampai 6 minggu (Van den Berg et al. 2000). Ayam diterminasi pada umur 8, 15, dan 23 hari pada masing-masing program vaksinasi IBD yang diterapkan. Sebanyak 18 ekor ayam broiler yang digunakan dikelompokkan menjadi 6 (n=3). Kelompok I sampai III untuk ayam berumur 8, 15, dan 23 hari dengan program vaksinasi 1 kali, kelompok IV sampai VI untuk ayam berumur 8, 15, 23 hari dengan program vaksinasi IBD 2 kali.

24 10 Sebelum dinekropsi ayam diditerminasi dengan disembelih. Selanjutnya diambil organ timus, limpa, dan bursa Fabricius. Organ-organ tersebut dimasukkan ke dalam wadah plastik yang berisi larutan bufferd neutral formalin (BNF) 10% dan diberi label. Setelah organ terfiksasi dengan baik di dalam larutan BNF 10%, organ siap diproses secara histopatologi dan diwarnai dengan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) dan imunuhistokimia (IHK). Pewarnaan HE untuk mendeskripsikan lesio yang ditemukan pada organ dan IHK untuk mendeteksi antigen reseptor virus IBD pada organ limfoid. Tahapan IHK dimulai dengan melakukan deparafinasi lalu dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali, selanjutnya dilakukan unmasking antigen dengan sitrat buffer menggunakan microwave selama 5 menit lalu didinginkan dan dicuci dengan PBS (3 kali), setelah itu dilakukan blocking normal serum menggunakan Fetal Bovine Serum (FBS) 1% selama 1 jam lalu dicuci dengan PBS (3 kali), selanjutnya diberi antibodi primer anti reseptor IBD (anti sel LSCC-BK3) dengan pengenceran 250 kali lalu disimpan pada suhu 4 o C (semalam) dan dicuci dengan PBS (3 kali), selanjutnya dilakukan blocking endogenous enzyme (KIT IHK) selama 1 jam lalu dicuci dengan PBS (3 kali), kemudian diberi antibodi sekunder yang telah dilabel polimer HRP selama 1 jam lalu dicuci dengan PBS (3 kali), selanjutnya diberi substrat (chromogen) selama ± 5 detik (1 tetes DAB dalam 1 ml pengencer) lalu dicuci dengan air mengalir, setelah itu dilakukan counter staining menggunakan hematoksilin (± 3 celup) lalu dicuci dengan air mengalir, terakhir dilakukan dehidrasi dan mounting. Parameter Penelitian Pengamatan mikroskopis berupa sebaran reseptor virus IBD pada organ limfoid ayam yang terlihat positif berwarna coklat dengan pewarnaan IHK dan lesio pada organ yang diamati menggunakan pewarnaan HE berbasis skoring. Analisis Data Data dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif menggunakan perangkat lunak Image J analisis gambar untuk program Microsoft Windows. Reseptor dihitung per 1000 µm 2 pada 10 lapang pandang. Selanjutnya dilakukan uji statistik dengan menggunakan perangkat lunak SAS untuk Microsoft Windows, yaitu dengan metode analisis ragam ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk menganalisa perbedaan antar kelompok. Data non-parametrik pada skor lesio histopatologi dilakukan analisa menggunakan uji Kruskall wallis yang dilanjutkan dengan Mann whitney U test dan Dunn s test untuk menguji perbedaan antar kelompok.

25 11 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan sebaran reseptor virus IBD ayam pada kelompok yang mendapat vaksinasi IBD 1 kali dan 2 kali pada umur 8, 15, dan 23 hari disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah sebaran reseptor virus IBD pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus (per 1000 µm 2 ) Organ/ Umur (hari) Vaksinasi IBD 1 kali Kelompok Perlakuan Vaksinasi IBD 2 kali * 15* 23* Bursa 5.45±0.32 Aa1 4.42±1.00 Aa1 5.21±0.16 Aa1 5.78±1.09 Ad1 4.22±0.48 Ae1 6.15±0.44 Bd1 Limpa 3.80±1.10 Aa2 2.82±0.80 Aa1 3.86±1.01 Aa2 3.28±0.87 Ad2 2.53±0.19 Ad2 4.04±1.23 Ad2 Timus 2.62±0.08 Aa2 2.46±1.14 Aa1 2.65±0.37 Aa2 2.55±1.34 Ad2 2.60±0.63 Ad2 2.94±0.40 Ad2 A B Huruf berbeda pada baris yang sama untuk kelompok umur yang sama berbeda nyata (P<0.05). a b Huruf berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (P<0.05) (vaksinasi IBD 1 kali). d e* Huruf berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (P<0.05) (vaksinasi IBD 2 kali). 12 Angka berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0.05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran reseptor virus IBD pada program vaksinasi IBD 1 kali ayam umur 8 hari banyak ditemukan pada organ bursa Fabricius dan limpa sedangkan pada ayam umur 23 hari banyak ditemukan pada bursa Fabricius (P<0.05). Program vaksinasi IBD 2 kali reseptor banyak ditemukan pada organ bursa Fabricius untuk ketiga kelompok umur (Tabel 1). Hal ini sejalan dengan penelitian Ogawa et al. (1998) yang menyebutkan bahwa strain vvibdv (strain OKYM) berikatan dengan sel limfosit hingga 94% pada bursa Fabricius, 37% pada limpa, dan 3% pada timus. Selain itu, Tippenhauer et al. (2013) menyebutkan bahwa target utama virus IBD adalah organ bursa Fabricius yang menjadi tempat sel limfosit B matang dan berdiferensiasi. Namun demikian, Niepper dan Muller (1996) menjelaskan bahwa replikasi virus IBD tidak hanya terjadi karena adanya reseptor spesifik pada sel limfosit B tetapi terdapat reseptor lain yang dimiliki CEF untuk kedua serotipe virus IBD. Kedua serotipe virus IBD berikatan secara spesifik pada protein yang memiliki berat molekul 40 kda dan 46 kda yang ada pada permukaan CEF dan sel limfoid. Sehingga jumlah reseptor tidak berkorelasi langsung dengan tingginya kejadian infeksi virus IBD, namun adanya reseptor spesifik memungkinkan terjadinya infeksi virus IBD pada unggas. Sebaran reseptor IBD pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus secara IHK pada kedua program vaksinasi dapat dilihat pada Gambar 3.

26 12 Gambar 3 Representasi foto mikrografi sebaran reseptor virus IBD pada organ limfoid ayam. Positif IHK reseptor virus IBD ( ). (A) bursa Fabrisius, Sebaran (B) reseptor limpa, IBD dan pada (C) organ timus limpa dari ayam dan timus yang pada mendapatkan masing-masing vaksinasi 1 kali. (D) bursa Fabricius, (E) limpa, dan (F) timus dari ayam yang mendapatkan vaksinasi 2 kali. Pewarnaan IHK. Sebaran reseptor IBD pada organ limpa dan timus pada masing-masing kelompok umur antara kedua program vaksinasi IBD tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata. Namun, sebaran reseptor IBD pada organ bursa fabricius antar kedua program vaksinasi terlihat berbeda pada ayam umur 23 hari

27 (Tabel 1). Hal ini dimungkinkan karena perkembangan sel B limfosit pada ayam umur 8 dan 15 hari belum optimum. Bursa Fabricius bekerja optimal pada umur 3 sampai 4 minggu (Glick 2000). Reseptor IBD yang telah aktif dapat berikatan dengan antigen virus IBD dari vaksin sehingga jumlah reseptor IBD yang dikenali IHK semakin sedikit. Pada program vaksinasi IBD 1 dan 2 kali umur 23 hari terlihat adanya peningkatan ekspresi jumlah reseptor IBD. Hal ini dianggap dapat menjelaskan kejadian klinis IBD di lapangan. Semakin banyak virus IBD mampu menempel dan masuk ke sel limfosit maka semakin besar peluang ayam terinfeksi dan mengekspresikan secara klinis IBD. Begitu pula sebaliknya semakin sedikit reseptor dikenali (positif IHK) maka semakin rendah peluang virus dapat menginfeksi ayam (ekspresi subklinis). Khan et al. (2009) menyatakan bahwa kejadian subklinis banyak terjadi pada umur kurang dari 21 hari. Ayam umur 23 hari dengan program vaksinasi 2 kali jumlah reseptor IBD pada organ bursa Fabricius terlihat lebih banyak dari ayam umur 23 hari dengan progam vaksinasi 1 kali. Namun, diduga sel B memori berperan pada meningkatnya jumlah reseptor IBD yang dikenali IHK pada ayam yang mendapat vaksin IBD 2 kali umur 23 hari sehingga memungkinkan kecilnya peluang ayam terinfeksi virus IBD. Ketika sel naive atau sel B memori terpapar antigen (dan sel T-helper tidak terlihat), kedua sel tersebut akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel efektor. Sel efektor ini akan memproduksi dan mensekresikan antibodi dengan ikatan yang unik dengan antigen, seperti ikatan antara membran yang memiliki reseptor dengan antibodi (Aberts et al. 2002). Sebaran reseptor IBD pada organ bursa Fabricius, limpa, maupun timus pada program vaksinasi IBD 1 kali tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada umur yang berbeda (P<0.05). Namun, terlihat adanya penurunan jumlah ekspresi reseptor IBD pada ayam umur 15 hari (4 hari pasca pemberian vaksin IBD aktif). Pada organ bursa Fabricius, jumlah sebaran reseptor virus IBD pada ayam yang mendapat vaksinasi IBD 2 kali terlihat berbeda nyata antara ayam umur 8 dan 15 hari. Jumlah reseptor IBD pada ayam umur 15 hari terlihat lebih sedikit. Hal ini memungkinkan adanya ikatan antara antigen virus vaksin IBD aktif yang diberikan pada ayam umur 11 hari dengan reseptor pada sel limfosit B. Vaksin aktif dari strain intermediate dilaporkan menyebabkan sifat imunosupresif pada respon primer vaksin ND (Kencana et al. 2011). Hasil pengujian keamanan vaksinasi IBD yang dilakukan BBPMSOH (Hidayanto et al. 2005) menyatakan bahwa terdapat 37 vaksin yang memenuhi syarat dari 53 sampel pada tahun sehingga perlu penelitian lanjut terutama untuk vaksin IBD strain intermediate. Waktu yang tepat untuk pemberian vaksin IBD live (intermediate) adalah 18 sampai 21 hari dengan memperhatikan kondisi lingkungan peternakan (Fantay et al. 2015). Selain itu, bursa Fabricius bekerja optimal pada umur 3 sampai 4 minggu (Glick 2000). Virus IBD dapat merusak organ limfoid terutama bursa Fabricius yang merupakan tempat limfosit B tumbuh kembang dan berdiferensiasi (Davison et al. 2008). Antigen virus yang telah dilemahkan pada vaksin aktif berpotensi menyebabkan adanya kerusakan tersebut. Banyaknya sel yang mengalami apoptosis berkorelasi dengan kemampuan virus IBD bereplikasi. Selain itu, nekrosis sel juga berperan pada cepatnya kejadian deplesi sel pada bursa Fabricius yang diinfeksi virus IBD (Muller et al. 2003). Pada penelitian ini, pewarnaan HE 13

28 14 digunakan untuk mendeskripsikan adanya lesio dari organ limfoid post vaksinasi IBD. Gambaran histopatologi organ limfoid ayam yang mendapatkan vaksinasi IBD 1 dan 2 kali ditunjukkan pada Gambar 4,5, dan 6. Sedangkan skoring lesio histopatologi dicantumkan pada Tabel 2. Gambar 4 Foto mikrografi organ bursa Fabricius ayam dengan program vaksinasi IBD 1 kali umur 8 hari (A), umur 15 hari (B), 23 hari (C); dengan program vaksinasi IBD 2 kali umur 8 hari (D), umur 15 hari (E), dan umur 23 hari (F). Deplesi sel ( ), udema ( ), nekrosa sel ( ). Pewarnaan HE.

29 Gambar 5 Foto mikrografi organ limpa ayam dengan program vaksinasi IBD 1 kali umur 8 hari (A), umur 15 hari (B), 23 hari (C); dengan program vaksinasi IBD 2 kali umur 8 hari (D), umur 15 hari (E), dan umur 23 hari (F). Hemoraghi ( ), udema ( ), deplesi sel ( ). Pewarnaan HE. 15

30 16 Gambar 6 Foto mikrografi organ timus ayam dengan program vaksinasi IBD 1 kali umur 8 hari (A), umur 15 hari (B), 23 hari (C); dengan program vaksinasi IBD 2 kali umur 8 hari (D), umur 15 hari (E), dan umur 23 hari (F). Hemoraghi ( ), udema ( ), reruntuhan sel ( ). Pewarnaan HE. Hasil penilaian secara deskriptif terhadap lesio organ bursa Fabricius dengan pewarnaan HE disajikan pada Tabel 2.

31 Tabel 2 Skor lesio histopatologi bursa Fabricius ayam yang mendapat 1 atau 2 kali vaksinasi IBD Organ Umur (hari) Jumlah ayam (n=6) Skor lesio histopatologi pada program vaksinasi IBD 1 kali 2 kali *Asymp. Sig. *Asymp Sig. (jumlah (jumlah (P<0.005) skor) skor) (P<0.005) 6 Aa 6 Aa Bursa 18 Fabricius Ab 12 Bb Ab 20 Ab 8 7 Aa 6 Aa Limpa Ab Bab Ab 18 Ab 8 8 Aa 6 Aa Timus Ab Ab Ab 13 Ab * AB Huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (P<0.05) ab Huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0.05) Organ Bursa Fabricius Limpa Timus Keterangan: Lesio histopatologi Skor Deplesi sel Udema Nekrosa sel Hemoraghi Udema Deplesi sel Hemoraghi Udema Reruntuhan sel timus Perbedaan lesio histopatologi antara kedua vaksinasi pada ketiga organ limfoid terlihat berbeda nyata (P<0.05) pada ayam umur 15 hari (4 hari post vaksinasi) dimana tingkat kerusakan yang terlihat pada vaksinasi IBD 1 kali lebih banyak dibandingkan vaksinasi IBD 2 kali (Tabel 2). Hal ini memungkinkan adanya ikatan antigen virus IBD dari vaksin aktif dengan reseptor pada permukaan sel limfosit B. Sebaran reseptor virus IBD pada kedua program vaksinasi IBD terlihat memiliki pola yang sama yaitu terjadi penurunan ekspresi reseptor yang dikenali IHK pada ayam umur 15 hari (Tabel 1). Diduga sel B memori berperan pada ikatan antigen-reseptor pada program vaksinasi IBD 2 kali sehingga dengan jumlah reseptor IBD yang tidak berbeda nyata program vaksinasi

32 18 IBD 2 kali pada ayam memberikan gambaran histopatologi organ limfoid lebih baik dibandingkan dengan program vaksinasi 1 kali (Gambar 2). Hal ini sejalan dengan penelitian Besseboua et al. (2015) yang menyebutkan bahwa vaksinasi 2 kali perlu dilakukan agar mendapatkan perlindungan yang lebih baik terhadap IBD. 5 SIMPULAN 1. Ekspresi positif imunohistokimia reseptor virus IBD pada organ bursa Fabricius ayam yang mendapat vaksinasi IBD 2 kali lebih banyak dan berbeda nyata dengan ayam yang mendapat vaksinasi IBD 1 kali pada umur 23 hari. 2. Sebaran reseptor virus IBD pada organ limfoid ayam yang mendapat vaksin IBD 2 kali lebih banyak ditemukan pada organ bursa Fabricius. 3. Lesio histopatologi organ bursa Fabricius, limpa, dan timus ayam umur 15 hari dengan program vaksinasi IBD 2 kali lebih ringan dibandingkan dengan program vaksinasi IBD 1 kali. DAFTAR PUSTAKA Aberts B, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P Molecular Biology of the Cell. Ed.4th. Garland Science : New York. Becht H, Muller H, Muller HK Comparative studies on the structural and antigenic properties of two serotypes of infectious bursal disease virus. J Gen Virol. 69: Besseboua O, Ayad A, Benbarek H Determination of the optimal time of vaccination againts infectious bursal disease virus (gumboro) in Algeria. J Vet Research. 82(1):1-6.doi: /ojvr.v82i Boot HJ, Ter Huurne AAHM, Hoekman AJW, Peeters BPH dan Gielkens ALJ Rescue of very virulent mosaic infectious bursal disease virus from cloned cdna: vp2 is not the sole determinant of the very virulent phenotype. J Virol. Vol. 74(15): Campbell N, Reece J Biology. 8th ed. US: Pearson Education, Inc. Davison F, Kaspers B, Schat KA Avian Immunology. Elsavier Ltd. USA. Enterradossi N, Saif YM Disease of Poultry : Infectious Bursal Disease. Ed. 12. US: Backwell. Fantay H, Balcha E, tesfay A, Afera B Determining optimum time for administration of live intermediate vaccine of infectious bursal disease at Mekelle farm. J vet sci & technol. 6:223.doi: / Guan J, Chan M, Brooks BW, Rohonczy L Inactivation of infectious bursal disease and newcastle disease viruses at temperatures below 0 o C using

33 chemical desinfectans. BioOne. 58(2): doi: / Reg.1. Glick B Avian physiology & Immunophysiology. Ed.5. US: Academic Press. Grove J, Marsh M The cell biology of receptor-mediated virus entry. J Cell Biol. 195(7): Kencana GAY, Adi AAAM, Ardana IBK, Mahardika IGNK Vaksin gumboro menyebabkan imunosupresif pada respon primer vaksin penyakit tetelo ayam pedaging. J Vet. 12(4): Khan RW, Khan FA, Farid K, Khan I, Tariq M Prevalence of infectious bursal disease in broiler in district Peshawar. Asian Research Publishing Network (ARPN). J Agri and bio Sci. 4(1):1-5. Lam KM Alteration of chicken heterophil and macrophage functions by the infectious bursal disease virus. Microbiol. Pathogen. 25: Meihong L, Vakharia VN Nonstructural protein of infectious bursal disease virus inhibits apoptosis at the early stage of virus infection. J Virol. 80(7): Muller H, Islam MR, Raue R Research on infectious bursal disease-the past, the present, and the future.vet microbiol 97: Murphy FA, Gibbs EPJ, Horzinek MC, Studdert MJ Veterinary Virology. Ed.3. US: Academic Press. Niepper H, Muller H Susceptibility of chicken lymphoid cells to infectious bursal disease virus does not correlate with the presence of specific binding sites. J. General virol. 77: Ogawa M, Yamaguchi T, Setiyono A, Ho T, Matsuda H, Furusawa S, Fukushi H, Hirai K Some characteristics of cellular receptor for virulent infectious bursal disease virus by using flow cytometry. Arc Virol. 143: OIE (Office International des Epizooties) Infectious bursal disease (Gumboro disease). In: Terrestrial Manual. Parede LH, Sapats S, Gould G, Rudd M, Lowther S, Ignjatovic J Characterization of infectious bursal disease virus isolates from Indonesia indicates the existence of very virulent strains with unique genetic changes. Avian Pathol. 32(5): Plumeriastuti H Ekspresi fas, Granzyme dan Caspase 3 pada Apoptosis Sel Bursa Fabricius Ayam pada Infeksi Virus Gumboro [disertasi]. Surabaya (ID) : Universitas Airlangga. Rani S, Kumar S Evaluation of infectious bursal disease virus stability at different conditions of temperature and ph. J Biologicals. doi: /j.biologicals Santos VLSL, Williams S, Zavala G, Zhang J, Cheng S, Santos RL, Brown CC Detection of reticuloendotheliosis virus by immunohistochemistry and in situ hybridization in experimentally infected chicken embryo fibroblast. Braz J Vet Pathol. 2(1): Syahroni B, Handharyani E, Soejoedono RD, Jusa ER Kajian morfologi dan imunologi pada ayam specific patohogen free (SPF) setelah divaksinasi dengan vaksin gumboro aktif strain intermediate. Buletin Pengujian Mutu Obat hewan. No

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infectious Bursal Disease Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit viral pada ayam dan terutama menyerang ayam muda (Jordan 1990). Infectious Bursal Disease pertama

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN

EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN 2000-2005 NUR K. HIDAYANTO, IDA L. SOEDIJAR, DEWA M.N. DHARMA, EMILIA, E. SUSANTO, DAN Y. SURYATI Balai Besar Pengujian Mutu

Lebih terperinci

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28. 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap semua kelompok ayam sebelum vaksinasi menunjukan bahwa ayam yang digunakan memiliki antibodi terhadap IBD cukup tinggi dan seragam dengan titer antara

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging ABSTRAK Bursa Fabrisius merupakan target organ virus Infectious Bursal Disease (IBD) ketika terjadi infeksi, yang sering kali mengalami kerusakan setelah ayam divaksinasi IBD baik menggunakan vaksin aktif

Lebih terperinci

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING 1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Hasil pengamatan histopatologi bursa Fabricius yang diberi formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan beberapa perubahan umum seperti adanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Etiologi IBD

TINJAUAN PUSTAKA. Etiologi IBD TINJAUAN PUSTAKA Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit pada ayam yang pertama kali dilaporkan oleh Cosgrove pada tahun 1962 berdasarkan kasus yang terjadi pada tahun 1956 di Desa Gumboro-Delaware,

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas Virus H 5 N yang sangat patogen atau yang lebih dikenal dengan virus flu burung, menyebabkan penyebaran penyakit secara cepat di antara unggas serta dapat menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Newcastle Disease (ND) atau penyakit tetelo disebabkan oleh strain virulen avian Paramyxovirus serotipe tipe 1 (AMPV-1) dari genus Avulavirus yang termasuk dalam subfamily

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A) REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Pedaging

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Pedaging 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Pedaging Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN PENELITIAN VAKSIN LOKAL AYAM ASAL FESES TEPAT GUNA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN PENELITIAN VAKSIN LOKAL AYAM ASAL FESES TEPAT GUNA LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN PENELITIAN VAKSIN LOKAL AYAM ASAL FESES TEPAT GUNA Disusun Oleh: Putri Ekandini B04100015 Anisa Rahma B04100014 Mulyani Nofriza B04100044 Dwi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Reidentifikasi Virus. virus IBD lokal & komersial, vvibd lokal. Diinfeksikan pada Ayam. Bursa Fabricius, serum.

MATERI DAN METODE. Reidentifikasi Virus. virus IBD lokal & komersial, vvibd lokal. Diinfeksikan pada Ayam. Bursa Fabricius, serum. MATERI DAN METODE Alur Penelitian Reidentifikasi Virus virus IBD lokal & komersial virus IBD lokal & komersial, vvibd lokal Patogenesis Diinfeksikan pada Embrio Diinfeksikan pada Ayam Derajat lesi, deteksi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

PATOGENESIS INFEKSI VIRUS GUMBORO ISOLAT LOKAL PADA EMBRIO DAN AYAM PEDAGING SUTIASTUTI WAHYUWARDANI

PATOGENESIS INFEKSI VIRUS GUMBORO ISOLAT LOKAL PADA EMBRIO DAN AYAM PEDAGING SUTIASTUTI WAHYUWARDANI PATOGENESIS INFEKSI VIRUS GUMBORO ISOLAT LOKAL PADA EMBRIO DAN AYAM PEDAGING SUTIASTUTI WAHYUWARDANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK SEL SISTEM IMUN SPESIFIK Diana Holidah Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember Components of the Immune System Nonspecific Specific Humoral Cellular Humoral Cellular complement,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Organ limfoid primer unggas terdiri dari timus dan bursa Fabricius sedangkan pada mamalia terdiri dari sumsum tulang. Limpa, limfonodus dan MALT (Mucosa-associated Lymphoid Tissue)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2011 hingga Januari 2012. Pemeliharaan ayam, vaksinasi dan pelaksanaan uji tantang serta pengamatan gejala klinis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya

UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya ABSTRAK Vaksin Infectious Bursal Disease (IBD) dilaporkan menyebabkan kerusakan pada bursa Fabricius setelah vaksin. Kerusakan pada bursa Fabrisius ini menyebabkan gangguan pada organ imun hospes sehingga

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Titrasi Virus Isolat Uji Berdasarkan hasil titrasi virus dengan uji Hemaglutinasi (HA) tampak bahwa virus AI kol FKH IPB tahun 3 6 memiliki titer yang cukup tinggi (Tabel ). Uji HA

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.) BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Balai Uji Standar Karantina Ikan Departemen Kelautan dan Perikanan di Jakarta dan Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi

Lebih terperinci

Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy.

Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy. Ika Puspita Dewi 1 Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy. Dapat dilakukan dengan : Menstimulasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

Imunisasi: Apa dan Mengapa?

Imunisasi: Apa dan Mengapa? Imunisasi: Apa dan Mengapa? dr. Nurcholid Umam K, M.Sc, Sp.A Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Jogjakarta Penyebab kematian pada anak di seluruh dunia Campak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Pedaging Seleksi Bibit

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Pedaging Seleksi Bibit 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Pedaging Ayam pedaging adalah galur ayam hasil rekayasa genetik yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, masa panen pendek,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai November 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

MATURASI SEL LIMFOSIT

MATURASI SEL LIMFOSIT BAB 5 MATURASI SEL LIMFOSIT 5.1. PENDAHULUAN Sintesis antibodi atau imunoglobulin (Igs), dilakukan oleh sel B. Respon imun humoral terhadap antigen asing, digambarkan dengan tipe imunoglobulin yang diproduksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS INFEKSI VIRUS Port d entree Siklus replikasi virus Penyebaran virus didalam tubuh Respon sel terhadap infeksi Virus

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Veterinaria Vol 6, No. 1, Pebruari 2013

Veterinaria Vol 6, No. 1, Pebruari 2013 Veterinaria Vol 6, No. 1, Pebruari 2013 Perbandingan Respons Imun Humoral pada Ayam yang Divaksin IBD Aktif LV-13UA dan LV-14UA Berdasarkan Nilai Optical Density Indirect Elisa Comparasion of Chicken Humoral

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

Respon imun adaptif : Respon humoral

Respon imun adaptif : Respon humoral Respon imun adaptif : Respon humoral Respon humoral dimediasi oleh antibodi yang disekresikan oleh sel plasma 3 cara antibodi untuk memproteksi tubuh : Netralisasi Opsonisasi Aktivasi komplemen 1 Dua cara

Lebih terperinci

HASIL. berjumlah. coli) yang. jantung broiler.

HASIL. berjumlah. coli) yang. jantung broiler. HASIL DAN PEMBAHASAN Penanaman pada media EMB dilakukan dari kelompokk perlakukan A (divaksin ND dan diinfeksi E. coli) yang berjumlah 4 sampel jantung broiler. Pengamatan terhadap koloni bakteri yang

Lebih terperinci

PATOLOGI SERANGGA (BI5225)

PATOLOGI SERANGGA (BI5225) 1 PATOLOGI SERANGGA (BI5225) 3. Mekanisme Pertahanan Tubuh dan Imun pada Manusia PENDAHULUAN Perubahan lingkungan (suhu, suplai makanan), luka, serangan Sistem pertahanan : imuniti (Immunity) Immunity

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

DISTIBUSI VIRUS AVIAN INFLUENZA (H5N1) PADA JARINGAN TUBUH ITIK DENGAN METODE IMUNOHISTOKIMIA KUSUMA SRI HANDAYANI

DISTIBUSI VIRUS AVIAN INFLUENZA (H5N1) PADA JARINGAN TUBUH ITIK DENGAN METODE IMUNOHISTOKIMIA KUSUMA SRI HANDAYANI DISTIBUSI VIRUS AVIAN INFLUENZA (H5N1) PADA JARINGAN TUBUH ITIK DENGAN METODE IMUNOHISTOKIMIA KUSUMA SRI HANDAYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

Patogenesitas Virus Gumboro Isolat Lokal pada Ayam Pedaging

Patogenesitas Virus Gumboro Isolat Lokal pada Ayam Pedaging Jurnal Veteriner Desember 2011 Vol. 12 No. 4: 288-299 ISSN : 1411-8327 Patogenesitas Virus Gumboro Isolat Lokal pada Ayam Pedaging (PATHOGENICITY OF LOCAL ISOLATES OF GUMBORO VIRUS IN BROILERS) Sutiastuti

Lebih terperinci

PENYAKIT VIRUS UNGGAS PENYAKIT VIRUS UNGGAS

PENYAKIT VIRUS UNGGAS PENYAKIT VIRUS UNGGAS PENYAKIT VIRUS UNGGAS PENYAKIT VIRUS UNGGAS i DR. DRH. GUSTI AYU YUNIATI KENCANA, MP Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2 1. Hak Cipta merupakan

Lebih terperinci

ABSTRAK Uji coba vaksinasi ND-AI dan Gumboro dilakukan pada ayam pedaging berumur satu hari. Pengamatan patologi anatomi dilakukan pada periode dua

ABSTRAK Uji coba vaksinasi ND-AI dan Gumboro dilakukan pada ayam pedaging berumur satu hari. Pengamatan patologi anatomi dilakukan pada periode dua RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Denpasar, Bali pada tanggal 6 Maret 1994, anak kedua dari tiga bersaudara pasangan suami-istri I Ketut Gede Sugiarta dengan Ni Wayan Suniti, S.Pd. Penulis tamat dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang secara ekonomi paling penting pada babi di dunia (Fenner et al., 2003)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang secara ekonomi paling penting pada babi di dunia (Fenner et al., 2003) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog Cholera Hog cholera atau kolera babi merupakan salah satu penyakit menular yang secara ekonomi paling penting pada babi di dunia (Fenner et al., 2003) dengan tingkat kematian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., PENDAHULUAN Latar Belakang Tortikolis adalah gejala yang umum terlihat di berbagai jenis unggas yang dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., 2014). Menurut Capua

Lebih terperinci

] 2 (Steel dan Torrie, 1980)

] 2 (Steel dan Torrie, 1980) BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode post test only control group design. B. Tempat Penelitian Tempat pemeliharaan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Untuk mengerti bagaimana kedudukan dan peran imunologi dalam ilmu kefarmasian, kita terlebih dahulu harus mengetahui apakah yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher rahim. Di Indonesia 96% tumor payudara justru dikenali oleh penderita itu sendiri sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam peliharaan merupakan hasil domestikasi dari ayam hutan yang ditangkap dan

Lebih terperinci

Vaksin Gumboro Menyebabkan Imunosupresif pada Respons Primer Vaksin Penyakit Tetelo Ayam Pedaging

Vaksin Gumboro Menyebabkan Imunosupresif pada Respons Primer Vaksin Penyakit Tetelo Ayam Pedaging Jurnal Veteriner Desember 2011 Vol. 12 No. 4: 275-280 ISSN : 1411-8327 Vaksin Gumboro Menyebabkan Imunosupresif pada Respons Primer Vaksin Penyakit Tetelo Ayam Pedaging (GUMBORO VACCINES CAUSE IMUNNOSUPPRESIVE

Lebih terperinci

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA AYAM PEDAGING YANG DIVAKSIN IBD KILLED SETENGAH DOSIS DAN DITANTANG DENGAN VIRUS IBD CHARLES JONSON SIREGAR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi LOGO Pendahuluan Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi Kasus baru didunia : 8,6 juta & Angka kematian : 1,3 juta

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Pendahuluan Berbagai metode telah dikembangkan untuk mendeteksi berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroba

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Avian influenza (AI) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong virus RNA (Ribonucleic acid)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria Hasil pengamatan terhadap jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria vili usus yang diperoleh dari setiap kelompok percobaan telah dihitung

Lebih terperinci

DASAR-DASAR IMUNOBIOLOGI

DASAR-DASAR IMUNOBIOLOGI DASAR-DASAR IMUNOBIOLOGI OLEH: TUTI NURAINI, SKp, M.Biomed. DASAR KEPERAWATAN DAN KEPERAWATAN DASAR PENDAHULUAN Asal kata bahasa latin: immunis: bebas dari beban kerja/ pajak, logos: ilmu Tahap perkembangan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ limfatik sekunder Limpa Nodus limfa Tonsil SISTEM PERTAHANAN TUBUH MANUSIA Fungsi Sistem Imun penangkal benda asing yang masuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan parasit protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia (Kijlstra dan Jongert, 2008).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Diferensial leukosit ayam perlakuan berumur 21 hari selama pemberian ekstrak tanaman obat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Diferensial leukosit ayam perlakuan berumur 21 hari selama pemberian ekstrak tanaman obat 33 HASIL DAN PEMBAHASAN Diferensial Leukosit Ayam Perlakuan Pemeriksaan diferensial leukosit ayam broiler dalam kelompok perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali selama penelitian berlangsung. Pemeriksaan

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS DAN SEKAL TONSIL PADA AYAM BROILER YANG TERINFEKSI MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN ZINK, BAWANG PUTIH DAN KUNYIT

GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS DAN SEKAL TONSIL PADA AYAM BROILER YANG TERINFEKSI MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN ZINK, BAWANG PUTIH DAN KUNYIT GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS DAN SEKAL TONSIL PADA AYAM BROILER YANG TERINFEKSI MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN ZINK, BAWANG PUTIH DAN KUNYIT SRI ULINA BR TUMANGGOR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan penyakit viral disebabkan oleh Newcastle disease virus (NDV) yang sangat penting dan telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Morbiditas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 11 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada Januari sampai Mei 2011 bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap sama untuk

BAB III METODE PENELITIAN. test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap sama untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode post test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap

Lebih terperinci

UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL

UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL NATIVE VIRUS CHALLENGE TEST AGAINST VACCINATED CHICKENS WITH COMMERCIAL ACTIVE AND INACTIVE IBD

Lebih terperinci

Termasuk ke dalam retrovirus : famili flaviviridae dan genus hepacivirus. Virus RNA, terdiri dari 6 genotip dan banyak subtipenya

Termasuk ke dalam retrovirus : famili flaviviridae dan genus hepacivirus. Virus RNA, terdiri dari 6 genotip dan banyak subtipenya Felix Johanes 10407004 Rahma Tejawati Maryama 10407017 Astri Elia 10407025 Noor Azizah Ba diedha 10407039 Amalina Ghaisani K.10507094 Febrina Meutia 10507039 Anggayudha A. Rasa 10507094 Termasuk ke dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

RPKPS Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Dan Bahan Ajar IMUNUNOLOGI FAK Oleh : Dr. EDIATI S., SE, Apt

RPKPS Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Dan Bahan Ajar IMUNUNOLOGI FAK Oleh : Dr. EDIATI S., SE, Apt RPKPS Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Dan Bahan Ajar IMUNUNOLOGI FAK 3821 Oleh : Dr. EDIATI S., SE, Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2003 Nama Mata Kuliah : Imunologi Kode /

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum jelas. Secara garis besar IBD

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam kampung

TINJAUAN PUSTAKA Ayam kampung TINJAUAN PUSTAKA Ayam kampung Batasan yang pasti mengenai pengertian ayam kampung sampai saat ini belum ada. Penyebutan ayam kampung hanya untuk menunjukkan jenis ayam lokal dengan keragaman genetis tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Etiologi Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan famili Hepanadviridae yang dapat menginfeksi manusia.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

Materi: A. Jaringan Limfoid B.1. Jaringan limfoid primer B.2. Jaringan limfoid sekunder B. Limfosit A.1. Ontogeni A.2. Klasifikasi C.

Materi: A. Jaringan Limfoid B.1. Jaringan limfoid primer B.2. Jaringan limfoid sekunder B. Limfosit A.1. Ontogeni A.2. Klasifikasi C. Materi: A. Jaringan Limfoid B.1. Jaringan limfoid primer B.2. Jaringan limfoid sekunder B. Limfosit A.1. Ontogeni A.2. Klasifikasi C. Perkembangan Limfosit dalam jaringan limfoid primer D. Diferensiasi

Lebih terperinci