FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG"

Transkripsi

1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ARIS ALPIAN H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i

2 RINGKASAN ARIS ALPIAN. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan ANNA FARIYANTI). Pengembangan peternakan saat ini menunjukkan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Peternakan mempunyai peran dalam pemenuhan kebutuhan gizi bangsa Indonesia akan pangan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan penduduk. Salah satu komoditas peternakan yang dapat diusahakan adalah sapi perah. Sapi perah adalah ternak yang menghasilkan bahan pangan kaya protein yaitu berupa susu. Industri persusuan di Indonesia memiliki prospek yang cukup cerah mengingat adanya ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Produksi susu segar nasional mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,79 persen dari tahun 2003 sampai Sementara pertumbuhan ratarata konsumsi nasional dari tahun 2003 sampai 2008 mencapai 13,80 persen. Kecamatan Tanjungsari adalah salah satu daerah penghasil susu sapi di Jawa Barat, selain Lembang dan Pengalengan. Rata-rata kepemilikan sapi perah laktasi di Kecamatan Tanjungsari adalah empat ekor per peternak. Sapi perah yang dipelihara di Kecamatan Tanjungsari tingkat produktivitas masih relatif rendah. Produktivitas susu sapi perah yang berumur lima tahun rata-rata sebesar 8-9 liter/ekor/hari, padahal produktivitas ideal 12 sampai 15 liter/ekor/hari. Saat ini budidaya sapi perah di Kecamatan Tanjungsari masih menghadapi kendala dalam produktivitas. Produktivitas susu sangat tergantung dari penggunaan input yang digunakan dalam budidaya sapi perah. Selain produktivitas masalah yang dihadapi peternak adalah kenyataan bahwa harga input meningkat lebih tinggi dari pada harga output. Sebagai contoh, harga pakan konsentrat dari Rp per kilogram naik menjadi Rp per kilogram dan ampas tahu dari harga Rp 400 per kilogram naik menjadi Rp 600 per kilogram, sedangkan kenaikan harga susu dari Rp per liter hanya naik menjadi Rp per liter atau hanya naik sebesar Rp 30 saja per liter. Dengan demikian biaya operasional yang dikeluarkan oleh peternak lebih besar dibandingkan dengan penerimaan dari hasil penjualan susu sapi. Ketidakseimbangan ini berakibat pada semakin berkurangnya pendapatan yang diterima peternak dari usaha ternaknya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas susu sapi dan 2) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan peternak sapi perah. Penelitian ini dilakukan di Desa Margajaya dan Desa Raharja Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang pada bulan Maret hingga April Pengambilan responden untuk peternak dilakukan dengan metode purposive sampling. Peternak yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah peternak anggota kelompok Ternak Mekar Asih dan Kelompok Ternak Wibawa Mekar. Jumlah responden sebanyak 36 orang. Proporsi jumlah 36 responden dari Kecamatan Tanjungsari tersebut adalah 20 peternak di Desa Raharja dan 16 peternak di Desa Margajaya. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui ii

3 gambaran tentang usahaternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan, R/C ratio, dan fungsi Cobb Douglas. Kegiatan budidaya sapi perah di Kecamatan Tanjungsari meliputi pengadaan dan pemilihan bakalan sapi, persiapan kandang, penggunaan peralatan, tenaga kerja, pakan, kesehatan hewan dan reproduksi, pemanenan dan pasca panen. Rata-rata kepemilikan sapi perah responden sebanyak empat ekor. Berdasarkan hasil analisis penerimaan usahaternak sapi perah rata-rata responden sebesar Rp ,68, sedangkan untuk analisis pendapatan usahaternak sapi perah responden menguntungkan untuk diusahakan karena mempunyai pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp ,24 dan pendapatan atas biaya total Rp ,74. Nilai R/C rasio atas biaya tunai yaitu 1,80 dan R/C rasio atas biaya total sebesar 1,34, artinya bahwa usahaternak sapi perah ini menguntungkan untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C rasio lebih dari satu. Hasil pendugaan model nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 74,9 persen. Nilai determinasi (R 2 ) sebesar 74,9 persen tersebut, menunjukkan variasi produktivitas dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor hijauan, konsentrat, ampas tahu, vaselin dan tenaga kerja, sedangkan 25,1 persen lagi dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa hijauan mempunyai nilai koefisien yaitu 0,6761, konsentrat sebesar 0,31289 dan ampas tahu sebesar 0,08651 artinya dengan meningkatkan pemakaian sebesar satu persen ketiga input tersebut akan meningkatkan produktivitas sebesar nilai koefisiennya. Selain itu ketiga faktor ini masingmasing mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas susu. Sementara untuk tenaga kerja mempunyai nilai koefisien yang negatif yaitu -0,55327 artinya dengan meningkatkan penggunaan input tersebut justru akan menurunkan produktivitas sebesar 0, Selain itu faktor tenaga kerja mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas susu. Hasil pendugaan model nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 76,8 persen. Nilai determinasi (R 2 ) sebesar 76,8 persen tersebut, menunjukan variasi pendapatan dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor harga hijauan, harga konsentrat, harga ampas tahu, harga vaselin, biaya kesehatan hewan, upah tenaga kerja dan harga jual susu, sedangkan 23,2 persen lagi dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Faktor-faktor yang mempunyai pengaruh nyata terhadap pendapatan peternak sapi perah yaitu harga hijauan, harga konsentrat harga ampas tahu, harga vaselin, biaya kesehatan hewan, upah tenaga kerja dan penjualan susu. Harga hijauan mempunyai nilai koefisien regresi negatif yaitu -3,3363, harga konsentrat yaitu -6,304, harga ampas tahu yaitu -2,2560, harga vaselin yaitu - 4,580, dan upah tenaga kerja yaitu -5,467 artinya setiap peningkatan kelima harga tersebut sebesar satu persen maka akan menurunkan pendapatan sebesar nilai koefisiennya. Sementara untuk biaya kesehatan hewan dan harga jual susu mempunyai nilai koefisien yang positif yaitu 0,7736 dan 72,90 artinya dengan meningkatkan harga sebesar satu persen kedua input tersebut akan meningkatkan pendapatan peternak sebesar nilai koefisiennya. Dalam meningkatkan produktivitas susu sapi perah di Kecamatan Tanjungsari, upaya yang dapat dilakukan oleh peternak yaitu meningkatkan kuantitas dan kualitas pakan hijauan, pakan konsentrat dan ampas tahu agar produktivitas susu sapi dapat meningkat. Selain itu peternak harus memperhatikan iii

4 perubahan harga input, karena adanya kenaikan harga input akan mengakibatkan kenaikan biaya operasional sehingga pendapatan peternak akan berkurang. Serta peternak harus memperhatikan jumlah pemberian pakan hijauan, karena akan mengurangi pemborosan pengeluaran yang dilakukan. iv

5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ARIS ALPIAN H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 v

6 Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Nama NIM : Aris Alpian : H Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus : vi

7 PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2010 Aris Alpian vii

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 25 Nopember 1983 dari pasangan Bapak Syarip Hidayat dan Ibu Teti Krisnawati. Penulis merupakan putra kedua dari lima bersaudara. Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri 1 Dayehmanggung, Garut dan lulus tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Cikajang, Garut dan lulus tahun Pendidikan tingkat atas dapat diselesaikan penulis pada tahun 2003 di SMA Negeri 1 Cisurupan, Garut. Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Diploma III Teknisi Reproduksi Satwa, Fakultas Kedokteran Hewan dan lulus tahun Kemudian penulis melanjutkan studi pada tahun 2007 di Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. viii

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas susu dan pendapatan peternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang dalam melakukan kegiatan usaha ternaknya. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan gambaran pemikiran dalam mencari alternatif pemecahan masalah melalui pendekatan teori produksi dan pendapatan usahatani, sehingga dapat berguna sebagai bahan informasi bagi peternak sapi perah. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat diselesaikan oleh penulis, sehingga penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menambah pengetahuan bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Oktober 2010 Aris Alpian ix

10 UCAPAN TERIMAKASIH Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, memberikan masukan, arahan, serta motivasi dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Ir. Dwi Rachmina, MS atas kesediaannya menjadi dosen evaluator dalam seminar proposal penelitian. 3. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama, yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini. 4. Dra. Yusalina, MS atas kesediaanya menjadi dosen penguji wakil dari komdik dalam sidang skripsi yang telah memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini. 5. Dosen, staf dan pengurus Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus IPB yang telah banyak membantu penulis. 6. Kedua Orang tua, paman, kakak, adik dan tunangan yang senantiasa memberikan dukungan doa, moril maupun materil. 7. Seluruh karyawan Koperasi Serba Usaha (KSU) Tandangsari dan para peternak sapi perah responden yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Bapak Elim Sasmita dan Bapak Daing selaku Ketua Kelompok Ternak Wibawa Mekar dan Mekar Asih, peternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang yang telah memberikan arahan dan informasi kepada penulis pada saat melakukan penelitian. 9. Dini Bayu Subagio, selaku pembahas pada seminar dan memberikan banyak masukan dan saran dalam seminar hasil penelitian ini. 10. Bangun Tri Hermanto terimakasih atas diskusi yang telah diberikan serta bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan sekripsi ini. 11. Devi Septian selaku teman satu bimbingan atas semangat, dukungan, dan bantuannya selama ini. 12. Teman-teman MAB 41 dan rekan-rekan AGB angkatan 1,2,3,4 dan 5 yang telah memberikan dukungan dan kebersamaanya selama ini. x

11 13. Semua pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu, semoga Allah SWT membalas dan memberikan rahmat hidayah-nya. Bogor, Oktober 2010 Aris Alpian xi

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Kegunaan Penelitian Ruang Lingkup... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Produksi Teori Biaya Pendapatan Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data Metode Analisis Data Analisis Pendapatan Usahatani Analisis R/C ratio Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah Penelitian Kependudukan dan Mata Pencaharian Karakteristik Responden Setatus Usaha Umur Pendidikan Pengalaman Beternak Sapi Perah Lama Menjadi Anggota Koperasi Kepemilikan Ternak Tatalaksana Usahaternak xii

13 Pengadaan dan Pemilihan Bakalan Sapi Perah Kandang Peralatan Tenaga Kerja Pakan Kesehatan Hewan dan Reproduksi Pemerahan Produktivitas Susu Pemasaran Penerimaan Usahatani Biaya Usahatani Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Pendapatan Usahatani VI. ANALISIS FUNGSI PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Sapi Perah VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xiii

14 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perkembangan Populasi Ternak (Ribuan Ekor) di Indonesia Tahun Perkembangan Tingkat Konsumsi Susu di Indonesia Tahun Perkembangan Impor Bahan Baku Susu Periode Perkembangan Produksi Susu Sapi di Indonesia Tahun Perkembangan Produksi Susu Segar Di Provinsi Jawa Barat Tahun Perkembangan Produksi Susu Segar di Kabupaten Sumedang Tahun Populasi Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun Potensi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian (KK) di Kecamatan Tanjungsari Tahun Karakteristik Responden di Kecamatan Tanjungsari Tahun Harga Rata-Rata Peralatan Responden Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun Rata-rata Pemberian Pakan Sapi Perah Responden di Kecamatan Tanjungsari Rata-rata Penerimaan Responden Selama Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari Tahun Rata-rata Biaya Tunai dan Biaya Diperhitungkan Responden di Kecamatan Tanjungsari Tahun Rata-rata Penerimaan, Biaya, Pendapatan dan R/C Rasio Responden Selama Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari Tahun Hasil Pendugaan Fungsi Produktivitas Susu Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari tahun xiv

15 16. Hasil Pendugaan Fungsi Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun xv

16 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Kurva Total Produk dan Hubungannya dengan Produk Marjinal dan Produk Rata-Rata Kurva Biaya Total Dalam Jangka Pendek Kurva Pendapatan dan Kurva Biaya Total Jangka Pendek Kerangka Pemikiran Operasional Pemberian Pakan Hijauan Pada Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun Pakan Tambahan Berupa Konsentrat Pada Peternakan Responden di Kecamatan Tanjungsari Tahun Pelayanan IB Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun Proses Pemerahan Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari xvi

17 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Pendapatan Responden Sapi Perah Selama Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari Tahun Penyusutan Peralatan Responden di Kecamatan Tanjungsari Tahun Penggunaan Faktor-faktor Produktivitas Susu Sapi Peternak Responden Selama Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari Tahun Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi Perah Selama Satu Tahun Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi Selama Satu Tahun Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Sapi Perah Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Sapi Perah xvii

18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan di Indonesia memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam mendukung kebutuhan akan protein hewani. Usaha peternakan juga sangat berperan dalam meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan kerja, maupun menopang sektor industri (Sudono, 1999). Menurut Susilorini et al. (2008), faktor yang mendukung dunia peternakan untuk selalu berkelanjutan adalah kebutuhan pangan yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi manusia, serta produk pangan dari ternak mempunyai nilai gizi yang berkualitas. Pengembangan peternakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ternak dapat dicapai dengan peningkatan mutu genetik yang baik, pemberian pakan yang cukup dan berkualitas serta ditunjang oleh sistem manajemen yang baik. Peningkatan populasi ternak dapat dilakukan dengan usaha pemeliharaan ternak-ternak yang telah ada dan ditunjang juga dengan ternak-ternak yang didatangkan dari luar negeri yang memiliki kualitas yang baik. Perkembangan populasi ternak di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Populasi Ternak (Ribuan Ekor) di Indonesia Tahun Ternak Trend(%) Sapi perah ,77 Sapi potong ,03 Kuda ,92 Kambing ,04 Domba ,63 Kerbau ,52 Total ,87 Sumber : BPS (2009) 1

19 Berdasarkan Tabel 1, dapat dijelaskan bahwa perkembangan populasi ternak di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun hal ini disebabkan oleh kebutuhan manusia akan pemenuhan protein ternak yang terus meningkat. Jumlah populasi ternak sapi perah paling sedikit dibandingkan ternak yang lain. Pertumbuhan sapi perah dari tahun 2005 sampai 2009 mencapai 31,77 persen. Sapi perah adalah ternak yang menghasilkan bahan pangan kaya protein yaitu berupa susu. Industri persusuan di Indonesia memiliki prospek yang cukup cerah mengingat adanya ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Produksi susu segar nasional mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,79 persen dari tahun 2003 sampai Sementara pertumbuhan rata-rata konsumsi nasional dari tahun 2003 sampai 2008 mencapai 13,80 persen. Untuk lebih jelasnya perkembangan tingkat konsumsi susu dibandingkan dengan produksi susu nasional dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Tingkat Konsumsi Susu di Indonesia Tahun Tahun Produksi Susu Tingkat Konsumsi (Ton) (%) (Ton) (%) , , , , , , , , * , ,65 Rata-rata , ,6 13,80 Keterangan :* Angka Sementara Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2009 Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui adanya ketimpangan antara produksi susu sapi yang dihasilkan dengan permintaan susu sapi. Saat ini susu sapi segar dalam negeri baru mencapai 26 persen kebutuhan nasional, sedangkan 74 persen berasal dari impor 1. Berdasarkan potensi yang dimiliki maka peluang peternakan dalam negeri masih sangat terbuka untuk mengembangkan produksi susu. Untuk lebih jelasnya perkembangan impor bahan baku susu dapat dilihat pada Tabel 3. 1 Khomsan, Ali Rendah, Konsumsi Susu Cair. /2005/0405/30/0605.htm. [3 Februari 2009]. 2

20 Tabel 3. Perkembangan Impor Bahan Baku Susu Periode Tahun Jumlah Impor (Ton) Trend (%) , ,5 4, ,4 8, ,8 5, ,13 Rata-rata ,36 Sumber : BPS (2009) Besarnya potensi sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia memungkinkan pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru perekonomian Indonesia 2. Kondisi geografis, ekologi dan kesuburan lahan di beberapa wilayah Indonesia memiliki karakteristik yang cocok untuk pengembangan usaha ternak sapi perah, seperti pada wilayah pulau Jawa. Hal tersebut menyebabkan pulau Jawa terus menjadi wilayah utama peternakan sapi perah di Indonesia. Untuk lebih jelasnya perkembangan produksi susu sapi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perkembangan Produksi Susu Sapi di Indonesia Tahun No Provinsi Tahun (ton) (%) 1 Pulau Irian Jaya Pulau Kalimantan ,7 3 Pulau Sulawesi ,5 4 Pulau Sumatra Pulau Jawa ,86 Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, Persusuan Indonesia. Kondisi, Permasalahan Dan Arah Kebijakan http//: [09 Mei 2008]. 3

21 Menurut Heriyatno (2009), Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki karakteristik yang cocok untuk usaha sapi perah. Salah satu karakteristik yang menjadi dukungan pengembangan usaha ternak sapi perah adalah sumber bahan pakan yang melimpah berasal dari limbah pertanian, ketersediaan air dan iklim yang cocok untuk sapi perah dalam berproduksi. Pertumbuhan produksi susu sapi perah di Jawa Barat dari tahun 2000 sampai tahun 2008 rata-rata sebesar 3,58 persen. Untuk lebih jelasnya perkembangan produksi susu di Jawa Barat bisa dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Produksi Susu Segar di Provinsi Jawa Barat Tahun Tahun Produksi 000 (ton) Trend (%) , ,83 0, ,51 7, ,86 4, ,33 3, ,86-6, ,89 4, ,55 5, ,12 8,57 Rata-rata 188,94 3,58 Sumber : BPS (2009). Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah yang cocok untuk mengembangkan peternakan sapi perah di Jawa Barat, dengan sektor peternakan sebagai salah satu sumber mata pencaharian penduduk. Produksi susu di Kabupaten Sumedang setiap tahun terus meningkat dengan pertumbuhan rata-rata adalah 12,45 persen. Kabupaten Sumedang juga merupakan salah satu daerah penyebaran sapi perah di Jawa Barat. Peningkatan produksi susu segar dapat dilihat pada Tabel 6. 4

22 Tabel 6. Perkembangan Produksi Susu Segar di Kabupaten Sumedang Tahun Tahun Produksi susu (ton) Trend (%) , ,56 10, ,85 7, ,95 12, ,23 32, ,83 11,9 Rata-rata ,32 12,45 Sumber : BPS (2009). Kecamatan Tanjungsari merupakan salah satu sentra pengembangan sapi perah yang cukup besar di Kabupaten Sumedang. Koperasi Serba Usaha Tandangsari merupakan salah satu koperasi yang berperan penting dalam pengembangan usaha ternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari, serta merupakan salah satu lembaga usaha yang didirikan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi kecil, termasuk peternak sapi perah rumahan. Selain menyediakan input dan menjamin pemasaran susu, koperasi juga menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung seperti pelayanan kesehatan, kawin suntik atau inseminasi buatan (IB), penyediaan pakan, peralatan dan lain-lain Perumusan Masalah Kecamatan Tanjungsari adalah salah satu daerah penghasil susu sapi di Jawa Barat, selain Lembang dan Pengalengan. Rata-rata kepemilikan sapi perah laktasi di Kecamatan Tanjungsari adalah empat ekor per peternak. Jenis sapi yang diusahakan di daerah tersebut adalah sapi perah peranakan Fries Holand.. Sapi-sapi yang dipelihara di Kecamatan Tanjungsari tingkat produktivitas masih relatif rendah. Informasi yang diperoleh dari petugas kesehatan hewan (KESWAN) di Kecamatan Tanjungsari menyatakan bahwa produktivitas susu sapi perah yang berumur lima tahun rata-rata sebesar 8-9 liter/ekor/hari, padahal produktivitas ideal 12 sampai 15 liter/ekor/hari (Girisonta, 1995). Saat ini 5

23 budidaya sapi perah di Kecamatan Tanjungsari masih menghadapi kendala dalam produktivitas. Produktivitas susu sangat tergantung dari penggunaan input yang digunakan dalam budidaya sapi perah. Faktor-faktor produktivitas tersebut sangat menentukan terkait dengan kemampuan peternak dalam mengelola kegiatan usaha ternak sapi perahnya. Peningkatan produktivitas susu di Kecamatan Tanjungsari dapat diupayakan melalui penambahan penggunaan input seperti penambahan pakan konsentrat dan ampas tahu. Peningkatan produktivitas susu melalui penambahan input menghadapi kendala keterbatasan sumberdaya terutama modal untuk membeli pakan konsentrat dan ampas tahu. Pengeluaran biaya input yang tinggi akan mempengaruhi pendapatan peternak sapi perah. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden, harga input meningkat lebih tinggi dari pada harga output. Sebagai contoh, harga pakan konsentrat dari Rp per kilogram naik menjadi Rp per kilogram dan ampas tahu dari harga Rp 400 per kilogram naik menjadi Rp 600 per kilogram, sedangkan kenaikan harga susu dari Rp per liter hanya naik menjadi Rp per liter atau hanya naik sebesar Rp 30 saja per liter. Dengan demikian biaya operasional yang dikeluarkan oleh peternak lebih besar dibandingkan dengan penerimaan dari hasil penjualan susu sapi. Ketidakseimbangan ini berakibat pada semakin berkurangnya pendapatan yang diterima peternak dari usaha ternaknya. Harga rata-rata susu segar yang diterima peternak, setiap harinya tergantung pada kualitas susu yang dihasilkannya. Peternak selalu menganggap untung bila telah mendapatkan hasil dari usaha ternaknya tanpa memperhitungkan faktor-faktor lain, misalnya penggunaan tenaga kerja keluarga dan nilai penyusutan. Sehingga tidak ada pengambilan keputusan terbaik bagi kelangsungan usaha ternak sapi perah yang dilakukan, akibatnya usaha ternak yang dilakukan bersifat tetap dan tidak berkembang. Hal ini juga merupakan permasalahan peternak terkait dengan perhitungan pengeluaran dan pendapatan peternak terhadap usaha ternaknya. Sehingga perlu pengkajian secara tepat faktorfaktor apa yang berpengaruh terhadap produktivitas susu dan pendapatan peternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari. 6

24 Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan permasalahannya adalah: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produktivitas susu sapi? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap pendapatan peternak sapi perah? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas susu sapi 2. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan peternak sapi perah Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak antara lain : 1. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman khususnya yang berkaitan dengan kajian sosial ekonomi dengan mencoba membandingkan keadaan di lapangan dengan ilmu yang sudah diperoleh penulis. 2. Bagi peternak, sebagai pertimbangan dalam upaya untuk mengembangkan budidaya sapi perah dan meningkatkan pendapatan dari usahaternak sapi perah. 3. Bagi koperasi, sebagai bahan informasi usaha sehingga dapat menentukan pengambilan keputusan untuk kebijakan selanjutnya. 4. Bagi pemerintah, sebagai bahan informasi untuk pengambilan keputusan dan kebijaksanaan pembangunan ekonomi pedesaan khususnya koperasi. 5. Bagi kalangan akademis, sebagai bahan informasi dan bahan pustaka untuk keperluan melengkapi hasil penelitian sebelumnya atau sebagai dasar untuk penelitian-penelitian selanjutnya Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas susu sapi perah dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan peternak sapi perah. Lingkup penelitian ini dilaksanakan 7

25 pada peternak responden yang berada di Kecamatan Tanjungsari. Penelitian ini juga menganalisis pendapatan peternak responden yang ada di Kecamatan Tanjungsari. 8

26 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah disekitar Sumatra Utara, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tahun 1977 Indonesia mulai mengembangkan agribisnis sapi perah rakyat yang ditandai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri. SKB ini merumuskan kebijakan dan program pengembangan agribisnis sapi perah di Indonesia. Industri peternakan sapi perah di Indonesia mempunyai struktur yang relatif lengkap yakni peternak, pabrik pakan dan pabrik pengolahan susu yang relatif maju dan kapasitas yang cukup tinggi serta tersedia kelembagaan peternak yakni Gabungan Koprasi Susu Indonesia (GKSI). Struktur usaha ternak terdiri dari usaha skala besar (>100 ekor), usaha skala menengah (30-100), usaha skala kecil (10-30ekor) dan usaha skala kecil (10-30) dan usaha ternak rakyat (1-9 ekor). Peternak sapi perah rakyat, pada umumnya adalah anggota koperasi. Peternakan sapi perah telah dimulai sejak abad ke-19 yaitu dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking Shorthorn dari Australia. Pada permulaan abad ke-20 dilanjutkan dengan pengimporan sapi Fries Holland (FH) dari belanda. Sapi perah yang dewasa ini dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah sapi Fries Holland yang memiliki kemampuan produksi susu tertinggi (Sudono, 1999). Di Indonesia populasi bangsa sapi Fries Holland merupakan yang terbesar diantara jumlah populasi bangsa-bangsa sapi perah yang lain. Jenis sapi Fries Holland (FH) memiliki sifat-sifat sebagai berikut : tenang, jinak dan mudah dikuasai, sapi tidak tahan panas namun mudah beradaptasi, produksi susu mencapai liter per satu masa laktasi dan berat badan sapi jantan mencapai 1000 kg dan sapi betina mencapai 650 kg (Girisonta, 1995). Menurut Mubyarto (1989), berdasarkan pola pemeliharaan usaha ternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu : peternakan rakyat, peternakan semi komersial dan peternakan komersial. 1) Peternakan rakyat dengan cara memelihara ternaknya secara tradisional. Pemeliharaan cara ini dilakukan setiap hari oleh anggota keluarga peternak dimana keterampilan peternak masih sederhana dan menggunakan bibit lokal 9

27 dalam jumlah dan mutu terbatas. Tujuan utama pemeliharaan sebagian hewan kerja sebagai pembajak sawah atau tegalan. 2) Peternakan rakyat semi komersial dengan keterampilan berternak dapat dikatakan cukup. Penggunaan bibit unggul, obat-obatan, dan makanan penguat cenderung meningkat. Tujuan utama pemeliharaan untuk menambah pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri. 3) Peternakan komersial dijalankan oleh peternak yang mempunyai kemampuan dalam segi modal, sarana produksi dengan teknologi yang cukup modern. Semua tenaga kerja dibayar dan makanan ternak dibeli dari luar dalam jumlah besar. Usaha ternak sapi perah merupakan usaha yang menguntungkan dibandingkan dengan usaha ternak yang lain. Beberapa keuntungan usaha ternak sapi perah adalah peternakan sapi perah termasuk usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori, memiliki jaminan pendapatan yang tetap, penggunaan tenaga kerja yang tetap dan tidak musiman, pakan yang relatif murah dan mudah didapat karena sapi perah dapat menggunakan berbagai jenis hijuan yang tersedia atau sisa-sisa hasil pertanian, kesuburan tanah dapat dipertahankan dengan memanfaatkan kotoran sapi perah sebagai pupuk kandang dan pedet yang dihasilkan jika jantan bisa dijual untuk sapi potong, sedangkan jika pedet betina bisa dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu (Sudono et al, 2003) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Sapi Fries Holland (FH) adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi dibandingkan bangsa-bangsa sapi perah lainya, dengan kadar lemak susu yang rendah (Sudono, 1999). Penyediaan bahan pakan yang terbatas akan membatasi peningkatan jumlah dan mutu produksi sapi Fries Holland (Girisonta, 1995). Menurut Sudono (1999), produksi susu sapi perah di Indonesia umumnya masih rendah, yaitu hasil susu rata-rata per ekor per hari adalah 10 liter dengan bangsa sapi Fries Holland (FH). Hasil penelitian Junita (2008), menunjukan bahwa produksi susu yang dihasilkan di Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur 10

28 adalah 8, 58 liter per ekor dan kepemilikan sapi laktasi masih di bawah 60 persen dari total sapi yang dimiliki. Menurut penelitian Kadarini (2005), puncak produksi susu sapi perah peternak di KUD Cipanas terjadi pada bulan ketiga setelah beranak kemudian turun secara bertahap. Pada bulan keempat produksi susu mengalami penurunan yang sangat jelas dari 10 liter/ekor/hari. Hal ini kemungkinan disebabkan sapi pada usia ini mulai bunting kembali. Pada bulan kesembilan rataan produksi susu kembali meningkat, disebabkan pada populasi yang diamati terdapat dua ekor sapi yang berusia enam tahun dan satu ekor berusia lima tahun. Menurut Siregar (1992), usaha untuk meningkatkan produksi susu dapat dilakukan dengan menambahkan pakan atau perbaikan sistem pemberian pakan tanpa penambahan biaya pakan. Sapi perah hendaknya diberi pakan yang berkualitas tinggi sehingga dapat berproduksi sesuai dengan kemampuannya. Kesalahan dalam manajemen pemeliharaan dapat dijadikan indikasi untuk mengetahui tingkat produksi yang rendah atau tidak sesuai dengan kemampuan potensial sapi. Menurut Sudono et al. (2003), bibit sapi perah yang akan dipelihara menentukan keberhasilan dalam berproduksi. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit sapi perah yaitu, keturunan, bentuk ambing, penampilan dan umur bibit. Selain bibit hal yang menunjang dalam keberhasilan berproduksi adalah pakan. Pakan memiliki pengaruh yang dominan dalam produksi. Pengaruh ini mencakup pada volume dan kualitas susu serta kesehatan. Pakan yang diberikan untuk ternak sapi perah terdiri dari pakan konsentrat dan hijuan. Dalam penelitian Mandaka dan Hutagaol (2005), di Kelurahan Kebon Pedes Kabupaten Bogor diketahui skala ekonomi peternakan sapi perah rakyat berada pada kondisi Decreasing Return of Scale dimana penambahan faktor produksi tetap (jumlah induk produktif dan pengalaman beternak) menyebabkan penurunan keuntungan usaha ternak dalam jangka panjang. Peluang untuk meningkatkan produksi susu nasional itu dapat dikatagorikan dalam tiga kegiatan utama, yakni: (1) penambahan populasi sapi perah betina, (2) perbaikan pemberian pakan, serta (3) perbaikan intensifikasi pelaksanaan Inseminasi Buatan (Siregar, 1992). 11

29 Menurut Heriyatno (2009), Faktor faktor yang berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah adalah jumlah pakan konsentrat, jumlah pakan hijauan dan masa laktasi sapi. Sedangkan menurut Sudono (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi adalah masa laktasi, umur sapi, selang beranak (Calving Interval), tenaga kerja, makanan dan tatalaksana. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi antara lain : 1. Masa Laktasi Masa laktasi adalah masa sapi itu sedang menghasilkan susu antara waktu beranak dengan masa kering. Produksi susu per hari mulai menurun setelah laktasi dua bulan (Sudono, 1999). Sedangkan menurut Girisonta (1995), masa laktasi adalah masa sapi sedang berproduksi. Sapi mulai berproduksi setelah melahirkan anak kira-kira setengah jam setelah sapi itu melahirkan, produksi susu sudah keluar. Periode laktasi mempengaruhi selang beranak pada sapi Fries Holland (FH). Selang beranak paling lama ditemukan pada sapi laktasi pertama dan kedua, dan selang beranak paling singkat ditemukan pada sapi laktasi kelima dan keenam. 2. Umur Sapi Sapi-sapi yang beranak pada umur yang tua (tiga tahun) akan menghasilkan susu yang lebih banyak dari pada sapi-sapi yang beranak pada umur muda (dua tahun). Produksi susu akan terus meningkat dengan tambahnya umur sapi sampai sapi itu umur tujuh tahun atau delapan tahun, yang kemudian setelah umur tersebut produksi susu akan menurun sedikit demi sedikit sampai sapi berumur tahun hasil susu nya akan rendah sekali. Hal ini disebabkan kondisi tubuh akan menurun dan senilitas. Meningkatnya hasil susu pada laktasi dari umur dua tahun sampai umur tujuh tahun itu disebabkan bertambah besar sapi karena pertumbuhan, jumlah tenunan dalam ambing juga bertambah. Turunnya hasil susu pada hewan tua disebabkan aktivitas-aktivitas kelenjar-kelenjar ambing sudah berkurang. Kemampuan sapi dara untuk berkofulasi tak hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan badannya, tetapi juga pertumbuhan ambingnya yang mencapai pertumbuhan yang maksimum pada laktasi ke tiga atau ke empat (Sudono, 1999). 12

30 3. Tenaga Kerja Dalam Budidaya Sapi Perah Menurut Sudono (1999), tenaga kerja merupakan hal yang penting dalam usaha peternakan sapi perah. Tenaga kerja yang diperlukan harus terampil dan berpengalaman dalam bidangnya agar penggunaan tenaga kerja jadi efisien, untuk mencapai penggunaan tenaga kerja yang efisien pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia sebaiknya seorang tenaga kerja dapat menangani enam sampai tujuh ekor sapi dewasa. Sedangkan menurut Mubyarto (1989), dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri dari suami sebagai kepala keluarga, istri dan anak-anak petani. Kebutuhan dan pencurahan tenaga kerja sangat tergantung pada jenis pekerjaan dan komoditi yang diusahakan (Hernanto, 1996). 4. Makanan dan Tatalaksana Pakan ternak terbagi dalam dua kelompok, yaitu pakan hijauan dan pakan konsentrat. Pakan konsentrat merupakan pakan yang diformulasikan atas beberapa bahan pakan seperti pollar, bungkil kedelai, dan jagung. Standar nilai koefisien teknis pada konsentrat adalah satu persen dari berat badan sapi yaitu antara 8-10 kg konsentrat per hari untuk setiap satuan ternak (Susilorini et al. 2009). Sementara itu, pakan hijauan berasal dari hasil budidaya atau berasal dari rumput alam yang dicari di lahan terbuka. Selain itu, pakan hijauan dapat juga berasal dari limbah pertanian, seperti jerami padi, jerami jagung dan kelopak kol yang sudah rusak (Swastika et al. 2009). Standar nilai koefisien teknis pakan hijauan adalah sepuluh persen dari berat badan sapi untuk setiap satuan ternak (Susilorini et al. 2009). Pada umumnya variasi dalam produksi susu beberapa peternakan sapi perah disebabkan oleh perbedaan dalam makanan dan tata laksananya. Pemberian makanan yang banyak pada sapi yang kondisinya jelek pada waktu sapi itu sedang dikeringkan dapat meningkatkan produksi susu sebesar persen. Pemberian air sangat penting untuk produksi susu, karena susu 87 persen terdiri atas air dan 50 persen dari badan sapi terdiri atas air. Jumlah air yang dibutuhkan tergantung pada produksi susu yang dihasilkan sapi, suhu sekelilingnya dan macam makanan yang diberikan (Sudono, 1999). 13

31 Penggunaan faktor produksi yang akan dipakai dalam analisis selain tergantung dari penting tidaknya pengaruh penggunaannya terhadap produksi juga dibatasi pada faktor produksi yang dapat dikontrol (Soekartawi et al.1986). Penelitian Heriyatno (2009) dengan judul Analisis Pendapatan dan Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah di Tingkat Peternak (Kasus: Anggota Koperasi Serba Usaha Karya Nugraha Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu di tingkat peternak menunjukan jumlah pemberian pakan konsentrat, jumlah pemberian pakan hijauan dan masa laktasi berpengaruh nyata terhadap produktivitas sapi perah peternak sedangkan faktor besarnya biaya usaha tidak berpengaruh nyata. Fungsi produksi yang digunakan untuk mengnganalisis usaha ternak sapi perah menunjukan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 40,2 persen. Nilai tersebut artinya 40,2 persen hubungan antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan jumlah produksi susu dapat dijelaskan oleh produksi tersebut dan sebesar 59,8 persen hubungan tersebut dijelaskan oleh faktor-faktoe lain. Penelitian Pratiwi (2009) dalam mengidentifikasi faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usaha peternakan sapi perah terdapat beberapa variabel yang diukur yaitu jumlah produksi susu sebagai variabel dependen, jumlah makanan hijauan, konsentrat, vaselin, tenaga kerja dan dummy setelah kredit dan sebelum kredit pada taraf nyata satu persen yang mempengaruhi produksi susu secara signifikan yaitu hijauan konsentrat dan dummy setelah kredit dan sebelum kredit sedangkan vaselin dan tenaga kerja berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen. Penelitian Mandaka (2005) menganalisis fungsi keuntungan, efisiensi ekonomi dan kemungkinan skema kredit bagi pengembangan skala usaha peternakan sapi perah rakyat di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor. Kesimpulan yang didapat yaitu peternak sapi perah di Wilayah tersebut memiliki kecenderungan yang sama dalam teknis produksi maupun biaya produksi dan hanya input tetap berupa jumlah induk produktif yang berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan di atas 75 persen. Skala ekonomi peternakan sapi perah rakyat berada pada kondisi decreasing return of scale dimana penambahan input 14

32 tetap (jumlah induk produktif dan pengalaman beternak) menyebabkan penurunan keuntungan usaha ternak dalam jangka panjang. Skema kredit yang sesuai dengan kondisi aktual dan keinginan peternak di Kelurahan Kebon Pedes adalah : 1) Ternak sapi merupakan jenis agunan yang paling memungkinkan untuk dijadikan sebagai jaminan kredit utama. 2) Jangka waktu pengembalian kredit yang relevan pada usaha ternak sapi perah adalah 7 tahun dengan tingkat suku bunga kredit antara 0-1 persen per bulan. 3) Nilai pinjaman yang paling sesuai bagi pengembangan usaha ternak skala kecil sebesar Rp Rp atau setara dengan 1-2 ekor induk produktif. Penelitian Sihite (1998), dalam mengidentifikasi faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usaha peternakan sapi perah terdapat beberapa variabel yang diukur yaitu jumlah produksi susu sebagai variabel dependen, jumlah makanan penguat, jumlah makanan hijauan, jumlah tenaga kerja dan jumlah sapi laktasi. Pada taraf nyata 0,05 hanya jumlah pakan hijauan yang mempengaruhi produksi susu secara signifikan sedangkan jumlah makanan penguat dan persentase sapi laktasi berpengaruh nyata pada taraf nyata 0,10. Jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap peroduksi susu. Penelitian Fitriani (2001), dalam faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak usaha gaduhan ternak sapi potong di Kecamatan Cipego, Boyolali, Jawa Tengah mengemukakan bahwa rata-rata tingkat pendapatan yang diterima oleh peternak penggaduh per ekor adalah Rp 1031,59, per HKP. Dengan tingkat kontribusi pendapatan dari usaha tersebut terhadap total pendapatan keluarga peternak adalah 4,5 persen. Dari analisa regresi diperoleh nilai koefisien determinan (R 2 ) sebesar 68,8 yang berarti bahwa 68,8 persen keragaman tingkat pendapatan peternak penggaduh dapat dijelaskan oleh faktor umur sapi awal penggemukan, curahan jam kerja, nilai jual sapi, umur peternak penggaduh, pengalaman beternak, lama penggemukan dan harga beli. Peubah yang memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan peternak adalah umur sapi awal penggemukan 1,301 dan harga jual 2,868. Sedangkan peubah yang tidak 15

33 berpengaruh nyata adalah curah jam kerja, umur peternak, pengalaman beternak dan persentase pembagian hasil yang diterima peternak penggaduh. Beberapa penelitian terdahulu yang ditulis oleh Heriyanto, Pratiwi, Sihite, Fitriani dan Mandaka terdapat kesamaan dalam objek penelitian yaitu sapi perah. Untuk penelitian yang dibuat oleh Heriyanto, Pratiwi, Sihite dan Fitriani terdapat kesamaan dalam analisis penelitian yaitu menggunakan analisis pendapatan usahatani R/C rasio serta produktivitas dan pendapatan dengan fungsi Cobb Douglas. Dari hasil keempat penelitian, pendapatan usahatani tersebut menguntungkan karena memiliki nilai R/C rasio lebih dari satu, sedangkan dari hasil fungsi Cobb Douglas menunjukan hubungan faktor-faktor input yang digunakan dengan output yang dihasilkan. Keempat penelitian tersebut dapat sebagai reverensi dan acuan serta perbandingan terhadap dengan penelitian yang dilakukan. Penelitian yang dilakukan saat ini lebih menekankan pada faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas susu dan pendapatan peternak. Sedangkan perbedaan penelitian Mandaka dengan penelitian yang dilakukan yaitu menggunakan analisis efisiensi usahatani. Perbedaan ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan peneliti mengenai efisiensi usahatani sapi perah. 16

34 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson, 1999). Sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi output ini disebut faktor-faktor produksi. Pada umumnya faktor-faktor produksi terdiri dari tanah, modal, tenaga kerja, inputinput lain seperti bahan mentah (Soekartawi et al. 1986). Menurut Lipsey (1995), fungsi produksi adalah hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan. Sedangkan Soekartawi (2003) menjelaskan fungsi produksi sebagai suatu fungsi yang menggambarkan hubungan fisik antara variabel dependen (Y) dan variabel independen (X). Variabel dependen biasanya berupa output dan variabel independen biasanya berupa input. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Y = f (X 1, X 2, X 3,..., X n ) Keterangan: Y = Hasil produksi (output) X 1, X 2, X 3,...X n = Faktor produksi/input Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih fungsi produksi (Soekartawi, 1986), yaitu : 1. Fungsi produksi harus dapat menggambarkan keadaan usahatani yang sebenarnya terjadi. 2. Fungsi produksi dapat dengan mudah diartikan khususnya arti ekonomi dan parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. 3. Fungsi produksi harus mudah diukur atau dihitung secara statistik. Mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi terdapat dua tolo ukur, yaitu produk marjinal dan produk rata-rata. Produk Marjinal (PM) adalah tambahan produk yang dihasilkan dari setiap menambah satu satuan faktor produksi yang dipakai. Sedangkan Produk Rata-rata (PR) adalah tingkat produksi yang dicapai setiap satuan input. Kedua tolo ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 17

35 PM = Tambahan Output Tambahan Input = Y X = dy dx = f (X) PR = Output Input = Y X Pada Gambar 1, dapat dilihat hubungan antara Total Produk (TP), Produk Rata-rata (PR) dan Produk Marjinal (PM) sebagai berikut (Doll and Orazem, 1978): Y Y=f(x) TP I Ep>1 II 0<Ep<1 III Ep<0 X PM/PR 0 X 1 X 2 X 3 PM PR X Gambar 1. Kurva Total Produk dan Hubungannya dengan Produk Marjinal dan Produk Rata-Rata Sumber : Doll dan Orazem (1978) Keterangan Kurva: TP : Total produk PM : Produk Marjinal PR : Produk Rata-Rata Y : Produksi X : Faktor Produksi 18

36 1) Daerah I Daerah I menunjukkan Produk Marjinal (PM) lebih besar dari Produk Rata- Rata (PR). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat rata-rata variabel input (X) ditransformasikan ke dalam produk (Y) meningkat hingga PR mencapai maksimal pada akhir daerah I. Daerah I mempunyai nilai Ep > 1, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan penambahan otput yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini belum mencapai produksi optimal dengan pendapatan yang layak sehingga daerah ini tidak rasional (irrasional). 2. Daerah II Daerah II terjadi ketika PM menurun dan lebih rendah dari PR. Pada keadaan ini PM sama atau lebih rendah dari PR. Daerah II berada diantara X 2 dan X 3. Daerah ini memiliki nilai Ep antara 1 dan 0 (0<Ep<1), artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum, sehingga daerah ini disebut daerah rasional dalam berproduksi. 3. Daerah III Daerah ini memiliki nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Ep < 0). Pada daerah ini produksi total mengalami penurunan yang ditunjukan oleh produk marjinal yang bernilai negatif yang berarti setiap penambahan faktor produksi akan mengakibatkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan dan mengurangi pendapatan, karena itulah daerah ini dinamakan sebagai daerah tidak rasional (irrasional) Teori Biaya Biaya adalah semua nilai faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam periode produksi tertentu yang dinyatakan dengan nilai uang tertentu (Soekartawi et al.1986). Sedangkan biaya produksi adalah pengeluaran yang terjadi dalam mengorganisasikan dan melaksanakan proses produksi (Doll dan Orazem, 1978). 19

37 Menurut Lipsey (1995), biaya total dibagi menjadi dua bagian yaitu biaya tetap total dan biaya variabel total. Untuk lebih jelasnya kurva biaya total dapat dilihat pada Gambar 2. Biaya TC TVC TFC Gambar 2. Kurva Biaya Total Dalam Jangka Pendek Sumber : (Lipsey, 1995). Keterangan Kurva: TC : Biaya Total (Fixed Cost) TVC : Biaya Variabel Total (Total Variabel Cost) TFC : Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost) Biaya tetap total (TFC) adalah biaya yang tidak berubah meskipun produksi berubah sedangkan biaya variabel total (TVC) adalah biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi. Biaya total (TC) adalah mewakili penjumlahan dari biaya variabel dan biaya tetap. Keluaran Pendapatan Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk 20

38 bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan pada akhir tahun (Soekartawi et al. 1986). Pendapatan kotor disebut juga penerimaan. Pada Gambar 3, dapat dilihat hubungan antara pendapatan kotor (TR) dan biaya total (TC) sebagai berikut (Nicholson, 1999) : Pendapatan biaya TR TC TFC Keluaran Q1 Q2 Gambar 3. Kurva Pendapatan (TR) dan Kurva Biaya Total (TC) Jangka Pendek Sumber : (Nicholson, 1999). Kurva biaya total (TC) jangka pendek dalam Gambar 3. menjelaskan bahwa ketika output 0, biaya total sama dengan biaya tetap (TFC). Karena input tetap, biaya tersebut tidak berubah sementara output berubah. Untuk output yang rendah, biaya (TC) melebihi penerimaan (TR) maka akan mengalami kerugian. Sedangkan penerimaan (TR) melebihi biaya total (TC), maka hal ini menguntungkan. Menurut Soekartawi, et.al. (1986), Pendapatan usahatani dibagi menjadi dua macam yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani. Penilayan besarnya penerimaan yang dihasilkan dari setiap uang yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan usahatani dapat digunakan perhitungan rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio). Menurut Soekartawi (2002) analisis R/C rasio terbagi dua yaitu R/C rasio atas biaya tunai, dan R/C rasio atas biaya total. Hasil Perhitungan R/C > 1 memiliki arti bahwa 21

39 usahatani tersebut menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan, sedangkan nilai R/C < 1 maka usahatani tersebut tidak menguntungkan, dan jika nilai R/C =1 maka usahatani tersebut berada pada keuntungan normal Kerangka Pemikiran Operasional Kecamatan Tanjungsari adalah salah satu daerah penghasil susu sapi di Jawa Barat, selain Lembang dan Pengalengan. Sapi yang dipelihara di Kecamatan Tanjungsari tingkat produktivitas masih relatif rendah. Informasi yang diperoleh dari petugas kesehatan hewan (KESWAN) di Kecamatan Tanjungsari menyatakan bahwa produktivitas susu sapi perah yang berumur lima tahun rata-rata sebesar 8-9 liter/ekor/hari, padahal produktivitas ideal 12 sampai 15 liter/ekor/hari (Girisonta, 1995). Saat ini budidaya sapi perah di Kecamatan Tanjungsari masih menghadapi kendala dalam produktivitas. Peningkatan produktivitas susu di Kecamatan Tanjungsari dapat diupayakan melalui penambahan penggunaan input seperti penambahan pakan konsentrat dan ampas tahu. Peningkatan produktivitas susu melalui penambahan input menghadapi kendala keterbatasan sumberdaya terutama modal untuk membeli pakan konsentrat dan ampas tahu. Pengeluaran biaya input yang tinggi akan mempengaruhi pendapatan peternak sapi perah. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden, harga input meningkat lebih tinggi dari pada harga output. Sebagai contoh, harga pakan konsentrat dari Rp per kilogram naik menjadi Rp per kilogram dan ampas tahu dari harga Rp 400 per kilogram naik menjadi Rp 600 per kilogram, sedangkan kenaikan harga susu dari Rp per liter hanya naik menjadi Rp per liter atau hanya naik sebesar Rp 30 saja per liter. Dengan demikian biaya operasional yang dikeluarkan oleh peternak lebih besar dibandingkan dengan penerimaan dari hasil penjualan susu sapi. Ketidakseimbangan ini berakibat pada semakin berkurangnya pendapatan yang diterima peternak dari usaha ternaknya. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas susu dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari. Adapun input-input yang mempengaruhi produktivitas adalah hijauan, konsentrat, 22

40 ampas tahu, vaselin dan tenaga kerja. Sedangkan yang mempengaruhi pendapatan adalah harga hijauan, harga konsentrat, harga ampas tahu, harga vaselin, biaya kesehatan hewan, upah tenaga kerja dan harga jual susu sapi. Untuk melihat pengaruh input tersebut terhadap produktivitas susu sapi, maka perlu dilakukan analisis fungsi produktivitas menggunakan model fungsi Cobb Douglas. Analisis ini berguna untuk melihat tingkat signifikansi input tersebut, berpengaruh nyata atau tidak terhadap produktivitas dan pendapatan peternak. Kerangka penelitian operasional produktivitas susu dan pendapatan peternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari ini dapat dilihat pada Gambar 4. Masalah Usaha Ternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari 1. Kemampuan produktivitas rendah 2. Pendapatan usaha ternak rendah Analisis Usahatani Analisis Fungsi Pendapatan Cobb Douglas Kombinasi faktor pendapatan - Harga hijauan - Harga konsentrat - Harga Ampas tahu - Harga Vaselin - Biaya kesehatan hewan - Upah tenaga kerja - Harga penjualan susu Analisis Fungsi Produktivitas Cobb Douglas Kombinasi faktor produktivitas - Hijauan - Konsentrat - Ampas Tahu - Vaselin - Jumlah tenaga kerja Rekomendasi Gambar 4. Kerangka Operasional Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari. 23

41 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Desa Margajaya dan Desa Raharja Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu sentra penghasil susu sapi perah di Kabupaten Sumedang. Alasan pemilihan dua Desa tersebut sebagai lokasi penelitian adalah populasi ternaknya paling banyak dengan proporsi masingmasing adalah 20,89 persen dan 20,40 persen (Tabel 7). Waktu pengumpulan dan pengolahan data dilakukan pada bulan Maret hingga April Tabel 7. Populasi Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009 No Desa/Kelurahan Jantan Sapi Perah Betina Total (ekor) Persentase (%) 1 Jatisari ,30 2 Kadakajaya ,32 3 Cinanjung ,56 4 Kutamandiri ,24 5 Cijambu ,44 6 Gudang Margajaya ,89 8 Margaluyu ,85 9 Pasigaran ,25 10 Raharja ,40 11 Tanjungsari Gunungmanik ,71 Total Sumbar : Kecamatan Tanjungsari, 2009 (Diolah) 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapang, pengisian kuisioner dan wawancara secara langsung kepada peternak sapi perah di lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur yang relevan seperti buku serta data-data dari dinas atau 24

42 instansi terkait seperti Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang, Kecamatan Tanjungsari, Badan Pusat Statistik, Perpustakaan Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) Institut Pertanian Bogor, bahan pustaka lain seperti internet, hasil-hasil penelitian terdahulu serta berbagai literatur lainnya Metode Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data Pemilihan responden untuk peternak sebagai sumber data dilaksanakan dengan metode purposive sampling. Metode ini dipilih dengan mempertimbangkan informasi yang telah dimiliki oleh peneliti mengenai sifat peternak dan populasi ternak yang akan dijadikan objek penelitian. Responden dalam penelitian ini adalah peternak-peternak anggota dari Kelompok Ternak Mekar Asih dan Kelompok Ternak Wibawa Mekar. Pengambilan sampel dilakukan dengan mencatat anggota dan populasi di dua kelompok peternak tersebut, dan mengambil responden dengan jumlah sesuai dengan yang diinginkan. Total anggota kelompok peternak ini adalah 119 peternak yang menyebar di dua desa di Kecamatan Tanjungsari, dari 119 anggota tersebut dipilih 36 peternak untuk menjadi responden. Proporsi jumlah 36 responden dari Kecamatan Tanjungsari tersebut adalah 20 peternak di Desa Raharja dan 16 peternak di Desa Margajaya. Pertimbangan pemilihan jumlah responden didua Desa di Kecamatan Tanjungsari adalah pada saat turun lapangan peternak yang dapat ditemui secara langsung di Desa Raharja (20 orang) dan Desa Margajaya (16 orang). Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung terhadap peternak responden dengan bantuan kuisioner. Kuisioner yang telah dibuat berisi pertanyaan-pertanyaan tentang karakteristik responden, sumberdaya yang tersedia, biaya, faktor produktivitas dan pendapatan peternak responden di Kecamatan Tanjungsari Metode Analisis Data Data yang diolah dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran pelaksanaan budidaya sapi perah apakah dapat dilakukan dengan baik. Untuk analisis data kuantitatif menggunakan analisis pendapatan 25

43 Usahatani dan R/C rasio serta fungsi Cobb Douglas untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi produktivitas dan pendapatan peternak. Perhitungan analisis data kuantitatif menggunakan komputer dengan menggunakan software Microsoft Office Excel dan Minitab Analisis Pendapatan Usahatani Penerimaan (revenue) usahatani adalah semua nilai produk yang dihasilkan dari suatu usahatani dalam periode tertentu, satu musim tanam, atau dalam satuan tahun kegiatan usaha. Penghitungan penerimaan usahatani dapat dilakukan menggunakan rumus: Keterangan: TR = Q x P TR = Penerimaan Usahatani Q = Produksi P = Harga produk Menurut Soekartawi, et.al. (1986) biaya adalah semua nilai faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam periode produksi tertentu yang dinyatakan dengan nilai uang tertentu. Biaya usahatani dibedakan menjadi dua macam, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai meliputi jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Sedangkan biaya diperhitungkan meliputi pengeluaran tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani seperti opportunity cost lahan milik pribadi, tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan dari sarana produksi. Biaya penyusutan merupakan nilai beli suatu benda investasi/peralatan yang dikurangi dengan nilai sisa jika dibagi dengan lamanya peralatan/benda investasi dipakai (umur ekonomis). Biaya penyusutan dalam penelitian ini diperhitungkan dengan metode garis lurus, yaitu diasumsikan nilai sisa dianggap nol. Rumus yang digunakan adalah: Biaya Penyusutan Keterangan : = (Nb Ns) N Nb = Nilai beli Ns = Nilai sisa N = Lama pakai 26

44 Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan biaya usahatani. Dalam usahatani, pendapatan dibagi menjadi dua macam yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini. Pendapatan atas biaya tunai = TR BT Pendapatan atas biaya total = TR (BT BD) Keterangan: Analisis R/C ratio TR = Pendapatan kotor/penerimaan BT = Biaya tunai BD = Biaya diperhitungkan Analisis R/C rasio merupakan salah satu cara untuk mengetahui perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Selain itu R/C rasio ini juga dilakukan untuk mengetahui efisiensi usahatani, yang dapat diketahui dari perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya pada masing-masing usahatani. Analisis ini dibedakan menjadi dua, yaitu R/C rasio terhadap biaya tunai dan R/C rasio terhadap biaya total dengan perhitungan seperti: R/C Atas Biaya Tunai R/C Atas Biaya Total = = Total Penerimaan (TR) Biaya Tunai Total Penerimaan (TR) Total Biaya Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi Analisis faktor-faktor produktivitas ini dilakukan untuk menjelaskan hubungan output dengan input. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah model fungsi Cobb Douglas. Menurut Soekartawi (2002), fungsi Cobb Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel; variabel yang satu disebut dengan variabel bebas, yang menjelaskan (X), dan yang lain disebut variabel tidak bebas, yang dijelaskan (Y). Penyelesaian hubungan 27

45 antara X dan Y biasanya dilakukan dengan cara regresi. Persamaan medel fungsi Cobb Douglas, dirumuskan sebagai berikut : Y = β 0 X 1 β1, X 2 β2... X i βi... X n βn e Untuk menduga parameter dalam persamaan fungsi Cobb Douglas maka harus diubah terlebih dahulu kedalam bentuk double logaritme natural (ln), bentuk persamaannya menjadi : Ln Y= Ln β 0 + β 1 Ln X 1 + β 2 Ln X 2 + β 3 Ln X 3 + β 4 Ln X 4 + β 5 Ln X 5 + e Keterangan : Y β 0 β 1 -β 5 X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 = Produktivitas (Liter) = Konstanta = Nilai koefisien regresi masing-masing variabel = Hijauan (Kg) = Konsentrat (Kg) = Ampas Tahu (Kg) = Vaselin (Gram) = Tenaga kerja (HKP) Gambaran dari variabel-variabel tersebut adalah : 1. Variabel yang menjadi variabel tidak bebas adalah produktivitas. Produktivitas susu adalah jumlah susu yang dihasilkan oleh sapi laktasi per ekor selama satu tahun. Produktivitas susu dinyatakan dalam satuan liter. 2. Variabel yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini meliputi: a. Hijauan (X 1 ) Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usahaternak sapi perah adalah pemberian pakan. Pakan hijauan adalah bahan pakan berserat seperti rumput gajah, rumput raja dan lain-lain. Jumlah pakan hijauan dinyatakan dalam kilogram yang diberikan selama satu tahun pada sapi laktasi per ekor. b. Konsentrat (X 2 ) Pakan konsentrat adalah pakan yang berasal dari campuran dedak halus, dedak jagung dan lain-lain. Sapi perah yang produktivitas susunya tinggi tidak akan menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya bila tidak mendapat pakan konsentrat yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya. Jumlah 28

46 pakan konsentrat dinyatakan dalam kilogram yang diberikan selama satu tahun pada sapi laktasi per ekor. c. Ampas Tahu (X 3 ) Ampas tahu adalah limbah dari pabrik tahu yang dijadikan pakan tambahan untuk sapi perah agar produktivitas susunya meningkat. Jumlah pemberian ampas tahu dinyatakan dalam kilogram yang diberikan salama satu tahun pada sapi laktasi per ekor. d. Vaselin (X 4 ) Vaselin digunakan dalam proses pemerahan susu. Penggunaan vaselin akan mempengaruhi kinerja pemerahan yaitu memperlancar keluarnya susu yang dilakukan pada saat proses pemerahan. Jumlah vaselin dinyatakan dalam gram yang diberikan selama satu tahun pada sapi laktasi per ekor. e. Jumlah Tenaga Kerja (X 5 ) Tenaga kerja adalah tenaga manusia yang digunakan untuk menangani sapi laktasi dengan kegiatan antara lain memerah, memberi makan dan minum, memandikan sapi, membersihkan kandang, mencari rumput, mengantar susu, dan mengurus peralatan. Jumlah tenaga kerja diukur dalam jam kerja selama satu tahun yang selanjutnya dinilai dalam satuan hari kerja pria (HKP). Hipotesis yang digunakan dalam menganalisis faktor penduga ini adalah bahwa input akan berpengaruh positif terhadap produktivitas susu sapi. Kondisi ini dikarenakan seluruh komponen input tersebut merupakan kebutuhan dalam kegiatan produktivitas susu sapi. Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah sebagai berikut: 1. Hijauan (X 1 ) b 1 > 0 artinya semakin banyak hijauan yang diberikan untuk budidaya sapi perah maka akan semakin tinggi tingkat produktivitas susu. 2. Konsentrat (X 2 ) b 2 > 0 artinya semakin banyak konsentrat yang digunakan dalam budidaya sapi perah, maka akan semakin tinggi tingkat produktivitas susu. 29

47 3. Ampas Tahu (X 3 ) b 3 > 0 artinya semakin banyak ampas tahu yang digunakan dalam budidaya sapi perah, maka akan semakin tinggi tingkat produktivitas susu yang dihasilkan. 4. Vaselin (X 4 ) b 4 > 0 artinya semakin banyak vaselin yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin tinggi tingkat produktivitas susu yang dihasilkan. 5. Tenaga Kerja (X 5 ) b 5 > 0 artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin tinggi tingkat produktivitas susu yang dihasilkan. Namun tidak menutup kemungkinan banyaknya tenaga kerja dapat mengakibatkan kegiatan produktivitas menjadi tidak efektif Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Faktor-faktor yang akan dianalisis pengaruhnya terhadap tingkat pendapatan atau keuntungan peternak sapi perah dalam penelitian ini dilakukan dengan model fungsi Cobb Douglas. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap tingkat pendapatan adalah harga-harga dari penggunaan input dan output. Menurut Soekartawi (2002), fungsi Cobb Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel; variabel yang satu disebut dengan variabel bebas, yang menjelaskan (X), dan yang lain disebut variabel tidak bebas, yang dijelaskan (Y). Persamaan medel fungsi Cobb Douglas, dirumuskan sebagai berikut : Y = β 0 P 1 β1, P 2 β2... P i βi... P n βn e Untuk menduga parameter dalam persamaan fungsi Cobb Douglas maka harus diubah terlebih dahulu kedalam bentuk double logaritme natural (ln), bentuk persamaannya menjadi : Ln π = Ln β 0 + β 1 Ln P 1 + β 2 Ln P 2 + β 3 Ln P 3 + β 4 Ln P 4 + β 5 Ln P 5 + β 6 Ln P 6 + β 7 Ln P 7 + e 30

48 Keterangan : π β 0 β 1- β 5 P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 e = Keuntungan usaha (Rp) = Konstanta = Nilai koefisien regresi masing-masing variabel = Harga Hijauan (Rp/Kg) = Harga Konsentrat (Rp/Kg) = Harga Ampas Tahu (Rp/Kg) = Harga Vaselin (Rp/Kg) = Biaya Kesehatan Hewan (Rp/hari) = Upah Tenaga Kerja (Rp/HKP) = Harga Penjualan Susu (Rp/Liter) = Unsur galat Hipotesis yang digunakan dalam menganalisis faktor penduga ini adalah bahwa harga output akan berpengaruh positif terhadap tingkat pendapatan peternak sapi perah. Kondisi ini dikarenakan faktor harga output dapat mempengaruhi jumlah keuntungan, sedangkan faktor harga input yang akan digunakan memerlukan korbanan untuk memperolehnya dalam kegiatan produktivitas. Adapun penjelasan dari hipotesis tersebut adalah sebagai berikut: 1. Harga Hijauan (P 1 ) b 1 < 0 artinya semakin tinggi harga input hijauan yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin mengurangi tingkat pendapatan yang diperoleh peternak sapi perah. 2. Harga Konsentrat (P 2 ) b 1 < 0 artinya semakin tinggi harga input konsentrat yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin mengurangi tingkat pendapatan yang diperoleh peternak sapi perah. 3. Harga Ampas Tahu (P 3 ) b 1 < 0 artinya semakin tinggi harga input ampas tahu yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin mengurangi tingkat pendapatan yang diperoleh peternak sapi perah. 4. Harga Vaselin (P 4 ) b 2 < 0 artinya semakin tinggi harga input vaselin yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin mengurangi tingkat pendapatan yang diperoleh peternak sapi perah. 31

49 5. Biaya Kesehatan Hewan (P 5 ) b 3 < 0 artinya semakin tinggi biaya input kesehatan hewan yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin mengurangi tingkat pendapatan yang diperoleh peternak sapi perah. 6. Upah Tenaga Kerja (P X6 ) b 4 < 0 artinya semakin tinggi upah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin mengurangi tingkat pendapatan yang diperoleh peternak. 7. Harga Jual Susu (P 7 ) b 5 > 0 artinya semakin tinggi harga jual susu segar, maka akan semakin meningkatkan pendapatan yang diperoleh peternak. Harga jual menjadi salah satu komponen dalam usahaternak sapi perah yang memiliki dampak positif terhadap tingkat pendapatan peternak. Pengujian-pengujian yang dilakukan dalam pengujian terhadap parameter regresi antara lain : a. Pengujian parameter secara keseluruhan Tujuan pengujian ini adalah untuk melihat apakah variabel bebas yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata pada variabel tidak bebas atau apakah signifikan atau tidak model dugaan yang digunakan (Siagian, 2002). Hipotesis: H 0 : b 1 = b 2 = = b i = 0 H 1 : salah satu dari b 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji F : F hitung = (1 2 R /( k 1) 2 R ) /( n k) Keterangan: k n Kriteria uji : = jumlah variabel termasuk intersept = Jumlah pengamatan atau responden F hitung > F tabel (k-1), n-k) pada taraf nyata α : tolak H 0 F hitung < F tabel (k-1), n-k) pada taraf nyata α : terima H 0 32

50 Koefisien determinasi (R 2 ) adalah besaran yang dipakai untuk menunjukan sampai sejauh mana keragaman variabel tidak bebas (Y), dapat diterangkan oleh model dugaan. Koefisien determinasi dapat dituliskan sebagai berikut: R 2 = Jumlah Kuadrat regresi (SSE) Jumlah Kuadrat Total (SST) 2 R 2 e t = 1 -[ ] 2 Y t b. Pengujian untuk masing-masing parameter Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Hipotesis: H 0 : bi = 0 H 1 : bi 0 Uji setatistik yang digunakan adalah uji t : bi 0 T hitung = S( bi) Kriteria uji : T hitung > T table (a/2,n-v) pada taraf ntyata α : tolak H 0 Kriteria uji : T hitung < T table (a/2,n-v) pada taraf ntyata α: terima H 0 Keterangan : v = jumlah variabel bebas n = Jumlah pengamatan atau responden Jika tolak H 0 artinya variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dalam model. c. Pengujian Multikolinieritas Pengujian multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara variable-variabel bebas satu dengan yang lainnya didalam fungsi produksi. Suatu model yang baik adalah jika tidak ditemukan adanya gejala multikolinieritas. Adanya gejala multikolinieritas dilihat dari nilai variance inflation factor (VIF). Nilai VIF dapat diperoleh melalui persamaan : 33

51 VIF (Xj) = Dimana : 1 (1- R 2 j ) Rj = Koefisien determinasi dari model regresi dengan variabel tidak bebas Xi dan variable bebas adalah variable X lainnya. Jika VIF (Xj) > 10, maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan ada multikolinearitas. 34

52 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Wilayah Penelitian Kabupaten Sumedang adalah sebuah Kabupaten di Jawa Barat dengan ibu kotanya yaitu Sumedang. Kabupaten Sumedang berada di sebelah Timur Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak pada posisi Bujur Timur dan Lintang Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Subang di sebelah Utara, Kabupaten Majalengka di sebelah Timur dan Kabupaten Garut di sebelah Tenggara serta Kabupaten Bandung di sebelah Barat dan Selatan. Wilayah Kabupaten Sumedang memiliki areal yang cukup luas yaitu Ha. Kondisi wilayah Kabupaten Sumedang mempunyai potensi wilayah lahan basah yang luas, saat ini sebagian besar merupakan wilayah perkebunan, tegalan dan hutan. Kabupaten Sumedang mempunyai iklim tropis dengan curah hujan rata-rata mm per tahun, suhu udara dan kelembaban sebesar 50 0 sampai Wilayah Kabupaten Sumedang mempunyai bentuk permukaan yang sangat variatif dari permukaan yang datar sampai bergunung. Sedangkan ketinggian secara keseluruhan terletak antara 20 sampai dengan lebih dari meter diatas permukaan laut (dpl). Pusat-pusat kecamatan di wilayah ini terletak pada kisaran ketinggian meter di atas permukaan laut. Berdasarkan rata-rata 43,73 persen dari keseluruhan wilayah Kabupaten Sumedang terletak pada ketinggian 501 sampai 1000 meter di atas permukaan laut (Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang). Kabupaten Sumedang pada tahun 2005 mempunyai jumlah penduduk jiwa. Sedangkan jumlah penduduk pada tahun 2008 sebanyak jiwa, yang terdiri dari jiwa adalah laki-laki dan jiwa perempuan, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 4,38 persen dengan membandingkan data tersebut diatas maka terjadi kenaikan jumlah penduduk dari tahun 2005 sampai 2008 sebanyak jiwa. Mata pencaharian penduduk Kabupaten Sumedang sebagian besar terkonsentrasi dibidang pertanian sebanyak atau persen diikuti oleh sektor perdagangan besar atau kecil 3 Kabupaten Sumedang Profil Kabupaten Sumedang. [06 Mei 2010]. 35

53 sebanyak sektor industri sebanyak atau 17,10 persen (Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang). Kecamatan Tanjungsari merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Jatinangor di Barat daya, Kecamatan Cimanggu di Selatan, Kecamatan Pamulihan di Timur, Kecamatan Sukasari di barat laut serta wilayah Kabupaten Subang disebelah utara. Kecamatan Tanjungsari memiliki luas wilayah Ha, yang terdiri dari 12 Desa. Desa tersebut meliputi Cinanjung, Raharja, Gunung Manik, Marga Jaya, Tanjungsari, Jatisari, Kuotamandiri, Margaluyu, Gudang, Pasigaran, Kadaka Jaya, dan Cijambu (Kecamatan Tanjungsari). Kecamatan Tanjungsari memiliki beberapa produk andalan. Salah satunya adalah sebagai daerah penghasil susu sapi di Jawa Barat, selain Lembang dan Pangalengan. Selain itu, daerah Tanjungsari sebelah utara (Desa Cijambu dan sekitarnya) merupakan daerah penghasil sayur-mayur. Buah-buahan dan umbiumbian juga merupakan produk Tanjungsari yang cukup dikenal. Di kecamatan ini juga terdapat banyak tempat-tempat yang memiliki panorama indah. Tanjungsari berada didekat kawasan pendidikan Jatinangor Kependudukan dan Mata Pencaharian Jumlah penduduk dalam Kecamatan Tanjungsari berdasarkan angka penduduk pada tahun 2009, yang terdiri dari 12 desa adalah sebanyak orang. Terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan. Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kecamatan Tanjungsari adalah dengan kepadatan jiwa per Km persegi (Kecamatan Tanjungsari, 2009). Mata pencaharian penduduk Kecamatan Tanjungsari beraneka ragam, yaitu sebagai petani, buruh tani, pedagang, buruh/karyawan, PNS/TNI, wiraswasta, dan peternak. Potensi penduduk berdasarkan mata pencaharian, dapat dilihat dalam Tabel 8. 36

54 Tabel 8. Potensi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian (KK) di Kecamatan Tanjungsari Tahun No Kecamatan Petani Buruh Tani Pedagang Karyawan PNS Wiraswasta 1 Cijambu Kadakajaya Pasigaran Margaluyu Tanjungsari Gudang Margajaya Jatisari Kutamandiri Gunungmanik Cinanjung Raharja Sumber: Kecamatan Tanjungsari Karakteristik Responden Penelitian ini dilakukan di dua Desa di Kecamatan Tanjungsari yaitu, Desa Margajaya dan Desa Raharja. Pemilihan tempat penelitian didasarkan bahwa kedua desa tersebut merupakan daerah utama penghasil susu sapi perah di Kecamatan Tanjungsari. Responden dalam penelitian ini adalah peternak sapi perah. Beberapa karakteristik responden yang dianggap penting meliputi status usaha, umur, pendidikan, pengalaman beternak, lama menjadi anggota kelompok ternak dan kepemilikan ternak. Karakteristik tersebut dianggap penting karena berpengaruh pada pelaksanaan usaha ternak sapi perah, terutama dalam melakukan teknis budidaya sapi perah yang akan mempengaruhi hasil peternak tersebut. Karakteristik responden untuk usaha sapi perah tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. 37

55 Tabel 9. Karakteristik Responden di Kecamatan Tanjungsari Tahun Karakteristik Responden Jumlah Petani Persentase (%) 1. Status Usaha a. Utama 33 91,67 b. Sampingan 3 8,33 Total Umur (th) a. < ,11 b ,56 c. > ,33 Total Pendidikan a. Tidak Sekolah 3 8,11 b.sd 24 64,86 c.sltp 7 18,92 d. SLTA 2 8,11 Total Pengalaman Beternak (thn) a. < ,11 b ,78 c ,89 d ,22 Total Lama Manjadi Anggota Koperasi a. < ,89 b ,33 c ,11 d ,67 Total Kepemilikan Ternak (ekor) a ,33 b ,55 b ,11 Total Status Usaha Pekerjaan responden pada umumnya masih berada dalam batasan dunia pertanian dan peternakan. Hanya tiga dari 36 responden yang memiliki pekerjaan utama tidak berhubungan dengan peternakan yaitu pekerja swasta, buruh tani, 38

56 supir angkot dan berdagang sembako. Pekerjaan utama ditentukan dengan pendekatan tenaga kerja maupun waktu terbesar yang diluangkan oleh seseorang dalam bekerja untuk memperoleh pendapatan baik dalam bentuk uang maupun bentuk pendapatan lain seperti hasil pertanian maupun peternakan. Tabel 9, menunjukan bahwa sebagian besar (91,67 persen) responden menjadikan usaha ternak sapi perah sebagai pekerjaan utama. Sedangkan responden yang menjadikan usaha ternak sapi perah sebagai pekerjaan tambahan yang memiliki pekerjaan sampingan hanya sebesar 8,33 persen. Besarnya persentase yang menjadikan usaha ternak sapi perah dijadikan mata pencaharian utama dikarenakan kontinuitas penerimaan tunai didapatkan responden setiap hari ketika sapi perah dalam masa laktasi Umur Umur responden peternak sapi perah di daerah penelitian mayoritas berusia 35 sampai 55 tahun yaitu 80,56 persen. Selain itu, terdapat 11,11 persen responden yang berusia kurang dari 35 tahun dan 8,33 persen responden yang berusia lebih dari 55 tahun ke atas. Jadi secara keseluruhan responden terbanyak berusia 35 sampai 55 tahun. Hal ini disebabkan pada usia dewasa madya (35 sampai 55 tahun), responden telah memiliki kemantapan dalam berwirausaha di bidang peternakan ini. Sedikitnya responden yang memiliki usia kurang dari 35 tahun (dewasa awal) disebabkan seseorang pada usia ini masih dalam tahap pencarian bidang usaha yang sesuai dengan minat dan kemampuan. Responden usia 55 tahun ke atas tergolong sedikit. Hal ini dikarenakan faktor usia yang sudah tidak sesuai untuk melakukan tugas-tugas yang harus dilakukan dalam pengelolaan ternak sapi. Berdasarkan pengamatan di lapangan, responden pada usia ini sebagian besar telah melimpahkan atau mewariskan usaha ternaknya kepada anak atau kerabatnya sehingga responden pada usia ini cukup sedikit Pendidikan Tingkat pendidikan responden berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi baru dan ilmu pengetahuan. Seluruh responden yang diwawancarai pernah mengikuti pendidikan formal. Namun tingkat pendidikan yang diikuti oleh 39

57 responden tersebut masih rendah. Sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu 64,86 persen. Hanya sebagian kecil responden yang mencapai tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yaitu 18,92 persen dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yaitu 8,11 persen, ada juga responden yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali yaitu sekitar 8,11 persen. Tingkat pendidikan responden menjadi faktor utama dalam penerapan transformasi teknologi yang ada dalam usahaternak sapi perah tersebut. Pada umumnya tingkat pendidikan yang rendah akan mengalami kesulitan dalam mengadopsi teknologi dan memahami Informasi, baik dalam hal budidaya maupun perlakuan pasca pemerahan.tingkat pendidikan yang rendah ini diperngaruhi oleh pola pikir responden yang masih menganggap bahwa pekerjaan yang mereka lakukan sudah turun-temurun dilakukan, sehingga mereka berpikir bahwa pendidikan bukan hal yang utama Pengalaman Beternak Sapi Perah Pengalaman beternak sapi perah yang dialami oleh responden selain mendapatkan pengalaman beternak sapi perah dengan berusaha ternak sendiri, peternak juga mendapatkan pengalaman sejak membantu orang tua maupun keluarga yang memiliki usahaternak. Sebagian besar responden telah lama berprofesi sebagai peternak hewan khususnya sapi perah. Karakteristik ternak sapi perah ini yang bisa menghasilkan pendapatan tiap hari dari hasil penjualan susu dan relatif mudah dalam melakukan budidaya ternaknya, sehingga menjadikan usaha sapi perah ini sudah lama dibudidayakan oleh responden di daerah penelitian. Tabel 9, menggambarkan karakteristik responden dari lama pengalaman beternak sapi perah. Sebagian besar peternak yang dijadikan responden memiliki pengalaman bertenak sapi perah selama tahun dengan persentase 38,89 persen. Pengalaman berusaha ternak yang dimiliki oleh responden menunjukan lamanya responden berperan aktif dalam usahaternak sapi perah. Semakin lama pengalaman berusaha ternak sapi perah maka dapat disimpulkan bahwa responden sudah memahami teknik budidaya dalam kegiatan usahaternak yang dijalankan. 40

58 Lama Menjadi Anggota Koperasi Sebagian responden telah lama menjadi anggota koperasi. Karakteristik koperasi ini memberikan pelayanan dan dukungan untuk responden dari mulai penyediaan pakan, kesehatan, obat-obatan, IB dan transportasi, sehingga membuat responden menjadi lebih mudah dalam membudidayakan usaha sapi perahnya. Tabel 9, menunjukan bahwa responden dengan lama masuk menjadi anggota koperasi selama tahun memiliki proposi paling besar yaitu 35,11 persen. Selain itu, terdapat 33,33 persen responden menjadi anggota koperasi dari tahun dan responden yang menjadi anggota koperasi dari tahun mendapat proporsi 16,67 persen. Sedangkan responden dengan lama menjadi anggota koperasi kurang dari 10 tahun memiliki proporsi paling rendah yaitu 13,89 persen. Lama menjadi anggota koperasi menunjukan responden berperan aktif dalam kegiatan koperasi dan menggunakan fasilitas pendukung yang disediakan koperasi seperti pelayanan kesehatan, kawin suntik, penyediaan pakan, peralatan dan lain-lain. Semakin lama responden menjadi anggota koperasi maka dapat disimpulkan bahwa responden sudah memahami peraturan-peraturan yang diberikan dari koperasi Kepemilikan Ternak Sapi perah yang dipelihara responden di Kecamatan Tanjungsari adalah sapi Fries Holland (FH). Populasi ternak responden di dua Desa di Kecamatan Tanjungsari adalah 148 ekor sapi perah laktasi. Sapi laktasi merupakan sapi yang sedang berada pada masa produktif menghasilkan susu. Berdasarkan informasi dari responden sapi yang dipelihara berasal dari warisan dari orang tua responden, bantuan dari koperasi dan ada juga yang membeli sapi sendiri. Jumlah kepemilikan ternak responden dilihat dari kriteria kepemilikan ternak sapi perah dapat dilihat pada Tabel 9. Dari 36 responden jumlah terbesar (55,55) terdapat pada responden dengan kepemilikan ternak 4-5 ekor, jumlah ini disebabkan kemampuan daya beli responden akan sapi perah yang rendah. Menurut Soedono,(1999) peternakan sapi perah akan menguntungkan jika jumlah minimal sapi perah adalah 10 ekor dengan persentase sapi laktasinya 60 %. 41

59 Persentase sapi laktasi merupakan faktor penting yang tidak dapat diabaikan dalam tata laksana suatu peternakan sapi perah untuk menjamin pendapatan Tatalaksana Usahaternak Pengadaan dan Pemilihan Bakalan Sapi Perah Bangsa sapi perah yang dipelihara oleh responden sapi perah di dua Desa di Kecamatan Tanjungsari adalah bangsa Fries Holland (FH) atau peranakan Fries Holland hasil perkawinan silang dengan sapi lokal. Pengadaan bakalan sapi perah didapatkan dari pembibitan dengan Inseminasi Buatan (IB) dan juga diperoleh dari bakalan sapi perah (dara bunting) dari luar daerah seperti KPBSU Bandung, Lembang Bandung, dan KSU Tandangsari. Pemilihan bakalan sapi perah dilakukan dengan melihat kesehatan fisik, jenis atau turunan bakalan serta umur bakalan sapi perah. Pemilihan bakalan sapi perah tersebut diseleksi berdasarkan bentuk tubuh, genetik sapi, sifat-sifatnya dan kesehatannya. Bentuk tubuh secara umum yaitu berbentuk pasak atau menyudut, sapi yang sehat selalu aktif, nafsu makan kuat, kulit halus dan mengkilat, mata bersinar, kapasitas tubuh yang besar sehingga memungkinkan sapi dapat menempung sejumlah makanan dari berbagai jenis makanan dengan volume tinggi yang diperlukan sebagai bahan baku pembentukan energi. Genetik sapi mempengaruhi kemampuan sapi dalam memproduksi susu, mutu air susu dan keteraturan beranak. Kualitas dan jumlah produktivitas susu yang mempunyai sifat menurun dapat diperbaiki melalui seleksi. Oleh karena itu perlu kecermatan dalam menentukan sapi yang akan dijadikan induk dengan mengetahui asal usul keturunannya. Sifat-sifat sangat mempengaruhi produktivitas ternak. Calon induk yang mempunyai sifat jinak dan tenang, menurut, nafsu makan tinggi sangat mudah dipelihara dan dikuasai. Sebaliknya, sapi dengan sifat yang gugup dan tidak dapat beradaptasi dengan cara-cara yang dipergunakan dalam pengelolaan dapat mengakibatkan kurangnya ketenangan dalam kelompok sehingga produktivitas susu secara keseluruhan menurun. 42

60 Kandang Kandang merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam peternakan sapi perah. Responden di Kecamatan Tanjungsari memelihara semua sapinya dalam kandang dan tidak digembalakan pada lahan terbuka. Mereka tidak mengembalakan sapinya karena keterbatasan lahan yang dimiliki. Kandang sapi perah di daerah tropis seharusnya disesuaikan dengan kondisi iklimnya. Tipe kandang untuk sapi pedet, dara dan laktasi tidak jauh berbeda, hanya ukuranya saja yang berbeda. Dinding kandang dibuat dari kayu setinggi leher dengan tujuan agar sirkulasi udara kandang dan pencahayaan yang cukup sehingga kandang tidak lembab. Penggunaan asbes bertujuan untuk menjaga kesetabilan suhu dalam kandang. Perubahan suhu yang tiba-tiba akan menyebabkan sapi stres dan menurunkan produktivitasnya. Lantai kandang peternakan responden di Kecamatan Tanjungsari dibuat dari kayu dan ada beberapa responden yang menggunakan lantai dari semen dengan tekstur miring agar mudah dibersihkan dan selalu kering. Selain itu juga dibuat selokan atau parit agar tidak terjadi genangan air. Tempat makan dan minum merupakan perlengkapan yang sangat penting. Responden membuat tempat makan dan minum menggunakan ember pelastik dan ada beberapa responden yang membuat tempat pakan dan air minum dari beton semen secara individual. Lokasi kandang peternakan responden ditempatkan disamping atau dibelakang rumah. Responden membangun kandang peternakannya secara tradisional dengan bahan baku sebagian dari kayu hutan sehingga tempat makan, minum, dan pembuangan kotoran belum dibuat secara baik dan ada beberapa yang semi permanen yaitu lantai kandang disemen serta dibuat bak tempat pakan dan minum. Pada umumnya ukuran kandang yang digunakan responden berkisar 1.0 x 1,5 sampai 1,5 x 2.0 meter untuk satu ekor sapi dewasa, dengan lantai papan dan semen. Responden membersihkan kandangnya dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari sebelum pemerahan. Hal itu dilakukan untuk menjaga kenyamanan sapi perah dan kebersihan susu yang dihasilkan. 43

61 Peralatan Peralatan menjadi salah satu hal penting yang harus dimiliki oleh responden untuk menjalankan usaha ternaknya. Peralatan ini menunjang responden untuk bekerja dalam melakukan budidaya sapi mereka. Peralatan yang dimiliki responden sangat berpengaruh pada biaya tetap yang akan dikeluarkan oleh responden yaitu biaya penyusutan peralatan. Penghitungan nilai penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus antara nilai beli dan umur teknis peralatan tersebut. Peralatan yang digunakan responden di Kecamatan Tanjungsari antara lain : a. Milk can, yaitu kaleng penampung susu yang terbuat dari almunium khusus tanpa sambungan. Ukuran rata-rata yang dipakai adalah 10 liter, 15 liter dan 20 liter. b. Ember, digunakan untuk menampung air minum sapi, memandikan sapi, menampung pakan ransum dan untuk membersihkan kandang. Ukuran ember bervariasi dari 15 liter 25 liter. c. Sabit, digunakan untuk menyabit rumput dan membersihkan semak disekitar kandang. d. Saringan, digunakan untuk menyaring susu sewaktu memasukan ke dalam milk can. e. Cangkul/ Sekop, digunakan untuk membersihkan kotoran sapi. f. Gerobak, digunakan untuk mengangkut pakan atau milk can yang sudah di isi susu dan lain-lain. g. Bak penampungan air, digunakan untuk menampung air yang akan dipakai untuk membersihkan kandang atau memandikan sapi. Hanya beberapa peternak yang memilikinya. h. Selang air, dimiliki oleh peternak yang menggunakan pompa air (sanyo). Digunakan untuk membersihkan kandang dan memandikan sapi dengan menyemprotkan air melalui selang. Sebagian besar peralatan tersebut biasa di beli oleh responden di Koperasi Serba Usaha Tandangsari, dengan sistem pembayaran cash atau kredit, untuk pembelian dengan kredit pembayaran dilakukan dengan memotong hasil dari 44

62 penjualan susu. Harga rata-rata peralatan di Koperasi Serba Usaha Tandangsari di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Harga rata-rata peralatan di Koperasi Serba Usaha Tandangsari di Kecamatan Tanjungsari Tahun Peralatan Jumlah Satuan Harga (Rp) Umur Teknis (bulan) Millk Can (10 L) Satu buah Millk Can (20 L) Satu buah Millk Can (30 L) Satu buah Ember Satu buah Gayung Satu buah Sabit/Arit Satu buah Golok Satu buah Cangkul/Sekop Satu buah Gerobak Satu buah Lap ambing Satu buah Sosorong Satu buah Sepatu Bot Satu pasang Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah kelompok penduduk dalam usia kerja. Menurut Soekartawi (2002), setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu, dalam analisa ketenaga kerjaan bidang peternakan, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Besar kecilnya akan mempengaruhi besar kecilnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Tenaga kerja yang digunakan pada umumnya terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK) untuk masing-masing jenis kegiatan yang diperlukan responden dalam pemeliharaan sapi perah. Penggunaan tenaga kerja responden dalam usahaternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari pada umumnya menggunakan perhitungan Hari Kerja Pria (HKP) sebagai berikut, setiap harinya tenaga kerja yang ada dihitung dengan 45

63 jumlah jam kerja delapan jam per hari dihitung dari jam pagi hingga jam pagi, kemudian dilanjutkan mulai dari jam hingga jam Sedangkan untuk tenaga kerja memiliki perincian sebagai berikut; tenaga kerja pria (1 HKP), wanita (0,75 HKP) dan anak-anak (0,5 HKP). Responden di Kecamatan Tanjungsari lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yakni sebanyak 95,7 persen jumlah dari HKP (Hari Kerja Pria) yang digunakan untuk memelihara ternak, sedangkan tenaga kerja luar keluarga hanya sebesar 4,3 persen dari seluruh HKP. Kegiatan tenaga kerja yang dilakukan untuk memelihara ternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari adalah membersihkan kandang, memandikan sapi, pemerahan dan pemberian pakan serta pencarian rumput. Dengan rata-rata upah tenaga kerja sebesar Rp per hari. Untuk tenaga kerja di luar keluarga responden harus mengeluarkan biaya secara langsung setiap bulan sebagai imbalan atas jasa yang mereka kerjakan, sedangkan untuk tenaga kerja dalam keluarga, responden tidak mengeluarkan biaya secara langsung sehingga bisa menutupi pengeluaran atas pemakaian tenaga kerja Pakan Semua mahluk hidup membutuhkan makanan, termasuk sapi perah. Makanan bagi sapi perah berfungsi untuk perawatan tubuh dan kegiatan biologis yang lain seperti bernapas, proses pencernaan, gerak jantung dan untuk memprosuksi susu saging sertauntuk pertumbuhan janin disalam kandungan (Girisonta,1995). Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya peternakan sapi perah yaitu pemberian pakan. Cara pemberian pakan yang salah dapat menyebabkan produktivitas menurun. Responden umumnya menyadari bahwa pakan yang diberikan mempengaruhi produktivitas susu, sehingga responden berusaha mencukupi kebutuhan bagi sapi. Pakan ternak yang diberikan oleh responden pada sapi perah, umumnya sama terdiri dari pakan hijauan yang mengandung serat kasar tinggi dan pakan konsentrat yang mengandung serat kasar rendah. Hijauan merupakan makanan pokok yang dibutuhkan sapi perah karena kandungan karbohidratnya dan serat kasar yang tinggi. Makanan hijauan ini diperoleh dari sekitar tempat tinggal responden yaitu yang sebagian besar dari 46

64 tegalan yang sengaja ditanam rumput-rumputan untuk makanan ternak dan sebagian lagi dari tempat lain yang terdapat rumput-rumputan, namun ada juga responden yang membeli rumput kepada masyarakat seharga Rp 100 per kilogram atau sekitar Rp 5.000,00 per ikat 50 kg). Pemberian pakan hijauan yang dilakukan responden bisa dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Pemberian Pakan Hijauan pada Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010 Sumber : (Elim, 2010) Ternak yang memperoleh makanan yang kurang baik akan berpengaruh pada berkurangnya produktivitas susu yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, makanan hijauan yang bisa diberikan kepada ternak berupa rumput gajah, rumput raja, rumput lapang, daun singkong, daun lamtorogung, dahan pisang, dan sebagainya. Pemberian pakan hijauan yang dilakukan responden tanpa takaran atau mengira-ngira jumlah pakan yang diberikan. Pakan hijauan diberikan tiga kali dalam sehari, yaitu pada pagi hari setelah pemerahan, siang hari dan sore hari setelah pemerahan. Pakan hijauan diberikan setelah pemberian pakan penguat. Pemenuhan gizi yang cukup dapat dilakukan dengan pemberian makanan yang memiliki kandungan hayati yang cukup serta berimbang. Pemberian makanan hijauan saja pada ternak sapi tidak dapat mencukupi kebutuhan gizi yang diperlukan, maka diperlukan makanan tambahan berupa makanan konsentrat. Sapi laktasi membutuhkan makanan tambahan agar dapat menghasilkan susu yang sesuai dengan yang diharapkan. Makanan konsentrat ini terdiri dari pollard, bungkil kelapa, ongok dan lain-lain. Penyuluhan yang dilakukan petugas Koperasi 47

65 Tandangsari menyarankan pemberian pakan konsentrat dengan perbandingan 1 : 2, yang artinya pemberian satu kilogram konsentrat untuk setiap dua liter susu yang dihasilkan. Sehingga kandungan nutrisi didalamnya telah sesuai dengan kebutuhan sapi perah. Pakan tambahan berupa konsentrat bisa dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Pakan Tambahan Berupa Konsentrat pada Peternakan Responden di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010 Sumber : (Elim, 2010) Pakan konsentrat diberikan dua kali yaitu pada pagi dan sore hari. Selain itu seluruh responden menambahkan pakan tambahan untuk ternak sapi yaitu dengan memberikan ampas tahu untuk pakan sapi laktasi agar jumlah produktivitas susunya meningkat. Rata-rata kebutuhan pakan hijauan, konsentrat dan ampas tahu untuk responden yang ada di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Rata-rata Pemberian Pakan Sapi Perah Responden di Kecamatan Tanjungsari No Pakan Jumlah ( Kg/tahun) 1 Hijauan 80056, Konsentrat 8591, Ampas Tahu 2354, Kesehatan Hewan dan Reproduksi Obat-obatan diperlukan saat sapi mengalami penyakit. Biasanya sapi yang terkena penyakit langsung diperiksa oleh bagian kesehatan hewan yang ada di Kecamatan Tanjungsari sehingga untuk penanganan kasusnya dapat dilakukan 48

66 untuk mencegah timbulnya penyakit yang semakin berbahaya. Responden hanya melaporkan pada bagian kesehatan hewan (KESWAN), untuk mendapat pelayanan berupa obat-obatan dan vitamin sesuai dengan penyakit ternaknya. Penyakit yang biasanya menyerang pada sapi perah responden di Kecamatan Tanjungsari adalah diare, perut sapi kembung, mastitis, memar-memar yang mengakibatkan luka, serta Brucellosis (cacingan). Penanganan pertama yang dilakukan responden yaitu dengan cara melaporkan ke bagian medis kesehatan hewan yang ditangani oleh tenaga medis KSU Tandangsari atau dokter hewan. Sapi-sapi pada responden hampir sepanjang hari berada didalam kandang sehingga kuku belakangnya menjadi lunak akibat sering tergenang air. Kondisi kuku semacam ini akan menyebabkan penyakit kuku busuk sehingga responden harus secara rutin memotongnya. Pemotongan kuku secara rutin akan mengembalikan bentuk kuku kedalam keadaan yang normal. Selain itu, pemotongan kuku akan membuat sapi merasa nyaman karena berat badannya akan terbagi merata pada keempat kakinya. Pada umumnya sistem reproduksi sapi perah responden di Kecamatan Tanjungsari dilakukan dengan cara Inseminasi Buatan (IB). Bagi responden, IB dinilai lebih menguntungkan dari pada perkawinan alami. Hal ini dikarenakan lebih praktis, hemat waktu, hemat tenaga, hemat biaya, serta mengurangi tingkat penyebaran penyakit oleh sapi jantan dan anak sapi (pedet) hasil inseminasi buatan keturunannya lebih bagus. Pelayanan Inseminasi Buatan (IB) sapi perah di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Pelayanan Inseminasi Buatan (IB) Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun Sumber: (Mamat, 2010). 49

67 Berdasarkan pengalaman peternak responden di Kecamatan Tanjungsari tidak semua sapi mengalami kebuntingan ketika pertama kali dilakukan IB. Hal ini akan membuat sapi perah kehilangan masa subur dan harus menunggu lagi selama 21 hari hingga masa sapi birahi kemudian dilakukan IB yang kedua kalinya. Pengaturan jarak perkawinan akan berpengaruh terhadap produktivitas ternak dan mempengaruhi jarak kelahiran. Pengaturan jarak kelahiran pada responden di Kecamatan Tanjungsari tidak melebihi 365 hari. Untuk melakukan Inseminasi Buatan dan pelayanan kesehatan, responden bisa menggunakan jasa petugas kesehatan hewan dari KSU Tandangsari. Biaya pelayanan IB, obat-obatan, dan vitamin dipotong dari penjualan susu yaitu sebesar Rp. 450 per liter susu yang dijual ke koperasi. Peraturan pemotongan hasil penjualan susu berlaku bagi setiap anggota koperasi baik yang ternaknya di IB dan terkena penyakit atau tidak tetap mendapatkan potongan Pemerahan Pemerahan merupakan kegiatan yang harus mendapat perhatian khusus karena akan mempengaruhi kuantitas susu yang dihasilkan. Responden sapi perah di Kecamatan Tanjungsari pada umumnya melakukan pemerahan susu dua kali dalam sehari yaitu pagi hari sekitar pukul sampai dan sore hari sekitar pukul sampai Teknis pemerahan susu sendiri masih sangat tradisional yaitu dengan menggunakan tangan pekerja. Sebelum melakukan proses pemerahan, terlebih dahulu sapi dimandikan guna mencegah kontaminasi pada susu. Untuk merangsang agar susu sapi dapat keluar dengan baik, responden melakukan pembilasan kepada ambing sapi menggunakan kain lap dan air hangat. Setiap proses pemerahan dilakukan dengan secepat mungkin, sebab pemerahan yang terlalu lama akan menimbulkan efek yang kurang baik bagi sapi yang diperah. Awal pemerahan harus dilakukan dengan hati-hati, lembut dan pelan, kemudian dilanjutkan sedikit lebih cepat, sehingga sapi yang diperah tidak stres. Pemerahan harus dilakukan sampai air susu yang didalam ambingnya keluar habis dan setelah selesai pemerahan putingnya dicelup dengan desinfektan, hal ini untuk mencegah terjadinya mastitis pada sapi. Untuk lebih jelasnya proses pemerahan responden di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada Gambar 8. 50

68 Gambar 8. Proses Pemerahan Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010 Sumber: (Komar,2010) Untuk memudahkan dalam proses pemerahan biasanya responden menggunakan vaseline agar ambing sapi dalam keadaan licin. Hal ini dilakukan guna menghindari kegelisahaan dan rasa sakit sapi saat diperah. Penggunaan vaseline terbukti aman bagi kesehatan ambing sapi perah dan tidak mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan. Kebutuhan vaselin responden rata-rata selama satu tahun sebesar 9.027,777 gram. Vaselin yang digunakan untuk pemerahan sapi perah didapat dari Koperasi Serba Usaha Tandangsari Produktivitas Susu Produktivitas susu harian responden rata-rata di Kecamatan Tanjungsari berkisar antara delapan liter sampai sembilan liter per ekor. Perbedaan produktivitas pada ternak tersebut dipengaruhi oleh bangsa atau rumpun sapi, lama masa bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus atau birahi, selang beranak, tatalaksana pemberian pakan dan pemerahan (Sudono, 1999). Produktivitas susu sapi perah di Indonesia pada umumnya rendah, dimana hasil rata-rata berkisar antara tiga sampai sepuluh liter per hari Pemasaran Kemampuan pasar untuk menyerap produk susu sapi dengan harga jual yang tepat, maka akan menghasilkan keuntungan. Sebaliknya bila pasar tidak mampu menyerap produk susu sapi, maka usahaternak sapi perah yang dirintis akan mengalami kerugian. Pemasaran susu sapi responden dijual kepada Koperasi Serba Usaha Tandangsari dalam bentuk susu segar. Selain penjualan susu, sapi 51

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

SKRIPSI RINA KARUNIAWATI H

SKRIPSI RINA KARUNIAWATI H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH (Kasus Peternak Anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI RINA KARUNIAWATI

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH Dalam suatu kegiatan usaha ekonomi mempunyai tujuan utama untuk memperoleh keuntungan. Dalam usahaternak sapi perah salah satu usaha untuk memperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN, FAKTOR PRODUKTIVITAS DAN MANAJEMEN USAHA SAPI PERAH KUD GIRI TANI KABUPATEN BOGOR NI MADE DEWI ADNYAWATI

ANALISIS PENDAPATAN, FAKTOR PRODUKTIVITAS DAN MANAJEMEN USAHA SAPI PERAH KUD GIRI TANI KABUPATEN BOGOR NI MADE DEWI ADNYAWATI ANALISIS PENDAPATAN, FAKTOR PRODUKTIVITAS DAN MANAJEMEN USAHA SAPI PERAH KUD GIRI TANI KABUPATEN BOGOR NI MADE DEWI ADNYAWATI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahaternak Sapi Perah 2.1.1 Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah Usahaternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan berdasarkan pola pemeliharaannya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah. Peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha keluarga di pedesaan dalam skala kecil, sedangkan usaha skala besar masih sangat terbatas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 dikatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu komoditi utama subsektor peternakan. Dengan adanya komoditi di subsektor peternakan dapat membantu memenuhi pemenuhan kebutuhan protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan mendorong meningkatnya taraf hidup masyarakat yang ditandai dengan peningkatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H14104071 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan pembangunan dalam usaha dibidang pertanian, khusunya peternakan dapat memberikan pembangunan yang berarti bagi pengembangan ekonomi maupun masyarakat. Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI (kasus di desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah) Oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun PENGANTAR Latar Belakang Upaya peningkatan produksi susu segar dalam negeri telah dilakukan guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun ke tahun. Perkembangan usaha sapi perah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kondisi Geografis Kecamatan Cigugur merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Kuningan. Kecamatan Cigugur memiliki potensi curah hujan antara 1.000-3.500

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Fungsi Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa, adapun sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi barang

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK SKRIPSI MARUDUT HUTABALIAN A14105571 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Wilayah Penelitian Kabupaten Sumedang adalah sebuah Kabupaten di Jawa Barat dengan ibu kotanya yaitu Sumedang. Kabupaten Sumedang berada di sebelah Timur

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sumber utama protein, kalsium, fospor, dan vitamin.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sumber utama protein, kalsium, fospor, dan vitamin. 11 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Pada dasarnya, ternak perah diartikan sebagai ternak penghasil air susu. Menurut Makin (2011), susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar susu merupakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Budidaya Padi Konvensional Menurut Muhajir dan Nazaruddin (2003) Sistem budidaya padi secara konvensional di dahului dengan pengolahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berkembang paling pesat di negara-negara berkembang. Ternak seringkali dijadikan sebagai aset non lahan terbesar dalam

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA, 2006. Kajian Kelayakan dan Skala Ekonomi Usaha Peternakan Sapi Potong Dalam Rangka Pemberdayaan Peternak (Studi Kasus Di Kawasan Budidaya Pengembangan Sapi Potong Kabupaten

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR)

ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR) ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR) SKRIPSI DEWINTHA STANI H34066033 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Desa Sukajaya mempunyai luas 3.090,68 Ha dan jumlah penduduk

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak 24 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Objek penelitian yang diamati yaitu pengaruh aplikasi teknologi pakan, kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian

Lebih terperinci

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT OLEH: ARYANI PRAMESTI A 14301019 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sebagai sumber protein hewani karena hampir 100% dapat dicerna.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 1. SEJARAH PETERNAKAN SAPI PERAH DAN PERSUSUAN

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 1. SEJARAH PETERNAKAN SAPI PERAH DAN PERSUSUAN DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2006 I. SEJARAH BANGSA-BANGSA TERNAK PERAH 1. SEJARAH PETERNAKAN SAPI PERAH DAN PERSUSUAN Domestikasi sapi dan penggunaan susunya

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking 10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Usahaternak Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi prinsip sebagai penghasil susu. Susu merupakan sekresi fisiologis dari kelenjar susu yang merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) ERY FEBRURIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman dahulu manusia telah menggunakan susu sebagai bahan pangan. Manusia mengambil susu dari hewan yang memiliki kelenjar susu seperti sapi, kuda dan domba. Masyarakat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Menurut Arikunto (2010: 161) objek penelitian adalah variabel atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Hal ini karena objek penelitian

Lebih terperinci

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK ANALISIS USAHA PENGGEMUKAN SAPI BETINA PERANAKAN ONGOLE (PO) AFKIR (STUDI KASUS DI KELOMPOK TANI TERNAK SUKAMAJU II DESA PURWODADI KECAMATAN TANJUNG SARI, KABUPATEN LAMPUNG SELATAN) Reny Debora Tambunan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

IV. ANALISIS DAN SINTESIS IV. ANALISIS DAN SINTESIS 4.1. Analisis Masalah 4.1.1. Industri Pengolahan Susu (IPS) Industri Pengolahan Susu (IPS) merupakan asosiasi produsen susu besar di Indonesia, terdiri atas PT Nestle Indonesia,

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Peranan Kredit dalam Kegiatan Usahatani Ada dua sumber permodalan usaha yaitu modal dari dalam (modal sendiri) dan modal dari luar (pinjaman/kredit).

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara 6 II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Teori dan Tujuan Koperasi di Indonesia Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara bahasa berarti bekerja bersama dengan

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A14103125 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani didefinisikan sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup teori produksi, konsep efisiensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peternakan merupakan salah satu dari lima subsektor pertanian. Peternakan adalah kegiatan memelihara hewan ternak untuk dibudidayakan dan mendapatkan keuntungan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Produksi Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan berbagai input yang ada guna menghasilkan output tertentu. Produksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan.

PENDAHULUAN. Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan. 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan. Peternakan memiliki peran yang strategis terutama dalam penyediaan sumber pangan. Salah satu

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (Studi Kasus di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)

ANALISIS PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (Studi Kasus di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor) ANALISIS PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (Studi Kasus di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor) SKRIPSI AJEN MUKAROM H34066008 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan kambing perah Prima Fit yang terletak di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci