Organisasi menjadi lebih tertarik pada work engagement setelah beberapa. hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang engaged menunjukkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Organisasi menjadi lebih tertarik pada work engagement setelah beberapa. hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang engaged menunjukkan"

Transkripsi

1 2 sectional study uses work engagement scale, organizational climate scale, and optimism scale for data collection. Subjects consisted of 61 employees of Psychology Faculty of Gadjah Mada University.Data is analysed by multiple linear regression analysis. Result shows optimism ism is partial mediator of organizational climates influence toward work engagement. Keywords: work engagement, organizational climate, optimisme. Organisasi menjadi lebih tertarik pada work engagement setelah beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang engaged menunjukkan performansi kerja yang lebih baik (Demerouti & Cropanzano 2010; Christian, Garza & Slaughter 2011). Work engagement merupakan suatu konstrak penting dalam bidang psikologi organisasi positif. Work engagement mencakup pernyataan positif yang berkontribusi pada kesejahteraan karyawan (Ferreira, 2012). Konsep engagement pertama kali dikemukakan oleh Kahn (1990) yang menyatakan bahwa individu yang engaged terhadap pekerjaannya akan terhubung dengan peranannya dalam bekerja baik secara fisik, kognitif, maupun secara emosi. Bakker dan Sanz-Vergel (2013) menyatakan bahwa karyawan dapat memelihara kesejahteraan psikologis mereka dan mengatasi tuntutan pekerjaan yang dihadapi dikarenakan adanya interaksi antara tuntutan pekerjaan dan sumber daya pribadi. Kedua hal tersebutlah yang menjadi kunci dari work engagement. Schaufeli dan Bakker (2004) mengemukakan bahwa work engagement merupakan suatu kondisi dimana individu memiliki pikiran yang positif serta memiliki motivasi yang tinggi dalam kaitannya dengan pekerjaannya. Kondisi tersebut ditandai dengan semangat yang tinggi (vigor), dedikasi (dedication), dan kedalaman fokus (absorption). Sejalan dengan hal tersebut Bakker dan Xanthopoulou (2013) memaparkan bahwa work engagement merupakan suatu hal yang positif, fulfilling, pengalaman yang berhubungan dengan pekerjaan yang

2 3 meliputi tiga dimensi yang saling melengkapi, yaitu: energik (vigor), afektif (dedication), dan dimensi kognitif (absorption). Vigor mengacu pada tingkat energi yang tinggi saat bekerja. Dedication mengacu pada keterlibatan yang kuat dalam suatu pekerjaan dan menemukan makna pada pekerjaannya. Sementara absorption dicirikan dengan konsentrasi penuh dan bahagia dengan pekerjaannya. Oleh karena itu karyawan yang engaged merupakan karyawan yang aktif, antusias terhadap pekerjaannya dan seringkali tenggelam dalam pekerjaan mereka. Macey, Schneider, Barbera, dan Young (2009) menyatakan bahwa engagement mengacu pada pemfokusan energi yang diarahkan pada tujuan organisasi. Karyawan yang engaged akan bekerja lebih keras melalui peningkatan usaha dibandingkan dengan karyawan disengaged. Penelitian tentang work engagement hingga saat ini terus berkembang, namun masih banyak hal yang harus lebih dikaji terkait engagement itu sendiri. Sebagai contoh, tidak semua peneliti setuju pada definisi dan pengukuran work engagement (Bakker, 2011). Meskipun sebagian besar peneliti menggunakan model tiga dimensi dari Schaufeli dan Bakker (2004) yaitu vigor, dedication, dan absorption, beberapa peneliti berpendapat bahwa definisi work engagement harus mencakup dimensi perilaku (Macey dkk., 2009). Berdasarkan beberapa pemaparan di atas, peneliti mengacu pada definisi work engagement sesuai dengan yang dipaparkan oleh Schaufeli dan Bakker (2004) bahwa work engagement merupakan suatu kondisi dimana individu memiliki pikiran yang positif serta memiliki motivasi yang tinggi dalam kaitannya dengan pekerjaannya. Kondisi tersebut juga ditandai dengan semangat yang tinggi (vigor), dedikasi (dedication), dan kedalaman fokus (absorption). Meskipun demikian berdasarkan hasil wawancara pada beberapa karyawan menunjukkan

3 4 adanya dimensi lain yang tidak termasuk pada ketiga dimensi work engagement yaitu dimensi kebermanfaatan. Dimensi kebermanfaatan di sini merupakan dimensi tambahan work engagement dengan muatan kearifan lokal yang tidak dapat digolongkan ke dalam ketiga dimensi work engagement. Vigor identik dengan energi yang tinggi dan memiliki resiliensi ketika bekerja. Karyawan bersedia untuk memberikan usaha yang lebih pada pekerjaanya, dan tetap tekun meskipun menghadapi kesulitan dalam pengerjaannya. Dedication mengacu pada keterlibatan yang kuat dalam suatu pekerjaan dan menemukan makna pada pekerjaannya. Individu merasa antusias, selalu terinspirasi, bangga, dan tertantang dengan pekerjaannya. Absorption identik dengan konsentrasi penuh dan bahagia dengan pekerjaannya. Individu merasa waktu berlalu dengan cepat dan sulit memisahkan diri dari pekerjaan yang dilakukannya (Schaufeli & Bakker, 2010). Sementara kebermanfaatan dalam penelitian adalah suatu kondisi dimana karyawan merasa lebih terlibat dengan pekerjaannya jika mampu memberikan manfaat baik pada diri sendiri dalam bentuk syukur dan mengambil hikmah maupun memberikan manfaat pada orang lain. Yaa saya kira kok kalau kita bisa berbuat lebih baik ya kenapa tidak ya kalau saya. Saya kira juga kalau saya akan lebih seneng, lebih rasanya lebih seneng lebih gembira ketika kita bekerja secara ikhlas dan total dalam bekerja, tidak setengah-setengah. Yaa pokoknya selalu bersyukur (S1, W1, ) mengambil hikmah dari itu semua. Kalau itu diambil hikmahnya secara positif begitu ya, kalau itu diambil hikmahnya secara positif maka yang keluar akan positif. Katakanlah dia menghadapi pekerjaan banyak, mahasiswa buanyak dan lain sebagainya. Nah itu dia kalau dia berpikirnya itu positif maka dia itu akan keluar ide-ide yang positif (S6, W1, ) suatu kesenangan tersendiri bisa membantu mahasiswa (S2, W1, 205)

4 5 saya yang paling seneng bisa membantu biarpun saya ikut lari-lari kejar dosen sampai saya pulang jam 7 nunggu ujian.. saya malah seneng karena membantu mahasiswa (S3, W1, 77-79) delange, Witte, dan Nelaers (2008) mengemukakan bahwa work engagement merupakan emosi positif yang dapat membuat individu memperluas pemikirannya dan membangun lebih banyak sumber daya kerja. Karyawan yang engaged akan lebih baik memanfaatkan peluang promosi yang akan meningkatkan kapasitas mereka dalam regulasi emosi (Hobfoll dalam delange, dkk., 2008). Hasil penelitian longitudinal yang dilakukan oleh delange, dkk. (2008) menunjukkan bahwa work engagement pada karyawan stayers akan mengalami penurunan sementara promotion makers akan menunjukkan peningkatan work engagement. Hasil penelitian longitudinal lebih lanjut yang dilakukan oleh Hakanen dan Schaufeli (2012) menunjukkan bahwa burnout diprediksi gejala depresi dan ketidakpuasan sementara work engagement memiliki efek negatif pada gejala depresi dan efek positif pada kepuasan kerja bahkan setelah disesuaikan untuk dampak burnout di setiap kesempatan. Adanya dimensi kebermanfaatan ini sebagai dimensi tambahan yang dimana didalamnya mencakup rasa syukur, mengambil hikmah, dan memberi pada orang lain menunjukkan adanya sisi religiusitas pada karyawan di Indonesia. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bickerton, Miner, Dowson, dan Griffin (2014) menunjukkan bahwa adanya spiritual resources dapat menjaga keberlanjutan work engagement karyawan. Work engagement telah banyak diteliti. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa anteseden dari work engagement adalah job resources (Bakker & Xanthopoulou, 2013; Salanova & Schaufeli, 2008; Schaufeli& Bakker, 2004; Simbula, Panari, Guglielmi, & Fraccaroli, 2012), dan personal resources

5 6 yang mencakup, self efficacy (Federici & Skaalvik, 2011; Simbula, Guglielmi, & Fraccaroli, 2011), resilience (Othman, Ghazxali, & Ahmad, 2013), ataupun personal resources secara umum (Bakker & Xanthopoulou, 2013; Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, & Schaufeli, 2009). Job resources mengacu pada aspekaspek fisik, sosial, maupun organisasi yang berfungsi sebagai media dalam pencapaian tujuan, sementara personal resources merupakan evaluasi diri yang positif yang mengacu pada perasaan individu mengenai kemampuannya dalam mengontrol dan mempengaruhi lingkungannya dengan sukses (Bakker & Demerouti, 2008). Meskipun demikian sangat sedikit studi yang menunjukkan prediktor maupun hasil dari work engagement yang secara berkelanjutan dalam satu model yang lebih menyeluruh (Bakker & Xanthopoulou, 2013). Gagasan iklim organisasi merupakan dasar untuk mempelajari organisasi dan secara luas dianggap sebagai faktor penentu penting dari hasil sikap, perilaku, dan kinerja terkait (Reichers & Schneider, 1990). Zhang dan Liu (2010) mengemukakan bahwa iklim merupakan representasi dan tujuan dari organisasi dimana dapat digunakan sebagai alat serta cara untuk mencapai hasil yang diinginkan. Lebih lanjut Vardi (2001) memaparkan bahwa iklim organisasi merupakan persepsi karyawan terhadap kebijakan perusahaan dan pelaksanaannya, serta prosedur-prosedur yang ada baik formal maupun nonformal. Meskipun terdapat beberapa konsep yang berbeda mengenai iklim organisasi, terdapat kesepakatan yang berlaku secara luas bahwa iklim organisasi mengacu pada persepsi karyawan tentang struktur formal dan informal organisasi, peristiwa, kebijakan dan prosedur, serta harapan karyawan dalam konteks organisasi mereka (Reichers & Schneider, 1990).

6 7 Bakker, Albrecht, dan Leiter (2011) mengemukakan bahwa terdapat enam komponen kehidupan kerja berpotensi sebagai jalan untuk mengonsepkan ''climate for engagement''. Adapun keenam komponen tersebut, yaitu beban kerja, kontrol, reward, komunitas, keadilan, dan nilai-nilai (Leiter & Maslach, 2005). Keenam komponen tersebut telah dikaitkan baik secara teoritis maupun empiris dengan burnout dan engagement (Laba, 2012; Neiva & Nery, 2012). Selanjutnya, ketika diukur sebagai konstruk iklim (pada tingkat unit atau organisasi), enam komponen dapat dimodelkan untuk mempengaruhi persepsi karyawan terhadap tuntutan pekerjaan dan sumber daya kerja, yang pada gilirannya telah terbukti mempengaruhi engagement (Bakker, dkk. 2011). Berdasarkan pemaran di atas maka iklim organisasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah persepsi karyawan tentang struktur formal dan informal organisasi, peristiwa, kebijakan dan prosedur, serta harapan karyawan dalam konteks organisasi. Adapun konteks dari iklim organisasi yang dimaksudkan mengacu pada komponen six areas of worklife yang dipaparkan oleh Leiter & Maslach (2005), yaitu beban kerja, kontrol, reward, komunitas, keadilan, dan nilai-nilai. Hasil penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Maslach dan Leiter (2008) pada 466 karyawan menunjukkan bahwa ketidakkonsistenan pada enam area kerja membuat karyawan cenderung untuk berubah dan mengalami burnout pada pengukuran kedua. Lebih lanjut Bakker, dkk. (2011) menyatakan bahwa ketika karyawan merasa bahwa organisasi mereka memberikan dukungan, melibatkan, dan memberikan iklim yang menantang, yang karenanya mengakomodasi kebutuhan psikologis karyawan, karyawan lebih cenderung

7 8 untuk merespon dengan investasi waktu dan energi serta menjadi terlibat secara psikologis dalam pekerjaan organisasi mereka. Work engagement merupakan variabel kunci atau mekanisme jelas yang menjelaskan bagaimana variabel kontekstual seperti iklim dan sumber daya pekerjaan mempengaruhi variabel hasil organisasi (Bakker, dkk., 2011). Lebih lanjut Bakker dan Sanz-Vergel (2013) mengemukakan bahwa karyawan yang engaged memiliki kecenderungan untuk percaya bahwa mereka umumnya akan mengalami hasil yang baik dalam hidup. Scheier dan Carver (1985) mengemukakan bahwa optimisme dan pesimisme dapat didefinisikan sebagai kecenderungan umum untuk mengharapkan hasil positif atau negatif dalam kehidupan seseorang. Prinsip-prinsip teoritis yang mendasari konsep optimisme diambil dari expectancy-value models. Expectancy-value models menyatakan bahwa individu berperilaku untuk mencapai suatu tujuan. Expectancy-value models terdiri dari goals yaitu suatu hal yang menjadi hasrat dan expectancy individu, yaitu rasa percaya atau keraguan dalam pencapaian goals. Scheier, Carver, dan Bidges (2002) menyatakan bahwa expectancies merupakan hal yang penting dalam menggambarkan teori mengenai optimisme. Paulik (2001) mendefinisikan optimisme sebagai kecenderungan individu untuk menganggap situasi yang sulit dan masalah yang dihadapi akan berhasil dikelola dan diselesaikan, dan bahwa segala sesuatu akan berakhir dengan baik. Sejalan dengan hal tersebut Peterson dan Basio (2002) mendefinisikan optimisme sebagai suatu keyakinan yang menyebabkan individu untuk mendekati dunia secara aktif. Individu yang optimis percaya bahwa masa depan merupakan peluang positif dengan hasil yang sukses.

8 9 Individu yang optimis adalah individu yang mengharapkan hasil yang positif meskipun pada hal yang sulit. Optimisme berkaitan dengan problem-focused coping secara positif, khususnya ketika situasi yang penuh tekanan dianggap menjadi hal yang dapat dikontrol. Optimisme juga berkaitan dengan positive reframing yaitu kecenderungan untuk menerima realita dari situasi yang dihadapi meskipun dalam situasi yang dianggap tidak terkontrol. Hal tersebut mengindikasikan bahwa individu yang optimis, tidak hanya menggunakan problem-centered coping tetapi juga emotion-focus coping, dengan berusaha untuk menerima realita dari situasi sulit dan menempatkan situasi dalam kemungkinan terbaik (Scheier, Carver, & Bidges, 2002). Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menggunakan definisi optimisme sebagaimana yang dikemukakan oleh Scheier dan Carver (1995) bahwa optimisme merupakan suatu pemikiran positif yang merefleksikan ekspektasi positif pada masa yang akan datang. Definisi ini akan menjelaskan bagaimana seorang karyawan optimis pada pekerjaannya sehingga mampu memberikan hasil yang positif ke depannya. Terdapat beberapa penelitian terkait mengenai peran optimisme. Peterson (Jezzi, 2006) menyatakan bahwa individu yang optimis secara aktif engaged terhadap apa yang dikerjakannya. Lebih lanjut Hobfoll dan Freedy (Jezzi, 2006) melakukan penelitian mengenai personal resources (self efficacy, resilience, optimism, hope) terhadap intervensi (mengajar dengan dukungan sosial). Hasilnya menunjukkan bahwa individu yang memiliki personal resources yang cukup dapat menggunakan intervensi dukungan sosial dengan tepat dalam meningkatkan keterampilan, pengetahuan, serta kapasitas coping yang dimiliki. Meskipun demikian, penelitian terkait pada kondisi tertentu seperti apa karyawan

9 10 mendapatkan keuntungan dari karakteristik pribadi positif tergolong masih kurang (Bakker & Sanz-Vergel, 2013). Lebih lanjut Bakker dan Sanz-Vergel (2013) menyatakan bahwa optimisme menjadi lebih menonjol dan merupakan prediktor yang lebih baik terhadap work engagement di bawah kondisi kerja tertentu. Konsep The Job Demands-Resources model yang dikembangkan oleh Schaufeli dan Bakker (2004) menyatakan bahwa karakteristik lingkungan kerja dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori umum yaitu job demands dan resources. Tingkat tuntutan pekerjaan yang tinggi dan sumber daya yang terbatas dalam hal ini optimisme cenderung mengakibatkan gangguan kesejahteraan dan mencegah pencapaian tujuan karyawan. Selain itu, The JD-R model juga menunjukkan bahwa job resources bersama dengan personal resources memberikan dampak pada keterlibatan dan kesejahteraan karyawan (Bakker & Demerouti 2007). Pernyataan di atas menunjukkan bahwa karyawan merasa lebih terlibat ketika diberikan beban kerja yang sesuai. Sementara optimisme karyawan yang tinggi membuat karyawan lebih nyaman dan melihat hambatan dalam bekerja sebagai tantangan yang harus diselesaikan. Pengembangan The JD-R model juga telah dilakukan oleh Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, dan Schaufeli (2007) dengan menguji peran personal resources dalam hal ini optimisme, efikasi diri, dan OBSE (organizational based self esteem). Hasil penelitian tersebut memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengembangan The JD-R model dengan menambahkan beberapa fungsi dari personal resource dalam kerangka The JD-R model, sebagaimana di bawah ini:

10 11 Gambar 1. Pengembangan JD-R model dengan personal resources sebagai fokusnya (Xanthoupoulou, dkk., 2007) Berdasarkan dari JD-R model yang telah dikembangkan Xanthopoulou, dkk. (2007), peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana iklim organisasi yang dalam hal ini konteksnya dapat berupa job demands dan job resouces yaitu beban kerja, kontrol, reward, komunitas, keadilan, dan nilai-nilai dalam mempengaruhi optimisme pada karyawan yang pada akhirnya dapat membuat karyawan engaged terhadap profesinya. Cho, Laschinger, dan Wong (2006) menyatakan bahwa beban kerja mempengaruhi work engagement dan komitmen organisasi pada karyawan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada salah satu karyawan menyatakan bahwa karyawan memiliki beban kerja yang cukup besar dimana seringkali diberikan deadline untuk masing-masing pekerjaannya di samping dengan tugas tambahan lainnya.

11 12 Kita di deadline harus mengerjakan ini selesai.. padahal kalau kita kan tidak hanya melayani mahasiswa kan gitu ya.. kita harus buat laporan.. pada saat kondisi itu mahasiswa juga mengejar minta ini harus selesai, disatu sisi saya juga harus mengerjakan tugas yang lain jadi rasanya aduuuhh.. jadipiye yo.. jadi gemes sendiri (S3, W1, R ). Lebih lanjut sumber daya pribadi dalam hal ini optimisme dapat menjadi prediktor yang lebih baik terhadap work engagement di bawah kondisi kerja tertentu. Setiap masalah yang dihadapi dianggap sebagai tantangan kerja dan memandangnya sebagi hal yang positif. Itu memberikan suatu tantangan bagi saya, dan saya harus memberikan contoh, dan ini selalu saya katakana sama yang mudamuda terutama, kalau kamu mau sukses, pokoknya dikasih apa pun, ga usah ngu*** sami na wa ato na tapi kalau ada apa-apa saya nanti minta bantuan bapak, udah gitu aja. Ini untuk bisa meningkatkan keterlibatan. (S9, W1, ). Sangat, ya,, saya istilahnya diuji kesabarannya, saya ambil hikmahnya bahwa saya harus menghadapi yang ini harus bersabar, seperti itu. Betul-betul nek kayak anak cilik itu, ya digandeng, gitu (tertawa) tapi itu apa ya mba ya, tantangan ya, karena saya ga boleh nyerah toh seperti itu, karena bagi saya, kalau saya bisa e, apa namanya satu menularkan ilmu saya ke mereka, kemudian membangkitkan semangat mereka, kemudian bahkan mereka bisa menunjukkan pekerjaan yang baik, yang bagus, istilahnya diakui oleh fakultas, ya saya senang (S1, W1, ) tapi yo nek aku mikir akhirnya aku kembali lagi kembali lagi berpikir yoweslah ditandangi wae apapun pasti eee seapes-apese aku pasti ono sing iso aku pelajari neng ono (S5, W1, ). Hasil survei terbaru dari Southeast Asian Nation yang dilakukan oleh Gallup (2013) menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam urutan terbawah terkait mengenai engagement pada karyawan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hanya 8% dari karyawan Indonesia yang engaged terhadap pekerjaannya, sementara 15% karyawan actively disengaged yang menempati tingkatan tertinggi di antara di wilayah tersebut.

12 13 Berdasarkan hal tersebutlah sehingga peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai bagaimana work engagement di Indonesia, khususnya dalam lingkup universitas. Bastedo (2012) menyatakan bahwa organisasi modern dibangun di atas penelitian pada perguruan tinggi dan universitas. Beberapa teori seperti organizational culture (Clark, 1970, 1972, 2008 dalam Bastedo, 2012), dan garbage can theory (Cohen & March, 1986 dalam Bastedo, 2012) berdasarkan dari hasil penelitian di perguruan tinggi dan universitas. Hingga saat ini studi topik organisasi pada pendidikan tinggi mengalami penurunan tajam. Sementara pada satu sisi penelitian pada perguruan tinggi dapat memberikan kontribusi mengenai gambaran organisasi secara menyeluruh. Staf pendukung dalam hal ini staff nonakademik di lembaga pendidikan tinggi memainkan peran penting dalam menciptakan pelayanan berkualitas tinggi dan mewakili kompetensi lembaga (Burke, Koyuncu, Fiksenbaum & Tekin, 2013). Smerek dan Perterson (2007) menyatakan bahwa karyawan nonakademik merupakan komponen kunci dalam lembaga-lembaga pendidikan tinggi karena tanggung jawab mereka untuk operasional lembaga. Banata dan Kuh (dalam Rothmann & Essenko, 2007) juga menambahkan bahwa hampir tidak mungkin untuk mencapai tujuan fakultas atau departemen dalam pengembangan intelektual dan pribadi tanpa bantuan dari staf non akademik. Rothmann dan Essenko (2007) lebih lanjut menjelaskan bahwa staf nonakademik memainkan peran utama dalam penciptaan dan peningkatan pengetahuan dan modernisasi di perguruan tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Barkhuizen, Mogwere, dan Schutte (2014) pada 60 staf nonakademik lembaga-lembaga perguruan tinggi di Afrika Selatan menunjukkan bahwa work engagement memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan pemberian pelayanan yang berkualitas.

13 14 Universitas Gadjah Mada (UGM) menduduki posisi teratas sebagai universitas terbaik di Indonesia berdasarkan rangking yang disusun oleh Webometrics Meskipun demikian, peringkat UGM di dunia masih jauh tertinggal dimana UGM hanya memempati posisi 598 (tescaindonesia, 2014). Sementara Fakultas Psikologi UGM merupakan salah satu dari 18 Fakultas di UGM yang sedang melakukan persiapan internasionalisasi (Universitas Gadja Mada, 2014). Berdasarkan hal tersebut di atas maka adapun rumusan permasalahan dari penelitian ini adalah apakah optimisme merupakan mediator terhadap hubungan antara iklim organisasi dengan work engagement pada karyawan Fakultas Psikologi UGM? Hipotesis Berdasarkan uraian di atas maka adapun hipotesis penelitian ini, yaitu: 1. Iklim organisasi berpengaruh terhadap work engagement karyawan 2. Iklim organisasi memiliki peranan positif terhadap work engagement dengan optimisme sebagai mediatornya. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini, yaitu: 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh iklim organisasi terhadap work engagement karyawan. 2. Untuk mengetahui apakah optimisme berperan sebagai variabel merdiator atas pengaruh iklim organisasi terhadap work engagement.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Work Engagement Konsep engagement atau keterikatan dipopulerkan oleh Kahn (1990) yang mendefinisikan work engagement adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak PENDAHULUAN Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak dilakukan di bidang human resource development (HRD) (Chalofsky

Lebih terperinci

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat. Perubahan zaman yang semakin berkembang menuntut perusahaanperusahaan untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Penelitian mengenai engagement dalam pekerjaan yang berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Penelitian mengenai engagement dalam pekerjaan yang berkembang 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Work Engagement A.1. Definisi Work Engagement Istilah engagement dalam konteks peran kerja karyawan mulai dibicarakan sejak lima belas tahun yang lalu dalam berbagai literatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Employee Engagement 2.1.1 Pengertian Employee Engagement Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel mereka, tetapi belum ada definisi jelas mengenai

Lebih terperinci

sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan

sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan yang lebih tinggi terhadap karyawan atau calon karyawan agar dapat terus bersaing di dunia korporasi yang semakin kompetitif.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Work Engagement BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Pengertian Work Engagement Menurut Macey & Scheneider (2008), engagement yakni rasa seseorang terhadap tujuan dan energi yang terfokus, memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan tersebut menuntut adanya kemajuan dalam kehidupan manusia. Globalisasi memberikan dampak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan ekonomi global yang dicirikan dengan perubahan cepat, dinamika tinggi, permintaan tinggi atas inovasi, dan (karenanya) memiliki tingkat ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan global yang semakin ketat dewasa ini mengakibatkan perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital (sumber daya manusia)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber pendapatan seseorang dapat berasal dari berbagai hal. Menurut Kiyosaki (2002) terdapat empat sumber untuk mendapat penghasilan, yaitu sebagai karyawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Jenjang pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job 9 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisikan tentang teori-teori yang digunakan untuk mendukung dan menjelaskan variabel dalam penelitian. Pembahasan dalam bab ini dimulai dari pembahasan komitmen organisasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting,

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam membangun negara yang sejahtera dan mampu menyejahterakan rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, termasuk di negara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement

BAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan Kerja Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement dinyatakan Vazirani (2007) sebagai tingkat komitmen dan keterlibatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasi secara sadar dan memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan kehidupan bangsa, hal ini tidak lepas dari peran seorang guru. Guru memiliki peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dunia ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan di segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan

BAB II LANDASAN TEORI. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Work Engagement 2.1.1 Definisi Work Engagement Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan terhadap peran mereka dalam pekerjaan, dimana mereka akan mengikatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah engagement pertama kali digunakan dalam setting pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global,

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asal-usul kemunculan employee engagement dalam dunia bisnis tidak sepenuhnya jelas. Pertama kali yang menggunakan ide tersebut adalah sebuah organisasi yang bernama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Pokok Kepegawaian No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri Sipil adalah unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulan-keunggulan kompetitif dimana keunggulan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan kerja marak dibicarakan di tahun-tahun belakangan ini, namun yang pertama menyebutkan mengenai kosep ini adalah Kahn (1990), sehingga

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar belakang

1 PENDAHULUAN Latar belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar belakang Organisasi menghadapi persaingan yang amat ketat dan kompetitif saat ini. Globalisasi, perkembangan komunikasi dan teknologi informasi yang terjadi cepat selama 20 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap peningkatan pendapatan Indonesia. Kementerian Pertanian menyatakan bahwa pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan ditunjang perkembangan dunia usaha yang semakin pesat mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu strategi

Lebih terperinci

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena 1 Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global adalah mempertahankan karyawan yang berkualitas. Karyawan potensial yang engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010). BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Pengertian Employee Engagement Kata engage memiliki berbagai makna dan banyak peneliti yang memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI BAB 2 TINJAUAN REFERENSI 2.1 Keterikatan Kerja 2.1.1 Keterikatan Kerja Pada dasarnya keterikatan kerja merupakan beberapa istilah dari job engagement, dan employee engagement. Menurut Schaufeli et al.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Kinerja didefinisikan sebagai tindakan yang hasilnya dapat dihitung, selain itu juga dapat didefinisikan sebagai hasil kontribusi karyawan dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA Rahmani Azizah 15010113140103 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek BAB II TELAAH PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Pembahasan pada bab ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek penelitian termasuk pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. WORK ENGAGEMENT 1. Definisi Work Engagement Work engagement menjadi istilah yang meluas dan populer (Robinson, 2004). Work engagement memungkinkan individu untuk menanamkan

Lebih terperinci

KEPRIBADIAN PROAKTIF DAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KEPRIBADIAN PROAKTIF DAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPRIBADIAN PROAKTIF DAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Bonyta Ermintika Rizkiani, Dian Ratna Sawitri Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia kerja. Salah satu lembaga pada jalur

Lebih terperinci

PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT. Intisari. Winda Nevia Rosa Bagus Riyono

PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT. Intisari. Winda Nevia Rosa Bagus Riyono PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT Intisari Winda Nevia Rosa Bagus Riyono Work engagement telah mendapat banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir

Lebih terperinci

Pada era globalisasi saat ini, teknologi kesehatan berkembang semakin pesat

Pada era globalisasi saat ini, teknologi kesehatan berkembang semakin pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini, teknologi kesehatan berkembang semakin pesat beriringan dengan munculnya penyakit-penyakit yang semakin kompleks.hal itu menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran peran dan fungsi sumber daya manusia yang sangat dramatis. Fungsi sumber daya manusia tidak dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius

BAB I PENDAHULUAN. menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Keterikatan kerja selalu menjadi isu penting di dalam dunia kerja, hal ini sangat berkaitan dengan kualitas Sumber Daya Manusia yang kemudian akan menentukan keberhasilan dan kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah DKI Jakarta sehingga selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga merupakan pusat

BAB I PENDAHULUAN. adalah DKI Jakarta sehingga selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga merupakan pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang ada di dunia. Ibu kota Indonesia adalah DKI Jakarta sehingga selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergantian manajer wilayah yang terjadi pada BUMN adalah suatu hal yang biasa terjadi, salah satunya pada PT. Kimia Farma, Tbk. Pergantian manajer wilayah tersebut

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF DETERMINATION DENGAN KETERIKATAN KERJA (WORK ENGAGEMENT) PADA KARYAWAN PT JAPFA COMFEED INDONESIA CABANG SIDOARJO

HUBUNGAN ANTARA SELF DETERMINATION DENGAN KETERIKATAN KERJA (WORK ENGAGEMENT) PADA KARYAWAN PT JAPFA COMFEED INDONESIA CABANG SIDOARJO HUBUNGAN ANTARA SELF DETERMINATION DENGAN KETERIKATAN KERJA (WORK ENGAGEMENT) PADA KARYAWAN PT JAPFA COMFEED INDONESIA CABANG SIDOARJO ARIANI Program Studi Psikologi, Universitas Brawijaya Malang ariani_arin@ymail.com

Lebih terperinci

Gambaran Keterikatan Kerja pada Dosen-Tetap Ditinjau dari Karakteristik Personal

Gambaran Keterikatan Kerja pada Dosen-Tetap Ditinjau dari Karakteristik Personal Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol. 1, No. 1, April 2017: hlm 338-345 ISSN 2579-6348 (Versi Cetak) ISSN-L 2579-6356 (Versi Elektronik) Gambaran Keterikatan Kerja pada Dosen-Tetap Ditinjau

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK.

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK. STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK. NADHIRA DANESSA M. ABSTRAK Bank Rakyat Indonesia (BRI) merupakan perusahaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam. pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam. pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterikatan Kerja (Work Engagement) 1. Pengertian keterikatan kerja Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen sumber daya manusia (Saks, 2006). Para praktisi organisasi dan para

BAB I PENDAHULUAN. manajemen sumber daya manusia (Saks, 2006). Para praktisi organisasi dan para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Employee engagement merupakan konsep yang relatif baru bagi manajemen. Konsep ini menjadi sebuah pembahasan yang menarik bagi perkembangan ilmu manajemen sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi berbagai ancaman kesehatan global, kini beberapa negara termasuk Indonesia semakin meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya. Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan

BAB I PENDAHULUAN. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komitmen merupakan salah satu variabel yang telah banyak dikaji. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan untuk tetap bertahan di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inovatif. Kompetisi yang terjadi menuntut organisasi untuk senantiasa mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inovatif. Kompetisi yang terjadi menuntut organisasi untuk senantiasa mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi menghadapi tantangan berupa perubahan yang terjadi terus-menerus. Perubahan ini memunculkan kompetisi antar organisasi untuk menghasilkan produk yang inovatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi memaksa setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulankeunggulan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi memaksa setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulankeunggulan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan yang semakin tajam timbul dari perkembangan teknologi dan globalisasi memaksa setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulankeunggulan kompetitif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan kerja 2.1.1 Definisi Lingkungan Kerja Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang telah ditetapkannya sendiri. Chaplin (2006) Life Satisfaction adalah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang telah ditetapkannya sendiri. Chaplin (2006) Life Satisfaction adalah satu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 Life Satisfaction (Kepuasan Hidup) 2. 1. 1 Pengertian Diener (1984) mendifinisikan Life Satisfaction sebagai penilaian menyeluruh terhadap kualitas kehidupan seseorang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian. Selain itu juga akan dibahas tentang definisi, aspek dan karakteristik, faktor-faktor yang mempengaruhi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas sumber daya manusia (Cheng,

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas sumber daya manusia (Cheng, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Resource Management (HRM) memainkan peran yang penting untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas sumber daya manusia (Cheng, Chang, & Yeh, 2004; Zulkarnain,

Lebih terperinci

KECERDASAN ADVERSITAS DAN KETERLIBATAN KERJA PADA KARYAWAN PT. GANDUM MAS KENCANA KOTA TANGERANG

KECERDASAN ADVERSITAS DAN KETERLIBATAN KERJA PADA KARYAWAN PT. GANDUM MAS KENCANA KOTA TANGERANG KECERDASAN ADVERSITAS DAN KETERLIBATAN KERJA PADA KARYAWAN PT. GANDUM MAS KENCANA KOTA TANGERANG Nurul Kusuma Dewi 1, Dian Ratna Sawitri 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Kurniawati, 2013). Begitu pula seperti yang tercantum dalam UU No.20/2003

BAB I PENDAHULUAN. (Kurniawati, 2013). Begitu pula seperti yang tercantum dalam UU No.20/2003 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses kehidupan untuk mengembangkan diri setiap individu agar dapat melangsungkan kehidupannya (Kurniawati,

Lebih terperinci

Pendahuluan Globalisasi dan tekanan internasional menuntut organisasi agar dapat meningkatkan kinerjanya. Kunci pembeda dari keunggulan kompetitif di

Pendahuluan Globalisasi dan tekanan internasional menuntut organisasi agar dapat meningkatkan kinerjanya. Kunci pembeda dari keunggulan kompetitif di Pendahuluan Globalisasi dan tekanan internasional menuntut organisasi agar dapat meningkatkan kinerjanya. Kunci pembeda dari keunggulan kompetitif di era baru ini adalah pekerja yang ada pada suatu organisasi.

Lebih terperinci

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali 2 structural equation model (SEM) to examine the relationship and the effects of independent variable to the dependent variable by the presence of mediator variable. The result of this research was that

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru merupakan juru kunci keberhasilan pendidikan seorang murid. Bagaimana tidak, tugas seorang guru jelas tertuang dalam UU No 14 Tahun 2005 yang dijabarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Iklim Organisasi 2.1.1 Pengertian Iklim Organisasi Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dalam Undang-Undang Dasar Upaya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dalam Undang-Undang Dasar Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuannya mencapai derajat kesehatan yang optimal

Lebih terperinci

Pengaruh Stress Kerja dan Keadilan Organisasi terhadap Employee engagement

Pengaruh Stress Kerja dan Keadilan Organisasi terhadap Employee engagement 1 Pengaruh Stress Kerja dan Keadilan Organisasi terhadap Employee engagement Endah Sekarwangi 1 & IJK. Sito Meiyanto 2 Magister Profesi Psikologi Universitas Gadjah Mada Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM).

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan sebagai sumber daya manusia merupakan aset paling penting bagi sebuah perusahaan. Ketatnya persaingan global menuntut perusahaan harus mampu bertahan dan tampil

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perusahaan akan berjalan baik dengan adanya sumber daya manusia.

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perusahaan akan berjalan baik dengan adanya sumber daya manusia. BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAH Perusahaan akan berjalan baik dengan adanya sumber daya manusia. Sumber daya manusia diperlukan agar perusahaan dapat memproduksi barang atau jasa. Hambatan perusahaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Peraturan Republik Indonesia No. 30 tahun 1990 mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Mahasiswa sebagai subjek yang menuntut

Lebih terperinci

ADVERSITY QUOTIENT DAN PSYCHOLOGICAL CAPITAL DALAM MENENTUKAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN

ADVERSITY QUOTIENT DAN PSYCHOLOGICAL CAPITAL DALAM MENENTUKAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN ADVERSITY QUOTIENT DAN PSYCHOLOGICAL CAPITAL DALAM MENENTUKAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN Fensi Arintia Ekaputri Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya, Surabaya Alamat: Green Semanggi Mangrove,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini sedang melakukan transformasi dan reformasi pelayanan kesehatan primer serta penguatan sistem kesehatan melalui sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti yang tercantum dalam UU NO.36/2009 pengertian kesehatan adalah keadaan sehat,

BAB I PENDAHULUAN. seperti yang tercantum dalam UU NO.36/2009 pengertian kesehatan adalah keadaan sehat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan secara umum adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan (WHO, 1984). Begitu

Lebih terperinci

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian Sebagai organisasi perbankan yang terbentuk dari empat gabungan bank, mempunyai masalah dengan perbedaan culture dari masing-masing orang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis mengenai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN INDIVIDU-ORGANISASI DAN MODAL PSIKOLOGIS DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA STAF ADMINISTRASI PERGURUAN TINGGI

HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN INDIVIDU-ORGANISASI DAN MODAL PSIKOLOGIS DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA STAF ADMINISTRASI PERGURUAN TINGGI HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN INDIVIDU-ORGANISASI DAN MODAL PSIKOLOGIS DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA STAF ADMINISTRASI PERGURUAN TINGGI Johanes Gregorious Gozalie Magister Psikologi Sains, Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional

BAB II LANDASAN TEORI. Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Employee Engagement 2.1.1. Definisi Employee Engagement Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional dengan pekerjaan dan organisasi, termotivasi dan mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik BAB I PENDAHULUAN Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik penelitian. Latar belakang masalah berisi pemaparan mengenai isu konseptual employee engagement dan isu kontekstualnya

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL CAPITAL DAN WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN PERUSAHAAN AUTOMOTIF DI LAMPUNG

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL CAPITAL DAN WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN PERUSAHAAN AUTOMOTIF DI LAMPUNG NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL CAPITAL DAN WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN PERUSAHAAN AUTOMOTIF DI LAMPUNG Oleh : Putri Rizky Hazrati Nur Pratiwi Noviati PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, dengan keadaan yang selalu berkembang maka setiap perusahaan baik

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, dengan keadaan yang selalu berkembang maka setiap perusahaan baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Persaingan di dalam dunia bisnis selalu mengalami perkembangan setiap tahunnya, dengan keadaan yang selalu berkembang maka setiap perusahaan baik perusahaan swasta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Keterikatan Kerja Keterikatan kerja menarik bagi para praktisi dan peneliti akademik, karena keterikatan kerja menampilkan aspek

Lebih terperinci

SELF REGULATION, KEPUASAN TERHADAP INFORMASI PEKERJAAN DAN WORK ENGAGEMENT: Studi Kasus pada Dosen FISIP UT

SELF REGULATION, KEPUASAN TERHADAP INFORMASI PEKERJAAN DAN WORK ENGAGEMENT: Studi Kasus pada Dosen FISIP UT SELF REGULATION, KEPUASAN TERHADAP INFORMASI PEKERJAAN DAN WORK ENGAGEMENT: Studi Kasus pada Dosen FISIP UT Lilik Aslichati, Universitas Terbuka (lilika@ut.ac.id) Abstrak Penelitian penelitan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal yang paling penting bagi seorang manusia. Menurut UU no.36 tahun 2006 tentang Kesehatan, bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia

Lebih terperinci

Peran Dukungan Sosial di Tempat Kerja Terhadap Keterikatan Kerja Karyawan

Peran Dukungan Sosial di Tempat Kerja Terhadap Keterikatan Kerja Karyawan MEDIAPSI 2016, Vol. 2, No. 2, 38-45 Peran Dukungan Sosial di Tempat Kerja Terhadap Keterikatan Kerja Karyawan Ferry Iswanto, Ike Agustina ferry.iswanto44@gmail.com Program Studi Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem, salah satunya adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas manusia yang terus meningkat menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem, salah satunya adalah satwa. Tidak jarang manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perlu dikembangkan untuk mendukung kelangsungan dan keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. dan perlu dikembangkan untuk mendukung kelangsungan dan keberhasilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini karyawan menjadi salah satu aset perusahaan yang penting dan perlu dikembangkan untuk mendukung kelangsungan dan keberhasilan suatu perusahaan. Karyawan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting karena manusia merupakan penggerak utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting karena manusia merupakan penggerak utama dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi seperti saat ini, perguruan tinggi negeri, swasta asing maupun swasta dalam negeri berkembang pesat di Indonesia. Perguruan tinggi negeri

Lebih terperinci

GAMBARAN WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN DI PT EG (MANUFACTURING INDUSTRY)

GAMBARAN WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN DI PT EG (MANUFACTURING INDUSTRY) GAMBARAN WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN DI PT EG (MANUFACTURING INDUSTRY) Rian Pri¹, Zamralita² ¹Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara Email : rianpri13@gmail.com ²Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi karena dapat berpengaruh terhadap kinerja dan tingkat turnover

BAB I PENDAHULUAN. organisasi karena dapat berpengaruh terhadap kinerja dan tingkat turnover BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan psikologis karyawan merupakan hal yang penting bagi organisasi karena dapat berpengaruh terhadap kinerja dan tingkat turnover karyawan (Page & Vella-Brodick,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah PT Studio Cilaki Empat Lima Gambar 1.1 Logo Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah PT Studio Cilaki Empat Lima Gambar 1.1 Logo Perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sejarah PT Studio Cilaki Empat Lima Pada tahun 1992, beberapa orang sarjana lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) dari berbagai disiplin ilmu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

melainkan perusahaan membutuhkan karyawan yang mau menginvestasikan diri mereka untuk terlibat secara penuh dalam pekerjaan, memiliki komitmen yang

melainkan perusahaan membutuhkan karyawan yang mau menginvestasikan diri mereka untuk terlibat secara penuh dalam pekerjaan, memiliki komitmen yang 2 melainkan perusahaan membutuhkan karyawan yang mau menginvestasikan diri mereka untuk terlibat secara penuh dalam pekerjaan, memiliki komitmen yang tinggi, proaktif (Bakker & Demerouti, 2007) dan bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu di masyarakat. Kemajuan pada individu bisa dilihat dari seberapa besar perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi yang efektif semakin menyadari bahwa faktor yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi yang efektif semakin menyadari bahwa faktor yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang. Organisasi tidak terlepas dari sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Organisasi yang efektif semakin menyadari bahwa faktor yang sangat berkontribusi terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work Engagement. Work engagement atau worker engagement merupakan sebuah konsep

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work Engagement. Work engagement atau worker engagement merupakan sebuah konsep BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Work engagement atau worker engagement merupakan sebuah konsep manajemen bisnis yang menyatakan bahwa karyawan yang memiliki engagement

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan dinamika kerja saat ini menimbulkan tantangan baru bagi mental pekerja, salah satunya adalah ancaman stres. Diuraikan dalam Harvey et al. (2012), dari beberapa

Lebih terperinci

Hubungan Antara Modal Psikologis Dengan Keterikatan Kerja Pada Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Hubungan Antara Modal Psikologis Dengan Keterikatan Kerja Pada Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Hubungan Antara Modal Psikologis Dengan Keterikatan Kerja Pada Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya Rullyta Indrianti Dr. Cholichul Hadi, Msi.,psi. Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daripada apakah mereka tinggal (Allen dan Meyer, 1990). Maksudnya

BAB I PENDAHULUAN. daripada apakah mereka tinggal (Allen dan Meyer, 1990). Maksudnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam suatu perusahaan, karyawan menjadi hal yang sangat penting. Perusahaan tidak akan bisa sukses tanpa ada campur tangan usaha karyawannya. Perusahaan akan tumbuh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Flow Akademik 1. Definisi Flow Akademik Menurut Bakker (2005), flow adalah suatu keadaan sadar dimana individu menjadi benar-benar tenggelam dalam suatu kegiatan, dan menikmatinya

Lebih terperinci

PENGARUH PSYCHOLOGICAL CAPITAL TERHADAP WORK ENGAGEMENT PADA DOSEN DI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

PENGARUH PSYCHOLOGICAL CAPITAL TERHADAP WORK ENGAGEMENT PADA DOSEN DI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA Suharianto, Nurlaila Effendy : Pengaruh Psychological Capital Terhadap Work Engagement... Hal. 23-34 PENGARUH PSYCHOLOGICAL CAPITAL TERHADAP WORK ENGAGEMENT PADA DOSEN DI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA

Lebih terperinci

PENGARUH JOB DEMANDS, PERSONAL RESOURCES, DAN JENIS KELAMIN TERHADAP WORK ENGAGEMENT

PENGARUH JOB DEMANDS, PERSONAL RESOURCES, DAN JENIS KELAMIN TERHADAP WORK ENGAGEMENT PENGARUH JOB DEMANDS, PERSONAL RESOURCES, DAN JENIS KELAMIN TERHADAP WORK ENGAGEMENT Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kepuasan Kerja Stephen P. Robbins (2008:40) kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan

Lebih terperinci