BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Dewi Widjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 2.1 Work Engagement BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Work Engagement Menurut Macey & Scheneider (2008), engagement yakni rasa seseorang terhadap tujuan dan energi yang terfokus, memperlihatkan inisiatif pribadi, mampu beradaptasi, berusaha, dan mempunyai ketekunan terhadap tujuan organisasi. Work engagement adalah pemenuhan, keadaan afektif-motivasi positif dari kesejahteraan yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat dilihat sebagai antagois atau kebalikan dari kelelahan bekerja (Bakker, Leiter, & Taris 2008) Dimensi Work Engagement Bakker, Schaufeli dan Taris (2008) menyatakan bahwa work engagement dikarakteristikan oleh tiga dimensi utama, yaitu: a. Vigor Vigor merupakan curahan energi dan mental yang kuat selama bekerja, keberanian untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, dan tekun dalam menghadapi kesulitan kerja. b. Dedication Dedication adalah mengarah pada keterlibatan yang sangat tinggi saat mengerjakan tugas dan mengalami perasaan yang berarti, sangat antusias, penuh inspirasi, kebanggaan, dan tantangan. c. Absorption Absorption adalah dimana dalam bekerja karyawan selalu penuh konsentrasi dan serius terhadap suatu pekerjaan. Individu merasa ketika ia bekerja waktu terasa berlalu begitu cepat dan menemukan kesulitan dalam memisahkan diri dengan pekerjaan. 12
2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Work Engagement Menurut Bakker dan Demerouti (2008) terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi work engagement yaitu: a. Sumber Kerja (Job Resources) Job resources yaitu aspek-aspek fisik, sosial maupun organisasi yang berfungsi sebagai media untuk mencapai tujuan pekerjaan baik secara fisiologis maupun psikologis yang harus dikeluarkan, serta menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan individu b. Daya Pribadi (Personal Resources) Personal resources adalah evaluasi diri positif yang terkait dengan ketahanan dan mengacu pada rasa individu dari kemampuan mereka untuk mengendalikan dan memberikan dampak pada lingkungan sesuai dengan keinginan dan kemampuannya. 2.2 Kepemimpinan Otentik Pengertian Kepemimpinan Otentik Menurut Yukl (2007), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang harus mereka lakukan dan bagaimana melakukan tugas tersebut secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama/shared goal. Kepemimpinan otentik adalah bentuk kepemimpinan yang berasal dari teori psikologi positif (Avolio & Gardner, 2005). Walumbwa (2008), mendefinisikan kepemimpinan otentik sebagai pola perilaku pemimpin yang mengacu dan mempromosikan baik dalam kapasitas psikologis yang positif maupun iklim etika yang positif, untuk mendorong lebih besar kesadaran diri, perspektif moral yang diinternalisasikan, pengolahan informasi yang seimbang dan transparansi relasional pada bagian dari pemimpin bekerja dengan pengikut, membina pengembangan diri yang positif. 13
3 2.2.2 Dimensi Kepemimpinan Otentik Menurut Walumbwa, Avolio, Gardner, Wernsing, dan Peterson (2008), terdapat empat dimensi untuk kepemimpinan otentik, yaitu: a) Self Awareness Kemampuan seorang pemimpin untuk membaca keterampilan diri dan orang lain dalam kaitannya dengan pola perilaku, perasaan, keinginan, dan kognisi (Kernis & Goldman, 2006). Kesadaran diri juga termasuk kemampuan seseorang untuk mengatur tindakan individu dalam kaitannya dengan lingkungan dan orang-orang. b) Balanced Processing Kemampuan seseorang untuk terlibat dalam pengolahan informasi yang berkaitan dengan mampu menganalisa informasi secara obyektif sebelum mengambil keputusan (Avolio, Walumbwa, dan Weber, 2009). c) Internalized Moral Perspectives Dimensi ketiga terlihat pada perspektif terinternalisasi yang pada dasarnya terjemahan perilaku kesadaran diri dan pengolahan seimbang informasi (Kernis & Goldman, 2006). Selain itu, ia juga mempertimbangkan aspek etis dari pengambilan keputusan (Walumbwa et al., 2008). d) Transparency Relational Dimensi terakhir berkaitan dengan keinginan mendalam dari pemimpin untuk berinteraksi dengan orang lain secara transparan, tulus dan jujur (Kernis & Goldman, 2006). Pemimpin menunjukkan transparansi relasional dalam hubungan mereka dengan orang-orang yang cenderung untuk membangun hubungan berdasarkan kepercayaan serta menawarkan lingkungan yang aman di mana orang dapat tumbuh dengan segala potensi yang mereka miliki. 14
4 2.2.3 Tujuan Kepemimpinan Otentik Tujuan kepemimpinan otentik ada dua, yaitu: a) Kepemimpinan otentik untuk mengatasi krisis etika dalam perusahaan. Hal ini menjadi kompas moral (Walumbwa, Avolio, Gardner, Wernsing & Peterson, 2008), membantu melawan skandal korporasi dan manajemen penyimpangan (CD Cooper, Scandura, & Schriesheim, 2005), dan membantu untuk melakukan bisnis dengan cara yang etis dan bertanggung jawab secara sosial (Mei, Hodges, Chan, & Avolio, 2003). b) Kepemimpinan otentik untuk membantu orang menemukan makna dan hubungan dalam pekerjaan mereka (Avolio & Gardner, 2005) dan meningkatkan kesejahteraan anggota organisasi (Illies, et al, 2005) Dampak Pemimpin yang Otentik pada Pengikut Keefektifan pemimpin otentik datang dari motivasinya, seperti yang didefinisikan oleh energi, ketekunan, optimisme, dan kejelasan tentang tujuan saat menghadapi tantangan yang sulit, hambatan, kemunduran, dan konflik dengan lawan atau pesaing. Pengaruh pemimpin itu terhadap sejumlah pengikut meningkat oleh keyakinan diri, kejelasan akan nilai, dan integritas pemimpin yang bersangkutan. Lebih mudah pengikut yang dipengaruhi oleh pemimpin yang dianggap dapat diandalkan, fokus, dan percaya diri. Pemimpin bisa meningkatkan komitmen pengikut terhadap misi dan keyakinan mereka untuk mencapainya dengan mengutarakan visi yang menarik, memberi dorongan, dan memberikan teladan perilaku yang tepat. Ada juga dampak tidak langsung lewat pengaruh pada konsep diri dan identitas diri pengikut. Pengikut dari pemimpin otentik memiliki lebih banyak identitas pribadi dengan pemimpin dan lebih banyak identitas sosial dengan tim atau unit organisasi. Identifikasi sosial meningkat oleh penekanan pemimpin pada moralitas dan integritas serta kejujuran pribadi yang 15
5 tinggi. Pemimpin otentik meningkatkan kepercayaan pengikut, yang mencakup keyakinan tentang integritas dan kejujuran pemimpin. Pemimpin yang dianggap memiliki keahlian dan kredibilitas akan lebih sukses memengaruhi pengikut agar mendukung perubahan dan inisiatif baru dengan antusiasme, dan agar optimis serta penuh harap akan keberhasilan kolektif mereka, terlepas dari hambatan dan kesulitan yang ada Mengembangkan Pemimpin Otentik Penelitian tentang pengembangan pemimpin otentik menyatakan bahwa organisasi tidak dapat menduplikasi pengalaman penting ke dalam seminar pelatihan, tetapi beragam pendekatan dapat digunakan untuk memfasilitasi pengembangan (Shamir & Eilam, 2005). Pendekatan pertama adalah meminta orang menggambarkan peristiwa yang melibatkan pahlawan dan teladan perilaku mereka serta menjelaskan mengapa perilaku dianggap penting untuk ditiru. Pendekatan kedua meminta orang menganalisis pengalaman mereka dan masalah mereka untuk lebih dapat memahami nilai dan kekuatan mereka. Pendekatan ketiga yang lebih ekstrem adalah memberikan peluang guna mengalami peristiwa pemicu yang dengan adanya kebutuhan untuk mengatasi tantangan dan krisis yang sulit itu akan membantu orang untuk belajar tentang nilai, keyakinan, dan kompetensi bersama serta kompetensi individu. Tetapi, proses untuk mengembangkan kepemimpinan otentik ini sangat bersifat pribadi, proses ini membutuhkan fasilitator yang terampil, proses ini tidak akan berguna bagi semua orang, dan proses ini dapat memberikan manfaat yang diinginkan hanya dalam sejumlah tahap kehidupan dan karier seseorang (Shamir & Eilam, 2005). 16
6 2.3 Psychological Capital Pengertian Psychological Capital Luthans (2002), dikonsep psychological capital sebagai konstruksi tingkat tinggi yang terdiri dari efficacy, harapan, optimisme dan ketahanan. Luthans, Youssef, dan Avolio (2007), mendefinisikan psychological capital sebagai keadaan perkembangan psikologi individu yang positif. Luthans et al. (2015), mendefinisikan psychological capital sebagai keadaan perkembangan psikologi individu positif yang ditandai dengan: (a) adanya kepercayaan diri untuk melakukan tindakan yang perlu untuk mencapai kesuksesan dalam tugas-tugas yang menantang; (b) atribusi yang positif yaitu mengenai sukses pada masa sekarang dan masa yang akan datang; (c) persistensi dalam mencapai tujuan, dengan kemampuan mendefinisikan kembali jalur untuk mencapai tujuan jika diperlukan untuk mencapai kesuksesan; dan (d) ketika menghadapi masalah dan kesulitan, mampu bertahan dan terus maju untuk mencapai kesuksesan Dimensi Psychological Capital Menurut Luthans, Youssef, dan Avolio (2007), terdapat empat dimensi untuk psychological capital, yaitu: a) Self Efficacy Self efficacy adalah suatu keyakinan (atau kepercayaan diri) seseorang mengenai kemampuannya dalam mengerahkan motivasi dan melakukan tindakan-tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan dalam melaksanakan tugas (Stajkovic & Luthans, 1998). b) Optimism Optimism yaitu sikap dari individu yang memiliki stabilitas dan gambaran umum yang positif dan menanggapi keadaan yang negatif dengan lebih relistis (Seligman, 1998). Seseorang memiliki optimism yang tinggi menganggap peristiwa ataupun kondisi yang 17
7 buruk sebagai pengaruh dari lingkungan (eksternal), bersifat sementara (unstable), dan bukan berarti dengan adanya kejadian buruk tersebut maka seluruh hidupnya juga menjadi buruk. Sikap optimis ini akan mendorong dan memengaruhi individu untuk berupaya keras dalam mencapai keberhasilan (Luthans, et al., 2007a). c) Hope Hope adalah suatu keadaan motivasi positif yang didasari oleh agency (energi untuk mencapai tujuan) dan pathway (perencanaan untuk mencapai tujuan) yang saling memengaruhi untuk mencapai kesuksesan (C. Risk Synder, 2000). Orang yang memiliki hope tinggi adalah orang yang memiliki harapan, tujuan dan mengetahui cara untuk mencapai tujuan harapannya. Pekerja yang memiliki hope tinggi cenderung menjadi pemikir yang independen, memiliki kontrol penuh dalam mengatur energi yang digunakan untuk mencapai tujuan, tekun dalam mencapai tujuan bila perlu mencari alternatif pilihan (jalan lain) ketika menghadapi kesulitan, sehingga sasaran dapat dicapai (Luthans, et al., 2007a). d) Resiliency Resiliency didefinisikan sebagai suatu fenomena dalam konteks situasi yang menyulitkan atau keterpurukkan. Resiliency dalam psychological capital tidak hanya sekedar memantul kembali atau bangkit kembali dari kesulitan, konflik, ataupun kegagalan ke keadaan semula tetapi juga harus mampu menjadi lebih positif dari keadaan semula 2.4 Kerangka Berpikir Pengaruh Psychological Capital terhadap Work Engagement Luthans et al. (2007), mendefinisikan psychological capital sebagai keadaan perkembangan psikologi individu yang positif. 18
8 Psychological capital juga dapat disebut sebagai modal psikologis atau semacam modal sikap serta perilaku yang berperan besar dalam menentukan keberhasilan seseorang. Di dalam perusahaan dibutuhkan pekerja yang memiliki psikologi yang positif yaitu agar tujuan dalam perusahaan dapat tercapai atau dapat mewujudkan visi serta misi perusahaan. Selain itu, pekerja juga harus memiliki energi yang tinggi serta antusias dalam pekerjaan nya. Dengan kata lain, pekerja harus engaged. Pekerja yang engaged adalah mereka yang memiliki rasa energik dan memiliki hubungan yang efektif dengan pekerjaannya, kemudian mereka melihat diri mereka sebagai individu yang mampu mengerjakan tuntutan secara maksimal (Schaufeli et al., 2002). Work engagement terbukti menjadi konsekuensi positif dari psychological capital. Kemudian, penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki psychological capital tinggi, akan cenderung menunjukkan work engagement yang tinggi (Paek, Soyon., Schuckert., Taegoo, Terry, Kim., Gyehee, Lee, 2015). Psychological capital dan engagement juga diketahui memiliki hubungan serta berdampak pada perilaku organisasi dan hasil (Bakker & Damerouti, 2008; Stajkovic & Luthans, 1998). Self efficacy dan resilience berkontribusi secara khusus pada karyawan yang engaged (Bakker, Gierveld dan Van Rijswijk, 2006). Karyawan yang engaged menggunakan sumber daya seperti optimisme, self efficacy, resilience (ketahanan), dan active coping style untuk membantu mereka agar menjadi lebih sukses (Bakker & Damerouti, 2008; Luthans, Norman, Avolio & Avey, 2008). Cordery (2007) juga menemukan engagement menjadi prediktor kuat dari hope, optimism, dan self efficacy. Caliskan (2014), mencoba untuk mengungkapkan pengaruh dari variabel POB (Positive Organizational Behavior), yang terdiri dari self efficacy, hope, resilience, dan optimism pada perilaku karyawan. Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel POB tersebut memiliki 19
9 hubungan yang positif dan memiliki hubungan yang signifikan terhadap work engagement. Hal tersebut mendeteksi bahwa faktor optimism dan hope merupakan komponen dari psychological capital yang memiliki pengaruh tinggi pada work engagement Pengaruh Kepemimpinan Otentik terhadap Work Engagement Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pekerja akan merasa lebih semangat, berdedikasi dan memiliki absorption yang tinggi dalam hari-hari mereka yang terinspirasi dan intelektual karena distimulasi oleh pemimpin mereka (Breevart et al, 2014; Tims et al., 2011). Hal tersebut menunjukkan bahwa pemimpin dapat mempengaruhi pekerja yang engaged. Avolio et al. (2004), mengemukakan bahwa pemimpin otentik dapat mempengaruhi sikap serta perilaku pekerja, yakni melalui mekanime identifikasi organisasi. Individu yang mengidentifikasi organisasi lebih mungkin untuk menerapkan misi organisasi dan nilainilai, serta berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi (Mael & Ashfurth, 1992). Ketika pekerja merasa pemimpin mereka konsisten antara katakata dengan tindakan, dan memegang persepsi moral, maka mereka akan lebih cenderung engaged dalam pekerjaannya. Persepsi karyawan mengenai pemimpin mereka yang tulen atau sungguh-sungguh, transparan, berwawasan, dan mampu mengembangkan organisasi membuat para karyawan yakin dalam memajukan karir yang akan membuat masa depan mereka lebih sukses serta menguntungkan organisasi (Spreitzer & Mishra, 2002). Dalam hal tersebut, yang dimaksud dari persepsi karyawan yaitu pemimpin yang otentik, dimana dijelaskan oleh Walumbwa et al (2008), bahwa pemimpin otentik dideskripsikan sebagai orang yang memiliki kesadaran diri (self aware), yang menunjukkan keterbukaan serta kejelasan mengenai siapa diri mereka, konsisten dalam mengungkapkan dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai pribadi mereka, keyakinan, motif dan sentimen (Walumbwa et al.,
10 2.4.3 Pengaruh Psychological Capital dan Kepemimpinan Otentik terhadap Work Engagement Setiap individu memiliki harapan serta tujuan yang ingin dicapai. Untuk dapat mencapai tujuannya tersebut, individu perlu memiliki rasa kepercayaan yang tinggi. Maka individu harus percaya akan kemampuan yang terdapat pada dirinya sendiri. Dalam mencapai tujuan yang diinginkan, individu akan dihadapkan oleh berbagai macam tantangan. Ketika individu dihadapkan oleh tantangan, maka individu harus berpikir positif bahwa ia dapat melewati tantangan tersebut. Selain itu, individu juga harus memiliki energi yang tinggi atau bersemangat. Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, dan Schaufeli (2007), menemukan bahwa pekerja yang engaged memiliki self efficacy yang tinggi, memiliki harapan yang lebih tinggi serta mengalami hasil yang positif dalam hidup mereka atau optimis, dan percaya bahwa mereka dapat memuaskan kebutuhan mereka dengan cara berpartisipasi dalam organisasi. Tujuan tidak hanya dimiliki oleh setiap individu, pada perusahaan pun terdapat tujuan atau biasa disebut sebagai visi dan misi. Untuk dapat mencapai visi dan misi maka perlu adanya kerja sama. Kerja sama tersebut dapat dilakukan antara pimpinan perusahaan dengan pengikutnya. Pemimpin dan pengikut akan bekerja sama apabila memiliki rasa semangat serta antusias dalam pekerjaannya. Pekerja yang memiliki rasa semangat dan berantusias dalam pekerjaannya adalah pekerja yang memiliki engaged yang tinggi. Pekerja yang engaged adalah keterlibatan individu dalam kepuasan serta asntusiasme untuk bekerja (Harte, Schmidt & Hayes, 2002). Ketika pekerja merasa bahwa diberikan dukungan dan diperlakukan dengan tulus, maka mereka akan meningkatkan engaged di tempat kerja mereka. Perusahaan membutuhkan pemimpin yang memimpin dengan tujuan, memiliki nilai-nilai yang kuat dan memiliki integritas, mampu menciptakan organisasi yang kekal, dan yang dapat memotivasi pekerja 21
11 mereka untuk menyediakan layanan pelanggan yang lebih baik (George, 2003). Dalam hal ini, pemimpin yang dimaksud adalah pemimpin yang otentik. George (2003), menyatakan kembali bahwa pemimpin yang otentik dapat memotivasi para pengikutnya dengan cara menciptakan rasa yang mendalam untuk memberikan produk yang lebih baik, layanan yang unggul dan kualitas yang optimal. Ini merupakan karakteristik dari pekerja yang memiliki engaged yang tinggi. Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka diperoleh kerangka berfikir sebagai berikut: Psychological Capital (X1) 1. Self Efficacy 2. Hope 3. Optimism 4. Resiliency (Menurut Luthans, Youssef, dan Avolio, 2007) Kepemimpinan Otentik (X2) 1. Self Awareness 2. Balanced Processing 3. Internalized Moral Perspectives 4. Transparency Relational Work Engagement (Y) 1. Vigor 2. Dedication 3. Absorption (Menurut Bakker, Schaufeli dan Taris, 2008) (Menurut Walumbwa, Avolio, Gardner, Wernsing, dan Peterson, 2008) 2.5 Hipotesis Penelitian Berdasarkan pada landasan teori dan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 22
12 H1 : Psychological capital berpengaruh terhadap work engagement H2 : Kepemimpinan otentik berpengaruh terhadap work engagement H3 : Psychological capital dan kepemimpinan otentik berpengaruh terhadap work engagement 23
BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Jenjang pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber pendapatan seseorang dapat berasal dari berbagai hal. Menurut Kiyosaki (2002) terdapat empat sumber untuk mendapat penghasilan, yaitu sebagai karyawan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement
BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan Kerja Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement dinyatakan Vazirani (2007) sebagai tingkat komitmen dan keterlibatan yang
Lebih terperinciuntuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.
Perubahan zaman yang semakin berkembang menuntut perusahaanperusahaan untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting,
1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam membangun negara yang sejahtera dan mampu menyejahterakan rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, termasuk di negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan ditunjang perkembangan dunia usaha yang semakin pesat mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu strategi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Pokok Kepegawaian No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri Sipil adalah unsur
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN REFERENSI
BAB 2 TINJAUAN REFERENSI 2.1 Keterikatan Kerja 2.1.1 Keterikatan Kerja Pada dasarnya keterikatan kerja merupakan beberapa istilah dari job engagement, dan employee engagement. Menurut Schaufeli et al.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Employee Engagement 2.1.1 Pengertian Employee Engagement Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel mereka, tetapi belum ada definisi jelas mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan kehidupan bangsa, hal ini tidak lepas dari peran seorang guru. Guru memiliki peran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak
PENDAHULUAN Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak dilakukan di bidang human resource development (HRD) (Chalofsky
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan tersebut menuntut adanya kemajuan dalam kehidupan manusia. Globalisasi memberikan dampak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Work Engagement Konsep engagement atau keterikatan dipopulerkan oleh Kahn (1990) yang mendefinisikan work engagement adalah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Work Engagement 2.1.1 Definisi Work Engagement Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan terhadap peran mereka dalam pekerjaan, dimana mereka akan mengikatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dunia ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan di segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan
Lebih terperincisumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan
sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan yang lebih tinggi terhadap karyawan atau calon karyawan agar dapat terus bersaing di dunia korporasi yang semakin kompetitif.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulan-keunggulan kompetitif dimana keunggulan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Kinerja didefinisikan sebagai tindakan yang hasilnya dapat dihitung, selain itu juga dapat didefinisikan sebagai hasil kontribusi karyawan dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. WORK ENGAGEMENT 1. Definisi Work Engagement Work engagement menjadi istilah yang meluas dan populer (Robinson, 2004). Work engagement memungkinkan individu untuk menanamkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan ekonomi global yang dicirikan dengan perubahan cepat, dinamika tinggi, permintaan tinggi atas inovasi, dan (karenanya) memiliki tingkat ketidakpastian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diri (Sunarto, 2004). Hal ini disebabkan karena dunia kerja sekarang telah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dewasa ini makin banyak organisasi menghadapi suatu lingkungan yang dinamis dan berubah yang selanjutnya menuntut agar organisasi itu menyesuaikan diri (Sunarto,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. angka-angka, target dan estimasi akan langsung muncul dipikiran kita saat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyusunan anggaran adalah masalah teknis. Kata-kata seperti keuangan, angka-angka, target dan estimasi akan langsung muncul dipikiran kita saat seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu sumber daya penentu keberhasilan pendidikan di sekolah adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sumber daya penentu keberhasilan pendidikan di sekolah adalah kepala sekolah. Oleh karena itu, kompetensi dan kapabilitas kepala sekolah harus memadai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap peningkatan pendapatan Indonesia. Kementerian Pertanian menyatakan bahwa pada tahun
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in
BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan kerja marak dibicarakan di tahun-tahun belakangan ini, namun yang pertama menyebutkan mengenai kosep ini adalah Kahn (1990), sehingga
Lebih terperinciBAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek
BAB II TELAAH PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Pembahasan pada bab ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek penelitian termasuk pengaruh
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job
9 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisikan tentang teori-teori yang digunakan untuk mendukung dan menjelaskan variabel dalam penelitian. Pembahasan dalam bab ini dimulai dari pembahasan komitmen organisasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan global yang semakin ketat dewasa ini mengakibatkan perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital (sumber daya manusia)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia kerja. Salah satu lembaga pada jalur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi berbagai ancaman kesehatan global, kini beberapa negara termasuk Indonesia semakin meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya. Menteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini sudah tidak asing lagi bagi seluruh lapisan masyarakat,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perbankan saat ini sudah tidak asing lagi bagi seluruh lapisan masyarakat, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan. Hal ini terlihat dari peningkatan pertumbuhan
Lebih terperinciADVERSITY QUOTIENT DAN PSYCHOLOGICAL CAPITAL DALAM MENENTUKAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN
ADVERSITY QUOTIENT DAN PSYCHOLOGICAL CAPITAL DALAM MENENTUKAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN Fensi Arintia Ekaputri Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya, Surabaya Alamat: Green Semanggi Mangrove,
Lebih terperinciBAB II TELAAH TEORI. Locke, Teori ini menjelaskan hubungan antara tujuan yang ditetapkan
8 BAB II TELAAH TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Goal Setting Theory Goal setting theory merupakan bagian dari teori motivasi yang dikemukakan oleh Locke, 1978. Teori ini menjelaskan hubungan antara tujuan
Lebih terperinciUNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI Kontribusi Psychological Capital terhadap Organizational Citizenship Behavior pada Guru Sekolah Negeri Disusun Oleh : Nicholas Jahja - 16513410 BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan kerja 2.1.1 Definisi Lingkungan Kerja Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komitmen organisasi perlu diperhatikan pada setiap anggota yang ada dalam organisasi.allen dan Meyer (1990: 2) menyatakan anggota dengan komitmen organisasi, memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Kurniawati, 2013). Begitu pula seperti yang tercantum dalam UU No.20/2003
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses kehidupan untuk mengembangkan diri setiap individu agar dapat melangsungkan kehidupannya (Kurniawati,
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA
HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA Rahmani Azizah 15010113140103 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasi secara sadar dan memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah DKI Jakarta sehingga selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga merupakan pusat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang ada di dunia. Ibu kota Indonesia adalah DKI Jakarta sehingga selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Penelitian mengenai engagement dalam pekerjaan yang berkembang
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Work Engagement A.1. Definisi Work Engagement Istilah engagement dalam konteks peran kerja karyawan mulai dibicarakan sejak lima belas tahun yang lalu dalam berbagai literatur
Lebih terperinciyang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali
2 structural equation model (SEM) to examine the relationship and the effects of independent variable to the dependent variable by the presence of mediator variable. The result of this research was that
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem, salah satunya adalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas manusia yang terus meningkat menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem, salah satunya adalah satwa. Tidak jarang manusia
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).
BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Pengertian Employee Engagement Kata engage memiliki berbagai makna dan banyak peneliti yang memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah
BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah engagement pertama kali digunakan dalam setting pekerjaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergantian manajer wilayah yang terjadi pada BUMN adalah suatu hal yang biasa terjadi, salah satunya pada PT. Kimia Farma, Tbk. Pergantian manajer wilayah tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi secara menyeluruh. Berbicara masalah bisnis tentu tidak lepas dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan pasar global berdampak pada perkembangan bisnis dan ekonomi secara menyeluruh. Berbicara masalah bisnis tentu tidak lepas dari aktivitas produksi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahannya berbentuk Republik dengan kehadiran berbagai lembaga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal Indonesia menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi sebagaimana terlihat dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945, dimana pemerintahannya berbentuk Republik
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kepemimpinan 2.1.1.1 Pengertian Kepemimpinan Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan
Lebih terperinciSTUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK.
STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK. NADHIRA DANESSA M. ABSTRAK Bank Rakyat Indonesia (BRI) merupakan perusahaan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis employee engagement di
BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Simpulan Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis employee engagement di lingkungan PT PGE. Berdasarkan analisis dan pembahasan penelitian yang dilakukan di
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam. pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterikatan Kerja (Work Engagement) 1. Pengertian keterikatan kerja Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi
Lebih terperinciKEPRIBADIAN PROAKTIF DAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
KEPRIBADIAN PROAKTIF DAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Bonyta Ermintika Rizkiani, Dian Ratna Sawitri Fakultas Psikologi, Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. organisasi karena dapat berpengaruh terhadap kinerja dan tingkat turnover
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan psikologis karyawan merupakan hal yang penting bagi organisasi karena dapat berpengaruh terhadap kinerja dan tingkat turnover karyawan (Page & Vella-Brodick,
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. penggerak yang mendorong perubahan organisasi. dikaji dan diteleti, karena paling sering diamati namun merupakan fenomena
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Pemimpin sebagai panutan dalam organisasi, sehingga perubahan harus dimulai dari tingkat yang paling atas yaitu pemimpin itu sendiri. Maka dari itu, organisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan manusia. Pendidikan yang diperoleh masyarakat akan terus berkembang dengan baik dan mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran yang merupakan inti dari kegiatan sekolah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia adalah aset organisasi yang paling berharga (Shah, 2012), karena tanpa sumber daya manusia yang berkualitas maka organisasi tidak akan bertahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti yang tercantum dalam UU NO.36/2009 pengertian kesehatan adalah keadaan sehat,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan secara umum adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan (WHO, 1984). Begitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dalam Undang-Undang Dasar Upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuannya mencapai derajat kesehatan yang optimal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai Non Goverment Organization dan seterusnya disebut sebagai NGO mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awal abad ke 20 istilah organisasi non pemerintah atau disebut sebagai Non Goverment Organization dan seterusnya disebut sebagai NGO mulai digunakan untuk membedakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bagian dari manajemen yang berfokus kepada aspek manusia. Fungsi dari manajemen sumber daya manusia (SDM)
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel gaya
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel gaya kepemimpinan partisipatif dan Work
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan Kerja Menurut Kinicki dan Kreitner (2014 : 169) kepuasan kerja adalah sebuah tanggapan afektif atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran peran dan fungsi sumber daya manusia yang sangat dramatis. Fungsi sumber daya manusia tidak dianggap
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Employee Engagement 2.1.1. Definisi Employee Engagement Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional dengan pekerjaan dan organisasi, termotivasi dan mampu
Lebih terperinciKECERDASAN ADVERSITAS DAN KETERLIBATAN KERJA PADA KARYAWAN PT. GANDUM MAS KENCANA KOTA TANGERANG
KECERDASAN ADVERSITAS DAN KETERLIBATAN KERJA PADA KARYAWAN PT. GANDUM MAS KENCANA KOTA TANGERANG Nurul Kusuma Dewi 1, Dian Ratna Sawitri 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar belakang Organisasi menghadapi persaingan yang amat ketat dan kompetitif saat ini. Globalisasi, perkembangan komunikasi dan teknologi informasi yang terjadi cepat selama 20 tahun
Lebih terperinciOrganisasi menjadi lebih tertarik pada work engagement setelah beberapa. hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang engaged menunjukkan
2 sectional study uses work engagement scale, organizational climate scale, and optimism scale for data collection. Subjects consisted of 61 employees of Psychology Faculty of Gadjah Mada University.Data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan karena dapat dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan organisasi dan tingkat keberlangsungan organisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Organisasi yang efektif semakin menyadari bahwa faktor yang sangat
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang. Organisasi tidak terlepas dari sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Organisasi yang efektif semakin menyadari bahwa faktor yang sangat berkontribusi terhadap
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan ritel (eceran) merupakan bagian yang penting dalam kehidupan perokonomian suatu negara, terutama dalam proses distribusi barang dan jasa dari produsen ke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. organisasi, kenyataannya, banyak rintangan yang dilalui. menjawab dalam menghadapi perubahan-perubahan ini.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyaknya tantangan yang dihadapi oleh organisasi sekarang menjadi salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang harus dihadapi oleh organisasi, kenyataannya,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. menggambarkan peristiwa kehidupan dalam suatu cara yang positif (Burke, Joyner, Ceko, &
BAB II LANDASAN TEORI A. Optimisme 1. Pengertian Optimisme Optimis adalah istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi individu yang menggambarkan peristiwa kehidupan dalam suatu cara yang positif (Burke,
Lebih terperinciBAB I PEND AHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PEND AHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepribadian pemimpin sangat mempengaruhi kepemimpinan yang efektif.pemimpin perlu memiliki aspek-aspek kepribadian yang dapat menunjangusahanya dalam mewujudkan hubungan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perusahaan akan berjalan baik dengan adanya sumber daya manusia.
BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAH Perusahaan akan berjalan baik dengan adanya sumber daya manusia. Sumber daya manusia diperlukan agar perusahaan dapat memproduksi barang atau jasa. Hambatan perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap organisasi baik organisasi nirlaba atau yang berorientasi laba, berkepentingan untuk memajukan organisasi terutama dalam era globalisasi saat ini dimana persaingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kondisi yang ada dengan arah strategis organisasi. Arah strategis organisasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas-tugas dan prioritas Manajemen Sumber Daya Manusia berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena diperlukannya penyesuaian kondisi yang ada dengan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Terbentuknya persepsi positif pekerja terhadap organisasi, secara teoritis merupakan determinan penting terbentuknya motivasi kerja yang tinggi. Para pekerja adalah manusia
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN INDIVIDU-ORGANISASI DAN MODAL PSIKOLOGIS DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA STAF ADMINISTRASI PERGURUAN TINGGI
HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN INDIVIDU-ORGANISASI DAN MODAL PSIKOLOGIS DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA STAF ADMINISTRASI PERGURUAN TINGGI Johanes Gregorious Gozalie Magister Psikologi Sains, Fakultas Psikologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinanya kelak.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pada hakekatnya adalah seorang pemimpin dan setiap manusia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinanya kelak. Manusia sebagai pemimpin
Lebih terperinciPROFESSIONAL IMAGE. Budaya Kerja Humas yang Efektif. Syerli Haryati, S.S. M.Ikom. Modul ke: Fakultas FIKOM. Program Studi Public Relations
Modul ke: PROFESSIONAL IMAGE Budaya Kerja Humas yang Efektif Fakultas FIKOM Syerli Haryati, S.S. M.Ikom Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Professional Image Modul - 10 Syerli
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini telah melingkupi berbagai aspek kegiatan, mulai dari kegiatan individu hingga kegiatan organisasi. Peningkatan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari
BAB II LANDASAN TEORI A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-being Huppert mendefinisikan psychological well-being sebagai keadaan kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan perubahan organisasi. Alat secanggih apapun yang dimiliki suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kunci sukses sebuah organisasi terletak pada sumber daya manusia yaitu sebagai inisiator dan agen perubahan yang secara bersama meningkatkan kemampuan perubahan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Engagement sering kali dipandang sebagai kunci untuk mengangkat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Engagement sering kali dipandang sebagai kunci untuk mengangkat organisasi ke tingkat yang lebih tinggi dalam perusahaan untuk menjalankan dan mecapai bisnis yang sukses
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menaruh adanya minat terhadap pentingnya kesehatan. Sehat menurut kamus Besar
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG MASALAH Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat kini menaruh adanya minat terhadap pentingnya kesehatan. Sehat menurut kamus Besar Bahasa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Berwirausaha 1.1. Pengertian Intensi Berdasarkan teori planned behavior milik Ajzen (2005), intensi memiliki tiga faktor penentu dasar
Lebih terperinciSELF REGULATION, KEPUASAN TERHADAP INFORMASI PEKERJAAN DAN WORK ENGAGEMENT: Studi Kasus pada Dosen FISIP UT
SELF REGULATION, KEPUASAN TERHADAP INFORMASI PEKERJAAN DAN WORK ENGAGEMENT: Studi Kasus pada Dosen FISIP UT Lilik Aslichati, Universitas Terbuka (lilika@ut.ac.id) Abstrak Penelitian penelitan yang dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, karyawan merupakan aset yang sangat penting bagi setiap perusahaan karena untuk kelangsungan kemajuan perusahaan, oleh karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuannya mewujudkan organisasi yang profesional, efektif, efisien,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahkamah Agung (MA) saat ini tengah menghadapi suatu perubahan lingkungan seperti yang tersurat dalam Cetak Biru Pembaharuan Peradilan tahun 2010-2035. MA sebagai salah
Lebih terperinciHubungan Antara Modal Psikologis Dengan Keterikatan Kerja Pada Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Hubungan Antara Modal Psikologis Dengan Keterikatan Kerja Pada Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya Rullyta Indrianti Dr. Cholichul Hadi, Msi.,psi. Fakultas Psikologi Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Keterikatan kerja selalu menjadi isu penting di dalam dunia kerja, hal ini sangat berkaitan dengan kualitas Sumber Daya Manusia yang kemudian akan menentukan keberhasilan dan kemajuan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia mulai dikenal sejak abad 20, terutama setelah terjadi revolusi industri,
Lebih terperinciPSIKOLOGI KEPEMIMPINAN
Modul ke: PSIKOLOGI KEPEMIMPINAN Kepemimpinan Partsipatif, Delegasi, dan pemberdayaan Fakultas PSIKOLOGI Dian Din Astuti Mulia, S.Psi., M.A Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Kepemimpinan Partisipatif,
Lebih terperinciProsiding Psikologi ISSN:
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Hubungan Gaya Kepemimpinan Transformasional dengan Employee Engagement Karyawan Bank X Correlation between Transformational Leadership with Employee Engagement in Bank
Lebih terperinci