melainkan perusahaan membutuhkan karyawan yang mau menginvestasikan diri mereka untuk terlibat secara penuh dalam pekerjaan, memiliki komitmen yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "melainkan perusahaan membutuhkan karyawan yang mau menginvestasikan diri mereka untuk terlibat secara penuh dalam pekerjaan, memiliki komitmen yang"

Transkripsi

1 2 melainkan perusahaan membutuhkan karyawan yang mau menginvestasikan diri mereka untuk terlibat secara penuh dalam pekerjaan, memiliki komitmen yang tinggi, proaktif (Bakker & Demerouti, 2007) dan bisa terikat dengan pekerjaannya (Bakker & Bal, 2010). Penelitian yang dilakukan Bakker dan Bal (2010) menunjukkan hasil bahwa, karyawan dengan tingkat keterikatan kerja (work engagement) tinggi akan menampilkan kinerja terbaik mereka karena karyawan tersebut menikmati pekerjaannya. Work engagement diakui sebagai salah satu konsep terkemuka dalam menggambarkan kesejahteraan (wellbeing) di tempat kerja (Bakker, 2011). Berdasarkan perspektif teoritis, work engagement telah memberikan kontribusi untuk bidang psikologi positif dengan meningkatkan pengetahuan tentang bagaimana sumber yang berasal dari pekerjaan dan faktor pribadi berpotensi dalam mempengaruhi kesehatan, dan mengoptimalkan fungsi tersebut. Berdasarkan perspektif praktis, work engagement menjadi relevan bagi organisasi dan praktisi karena keterkaitannya dengan performance dan indikator positif lainnya seperti extra-role behavior dan meningkatkan komitmen (Bakker, Schaufeli, Leiter, & Taris, 2008). Work engagement juga memiliki implikasi penting bagi karyawan dan organisasi. Implikasi pada tingkat individu atau karyawan, ditemukan bahwa work engagement berpengaruh pada kesehatan dan kebahagian individu, berkurangnya gejala kesehatan yang buruk seperti sinisme, gejala depresi, dan gangguan tidur, serta perasaan positif pada akhir minggu kerja (Hallberg & Schaufeli, 2006; Schaufeli, Taris, & van Rhenen, 2008; Sonnentag, Mojza, Binnewies, & Scholl, 2008). Penelitian yang dilakukan pada tingkat organisasi juga telah menunjukkan bahwa karyawan dengan work engagement yang tinggi akan menjadi karyawan

2 3 yang produktif (Halbesleben & Wheeler, 2008) dan berhubungan dengan sikap kerja yang positif (Hakanen, Perhoniemi, & Toppinen-Tanner, 2008). Selain itu, bukti empiris menunjukkan bahwa sikap kerja seperti kepuasan kerja, komitmen organisasi, organizational citizenship behavior pada level organisasi, dan niat yang lebih rendah untuk berhenti juga merupakan konsekuensi dari work engagement (Hakanen, dkk., 2008; Saks, 2006; Schaufeli, dkk., 2008). Karyawan yang tidak engaged akan merasa adanya ketidakcocokan antara kemampuan yang mereka miliki dengan tugas yang diberikan, dan memiliki komitmen yang rendah terhadap pekerjaannya (Chalofsky & Krishna, 2009). The National Study of the Changing Workforce (NSCW) menemukan bahwa fleksibilitas kerja yang lebih besar akan menciptakan work engagement dan komitmen kerja yang lebih pula di kalangan non-manajerial dan nonprofesional (Harter, Schmidt, & Hayes, 2002). Karyawan yang terikat dengan pekerjaannya akan menampilkan performa lebih baik dibandingkan dengan karyawan yang tidak terikat dengan pekerjaannya. Karyawan yang terikat dengan pekerjaannya cenderung memiliki emosi yang lebih positif, memiliki kesehatan fisik dan psikologis yang lebih baik, memperoleh lebih banyak support, dan memiliki kemampuan untuk menyebarkan work engagement yang mereka rasakan kepada karyawan lainnya. Hal ini didukung oleh penelitian Richman, Civian, Shannon, Hill, dan Brennan (2008) yang menemukan bahwa adanya fleksibilitas dan kebijakan kehidupan kerja yang suportif berkaitan dengan tingginya work engagement. Pengertian mengenai engagement pertama kali dikemukakan oleh Kahn (1990) melalui penelitian etnografinya. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai sebuah kehadiran (presence) keadaan psikologis ketika bekerja. Definisi

3 4 Kahn mengenai work engagement ini mencoba menjelaskan mengenai keterikatan (engagement) dan ketidakterikatan (disengagement) dari diri individu ketika bekerja, dimana Kahn mengusulkan bahwa ekspresi dari diri individu (secara emosional, kognitif, dan/atau fisik) adalah merupakan suatu situasi spesifik. Rothbard (2001) kemudian memperluas definisi dari engagement tersebut sebagai kehadiran keadaan psikologis dalam sebuah peran ketika bekerja, yang di dalamnya terdapat dua komponen dari role performance yaitu cognitive attentiveness dan absorption. Cognitive attentiveness diartikan sebagai sejumlah waktu yang dihabiskan dalam memikirkan suatu peran, sedangkan absorption disamakan dengan sesuatu yang mengasyikkan (engrossment). Lebih lanjut, model lain dari work engagement, yang dikemukakan oleh Maslach dan Leiter (2008), mendefinisikan konstruk ini sebagai istilah positif yang berlawanan arti dengan burnout. Selain itu, Schaufeli, Salanova, GonzálezRomá, dan Bakker (2002) mendefinisikan work engagement sebagai emosi positif, keterlibatan penuh dalam pekerjaan yang ditandai dengan vigor (semangat), dedication (dedikasi), dan absorption (penyerapan terhadap pekerjaan). Vigor ditandai dengan tingginya tingkat energi dan ketahanan mental seseorang dalam bekerja, kemauan untuk menginvestasikan usaha yang lebih dalam pekerjaan, dan ketekunan dalam bekerja meskipun sedang mengalami kesulitan. Dedication ditandai oleh rasa antusias, inspirasi, bangga, dan tantangan. Kemudian, absorption ditandai dengan seseorang yang sepenuhnya terkonsentrasi dan asyik dalam pekerjaannya, dimana waktu berlalu dengan sangat cepat dan sulit untuk memisahkan diri dari pekerjaan. Definisi work engagement yang dipakai dalam penelitian ini adalah definisi work engagement yang diajukan oleh Schaufeli dkk. (2002), yaitu suatu keadaan

4 5 yang dipenuhi emosi positif dan keterlibatan penuh dalam pekerjaan yang ditandai dengan vigor (semangat), dedication (dedikasi), dan absorption (keasyikan terhadap pekerjaan). Definisi ini dipakai di dalam penelitian karena konsep ini pengukurannya konsisten terhadap karakteristik definisinya, dan secara konsekuen, anteseden, dan konsekuensi dapat secara bebas diukur dan diidentifikasi (Simpson, 2009). Terdapat beberapa model atau kerangka penelitian yang digunakan peneliti untuk memprediksi kesejahteraan karyawan. Diantara beberapa model tersebut adalah Demand-Control Model (selanjutnya akan disingkat DCM) dan Job Demands-Resource Model (selanjutnya akan peneliti singkat dengan istilah model JD-R). Berdasarkan DCM, tekanan (strain) yang berasal dari pekerjaan merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara tuntutan (demand) yang dirasakan karyawan dengan sumber daya yang mereka miliki. Menurut Karasek (1998), adanya tekanan dari pekerjaan ini disebabkan karyawan memiliki kontrol kerja yang rendah (seperti otonomi). Penggunaan DCM ini terbatas pada variabel prediktor yang mungkin tidak relevan untuk semua posisi pekerjaan. Selain itu, sebagian besar penelitian sebelumnya yang menggunakan DCM memfokuskan pada hasil (outcome) yang sifatnya negatif, seperti burnout dan masalah kesehatan lainnya. Berbeda dengan model JD-R, khususnya model JD-R versi awal tahun 2001 merupakan kerangka teoretik yang paling banyak digunakan oleh peneliti dalam menjelaskan keterkaitan work engagement dengan hasil positif dan kesehatan dalam organisasi (Albrecht, 2010; Bakker & Leiter, 2010; Mauno, dkk., 2007). Model JD-R versi awal tahun 2001 yang menjelaskan prediktor-prediktor yang mempengaruhi work engagement akan peneliti gunakan sebagai salah satu

5 6 kerangka teoretik dalam penelitian ini. Pemilihan model JD-R ini dikarenakan bahwa model ini sudah robust (Korunka, Kubicek, Schaufeli, & Hoonakker, 2009) dibandingkan dengan model JD-R yang merupakan pengembangan variabel yang terkait dengan work engagement karena masih belum konsisten dan berbeda-beda menurut perspektif peneliti yang menyampaikannya (Bakker & Demerouti, 2007; Hakenen, Schaufeli, & Ahola, 2008; Hakenan, Demerouti, & Xanthopoulou, 2007). Berdasarkan model JD-R, work engagement dipengaruhi oleh dua hal, yaitu job demands dan job resources (Schaufeli & Bakker, 2004). Job demands didefinisikan sebagai aspek fisik, sosial, psikologis atau organisasi dari pekerjaan yang membutuhkan usaha atau keterampilan fisik dan/atau psikologis (kognitif dan emosional) yang berkelanjutan karena terkait dengan biaya fisiologis dan/atau psikologis tertentu (Bakker & Demerouti, 2007). Job demands dikelompokkan menjadi dua, yaitu job demands kuantitatif dan job demands kualitatif. Job demands kuantitatif meliputi tekanan waktu dan kelebihan beban kerja, dan job demands kualitatif yang meliputi tuntutan emosional, ambiguitas peran, konflik peran, dan lingkungan fisik pekerjaan yang tidak menguntungkan. Job resources adalah aspek fisik, psikologis, sosial, dan organisasi dari pekerjaan yang memperlemah pengaruh job demands. Job resources berfungsi dalam mencapai tujuan pekerjaan, dan menstimulasi pertumbuhan, pembelajaran, dan perkembangan individu (Schaufeli & Bakker, 2004). Penelitian-penelitian mengenai work engagement dengan menggunakan model JD-R sebagai kerangka berpikir menemukan bahwa work engagement secara signifikan diprediksi oleh job resources (Rothmann & Jordaan, 2006; Schaufeli & Bakker, 2004) khususnya ketika job demands tinggi (Hakanen, dkk.,

6 7 2008). Lebih lanjut, hipotesis yang menyatakan bahwa job resources akan memprediksi work engagement juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Bakker dan Demerouti (2007). Akan tetapi, penelitian yang menyoroti job demands sebagai salah satu prediktor dari work engagement masih sedikit dilakukan, sehingga literatur mengenai hubungan antara work engagement dan demands sangat terbatas (Rothmann & Jordaan, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Fourie, Rothmann, dan Van de Vijver (2008) menunjukkan hasil bahwa adanya hubungan negatif antara job demands dan work engagement. Bagaimanapun juga, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan penemuan ini dan untuk pemahaman yang lebih baik mengenai pengaruh job demands terhadap work engagement. Selama beberapa dekade terakhir, telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa job demands dapat memicu stres yang berkaitan dengan peran seseorang (Lambert, Hogan, Paoline, & Clarke, 2005). Job demands memiliki pengaruh yang besar terhadap kesejahteraan karyawan dan hasil yang berkaitan dengan pekerjaan, seperti kelelahan emosional dan niat (intention) untuk keluar dari pekerjaan, bahkan work engagement (Doi, 2005). Penelitian mengenai work engagement dalam konteks organisasi kesehatan atau rumah sakit, jika ditelusuri berdasarkan catatan publikasi masih sedikit dilakukan di Indonesia. Dengan kata lain, masih minimnya kajian pustaka ataupun penelitian yang mengungkap work engagement perawat di rumah sakit (Simpson, 2009). Padahal, Smulder (dalam Schaufeli, 2011) menyatakan bahwa perawat merupakan pekerjaan yang menuntut work engagement yang tinggi selain guru dan entrepreneur. Anggota organisasi rumah sakit yang memiliki interaksi dan kontak langsung paling tinggi dengan pasien dan keluarganya

7 8 adalah perawat, dibandingkan dengan anggota rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya. Hal inilah yang menyebabkan rumah sakit mengharapkan perawat agar dapat mengetahui kebutuhan pasien meskipun bukan hal mudah untuk bisa memahami sifat, sikap, dan harapan dari pasien agar bisa merawatnya dengan baik (Gunarsa, 1989). Menurut Potter dan Griffin (2004), perawat memiliki berbagai peran dan seringkali harus melakukan lebih dari satu peran dalam waktu yang bersamaan, dan rentan untuk mengalami konflik peran (Yildirim & Aycan, 2008) karena tuntutan kerja yang tinggi seperti jam kerja panjang, jadwal kerja tidak tentu, dan waktu kerja berlebih. Keadaan ini tentu saja akan berpengaruh pada diri perawat seperti timbulnya stres (Mallet, dalam Taylor, 1999), terganggunya masalah kesehatan, dan rentan mengalami burnout (Potter & Perry, 2005) dikarenakan banyaknya tanggung jawab dan tuntutan kerja (job demands) yang harus dijalankan oleh perawat. Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI, 2006), sebanyak 50,9% perawat di Indonesia mengalami stres kerja, sering merasa pusing, lelah, kurang ramah, serta kurang istirahat akibat beban kerja terlalu tinggi. Survei kualitatif yang dilakukan PPNI (2010) juga menunjukkan bahwa mayoritas perawat menyatakan beban kerja sangat berat karena tidak sesuai dengan tugas dan fungsi perawat ( Banyaknya tugas tambahan yang harus dikerjakan perawat dapat menganggu penampilan kerja dari perawat. Akibat negatif dari banyaknya tugas tambahan perawat diantaranya timbulnya emosi perawat yang tidak sesuai dengan yang diharapkan dan berdampak buruk bagi produktivitas perawat (Taylor, 1999). Hal serupa peneliti temui di Rumah Sakit X Yogyakarta seperti kutipan wawancara berikut ini:

8 9 yaaah..kalau untuk pekerjaan perawat sendiri seperti yang mba lihat, kita mesti jalan kesana kemari, ngurusin pasien, mesti cepat dalam menangani pasien, gak boleh lambat. Kadang jam istirahat pun terpakai untuk ngelayanin pasien ini kan, saling pengertian aja sih antar perawat kalau sudah masuk jamnya istirahat. Tidak heran juga makanya perawatperawat ini mengalami buun..burnot, apa itu namanya.. istilahnya, oh burnout, yaa karena capek kerjaan banyak, jam kerjanya padat jadi lamalama ya jenuh juga ujung-ujungnya ya bisa jadi ke pasien nya jutek gak ramah. (S1.W ). Rumah Sakit X Yogyakarta dalam melakukan kegiatannya, disamping mengutamakan kepentingan masyarakat juga berusaha untuk mempertahankan likuiditas keuangan guna mengembangkan rumah sakit seiring dengan berkembangnya ilmu kedokteran, dan memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Rumah Sakit X Yogyakarta memberikan pengobatan dan perawatan kepada pasien, meningkatkan pelayanan kesehatan serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan. Dengan demikian, maka peranan dan kedudukan Rumah Sakit X Yogyakarta sebagai sarana kesehatan, bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat. Berdasarkan tantangan yang dihadapi oleh profesi perawat tersebut sudah selayaknya bila pihak rumah sakit mengharapkan setiap perawatnya selalu bersemangat, antusias, berdedikasi, dan selalu mengimplementasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya dalam melayani pasien serta terserap minat dan perhatiannya dalam pekerjaan yang dijalankan agar dapat memberikan layanan yang terbaik. Kondisi yang diharapkan terjadi dalam profesi perawat tersebut dikenal dengan work engagement. Hasil wawancara pada tiga perawat di Rumah Sakit X diketahui bahwa perawat merasakan beban kerja yang diemban melampaui kapasitas, perawat mengalami kebosanan dengan rutinitas, dan keluhan karena kurang fokus pada pekerjaan. Apabila hal ini dibiarkan akan

9 10 menyebabkan rendahnya engagement pada perawat saat menjalani profesinya di rumah sakit. Hal ini akan semakin berat dirasakan bagi perawat yang sudah berkeluarga dan memiliki anak, karena mereka harus bisa menyeimbangkan perannya di dalam keluarga dan pekerjaan. Para perawat mungkin mengalami kesulitan memiliki waktu untuk mengurus anaknya. Di lain pihak sebagai seorang wanita yang memiliki peran ganda tentunya tidak dapat mengabaikan urusan keluarga dan kepentingan keluarga karena wanita memiliki peran yang besar dalam menjaga keharmonisan keluarga (Hyde, 2007). Tuntutan kerja, beban kerja, jadwal kerja, dan karakteristik pekerjaan tentunya memberikan tekanan tersendiri pada para perawat wanita yang telah berkeluarga. Apabila tuntutan kerja terlalu berat tentunya akan menyulitkan untuk memenuhi tanggung jawabnya di dalam keluarga. Ketidakseimbangan dalam pemenuhan tuntutan ini dapat memicu timbulnya konflik antara pekerjaan dan keluarga yang disebut work-family conflict. Hal ini akan menghalangi perawat untuk bisa berkonsentrasi secara optimal dan mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk pekerjaan. Work-family conflict yang terjadi juga akan mengurangi kecenderungan seseorang untuk bisa terikat dengan pekerjaannya (Opie & Henn, 2013). Tuntutan kerja yang tinggi akan mengakibatkan perawat yang juga berperan sebagai ibu akan pulang kerja dalam keadaan lelah. Hal ini akan menyebabkan ibu yang bekerja ini tidak memiliki cukup energi untuk memenuhi semua kebutuhan anggota keluarganya, seperti menemani suami, membantu pekerjaan rumah, menemani anak bermain, dan lain sebagainya.

10 11 Menurut penelitian yang dilakukan Bakker, Van Veldhoven, dan Xanthopoulou (2010), work-family conflict merupakan salah satu bentuk dari job demands. Fenomena work-family conflict ini muncul seiring terjadinya perubahan demografi tenaga kerja seperti peningkatan jumlah wanita bekerja dan pasangan yang keduanya juga bekerja. Banyak peneliti yang tertarik untuk meneliti sebab dan pengaruh work-family conflict (Judge, Boudreau, & Bretz, 1994) karena menampilkan peran sekaligus sebagai seorang karyawan, orang tua, dan pasangan yang akan menimbulkan konflik (Eagle, Icenogle, Maes, & Miles, 1998). Work-family conflict menjadi tidak dapat terelakkan karena munculnya tekanan untuk menyeimbangkan semua peran ini (Mauno, Kinnunen, & Ruokolainen, 2006). Kahn, Wolfe, Quinn, Snoek, dan Rosenthall (1964) menjelaskan konsep work-family conflict dengan menggunakan kerangka teori peran (Role Theory). Mereka mengusulkan bahwa penentu utama perilaku individu adalah perilaku yang diharapkan muncul oleh orang lain darinya. Teori peran memprediksi bahwa harapan dari masing-masing peran yang berbeda dapat menghasilkan konflik antar peran. Konflik antar peran ini memiliki efek yang merugikan bagi well-being karena masing-masing peran membutuhkan waktu, energi dan komitmen. Berdasarkan kerangka kerja ini, Kahn dkk. (1964) mendefinisikan work-family conflict sebagai bentuk konflik antar peran dimana tekanan dari peran pekerjaan dan keluarga saling bertentangan. Ketidakcocokan tersebut ditunjukkan dengan kenyataan bahwa partisipasi dalam peran pekerjaan terganggu karena partisipasi dalam memenuhi peran keluarga dan sebaliknya. Greenhaus dan Beutell (1985) mendefinisikan work-family conflict sebagai suatu bentuk pergeseran dimana tekanan peran dari domain pekerjaan dan

11 12 keluarga bertentangan satu sama lain dalam beberapa hal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang-orang akan menghabiskan lebih banyak waktu pada peranan yang mereka anggap lebih penting, sehingga hanya akan tersisa sedikit waktu untuk peran lainnya, yang akan meningkatkan kesempatan seseorang untuk mengalami konflik peran. Work-family conflict adalah salah satu dari bentuk interrole conflict atau ketidakseimbangan peran antara peran di pekerjaan dengan peran di dalam keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985). Work-family conflict juga dapat didefinisikan sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Greenhaus dan Beutell (1985) membedakan work-family conflict menjadi tiga jenis, yaitu: (1) Time-based conflict, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu peran tidak mencukupi atau tidak dapat digunakan untuk menjalankan peran yang lainnya; (2) Strain-based conflict, yaitu tekanan dari satu peran (bisa berasal dari pekerjaan ataupun keluarga) mengganggu pemenuhan kebutuhan untuk peran yang lain; dan (3) Behaviour-based conflict, yaitu ketidaksesuaian antara pola perilaku yang dibutuhkan untuk menjalankan peran yang satu dan yang lainnya. Gutek (dalam Carlson, 2000) mengusulkan agar ketiga jenis work-family conflict ini mempunyai dua arah. Kedua arah tersebut adalah tuntutan di dalam keluarga menganggu seseorang dalam menjalankan tugasnya di pekerjaan (family interference with work/fiw) dan tuntutan di dalam pekerjaan menganggu seseorang untuk menjalankan tugasnya di dalam keluarga (work interference with family/wif). Sebagian besar penelitian awal yang mengukur work-family conflict tidak mengindentifikasi arah dari konflik tersebut. Hal ini berarti, peneliti tidak

12 13 menyelidiki apakah peran di dalam pekerjaan mencampuri urusan dalam keluarga atau sebaliknya, peran di dalam keluarga mencampuri urusan pekerjaan (Mesmer-Magnus & Viswesvaran, 2005). Oleh karena itu, Netemeyer, Boles, dan McMurrian (1996) kemudian melakukan penelitian untuk memvalidasi alat ukur work-family conflict (WFC) dan family-work conflict (FWC) karena kedua konstruk ini secara konseptual berbeda. Netemeyer, dkk. (1996) mendefinisikan work-family conflict sebagai sebuah bentuk konflik antar peran, dimana general demands, waktu yang dibutuhkan, dan ketegangan (strain) yang berasal dari pekerjaan mengganggu seseorang dalam melakukan tanggung jawabnya di dalam keluarga. Kemudian, family-work conflict adalah bentuk konflik antar peran dimana general demands, waktu yang dibutuhkan, dan ketegangan (strain) yang berasal dari keluarga mengganggu seseorang dalam melakukan tanggung jawabnya di pekerjaan. WFC terjadi ketika kegiatan yang yang berhubungan dengan pekerjaan mengganggu tanggung jawab rumah, misalnya membawa pulang pekerjaan dan mencoba untuk menyelesaikannya di rumah dengan mengorbankan waktu keluarga. FWC muncul ketika tanggung jawab yang berkaitan dengan peran di dalam keluarga menghambat aktivitas kerja, misalnya harus membatalkan pertemuan penting karena seorang anak tiba-tiba jatuh sakit (Noor, 2003 dalam Namayandeh, Yaacob & Juhari, 2010). Burke dan Greenglass (1999) menemukan bahwa stres kerja dan tuntutan kerja adalah prediktor terkuat dari work-family conflict. Sejumlah besar penelitian juga menunjukkan bahwa tuntutan pekerjaan seperti jumlah jam kerja, beban kerja dan shift kerja secara positif sangat diasosiasikan dengan WFC (Higgins & Duxbury, 1992).

13 14 Definisi work-family conflict yang digunakan dalam penelitian ini adalah definisi work-family conflict yang dibuat oleh Greenhaus & Beutell (1985) yaitu sebuah bentuk konflik peran dimana tuntutan peran yang berasal dari pekerjaan menganggu seseorang dalam menjalankan perannya di dalam keluarga, yang terdiri dari time-based conflict, strain-based conflict, dan behaviour-based conflict. Definisi ini dipakai dalam penelitian karena memiliki konsep yang lebih jelas dan lengkap, disertai dengan arah dan jenis konflik dibandingkan definisi work-family conflict lainnya. Work-family conflict bisa memberikan dampak yang luas bagi keberfungsian dan kesejahteraan individu, keluarga, organisasi, maupun masyarakat (Hassan, Dollard, & Winefield, 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa work-family conflict memiliki hubungan negatif yang kuat dengan kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan performance dalam organisasi serta kesehatan dan perilaku individu baik dalam domain pekerjaan maupun keluarga (Rotondo, Carlson, & Kincaid, 2003; Hassan, dkk., 2010). Penelitian empiris selama sepuluh tahun terakhir juga telah menemukan hasil bahwa work-family conflict/family-work conflict merupakan faktor pendukung atau anteseden dari work engagement (Halbesleban, dkk., 2009; Peeters, Montgomery, Bakker, & Schaufeli, 2005; Montgomery, Peeters, Schaufeli, & Den Ouden, 2003; Opie & Henn, 2013). Work-family conflict merupakan prediktor yang signifikan bagi work engagement, yaitu semakin tinggi tingkat work-family conflict dikaitkan dengan semakin rendahnya work engagement (Opie & Henn, 2008). Konsekuensi negatif yang ditimbulkan oleh work-family conflict adalah meningkatkan tingkat absensi, meningkatkan turnover, dan menurunkan kesehatan karyawan tersebut baik secara psikologis maupun fisik (Greenhaus &

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak PENDAHULUAN Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak dilakukan di bidang human resource development (HRD) (Chalofsky

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Work Engagement Konsep engagement atau keterikatan dipopulerkan oleh Kahn (1990) yang mendefinisikan work engagement adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Pokok Kepegawaian No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri Sipil adalah unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker,

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari masa ke masa, perbedaan waktu dan tempat mengelompokan pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker, 1998). Di Eropa, fokus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Komitmen Organisasi II.A.1. Definisi Komitmen Organisasi Streers dan Porter (1991) mengemukakan bahwa komitmen merupakan suatu keadaan individu dimana individu menjadi sangat

Lebih terperinci

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena 1 Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global adalah mempertahankan karyawan yang berkualitas. Karyawan potensial yang engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Perubahan demografi tenaga kerja terhadap peningkatan jumlah wanita bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja, telah mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting,

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam membangun negara yang sejahtera dan mampu menyejahterakan rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, termasuk di negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan keluarga menjadi fenomena yang sudah lazim terjadi pada era

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan keluarga menjadi fenomena yang sudah lazim terjadi pada era 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Suami istri yang bersama-sama mencari nafkah (bekerja) untuk masa depan keluarga menjadi fenomena yang sudah lazim terjadi pada era globalisasi ini. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job 9 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisikan tentang teori-teori yang digunakan untuk mendukung dan menjelaskan variabel dalam penelitian. Pembahasan dalam bab ini dimulai dari pembahasan komitmen organisasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber pendapatan seseorang dapat berasal dari berbagai hal. Menurut Kiyosaki (2002) terdapat empat sumber untuk mendapat penghasilan, yaitu sebagai karyawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga terpaksa menganggur. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga terpaksa menganggur. Oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, jumlah pengangguran meningkat sehingga berimbas pada peningkatan jumlah penduduk miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan ditunjang perkembangan dunia usaha yang semakin pesat mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat. Perubahan zaman yang semakin berkembang menuntut perusahaanperusahaan untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar belakang

1 PENDAHULUAN Latar belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar belakang Organisasi menghadapi persaingan yang amat ketat dan kompetitif saat ini. Globalisasi, perkembangan komunikasi dan teknologi informasi yang terjadi cepat selama 20 tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang yang memiliki semangat kerja, dedikasi, disiplin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan kehidupan bangsa, hal ini tidak lepas dari peran seorang guru. Guru memiliki peran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010). BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Pengertian Employee Engagement Kata engage memiliki berbagai makna dan banyak peneliti yang memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Employee Engagement 2.1.1 Pengertian Employee Engagement Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel mereka, tetapi belum ada definisi jelas mengenai

Lebih terperinci

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA BAB2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Work-Family Conflict 2.1.1 Definisi Triaryati (2003) yang mengutip dari Frone, Rusell & Cooper (2000), mendefinisikan work-family conflict sebagai bentuk konflik peran dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Kinerja didefinisikan sebagai tindakan yang hasilnya dapat dihitung, selain itu juga dapat didefinisikan sebagai hasil kontribusi karyawan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari perusahaan adalah menghasilkan produk atau jasa yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami peningkatan maka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole

BAB II LANDASAN TEORI. Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole BAB II LANDASAN TEORI A. Work-Family Conflict 1. Definisi Work-Family Conflict Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole conflict yaitu tekanan atau ketidakseimbangan peran antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan global yang semakin ketat dewasa ini mengakibatkan perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital (sumber daya manusia)

Lebih terperinci

Pada era globalisasi saat ini, teknologi kesehatan berkembang semakin pesat

Pada era globalisasi saat ini, teknologi kesehatan berkembang semakin pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini, teknologi kesehatan berkembang semakin pesat beriringan dengan munculnya penyakit-penyakit yang semakin kompleks.hal itu menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal yang paling penting bagi seorang manusia. Menurut UU no.36 tahun 2006 tentang Kesehatan, bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan tersebut menuntut adanya kemajuan dalam kehidupan manusia. Globalisasi memberikan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu yang belajar di Perguruan Tinggi. Setelah menyelesaikan studinya di

BAB I PENDAHULUAN. individu yang belajar di Perguruan Tinggi. Setelah menyelesaikan studinya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa merupakan individu yang memiliki ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat yang melanjutkan pendidikan ke sebuah perguruan tinggi. Menurut Kamus Besar

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. pengelolaan yang baik pula organisasi akan mendapatkan karyawan-karyawan

Bab I. Pendahuluan. pengelolaan yang baik pula organisasi akan mendapatkan karyawan-karyawan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Dalam melakukan kegiatan bisnis, karyawan merupakan suatu aset yang penting bagi organisasi. Pengelolaan sumber daya manusia yang baik akan berujung pada keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap peningkatan pendapatan Indonesia. Kementerian Pertanian menyatakan bahwa pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, lingkup penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, lingkup penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I ini akan dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, lingkup penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan

BAB I PENDAHULUAN. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komitmen merupakan salah satu variabel yang telah banyak dikaji. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan untuk tetap bertahan di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM).

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan sebagai sumber daya manusia merupakan aset paling penting bagi sebuah perusahaan. Ketatnya persaingan global menuntut perusahaan harus mampu bertahan dan tampil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI BAB 2 TINJAUAN REFERENSI 2.1 Keterikatan Kerja 2.1.1 Keterikatan Kerja Pada dasarnya keterikatan kerja merupakan beberapa istilah dari job engagement, dan employee engagement. Menurut Schaufeli et al.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti yang tercantum dalam UU NO.36/2009 pengertian kesehatan adalah keadaan sehat,

BAB I PENDAHULUAN. seperti yang tercantum dalam UU NO.36/2009 pengertian kesehatan adalah keadaan sehat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan secara umum adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan (WHO, 1984). Begitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan kerja marak dibicarakan di tahun-tahun belakangan ini, namun yang pertama menyebutkan mengenai kosep ini adalah Kahn (1990), sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dan keluarga dibagi oleh gender, dimana pria bertanggung jawab atas

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dan keluarga dibagi oleh gender, dimana pria bertanggung jawab atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa abad yang lalu di sebagian besar masyarakat, tanggung jawab pekerjaan dan keluarga dibagi oleh gender, dimana pria bertanggung jawab atas urusan-urusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi berbagai ancaman kesehatan global, kini beberapa negara termasuk Indonesia semakin meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya. Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulan-keunggulan kompetitif dimana keunggulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan ekonomi global yang dicirikan dengan perubahan cepat, dinamika tinggi, permintaan tinggi atas inovasi, dan (karenanya) memiliki tingkat ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Menurut World Health Organization,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Menurut World Health Organization, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu organisasi yang bergerak di bidang kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Menurut World Health Organization, rumah sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Lingkungan dari keluarga dan kerja seringkali disimpulkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Lingkungan dari keluarga dan kerja seringkali disimpulkan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perubahan bertahap di tempat kerja dan pada tingkah laku karyawan membuat penelitian tentang hubungan antara kerja dan keluarga menjadi semakin penting. Jumlah

Lebih terperinci

Hubungan Work Family Conflict Dengan Quality Of Work Life Pada Karyawan Wanita Perusahaan X

Hubungan Work Family Conflict Dengan Quality Of Work Life Pada Karyawan Wanita Perusahaan X UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI Hubungan Work Family Conflict Dengan Quality Of Work Life Pada Karyawan Wanita Perusahaan X Arlinda Ashar 11511192 3PA09 Pembimbing : Marchantia Andranita, Mpsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengertian antara suami dan istri, sikap saling percaya-mempercayai dan sikap saling

BAB I PENDAHULUAN. pengertian antara suami dan istri, sikap saling percaya-mempercayai dan sikap saling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam hidupnya. Dalam perkawinan diperlukan kematangan emosi, pikiran, sikap toleran, sikap saling pengertian

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek BAB II TELAAH PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Pembahasan pada bab ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek penelitian termasuk pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung pula oleh sumber daya manusia yang berkualitas, baik dari segi mental, spritual maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Jenjang pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan rasa harga diri mereka (Schiemann, 2011). Untuk mencapai keunggulan bersaing, organisasi perlu untuk membuat

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan rasa harga diri mereka (Schiemann, 2011). Untuk mencapai keunggulan bersaing, organisasi perlu untuk membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Manajemen sumber daya manusia memiliki peranan kunci dalam menentukan keberlangsungan, efektivitas, dan daya saing suatu organisasi. Layaknya hubungan simbiosis nilai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (2003), work-family conflict (WFC) merupakan suatu bentuk konflik peran

BAB II LANDASAN TEORI. (2003), work-family conflict (WFC) merupakan suatu bentuk konflik peran 14 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Work-Family Conflict (WFC) Work-family conflict (WFC) memiliki beberapa definisi. Menurut Triaryati (2003), work-family conflict (WFC) merupakan suatu bentuk konflik peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi saat ini merupakan bagian yang sudah tidak dapat dipisahkan lagi

BAB I PENDAHULUAN. Informasi saat ini merupakan bagian yang sudah tidak dapat dipisahkan lagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi saat ini merupakan bagian yang sudah tidak dapat dipisahkan lagi dari lingkungan masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tidak luput dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dunia ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan di segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Burnout 2.1.1. Definisi Burnout Istilah burnout berasal dari tahun 1940-an sebagai sebuah kata untuk menggambarkan titik di mana mesin jet atau roket berhenti beroperasi. Kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia selalu melakukan berbagai macam aktivitas dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia selalu melakukan berbagai macam aktivitas dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia selalu melakukan berbagai macam aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari. Salah satu dari aktivitas tersebut diwujudkan dalam kegiatan kerja. Aktivitas itu

Lebih terperinci

sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan

sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan yang lebih tinggi terhadap karyawan atau calon karyawan agar dapat terus bersaing di dunia korporasi yang semakin kompetitif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. area, seperti di area pekerjaan dan keluarga. Demikian juga dengan para pegawai

BAB I PENDAHULUAN. area, seperti di area pekerjaan dan keluarga. Demikian juga dengan para pegawai BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap individu memiliki peran dalam menjalani kehidupan di berbagai area, seperti di area pekerjaan dan keluarga. Demikian juga dengan para pegawai PT. X

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru merupakan juru kunci keberhasilan pendidikan seorang murid. Bagaimana tidak, tugas seorang guru jelas tertuang dalam UU No 14 Tahun 2005 yang dijabarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan-perusahaan ritel sedang berkembang dengan maraknya belakangan ini. Retailer atau yang disebut dengan pengecer adalah pedagang yang kegiatan pokoknya melakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah engagement pertama kali digunakan dalam setting pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Work-Family Conflict. Kahn, dkk. (1964) menjelaskan konsep work-family conflict dengan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Work-Family Conflict. Kahn, dkk. (1964) menjelaskan konsep work-family conflict dengan BAB II LANDASAN TEORI A. Work-Family Conflict 1. Definisi Work-Family Conflict Kahn, dkk. (1964) menjelaskan konsep work-family conflict dengan menggunakan kerangka teori peran. Penulis menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA Rahmani Azizah 15010113140103 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia kerja. Salah satu lembaga pada jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, baik pria maupun wanita berusaha untuk mendapatkan pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, baik pria maupun wanita berusaha untuk mendapatkan pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, baik pria maupun wanita berusaha untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan bekerja sebaik mungkin demi memenuhi kebutuhan hidup yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Komitmen organisasional menurut Rivai (2006:67) dapat diartikan sebagai identifikasi,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Komitmen organisasional menurut Rivai (2006:67) dapat diartikan sebagai identifikasi, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Komitmen Organisasional Komitmen organisasional menurut Rivai (2006:67) dapat diartikan sebagai identifikasi, loyalitas, dan keterlibatan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: work-family conflict, kelelahan emosional, intention to leave.

ABSTRAK. Kata kunci: work-family conflict, kelelahan emosional, intention to leave. Judul : Pengaruh Work-Family Conflict dan Kelelahan Emosional terhadap Intention to Leave Karyawan Pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Denpasar Selatan Nama : Putu Aris Praptadi NIM : 1206205036 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global,

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asal-usul kemunculan employee engagement dalam dunia bisnis tidak sepenuhnya jelas. Pertama kali yang menggunakan ide tersebut adalah sebuah organisasi yang bernama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja atau Sumber Daya Manusia merupakan sumber daya yang penting di dalam sebuah perusahaan atau organisasi, sehingga masalah sumber daya manusia menjadi hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang kedokteran membuat rumah sakit dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang kedokteran membuat rumah sakit dari pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dalam bidang kedokteran membuat rumah sakit dari pemerintah maupun swasta saling bersaing, dengan persaingan yang berfokus pada kepuasan konsumen dituntut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009 1 1. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Manajer merupakan seseorang yang berusaha menggapai tujuan organisasi atau perusahaan dengan mengatur orang lain agar bersedia melakukan tugas yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan yang memiliki peranan penting sebagai penunjang kesehatan masyarakat. Keberhasilan suatu rumah sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang menarik di banyak negara, termasuk negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang menarik di banyak negara, termasuk negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan partisipasi wanita yang memilih bekerja telah menjadi fenomena yang menarik di banyak negara, termasuk negara-negara berkembang salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sementara itu pada saat ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sementara itu pada saat ini banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sementara itu pada saat ini banyak negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja ( job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja ( job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja ( job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di Indonesia, salah satunya adalah kota Bandung. Hal tersebut dikarenakan banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Semakin berkembangnya zaman, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat. Angkatan kerja dituntut untuk kompeten dan memiliki keterampilan yang mumpuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan dinamika kerja saat ini menimbulkan tantangan baru bagi mental pekerja, salah satunya adalah ancaman stres. Diuraikan dalam Harvey et al. (2012), dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat perkembangan era modern ini, pemandangan wanita bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari budaya Timur yang pada umumnya peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan keprihatinan tentang kesejahteraan psikologis perempuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan keprihatinan tentang kesejahteraan psikologis perempuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Partisipasi perempuan dalam angkatan kerja meningkat di seluruh dunia. Kecenderungan ini mengakibatkan transformasi dalam peran gender tradisional dan meningkatkan

Lebih terperinci

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekerja bagi manusia sudah menjadi suatu kebutuhan, baik bagi pria maupun bagi wanita. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan jaman, saat ini banyak wanita yang mengenyam

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan jaman, saat ini banyak wanita yang mengenyam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan jaman, saat ini banyak wanita yang mengenyam pendidikan tinggi. Dengan demikian, lebih banyak wanita/istri yang bekerja di luar rumah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir separuh dari seluruh kehidupan seseorang dilalui dengan bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan berbagai perasaan dan sikap. Saat ini,

Lebih terperinci

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali 2 structural equation model (SEM) to examine the relationship and the effects of independent variable to the dependent variable by the presence of mediator variable. The result of this research was that

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergantian manajer wilayah yang terjadi pada BUMN adalah suatu hal yang biasa terjadi, salah satunya pada PT. Kimia Farma, Tbk. Pergantian manajer wilayah tersebut

Lebih terperinci

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran work-family conflict (WFC) perawat wanita rawat inap I Rumah sakit X Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup di tempat kerja, pekerjaan dan keluarga, pekerjaan dan pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Hidup di tempat kerja, pekerjaan dan keluarga, pekerjaan dan pemenuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan tujuan utama seseorang dalam meraih aktualisasi diri terhadap potensi yang dimiliki. Dalam perjalanan kerja, sebagian besar orang mulai merasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan pekerjaan dan keluarga menjadi bagian yang akan dilalui oleh setiap individu dalam hidupnya. Memilih keduanya atau menjalani salah satu saja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini karyawan tidak lagi mendefinisikan kesuksesan karir dengan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini karyawan tidak lagi mendefinisikan kesuksesan karir dengan BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Saat ini karyawan tidak lagi mendefinisikan kesuksesan karir dengan jumlah penghasilan atau tingginya gaji yang diterima. Konsultan dunia Accenture (2013) mengungkapkan,

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab 5 ini, akan dijelaskan mengenai kesimpulan dan diskusi dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Kemudian, saran-saran juga akan dikemukakan untuk perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki kebutuhan-kebutuhan pokok untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki kebutuhan-kebutuhan pokok untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti memiliki kebutuhan-kebutuhan pokok untuk keberlangsungan hidupnya. Kebutuhan pokok manusia terdiri dari pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Sumber: diakses pada 25/04/2014 pukul WIB)

BAB I PENDAHULUAN. (Sumber:  diakses pada 25/04/2014 pukul WIB) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rumah sakit sebagai suatu institusi pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai sumber daya manusia yang kualitasnya sangat berperan dalam menunjang pelayanan

Lebih terperinci

PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT. Intisari. Winda Nevia Rosa Bagus Riyono

PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT. Intisari. Winda Nevia Rosa Bagus Riyono PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT Intisari Winda Nevia Rosa Bagus Riyono Work engagement telah mendapat banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir

Lebih terperinci

Bab 2. Literature Review

Bab 2. Literature Review Bab 2 Literature Review 2.1 Work Life Balance Work-life balance merupakan pemenuhan dan pencapaian alokasi waktu yang seimbang antara tanggungjawab terhadap pekerjaan dan keluarga (Yuile et al., 2012).

Lebih terperinci

SELF REGULATION, KEPUASAN TERHADAP INFORMASI PEKERJAAN DAN WORK ENGAGEMENT: Studi Kasus pada Dosen FISIP UT

SELF REGULATION, KEPUASAN TERHADAP INFORMASI PEKERJAAN DAN WORK ENGAGEMENT: Studi Kasus pada Dosen FISIP UT SELF REGULATION, KEPUASAN TERHADAP INFORMASI PEKERJAAN DAN WORK ENGAGEMENT: Studi Kasus pada Dosen FISIP UT Lilik Aslichati, Universitas Terbuka (lilika@ut.ac.id) Abstrak Penelitian penelitan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat, terutama di kota-kota besar. Banyaknya jumlah rumah sakit tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat, terutama di kota-kota besar. Banyaknya jumlah rumah sakit tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan rumah sakit dalam 20 tahun belakangan ini meningkat dengan pesat, terutama di kota-kota besar. Banyaknya jumlah rumah sakit tersebut tentunya akan menimbulkan

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK.

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK. STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK. NADHIRA DANESSA M. ABSTRAK Bank Rakyat Indonesia (BRI) merupakan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menggunakan sebagian besar waktunya. Meskipun berbeda, pekerjaan dan keluarga saling interdependent satu

Lebih terperinci

Pengaruh Stress Kerja dan Keadilan Organisasi terhadap Employee engagement

Pengaruh Stress Kerja dan Keadilan Organisasi terhadap Employee engagement 1 Pengaruh Stress Kerja dan Keadilan Organisasi terhadap Employee engagement Endah Sekarwangi 1 & IJK. Sito Meiyanto 2 Magister Profesi Psikologi Universitas Gadjah Mada Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawabnya di rumah sakit perawat harus dihadapkan pada pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawabnya di rumah sakit perawat harus dihadapkan pada pekerjaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional dan fisik yang bersifat mengganggu, merugikan dan terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. emosional dan fisik yang bersifat mengganggu, merugikan dan terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres adalah kondisi fisik dan psikologis yang disebabkan karena adaptasi seseorang pada lingkungan. Stres kerja didefinisikan sebagai respon emosional dan fisik yang

Lebih terperinci