BAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan Kerja Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement dinyatakan Vazirani (2007) sebagai tingkat komitmen dan keterlibatan yang karyawan miliki terhadap organisasinya dan nilai-nilai yang ada di dalamnya yang terlihat dalam sikap positif karyawan terhadap organisasi dan nilai-nilai yang ada di dalamnya. Macey, Schneider, Barbera & Young (2009) mengatakan bahwa keterikatan kerja karyawan adalah suatu keadaan psikologis yang positif terkait pekerjaan yang dicirikan dengan suatu keinginan murni untuk berkontribusi bagi kesuksesan organisasi. Dalam keterikatan kerja terdapat hubungan emosional dan intelektual yang tinggi antara karyawan dengan pekerjaannya, organisasi, manajer dan rekan kerjanya, sehingga mempengaruhi karyawan untuk melakukan upaya lebih pada pekerjaannya. Bertambahnya energi, melakukan pekerjaan yang melebihi harapan, bentuk-bentuk perilaku adaptif atau inovatif untuk kesuksesan perusahaan merupakan indikasi perilaku keterikatan kerja. Menurut Schiemann (2009), keterikatan kerja menggambarkan seberapa jauh karyawan bersedia melampaui persyaratan minimal dari peran mereka untuk memberikan energi tambahan atau mengadvokasi (membela) organisasi mereka terhadap perusahaan lainnya sebagai tempat yang baik untuk bekerja atau berinvestasi. Karyawan yang terikat akan bekerja lebih giat dan bertahan di 13

2 perusahaan lebih lama, memuaskan lebih banyak pelanggan dan memiliki pengaruh positif yang lebih kuat terhadap hasil perusahaan. Schaufeli & Bakker (2010) mendefinisikan keterikatan kerja sebagai suatu keadaan pikiran yang positif terkait pekerjaan yang dicirikan dengan vigor, dedication dan absorption. Vigor dicirikan dengan energi tingkat tinggi dan fleksibilitas mental saat bekerja, keinginan untuk menginvestasikan upaya dalam pekerjaan, dan tetap teguh meski menghadapi berbagai kesulitan; dedication mengacu pada keterlibatan yang kuat pada pekerjaan dan mengalami rasa penting, antusias dan tertantang terhadap pekerjaan; absorption dicirikan dengan berkonsentrasi secara penuh dan merasa asyik dengan pekerjaannya, sehingga waktu terasa berlalu dengan cepat dan sulit melepaskan diri dari pekerjaan. Pendeknya, karyawan yang terikat memiliki level energi yang tinggi dan antusias dengan pekerjaan mereka. Kahn (1990) menguraikan karyawan yang terikat sebagai karyawan yang fisik, kognitif dan emosionalnya terhubung secara penuh dengan peran kerja mereka. Marciano (2010) mendefenisikan keterikatan kerja karyawan sebagai luasan dimana seseorang itu komit, berdedikasi dan loyal dengan organisasi, supervisor, pekerjaan dan koleganya. Hal ini ditunjukkan dengan gairah dan antusias terhadap pekerjaan, secara konsisten melebihi sasaran dan harapan, membawa gagasan baru dalam pekerjaan, berinisiatif, ingin tahu, mendorong dan mendukung anggota tim, optimis dan positif, gigih mengatasi hambatan dan tetap 14

3 fokus pada tugas, berusaha secara aktif mengembangkan diri, orang lain dan bisnis serta komit dengan organisasi. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keterikatan kerja karyawan menggambarkan suatu keadaan psikologis yang positif terhadap pekerjaaan dan organisasi serta nilai-nilai yang ada di dalamnya yang menimbulkan kesediaan untuk melampaui persyaratan minimal pekerjaan dan direfleksikan dalam sikap positif kepada organisasi melalui kontribusi kinerja terbaiknya secara fisik, kognitif dan emosi untuk kesuksesan organisasi. 2. Kategori Keterikatan Kerja Gallup the Consulting Organization (Vazirani, 2007) menyebut karyawan yang terikat sebagai pembangun (builders). Mereka ingin tahu harapan yang diinginkan dalam peran mereka sehingga bisa sesuai dan bahkan melebihi harapan tersebut. Mereka secara alami ingin tahu tentang perusahaan mereka dan tempat mereka di dalamnya. Mereka bekerja secara konsisten pada level tinggi. Mereka ingin menggunakan talenta dan kekuatan mereka dalam bekerja setiap hari. Mereka bekerja dengan sungguh-sungguh dan mereka mendorong inovasi serta menggerakkan organisasi mereka ke depan. Selanjutnya, karyawan yang tidak terikat cenderung berkonsentrasi pada tugas dibandingkan konsentrasi pada sasaran dan hasil yang diharapkan perusahaan untuk mereka capai. Mereka hanya melakukan apa yang disuruh dan melaporkan jika sudah selesai. Mereka fokus untuk mencapai tugas dibanding mencapai suatu hasil. Mereka cenderung merasa kontribusi mereka diabaikan dan 15

4 potensi mereka tidak dipedulikan. Mereka kadangkala merasakan hal ini karena mereka tidak memiliki hubungan yang produktif dengan manajer mereka atau dengan mitra kerja mereka (Vazirani, 2007). Sedangkan karyawan yang tidak terikat secara aktif, secara konsisten melawan segala sesuatu secara nyata. Mereka tidak hanya tidak bahagia dalam bekerja, mereka juga sibuk menunjukkan ketidakbahagiaan mereka. Mereka menanam benih negativitas di setiap ada kesempatan. Setiap hari, para pekerja yang secara aktif tidak terikat, mengacaukan pencapaian rekan kerja mereka yang terikat. Dalam situasi dimana para pekerja bergantung satu sama lain untuk menghasilkan produk dan jasa, permasalahan dan tegangan yang dimunculkan oleh para pekerja yang secara aktif tidak terikat bisa menyebabkan kerusakan besar bagi fungsi organisasi. 3. Aspek-Aspek Keterikatan Kerja Berdasarkan definisi keterikatan kerja menurut Schaufeli & Bakker (2010), terdapat tiga aspek keterikatan, yaitu vigor, dedication dan absorption. Vigor ditunjukkan dengan tingkat energi yang tinggi dan fleksibilitas mental saat bekerja, kesediaan untuk menginvestasikan seluruh energi yang dimiliki untuk pekerjaan, dan tetap tekun meski menghadapi berbagai kesulitan. Dedication ditunjukkan dengan kesediaan untuk terlibat secara mendalam pada pekerjaan, merasa antusias dan bangga dengan pekerjaan, serta selalu merasa tertantang dengan pekerjaan. Absorption ditunjukkan dengan berkonsentrasi secara penuh 16

5 dan merasa asyik dengan pekerjaannya, sehingga waktu terasa cepat berlalu dan merasa enggan untuk meninggalkan pekerjaan. Schiemann (2009) menguraikan tiga aspek pembentuk keterikatan kerja, yaitu : kepuasan, komitmen dan advokasi. Kepuasan merupakan perasaan positif terhadap perusahaan karena telah terpenuhinya hal-hal mendasar pada karyawan, yang membawa pada kehadiran karyawan secara psikologis dalam pekerjaannya. Komitmen menggambarkan keengganan meninggalkan perusahaan dan kebanggaan sebagai bagian dari perusahaan. Sedangkan advokasi menggambarkan kesediaan untuk mengerahkan upaya ekstra, bekerja melampaui harapan dan mendorong orang lain untuk mendukung produk atau jasa perusahaan. Advokasi menimbulkan semangat dan kekuatan (force) yang akan menjadi bahan bakar pada perilaku kerja yang lebih efektif. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam keterikatan kerja terdapat 3 aspek, yaitu energi yang tinggi dan ketekunan kerja yang disebut Schaufeli & Bakker (2010) sebagai vigor, kerelaan dan ketulusan mendedikasikan kemampuan terbaiknya untuk perusahaan yang disebut dedication serta merasa senang dalam menjalankan pekerjaan dan lebur dalam pekerjaan yang disebut absorption. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterikatan Kerja Berdasarkan model keterikatan kerja yang disebut JD-R (Job Demands- Resources) Model yang dikembangkan oleh Bakker & Demerouti (2008), 17

6 terlihat bahwa keterikatan kerja dipengaruhi oleh job resources dan personal resources. Model ini menunjukkan bahwa job resources dan personal resources secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama meramalkan keterikatan kerja karyawan. Job resources dan personal resources memiliki dampak positif pada keterikatan kerja saat tuntutan kerja tinggi (Bakker & Demerouti (2008)). Job resources mengacu pada aspek-aspek lingkungan terkait pekerjaan, yaitu aspek fisik, sosial atau organisasional dari pekerjaan. Contoh job resource adalah : dukungan sosial dari kolega dan supervisor, coaching dari supervisor, feedback kinerja, beragamnya skill dan otonomi, dan lain-lain. Sedangkan personal resources mengacu pada keadaan psikologis individu, yaitu: optimism, self efficacy, resiliency dan self esteem (Bakker & Demerouti, 2008). Menurut Schiemann (2009), banyak faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja karyawan. Jaminan pekerjaan, perlakuan yang adil, kompensasi yang mencukupi, perlakuan dengan penuh hormat dan bermartabat, faktor-faktor yang berhubungan dengan stres (seperti beban kerja yang berlebihan, target kinerja yang tidak realistis, konflik pekerjaan dan keluarga yang disebabkan adanya ketidakseimbangan), adanya timbal balik hak (konsekwensi positif perusahaan atas kinerja yang baik dari karyawan) yang tidak hanya mencakup upah atau benefit yang menarik, tetapi juga pengembangan keterampilan, budaya inovatif atau ketersediaan sumber daya tertentu yang memungkinkan karyawan untuk berkembang. Selanjutnya adalah pekerjaan yang menarik, dimana ada 18

7 kesesuaian antara jenis pekerjaan dengan individu, adanya teman sejawat yang akrab dan pemimpin yang menginspirasi, dan lain-lain. Marciano (2010) mengatakan bahwa saat level penghargaan terhadap seseorang tumbuh, level keterikatan kerjanya juga tumbuh. Hal ini dikembangkan dari prinsip bahwa jika orang diperlakukan dengan berharga, mereka akan terikat dan bekerja lebih keras mencapai sasaran organisasi. Selanjutnya Marciano (2010) menguraikan tujuh faktor yang mendorong terjadinya keterikatan kerja karyawan yang dirangkumnya dalam 7 Drivers RESPECT Model, yaitu : Recognition, Empowerment, Supportive feedback, Partnering, Expectations, Consideration dan Trust. Dengan recognition (pengakuan), karyawan merasa kontribusi mereka diketahui dan diapresiasi, pemberian reward (hadiah) diberikan berdasarkan kinerja dan para atasan secara reguler mengakui anggota tim berhak mendapatkannya. Dalam empowerment (pemberdayaan), para atasan menyediakan peralatan kerja, sumber daya dan pelatihan yang dibutuhkan karyawan untuk sukses dalam pekerjaan, memberikan otonomi dan didorong untuk mengambil risiko. Supportive feedback (umpan balik yang mendukung) berarti para atasan memberikan feedback yang spesifik pada waktunya dalam suatu media yang mendukung, tulus dan konstruktif, bukan untuk membuat malu atau menghukum. Dalam partnering (kemitraan), karyawan diperlakukan sebagai mitra bisnis dan secara aktif berkolaborasi dalam pengambilan keputusan bisnis, menerima informasi keuangan, mendapatkan keleluasaan dalam pengambilan keputusan, atasan bertindak sebagai pendorong untuk pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Expectations (harapan), 19

8 dimana para atasan menjamin bahwa sasaran, tujuan dan prioritas bisnis secara jelas ditetapkan dan dikomunikasikan, karyawan mengetahui standard kinerja mereka yang dievaluasi dengan bertanggung jawab. Considerations dimana para atasan, manajer dan anggota tim menunjukkan rasa tenggang, kepedulian dan perhatian satu sama lain, para atasan secara aktif berusaha memahami pendapat dan perhatian karyawan dan memahami serta mendukung saat karyawan mengalami permasalahan pribadi. Trust (rasa percaya), dimana para atasan menunjukkan kepercayaan dan yakin dengan skill dan kemampuan karyawan, sebaliknya karyawan percaya bahwa atasan mereka akan bekerja dengan tepat melalui mereka, para atasan memenuhi janji dan komitmen mereka sehingga karyawan mempercayai para atasan. Xanthopoulou, Bakker & Demerouti (2008) menyatakan bahwa keterikatan kerja ditentukan oleh faktor individual dan lingkungan. Faktor lingkungan terkait dengan aspek organisasi dan atau psikologis, sosial dan fisik pekerjaan, seperti : otonomi, dukungan sosial, coaching atasan, umpan balik kinerja dan peluang pengembangan keahlian. Sedangkan faktor individu mengacu pada evaluasi diri yang positif yang berkaitan dengan resiliency dan rasa mampu untuk mengendalikan dan mempengaruhi lingkungan mereka dengan sukses. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan secara umum bahwa keterikatan kerja dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal mengacu pada individu karyawan, sedangkan faktor eksternal mengacu pada aspek di luar diri individu, yaitu aspek fisik, sosial dan organisasional dari pekerjaan. 20

9 B. Kualitas Kehidupan Kerja 1. Definisi Kualitas Kehidupan Kerja Secara umum, kualitas kehidupan kerja yang juga disebut Quality of Work Life berarti kesesuaian atau ketidaksesuaian lingkungan kerja bagi manusia. Kualitas kehidupan kerja mengacu pada kualitas hubungan antara karyawan dan lingkungan kerja keseluruhan (Reddy & Reddy, 2010). Menurut Ivancevich, Matteson & Konopaske (2006), kualitas kehidupan kerja adalah filosofi dan praktik manajemen yang meningkatkan harga diri karyawan, yang memperkenalkan perubahan dalam budaya organisasi, serta memperbaiki keadaan fisik dan emosional karyawan. Misalkan, menyediakan kesempatan bagi karyawan untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Cascio (1986), kualitas kehidupan kerja didefinisikan dalam dua cara pandang. Cara pertama menyetarakan kualitas kehidupan kerja dengan serangkaian kondisi dan praktek organisasi yang objektif (seperti kebijakan promosi dari dalam, supervisi yang demokratis, melibatkan karyawan, kondisi kerja yang aman). Cara kedua menyetarakan kualitas kehidupan kerja dengan persepsi karyawan terhadap keberadaan fisik dan mental dalam pekerjaan, bahwa mereka aman, terpuaskan dengan relatif baik, memiliki keseimbangan kehidupan kerja yang layak, dan mereka dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia. Cara ini mengaitkan kualitas kehidupan kerja dengan tingkatan dimana kebutuhan manusia terpenuhi secara penuh. Mondy (1990) mengatakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah luasan dimana karyawan memuaskan kebutuhan personal yang penting melalui 21

10 pengalaman organisasi mereka. Tanggung jawab atas kualitas kehidupan kerja ini merupakan gabungan tanggung jawab manajemen, serikat pekerja dan anggota lainnya dalam organisasi. Davis, Levine & Taylor (1984) menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja didefinisikan sebagai aspek-aspek kerja dimana anggota-anggota organisasi melihatnya sebagai suatu yang diinginkan dan dapat meningkatkan mutu kehidupan dalam pekerjaan. Hal ini bisa berarti bahwa dua organisasi yang berbeda bisa mendefenisikan kualitas kehidupan kerja secara berbeda. Dalam organisasi yang samapun, persepsi tentang apa kualitas kehidupan kerja itu bisa berbeda dari grup yang satu dengan grup yang lain. Meski sifat dan kondisi kerja bervariasi, persepsi tentang kepuasan juga berbeda antara satu dengan yang lain, namun ada kesamaan yang penting yang memotong perbedaan-perbedaan ini. Lawler (1975; Davis et al, 1984) mendefinisikan kualitas kehidupan kerja dalam istilah tingkatan dimana lingkungan kerja organisasi memotivasi agar performance pekerjaan efektif. Kualitas kehidupan kerja yang tinggi setara dengan motivasi dan tingkat kepuasan karyawan yang tinggi. Oshagbemi (1999) menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah lingkungan kerja yang kondusif untuk membentuk sikap atau reaksi emosional positif terhadap lingkungan kerja. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah kualitas hubungan antara karyawan dengan lingkungan kerjanya secara keseluruhan yang tergambar melalui kepuasan atas pemenuhan kebutuhan personal mereka yang penting lewat pengalaman dalam lingkungan organisasi dan 22

11 sumber daya organisasi yang relevan, sehingga hal ini mendorong karyawan di semua level untuk secara aktif berpartisipasi dalam peningkatan efektivitas organisasi sekaligus peningkatan mutu kehidupan kerja karyawan itu sendiri. 2. Kriteria Kualitas Kehidupan Kerja Walton (1973) menyatakan bahwa terdapat 8 kriteria yang menggambarkan kualitas kehidupan kerja karyawan, yaitu : a. Kompensasi yang adil dan mencukupi. Artinya kompensasi yang ditawarkan sesuai dengan standard minimal pribadi karyawan dan adil jika dibandingkan dengan karyawan lain. b. Lingkungan kerja yang selamat dan sehat. Kondisi kerja yang tidak sehat dan berbahaya menyebabkan permasalahan bagi karyawan dan pemberi kerja. Kondisi kerja yang sehat dan selamat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan untuk jangka panjang. Karenanya, investasi yang memadai harus dibuat untuk menjamin kondisi kerja yang selamat dan menyehatkan. Menurut perundangan, fokus perhatian untuk peningkatan situasi kerja meliputi kebisingan, penerangan, space kerja, penghindaran kecelakaan, risiko kecelakaan yang rendah, penerapan jam kerja, dan batasan usia yang potensial bagi karyawan. c. Peluang penggunaan dan pengembangan kemampuan. Hal ini terkait dengaan bagaimana organisasi memberikan kesempatan bagi karyawannya untuk mengembangkan dan menggunakan kemampuan yang dimiliki dalam menyelesaikan pekerjaan. 23

12 d. Peluang untuk tumbuh dan keamanan kerja berkaitan dengan bagaimana organisasi menyediakan fasilitas yang dapat meningkatkan kemampuan karyawan dalam bekerja (seperti pelatihan dan seminar), kejelasan dalam karir serta rasa aman bahwa mereka dapat terus bekerja pada perusahaan e. Adanya integrasi sosial dalam organisasi. Hal ini terkait dengan hubungan yang terjalin antara karyawan dengan rekan kerja maupun perusahaan, dimana karyawan memiliki hubungan yang baik dan dapat bekerja sama dengan rekan kerja maupun atasan, serta memiliki keterikatan dengan perusahaan. f. Perlembagaan dalam organisasi terkait dengan hak-hak karyawan sebagai pekerja di dalam organisasi, ketersediaan lingkungan yang demokratis bagi karyawan, serta kebebasan dan kesamaan dalam segala hal. g. Keseimbangan antara pekerjaan dengan ruang kehidupan pekerja mencakup pengaruh pekerjaan terhadap peran-peran kehidupan pribadi. Pekerjaan, keluarga dan kehidupan pribadi diharapkan dapat tetap seimbang. h. Relevansi sosial kehidupan kerja mencakup tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar serta karyawan yang bekerja di perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari penilaian karyawan terhadap hal-hal yang sudah dilakukan perusahaan (seperti penyediaan produk dengan kualitas tinggi, hubungan dengan masyarakat sekitar, dan lain-lain), serta rasa bangga karyawan terhadap perusahaan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kriteria kualitas kehidupan kerja meliputi gaji yang adil dan memadai; lingkungan kerja yang 24

13 sehat, selamat dan aman; adanya peluang untuk tumbuh dan berkembang; peluang penggunaan dan pengembangan kemampuan; keseimbangan antara pekerjaan, kehidupan pribadi dan kehidupan keluarga; hubungan kerja yang baik; dan tanggung jawab sosial perusahaan yang membangun kebanggaan karyawan. C. Modal Psikologis 1. Definisi Modal Psikologis Menurut Luthans, Youssef dan Avolio (2007), modal psikologis atau yang disebut psychological capital adalah kondisi perkembangan psikologi positif individu yang dicirikan dengan mempunyai keyakinan (self efficacy) untuk berusaha mencapai kesuksesan dalam menghadapi tugas yang menantang; membuat atribusi positif (optimism) tentang keberhasilan saat ini dan masa mendatang; ketekunan menuju sasaran, kemampuan mengarahkan diri mencapai tujuan (hope) menuju kesuksesan; dan ketika dilanda masalah dan kesulitan, tetap bertahan dan kembali ulet bahkan melampaui (resiliency) untuk meraih sukses. Kristiawan & Yunanto (2013) menguraikan lebih lanjut bahwa dalam kaitannya dengan keadaan di tempat kerja, self efficacy didefinisikan sebagai keyakinan dan kepercayaan individu tentang kemampuannya untuk menggerakkan motivasi, sumber daya kognitif dan latihan tindakan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu. Self efficacy membantu individu dalam menghadapi hambatan dan coping terhadap stres. Optimism adalah orientasi mencapai tujuan ketika hasil yang diinginkan mempunyai nilai yang dianggap tinggi. Optimism sebagai suatu gaya atribusi yang menjelaskan tentang suatu 25

14 keadaan positif dan negatif yang berkaitan dengan titik pandang seseorang secara umum. Orang yang optimis menganggap situasi negatif sebagai faktor eksternal, temporal, sebaliknya orang yang pesimis menganggap situasi negatif sebagai faktor internal, konstan dan umum. Hope adalah suatu keadaan motivasional termasuk di dalamnya keyakinan untuk dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Hope merupakan suatu kondisi motivasi positif yang didasarkan pada pencapaian tujuan. Hal ini melibatkan proses mengidentifikasi tujuan secara personal, mencari berbagai macam cara untuk mencapainya dan menyediakan sumber daya untuk mencapai tujuan. Resiliency didefenisikan sebagai suatu kemampuan psikologis untuk membalikkan keadaan dari konflik dan kegagalan. Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa modal psikologis merupakan sumber daya psikologis positif dalam diri individu yang dapat membawa menuju kesuksesan. 2. Komponen Modal Psikologis Luthans, Youssef & Avolio (2007) mengatakan bahwa modal psikologis merupakan konstruk inti yang terdiri dari sumber daya psikologi positif, yaitu hope, optimism, self efficacy dan resiliency. Hope digambarkan Luthans et al (2007) sebagai suatu keadaan motivasional yang positif untuk mencapai kesuksesan yang merupakan hasil interaksi energi yang diarahkan ke sasaran (agency) dan rencana untuk mencapai sasaran (pathways). Yungsiana, Widyarini & Silviandari (2013) menguraikan bahwa individu yang memiliki harapan yang tinggi cenderung termotivasi dan 26

15 lebih percaya diri dalam mengambil tugas, memiliki energi dan keinginan yang kuat serta determinasi yang tinggi untuk memenuhi harapannya, dan cenderung memiliki cara alternatif ketika hambatan muncul, sehingga menghasilkan kinerja yang lebih tinggi. Optimism digambarkan Luthans et al (2007) sebagai suatu ekspektasi positif ke depan yang terbuka terhadap pengembangan. Yungsiana et al (2013) menguraikan bahwa individu yang optimis memiliki harapan bahwa hal-hal baik akan terjadi pada dirinya, tidak mudah menyerah dan biasanya cenderung memiliki rencana tindakan dalam kondisi sesulit apapun. Mereka berusaha menggapai harapan dengan pemikiran yang positif, bekerja keras dalam menghadapi stres dan tantangan sehari-hari secara efektif, memiliki impian untuk mencapai tujuan, berjuang sekuat tenaga, tidak ingin duduk berdiam diri menanti keberhasilan yang akan diberikan oleh orang lain, ingin melakukan sendiri segala sesuatunya dan tidak ingin memikirkan ketidakberhasilan sebelum mencoba, dan berpikir yang terbaik. Self Efficacy digambarkan Luthans et al (2007) sebagai keyakinan seseorang tentang kemampuannya untuk menggerakkan motivasi, sumber daya kognitif dan tindakan yang dibutuhkan agar sukses dalam melaksanakan suatu tugas spesifik. Yungsiana et al (2013) menguraikan individu yang memiliki self efficacy tinggi, yakin bahwa dirinya mampu menangani secara efektif peristiwa dan situasi yang dihadapi, tekun dalam menyelesaikan tugas, percaya pada kemampuan diri yang dimiliki, memandang kesulitan sebagai tantangan bukan ancaman, suka mencari situasi baru, menetapkan sendiri tujuan yang menantang 27

16 dan meningkatkan komitmen yang kuat terhadap dirinya, menanamkan usaha yang kuat terhadap apa yang dilakukannya dan meningkatkan usaha pada saat menghadapi kegagalan, fokus pada tugas dan memikirkan strategi dalam menghadapi kesulitan, dan menghadapi stressor atau ancaman dengan keyakinan bahwa dirinya mampu mengontrolnya. Resiliency digambarkan Luthans et al (2007) sebagai kapasitas untuk mengatasi atau bangkit kembali dari kesulitan, konflik, kegagalan atau tanggung jawab yang meningkat. Yungsiana et al (2013) menguraikan individu yang memiliki resiliency yang tinggi biasanya cepat memulihkan rasa mampu setelah mengalami kegagalan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa modal psikologis memiliki empat komponen, yaitu : hope (kemampuan untuk mengarahkan diri mencapai tujuan dengan tekun), optimism (membuat atribusi positif tentang keberhasilan saat ini dan di masa yang akan datang), self efficacy (keyakinan untuk mencapai kesuksesan pada tugas-tugas yang menantang) dan resiliency (kemampuan untuk bertahan dan bangkit kembali dari kesulitan dan kegagalan). D. Pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Keterikatan Kerja Kanten & Sadullah (2012) menemukan dalam penelitiannya bahwa kualitas kehidupan kerja membantu karyawan dalam mengelola kehidupan personal mereka yang pada akhirnya dapat meningkatkan keterikatan kerja karyawan. Karenanya, perusahaan perlu meningkatkan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja. 28

17 Mengacu pada teori kualitas kehidupan kerja Walton (1973), Kanten & Sadullah (2012) menemukan dalam penelitiannya bahwa masing-masing dimensi kualitas kehidupan kerja, kecuali dimensi work occupancy memiliki hubungan positif yang signifikan dengan keterikatan kerja. Work occupancy meliputi aspek pengaruh pekerjaan terhadap waktu luang, jadwal kerja dan waktu istirahat, serta pengaruh pekerjaan pada kehidupan keluarga. Salah satu kesimpulan penelitian adalah bahwa organisasi yang mampu memenuhi hak-hak karyawannya (constitutionalism), mampu menciptakan lingkungan kerja yang mendukung, adanya relevansi sosial, memberikan kompensasi yang adil dan mencukupi, menyediakan peluang penggunaan kemampuan, peluang penggunaan dan pengembangan kemampuan, peluang tumbuh dan keamanan kerja, dan adanya integrasi sosial, dapat meningkatkan keterikatan kerja karyawan. Mendukung penelitian Kanten & Sadullah (2012) diatas, Yipyintum (2012) dalam hasil penelitiannya juga menyatakan bahwa karyawan yang merasa bahagia dengan kualitas kehidupan kerja yang baik, menunjukkan produktivitas dan kualitas kehidupan kerja yang lebih baik, sikap positif dan niat untuk lebih komit pada organisasi. Marciano (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa keterikatan kerja dapat timbul melalui perasaan respect (berharga). Respect (rasa berharga) ini diperoleh melalui organisasi, kepemimpinan, anggota tim, pekerjaan dan individu itu sendiri. Organisasi terkait dengan misi, visi, tata nilai, sasaran, kebijakan dan tindakan yang ditetapkan organisasi sehingga membuat karyawan bangga mengatakan bahwa dia bekerja untuk organisasi ini. Kepemimpinan berkaitan 29

18 dengan pengawas (atasan) langsung karyawan yang dipercaya bahwa dia kompeten dan memiliki etika, mampu membuat keputusan yang baik dan memperlakukan orang-orang dengan adil. Anggota tim terkait dengan rasa percaya bahwa mereka kompeten, bekerjasama, jujur, mendukung dan berkeinginan untuk memenuhi beban kerja. Pekerjaan berkaitan dengan sifat pekerjaan yang menantang, mendapat reward menarik dan memiliki nilai bagi pelanggan internal dan eksternal. Individu terkait dengan perasaan dihargai oleh organisasi, atasan dan anggota tim. Hasil penelitian Marciano (2010) menunjukkan bahwa lingkungan kerja memiliki pengaruh kuat terhadap keterikatan kerja karyawan. Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa keterikatan kerja karyawan dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang dikenal dengan sebutan kualitas kehidupan kerja. E. Pengaruh Modal Psikologis terhadap Keterikatan Kerja Terkait dengan modal psikologis, Hodges (2010) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa terdapat hubungan signifikan antara modal psikologis dengan keterikatan kerja karyawan. Self efficacy yang merupakan bagian dari modal psikologis, merupakan keyakinan diri untuk mengatur dan melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan pencapaian yang ditetapkan. Keyakinan self efficacy telah dicatat sebagai suatu faktor yang berkontribusi bagi individu untuk mengerahkan lebih banyak usaha dan motivasi untuk menyelesaikan tugas-tugas, dan lebih siap bertahan dalam menghadapi kegagalan atau hambatan yang 30

19 signifikan. Kapasitas modal psikologis berikutnya, Hope, yang merupakan keadaan motivasi yang di dalamnya terdapat agency (energi) dan pathways (cara) untuk mencapai tujuan. Tingginya kapasitas hope menimbulkan kemampuan untuk menghasilkan satu atau lebih cara yang mungkin untuk mencapai tujuan. Selanjutnya, kapasitas psikologi Optimism, berpikir tentang masa depan yang memunculkan energi untuk berjuang mengejar tujuan secara aktif. Kapasitas psikologi terakhir, Resilience, yang membawa kemampuan bagi karyawan untuk berhasil dalam menghadapi perubahan, kesulitan dan risiko, serta bangkit kembali dari keterpurukan dan kegagalan. psikologis mendukung kemunculan Keempat kapasitas psikologi dalam modal perilaku keterikatan kerja, bersemangat, berenergi dan antusias serta memberikan upaya lebih dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan. Semakin tinggi modal psikologis, semakin tinggi harapan hal-hal baik terjadi dalam pekerjaan, semakin percaya mereka mampu menciptakan kesuksesan mereka sendiri, dan lebih mampu bangkit lagi dari kesulitan, jika dibandingkan dengan mereka yang memiliki modal psikologis rendah. Sejalan dengan itu, Herbert (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa sub dimensi modal psikologis tertentu (seperti optimism dan self efficacy) dapat memprediksi varians dalam vigor dan dedication secara kuat. Terlihat bahwa level modal psikologis yang semakin tinggi, khususnya optimism dan self efficacy, bisa meningkatkan keseluruhan keterikatan kerja seorang individu dalam pekerjaannya yang bisa berdampak pada hasil positif bagi individu, juga organisasi. Orang-orang yang memiliki harapan positif dan tetap yakin pada masa 31

20 depan, meski menghadapi hambatan serius, mereka percaya bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menggerakkan motivasi, sumber daya kognitif atau tindakan yang diperlukan agar berhasil melaksanakan suatu tugas khusus. Hal itu menyebabkan terikatnya individu dalam pekerjaannya. Xanthopoulou et al (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa keterikatan kerja dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor individual. Faktor individu mengacu pada evaluasi diri yang positif yang berkaitan dengan resiliency dan rasa mampu untuk mengendalikan dan mempengaruhi lingkungan mereka dengan sukses. Faktor individual ini disebut dengan personal resource yang terdiri dari self efficacy, self esteem dan optimism. Konsep personal resource ini paralel dengan konsep modal psikologis yang dikembangkan oleh Luthans et al (2007) yang terdiri dari empat sumber daya, yaitu optimism, efficacy, resiliency dan hope. Avey, Wensing & Luthans (2008) menemukan bahwa karyawan dengan level tinggi pada modal psikologis mengalami emosi yang lebih positif, yang terkait dengan keterikatan kerja mereka. Seorang karyawan yang penuh harapan (sebagai suatu elemen modal psikologis) bisa menciptakan suatu visi karir yang dia inginkan dalam hidupnya atau suatu kegigihan yang membuatnya fleksibel dan bertahan pada semua tantangan dan tekanan yang dihadapi dalam pekerjaan. Avey, Reichard, Luthans & Mhatre (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa modal psikologis berhubungan dengan komitmen terhadap organisasi. Mereka yang memiliki modal psikologis yang tinggi, lebih komit terhadap organisasi. Mereka juga cenderung melekat dan antusias dengan 32

21 pekerjaannya (engagement). Riset juga menemukan bahwa modal psikologis berhubungan negatif dengan sikap karyawan yang tidak diinginkan, berlawanan dengan menyerah dan putus asa. Mereka dengan modal psikologis yang tinggi cenderung kurang memiliki niat mengundurkan diri. Level optimisme yang lebih tinggi terhadap masa depan dan keyakinan dengan kemampuan diri untuk sukses dalam pekerjaan mereka saat ini akan memotivasi mereka untuk bertanggung jawab atas pekerjaan mereka, menjalani dan menghadapi tantangan dengan usaha keras, melakukan upaya dan sumber daya yang diperlukan, dan gigih dalam menghadapi rintangan. Semakin tinggi modal psikologis, semakin tinggi harapan bahwa hal-hal baik terjadi dalam pekerjaan (optimism), semakin yakin mereka mampu menciptakan kesuksesan mereka sendiri (efficacy & hope) dan lebih sanggup untuk bangkit lagi (resilience). Berdasarkan uraian hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa keterikatan kerja dipengaruhi oleh modal psikologis. F. Pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja dan Modal Psikologis terhadap Keterikatan Kerja Bakker & Demerouti (2008) menyatakan hasil penelitiannya bahwa job resouces dan personal resources memprediksi keterikatan kerja karyawan. Job resource menyangkut aspek lingkungan karyawan yang meliputi aspek fisik, aspek sosial dan aspek organisasional. Contoh : dukungan sosial dari kolega dan atasan, feedback kinerja, hubungan dengan kelompok, peluang pengembangan, keberagaman skill, otonomi, apresiasi, iklim organisasi, peluang belajar, dan lain- 33

22 lainl. Sedangkan personal resources menyangkut aspek individual karyawan itu sendiri yang meliputi aspek self efficacy, resilience dan self esteem. Keberagaman skill, dukungan sosial dari kolega dan supervisor, feedback kinerja dan otonomi yang merupakan bagian dari job resource, memulai suatu proses motivasional yang membawa kepada keterikatan kerja individu (Bakker & Demerouti, 2008). Resilience, self efficacy dan optimism yang merupakan bagian dari personal resources individu menjelaskan kesadaran individu atas kemampuan mereka untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan dan kemampuan untuk mengendalikan lingkungan dengan sukses sehingga berdampak pada keberhasilan. Semua ini memberikan kontribusi dalam keterikatan kerja karyawan (Bakker & Demerouti, 2008). Bakker & Demerouti (2008) menyatakan bahwa job resources dan personal resources secara sendiri-sendiri atau bersama-sama meramalkan keterikatan kerja karyawan. Dampak positif terhadap keterikatan kerja ini akan lebih kuat saat tuntutan kerja tinggi, misal : beban kerja, tuntutan emosional, tuntutan mental yang tinggi. Marciano (2010) menyatakan bahwa karyawan yang sangat terikat akan bertindak seperti pemilik bisnis kecil. Mereka melakukan apa yang harus dikerjakan meski di luar kewajibannya. Mereka cepat masuk kerja, pulang lambat dan membawa pekerjaan pulang jika dibutuhkan. Jika ada masalah, mereka tangani sesuai jadwal. Mereka mengkhawatirkan hal-hal kecil. Mereka memikirkan gagasan yang meningkatkan bisnis dan memuaskan pelanggan. 34

23 Pendek kata, mereka melakukan apapun yang mereka lakukan untuk kesuksesan organisasi. Marciano (2010) selanjutnya menyatakan bahwa faktor individu dan non individu dapat mempengaruhi karyawan untuk merasa terikat atau tidak terikat. Faktor individu penyebab tidak terikatnya karyawan adalah merasa tidak dihargai, harapan yang tidak realistis, apatis, tidak optimis. Harapan dan optimisme menurut Luthan (2007) merupakan bagian dari modal psikologis. Adapun faktor non individu mencakup aspek lingkungan pekerjaan yang terdiri dari : organisasi, kepemimpinan, anggota tim dan pekerjaan. Bagaimana kejelasan misi organisasi, visi, tata nilai, sasaran dan kebijakan membuat karyawan bangga menyatakan bahwa dia bangga bekerja untuk organisasi ini. Bagaimana para atasan memperlakukan bawahan dengan adil, adanya saling dukung dan kerjasama antar anggota tim, pekerjaan yang menantang & menarik, adanya reward, kesemua itu pada akhirnya membuat karyawan merasa terikat dengan organisasinya. Berdasarkan uraian diatas dan mengacu pada uraian definisi kualitas kehidupan kerja sebagai faktor lingkungan dan modal psikologis sebagai faktor individual karyawan, dapat disimpulkan bahwa kualitas kehidupan kerja dan modal psikologis secara bersama-sama dapat mempengaruhi keterikatan kerja karyawan. 35

24 G. Skema Hubungan Antar Variabel Keterikatan kerja karyawan yang tinggi ditunjukkan dengan kinerja terbaik mereka. Karyawan yang terikat bercirikan memiliki energi tingkat tinggi, fleksibilitas mental, keinginan memberikan kinerja terbaik, tetap teguh meski menghadapi berbagai kesulitan (vigor); terlibat dengan pekerjaan, antusias dan tertantang pada pekerjaan (dedication); berkonsentrasi penuh dan merasa asyik dengan pekerjaannya (absorption). Keterikatan kerja merupakan suatu keadaan yang dapat dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Perusahaan dapat memaksimalkan keterikatan kerja karyawan melalui pemenuhan kebutuhan personal mereka dalam kehidupan kerja yang terliput dalam kualitas kehidupan kerja. Disamping itu, karyawan juga perlu memiliki modal psikologis yang di dalamnya terdapat optimism (ekspektasi positif ke depan), hope (ketekunan mencapai sasaran), efficacy (keyakinan pada kemampuan untuk menggerakkan motivasi, sumber daya kognitif dan tindakan yang dibutuhkan agar sukses melaksanakan tugas), dan resiliency (kapasitas untuk mengatasi atau bangkit kembali dari kesulitan, konflik, kegagalan atau tanggung jawab yang meningkat). Skema hubungan antar variabel kualitas kehidupan kerja dan modal psikologis terhadap keterikatan kerja karyawan dapat dilihat dalam gambar di bawah ini : 36

25 Kualitas Kehidupan Kerja - Adequate & fair compensation - Safe & healthy environment - Development of human capacities - Growth & security - Social integration - Constitutionalism - The Total Life Space - Social relevance - Modal Psikologis - Hope - Efficacy - Resiliency - Optimism Keterikatan Kerja - Vigor - Dedication - Absorption Gambar 1. Skema Hubungan Antar Variabel H. Hipotesis Penelitian Berdasarkan pemaparan yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah kualitas kehidupan kerja dan modal psikologis berpengaruh positif dan signifikan terhadap keterikatan kerja karyawan. 37

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap peningkatan pendapatan Indonesia. Kementerian Pertanian menyatakan bahwa pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Jenjang pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Work Engagement BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Pengertian Work Engagement Menurut Macey & Scheneider (2008), engagement yakni rasa seseorang terhadap tujuan dan energi yang terfokus, memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Work Engagement Konsep engagement atau keterikatan dipopulerkan oleh Kahn (1990) yang mendefinisikan work engagement adalah

Lebih terperinci

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat. Perubahan zaman yang semakin berkembang menuntut perusahaanperusahaan untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber pendapatan seseorang dapat berasal dari berbagai hal. Menurut Kiyosaki (2002) terdapat empat sumber untuk mendapat penghasilan, yaitu sebagai karyawan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Employee Engagement 2.1.1 Pengertian Employee Engagement Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel mereka, tetapi belum ada definisi jelas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulan-keunggulan kompetitif dimana keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan kehidupan bangsa, hal ini tidak lepas dari peran seorang guru. Guru memiliki peran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Kinerja didefinisikan sebagai tindakan yang hasilnya dapat dihitung, selain itu juga dapat didefinisikan sebagai hasil kontribusi karyawan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI BAB 2 TINJAUAN REFERENSI 2.1 Keterikatan Kerja 2.1.1 Keterikatan Kerja Pada dasarnya keterikatan kerja merupakan beberapa istilah dari job engagement, dan employee engagement. Menurut Schaufeli et al.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar belakang

1 PENDAHULUAN Latar belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar belakang Organisasi menghadapi persaingan yang amat ketat dan kompetitif saat ini. Globalisasi, perkembangan komunikasi dan teknologi informasi yang terjadi cepat selama 20 tahun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan kerja marak dibicarakan di tahun-tahun belakangan ini, namun yang pertama menyebutkan mengenai kosep ini adalah Kahn (1990), sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor perbankan memegang peranan penting dalam usaha pengembangan disektor ekonomi, dan juga berperan dalam meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Pokok Kepegawaian No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri Sipil adalah unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasi secara sadar dan memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan ekonomi global yang dicirikan dengan perubahan cepat, dinamika tinggi, permintaan tinggi atas inovasi, dan (karenanya) memiliki tingkat ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan global yang semakin ketat dewasa ini mengakibatkan perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital (sumber daya manusia)

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Pengertian Quality of Work Life Kualitas kehidupan kerja atau yang dikenal dengan istilah Quality of Work life (QWL) didefinisikan oleh Nawawi (2001) sebagai program yang mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri (Sunarto, 2004). Hal ini disebabkan karena dunia kerja sekarang telah

BAB I PENDAHULUAN. diri (Sunarto, 2004). Hal ini disebabkan karena dunia kerja sekarang telah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dewasa ini makin banyak organisasi menghadapi suatu lingkungan yang dinamis dan berubah yang selanjutnya menuntut agar organisasi itu menyesuaikan diri (Sunarto,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak PENDAHULUAN Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak dilakukan di bidang human resource development (HRD) (Chalofsky

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan ditunjang perkembangan dunia usaha yang semakin pesat mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu strategi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010). BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Pengertian Employee Engagement Kata engage memiliki berbagai makna dan banyak peneliti yang memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. menggambarkan peristiwa kehidupan dalam suatu cara yang positif (Burke, Joyner, Ceko, &

BAB II LANDASAN TEORI. menggambarkan peristiwa kehidupan dalam suatu cara yang positif (Burke, Joyner, Ceko, & BAB II LANDASAN TEORI A. Optimisme 1. Pengertian Optimisme Optimis adalah istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi individu yang menggambarkan peristiwa kehidupan dalam suatu cara yang positif (Burke,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting,

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam membangun negara yang sejahtera dan mampu menyejahterakan rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, termasuk di negara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan

BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan BAB II LANDASAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan karyawan yang dilakukan

Lebih terperinci

Pada era globalisasi saat ini, teknologi kesehatan berkembang semakin pesat

Pada era globalisasi saat ini, teknologi kesehatan berkembang semakin pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini, teknologi kesehatan berkembang semakin pesat beriringan dengan munculnya penyakit-penyakit yang semakin kompleks.hal itu menuntut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Iklim Organisasi 2.1.1 Pengertian Iklim Organisasi Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job 9 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisikan tentang teori-teori yang digunakan untuk mendukung dan menjelaskan variabel dalam penelitian. Pembahasan dalam bab ini dimulai dari pembahasan komitmen organisasional

Lebih terperinci

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena 1 Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global adalah mempertahankan karyawan yang berkualitas. Karyawan potensial yang engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Persepsi Dukungan Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Persepsi Dukungan Organisasi Persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah engagement pertama kali digunakan dalam setting pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi berbagai ancaman kesehatan global, kini beberapa negara termasuk Indonesia semakin meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya. Menteri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan kerja 2.1.1 Definisi Lingkungan Kerja Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan tersebut menuntut adanya kemajuan dalam kehidupan manusia. Globalisasi memberikan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global,

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asal-usul kemunculan employee engagement dalam dunia bisnis tidak sepenuhnya jelas. Pertama kali yang menggunakan ide tersebut adalah sebuah organisasi yang bernama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan Kerja Menurut Kinicki dan Kreitner (2014 : 169) kepuasan kerja adalah sebuah tanggapan afektif atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan

Lebih terperinci

MEMBANGUN EMPLOYEE ENGAGEMENT EMPLOYEE ENGAGEMENT. Dian Yanuar Roffanna, S.Psi., M.Psi. Bagian Sumber Daya Manusia

MEMBANGUN EMPLOYEE ENGAGEMENT EMPLOYEE ENGAGEMENT. Dian Yanuar Roffanna, S.Psi., M.Psi. Bagian Sumber Daya Manusia EMPLOYEE ENGAGEMENT Dian Yanuar Roffanna, S.Psi., M.Psi. Bagian Sumber Daya Manusia 1 MENINGKATKAN EMPLOYEE ENGAGEMENT Beberapa pakar organisasi menjelaskan bahwa level keterikatan karyawan (employee engagement)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM,

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bagian dari manajemen yang berfokus kepada aspek manusia. Fungsi dari manajemen sumber daya manusia (SDM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia kerja. Salah satu lembaga pada jalur

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN FAMILY SUPPORTIVE SUPERVISORY BEHAVIORS DAN TRUST IN SUPERVISOR DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT

2015 HUBUNGAN FAMILY SUPPORTIVE SUPERVISORY BEHAVIORS DAN TRUST IN SUPERVISOR DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang alasan yang melatarbelakangi peneliti melakukan penelitian. Bab ini meliputi latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. WORK ENGAGEMENT 1. Definisi Work Engagement Work engagement menjadi istilah yang meluas dan populer (Robinson, 2004). Work engagement memungkinkan individu untuk menanamkan

Lebih terperinci

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali 2 structural equation model (SEM) to examine the relationship and the effects of independent variable to the dependent variable by the presence of mediator variable. The result of this research was that

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Quality Of Worklife Kualitas kehidupan kerja (Quality Of Worklife) adalah hubungan timbal balik atau respon antara pekerja dengan perusahaan, serta adanya respon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. industri semakin meningkat. Banyak perusahaan perusahaan baru yang

BAB 1 PENDAHULUAN. industri semakin meningkat. Banyak perusahaan perusahaan baru yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan memasuki era perdagangan bebas saat ini, tantangan dalam bidang industri semakin meningkat. Banyak perusahaan perusahaan baru yang bermunculan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai komitmen pada organisasi biasanya mereka menunjukan sikap kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai komitmen pada organisasi biasanya mereka menunjukan sikap kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komitmen karyawan merupakan salah satu kunci yang turut menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Karyawan yang mempunyai komitmen

Lebih terperinci

STAYING TRUE TO YOUR MORAL COMPASS

STAYING TRUE TO YOUR MORAL COMPASS MORAL INTELLIGENCE Nilai, filosofi, dan kumpulan kecerdasan moral memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap bisnis. Hal tersebut merupakan dasar dari visi, tujuan, dan budaya organisasi. Tantangan

Lebih terperinci

MANAJEMEN OPERASIONAL

MANAJEMEN OPERASIONAL MANAJEMEN OPERASIONAL SUBSISTEM MANAJEMEN TENAGA KERJA Astrid Lestari Tungadi, S.Kom., M.TI. PENDAHULUAN Subsistem yang berhubungan dengan pengembangan sumber daya manusia dalam hal keterampilan dan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek BAB II TELAAH PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Pembahasan pada bab ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek penelitian termasuk pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Keterikatan kerja selalu menjadi isu penting di dalam dunia kerja, hal ini sangat berkaitan dengan kualitas Sumber Daya Manusia yang kemudian akan menentukan keberhasilan dan kemajuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Internal Marketing Pemasaran internal sangat penting artinya bagi perusahaan jasa. Apa lagi bagi usaha jasa yang terkenal dengan high contact. Apa yang dikatakan dengan high

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982; BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi dapat didefenisikan dengan dua cara yang amat berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komitmen organisasi perlu diperhatikan pada setiap anggota yang ada dalam organisasi.allen dan Meyer (1990: 2) menyatakan anggota dengan komitmen organisasi, memiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORI. Locke, Teori ini menjelaskan hubungan antara tujuan yang ditetapkan

BAB II TELAAH TEORI. Locke, Teori ini menjelaskan hubungan antara tujuan yang ditetapkan 8 BAB II TELAAH TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Goal Setting Theory Goal setting theory merupakan bagian dari teori motivasi yang dikemukakan oleh Locke, 1978. Teori ini menjelaskan hubungan antara tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem, salah satunya adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas manusia yang terus meningkat menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem, salah satunya adalah satwa. Tidak jarang manusia

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA Rahmani Azizah 15010113140103 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya tidak dapat dilepaskan dari peran pemimpinnya. Dalam suatu perusahaan, seorang pemimpin bukan semata-mata sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia industri dan organisasi (Lingtangsari, Yusuf & Priyatama, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia industri dan organisasi (Lingtangsari, Yusuf & Priyatama, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dalam dunia industri dan organisasi, menuntut setiap perusahaan memiliki pengelolaan yang baik untuk memantapkan persaingan dalam dunia industri dan organisasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life Menurut Davis dan Newstroom (1994) QWL mengacu pada keadaan menyenangkan atau tidaknya lingkungan kerja. Tujuan pokoknya adalah mengembangkan lingkungan kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen dapat diartikan sebagai sistem kerja, maksudnya adalah bahwa di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen dapat diartikan sebagai sistem kerja, maksudnya adalah bahwa di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Manajemen dapat diartikan sebagai sistem kerja, maksudnya adalah bahwa di dalam setiap aktifitas suatu organisasi perlu memiliki kerjasama harmonis, melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahannya berbentuk Republik dengan kehadiran berbagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahannya berbentuk Republik dengan kehadiran berbagai lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal Indonesia menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi sebagaimana terlihat dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945, dimana pemerintahannya berbentuk Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi setiap individu. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dunia ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan di segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Flow Akademik 1. Definisi Flow Akademik Menurut Bakker (2005), flow adalah suatu keadaan sadar dimana individu menjadi benar-benar tenggelam dalam suatu kegiatan, dan menikmatinya

Lebih terperinci

SUPERVISORY DEVELOPMENT PROGRAM EFFECTIVE TEAM LEADERSHIP PPM MANAJEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI 12/22/2016 1

SUPERVISORY DEVELOPMENT PROGRAM EFFECTIVE TEAM LEADERSHIP PPM MANAJEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI 12/22/2016 1 SUPERVISORY DEVELOPMENT PROGRAM EFFECTIVE TEAM LEADERSHIP BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI 12/22/2016 1 SASARAN PELATIHAN Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan dapat : 1.Mengembangkan gaya

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. penggerak yang mendorong perubahan organisasi. dikaji dan diteleti, karena paling sering diamati namun merupakan fenomena

BAB I. Pendahuluan. penggerak yang mendorong perubahan organisasi. dikaji dan diteleti, karena paling sering diamati namun merupakan fenomena BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Pemimpin sebagai panutan dalam organisasi, sehingga perubahan harus dimulai dari tingkat yang paling atas yaitu pemimpin itu sendiri. Maka dari itu, organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Semakin banyaknya orang yang ingin menjaga kondisi tubuhnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Semakin banyaknya orang yang ingin menjaga kondisi tubuhnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan teknologi sudah semakin maju. Melalui perkembangan teknologi ini maka semakin banyak bidang lain yang berpengaruh dalam kehidupan kita,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Para ahli umumnya memberikan pandangan yang beragam mengenai pengertian komitmen organisasional. Priansa (2014) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik BAB I PENDAHULUAN Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik penelitian. Latar belakang masalah berisi pemaparan mengenai isu konseptual employee engagement dan isu kontekstualnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam. pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam. pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterikatan Kerja (Work Engagement) 1. Pengertian keterikatan kerja Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam era globalisasi yang sudah sangat canggih dengan berbagai teknologi dan ilmu pengetahuan, menuntut suatu organisasi atau perusahaan untuk senantiasa melakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan

BAB II LANDASAN TEORI. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Work Engagement 2.1.1 Definisi Work Engagement Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan terhadap peran mereka dalam pekerjaan, dimana mereka akan mengikatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun internasional harus bekerja secara kompetitif dengan meningkatkan efektifitas dan efisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perusahaan akan berjalan baik dengan adanya sumber daya manusia.

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perusahaan akan berjalan baik dengan adanya sumber daya manusia. BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAH Perusahaan akan berjalan baik dengan adanya sumber daya manusia. Sumber daya manusia diperlukan agar perusahaan dapat memproduksi barang atau jasa. Hambatan perusahaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013) 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasional Komitmen organisasional adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Keterikatan Kerja Keterikatan kerja menarik bagi para praktisi dan peneliti akademik, karena keterikatan kerja menampilkan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius

BAB I PENDAHULUAN. menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN TERHADAP ORGANISASI 1. Defenisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara individu karyawan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Terbentuknya persepsi positif pekerja terhadap organisasi, secara teoritis merupakan determinan penting terbentuknya motivasi kerja yang tinggi. Para pekerja adalah manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah perusahaan. Ketika kinerja dari karyawan meningkat maka bisa dipastikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Kurniawati, 2013). Begitu pula seperti yang tercantum dalam UU No.20/2003

BAB I PENDAHULUAN. (Kurniawati, 2013). Begitu pula seperti yang tercantum dalam UU No.20/2003 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses kehidupan untuk mengembangkan diri setiap individu agar dapat melangsungkan kehidupannya (Kurniawati,

Lebih terperinci

sikap individu maupun kelompok yang mendukung seluruh aspek kerja termasuk

sikap individu maupun kelompok yang mendukung seluruh aspek kerja termasuk A. SEMANGAT KERJA 1. Pengertian Semangat Kerja Davis (2000) mengemukakan semangat kerja merupakan suasana kerja yang positif yang terdapat dalam suatu perusahaan dan terungkap dalam sikap individu maupun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. MOTIVASI

TINJAUAN PUSTAKA A. MOTIVASI II. TINJAUAN PUSTAKA A. MOTIVASI Motivasi berasal dari kata dasar motif yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) pernah dilakukan Marfirani (2008) dengan judul penelitian Hubungan Kepuasan Kerja dengan Organizational

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. muka bumi, manusia juga merupakan makhluk yang penuh dengan rencana,

BAB 1 PENDAHULUAN. muka bumi, manusia juga merupakan makhluk yang penuh dengan rencana, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah khalifah yang menjadi penguasa dan pengelola di muka bumi, manusia juga merupakan makhluk yang penuh dengan rencana, namun sebagai seorang manusia tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran peran dan fungsi sumber daya manusia yang sangat dramatis. Fungsi sumber daya manusia tidak dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan aset paling penting dalam suatu organisasi karena merupakan sumber yang mengarahkan organisasi serta mempertahankan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DEFINISI DAN PENGUKURAN KEPUASAN KERJA

BAB II LANDASAN TEORI DEFINISI DAN PENGUKURAN KEPUASAN KERJA BAB II LANDASAN TEORI 2.1 KEPUASAN KERJA 2.1.1. DEFINISI DAN PENGUKURAN KEPUASAN KERJA Kepuasan kerja adalah suatu sikap yang dipunyai individu mengenai pekerjaanya. Hal ini dihasilkan dari persepsi mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Tujuan organisasi

Lebih terperinci

BAHAN AJAR 3 MOHD. KURNIAWAN. DP

BAHAN AJAR 3 MOHD. KURNIAWAN. DP BAHAN AJAR 3 MOHD. KURNIAWAN. DP Adalah pernyataan evaluatif mengenai obyek, orang, atau peristiwa Adalah kecenderungam yang menetap untuk merasa dan bertindak dengan cara tertentu pada beberapa obyek.

Lebih terperinci

sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan

sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan yang lebih tinggi terhadap karyawan atau calon karyawan agar dapat terus bersaing di dunia korporasi yang semakin kompetitif.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Penelitian mengenai engagement dalam pekerjaan yang berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Penelitian mengenai engagement dalam pekerjaan yang berkembang 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Work Engagement A.1. Definisi Work Engagement Istilah engagement dalam konteks peran kerja karyawan mulai dibicarakan sejak lima belas tahun yang lalu dalam berbagai literatur

Lebih terperinci