Social Entrepreneurship Harus Mengakui Hukum Pasar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Social Entrepreneurship Harus Mengakui Hukum Pasar"

Transkripsi

1 Imam Pituduh: Sumber: Judul buku Social Entrepreneurship Harus Mengakui Hukum Pasar Ditulis ulang dari : Menggali Konsep Social Entrepreneurship, Suatu Riset Pustaka : Jurnal Galang, Vol.1 No.4 Juli 2006, PIRAC, 2006, Opini Hal Kewiraswastaan sosial (social entrepreneurship) secara umum dimaknai sebagai pelaku organisasi nirlaba dalam menggabungkan konsep bisnis dan sosial dengan lebih mengedepankan nilai sosial dan pemberdayaannya. Kewiraswastaan sosial diyakini mampu mendatangkan perubahan-perubahan yang signifikan baik dalam konteks sosial, politik, dan ekonomi bagi kelompok-kelompok miskin dan terpinggirkan. Sayangnya, kewiraswastaan sosial baik dalam konsep maupun praktiknya masih belum mengacu pada suatu kesepahaman. Beberapa lembaga nirlaba di dalam negeri sudah mempraktikkan konsep ini dengan tingkat keberhasilan yang berbeda-beda. Apakah konsep ini secara lebih terbuka menawarkan alternatif pemecahan masalah pemberdayaan lembaga dan masyarakat? Bagaimana prospeknya di Indonesia? Kendala apa saja yang mungkin muncul dihubungkan dengan pengalaman konkrit sebuah lembaga? Berikut petikan wawancara Redaktur Galang, Hamid Abidin dan Yuni Kusumastuti, dengan Direktur Yayasan Pekerti, Imam Pituduh. Bagaimana Anda memaknai konsep kewiraswastaan sosial (social entrepreneurship)? Kita awali dari entrepreneur, yaitu orang yang menyukai risiko untuk mendapatkan keuntungan. Nah, kalau ditambahi sosial artinya kemudian ada beban dan batasan bahwa keuntungan itu harus kembali kepada masyarakat. Misalnya, koperasi tidak membagi deviden. Kalaupun keuntungan itu dibagi, tentu saja harus ada yang diinvestasikan kembali, kemudian ada yang dibayarkan bagi orang-orang yang terlibat, di antaranya pengurus, pelaksana, perajin, dan lainnya. Selain itu social entrepreneurship juga mengupayakan adanya dana pengembangan untuk keberlanjutan usaha dan organisasi. Sehingga pengembangan usaha tersebut nantinya mampu memberdayakan masyarakat yang lebih luas. Apa nilai lebih yang ditawarkan oleh konsep ini jika dibandingkan dengan usaha yang dilakukan perusahaan dan kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan lembaga sosial? Perbedaan mendasar antara konsep social entrepreneurship dengan perusahaan, misalnya, keuntungan usaha yang didapat perusahaan akan kembali kepada pemilik modal. Jadi keuntungan tersebut adalah mutlak menjadi hak pemilik modal, tentunya setelah dikurangi biaya-biaya operasional, gaji karyawan, dan sebagainya. Sebaliknya, kegiatan-kegiatan sosial merupakan kegiatan derma, hibah, dan setelah itu hilang. Batasan social

2 entrepreneurship selain profit itu kembali kepada masyarakat adalah proses bisnis yang dilakukan bersama-sama masyarakat merupakan salah satu bentuk pemberdayaan. Selain itu sustainability merupakan aspek kunci. Sustainability baik dari bisnis itu sendiri maupun partisipan, siapapun yang terlibat. Jadi dua-duanya harus sustain, walaupun mungkin tetap ada beberapa hal yang tidak bisa berlanjut, misalnya karena ketidakmampuan. Misalnya, seperti yang terjadi pada kelompok-kelompok Pekerti. Pekerti mengeluarkan kebijakankebijakan tertentu, misalnya sekarang ini tidak memakai uang muka pada item tertentu. Setiap orang yang membutuhkan dana harus pinjam kepada koperasi. Nah, kebijakan ini tentunya akan memakan korban di mana ada beberapa orang yang kemudian tidak bisa memenuhinya. Dalam hal ini persoalan tersebut selanjutnya menjadi kewajiban dari institusi atau lembaga untuk memberikan subsidi silang. Jadi, misalnya produk-produk yang dihasilkan belum bisa masuk pasar, karena harganya dianggap belum efisien dan sebagainya, tentunya harus ada subsidi silang. Hal itu satu di antara upaya-upaya sustainability yang nantinya dapat meningkatkan partisipasi mereka. Satu hal upaya yang bisa dilakukan untuk peningkatan kapasitas dan menjadi kunci sustainability dalam social entrepreneurship adalah pelatihan. Selain itu lembaga juga harus menyamakan visi di antara karyawan, pengurus dan partisipan. Kalau dalam Pekerti partisipannya kelompok-kelompok perajin. Penyamaan visi penting sekali agar ada pihakpihak tersebut dapat saling memahami karena jika Pekerti hancur, maka hancurlah mereka. Sebaliknya, jika mereka hancur, Pekerti juga tidak akan memperoleh keuntungan. Konsep social entrepreneurship masih dianggap rancu. Apa saja yang membuat hal itu masih sulit didefinisikan secara jelas? Bagi kami sudah jelas sebenarnya. Tetapi karena ini sebuah konsep baru, ada beberapa pihak yang belum mengakuinya. Misalnya, social entrepreneurship itu harus mengakui hukum pasar. Namun, pihak lain mengatakan Wah, tidak bisa begitu. Itu namannya kapitalis jika mengikuti hukum pasar. Kita harus menciptakan hukum pasar kita sendiri. Dalama hal ini akhirnya butuh kesepakatan. Kalau kita sudah punya pasar sendiri, supply sendiri, semua unsur bisnis itu kita miliki sendiri, barangkali kita boleh berdiri sendiri. Tetapi kalau kita menjual barang itu juga pada mainstream pasar umum, maka mau tidak mau hukum pasar harus diberlakukan. Jadi, misalnya, produk yang ditolak pasar harus kita kembalikan ke perajin untuk memberi pelajaran kepada mereka dalam hal quality control. Namun, ini ternyata belum banyak dipahami. Misalnya, pada waktu Pekerti harus mengembalikan satu truk hasil perajin, mereka merasa Pekerti tidak lagi menjalankan fair trade, bukan bisnis sosial tetapi kapitalis. Mereka membandingkan kebijakan kontrol kualitas supermarket di Jakarta dengan ekspor. Jelas berbeda, kan? Padahal hal ini sudah dijelaskan di awal kerjasama. Penolakan atau pengembalian produk ini juga merupakan sebuah pendidikan sekaligus punishment. Hal-hal semacam ini merupakan contoh masih agak rancunya pemahaman social entrepreneurship. Kalau dari positioning-nya, kewiraswastaan sosial berada di tengah-tengah antara market (kapitalis) dengan lembaga sosial. Dalam konteks lembaga, apakah bentuknya lembaga komersial tapi punya aspek sosial lembaga sosial tapi punya usaha komersial? Itu tinggal pengertian atau cara pandang kita tentang sosial dan komersial. Bagi saya sebenarnya dua-duanya tidak ada masalah, apakah organisasi sosial yang sangat

3 profesional atau komersial tetapi berjiwa sosial, yang penting adalah output dan manfaat yang didapat. Katakanlah setiap perusahaan besar itu biasanya mereka mempunyai kegiatan-kegiatan sosial yang cukup tinggi. Nah, sekarang tinggal diukur saja berapa darah yang sudah mereka hisap dari masyarakat, kemudian berapa yang sudah mereka kembalikan kepada masyarakat. Kalau itu lebih kecil, hal itu artinya sebuah strategi public relation (PR). Kemudian, siapa yang bisa mengukur? Ini perlu penelitian yang lebih konkrit. Social enterprise lebih mengedepankan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan bersama daripada yang harus dikembalikan kepada pemilik modal. Jadi, bagi saya sejauh yang berkuasa itu adalah modal maka itu bukan social entreprise atau social entrepreneurship. Dalam konteks social entrepreneurship salah satu cirinya lebih banyak motif ke pengembangan masyarakat daripada pembagian modal. Kalau dari aspek manajemennya, bagaimana membedakannya dengan lembaga sosial secara umum atau lembaga komersial? Dalam konteks pengalaman Pekerti, manajemen seperti apa yang diterapkan? Dalam manajemen kami, hal-hal yang besar seperti laporan keuangan, berapa persen Pekerti mengambil untung, berapa subsidi silangnya, berapa persen yang harus dikembalikan kepada perajin, termasuk kita masih memerlukan reward dan punishment atau tidak, semua itu kita bicarakan dalam annual meeting yang biasanya kita laksanakan di Yogya karena berada di tengah-tengah selain murah. Kemudian semua permasalahan tersebut kita diskusikan bersama, apa yang akan dilakukan berikutnya, dan sebagainya. Kebijakan-kebijakan yang diperlukan kita susun bersama, kecuali misalnya tentang hal-hal yang sifatnya teknis bisa diserahkan pada Pekerti. Segala hal yang dikomunikasikan antara Pekerti dan perajin sedapat mungkin diakomodasi di forum tahunan tersebut. Kalau perusahaan, misalnya Astra, apakah pernah bertanya kepada konsumennya? Pekerti juga tidak langsung bertanya kepada konsumen, tetapi konsumen kita diwakili oleh beberapa kelompok. Setiap tahun kita melakukan semacam evaluasi pertumbuhan mitra. Jadi kita bagikan kuesioner dan meminta anggota untuk mengisi. Misalkan tahun kemarin pendapatan berapa-sekarang berapa, dulu karyawan berapa-sekarang berapa, bagaimana pengaruh pelatihan yang kita lakukan. Kemudian hal itu sebagai bahan dan laporan tahunan kita sebagai bahan untuk pertemuan tahunan. Di samping itu kita juga melakukan selfassessment, mengukur keberhasilan kita dengan sebuah perangkat, 9 prinsip fair trade Pekerti. Hasil itu semua selanjutnya kita evaluasi, kemudian kita kirimkan kepada seluruh buyer kita. Kalau buyer kita datang kemari, mereka kita persilakan untuk menilai. Misalnya, dia akan datang ke perajin, menanyakan penghasilannya berapa kemudian dia akan mencocokkan itu dengan hasil survei kita tahun kemarin. Dalam konteks SDM, kalau di LSM secara umum dikelola orang-orang yang punya kapasitas sosial, sementara di perusahaan lebih banyak dikelola orang profesional murni. Bagaimana menentukan kapasitas karyawan dalam lembaga yang menerapkan konsep social entrepreneurship? Bagi saya lebih baik dikombinasikan. Nomer satu bisnis dulu. Jadi biasanya calon karyawan Pekerti diberikan psikotes pada awalnya, kemudian dilakukan orientasi, ada penilaianpenilaian karya satu tahun sekali untuk kemampuan bisnisnya. Selanjutnya beberapa kali dalam satu tahun kita melakukan assessment untuk kepekaan sosial mereka. Puncaknya pada saat annual meeting itu. Di sana kita mengadakan diskusi-diskusi bersama, memang

4 metodologinya tidak dengan memberikan nilai sekian, tapi lebih pada penyadaran. Tentunya si karyawan itu nantinya memiliki kemampuan bisnis yang ditunjang oleh kemampuan sosialnya. Ia harus menguasai betul 9 prinsip fair trade Pekerti. Karena kemampuan itu nantinya akan mempengaruhi kondite seseorang itu naik jabatan atau tidak, berapa persen ia akan mendapatkan bonus dan berapa range kenaikan gajinya. Walaupun sudah dilakukan hal-hal demikian, masih cukup tinggi juga turn-over-nya. Setidaknya metode yang kita terapkan ini mampu juga mengurangi hal itu. Bagaimana dengan aspek permodalannya? Mengenai permodalan kita menerapkan prinsip dari, oleh, dan untuk anggota. Di dunia bisnis internasional, keberadaan bank merupakan kunci dan mutlak dibutuhkan keberadaannya. Namun, belum tentu kita harus menggantungkan pendanaan dari bank karena administrasinya cukup rumit dan sulit. Di level internasional kita mempunyai kelompok dan mengupayakan adanya lembaga semacam bank, namanya Shared Interest. Lembaga tersebut merupakan media bagi anggotanya untuk berbagi risiko, artinya kita menanamkan modal di sana, kita bisa pinjam dari mereka, perajin juga bisa pinjam dari mereka. Kedua, kita sendiri di sini juga punya koperasi, KOPERTI (Koperasi Pengembangan Kerajinan Rakyat). Jadi seluruh karyawan, pengurus, dan seluruh mitra kita menjadi anggota. Kita mengumpulkan dana, kemudian ditambahi dengan berbagai pinjaman, yang pasti tidak dari bank. Dari koperasi ini, anggota bisa meminjam dengan agunan (tanah atau rumah), tetapi kita tidak menerima agunan STNK atau BPKB dan anggota membayar dengan bunga. Kemudahan lain yang kita berikan kepada anggota adalah peminjaman bisa disesuaikan dengan kebutuhan, tidak selalu untuk kepentingan bisnis, misalnya untuk renovasi rumah, pendidikan anak, kecelakaan ataupun bencana banjir. Dikaitkan dengan problem LSM mengenai keberlanjutan pendanaan, apakah konsep ini bisa menjadi semacam alternatif buat LSM agar mereka tidak tergantung pada lembaga donor? Saya kira persoalan ini bukan sekarang saja terjadi, dari dulu Bina Swadaya, LP3ES sudah memikirkan persoalan itu. Beberapa lembaga pernah mencoba konsep ini, namun tidak semuanya berhasil. Saya dengar, misalnya Dian Desa sudah tidak jalan lagi, penerbitan LP3ES juga tidak semaju dulu. Sayangnya memang kemudian teman-teman di dunia LSM ada yang mengelompokkan diri, sangat puritan. Ia tidak mau mengelola bisnis. Menurut saya hal itu berarti ia telah menggantungkan, menggadaikan visi mereka kepada pemberi dana. Faktor apa yang menjadi kendala selama ini sehingga LSM kurang begitu familiar dengan social entrepreneurship? Pertama, mereka memang mengususkan diri untuk tidak mau terlibat, mereka takut tenggelam. Mereka takut tenggelam karena semua hal diukur dari efisiensi, semua diukur dari untung rugi. Kedua, kurangnya kapasitas SDM. Menurut pengalaman saya di Pekerti, karyawan yang kita rekrut haruslah orang-orang yang terpilih sesuai dengan seleksi yang banyak dipakai oleh perusahaan-perusahaan. Kebanyakan LSM setahu saya tidak melalui sistem seleksi semacam itu. Sebagian besar masih menggunakan sistem yang kurang profesional misalnya, kebetulan teman baik kemudian di-interview kira-kira cocok, pinter

5 berbicara (berorasi) dan lain sebagainya, akhirnya menjadi karyawan. Padahal kalau dilakukan psikotes untuk pekerjaan yang ditawarkan, ia belum tentu cocok. Ketiga, pendidikan-pelatihan. Pelatihan itu pada prinsipnya harus terencana dan urut. Jadi misalnya kalau yang di bagian keuangan, mereka harus menguasai betul tehnologinya, skill-nya, kemudian didukung oleh brain; begitu pula bidang yang lain. Kebanyakan teman-teman LSM lebih banyak mengikuti pelatihan di bidang yang bersifat sosial. Pelatihan yang bersifat praktis dan ekonomis itu sangat sedikit. Coba kalau misalnya ada pelatihan-pelatihan tentang jurnalistik atau PRA (Participatory Rural Appraisal), biasanya banyak sekali peserta yang mengikuti. Saya tidak pernah mendapat undangan untuk pelatihan, misalnya costing, pricing, kemudian bagaimana menyeleksi produk baru, bagaimana market opprttunity-nya, bagaimana pula membuat new market strategy. Dulu Pekerti pernah mengundang mereka kalau kita melakukan pelatihan semacam itu. Ternyata peminatnya sangat kecil dan setelah kembali ke lembaganya, orang tersebut tidak akan ditempatkan di tempat yang dilatihnya itu. NGO secara kultur lebih banyak bergerak ke arah sosial. Seandainya ia ingin menekuni social entrepreneurship, apakah lembaga tersebut lebih baik memiliki divisi atau manajemen yang terpisah secara profesional? Sebenarnya sangat tergantung pada komandannya, visi komandannya. Di Pekerti, kita harus menguasai dua-duanya. Orang divisi pengembangan masyarakat harus paham juga tentang aspek-aspek bisnis yang dipedomani, begitu juga sebaliknya. Kegiatan yang dilakukan juga tidak jauh berbeda dengan LSM pada umumnya, seperti membuat proposal, melakukan pelatihan-pelatihan. Tetapi lembaga yang menerapkan kewiraswastaan sosial sangat tegas di dalam menganalisis waktu, output meskipun output-nya itu lebih bersifat sosial, misalnya. Mengenai pengelolaan memang mutlak harus terpisah, mulai dari administrasi, manajemen. Bahwa orangnya, misalnya melakukan 50:50 atau paro waktu, hal tersebut sangat tergantung pada beban pekerjaan yang ditangani. Kalau misalnya direktur tugasnya rapat, memimpin rapat, juga lobi, ia bisa memegang LSM plus PT. Sebaliknya, apakah marketing manager-nya bisa melakukan hal yang sama? Tentu saja tidak. Misalnya, di Pekerti ada sekitar 9 orang yang tidak boleh diganggu gugat selain pengelolaan usaha. Mereka setiap hari berada di depan komputer, yang satu mengelola bagaimana menangani buyer, yang satu mengatur antara pembelian dengan bagian administrasi, juga ada bagian gudang dan perangkat-perangkat lainnya. Mereka sama sekali tidak boleh diganggu, kecuali jika diperlukan. Misalnya ada kegiatan-kegiatan di lapangan yang membutuhkan orientasi sosial dan bisnis sekaligus, mereka bisa menjadi fasilitator. Dengan pekerjaan yang hampir mirip dengan pekerjaan di perusahaan itu, Pekerti sangat memperhatikan kesejahteraan mereka. Misalnya tunjangan keluarga (kesehatan, pendidikan, dsb.) sehingga karyawan merasa aman dan tentram dalam bekerja. Pada prinsipnya kewiraswastaan sosial yang kita lakukan harus mengupayakan kesejahteraan baik ke dalam maupun ke luar. Kita upayakan agar usaha kita bisa sukses dan organisasi dapat pula menolong dan meringankan beban kelompok sasaran. Sebagai NGO yang mencoba masuk ke ranah social entrepreneurship merasa agak gamang karena misalnya, ketika mereka mencoba menjual produk dan jasa, masyarakat kemudian mempertanyakan, Anda ini lembaga sosial atau komersial? Bagaimana menanggapi hal tersebut?

6 Sebenarnya kita bisa menjelaskan kepada mereka, mengapa kita menjual. Tentunya karena kita ingin merdeka. Kedua, siapa yang dirugikan? Adakah yang dirugikan? Adakah yang diuntungkan? Kita jelaskan hal-hal semacam itu. Pilihan lain adalah kita mau ikut arus atau tidak. Arus di masyarakat itu membedakan antara trading (bisnis) dan karitatif. Tentunya tidak bisa hitam-putih begitu. Kalau mau memantapkan untuk mandiri harus mulai menentukan pilihan. Tentunya akan banyak kritik yang masuk. Tetapi, mana yang lebih baik, membantu masyarakat menjual produknya atau me-mark up biaya-biaya pelatihan atau lainnya? Pada awalnya dulu sister company kita di Yogya mengalami banyak kritik. Namun kita berusaha menjelaskan kepada masyarakat apa yang kita lakukan. Mengapa kita melakukan ini karena masyarakat memiliki masalah. Kita elaborasi permasalahan mereka, kemudian kita memberikan pelatihan dan kita carikan solusinya dalam pelatihan tersebut. Misalnya, output mereka adalah produk dan permasalahan mereka tidak bisa memasarkan sendiri, nah di sinilah kita berperan. Kemudian ketika kita mengembangkan di Bali, juga di 10 provinsi lainnya, kita sudah tidak menemui persoalan yang serius. Prinsipnya menjalin komunikasi yang partisipatif mengenai kebutuhan kedua belah pihak. Ada beberapa NGO yang terjun ke social entrepreneurship dinilai kebablasan. Misalnya, ada lembaga yang semula menerbitkan majalah untuk petani atau melaksanakan training, kemudian merubah dan format orientasinya menjadi majalah dan training komersial, sehingga petani miskin tak bisa lagi menikmati layanan tersebut. Bagaimana menjaga agar visi sosial itu tetap terjaga? Kita bisa melakukan self-assessment dan evaluasi setiap tahun sekali atau beberapa tahun sekali. Dalam forum tersebut kita bisa melakukan evaluasi kembali tentang visi dan misi organisasi, apakah masih dianggap relevan. Jika dianggap masih relevan, ya tinggal melanjutkan saja. Misalnya, mengapa mereka menerbitkan majalah tersebut dan siapa yang diuntungkan dari usaha tersebut? Pertanyaannya sederhananya demikian. Nah, kalau menurut mereka visi-misi tadi masih relevan; mereka mempunyai angkanya, mempunyai data-datanya, usaha itu tetap bisa dilanjutkan. Ya, mungkin orang luar saja yang tidak tahu; bisa jadi demikian. Penuntun atau orientasi usaha komersial adalah jelas, yaitu kebutuhan atau peluang pasar. Bagaimana dengan kewiraswastaan sosial? Pada dasarnya sama. Ada dua pendekatan yang bisa dilakukan. Pertama, melihat peluang pasar. Kedua, menentukan yang siapa yang akan diajak dan bagaimana caranya untuk memenuhi pasar itu. Kalau kapitalis lebih mudah, bisa dengan membebaskan tanah, membangun pabrik. Namun, kalau social entrepreneurship mungkin prosesnya dengan mendekati orang-orang itu dan nantinya mereka menjadi pemilik saham dari usaha yang akan dibangun. Inilah perbedaannya. Memenuhi kebutuhan pasar tidak mudah. Kita harus jeli mengelola perubahan pasar yang begitu cepat. Misalnya, satu tahun perajin belum bisa menguasai satu desain, tahun depannya pasar sudah meminta desain baru. Begitu produk kita masukkan pasar, tahun depan sudah ada perusahaan besar yang mengopi. Pekerti sering mengalami hal tersebut. Kemudian kita juga membagi beban kerja kepada kelompok penyangga dan utama. Misalnya, ada pesanan sebanyak 5.000, maka produk kita pesan kepada kelompok utama yang sudah berjalan dengan baik dan sisanya sebanyak kita lempar kepada

7 kelompok masyarakat (penyangga) yang masih 1-2 tahun menjadi anggota kelompok. Diharapkan penyangga berlatih banyak dahulu sebelum dia menjadi kelompok utama. Sejauh ini, bagaimana dukungan pemerintah terhadap organisasi-organisasi yang mencoba masuk ke ranah social entrepreneurship? Dari segi kebijakan pemerintah tidak banyak membantu. Selama ini kita berjalan si sela-sela barikade ini. Untuk trading, misalnya, ada peraturan yang dibuat Menteri Perindustrian jaman Megawati, Rini Suwandi, yang mengharuskan setiap eksportir produk rotan dan kayu, terdaftar dan hal ini menelan biaya 3,5 juta. Tentunya ini tidak memungkinkan bagi semua perajin. Di Yogya kita melakukan pendekatan pada Sultan, kemudian Sultan memerintahkan kepada dinas-dinas untuk membebaskan bea produk kerajinan. Kita juga melakukan pendekatan kepada beberapa anggota asosiasi, di mana anggota perajin asosiasi memakai nama asosiasi, anggota Pekerti memakai nama Pekerti. Sebenarnya semua persoalan itu tinggal bagaimana kita menyiasati dan memanfaatkan. Seberapa besar prospek pengembangan konsep social entrepreneurship di Indonesia? Sebenarnya prospeknya sangat besar; untuk negara miskin prospeknya sangat besar karena di negara miskin banyak orang membutuhkan bantuan. Bukan berarti anggotanya harus orang miskin semua. Menurut pengalaman kami, orang miskin itu mempunyai kesungguhan, ketekunan, dan motivasi yang tidak kalah dengan orang yang tidak miskin; orang-orang yang berpendidikan menengah atau orang-orang kaya yang tanggung. Jadi para tukang yang hanya pendidikan SD, perajin-perajin itu yang dulunya buruh, kalau kita tunjukkan, kita ajak bersama-sama mereka rela berkorban dibanding orang yang sudah pernah berhasil atau memiliki warisan. 9 Prinsip Fair Trade (FT) Pekerti: 1. Menjangkau Kaum Lemah/Miskin Menjangkau kaum miskin dan mengurangi tingkat kemiskinan melalui perdagangan adalah merupakan bagian kunci gerakan. Mendukung mereka yang kurang beruntung secara ekonomi dan termarjinalkan; baik perajin individu, bisnis keluarga maupun kelompok dalam asosiasi atau koperasi. Hal ini dilakukan agar memungkinkan mereka dapar berubah dari sebuah posisi rentan ke posisi aman dan dari miskin materi ke posisi berpenghasilan dan memiliki aset usaha. 2. Transparansi dan Akuntabilitas Seluruh kegiatan usaha dilakukan secara transparan, baik dalam organisasi dan manajemen. Melakukan hubungan dagang dan bertransaksi secara adil dan saling menghormati. Bertanggung jawab dan menghargai sensitifitas dan kerahasiaan informasi dagang. Terbuka atas keikutsertaan karyawan / staf dan perajin / pekerja dalam setiap proses pembuatan keputusan penting serta terbuka untuk memberikan informasi yang sesuai dan diperlukan oleh semua mitra dagangnya. 3. Pengembangan Kapasitas

8 Berupaya untuk meningkatkan keterampilan / kemampuan staf / karyawan dan perajin / pekerja yang menjadi mitra kerja. Memberikan perhatian khusus agar hubungan kerja dan hubungan dagang dapat berkesinambungan sesuai kesepakatan. Bersama mencari jalan keluar apabila terjadi pemutusan kemitraan. Mendampingi upaya peningkatan keterampilan manajemen dan perluasan akses pasar baik ke pasar internasional, regional atau lokal, Fair Trade maupun pasar bebas. 4. Memromosikan Fair Trade Meningkatkan kesadaran akan tujuan FT dan berupaya untuk menerapkan keadilan dalam setiap kegiatan usaha. Melakukan advokasi dan promosi atas tujuan dan kegiatan FT sesuai jangkauan. Memberikan informasi yang benar tentang organisasi, manajemen, produk, dan kondisi-kondisi yang telah dihasilkan. Melakukan periklanan dan pemasaran dengan jujur serta menjaga agar standard mutu dan pengepakan selalu terjaga. 5. Pembayaran Harga yang Adil Harga yang adil sesuai kemampuan pasar yang lahir dari kesepakatan melalui dialog yang partisipatif, untuk memberikan upah yang adil pada para pekerja. Adil dalam arti layak secara sosial (dalam konteks lokal) disepakati keduabelah pihak dan menganut prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Para buyer FT mendukung pengembangan kapasitas serta menjamin pembayaran yang cepat dan jika mungkin membantu dengan uang muka produksi. 6. Kesetaraan Gender FT memberikan perlakuan yang adil kepada perempuan dan laki-laki dan secara khusus dapat memrioritaskan perempuan karena pertimbangan di suatu daerah tertentu. FT memperhatikan keperluan kesehatan dan keamanan khusus bagi wanita, terutama bagi yang hamil dan menyusui. Budaya dan tradisi masyarakat dihormati dan dilakukan upaya khusus untuk menghindari adanya diskriminasi agama, politik, jasmani, kasta, dan umur. 7. Kondisi Kerja Gerakan FT memromosikan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan sehat bagi para pekerja dengan air bersih, sanitasi, akses pengobatan, dan kebutuhan ibadah. Jam kerja sesuai yang ditetapkan oleh hukum dan konvensi ILO serta ketentuan masing-masing daerah. Secara tetap para perajin / pengusaha berupaya meningkatkan kesadaran pekerja pada isu kesehatan, keamanan, kualitas produk, keterampilan serta masa depan mereka. 8. Buruh Anak FT menghargai konvensi UN, hukum dan norma-norma tentang hak-hak anak, untuk menjamin bahwa kesertaan anak pada proses produksi tidak mempengaruhi kesejahteraan, keamanan, keperluan pendidikan, dan keperluan bermain mereka secara merugikan. FT dengan kerja sama semua pihak selalu memantau secara langsung dan terus menerus keterlibatan anak dalam produksi. 9. Lingkungan

9 FT memaksimalkan penggunaan bahan baku dari sumber daya yang dikelola secara berkelanjutan dan bertanggung jawab, semikian juga dalam memperdagangkan produknya. Pengepakan diprioritaskan mempergunakan bahan yang dapat didaur ulang dengan mudah. Gerakan FT mempromosikan penggunaan teknologi yang memperhatikan kelestarian lingkungan serta mengurangi konsumsi energi dan meningkatkan kesadaran adanya bahaya kerusakan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu. sebuah usaha bisa tumbuh menjadi besar.

BAB I PENDAHULUAN. taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu. sebuah usaha bisa tumbuh menjadi besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memulai sebuah usaha memang harus didahului dengan taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu membutuhkan modal yang besar. Mengawalinya dengan

Lebih terperinci

Rustam Ibrahim Filantropi Keadilan Sosial Tidak Identik dengan Advokasi

Rustam Ibrahim Filantropi Keadilan Sosial Tidak Identik dengan Advokasi Rustam Ibrahim Filantropi Keadilan Sosial Tidak Identik dengan Advokasi Sumber: Judul buku Ditulis ulang dari : Filantropi Keadilan Sosial di Indonesia : Jurnal Galang, Vol.1 No.1 Oktober 2005, PIRAC,

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN STUDI IMPLEMENTASI PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN TARGET GROUP

KUESIONER PENELITIAN STUDI IMPLEMENTASI PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN TARGET GROUP LAMPIRAN : KUESIONER PENELITIAN STUDI IMPLEMENTASI PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN TARGET GROUP DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III DELI SERDANG 2 SEI KARANG, GALANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk dientaskan secara bersama-sama. Menurut data dari Bappenas tahun 2010,

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk dientaskan secara bersama-sama. Menurut data dari Bappenas tahun 2010, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang menjadi fokus di Indonesia untuk dientaskan secara bersama-sama. Menurut data dari Bappenas tahun 2010, dari 31,02 juta penduduk

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Perilaku Korporasi

Prinsip-Prinsip Perilaku Korporasi Ditetapkan September 2005 Direvisi April 2012 Direvisi Oktober 2017 Prinsip-Prinsip Perilaku Korporasi Epson akan memenuhi tanggung jawab sosialnya dengan melaksanakan prinsip prinsip sebagaimana di bawah

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

Perundingan Saling Menguntungkan: Proyek TPSA Mengadakan Pelatihan Merancang dan Merundingkan Nota Kesepahaman untuk Pengembangan Ekspor

Perundingan Saling Menguntungkan: Proyek TPSA Mengadakan Pelatihan Merancang dan Merundingkan Nota Kesepahaman untuk Pengembangan Ekspor RI N G K ASA N KEG IATA N JAKARTA, 26 27 MEI 2016 TPSA CANADA INDONESIA TRADE AND PRIVATE SECTOR ASSISTANCE PROJECT Perundingan Saling Menguntungkan: Proyek TPSA Mengadakan Pelatihan Merancang dan Merundingkan

Lebih terperinci

BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS

BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS 8.1. Rancangan Program Peningkatan Peran LSM dalam Program PHBM Peran LSM dalam pelaksanaan program PHBM belum sepenuhnya diikuti dengan terciptanya suatu sistem penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan yang dimiliki oleh wanita dapat diketahui potensial pasar yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan yang dimiliki oleh wanita dapat diketahui potensial pasar yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wanita adalah gender yang jarang terangkat keberadaannya, namun dengan segala kelebihan yang dimiliki oleh wanita dapat diketahui potensial pasar yang cukup menjanjikan

Lebih terperinci

Akuntabilitas. Belum Banyak Disentuh. Erna Witoelar: Wawancara

Akuntabilitas. Belum Banyak Disentuh. Erna Witoelar: Wawancara Wawancara Erna Witoelar: Akuntabilitas Internal Governance LSM Belum Banyak Disentuh K endati sejak 1990-an tuntutan publik terhadap akuntabilitas LSM sudah mengemuka, hingga kini masih banyak LSM belum

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia Kerangka Acuan Call for Proposals 2016-2017: Voice Indonesia Kita berjanji bahwa tidak akan ada yang ditinggalkan [dalam perjalanan kolektif untuk mengakhiri kemiskinan dan ketidaksetaraan]. Kita akan

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA A. Penyajian Data Data yang disajikan pada bab ini akan diuraikan secara deskriptif yang diperoleh dari hasil wawancara, yaitu 2 orang responden dan 1 orang informan.

Lebih terperinci

KUESIONER. Petunjuk Pengisian; Mohon berikan pendapat dengan memberikan tanda silang ( X) pada kotak yang sesuai!

KUESIONER. Petunjuk Pengisian; Mohon berikan pendapat dengan memberikan tanda silang ( X) pada kotak yang sesuai! KUESIONER 1 Petunjuk Pengisian; Mohon berikan pendapat dengan memberikan tanda silang ( X) pada kotak yang sesuai! A. KARAKTERISTIK PERUSAHAAN 1. Sektor Usaha 1. Hotel 3. Tour & Travel 2. Restaurant 4.

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original Tata Tertib Semua unit Misi KONE adalah untuk meningkatkan arus pergerakan kehidupan perkotaan. Visi kita adalah untuk Memberikan pengalaman terbaik arus pergerakan manusia, menyediakan kemudahan, efektivitas

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

LAMPIRAN 1 DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA LAMPIRAN 1 DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA WAWANCARA UNTUK PIMPINAN 1. Bagaimana rencana kedepan anda untuk pengembangan usaha Semarang Mulia Box? Mimpi apa yang diinginkan Semarang Mulia Box untuk kedepan?

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul : Jenis Kegiatan : Adaptasi dan Ketangguhan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Permasalahan yang terjadi di CARLogistik termasuk kategori kompleks. Berdasarkan hasil analisis dan observasi data yang peneliti lakukan, diperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

Informasi Mengenai LSM itu Hak Publik

Informasi Mengenai LSM itu Hak Publik Wawancara Johanes Danang Widoyoko: Informasi Mengenai LSM itu Hak Publik S ebagai organisasi masyarakat sipil yang mengiritisi berbagai persoalan seperti korupsi, LSM kerap mendapat pertanyaan kritis yang

Lebih terperinci

VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG

VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG Dalam bagian ini akan disampaikan faktor yang mempengaruhi kapasitas kelompok yang dilihat dari faktor intern yakni: (1) motivasi

Lebih terperinci

BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI KEPITING SOKA

BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI KEPITING SOKA BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI KEPITING SOKA PIU KABUPATEN KUBU RAYA TAHUN 2014 BUSINESS PLAN INFRASTRUKTUR KOMPONEN 2 RUMAH PRODUKSI KEPITING SOKA A. LATAR BELAKANG Business Plan (Rencana Bisnis) adalah

Lebih terperinci

ORGANISASI NIRLABA. Oleh: Tri Purwanto

ORGANISASI NIRLABA. Oleh: Tri Purwanto KONSEP DASAR ORGANISASI NIRLABA Oleh: Tri Purwanto Pelatihan Penyusunan Laporan Keuangan sesuai PSAK 45 berdasar SAK ETAP Pelatihan Penyusunan Laporan Keuangan sesuai PSAK 45 berdasar SAK ETAP Sekretariat

Lebih terperinci

- 2 - sistem keuangan dan sukses bisnis dalam jangka panjang dengan tetap berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan pemba

- 2 - sistem keuangan dan sukses bisnis dalam jangka panjang dengan tetap berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan pemba PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 51 /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN, EMITEN, DAN PERUSAHAAN PUBLIK I. UMUM Untuk mewujudkan perekonomian

Lebih terperinci

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN a. Pada akhir Repelita V tahun 1994, 36% dari penduduk perkotaan Indonesia yang berjumlah 67 juta, jiwa atau 24 juta jiwa, telah mendapatkan sambungan air

Lebih terperinci

KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN

KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN Pesan dari Pimpinan Indorama Ventures Public Company Limited ("Perusahaan") percaya bahwa tata kelola perusahaan adalah kunci untuk menciptakan kredibilitas bagi Perusahaan.

Lebih terperinci

LAMPIRAN (Interview Guide)

LAMPIRAN (Interview Guide) LAMPIRAN (Interview Guide) Interview Guide Strategi Promosi a. Tahap Perencanaan 1. Apa tujuan perusahaan PT Bima Multi Finance Yogyakarta melakukan promosi? Tujuan kegiatan promosi perusahaan kami untuk

Lebih terperinci

1. Mengelola penyampaian bantuan

1. Mengelola penyampaian bantuan KODE UNIT : O.842340.004.01 JUDUL UNIT : Pengaturan Bidang Kerja dalam Sektor Penanggulangan Bencana DESKRIPSIUNIT : Unit kompetensi ini mendeskripsikan keterampilan, pengetahuan, dan sikap kerja yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan selama orde baru yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia sangat bernuansa top-down karena

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan selama orde baru yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia sangat bernuansa top-down karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan selama orde baru yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia sangat bernuansa top-down karena ditunjang oleh sistem pemerintahan yang desentralisasi.

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 Sebagian besar penduduk miskin di Indonesia adalah perempuan, dan tidak kurang dari 6 juta mereka adalah kepala rumah

Lebih terperinci

KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS

KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS Kode Etik Global Performance Optics adalah rangkuman harapan kami terkait dengan perilaku di tempat kerja. Kode Etik Global ini mencakup beragam jenis praktik bisnis;

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pengaruh..., Anastasia Octavia Tambunan, FE UI, 2009.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pengaruh..., Anastasia Octavia Tambunan, FE UI, 2009. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini terdapat berbagai macam bentuk organisasi di Indonesia, akan tetapi terdapat dua bentuk organisasi yaitu organisasi bisnis dan organisasi non-profit.

Lebih terperinci

Proyek TPSA Terus Memberikan Pelatihan Bisnis Internasional untuk Memperkuat Pelayanan Ekspor Pemerintah Indonesia

Proyek TPSA Terus Memberikan Pelatihan Bisnis Internasional untuk Memperkuat Pelayanan Ekspor Pemerintah Indonesia RI N G K ASA N KEG IATA N AGUSTUS SEPTEMBER 2016, JAKARTA TPSA CANADA INDONESIA TRADE AND PRIVATE SECTOR ASSISTANCE PROJECT Proyek TPSA Terus Memberikan Pelatihan Bisnis Internasional untuk Memperkuat

Lebih terperinci

BAGIAN I. PENDAHULUAN

BAGIAN I. PENDAHULUAN BAGIAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Kegiatan di sektor ketenagalistrikan sangat berkaitan dengan masyarakat lokal dan Pemerintah Daerah. Selama ini keberadaan industri ketenagalistrikan telah memberikan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

PANDUAN PEMBUATAN BUSINESS PLAN

PANDUAN PEMBUATAN BUSINESS PLAN PANDUAN PEMBUATAN BUSINESS PLAN PANDUAN PEMBUATAN BUSINESS PLAN Business Plan adalah dokumen yang berisi narasi mengenai hal yang ingin dicapai sebuah perusahaan dan cara mencapainya. Secara umum, terdapat

Lebih terperinci

BAB VIII ANALISIS KEBERHASILAN KOWAR

BAB VIII ANALISIS KEBERHASILAN KOWAR BAB VIII ANALISIS KEBERHASILAN KOWAR Dalam pengelolaan sebuah koperasi pegawai seperti KOWAR, sangat dibutuhkan pelaku-pelaku yang memiliki kemampuan dan tanggung jawab yang besar dalam mengelola koperasi

Lebih terperinci

Perempuan dan Industri Rumahan

Perempuan dan Industri Rumahan A B PEREMPUAN DAN INDUSTRI RUMAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAHAN DALAM SISTEM EKONOMI RUMAH TANGGA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DAN ANAK C ...gender equality is critical to the development

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia saat ini sangatlah pesat. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia saat ini sangatlah pesat. Hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia saat ini sangatlah pesat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya bermunculan sekolah-sekolah swasta baik yang berskala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Milenium adalah Deklarasi Milenium yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Milenium adalah Deklarasi Milenium yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Millennium Development Goals atau MDGs yang disebut juga dengan Tujuan Pembangunan Milenium adalah Deklarasi Milenium yang merupakan hasil kesepakatan kepala

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Temuan yang diperoleh dalam kajian penelitian tentang penerapan Manajemen Keragaman adalah:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Temuan yang diperoleh dalam kajian penelitian tentang penerapan Manajemen Keragaman adalah: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Temuan yang diperoleh dalam kajian penelitian tentang penerapan Manajemen Keragaman adalah: Pandangan PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Jawa Tengah tentang Manajemen

Lebih terperinci

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 2 R-188 Rekomendasi Agen Penempatan kerja Swasta, 1997 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini sektor Usaha kecil menengah semakin menggeliat sebagai penopang ekonomi nasional. Hal tersebut terlihat dari pengalaman yang mampu melewati masa krisis yang

Lebih terperinci

PROYEK PENINGKATAN KAPASITAS & KEBERLANJUTAN PINJAMAN DANA BERGULIR

PROYEK PENINGKATAN KAPASITAS & KEBERLANJUTAN PINJAMAN DANA BERGULIR PROYEK PENINGKATAN KAPASITAS & KEBERLANJUTAN PINJAMAN DANA BERGULIR World Bank PNPM Support Facility (PSF) Gedung Bursa Efek Indonesia Tower 1, lantai 9 Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53, Jakarta 12190

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF. Participatory Action Research (PAR). Metodologi tersebut dilakukan dengan

BAB III METODE PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF. Participatory Action Research (PAR). Metodologi tersebut dilakukan dengan BAB III METODE PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF A. Pendekatan Penelitian untuk Pemberdayaan Metode yang dipakai untuk pendampingan ini adalah metodologi Participatory Action Research (PAR). Metodologi tersebut

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS 53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1. Lembar Kuesioner KUESIONER PENELITIAN Depok, November 2012 Kepada Yth... Dengan Hormat, Saya yang bertandatangan dibawah ini Nama : REINHAT NPM : 1006814465 Program Studi : Manajemen Bisnis

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

Lampiran Hasil Wawancara ANALISIS PENERAPAN PRINSIP AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI PENGELOLAAN KEUANGAN PADA LEMBAGA

Lampiran Hasil Wawancara ANALISIS PENERAPAN PRINSIP AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI PENGELOLAAN KEUANGAN PADA LEMBAGA Lampiran 1 Lampiran Hasil Wawancara ANALISIS PENERAPAN PRINSIP AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI PENGELOLAAN KEUANGAN PADA LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) ALGEINS KABUPATEN PONOROGO 1. Bagaimana kerangka

Lebih terperinci

PERENCANAAN PARTISIPATIF. Oleh : Bella Ardhy Wijaya Masry ( )

PERENCANAAN PARTISIPATIF. Oleh : Bella Ardhy Wijaya Masry ( ) PERENCANAAN PARTISIPATIF Oleh : Bella Ardhy Wijaya Masry (2013280004) Pengertian Perencanaan Adapun definisi perencanaan menurut para ahli antara lain sebagai berikut : Perencanaan adalah suatu proses

Lebih terperinci

PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER

PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER Kami meyakini bahwa bisnis hanya dapat berkembang dalam masyarakat yang melindungi dan menghormati hak asasi manusia. Kami sadar bahwa bisnis memiliki tanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.

Lebih terperinci

1.8.(2) Peremajaan Permukiman Kota Bandarharjo. Semarang

1.8.(2) Peremajaan Permukiman Kota Bandarharjo. Semarang 1.8.(2) Peremajaan Permukiman Kota Bandarharjo Semarang Tipe kegiatan: Peremajaan kota Inisiatif dalam manajemen perkotaan: Penciptaan pola kemitraan yang mempertemukan pendekatan top-down dan bottom-up

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada perubahan lingkungan yang menyebabkan semakin ketatnya persaingan dalam dunia industri. Makin

Lebih terperinci

PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO

PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO Setya Prihatiningtyas Dosen Program Studi Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari Kode Etik Global Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari Takeda Pharmaceutical Company Limited Pasien Kepercayaan Reputasi Bisnis KODE ETIK GLOBAL TAKEDA Sebagai karyawan Takeda, kami membuat keputusan

Lebih terperinci

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI Bank Dunia memulai proses selama dua tahun untuk meninjau dan memperbaharui (update) kebijakan-kebijakan pengamanan (safeguard)

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN 7.1. Latar Belakang Rancangan Program Kemiskinan di Desa Mambalan merupakan kemiskinan yang lebih disebabkan oleh faktor struktural daripada faktor

Lebih terperinci

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MENGHARGAI SESAMA DAN MASYARAKAT PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA

MENGHARGAI SESAMA DAN MASYARAKAT PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA DAN MASYARAKAT 24 08 2010 PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA DAFTAR ISI PENDAHULUAN 3 BAGAIMANA KAMI MENERAPKAN STANDAR KAMI 4 STANDAR HAK ASASI MANUSIA KAMI 4 SISTEM MANAJEMEN KAMI 6 3 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

5. RENCANA PEMASARAN (Marketing plan) 5.1. Pengertian Marketing Plan Pemasaran adalah suatu proses penciptaan dan penyampaian barang dan jasa yang

5. RENCANA PEMASARAN (Marketing plan) 5.1. Pengertian Marketing Plan Pemasaran adalah suatu proses penciptaan dan penyampaian barang dan jasa yang 5. RENCANA PEMASARAN (Marketing plan) 5.1. Pengertian Marketing Plan Pemasaran adalah suatu proses penciptaan dan penyampaian barang dan jasa yang diinginkan pelanggan, yang meliputi kegiatan yang berkaitan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR TAHUN 2005

LAPORAN AKHIR TAHUN 2005 LAPORAN AKHIR TAHUN 2005 YAYASAN WISNU Januari Desember 2005 LATAR BELAKANG Yayasan Wisnu adalah organisasi non pemerintah, nirlaba yang didirikan di Bali pada tanggal 25 Mei 1993, bergerak dalam bidang

Lebih terperinci

Setelah proses pembelajaran Pokok Bahasan ini, peserta diharapkan dapat:

Setelah proses pembelajaran Pokok Bahasan ini, peserta diharapkan dapat: A. Pokok Bahasan Organisasi PMI B. Sub Pokok Bahasan 1. Mandat PMI 2. Visi dan misi PMI 3. Rencana strategis 4. Program PMI 5. Permasalahan Organisasi 6. Peraturan Organisasi 7. Petunjuk Pelaksanaan (Juklak)

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner Data Penunjang. Kuesioner Resilience at Work

Lampiran 1. Kuesioner Data Penunjang. Kuesioner Resilience at Work Lampiran 1 Kuesioner Data Penunjang Kuesioner Resilience at Work DATA PENUNJANG Nama (Inisial) : Jenis Kelamin : Di bawah ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kehidupan pekerjaan Anda

Lebih terperinci

S P E E THE CODE OF M Y BUSINESS CONDUCT J E P A S S

S P E E THE CODE OF M Y BUSINESS CONDUCT J E P A S S N T R E S P E O J E M Y N E THE CODE OF BUSINESS CONDUCT N O I S S C T P A PESAN UNTUK SELURUH KARYAWAN HEINEKEN telah berkembang menjadi produsen bir global terkemuka dan Heineken menjadi merek bir paling

Lebih terperinci

Lingkungan Pemasaran

Lingkungan Pemasaran Lingkungan Pemasaran Topik Pembahasan Mempelajari pemeran lain dalam lingkungan pasar Mempelajari kekuatan2 utama yang mempengaruhi kondisi pasar Kedua hal di atas akan membentuk peluang, ancaman serta

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK PT SURYA CITRA MEDIA Tbk

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK PT SURYA CITRA MEDIA Tbk PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK PT SURYA CITRA MEDIA Tbk Perseroan meyakini bahwa pembentukan dan penerapan Pedoman Tata Kelola Perusahan Yang Baik ( Pedoman GCG ) secara konsisten dan berkesinambungan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi pertama kali muncul di Eropa pada awal abad ke-19. Ketika itu,

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi pertama kali muncul di Eropa pada awal abad ke-19. Ketika itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi pertama kali muncul di Eropa pada awal abad ke-19. Ketika itu, terutama di negara-negara Eropa yang menerapkan sistem perekonomian kapitalis, kaum buruh sedang

Lebih terperinci

INSTRUMEN ASSESSMENT PENERAPAN KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

INSTRUMEN ASSESSMENT PENERAPAN KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA INSTRUMEN ASSESSMENT PENERAPAN KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA No I. INTEGRITAS. I.a Non Pemerintah. ASPEK 1. Aktivis Konsil LSM menduduki jabatan struktural di pemerintahan: 1. Ada aktivis Konsil LSM menduduki

Lebih terperinci

Integrated Marketing Communication. Modul ke: 10FIKOM. Public Relation. Dra. Tri Diah Cahyowati, Msi. Fakultas. Program Studi Marcomm & Advertising

Integrated Marketing Communication. Modul ke: 10FIKOM. Public Relation. Dra. Tri Diah Cahyowati, Msi. Fakultas. Program Studi Marcomm & Advertising Modul ke: Integrated Marketing Communication Public Relation Fakultas 10FIKOM Dra. Tri Diah Cahyowati, Msi. Program Studi Marcomm & Advertising Definisi Public Relation menurut James Grunig dan Todd Hunt,

Lebih terperinci

Latar Belakang Semua Keluarga Ikut KB

Latar Belakang Semua Keluarga Ikut KB Latar Belakang Penyuluh KB mempunyai tugas sebagai penggerak keluarga/masyarakat dalam program KB visi program Semua Keluarga Ikut KB Perlu dilakukan KIE yang efektif para pengambil keputusan Pelaksanaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Bab VI ini akan menjabarkan tentang kesimpulan dan saran penelitian tentang

BAB VI PENUTUP. Bab VI ini akan menjabarkan tentang kesimpulan dan saran penelitian tentang BAB VI PENUTUP Bab VI ini akan menjabarkan tentang kesimpulan dan saran penelitian tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PTPN IX PG Mojo, sebagai berikut : 6.1 Kesimpulan Dalam proses Program Kemitraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang: a. bahwa Pasar Desa, yang diatur dalam

Lebih terperinci

ILO MAMPU Project - Akses terhadap Pekerjaan & Pekerjaan Layak bagi Perempuan Tinjauan Fase 2 January 2013

ILO MAMPU Project - Akses terhadap Pekerjaan & Pekerjaan Layak bagi Perempuan Tinjauan Fase 2 January 2013 ILO MAMPU Project - Akses terhadap Pekerjaan & Pekerjaan Layak bagi Perempuan Tinjauan Fase 2 January 2013 Miranda Fajerman Chief Technical Adviser ILO - MAMPU 1 Tujuan AusAID MAMPU Program Meningkatkan

Lebih terperinci

Materi Minggu 10. Implementasi Strategik, Evaluasi dan Pengawasan

Materi Minggu 10. Implementasi Strategik, Evaluasi dan Pengawasan M a n a j e m e n S t r a t e g i k 77 Materi Minggu 10 Implementasi Strategik, Evaluasi dan Pengawasan 10.1 Implementasi Strategi Implementasi strategi adalah jumlah keseluruhan aktivitas dan pilihan

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP. A. Simpulan

BAB 6 PENUTUP. A. Simpulan BAB 6 PENUTUP A. Simpulan Kebijakan pengembangan kawasan industri merupakan kewenangan pemerintah daerah Kabupaten Karawang dalam menciptakan pusat-pusat pertumbuah ekonomi daerah yang menyediakan lahan

Lebih terperinci

Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Prosedur ini tidak boleh diubah tanpa persetujuan dari kantor Penasihat Umum dan Sekretaris Perusahaan Vesuvius plc.

Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Prosedur ini tidak boleh diubah tanpa persetujuan dari kantor Penasihat Umum dan Sekretaris Perusahaan Vesuvius plc. VESUVIUS plc Kebijakan Anti-Suap dan Korupsi PERILAKU BISNIS UNTUK MENCEGAH SUAP DAN KORUPSI Kebijakan: Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Tanggung Jawab Perusahaan Penasihat Umum Versi: 2.1 Terakhir diperbarui:

Lebih terperinci

BAB 10 Membeli Rumah

BAB 10 Membeli Rumah BAB 10 Membeli Rumah Menggali informasi secara rinci dan lengkap tentang dana yang harus disiapkan sebelum membeli rumah secara kredit merupakan suatu keharusan. Bisa jadi apa yang disampaikan pengembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan perkembangan zaman dan teknologi bertambahnya limbah di masyarakat karena masyarakat pada masa kini hanya bisa menggunakan, mengonsumsi, dan menikmati barangbarang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PRODUK SI SANTRI. (Simpanan Masyarakat Kota Santri)

BAB IV ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PRODUK SI SANTRI. (Simpanan Masyarakat Kota Santri) BAB IV ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PRODUK SI SANTRI (Simpanan Masyarakat Kota Santri) A. Urgensi Strategi Pemasaran bagi BMT dalam Meningkatkan Produk Si Santri Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) merupakan suatu

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Dengan demikian nilai modal ( human capital ) suatu bangsa tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Dengan demikian nilai modal ( human capital ) suatu bangsa tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu bentuk investasi sumber daya manusia ( SDM ) yang lebih penting dari investasi modal fisik. Pendidikan memberikan sumbangan yang amat

Lebih terperinci

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Oleh : Marsuki Disampaikan dalam Seminar Serial Kelompok TEMPO Media dan Bank Danamon dengan Tema : Peran Pemberdayaan dalam Pengembangan Ekonomi Daerah.

Lebih terperinci

L 1. Responden Number :... L 1 Kuisioner

L 1. Responden Number :... L 1 Kuisioner L 1 Responden Number :... L 1 Kuisioner PETUNJUK PENGISIAN Responden yang terhormat, Kuesioner ini murni untuk kebutuhan penelitian dan bertujuan untuk mengetahui keadaan sebenarnya yang dibutuhkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian global yang melanda perekonomian negara-negara di dunia dengan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian global yang melanda perekonomian negara-negara di dunia dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seperti yang kita lihat beberapa tahun belakangan ini telah terjadi gejolak perekonomian global yang melanda perekonomian negara-negara di dunia dengan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 47 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul: Jenis Kegiatan: Mitigasi Berbasis Lahan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

Terwujudnya Kota Mojokerto sebagai Service City yang Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera dan Bermoral.

Terwujudnya Kota Mojokerto sebagai Service City yang Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera dan Bermoral. Visi Pemerintah 2014-2019 adalah : Terwujudnya Service City yang Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera dan Bermoral. Perumusan dan penjelasan terhadap visi di maksud, menghasilkan pokok-pokok visi yang diterjemahkan

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Pikiran Robert Chambers

Pokok-Pokok Pikiran Robert Chambers Pokok-Pokok Pikiran Robert Chambers KRITIK CHAMBERS TERHADAP ORANG LUAR YANG BEKERJA DI MASYARAKAT 1 Pemikiran Robert Chambers selaku promotor dan pengembang metodologi PRA, tentu perlu dipahami Robert

Lebih terperinci

AFP SMART Strategi Advokasi Berbasis Bukti (bagian 2)

AFP SMART Strategi Advokasi Berbasis Bukti (bagian 2) AFP SMART Strategi Advokasi Berbasis Bukti (bagian 2) Ada sembilan langkah dalam AFP SMART yang terbagi kedalam tiga fase atau tahapan sebagai berikut: Langkah 1. Buat sasaran yang SMART Langkah 4. Tinjau

Lebih terperinci