5 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN METODE STATISTIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN METODE STATISTIK"

Transkripsi

1 5 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN METODE STATISTIK 5.1 Pendahuluan Dalam bidang perikaan, metode statistik adalah metode analisis yang paling sering digunakan dalam melakukan identifikasi dan klasifikasi spesies kawanan ikan. Identifikasi dan klasifikasi spesies kawanan ikan umumnya dilakukan dengan Metode Statistik Analisis Komponen Utama (AKU), Metode Analisis Gerombol (AG) dan Metode Analisis Fungsi Diskriminan (AFD). Tujuan utama penggunaan AKU adalah untuk mengurangi jumlah variabel yang akan digunakan pada proses selanjutnya, sedangkan analisis gerombol digunakan untuk mengelompokkan obyek-obyek pengukuran berdasarkan kesamaan atau ketidaksamaan karakteristik diantara objekobjek yang diukur (Lebart et al., 1995). Adapun analisis diskriminan selain digunakan untuk mengetahui apakah hasil pengelompokan yang diperoleh dari analisis gerombol memiliki perbedaan yang nyata juga digunakan untuk mengetahui variabel apa saja yang terdapat pada fungsi diskriminan yang berperan sebagai pembeda yang nyata dalam pengelompokan tersebut (Cacoullos & Styan, 1973 yang diacu Lawson et al., 2001). Hasil akhir yang diharapkan dari penggunaan metode analisis statistik untuk identifikasi dan klasifikasi kawanan ikan adalah didapatkannya kelompok kawanan ikan yang sejenis dan fungsi diskriminan deskriptor yang berperan dalam membedakan kelompok-kelompok kawanan ikan tersebut. Beberapa penelitian tentang identifikasi dan klasifikasi kawanan ikan dengan metode statistik dengan menggunakan deskriptor sebagai variabel pembedanya antara lain dilakukan oleh Lu & Lee (1995) yang menggunakan Metode Analisis Komponen Utama dan Analisis Gerombol untuk melihat hubungan antara deskriptor kawanan serta menggunakan Analisis Diskriminan Bertahap (Stepwise DFA) untuk

2 62 menentukan deskriptor terbaik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kawanan ikan. Weill et al.(1993), menggunakan Analisis Komponen Utama dan Analisis Diskriminan Bertahap untuk menentukan deskriptor terbaik dan mengelompokkan data kawanan ikan, LeFeuvre et al. (2000), menggunakan deskriptor, Metode Analisis Gerombol dan Analisis Diskriminan untuk identifikasi dan klasifikasi kawanan ikan. Selain ketiga nama tersebut, masih banyak lagi penelitian-penelitian tentang identifikasi dan klasifikasi yang dilakukan dengan metode statistika dengan menggunakan deskriptor sebagai variabel pembeda. 5.2 Metode Penelitian Data akustik yang akan diidentifikasi dan klasifikasi adalah data akustik kawanan lemuru yang diperoleh dari hasil survei akustik yang dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Survei akustik dilakukan di Selat Bali pada bulan September 1998 (musim peralihan II, September-November), bulan Mei 1999 (musim peralihan I, Maret-Mei), dan bulan Agustus 2000 (musim timur, Juni-Agustus) dengan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya IV. Pengambilan data akustik dilakukan dengan SIMRAD Scientific Echosounder EK-500 tipe bim terbagi (split beam) dengan tipe transduser ES120-7F dengan frekwensi 120kHz, maksimum daya pancar 1500watt. Transduser dipasang secara tetap (hull mounted) di bawah Kapal Riset Baruna Jaya IV. Dari sekian banyak citra kawanan ikan yang dihasilkan, hanya 56 kawanan ikan yang memenuhi kriteria dan dapat dianalisis lebih lanjut. Identifikasi dan klasifikasi dilakukan terhadap 56 kawanan ikan yang selanjutnya disebut data A dan dilakukan berdasarkan nilai deskriptornya. Deskriptor yang digunakan terdiri dari deskriptor morfometrik, deskriptor batimetrik dan deskriptor energetik. Data A berdimensi 56x15 (56 kawanan ikan dengan 15 deskriptor) dimana deskriptor-deskriptor tersebut dihitung dengan menggunakan formula hitungan sebagai berikut;

3 63 Tabel 10 Deskriptor hidroakustik untuk analisis statistik (Fauziyah, 2005) No Deskriptor Formula Hitungan A Morfometrik 1 Tinggi (H), m H terlihat = (Vertikal akhir Vertika awal ) 4) cγ 2) 2 H nyata = Tinggi terlihat ( ) 2 Panjang (L), m L terlihat = ping. k 2) θ 4 L nyata = Lterlihat 2Dr tan 2 π 3 Keliling (P), m Σ sel terluar dari kawanan ikan (menggunakan 4 neighbourhood) 4) 4 Luas (A), m 2 Σ sel * tinggi 1 sel * panjang 1 sel 4) 5 Elongasi (E) L/H 3) 6 Dimensi Fraktal (Df) P Ln *2 4 3) Ln( A) B Batimetrik 7 Rataan kedalaman kawanan (D r ), m 8 Ketinggian Relative (Trel), % 9 Ketinggian Minimum (Tmin), m 10 Kedalaman Minimum (Dmin), m ( ) D i / n 1) Min.Al + H / 2 3) *100 D Jarak antara dasar perairan dan batas kawanan yang paling rendah 3) Jarak antara permukaan laut dan batas kawanan yang paling atas 3)

4 64 Tabel 10 (lanjutan) No Deskriptor Formula Hitungan C Energetik 11 Rataan energi akustik Sv (Er), db Ei 1) 10 log10 atau E 10 i = 10 n 12 Standar deviasi 2 ( E ) energi akustik (E SD ), i E r 1) 2) E SD = db i n 1 13 Skewnes (S) 3 n ( Ei E r ) K3 1) 2) i dimana K 3 3 = jika n=3; (ESD ) [( n 1)( n 2) ] 0 jika n<3 14 Kurtosis (K) 4 2 n( n + 1) Ei Er 3( n 1) ( n 1)( n 2)( n 3) E SD ( n 2)( n 3) 1) 2) 15 Densitas Volume (Dv), g.m -3 S A 1 * ) 0,1TS.kg 2 (4π ΔR) Keterangan : dirujuk dari 1) Lawson et al. (2001), 2) Coetzee (2000), 3) Bahri & Freon (2000), 4) Fauziyah (2005), 5) variabel pendukung Analisis gerombol dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengelompokkan data A berdasarkan data kelompok kawanan ikan yang ada pada data tambahan yang sudah diidentifikasi sebelumnya. Identifikasi dilakukan berdasarkan kesamaan karakteristik data deskriptor yang ada pada data A dan data tambahan. Dalam analisis ini data tambahan selanjutnya disebut data B yang berfungsi sebagai data pembimbing. Data B terdiri dari 58 kawanan ikan yang telah diidentifikasi dan diklasifikasi oleh Fauziyah (2005). Kawanan ikan dalam data B dikelompokkan kedalam 5 kelompok kawanan ikan yaitu; kelompok kawanan non-lemuru (kelompok 1), kelompok kawanan sempenit (kelompok 2), kelompok kawanan lemuru (kelompok 3), kelompok kawanan campuran (kelompok 4), dan kelompok kawanan protolan (kelompok 5). Penggunaan data B dilakukan mengingat data akustik yang digunakan dalam kedua penelitian ini adalah data hasil survei yang sama. Dari 58 i

5 65 kawanan ikan dengan 15 deskriptor yang ada pada kelompok data B, hanya 35 kawanan dan 11 deskriptor yang dapat digunakan dalam analisis gerombol. Hal ini dilakukan karena beberapa deskriptor dari kelompok data B tidak memiliki data deskriptor yang lengkap sehingga deskriptor tersebut harus dikeluarkan dalam analisis gerombol. Dengan demikian data masukan untuk analisis gerombol berdimensi 91x11 (91 kawanan ikan dari data A dan B dengan 11 deskriptor). Deskriptor yang digunakan dalam analisis gerombol dapat dilihat pada Tabel 11. Dalam melakukan analisis gerombol, metode analisis yang digunakan adalah Metode K-Means Cluster. Dengan metode ini diukur jarak antara dua objek dengan Metode Euclidean Distance. Hasil analisis gerombol yang berupa data kelompok kawanan ikan data A selanjutnya digunakan sebagai data kelompok kawanan atau grup dalam melakukan analisis diskriminan. Diagram alir metode identifikasi dan klasifikasi yang ditetapkan adalah sebagai berikut (Gambar 21): Gambar 21 Diagram alir identifikasi dan klasifikasi dengan Metode Statistik.

6 66 Dalam analisis diskriminan data masukan yang digunakan hanyalah data A yang sudah dikelompokkan. Dalam analisis ini deskriptor yang digunakan berjumlah 15 buah sehingga matriks masukan untuk analisis ini berdimensi 56x15 (56 kawanan ikan dengan 15 deskriptor). Pengurangan jumlah deskriptor dilakukan karena deskriptor JI dan TSr tidak berperan secara nyata dalam analisis statistik (Fauziyah, 2005). Data dengan jumlah deskriptor yang sama selanjutnya digunakan sebagai masukan dalam analisis dengan Metode Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik (dibahas pada Bab 6). Tahapan analisis diskriminan diawali dengan memisahkan variabel-variabel menjadi variabel bebas (independent) dan variabel tidak bebas (dependent). Dengan metode Step-Wise Estimation ditentukan variabel yang berperan dalam pengelompokan data dan menjadi variabel fungsi-fungsi diskriminan, fungsi diskriminan yang terbentuk selanjutnya diuji signifikansinya. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis diskriminan adalah; (1) variabel independen terdistribusi normal, (2) matriks kovarian dari semua variabel serupa, (3) jika terjadi korelasi yang kuat antara beberapa variabel independen maka hanya variabel-variabel yang paling berperan yang digunakan pada proses selanjutnya, (4) tidak terdapat data ekstrim (outlier) pada variabel independen. Karena terdapat perbedaan nilai yang besar diantara variabel deskriptor yang digunakan baik dalam analisis gerombol maupun dalam analisis diskriminan maka nilai-nilai deskriptor terlebih dahulu dinormalisir kedalam nilai z (z-score) sehingga didapatkan variabel-variabel dengan perbedaan nilai yang tidak besar. Variabel yang sudah dinormalisir diberi awalan z.

7 Hasil Analisis gerombol Pada Tabel 11 ditunjukkan hasil pengelompokan data A dan B kedalam 5 kelompok. Tabel tersebut juga menunjukkan kekuatan pengaruh masing-masing deskriptor dalam pengelompokan ini. Kekuatan pengaruh tersebut dapat dilihat dari nilai F. Jika nilai F semakin besar dan nilai Signifikansinya semakin kecil (<0,05) maka kekuatan pengaruh deskriptor semakin besar. Hasil uji signifikansi-f pada Tabel 11 menunjukkan bahwa deskriptor K adalah deskriptor yang tidak berpengaruh nyata dalam pengelompokan data A kedalam 5 kelompok, karenanya hanya ada 10 deskriptor yang secara nyata berperan besar dalam pengelompokan ini. Dari kesepuluh deskriptor yang dimaksud, 5 diantaranya adalah deskriptor dari kelompok morfometrik (L, H, A, P, E), 3 dari kelompok energetik (Er, Esd, S), dan 2 dari kelompok batimetrik (Dr dan Trel). Tabel 11 Kelompok kawanan ikan hasil analisis gerombol No. Desk. Kelompok F Sig zl -0,1165-0,5900-0,2810-0,5755 0, ,33 0, zh 2,5548 1,9206-0,3620-0,1198 0,2618 7,84 0, za 3,9268-0,3616-0,2468-0,3510 0, ,33 0, zp 4,8559-0,0183-0,3575-0,4451 0, ,11 0, ze 0,7741 7,1393-0,2113-0,4847 0, ,22 0, zdr -0,8607 0,2974 0,8700-0,7397-0, ,06 0, ztrel 1,9237 0,3486-0,8458 0,3980 0, ,51 0, zer -0,0929-1,0927-1,0004 1,0929 0, ,18 0, zesd -1,0179-0,3152 0,1591 0,1807-0,6296 4,02 0, zs 1,5198-0,7053-0,2437-0,3050 0, ,22 0, zk 0,9388 0,0371 0,0025-0,2000-0,2979 1,25 0,29460 Disisi lain, nilai z-score yang tampak pada Tabel 11 menunjukkan kuatlemahnya pengaruh deskriptor terhadap pembentukan kelompok 1 hingga 5. Santoso (2006) mengemukakan, jika nilai z-score deskriptor semakin besar dan

8 68 bernilai positif maka deskriptor tersebut berpengaruh semakin kuat terhadap kelompoknya dan sebaliknya jika z-score bernilai negatif. Berdasarkan nilai z-score tersebut nilai rataan deskriptor pada masing-masing kelompok dapat dihitung dengan persamaan X = μ + zσ dimana X nilai rataan deskriptor, μ nilai rataan populasi, z zscore, dan σ standar deviasi populasi. Berdasarkan kesepuluh deskriptor yang telah disebutkan di atas dapat dikatakan bahwa kekuatan pembentuk kelompok 1, kawanan non-lemuru, ditentukan oleh deskriptor P, A, H, Trel, S dan E. Pembentukan kelompok 2, kawanan sempenit, ditentukan oleh deskriptor E, H, Trel, Dr. Pembentukan kelompok 3, kawanan lemuru, ditentukan oleh deskriptor Dr dan Esd sedangkan pembentukan kelompok 4, kawanan campuran, ditentukan oleh deskriptor Er, Trel, Esd dan pembentukan kelompok 5, kawanan protolan, ditentukan oleh deskriptor L, S, P, Er, Trel, A, dan H. Hal di atas menjelaskan bahwa, kawanan non-lemuru, kelompok 1, dapat dicirikan dengan bentuk citra akustik yang luas dengan keliling kawanan yang terpanjang dibandingkan dengan kawanan ikan lainnya dan dengan posisi relatif kawanan terhadap dasar perairan adalah yang terbesar. Kawanan sempenit, kelompok 2, adalah kawanan ikan yang dapat dicirikan dengan bentuk kawanan yang sangat pipih yang diindikasikan dengan besarnya perbandingan antara panjang kawanan dan tingginya. Kawanan lemuru, kelompok 3, adalah kawanan ikan yang cukup sulit untuk diidentifikasi berdasarkan nilai deskriptornya mengingat kedua deskriptor dalam kelompok kawanan ini tidak berpengaruh kuat terhadap pembentukan kelompoknya. Diduga ada deskriptor lain yang lebih mencirikan kelompok 3 tetapi tidak terukur dalam penelitian ini. Disisi lain, kawanan campuran, kelompok 4, walaupun tidak memiliki ciri morfometrik dan batimetrik yang kuat tetapi kawanan ini menunjukkan ciri yang kuat dalam hal intensitas pancaran hamburan baliknya yang bernilai paling tinggi dibandingkan kawanan lainnya, sedangkan kawanan protolan, kelompok 5, adalah kawanan ikan yang dicirikan oleh ketiga kelompok

9 69 deskriptor tetapi ciri yang paling menonjol adalah ukuran panjang kawanan ini yang melebihi ukuran panjang kawanan lainnya. Gambar 22 Contoh beberapa citra akustik kawanan ikan di Selat Bali.

10 70 Gambar 22 memperlihatkan kawanan lemuru, sempenit, protolan, campuran, dan non-lemuru yang terdeteksi di Perairan Selat Bali. Dari gambar tersebut tampak bahwa geometri kawanan protolan, lemuru, dan sempenit lebih beraturan dibandingkan dengan geometri kawanan non-lemuru dan campuran. Panjang kawanan ikan tersebut dapat berukuran antara puluhan hingga ratusan meter.

11 71 Tabel 12 Hasil pengelompokan 56 kawanan ikan (data A) dengan Metode Analisis Gerombol Terbimbing No. Index Kel. Jarak JK No. Index Kel. Jarak JK 1 A1 1 35,590 N 29 B ,661 L 2 A2 1 35,590 N 30 B ,227 S 3 A3 1 33,931 N 31 B ,676 P 4 A4 4 23,436 C 32 B ,197 L 5 A5 2 19,193 S 33 B L 6 A6 5 22,261 P 34 B ,146 S 7 B1 2 18,460 S 35 B ,668 S 8 B2 2 45,003 S 36 B ,230 S 9 B3 4 15,728 C 37 B ,050 S 10 B4 4 18,956 C 38 B ,069 S 11 B5 2 46,787 S 39 C1 2 22,896 S 12 B6 4 48,500 C 40 C2 5 20,310 P 13 B7 3 37,227 L 41 C3 5 18,953 P 14 B8 4 22,505 C 42 C4 1 0,9776 N 15 B9 4 18,501 C 43 C5 2 30,539 S 16 B ,735 L 44 C6 3 22,715 L 17 B ,178 C 45 C7 2 18,331 S 18 B ,431 L 46 C8 2 19,950 S 19 B ,074 S 47 C9 5 40,290 P 20 B ,472 N 48 D1 5 14,491 P 21 B ,739 P 49 D2 5 16,002 P 22 B ,961 P 50 D3 5 23,216 P 23 B ,461 P 51 D4 5 25,471 P 24 B ,935 L 52 D5 1 33,636 N 25 B ,183 S 53 D6 3 25,896 L 26 B ,852 L 54 D7 5 14,327 P 27 B ,411 L 55 D8 5 24,047 P 28 B ,602 L 56 D9 5 12,815 P Keterangan: N=non-lemuru, C=campuran, S=sempenit, P=protolan, l=lemuru, JK=Spesies Kawanan, Jarak=Jarak Euclidean, Index=Nomor kawanan berdasarkan waktu pengukuran Ke-56 kawanan ikan tersebut terukur di 4 waktu pengukuran yaitu pengukuran jam (A1-A6), jam (B1-B32), jam (C1-C9) dan jam (D1-D9).

12 72 Pada waktu pengukuran jam kawanan non-lemuru mendominasi hasil deteksi dengan 3 kawanan dan diikuti kawanan sempenit, campuran, dan protolan dengan masing-masing 1 kawanan. Sementara itu kawanan lemuru tidak terdeteksi sama sekali pada selang pengukuran ini. Disisi lain, semua spesies kawanan ikan terdeteksi pada waktu pengukuran jam 06-12, tetapi pada selang waktu ini spesies kawanan ikan yang terdeteksi didominasi kawanan sempenit dan lemuru yang berjumlah 21 kawanan dan diikuti kawanan campuran dengan 6 kawanan dan hanya 1 kawanan non-lemuru dan 4 kawanan protolan. Pada selang waktu pengukuran jam 12-18, hanya 4 spesies kawanan ikan yang terdeteksi yaitu kawanan non-lemuru, sempenit, lemuru, dan protolan, sedangkan kawanan sempenit tidak terdeteksi. Dari keempat spesies kawanan tersebut, kawanan campuran mendomiasi hasil deteksi dengan 4 kawanan, diikuti kawanan lemuru dengan 3 kawanan, dan kawanan non-lemuru dan lemuru yang masing-masing hanya berjumlah 1 kawanan. Pada selang waktu pengukuran jam 18-24, hanya 3 spesies kawanan ikan yang terdeteksi yaitu kawanan non-lemuru, lemuru, dan protolan sedangkan kawanan sempenit dan campuran tidak terdeteksi. Dari ketiga kawanan yang terdeteksi, kawanan protolan mendominasi hasil deteksi dengan 7 kawanan sedangkan kawanan non-lemuru dan lemuru masing-masing hanya 1 kawanan Analisis diskriminan Sebagaimana disebutkan sebelumnya, dalam analisis diskriminan hanya kelompok data A dengan 15 deskriptor yang digunakan. Tabel 13 memperlihatkan nilai z-score dan signifikansi uji-f deskriptor pada kelima kelompok. Jika nilai F deskriptor semakin besar dan nilai signifikansinya semakin kecil (<0,05), maka deskriptor tersebut berpengaruh semakin nyata dalam membedakan kelima kelompok (Santoso, 2006).

13 73 Tabel 13 Nilai rataan deskriptor pada masing-masing kelompok No. Desk. Rataan dari Kelompok F P zl 2,9633 2,1245 2,5436 1,3475 3, ,09 0, zh 1,2650 1,1555 0,8077 1,0944 1,1777 5,82 0, za 4,1812 2,6869 2,6950 2,4703 3, ,73 0, zp 3,2784 2,4302 2,5634 2,2372 2, ,68 0, ze 2,2862 0,9691 1,9321 0,2532 2, ,26 0, zdf 0,0668 0,1336 0,1442 0,1179 0,1196 1,35 0, zdr 1,3848 1,4411 1,7921 1,7838 1,5291 3,41 0, zdmin 1,5717 1,5943 1,8315 1,8426 1,6459 2,56 0, ztmin 1,7168 1,0482 1,0899 1,2520 1,4612 7,69 0, ztrel 1,7687 1,5140 1,3086 1,4271 1,6560 7,83 0, zer 1,7492 1,6917 1,7820 1,7907 1, ,65 0, zesd 0,3199 0,5184 0,4097 0,4419 0,3956 2,71 0, zs -0,8028-0,2431-0,2560-0,1898-0,5636 4,75 0, zk -0,2062-0,1162-0,0754-0,1941-0,0187 0,60 0, zdv 0,0547 0,1606 0,0032 0,0039 0,0386 4,21 0,00508 Tabel 13 menunjukkan bahwa ada beberapa deskriptor yang berpengaruh nyata dalam membentuk perbedaan yang signifikan diantara kelima kelompok. Dilihat dari nilai signifikansinya, hampir semua deskriptor berpengaruh nyata dalam membentuk perbedaan diantara kelima kelompok dengan nilai signifikansi uji-f yang lebih kecil dari 0,05 (Sig.<0,05), kecuali untuk deskriptor Df, dan Ku yang nilai signifikansi uji-f nya lebih besar dari 0,05 (Sig.>0,05). Walaupun demikian, jika deskriptor dengan nilai F yang lebih besar dari 10 (F>10) disebut sebagai deskriptor yang berpengaruh sangat kuat dan deskriptor dengan F<10 disebut deskriptor dengan pengaruh kuat maka hanya ada beberapa deskriptor yang benar-benar menunjukkan

14 74 bahwa kelompok 1 hingga 5 memiliki perbedaan yang sangat nyata yaitu deskriptor L, A, P, E, dan Er sedangkan perbedaan yang nyata dari kelompok 1 hingga 5 ditunjukkan oleh deskriptor H, Dr, Dmin, Tmin, Trel, Esd, S, dan Dv. Hal ini dapat diartikan bahwa dari 13 deskriptor yang berpengaruh nyata dan sangat nyata, kelompok deskriptor morfometrik kembali menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dalam membedakan kelima kelompok dibandingkan dengan kedua kelompok deskriptor lainnya. Tabel 14 Koefisien fungsi diskriminan dan struktur matriks fungsi No. Desk. Koef. Fungsi Diskriminan Struktur Matriks Fungsi 1 Fungsi 2 Fungsi 1 Fungsi 2 1 L 23,839 19,254 0,672* 0,288 2 H -183, ,651 0,127-0,276* 3 A -26,138-20,305 0,557* 0,070 4 P 19,912-2,846 0,608* 0,052 5 E 13,395 10,099 0,538* 0,494 6 Trel 134, ,064 0,246* -0,180 7 Er 3239, ,892-0,088 0,643* 8 Dv 398, ,444 0,004-0,293* Konstanta -2880, ,23 Tabel 14 menunjukkan struktur matriks fungsi diskriminan yang menjelaskan korelasi antara variabel deskriptor yang independen dengan fungsi diskriminan yang terbentuk. Korelasi deskriptor L dengan fungsi 1 (0,672) lebih besar dari korelasi deskriptor L dengan fungsi 2 (0,288) karenanya deskriptor L dimasukkan sebagai variabel dalam fungsi diskriminan 1. Hal yang sama juga diikuti oleh deskriptor A, P, E, dan Trel yang juga masuk ke fungsi diskriman 1, sedangkan deskriptor H, Er, dan Dv masuk ke fungsi diskriminan 2.

15 75 Tabel 15 Eigenvalue dari keempat fungsi diskriminan Fungsi Eigenvalue Variance % Kumulatif % Korelasi Kanonik Tabel 15 menunjukkan bahwa untuk membedakan kelima kelompok kawanan ikan hingga ketepatan 100% diperlukan 4 fungsi diskriminan. Tetapi pilihan empat fungsi diskriminan tidaklah efektif karena menyebabkan semakin banyak variabel deskriptor yang dilibatkan sehingga tujuan analisis diskriminan untuk menyederhanakan jumlah variabel yang digunakan untuk membedakan kelima kelompok kawanan ikan tidak tercapai. Karena itu hanya 2 fungsi diskriminan yaitu fungsi diskriminan 1(F1) dan 2(F2) yang digunakan. Dengan fungsi diskriminan 1 dan 2 maka perbedaan diantara kelima kelompok kawanan ikan dapat dijelaskan dengan baik hingga 81,7%. Tabel tersebut menunjukkan bahwa fungsi diskriminan 1 dapat menjelaskan 55,9% pengelompokan kawanan ikan kedalam 5 kelompok kawanan. Pengelompokan dengan fungsi diskriminan 1 ditentukan oleh deskriptor L, A, P, E, dan Trel sedangkan fungsi diskriminan 2 menjelaskan bahwa 25,8% pengelompokan tersebut ditentukan oleh deskriptor H, Er, dan Dv. Karenanya untuk menjelaskan perbedaan pengelompokan ini cukup digunakan fungsi diskriminan 1 dan 2 dengan variabel fungsinya adalah L, A, P, E, Trel, H, Er, dan Dv. Koefisien fungsi untuk masing-masing variabel dan konstanta masing-masing dapat dilihat pada Tabel 14 kolom 2 dan 3. Kedelapan deskriptor ini selanjutnya disebut dengan deskriptor utama.

16 76 Gambar 23 Posisi anggota kelompok kelima kawanan ikan terhadap fungsi diskriminan 1 dan 2. Gambar 23 memperlihatkan bagaimana kelima kawanan ikan dibedakan dengan menggunakan kedua fungsi diskriman 1 dan 2. Fungsi diskriminan 1 dapat membedakan kelompok kawanan ikan 1, 5 dengan kelompok kawanan 4 dengan ketepatan 55,9%, sedangkan fungsi diskriminan 2 dengan ketepatan 25,8% dapat membedakan kelompok kawanan 2 dengan 3. Walaupun demikian, kedua fungsi diskriminan tidak dapat membedakan dengan baik perbedaan antara kawanan 1 dengan kawanan 5. Kedua kawanan mengelompok disekitar garis fungsi diskriminan 1 dan 2. Dilihat dari jarak antara pusat kawanan ke garis fungsi diskriminan 1 dan 2, selisih jarak diantara keduanya tampak lebih besar jika dilihat dari garis fungsi diskriminan 1 dibandingkan dari garis fungsi diskriminan 2. Hal ini menunjukkan bahwa kawanan ikan dengan ukuran individu yang hampir sama lebih mudah dibedakan jika dilihat dari karakteristik deskriptor morfometriknya sedangkan

17 77 kawanan ikan dengan ukuran tubuh individu yang berbeda lebih mudah dibedakan dengan melihat karakteristik deskriptor energetiknya, sebagaimana terlihat antara kawanan lemuru (kelompok 3) dengan sempenit (kelompok 2) dan antara kawanan campuran (kelompok 4) dengan kawanan non-lemuru (kelompok 1) dan protolan (kelompok 5). Tabel 16 Hasil klasifikasi dengan Metode Analisis Diskriminan Spesies Jml. Hasil prediksi Kawanan 1:N 2:S 3:L 4:C 5:P 1:N 6 6(100%) :S (93,75%) 0 1(6,25%) 0 3:L (100%) 0 0 4:C (100%) 0 5:P (100%) Total Pada Tabel 16 ditunjukkan hasil klasifikasi yang dilakukan dengan Metode Statistik AFD. Pada tabel tersebut tampak bahwa hampir setiap anggota kelompok kawanan ikan dapat diidentifikasi dengan benar sesuai dengan kelompoknya masingmasing kecuali satu anggota kelompok 2 (sempenit) yang diidentifikasi sebagai anggota kelompok 4 (campuran). Kesalahan identifikasi ini diduga karena komposisi individu dalam kawanan campuran yang teridentifikasi didominasi oleh sempenit yang bercampur dengan protolan atau lemuru. Karena dominasi inilah maka kesalahan identifikasi dapat terjadi. Hasil identifikasi ini menunjukkan bahwa dari total 56 kawanan ikan yang dikelompokkan kedalam 5 kelompok kawanan non-lemuru, sempenit, lemuru, campuran dan protolan, 55 diantaranya dapat diidentifikasi sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Dengan demikian penggunaan Metode Statistik untuk

18 78 identifikasi dan klasifikasi kawanan ikan dapat dilakukan dengan baik dengan ketepatan hingga 98,2%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap kawanan ikan memiliki karakteristik deskriptor yang berbeda. Karakteristik deskriptor utama hasil analisis statistik dari setiap kawanan ikan dapat dilihat pada Gambar 24. Keterangan: N: non-lemuru, S: sempenit, L: lemuru, C: campuran, P: protolan. Gambar 24 Karakteristik 8 deskriptor utama dari kelima kelompok kawanan ikan. Gambar 24 menunjukkan bahwa dimensi horisontal, vertikal dan densitas kawanan ikan berbeda dari satu kawanan ke kawanan yang lain. Pada gambar yang sama dapat dilihat bahwa hanya pola nilai rataan dari 8 deskriptor utama dari kawanan non-lemuru dan protolan yang menunjukkan pola yang serupa sedangkan pola nilai rataan deskriptor utama dari ketiga kawanan lainnya tampak sangat berbeda. 5.4 Pembahasan Hasil analisis statistik menunjukkan adanya kecenderungan dimana dimensi horisontal (L) secara nyata tampak lebih besar dibandingkan dengan dimensi

19 79 vertikalnya (H). Perbandingan nilai deskriptor L dan H untuk kawanan non-lemuru = 55:1, kawanan sempenit = 10:1, kawanan lemuru = 51:1, kawanan campuran = 2:1, dan kawanan protolan = 87:1. Hal yang serupa juga terlihat pada kawanan sardine hasil pengukuran Coetzee (2000) yang juga menunjukkan hal yang serupa dimana perbandingan antara rataan L dan H adalah sebesar 3:1. Perbedaan ini dapat dilihat dengan lebih mudah dari perbandingan nilai deskriptor E dari setiap kawanan ikan. Nilai deskriptor E dari kawanan non-lemuru tampaknya lebih besar dibandingkan dengan nilai E dari kawanan ikan lainnya. Menurut Blaxter & Hunter (1982), kawanan ikan yang bergerak lebih cepat akan membentuk kawanan dengan elongasi yang lebih besar dibandingkan dengan kawanan yang berenang lebih lambat. Sejalan dengan itu, Patridge et al. (1982) mengemukakan bahwa peningkatan kecepatan renang ikan dalam kawanan dapat mengakibatkan bentuk kawanan ikan menjadi lebih pipih. Dalam penelitian ini kecepatan renang kawanan ikan tidak diukur karenanya pengaruh kecepatan renang terhadap bentuk kawanan ikan tidak dapat dijelaskan lebih lanjut. Karenanya diduga bahwa kawanan non-lemuru berenang lebih cepat dibandingkan dengan empat kawanan ikan lainnya. Fenomena yang sama antara total luasan (A) yang digunakan kawanan dengan densitas (Dv) dan besar intensitas energi hamburan balik (Er) walaupun tidak nyata, tampaknya hanya terlihat antara kawanan lemuru dan sempenit. Kedua kawanan ikan ini menunjukkan bahwa semakin luas daerah cakupan kawanan ikan maka cenderung semakin besar densitas dan intensitas hamburuan balik kawanan tersebut. Hal sebaliknya terlihat pada kawanan non-lemuru, protolan dan sempenit. Pada ketiga kawanan ini terlihat bahwa walaupun luas area yang tercakup oleh kawanan nonlemuru secara nyata lebih luas dibandingkan dengan luasan dari kawanan ikan lainnya tetapi intensitas hamburan balik (Er) dan densitas kawanan non-lemuru tidak menunjukkan perbedaan yang berarti dibandingkan dengan intensitas dan densitas kawanan ikan lainnya. Karenanya proporsionalitas antara total luasan yang digunakan kawanan dengan besar intensitas energi hamburan balik dan densitas kawanan

20 80 sebagaimana yang dikemukakan oleh Coetzee (2000), Bahri & Freon (2000), dan Lawson et al.(2001) tidak terlihat secara nyata dalam penelitian ini. Diduga hal ini terjadi karena beragamnya jarak dan ukuran tubuh antara individu dalam kawanan ikan. Dugaan lain menurut Simmonds et al. (1996) karena kawanan ikan yang bergerak dengan pola arah gerak yang tidak beraturan mengakibatkan ukuran intensitas hamburan balik yang lebih beragam. Dilihat dari posisinya dalam kolom perairan, untuk kedalaman perairan yang sama, kawanan non-lemuru cenderung berada lebih dekat kepermukaan dibandingkan dengan kawanan ikan lainnya. Perbandingan Trel kawanan non-lemuru dengan kawanan sempenit 2:1, dengan kawanan lemuru 3:1, dengan kawanan campuran 2:1 dan dengan kawanan protolan 1,1:1. Perbedaan ini diduga terjadi karena rataan panjang kawanan non-lemuru yang terdeteksi dalam penelitian ini berukuran lebih kecil dibandingkan dengan rataan panjang kawanan ikan lainnya. Rataan panjang kawanan non-lemuru 12,89cm, protolan 13,14cm, lemuru 14,56, sempenit 14,99cm, dan campuran 16,31cm. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 10 dan Lampiran 11 sedangkan distribusi kawanan lemuru dapat dilihat pada Lampiran 18. Kecenderungan dan perbedaan sebagaimana yang disebutkan di atas dapat terjadi akibat pengaruh faktor luar seperti kehadiran pemangsa dan mangsa (predator & prey) dan komposisi spesies kawanan ikan yang dapat berpengaruh terhadap distribusi vertikal dan tingkah laku ikan (Coetzee, 2000). Lebih lanjut, perbedaan densitas, bentuk, dan posisi vertikal kawanan ikan dapat terjadi akibat tingkah laku ikan, fisiologi, biologi, spesies dan lingkungan kawanan ikan (Freon & Misund, 1999). Dari beberapa faktor yang telah disebutkan, faktor yang paling sering dijadikan pokok bahasan dan berpengaruh menyebabkan perubahan dimensi horisontal, vertikal, dan densitas kawanan ikan adalah faktor pergerakan harian, aktivitas individu, interaksi diantara spesies, kehadiran elemen pengganggu, dan kondisi lingkungan (Bahri & Freon, 2000).

21 Kesimpulan Dari penjelasan yang telah disebutkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa; (1) Metode Statistik Analisis Gerombol dan Diskriminan dapat digunakan dengan baik dalam identifikasi dan klasifikasi kawanan ikan dengan ketepatan 98,2%. (2) Dari kelima belas deskriptor yang digunakan, 8 deskriptor yang berperan dalam membedakan kelompok kawanan ikan dan disebut deskriptor utama yaitu; deskriptor panjang, L; tinggi, H; luas, A; keliling, P; dan elongasi, E (deskriptor morfometrik), ketinggian relatif, Trel (deskriptor batimetrik), dan rataan intensitas energi hamburan balik, Er; densitas, Dv (deskriptor energetik). (3) Deskriptor morfometrik berperan lebih besar dalam membedakan kawanan ikan satu dengan lainnya jika ukuran tubuh individu ikan yang menyusun kawanan-kawanan tersebut berukuran hampir sama, sedangkan kawanankawanan ikan dengan ukuran tubuh individu ikan yang berbeda dapat dibedakan dengan lebih baik dengan menggunakan deskriptor energetik. (4) Dimensi horisontal kawanan cenderung lebih besar dibandingkan dengan dimensi vertikalnya sehingga bentuk kawanan ikan cenderung lebih pipih dan panjang. (5) Kawanan non-lemuru cenderung berada lebih dekat ke permukaan dibandingkan dengan empat kawanan lainnya (sempenit, lemuru, campuran, dan protolan).

Citra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1

Citra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1 3 METODOLOGI Secara garis besar metode penelitian dalam disertasi ini berkaitan dengan permasalahan identifikasi kawanan ikan secara hidroakustik yang berkaitan dengan pengukuran dan pemrosesan data hidroakustik,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN LEMURU SELAT BALI BERDASARKAN DATA HIDROAKUSTIK DENGAN METODE STATISTIK

IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN LEMURU SELAT BALI BERDASARKAN DATA HIDROAKUSTIK DENGAN METODE STATISTIK IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN LEMURU SELAT BALI BERDASARKAN DATA HIDROAKUSTIK DENGAN METODE STATISTIK Identification and Classification of Lemuru Schoal of Bali Strait Based on Hydroaccoustics Data

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN LEMURU SELAT BALI BERDASARKAN DATA HIDROAKUSTIK DENGAN METODE STATISTIK

IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN LEMURU SELAT BALI BERDASARKAN DATA HIDROAKUSTIK DENGAN METODE STATISTIK IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN LEMURU SELAT BALI BERDASARKAN DATA HIDROAKUSTIK DENGAN METODE STATISTIK Identification and Classification of Lemuru Schoal of Bali Strait Based on Hydroaccoustics Data

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Waduk Ir. H. Djuanda dan Laboratorium Akustik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor. Kegiatan penelitian ini terbagi

Lebih terperinci

5 KLASIFIKASI SPESIES KAWANAN IKAN

5 KLASIFIKASI SPESIES KAWANAN IKAN 5 KLASIFIKASI SPESIES KAWANAN IKAN 5.1 Pendahuluan Sejauh ini aplikasi teknik hidroakustik dalam bidang perikanan dibatasi pada ketidakmampuan membedakan secara objektif antar kelompok taksonomi berdasarkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Survei hidroakustik dalam bidang perikanan dilakukan dengan tujuan untuk memperkirakan stok ikan di suatu perairan. Untuk memenuhi harapan tersebut, survei-survei yang

Lebih terperinci

6 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERAMBATAN BALIK

6 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERAMBATAN BALIK 6 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERAMBATAN BALIK 6.1 Pendahuluan Seperti telah diketahui, terdapat banyak sekali model jaringan saraf tiruan (JST) (Fauset,

Lebih terperinci

PENENTUAN KARAKTERISTIK KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR AKUSTIK

PENENTUAN KARAKTERISTIK KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR AKUSTIK PENENTUAN KARAKTERISTIK KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR AKUSTIK (Determination of Pelagic Fish Schools Characteristics Using Acoustic Descriptors) Fauziyah 1 dan Indra Jaya 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari Ekspedisi Selat Makassar 2003 yang diperuntukkan bagi Program Census of Marine Life (CoML) yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

3 METODOLOGI LAUT BALI. Pengambengan. 20 m. gs ratu. 200 m SAMUDERA INDONESIA

3 METODOLOGI LAUT BALI. Pengambengan. 20 m. gs ratu. 200 m SAMUDERA INDONESIA 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2003 Agustus 2004 di Laboratorium Akustik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor dan UPT Baruna Jaya BPPT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan data akustik ikan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan data akustik ikan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan data akustik ikan Data akustik yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi 3 (tiga) jenis ikan yaitu ikan mas, nila dan patin masing-masing sebanyak 5 ekor. Pengambilan

Lebih terperinci

Karakteristik Shoaling Ikan Pelagis Menggunakan Data Akustik Split Beam di Perairan Selat Bangka Pada Musim Timur

Karakteristik Shoaling Ikan Pelagis Menggunakan Data Akustik Split Beam di Perairan Selat Bangka Pada Musim Timur ISSN 0853-7291 Karakteristik Shoaling Ikan Pelagis Menggunakan Data Akustik Split Beam di Perairan Selat Bangka Pada Musim Timur Fauziyah, Hartoni dan Agussalim A Jl. Lingkar Kampus UNSRI Inderalaya PS

Lebih terperinci

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG Pendugaan Kelimpahan dan Sebaran Ikan... Metode Akustik di Perairan Belitung (Fahmi, Z.) PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG ABSTRAK Zulkarnaen

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 17 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 211, sedangkan survei data dilakukan oleh pihak Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) Departemen

Lebih terperinci

PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN (Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK

PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN (Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN (Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK AMIR HAMZAH MUHIDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Analisis Cluster, Analisis Diskriminan & Analisis Komponen Utama. Analisis Cluster

Analisis Cluster, Analisis Diskriminan & Analisis Komponen Utama. Analisis Cluster Analisis Cluster Analisis Cluster adalah suatu analisis statistik yang bertujuan memisahkan kasus/obyek ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu dengan yang lain.

Lebih terperinci

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK 5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK Pendahuluan Sumberdaya perikanan LCS merupakan kontribusi utama yang sangat penting di tingkat lokal, regional dan internasional untuk makanan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret September 2011 dengan menggunakan data berupa data echogram dimana pengambilan data secara in situ dilakukan

Lebih terperinci

3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN

3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN 3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN Pendahuluan Keberadaan sumberdaya ikan, baik ikan pelagis maupun demersal dapat diduga dengan menggunakan metode hidroakustik (Mitson 1983). Beberapa keuntungan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perairan umum daratan Indonesia memiliki keanekaragaman jenis ikan yang tinggi, sehingga tercatat sebagai salah satu perairan dengan mega biodiversity di Indonesia. Komisi

Lebih terperinci

Scientific Echosounders

Scientific Echosounders Scientific Echosounders Namun secara secara elektronik didesain dengan amplitudo pancaran gelombang yang stabil, perhitungan waktu yang lebih akuran dan berbagai menu dan software tambahan. Contoh scientific

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 16-18 Mei 2008 di perairan gugusan pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 11). Lokasi ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK ACOUSTIC DESCRIPTOR ANALYZER (ADA-VERSI 2004) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK ACOUSTIC DESCRIPTOR ANALYZER (ADA-VERSI 2004) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK ACOUSTIC DESCRIPTOR ANALYZER (ADA-VERSI 2004) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS (Development of Acoustics Descriptor Analyzer (ADA- version 2004) for Pelagic Fish School

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini teknologi hidroakustik atau perangkat lunak pengolah sinyal akustik masih sulit untuk dapat mengetahui jenis dan panjang ikan secara langsung dan akurat. Selama

Lebih terperinci

Gambar 8. Lokasi penelitian

Gambar 8. Lokasi penelitian 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 Januari-3 Februari 2011 yang di perairan Pulau Gosong, Pulau Semak Daun dan Pulau Panggang, Kabupaten

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º - 138 º BT (Gambar 2), pada bulan November 2006 di Perairan Laut Arafura, dengan kedalaman

Lebih terperinci

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH P. Ika Wahyuningrum AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH Suatu teknologi pendeteksian obyek dibawah air dengan menggunakan instrumen akustik yang memanfaatkan suara dengan gelombang tertentu Secara

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sedimen Dasar Perairan Berdasarkan pengamatan langsung terhadap sampling sedimen dasar perairan di tiap-tiap stasiun pengamatan tipe substrat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo Dalam pengoperasiannya, bagan rambo menggunakan cahaya untuk menarik dan mengumpulkan ikan pada catchable area. Penggunaan cahaya buatan yang berkapasitas

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 8 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 8 Peta lokasi penelitian. 30 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan data hasil survei akustik yang dilaksanakan oleh Balai Riset Perikanan Laut (BRPL), Dirjen Perikanan Tangkap, KKP RI pada bulan Juni

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, diperoleh data yang diuraikan pada Tabel 4. Lokasi penelitian berada

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai pada tanggal 20 Januari 2011 dan menggunakan data hasil survei Balai Riset Perikanan Laut (BRPL). Survei ini dilakukan mulai

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Peta Batimetri Laut Arafura Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori perairan dangkal dimana kedalaman mencapai 100 meter. Berdasarkan data

Lebih terperinci

4. BAHAN DAN METODA. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

4. BAHAN DAN METODA. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 41 4. BAHAN DAN METODA 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan dua data yaitu (1) data primer yang diperoleh saat penulis mengikuti riset pada tahun 2002, yang merupakan bagian dari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 21 Kemiskinan Definisi tentang kemiskinan telah mengalami perluasan, seiring dengan semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator, maupun permasalahan lain yang melingkupinya Kemiskinan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen Dasar Laut Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat yang lain, baik secara vertikal maupun secara

Lebih terperinci

MODUL 5 ANALISIS DISKRIMINAN

MODUL 5 ANALISIS DISKRIMINAN MODUL 5 ANALISIS DISKRIMINAN TUJUAN PRAKTIKUM Tujuan yang diharapkan dalam pelaksanaan praktikum ini, antara lain : Mahasiswa memahami karakteristik dan kegunaan Metode Analisis Diskriminan. Mahasiswa

Lebih terperinci

Densitas Ikan Pelagis Kecil Secara Akustik di Laut Arafura

Densitas Ikan Pelagis Kecil Secara Akustik di Laut Arafura Jurnal Penelitian Sains Volume 13 Nomer 1(D) 13106 Densitas Ikan Pelagis Kecil Secara Akustik di Laut Arafura Fauziyah dan Jaya A PS. Ilmu Kelautan FMIPA, Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan, Indonesia

Lebih terperinci

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU Oleh: Arief Wijaksana C64102055 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Substrat dasar perairan memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai habitat bagi bermacam-macam biota baik itu mikrofauna maupun makrofauna. Mikrofauna berperan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Regresi Linier Sederhana Dalam beberapa masalah terdapat dua atau lebih variabel yang hubungannya tidak dapat dipisahkan karena perubahan nilai suatu variabel tidak selalu terjadi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Jaringan sel saraf biologi (Artificial Neural Networks in Medicine Juli 2005).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Jaringan sel saraf biologi (Artificial Neural Networks in Medicine  Juli 2005). 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf manusia tersusun atas 10 10 sel saraf yang masing-masing selnya tersambung dengan 10 3 hingga 10 5 sel saraf. membentuk suatu jaringan yang sangat

Lebih terperinci

PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN (Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK

PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN (Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN (Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK AMIR HAMZAH MUHIDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan lanjutan yang dilakukan dari bulan Juli sampai bulan Agustus menggunakan data hasil olahan dalam bentuk format *raw.dg yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Jarak Near Field (R nf ) yang diperoleh pada penelitian ini dengan menggunakan formula (1) adalah 0.2691 m dengan lebar transducer 4.5 cm, kecepatan suara 1505.06

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 Juli 2011 yang meliputi tahapan persiapan, pengukuran data lapangan, pengolahan dan analisis

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan Pada mulanya penggunaan lampu untuk penangkapan masih terbatas pada daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi

Lebih terperinci

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU Oleh: Munawir C64102020 PR AN TEKNOLOGI KELAUTAN AN DAN I Lm KELAUTAN INSTITUT PERTANLAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode penangkapan ikan dengan menggunakan cahaya sudah sejak lama diketahui sebagai perlakuan yang efektif untuk tujuan penangkapan ikan tunggal maupun berkelompok (Ben-Yami,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Ukuran Tubuh Ikan Acoustical length adalah panjang target dalam akustik pada sebuah target, dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau panjang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI, KLASIFIKASI DAN ANALISIS STRUKTUR SPESIES KAWANAN IKAN PELAGIS BERDASARKAN METODE DESKRIPTOR AKUSTIK FAUZIYAH

IDENTIFIKASI, KLASIFIKASI DAN ANALISIS STRUKTUR SPESIES KAWANAN IKAN PELAGIS BERDASARKAN METODE DESKRIPTOR AKUSTIK FAUZIYAH IDENTIFIKASI, KLASIFIKASI DAN ANALISIS STRUKTUR SPESIES KAWANAN IKAN PELAGIS BERDASARKAN METODE DESKRIPTOR AKUSTIK FAUZIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 61 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan triwulan yang terdiri dari neraca, laporan

Lebih terperinci

Oleh : PAHMI PARHANI C SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Oleh : PAHMI PARHANI C SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan STUDI TENTANG ARAH DAN KECEPATAN RENANG IKAN PELAGIS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TEmAGI (SPLIT-BEAM ACOUSTIC SYSTEM ) DI PERAIRAN TELUK TOMINI PADA BULAN JULI-AGUSTUS 2003 Oleh : PAHMI PARHANI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian dasar perairan dapat digunakan secara luas, dimana para ahli sumberdaya kelautan membutuhkannya sebagai kajian terhadap habitat bagi hewan bentik (Friedlander et

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Gauss Untuk dapat melakukan pengolahan data menggunakan ANN, maka terlebih dahulu harus diketahui nilai set data input-output yang akan digunakan. Set data inputnya yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian di PT. RRAA, Jl. Raya Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat dari bulan April 2016 hingga Oktober

Lebih terperinci

DETEKSI SEBARAN IKAN PADA KOLOM PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK INTEGRASI KUMULATIF DI KECAMATAN SUMUR, PANDEGLANG BANTEN

DETEKSI SEBARAN IKAN PADA KOLOM PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK INTEGRASI KUMULATIF DI KECAMATAN SUMUR, PANDEGLANG BANTEN DETEKSI SEBARAN IKAN PADA KOLOM PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK INTEGRASI KUMULATIF DI KECAMATAN SUMUR, PANDEGLANG BANTEN Oleh : Ahmad Parwis Nasution PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

Oleh : HARDHANI EKO SAPUTRO C SKRIPSI

Oleh : HARDHANI EKO SAPUTRO C SKRIPSI PENGUKURAN NILAI DAN SEBARAN TARGET STRENGTH IKAN PELAGIS DAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI (SPLIT BEAM ACOUSTIC SYSTEM) DI LAUT A MFUM PADA BULAN OKTOBER-NOPEMBER 2003 Oleh :

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 45 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan dari inti karya akhir ini, dimana analisis dan pembahasan akan dilakukan. Analisis dilakukan berdasarkan teori-teori dan metodologi yang telah

Lebih terperinci

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan 4. HASIL PEMBAHASAN 4.1 Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, ditemukan 3 jenis spesies lamun yakni Enhalus acoroides, Cymodocea

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Lifeform Karang Secara Visual Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berdasarkan hasil identifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Siswa Gambar 1 memperlihatkan Karakteristik siswa SMA Negeri Ulu Siau berdasarkan jurusan. Berdasarkan Gambar 1 umumya siswa lebih memilih jurusan IPA daripada jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan METODE PENELITIAN Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan pada perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa yang merupakan bagian dari perairan timur laut Samudera Hindia. Batas perairan yang diamati

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini berlokasi di Desa Sungai Ular Kecamatan Secanggang

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini berlokasi di Desa Sungai Ular Kecamatan Secanggang BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini berlokasi di Desa Sungai Ular Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. September). Data yang dikumpulkan berupa data jasa pelayanan pelabuhan, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. September). Data yang dikumpulkan berupa data jasa pelayanan pelabuhan, yaitu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data sekunder dengan jenis data bulanan mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2011 (bulan September).

Lebih terperinci

STATISTIKA DESKRIPTIF

STATISTIKA DESKRIPTIF STATISTIKA DESKRIPTIF 1 Statistika deskriptif berkaitan dengan penerapan metode statistika untuk mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menganalisis data kuantitatif secara deskriptif. Statistika inferensia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Manual Uji T 2 Hotelling Berbagai Ukuran Tubuh pada Kuda Delman Jantan Manado vs Tomohon. Rumus: T 2 = X X S X X

Lampiran 1. Perhitungan Manual Uji T 2 Hotelling Berbagai Ukuran Tubuh pada Kuda Delman Jantan Manado vs Tomohon. Rumus: T 2 = X X S X X LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Manual Uji T 2 Hotelling Berbagai Ukuran Tubuh pada Kuda Delman Jantan Manado vs Tomohon Rumus: T 2 = X X S X X Selanjutnya: F = n + n p 1 (n + n 2) P T akan terdistribusi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI, KLASIFIKASI DAN ANALISIS STRUKTUR SPESIES KAWANAN IKAN PELAGIS BERDASARKAN METODE DESKRIPTOR AKUSTIK FAUZIYAH

IDENTIFIKASI, KLASIFIKASI DAN ANALISIS STRUKTUR SPESIES KAWANAN IKAN PELAGIS BERDASARKAN METODE DESKRIPTOR AKUSTIK FAUZIYAH IDENTIFIKASI, KLASIFIKASI DAN ANALISIS STRUKTUR SPESIES KAWANAN IKAN PELAGIS BERDASARKAN METODE DESKRIPTOR AKUSTIK FAUZIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA MILYAN U. LATUE DICKY STELLA L. TOBING

KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA MILYAN U. LATUE DICKY STELLA L. TOBING SISTEM SONAR KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA 2012-64-0 MILYAN U. LATUE 2013-64-0 DICKY 2013-64-0 STELLA L. TOBING 2013-64-047 KARAKTERISASI PANTULAN AKUSTIK KARANG MENGGUNAKAN ECHOSOUNDER SINGLE BEAM Baigo Hamuna,

Lebih terperinci

PEMAlUIAN DUAL FREKUENSI DALAM PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK (FURUNO FQ 80) DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN.

PEMAlUIAN DUAL FREKUENSI DALAM PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK (FURUNO FQ 80) DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN. as-' PEMAlUIAN DUAL FREKUENSI DALAM PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK (FURUNO FQ 80) DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN Oleh : Natalia Trita Agnilta C64102012 PROGRAM STUD1 ILMU

Lebih terperinci

BAB III DESAIN PENELITIAN. manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitian ini, peneliti

BAB III DESAIN PENELITIAN. manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitian ini, peneliti BAB III DESAIN PENELITIAN III.1. Jenis dan Sumber Data Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan sektor industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitian ini, peneliti

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Nilai Target Strength (TS) Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) Nilai target strength (TS) merupakan parameter utama pada aplikasi metode akustik dalam menduga kelimpahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Populasi dalam penelitian ini adalah PT. Bank Syariah Mandiri dan Bank

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Populasi dalam penelitian ini adalah PT. Bank Syariah Mandiri dan Bank BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah PT. Bank Syariah Mandiri dan Bank Indonesia. Sampel adalah wakil dari populasi yang diteliti. Dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri. Alasan

BAB III METODE PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri. Alasan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Sampel Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri. Alasan penggunaan Bank Syariah Mandiri sebagai sampel penelitian ini antara lain: 1) Bank Syariah

Lebih terperinci

Statistika Industri II TIP - FTP UB

Statistika Industri II TIP - FTP UB Statistika Industri II TIP - FTP UB Mirip regresi linier berganda Metode dependen Dimana : Variabel Independen (X1 dan seterusnya) adalah data metrik, yaitu data berskala interval atau rasio. Variabel

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, analisis data yang dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu dengan menggunakan analisis regresi sederhana, dan perhitungannya menggunakan

Lebih terperinci

0643 DISTRIBUSI NILAI TARGETSTRENGTH DAN DENSITAS I ON PELAGIS DENGAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI D1 LAUT TIMOR PADA BULAN DESEMBER 2003

0643 DISTRIBUSI NILAI TARGETSTRENGTH DAN DENSITAS I ON PELAGIS DENGAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI D1 LAUT TIMOR PADA BULAN DESEMBER 2003 204 0643 DISTRIBUSI NILAI TARGETSTRENGTH DAN DENSITAS I ON PELAGIS DENGAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI D1 LAUT TIMOR PADA BULAN DESEMBER 2003 PROGRAM STUD1 ILIMU KELAUTAS DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Persiapan Penelitian Dalam proses pelaksanaan penelitian ini ada beberapa tahapan yang dilakukan diantaranya: a) Mempersiapkan alat dan bahan penelitian b) Mempersiapkan surat

Lebih terperinci

terdistribusi pada seluruh strata kedalaman, bahkan umumnya terdapat dalam frekuensi yang ringgi. Secara horisontal, nilai target strength pada

terdistribusi pada seluruh strata kedalaman, bahkan umumnya terdapat dalam frekuensi yang ringgi. Secara horisontal, nilai target strength pada Dian Herdiana (C06499072). Pendugaan Pola Distribnsi Spasio-Temporal Target Strettgth Ikan Pelagis dengan Split Beam Acor~stic System di Perairan Teluk Tomini pada Bulan Juli-Amstus 2003. Di bawah bimbin~an

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Penelitian 1. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif menggambarkan tentang ringkasan data-data penelitian seperti jumlah data, rata-rata, nilai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regressison analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan

BAB II LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regressison analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan BAB II LANDASAN TEORI 21 Konsep Dasar Analisis Regresi Analisis regresi (regressison analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan dan menggunakan persamaan tersebut untuk membuat perkiraan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Analisis Korelasi adalah metode statstika yang digunakan untuk menentukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Analisis Korelasi adalah metode statstika yang digunakan untuk menentukan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Analisis Regresi dan Korelasi 1. Analisis Korelasi adalah metode statstika yang digunakan untuk menentukan kuatnya atau derajat hubungan linier antara dua variabel atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian yang diambil oleh peneliti selama bulan Mei Juni

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian yang diambil oleh peneliti selama bulan Mei Juni BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian yang diambil oleh peneliti selama bulan Mei Juni 2015. Penelitian ini untuk mengatahui Pengaruh Citra Merek dan Periklanan Terhadap

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Gerombolan (Shoal) dan Kawanan (School) Ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Gerombolan (Shoal) dan Kawanan (School) Ikan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gerombolan (Shoal) dan Kawanan (School) Ikan Predator dan makanan adalah kunci dalam memahami gerombolan ikan. Kerjasama dalam menaklukkan predator dan mencari makan secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Lingkungan (PROPER) pada tahun Data kinerja keuangan, growth, dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Lingkungan (PROPER) pada tahun Data kinerja keuangan, growth, dan digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian Data kinerja lingkungan diperoleh dari website Kementerian Lingkungan Hidup tentang keikutsertaan perusahaan yang terdaftar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digambarkan lewat angka simbol, kode dan lain-lain. Data itu perlu dikelompokkelompokkan

BAB III METODE PENELITIAN. digambarkan lewat angka simbol, kode dan lain-lain. Data itu perlu dikelompokkelompokkan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis data dan Sumber Data 3.1.1. Jenis Data Secara umum, data juga dapat diartikan sebagai suatu fakta yang digambarkan lewat angka simbol, kode dan lain-lain. Data itu perlu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Setelah melalui beberapa tahap kegiatan penelitian, dalam bab IV ini diuraikan analisis hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Sampel Sampel dalam penelitian adalah perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index selama tahun 2011-2014. Distribusi sampel adalah sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENEITIAN 3. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data citra tenun yang berasal dari beberapa daerah yang ada di indonesia, yakni tenun dari daerah Bali, Sumatra,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.6. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Fakultas Ekonomi UII. Alasan pemilihan FE UII sebagai lokasi penelitian adalah karena banyak mahasiswa FE UII yang menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Gangguan Pada Audio Generator Terhadap Amplitudo Gelombang Audio Yang Dipancarkan Pengukuran amplitudo gelombang audio yang dipancarkan pada berbagai tingkat audio generator

Lebih terperinci

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari BAB III MODEL STATE-SPACE 3.1 Representasi Model State-Space Representasi state space dari suatu sistem merupakan suatu konsep dasar dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Penyebaran target strength ikan Target strength (TS) sangat penting dalam pendugaan densitas ikan dengan metode hidroakustik karena untuk dapat mengetahui ukuran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Data yang akan digunakan dalam Penelitian ini adalah data Sekunder yang berupa Perputaran Piutang,Perputaran Persediaan (persediaan bahan baku,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Regresi Regresi adalah suatu studi statistik untuk menjelaskan hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dalam bentuk persamaan. Salah satu variabel merupakan variabel

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. hidroakustik merupakan data hasil estimasi echo counting dan echo integration

2. TINJAUAN PUSTAKA. hidroakustik merupakan data hasil estimasi echo counting dan echo integration 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode Hidroakustik 2.1.1. Prinsip Kerja Metode Hidroakustik Hidroakustik merupakan ilmu yang mempelajari gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium, dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. B. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel. Sampling Jenuh, yaitu teknik Sampling yang semua anggota populasi

BAB III METODE PENELITIAN. B. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel. Sampling Jenuh, yaitu teknik Sampling yang semua anggota populasi BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif dengan melakukan analisis pada sektor pemerintahan di provinsi Jawa Timur. Dimana penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

DISTRIBUSI SPASIAL KEPADATAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN ENGGANO

DISTRIBUSI SPASIAL KEPADATAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN ENGGANO DISTRIBUSI SPASIAL KEPADATAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN ENGGANO Oleh: Deddy Bakhtiar deddy_b2@yahoo.co.id Prodi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jl. Raya Kandang Limun Bengkulu 38371A.

Lebih terperinci