2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Jaringan sel saraf biologi (Artificial Neural Networks in Medicine Juli 2005).
|
|
- Yulia Verawati Lie
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf manusia tersusun atas sel saraf yang masing-masing selnya tersambung dengan 10 3 hingga 10 5 sel saraf. membentuk suatu jaringan yang sangat kompleks (Rumelhard & McLelland, 1986 yang diacu Storbeck & Daan, 2001). Gambar 1 memperlihatkan beberapa bagian sel saraf seperti inti sel, badan sel, dendron, dendrit, akson, serta sinapsis. Gambar 1 Jaringan sel saraf biologi (Artificial Neural Networks in Medicine Juli 2005). Inti sel yang terletak di pusat badan sel saraf dikelilingi oleh sitoplasma yang mengandung mitokondria, lisosom, badan golgi, dan badan napsel. Mitokondria merupakan alat resrasi sel sementara lisosom menangani pembentukan enzim-enzim pencernaan. Proses ekskresi sel dilakukan oleh badan golgi sedangkan badan napsel berperan aktif dalam sintesis protein.
2 6 Rangsangan atau impuls berupa sinyal elektris akan diterima oleh dendrit dan diteruskan melalui dendron menuju badan sel saraf. Akson kemudian membawa impuls menyeberangi sinapsis (pertemuan antara akson suatu sel saraf dengan dendrit sel saraf lain) dan mengantarkan impuls tersebut ke sel saraf berikutnya. Hubungan antara sel saraf bukan hanya sekedar bersifat on dan off saja, melainkan memiliki bobot (weight) yang bervariasi yang juga menentukan besar kecilnya pengaruh suatu sel saraf terhadap sel saraf berikutnya (Lawrence, 1992). Selain itu banyak proses pada fungsi otak manusia khususnya proses berlatih yang berkaitan erat dengan bobot hubungan antar sel saraf yang bervariasi tersebut. Sebagai pusat pemrosesan data, aktivitas otak dapat digambarkan sebagai pola aktivitas perjalanan impuls pada jaringan sel saraf (firing) yang khas, dan kerja sama sel saraf secara simultan inilah yang menyebabkan otak manusia mempunyai daya komputasi yang menakjubkan. Untuk menciptakan daya komputasi yang menakjubkan tersebut maka diciptakanlah JST yang diharapkan dapat bekerja sebagaimana bekerjanya jaringan saraf manusia. Jaringan saraf ini selanjutnya disebut Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Networks). Oleh beberapa ahli JST didefinisikan sebagai berikut; (1) JST adalah jaringan kerja yang tersusun dari sejumlah elemen-elemen komputasi yang bersifat non-linier yang dioperasikan dan dirancang sebagaimana layaknya struktur saraf biologi. Elemen komputasi atau node dihubungkan satu sama lain berdasarkan bobot tertentu yang dapat beradaptasi dengan kondisi tertentu (Kosko, 1992). (2) JST adalah jaringan kerja yang terbentuk oleh sejumlah sel saraf yang terhubung dengan cara yang sama seperti sel saraf otak biologi dan karenanya dapat bekerja sebagaimana bekerjanya sel saraf biologi. Jaringan sel-sel saraf yang terhubung dengan baik tadi dapat bekerja secara paralel dalam mengolah informasi (Lawrence, 1992). (3) JST adalah sistem pemrosesan informasi yang menyerupai struktur jaringan otak biologi. Dari sudut pandang teknis, JST dapat diinterpretasi sebagai kumpulan model matematik yang mencoba melakukan fungsifungsi sel saraf otak dalam memproses sejumlah informasi dengan
3 7 kemampuan sama atau lebih baik dari kemampuan sel saraf itu sendiri (Reid et al., 2000). Dengan demikian diharapkan JST dapat bekerja lebih cepat dan akurat dalam pemrosesan informasi dibandingkan dengan jaringan saraf biologi dan dapat beradaptasi dengan dinamika informasi yang diterimanya sebagai mana hal tersebut terjadi pada sel saraf biologi (Vemuri, 1990). Dari definisi tentang JST seperti yang disebutkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa; (1) JST adalah jaringan kerja komputasi yang mencoba meniru kerja saraf biologi. (2) Struktur JST menyerupai struktur saraf biologi. (3) Pemerosesan informasi pada setiap simpul saraf dilakukan secara paralel. (4) Setiap simpul saraf pada dasarnya adalah model matematis yang dapat digunakan untuk memproses setiap informasi yang masuk. JST telah diaplikasikan pada beberapa bidang kegiatan seperti Pertahanan & Keamanan (Militer) untuk pembuatan simulator pesawat tempur yang digunakan untuk melatih lot-lot baru pesawat tempur Angkatan Udara Amerika (US Air Force) dan deteksi bom di sejumlah terminal pesawat TWA, bidang Kesehatan untuk membantu dokter dalam menganalisis kemajuan kesehatan pasien di rumah-rumah sakit, bidang Industri Perminyakan untuk mengidentifikasi tipe batuan yang ditemukan pada lubang-lubang eksplorasi minyak, dan bidang Transportasi untuk digunakan dalam merancang sistem pengereman pada kendaraan truk raksasa yang digunakan di Amerika (Lawrence, 1992). Selain itu, oleh Federal Bureau of Investigation (FBI), JST juga sudah digunakan untuk melakukan identifikasi dan klasifikasi tanda tangan, wajah, sidik jari dan DNA seseorang (Kosko, 1992). Ada beberapa jenis sistem JST, teta pada dasarnya semua sistem JST dapat dipelajari dari sel saraf tiruan, koneksitas sel saraf tiruan (topology), dan aturan pembelajarannya (learning rule) Sel saraf tiruan (artificial neural) Sel saraf tiruan disebut juga elemen pemrosesan, nodes, atau sel. Setiap sel saraf tiruan menerima sinyal keluaran dari sel saraf tiruan lainnya, sedangkan untuk menghasilkan keluarannya sendiri maka setiap sel saraf tiruan
4 8 menjumlahkan masukan yang diterimanya dengan terlebih dahulu memberikan bobot tertentu pada setiap masukan. Selanjutnya, dengan memperhatikan batasan aktivasi yang telah ditentukan sebelumnya, masukan-masukan tersebut dijadikan sebagai keluaran dengan menggunakan fungsi transfer. Dengan demikian kualitas koneksi antara satu sel saraf tiruan dengan sel saraf tiruan lainnya ditentukan dengan besarnya nilai bobot yang diberikan. Gambar 2 Sebuah sel saraf dengan masukan tunggal. Gambar 2 memperlihatkan sebuah sel saraf tiruan dengan masukan tunggal. Setiap sel saraf dengan masukan tunggal atau jamak selalu memiliki parameter-parameter masukan I, bobot W, bias b, masukan murni n dan fungsi transfer F, serta keluaran yang berupa skalar O. Gambar 3 Sebuah sel saraf dengan r masukan. Gambar 3 memperlihatkan sel saraf tunggal dengan r masukan. Elemen bobot W(1,1), W(1,2),, W(1,r) diberikan pada setiap masukan I(1), I(2),, I(r) untuk mendapatkan masukan berbobot W*I.
5 9 I(1) I(2). W * I = [ W (1,1), W (1,2),..., W (1, r) ] (1).. I( r) Masukan berbobot W*I ini merupakan hasil perkalian antara vektor baris W dan vektor kolom I, sedangkan masukan murni (net input, n) untuk fungsi transfer F diperoleh melalui penjumlahan masukan berbobot W*I dengan bias b sehingga n = W*I + b. Bias adalah sebuah parameter saraf yang ditambahkan ke masukan yang sudah terbobot dan melewati fungsi aktivasi untuk mengaktivkan keluaran sel Koneksitas sel saraf tiruan (topology) Koneksitas diantara sel saraf tiruan merupakan bentuk komunikasi yang unik yang terjadi dari sebuah sel saraf tiruan pengirim sinyal ke sebuah sel saraf tiruan penerima sinyal. Koneksi yang terjadi diantara sel-sel saraf tiruan tersebut akan menentukan tipe pemrosesan yang akan terjadi dalam suatu JST. Sebagai contoh, jika terjadi koneksi antara keluaran sel saraf tiruan yang satu dengan bagian masukan pada sel saraf tiruan sebelumnya maka tipe pemrosesan yang terjadi adalah tipe pemrosesan umpan balik (feedback). target I sel saraf awal K/M sel saraf pembanding pembaruan bobot O Gambar 4 Pemrosesan umpan balik. Dengan O adalah keluaran dan I adalah masukan. Dilihat dari sifatnya, bentuk koneksi yang terjadi diantara sel saraf tiruan dapat bersifat inhibitory
6 10 connections dan exitatory connectios. Disebut inhibitory connections karena koneksi bersifat mencegah atau menghambat terjadinya pengiriman sinyal. Koneksi seperti ini terjadi antara sel saraf tiruan yang terdapat pada lasan yang sama, sedangkan exitatory connectios adalah tipe koneksi yang bersifat cenderung mengirimkan sinyal seperti yang terjadi antara sel saraf tiruan yang satu dengan sel saraf tiruan lain yang ada pada lasan berikutnya Aturan pembelajaran (learning rule) Aturan pembelajaran pada dasarnya digunakan untuk menentukan perubahan nilai bobot (W) yang optimum yang dapat memperkecil galat. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan nilai koreksi bobot (ΔW) pada bobot sebelumnya sehingga bobot yang baru (W ) akan bernilai W+ΔW. Dari sejumlah aturan pembelajaran yang ada, aturan pembelajaran yang umum digunakan pada sebuah jaringan sel saraf tiruan adalah Aturan Hebb (Hebb s Rule), Aturan Delta (Delta Rule), dan Aturan Perambatan Balik (Back Propagation Rule). 1) Aturan Hebb (Hebb s Rule) Donald O Hebb yang diacu Lawrence (1992) mengemukakan teori bahwa sistem penyimpanan memori maupun pemrosesan informasi manusia berkaitan dengan kualitas koneksi dari sel sinaptic yang merupakan jembatan penghubung antara dua sel saraf. Dua sel saraf disebut terkoneksi dengan baik jika proses pengiriman dan penerimaan impuls diantara keduanya berlangsung dengan cepat. Proses yang demikian dapat terjadi jika pembelajaran dalam pengiriman, dan penerimaan impuls berlangsung secara terus menerus. Secara alami hal ini berakibat pada perubahan beberapa komposisi kimia yang selalu menyertai proses pengiriman dan penerimaan impuls. Secara matematis Teori Hebb dituliskan sebagai berikut; Δ W = η a o. (2) i j i j dimana ΔW ij adalah perubahan bobot koneksi antara koneksi sel saraf j ke sel saraf i, a i adalah fungsi aktivasi dari sel saraf i, o j adalah keluaran dari sel saraf j, dan η adalah laju pembelajaran (learning rate). Laju pembelajaran merupakan indikator yang menunjukkan berapa besar perubahan yang dapat terjadi pada jaringan
7 11 akibat proses pembelajaran atau berapa cepat jaringan dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Lawrence (1992) mengemukakan bahwa jika dalam proses ini perubahan terjadi secara dramatis maka jaringan dapat bereaksi secara berlebihan dan berakibat pada lamanya proses pembelajaran berlangsung bahkan lebih dari itu dapat berakibat jaringan tidak dapat melakukan proses pembelajaran dengan baik. 2) Aturan Delta (Delta Rule) Aturan Delta merupakan variasi dari Aturan Hebb untuk jaringan dengan lasan sel saraf tersembunyi. Aturan Delta disebut juga Rerata Kuadrat Terkecil (Least Mean Square/LMS) yang merupakan variasi dari Aturan Hebb. Aturan ini ditemukan oleh Bernard Widrow dan Ted Hoff dari Universitas Stanford tahun 1960 (Lawrence, 1992). Jaringan penemuan mereka dinamakan ADAptive LINear Element (ADALINE). Aturan ini menyebutkan bahwa jika terdapat perbedaan antara keluaran yang dihasilkan dengan keluaran yang diinginkan maka untuk memperkecil perbedaan tersebut harus dilakukan perubahan pada bobot koneksi. Secara matematis besarnya perubahan bobot dapat dituliskan sebagai berikut: ΔW = η (T (t) a (t)) O (t).. (3) ij i i j dimana ΔW ij adalah perubahan bobot koneksi antara sel saraf ke-j ke sel saraf kei, T i (t) adalah hasil yang diharapkan, a i (t) adalah hasil yang didapatkan sel saraf i, O j adalah keluaran dari sel saraf j, t adalah waktu spesifik, dan η adalah laju pembelajaran. 3) Aturan Perambatan Balik (Back Propagation Rule) Aturan Perambatan Balik pada dasarnya juga melakukan hal yang sama seperti aturan sebelumnya, yaitu mencoba memperkecil galat yang ada antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang diinginkan dengan cara memberikan koreksi (ΔW) kepada bobot pada setiap koneksi. Mengingat jumlah lasan dalam aturan perambatan balik dapat meningkatkan kemampuan jaringan saraf tiruan dalam menyelesaikan masalah yang lebih kompleks (Fausett, 1994) maka aturan yang akan digunakan dalam disertasi ini adalah aturan perambatan balik. Karena itu, penjelasan tentang aturan ini dituliskan lebih rinci dibanding kedua aturan lainnya.
8 12 Lap. Masukan Lap. Tersembunyi Lap. Keluaran Gambar 5 Arsitektur JSTPB sederhana. Jika dalam proses pembelajaran terdapat N pasang data masukan (I) dan keluaran yang diharapkan ( O ) yang diberi indeks p (p = 1,2,3, N) dari target yang teridentifikasi maka galat oleh sel saraf tunggal ke-i dari pasangan data ke-p adalah; E (O O ) = (4) dengan O adalah keluaran yang dihasilkan oleh sel saraf ke-i untuk pasangan data ke-p. Sehingga total galat oleh seluruh sel saraf pada satu lasan adalah; 1 2 E = (O O ).. (5) 2 i dan total galat yang dihasilkan oleh seluruh sel saraf untuk seluruh pasangan data pembelajaran p sebanyak N pasangan adalah; 2 E = 1 (O O )... (6) 2 p i Koreksi bobot pada masing-masing koneksi akibat total galat oleh seluruh sel saraf pada satu lasan dapat ditentukan dengan menggunakan Metode Gradient Descent. Metode ini pada dasarnya juga mencari nilai ΔW dari nilai E minimum. Nilai koreksi bobot dari sel saraf j ke sel saraf ke-i di lasan diatasnya pada pasangan data pembelajaran ke-p dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:
9 13 δe Δ p Wij = η... (7) δ Wij karena E fungsi dari A dan A fungsi dari W maka; δe δ Wij δe δa = δa δ Wij dan δe δ Wij = δe p δ Wij karena A = W j ij Opj (fungsi aktivasi sel saraf ke-i pada pasangan data ke-p) maka δa = Opj (keluaran sel saraf ke-j dari pasangan data ke-p). δ Wij Jika δe = δa δ maka δe δa Δ p Wij = η sehingga, δa δ Wij Δ p Wij = η δ Opj... (8) δe karena δa δe = δo δo δa dan O f(a ) = sehingga δ δe f '(A ) δo =... (9) jika I terletak pada lasan keluaran maka δe δo δe persamaan (4) dan didapatkan = (O O ). δo dapat dihitung langsung dari Karena O = f(a ), menjadi δo δa df = sehingga δ dari sel saraf dilasan keluaran da δ ( O O ) f '(A ) =..... (10)
10 14 δe jika sel saraf i tidak pada lasan keluaran maka δe δa pk = atau k δo δa pk δo δe δo = k δpk Wki sehingga δ menjadi, δ = f '(A ) δ k pk Wki... (11) dimana indeks k menunjukkan sel saraf ke-k pada lasan sebelumnya. Dengan aturan ini maka galat yang diperoleh di lasan atas dari pasangan data masukan dan keluaran dari pola-pola yang sudah teridentifikasi selanjutnya dikirimkan balik ke lasan dibawahnya dengan tujuan untuk menghitung koreksi bobot koneksi antara sel saraf sesuai dengan persamaan (8) Arsitektur JST Arsitektur JST menggambarkan susunan lasan-lasan dan sel-sel saraf dalam suatu jaringan. Satu JST dapat tersusun dari satu atau lebih lasan tersembunyi. Lasan tersembunyi dapat tersusun dari satu atau beberapa sel saraf pada setiap lasannya. Sel-sel saraf tersebut melakukan pengolahan data secara paralel. Secara sederhana arsitektur JST dapat diilustrasikan dengan Gambar 6, Gambar 6 JST dengan satu lasan, dengan r masukan dan s buah sel saraf. Gambar 6 menunjukkan sebuah JST dengan r buah masukan dan s buah sel saraf. Pada jaringan sel saraf diatas, setiap informasi I(r) yang diterima oleh
11 15 sebuah sel saraf baik dari satu atau beberapa sel saraf sebelumnya, akan diolah dengan terlebih dahulu diberi bobot tertentu dimana W(s, r) yang menyatakan bobot dari sel saraf ke-r yang diterima oleh sel saraf ke-s. Keluaran yang dihasilkan oleh sebuah sel saraf ke-s, O(s), akan merupakan fungsi nilai total dari seluruh informasi yang diterima yang dinyatakan dengan F(W*I + b). Fungsi ini merupakan fungsi transfer yang dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi linier ataupun fungsi dengan bentuk yang lebih kompleks. Fungsi ini dikenal juga dengan sebutan fungsi aktivasi. Ada beberapa jenis fungsi aktivasi yang dapat digunakan dalam JST seperti fungsi bipolar, linier, sigmoid dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan keakuratan hasil identifikasi maka keakuratan dalam pemberian nilai bobot pada setiap sambungan akan menentukan hasil identifikasi dari model JST yang digunakan. Matriks bobot dari masukan I ke sel saraf dapat ditulis sebagai berikut: W(1,1) W(1,2) W(1,r) W(2,1) W(2,2) W(1,r) W = W(s,1) W(s,2) W(s,r) Sel-sel saraf selanjutnya dikelompokkan kedalam tiga lasan yang disebut lasan masukan (input layer), lasan tersembunyi (hidden layer), dan lasan keluaran (output layer) seperti tampak pada Gambar 7. Pada gambar tersebut ditunjukkan sebuah JST dengan 1 lasan masukan (lasan j), 2 lasan tersembunyi (lasan i dan k) dengan keluaran O i dan O k, dan 1 lasan keluaran (lasan l) dengan keluaran O l.
12 16 Lasan Masukan j Lasan Tersembunyi i & k Lasan Keluaran l Gambar 7 Arsitektur JST umpan maju (feed-forward) dengan banyak lasan. Pada lasan masukan terdapat sejumlah sel saraf yang berfungsi untuk menerima informasi dari luar yang dapat berbentuk file data, gambar hasil digitasi, atau informasi lain yang merupakan hasil pengolahan dengan program sebelumnya. Pada lasan tersembunyi terdapat sejumlah sel saraf yang berfungsi mengolah informasi yang diterima dari lasan masukan dengan terlebih dahulu memberikan bobot tertentu (W ij dan W ki ) pada informasi tersebut, dimana W ij bobot dari lasan ke-j ke lasan ke-i dan W ki bobot dari lasan ke-i ke lasan ke-k. Pengolahan informasi pada arsitektur JST dengan banyak lasan seperti pada Gambar 7 dapat dijelaskan dengan Gambar 8.
13 17 I I O 1 O 2 W 1 W 2 rx1 n 1 s 1 x1 n s 2 x1 2 n 3 s 1 xr s 2 xs 1 s 3 xs 2 + F 1 + F 2 + F 3 s 1 x1 s 2 x1 s 3 x1 W 3 O s 3 x1 r Masukan b b 2 s 1 x1 S 2 x1 s 3 x1 O 1 =F 1 (W 1 *I+b 1 ) O 2 =F 2 (W 2 *O 1 +b 2 ) O 3 =F 3 (W 3 *O 2 +b 3 ) b 3 O = F 3 (W 3 *F 2 (W 2 *F 1 (W 1 *I+b 1 )+b 2 )+b 3 ) Gambar 8 JST dengan banyak lasan (multi layer) dengan r masukan dan s buah sel saraf.
14 Aplikasi JST dalam bidang perikanan Dalam bidang perikanan tangkap, JST umumnya digunakan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi spesies kawanan ikan pelagis. Identifikasi dan klasifikasi dilakukan dengan cara memanfaatkan perbedaan intensitas sinyal hamburan balik yang dipancarkan kawanan ikan. Perbedaan ini dimungkinkan karena setiap spesies kawanan ikan mempunyai tingkah laku yang berbeda, dan secara fisiologis memiliki struktur tubuh yang berbeda yang pada akhirnya berdampak pada tipologi akustik yang berbeda pula (MacLennan & Simmons, 1992). Karena itu, masing-masing spesies kawanan ikan akan memberikan informasi yang unik baik yang bersifat internal maupun external (Lu & Lee, 1995). Oleh Lawson et al., 2001; Bahri & Freon, 2000; Reid et al., 2000., informasi yang unik ini disebut deskriptor akustik kawanan ikan. Haralabous & Georgakarakos (1996) menegaskan bahwa deskriptor akustik dapat digunakan sebagai pembeda antara spesies kawanan ikan tertentu dengan spesies kawanan ikan lainnya. Oleh Reid et al. (2000) metode ekstraksi deskriptor hidroakustik kawanan ikan dikelompokkan kedalam tiga tingkatan ekstraksi yang berbeda yang didasarkan pada: (1) Tingkatan kawanan (the school level), deskriptor-deskriptor didapatkan dari hasil ekstraksi data citra akustik yang dilakukan melalui pemrosesan citra akustik dari masing-masing kawanan ikan. (2) Tingkatan satuan elemen jarak contoh (the element distance sampling unit, EDSU), deskriptor-deskriptor didapatkan dari sekumpulan citra akustik yang terukur dari satu satuan jarak contoh yang ditetapkan sebelum survei dilakukan. (3) Tingkatan wilayah (the region level), deskriptor-deskriptor diambil dari suatu hasil survei yang dilakukan pada suatu area yang sangat luas yang dilakukan, misalnya dengan satelit.
15 19 Deskriptor-dekriptor tersebut selanjutnya dikelompokkan kedalam lima kawanan deskriptor utama (Reid et al., 2000), yaitu: (1) Positional Descriptors, deskriptor yang menjelaskan posisi kawanan ikan yang dinyatakan dalam lintang, bujur (posisi horizontal), dan kedalaman (posisi vertikal, jarak dari permukaan ke titik tengah kawanan ikan), posisi awal dan akhir xel pada arah vertikal dan horizontal. (2) Morphometric Descriptors, deskriptor yang menjelaskan tentang morfologi dari kawanan ikan target yang mencakup tinggi, lebar, ketebalan, rataan lintang, rataan bujur, rataan kedalaman, perimeter kawanan ikan dan kekasarannya. (3) Energetic Descriptors, deskriptor yang menjelaskan tentang total energi akustik, nilai rataan dan variabilitas energi akustik dari setiap xel, dan pusat massa kawanan ikan. (4) School Environment Descriptors, deskriptor yang menjelaskan tentang jarak terpendek dan terjauh antara perimeter kawanan ikan dengan dasar perairan. (5) Biological Descriptors, deskriptor yang menjelaskan sifat-sifat unik dari spesies kawanan ikan yang akan diidentifikasi.
16 20 Gambar 9 Contoh deskriptor citra akustik kawanan ikan dengan intensitas hamburan balik yang berbeda pada setiap titik kselnya. Pada Gambar 9 tampak beberapa deskriptor akustik batimetrik dan morfometrik dari kawanan ikan seperti deskriptor rataan kedalaman kawanan (Dr), kedalaman minimum kawanan (Dmin), ketinggian minimum kawanan dari dasar perairan (Tmin), tinggi kawanan (H), dan panjang kawanan (L). Berikut ini adalah beberapa contoh deskriptor yang digunakan untuk mengidentifikasi spesies kawanan sardine, anchovy, dan horse mackerel.
17 21 Tabel 1 Contoh deskriptor yang digunakan untuk identifikasi sardine, anchovy, dan horse mackarel (Haralabous & Georgakarakos, 1996) Deskriptor Simbol & Persamaan Satuan General Species Id SPE Morphological Height H m Length L m Perimeter P m Area A m 2 Elongation L/H Circularity P 2 /4πA Rectangularity (LH)/A Radius of perimeter Rmean, Rmin, Rmax, Rcv m Fractal dimension 2[ln(P/4)]/ln(A) Bathymetric School depth Dmean, Dmin, Dmax m Bottom depth Bmean, Bmin, Bmax m Altitude Amean, Amin, Amax M Energetic Total school energy E V 2 School energy Emean, Emax, Ecv V 2 Index of dispersion Evar/Emean V 2 Dari penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap kawanan ikan pelagis seperti yang dilakukan oleh Gerlotto & Frĕon (1988), Diner et al. (1989), Georgakarakos & Paterakis (1993), Lu & Lee (1995) diketahui bahwa deskriptor yang paling menentukan hasil dari proses identifikasi kawanan ikan dapat dikelompokkan kedalam kelompok deskriptor bathymetric, morphometric, dan energetic.
18 Ikan Pelagis Ikan pelagis jika dilihat dari ukurannya, dapat dibedakan atas ikan pelagis besar dan kecil. Direktorat Jenderal Perikanan (1979) mengungkapkan bahwa ikan pelagis besar mempunyai ukuran cm (ikan dewasa) dimana yang termasuk didalamnya antara lain tuna (Thunnus spp), cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomorus spp), tongkol (Euthynnus spp), setuhuk (Xiphias spp), dan lemadang (Coryphaena spp); sedangkan ikan pelagis kecil ukuran ikan dewasanya berkisar antara 5-50cm. Ikan pelagis kecil dikelompokkan kedalam 16 kelompok yang populasinya didominasi oleh 6 kelompok besar yaitu: ikan layang (Decapterus spp), kembung (Rastreligger), teri (Stolephorus spp), Lemuru bali (Sardinella Lemuru), dan jenis-jenis selar (Selaroides spp, Alepes spp, dan Atale spp). Dilihat dari kemampuannya beruaya, ikan pelagis digolongkan sebagai ikan yang mempunyai kemampuan untuk beruaya secara bebas dalam bentuk kumpulan. Frĕon & Misund (1999) mengemukakan bahwa ikan pelagis melakukkan ruaya antara lain untuk mencari makanan, memijah, menghindari pemangsa, dan menemukan pasangan untuk melakukan reproduksi. Dalam melakukan ruayanya ikan pelagis membentuk kumpulan teratur dengan pola-pola tertentu yang disebut kawanan ikan (fish schooling) atau kumpulan acak yang tidak membentuk pola-pola tertentu yang disebut gerombolan ikan (fish shoaling) Kawanan dan gerombolan ikan pelagis Kawanan ikan dan gerombolan ikan adalah dua istilah yang digunakan untuk menggambarkan kumpulan ikan yang sedang beruaya bersama. Organisasi kumpulan ikan yang beruaya yang membentuk kawanan atau gerombolan ikan, dapat dijelaskan berdasarkan ukuran kawanan, densitas, serta posisi dan lokasi ikan di dalam kolom air (Bahri & Frĕon, 2000). Beberapa definisi tentang istilah kawanan dan gerombolan ikan dapat dilihat berikut ini: (1) Reid et al. (2000), kawanan ikan merupakan fenomena biologis yang dipengaruhi kondisi internal dan eksternal kumpulan ikan pada saat itu.
19 23 (2) Breder & Halpern (1946) yang diacu Frĕon & Misund (1999), kawanan ikan adalah kumpulan ikan yang berenang dengan arah tertentu, pada ruang tertentu, dan berenang dengan kecepatan yang sama. (3) Radakov (1973), kawanan ikan adalah kumpulan ikan yang berenang bersama-sama. (4) Pitcher & Parish (1982), kawanan ikan adalah kumpulan ikan yang berenang terpolarisasi dan tersinkronisasi. (5) Frĕon & Misund (1999), gerombolan ikan adalah kumpulan ikan yang tersosialisasi yang tidak dipengaruhi oleh pola sinkronisasi dan polarisasi sedangkan kawanan ikan adalah kumpulan ikan dimana setiap individu dalam kumpulan itu berinteraksi secara sosial dengan melakukan sinkronisasi dan polarisasi dalam berenang dengan arah tertentu dengan jarak terdekat antara individu (nearest neighbour distance) yang tertentu. Dalam kawanan umumnya terdapat spesies ikan mayoritas sedangkan hal sebaliknya sangat jarang terlihat pada gerombolan ikan. (6) He (1989), kawanan ikan adalah bagian dari gerombolan ikan. Dari definisi diatas disimpulkan bahwa kawanan ikan (fish school) adalah kumpulan ikan yang beruaya yang membentuk pola-pola tertentu dan terorganisir dengan baik berdasarkan kecepatan, dan jarak antar individu dalam kumpulan tersebut, sedangkan gerombolan ikan adalah kumpulan ikan yang karena kebutuhannya melakukan sosialisasi antar individu teta tidak terorganisir sebagaimana layaknya sebuah kawanan ikan. Dalam kawanan umumnya terdapat spesies ikan mayoritas sedangkan hal sebaliknya tidak terlihat pada gerombolan ikan. Dalam disertasi ini, kumpulan ikan yang akan diteliti adalah kumpulan lemuru (sardinella lemuru). Nugroho & Sadatomo (komunikasi pribadi, Juli 2005), mengemukakan bahwa kumpulan lemuru cenderung memiliki karakteristik kawanan ikan, lebih lanjut Wudianto (2001) & Fauziyah (2005) mengemukakan bahwa Lemuru Bali beruaya dengan membentuk kawanan ikan. Karena itu dalam disertasi ini istilah yang akan digunakan selanjutnya adalah istilah kawanan ikan yang menggambarkan kumpulan lemuru.
20 24 Gambar 10 Sardinella lemuru Bleeker, 1853 (DKP). Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, aplikasi JST untuk identifikasi kawanan ikan pelagis dilakukan berdasarkan nilai deskriptor akustik. Nilai deskriptor diambil dari citra akustik kawanan ikan target karenanya, karakteristik kawanan ikan target menjadi perlu diperhatikan. Beberapa sifat kawanan ikan yang teramati oleh peneliti sebelumnya antara lain; (1) Dilihat dari bentuk kawanannya, 70% kawanan ikan pelagis berbentuk oval, bulat, dan persegi, kawanan ikan pada lasan dasar dan permukaan umumnya berbentuk h sedangkan pada kolom air berbentuk bulat dan oval (Misund, 1993). (2) Dilihat dari kecepatan renangnya, semakin besar kawanan ikan semakin lambat pergerakannya (Hara,1987), teta menurut Misund (1993) hal tersebut tidak berlaku untuk kawanan ikan capelin yang bergerak semakin cepat ketika kawanannya semakin besar. (3) Dilihat dari sebarannya, ikan pelagis bergerak dekat permukaan pada malam hari dan ke perairan agak dalam pada siang hari (Laevastu & Hayes, 1982). Sebagian ikan pelagis bergerak ke pantai pada malam hari dan ke tengah laut pada siang hari (Frĕon et al., 1993). Jack Mackarel banyak dijumpai dekat permukaan pada musim dingin dan di tengah kolom air pada musim panas (Williams & Pullen, 1993). (4) Dilihat dari densitasnya, semakin besar volume kawanan ikan maka semakin besar densitasnya (Misund, 1993). Densitas ikan pelagis dipengaruhi posisi
21 25 vertikal thermoklin. Jika thermoklin semakin dekat permukaan maka kawanan ikan pelagis semakin tis dan semakin tebal jika thermoklin bergerak kearah lasan dasar (Inakage & Hirano, 1983). (5) Diperairan Laut Jawa dan Selat Makassar, secara vertikal kawanan ikan di Laut Jawa berbeda berdasarkan musim (Nugroho et al., 1997), teta tidak terdapat perbedaan nyata tentang penyebaran densitas ikan pelagis di perairan Selat Makassar antara siang dan malam hari (Pasaribu et al., 1997). Selanjutnya He (1989) mengemukakan bahwa kawanan ikan pelagis dapat dibedakan berdasarkan struktur (structure), ukuran (size), dan bentuk (shape) atau pola dari kawanan ikan Struktur kawanan ikan pelagis Struktur kawanan ikan dapat dilihat dari pola kawanan (pattern) yang memperlihatkan posisi individu ikan relatif terhadap individu lain yang ada disekitarnya. Pola yang umum terlihat pada sebuah kawanan ikan adalah pola berbentuk berlian. Struktur pola pergerakan berbentuk berlian ditentukan oleh jarak terdekat antara individu yang berdamngan (nearest neighbouring distance, NND). Pengaturan jarak terdekat antar individu ikan dilakukan untuk mengurangi tekanan air yang diterima ikan ketika sedang beruaya (Freon & Misund,1999). Lebih lanjut He (1989) mengemukakan bahwa semakin panjang ukuran ikan maka semakin besar jarak terdekatnya teta semakin cepat ikan beruaya maka semakin kecil jarak terdekat antara individu. Posisi ikan dalam kawanannya diilustrasikan dengan Gambar 11.
22 26 NND: nearest neighbouring distance Gambar 11 Bentuk berlian dalam kawanan ikan (He, 1989). Besarnya variasi jarak terdekat antar individu bergantung pada spesies ikan, sudut arah pergerakan kawanan (heading) yang dipengaruhi oleh arah arus, dan ukuran ikan dalam kawanan (size). Kalaupun terdapat variasi jarak terdekat antara individu akibat variasi ukuran panjang ikan, variasi tersebut tidak akan lebih dari 30% (He, 1989) Ukuran kawanan ikan pelagis Ukuran kawanan ikan adalah luasnya ruang yang ditempati oleh kawanan ikan. Ukuran kawanan ikan bervariasi dan dipengaruhi oleh spesies ikan, ukuran ikan, waktu harian (siang atau malam hari), musim, dan tahapan fisiologis perkembangan ikan (Freon & Misund, 1999). Spesies ikan pelagis besar umumnya menunjukkan kawanan ikan yang lebih besar teta dengan densitas yang lebih kecil dibanding spesies ikan pelagis yang lebih kecil (He, 1989). Pada malam hari umumnya kawanan ikan terpecah menjadi kawanankawanan yang mengelompok pada kawanan yang lebih kecil yang berpencar pada beberapa lasan (Shaw, 1961 yang diacu Frĕon & Misund, 1999).
23 27 Pada musim gugur (fall) dan musim dingin (winter) kawanan anchovy membentuk kawanan ikan yang lebih kecil dibandingkan dengan kawanan ikan anchovy pada musim semi (spring) dan musim panas (summer) (Frĕon & Misund, 1999). Pada musim gugur dan musim dingin anchovy utara dapat membentuk kawanan ikan dengan ukuran m pada arah horisontal dan m pada arah vertikal sedangkan ukuran kawanan hering saat makan lebih kecil dibandingkan dengan saat memijah teta, ukuran kawanan ikan hering dan capelin yang terbesar dapat ditemukan pada saat ikan tersebut memijah (He, 1989) Bentuk kawanan ikan pelagis Bentuk kawanan ikan bervariasi. Jika dilihat dari atas maka rataan perbandingan antara panjang, lebar, dan kedalaman kawanan ikan adalah sebesar 3: 2: 1 (He, 1989). Variasi bentuk kawanan ikan ini bergantung pada aktivitas kawanan tersebut saat terdeteksi. Bentuk kawanan ikan yang sedang menghada pemangsanya berbeda dengan bentuk kawanan ikan yang sedang makan. Kawanan ikan yang sedang menghada pemangsanya umumnya membelah menjadi bagian yang kecil atau berubah bentuk menjadi bentuk bola yang berputar dengan tujuan untuk membingungkan pemangsanya. Pecahan-pecahan kecil dari ikan-ikan tersebut akan membentuk kawanan seperti semula jika ancaman dari pemangsa telah dapat dihindari (Frĕon & Misund, 1999). Kawanan ikan yang sedang beruaya cepat memiliki ukuran panjang kawanan yang lebih besar dibandingkan dengan lebarnya (He, 1989). Gambar 12 dan Gambar 13 menggambarkan beberapa ilustrasi tentang bentuk dan pola kawanan ikan di dalam kolom air.
24 Gambar 12 Bentuk-bentuk kawanan ikan yang terdeteksi dengan peralatan Sonar (He, 1989). 28
25 Gambar 13 Pola sebaran ikan di dalam kolom air (Reid et al., 2000). 29
26 30 Gambar 13 menunjukkan pola-pola sebaran ikan yang terdapat di permukaan, kolom, dan dasar perairan. (1) Tipe 1, Scattered Fish menggambarkan citra akustik sejumlah besar gema dari ikan-ikan tunggal yang menyebar secara acak pada kolom air, tanpa adanya struktur yang jelas. (2) Tipe 2, Fish in school menggambarkan citra akustik sebaran beberapa kawanan ikan yang terstruktur yang terdapat pada kolom air. (3) Tipe 3, Fish in aggregations menggambarkan sejumlah besar gema dari ikanikan tunggal yang menggerombol yang menyebar secara acak pada kolom air, tanpa adanya struktur yang jelas. (4) Tipe 4 dan 5, Fish in a pelagic & demersal layers menggambarkan citra akustik dari kawanan besar ikan pelagis (a) dan ikan demersal (b) yang terdapat di kolom dan dekat dasar perairan. Dalam disertasi ini deskriptor akustik kawanan ikan pelagis dengan tipe 2, 4 dan 5 yang akan diukur sebagai data penelitian. Hal ini didasarkan pada studi literatur yang dilakukan sebelumnya dimana hamr semua kawanan ikan pelagis ekonomis beruaya dengan tipe sebagaimana yang disebutkan (Lawson et al., 2001; Lu & Lee, 1995; Coetzee, 2000; Bahri & Freon, 2000).
PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN (Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK
PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN (Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK AMIR HAMZAH MUHIDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciCitra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1
3 METODOLOGI Secara garis besar metode penelitian dalam disertasi ini berkaitan dengan permasalahan identifikasi kawanan ikan secara hidroakustik yang berkaitan dengan pengukuran dan pemrosesan data hidroakustik,
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Survei hidroakustik dalam bidang perikanan dilakukan dengan tujuan untuk memperkirakan stok ikan di suatu perairan. Untuk memenuhi harapan tersebut, survei-survei yang
Lebih terperinci6 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERAMBATAN BALIK
6 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERAMBATAN BALIK 6.1 Pendahuluan Seperti telah diketahui, terdapat banyak sekali model jaringan saraf tiruan (JST) (Fauset,
Lebih terperinciJARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM
JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM INTRODUCTION Jaringan Saraf Tiruan atau JST adalah merupakan salah satu representasi tiruan dari otak manusia yang selalu
Lebih terperinciPEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN (Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK
PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN (Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK AMIR HAMZAH MUHIDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinci5 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN METODE STATISTIK
5 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN METODE STATISTIK 5.1 Pendahuluan Dalam bidang perikaan, metode statistik adalah metode analisis yang paling sering digunakan dalam melakukan identifikasi
Lebih terperinciBAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK
BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis
Lebih terperinciArchitecture Net, Simple Neural Net
Architecture Net, Simple Neural Net 1 Materi 1. Model Neuron JST 2. Arsitektur JST 3. Jenis Arsitektur JST 4. MsCulloh Pitts 5. Jaringan Hebb 2 Model Neuron JST X1 W1 z n wi xi; i1 y H ( z) Y1 X2 Y2 W2
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perairan umum daratan Indonesia memiliki keanekaragaman jenis ikan yang tinggi, sehingga tercatat sebagai salah satu perairan dengan mega biodiversity di Indonesia. Komisi
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara
BAB II DASAR TEORI Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi jawaban
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses
8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses
Lebih terperinciBAB VIII PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)
BAB VIII PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) 8.1 Komponen Jaringan Syaraf JARINGAN SYARAF BIOLOGIS (JSB) Otak manusia berisi sekitar 10 11 sel syaraf (neuron) yang bertugas untuk memproses informasi
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Anatomi Ayam Pengetahuan tentang anatomi ayam sangat diperlukan dan penting dalam pencegahan dan penanganan penyakit Hal ini karena pengetahuan tersebut dipakai sebagai dasar
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Jaringan Syaraf Tiruan merupakan suatu representasi buatan dari otak manusia yang dibuat agar dapat mensimulasikan apa yang dipejalari melalui proses pembelajaran
Lebih terperinciVIII.PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)
VIII.PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) 3 JARINGAN SYARAF BIOLOGIS (JSB) Otak manusia berisi sekitar 0 sel syaraf (neuron) yang bertugas untuk memproses informasi yang masuk. Tiap sel syaraf dihubungkan
Lebih terperinciBAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)
BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut
Lebih terperinciJaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum
Jaringan Syaraf Tiruan Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Susilo Nugroho Drajad Maknawi M0105047 M0105068 M01040 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 JARINGAN SARAF SECARA BIOLOGIS Jaringan saraf adalah salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya
Lebih terperinciterinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan informasi
25 BAB III JARINGAN SARAF TIRUAN (JST) 3.1 Pengertian JST JST merupakan sebuah model atau pola dalam pemrosesan informasi. Model ini terinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan
Lebih terperinciNEURAL NETWORK BAB II
BAB II II. Teori Dasar II.1 Konsep Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network) Secara biologis jaringan saraf terdiri dari neuron-neuron yang saling berhubungan. Neuron merupakan unit struktural
Lebih terperinciJARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)
JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) Marihot TP. Manalu Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma
Lebih terperinciFAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUSKA RIAU. IIS AFRIANTY, ST., M.Sc
IIS AFRIANTY, ST., M.Sc Sistem Penilaian Tugas dan Keaktifan : 15% Quiz : 15% UTS : 35% UAS : 35% Toleransi keterlambatan 15 menit Handphone: Silent Costume : aturan UIN Laki-laki Perempuan Menggunakan
Lebih terperinciPREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK
PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, Erlinda Ningsih 2 1 Dosen Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama 2 Mahasiswa Sistem Informasi, STMIK
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital dapat didefenisikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu dua dimensi, dimana x dan y merupakan koordinat spasial dan f(x,y) disebut dengan intensitas atau
Lebih terperinciI PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI
I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hujan merupakan salah satu unsur iklim yang berpengaruh pada suatu daerah aliran sungai (DAS). Pengaruh langsung yang dapat diketahui yaitu potensi sumber daya air. Besar
Lebih terperinciJaringan Syaraf Tiruan
07/06/06 Rumusan: Jaringan Syaraf Tiruan Shinta P. Sari Manusia = tangan + kaki + mulut + mata + hidung + Kepala + telinga Otak Manusia Bertugas untuk memproses informasi Seperti prosesor sederhana Masing-masing
Lebih terperinciANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN
ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN Jasmir, S.Kom, M.Kom Dosen tetap STIKOM Dinamika Bangsa Jambi Abstrak Karyawan atau tenaga kerja adalah bagian
Lebih terperinciVOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :
PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH PRODUKSI AIR MINUM MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS : PDAM TIRTA BUKIT SULAP KOTA LUBUKLINGGAU) Robi Yanto STMIK Bina Nusantara
Lebih terperinciSATIN Sains dan Teknologi Informasi
SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No. 1, Juni 2015 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Jaringan Syaraf Tiruan untuk Memprediksi Prestasi
Lebih terperinciANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI. Jasmir, S.Kom, M.Kom
ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI Jasmir, S.Kom, M.Kom Dosen tetap STIKOM Dinamika Bangsa Jambi Abstrak Pegawai atau karyawan merupakan
Lebih terperinciIII METODE PENELITIAN
III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Waduk Ir. H. Djuanda dan Laboratorium Akustik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor. Kegiatan penelitian ini terbagi
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama dua
Lebih terperinciRANCANG BANGUN TOOL UNTUK JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) MODEL PERCEPTRON
RANCANG BANGUN TOOL UNTUK JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) MODEL PERCEPTRON Liza Afriyanti Laboratorium Komputasi dan Sistem Cerdas Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri,Universitas Islam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembenihan Ikan Pemeliharaan larva atau benih merupakan kegiatan yang paling menentukan keberhasilan suatu pembenihan ikan. Hal ini disebabkan sifat larva yang merupakan stadia
Lebih terperinci5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo
58 5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo Dalam pengoperasiannya, bagan rambo menggunakan cahaya untuk menarik dan mengumpulkan ikan pada catchable area. Penggunaan cahaya buatan yang berkapasitas
Lebih terperinciPenerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6
Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Sari Indah Anatta Setiawan SofTech, Tangerang, Indonesia cu.softech@gmail.com Diterima 30 November 2011 Disetujui 14 Desember 2011
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada
Lebih terperinciANALISIS ALGORITMA INISIALISASI NGUYEN-WIDROW PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK
ANALISIS ALGORITMA INISIALISASI NGUYEN-WIDROW PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, M. Rhifky Wayahdi 2 1 Dosen Teknik Informatika,
Lebih terperinciJaringan Syaraf Tiruan
Jaringan Syaraf Tiruan Pendahuluan Otak Manusia Sejarah Komponen Jaringan Syaraf Arisitektur Jaringan Fungsi Aktivasi Proses Pembelajaran Pembelajaran Terawasi Jaringan Kohonen Referensi Sri Kusumadewi
Lebih terperinciMODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA
MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA Ramli e-mail:ramli.brt@gmail.com Dosen Tetap Amik Harapan Medan ABSTRAK Jaringan Syaraf Tiruan adalah pemrosesan
Lebih terperinciBab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh
Penerapan Neural Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Klasifikasi citra penginderaan jarak jauh (inderaja) merupakan proses penentuan piksel-piksel masuk ke dalam suatu kelas obyek tertentu. Pendekatan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN TEKNIK PENENTUAN DINI JENIS KELAMIN KOI 1
PENGEMBANGAN TEKNIK PENENTUAN DINI JENIS KELAMIN KOI 1 (Development of a Technique for Early Sexing of Koi (Ornamental Carp)) Indra Jaya 2 dan Muhammad Iqbal 2 ABSTRAK Salah satu faktor utama yang dihadapi
Lebih terperinciSebelumnya... Pembelajaran Mesin/Machine Learning Pembelajaran dengan Decision Tree (ID3) Teori Bayes dalam Pembelajaran
Sebelumnya... Pembelajaran Mesin/Machine Learning Pembelajaran dengan Decision Tree (ID3) Teori Bayes dalam Pembelajaran Kecerdasan Buatan Pertemuan 11 Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network)
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini teknologi hidroakustik atau perangkat lunak pengolah sinyal akustik masih sulit untuk dapat mengetahui jenis dan panjang ikan secara langsung dan akurat. Selama
Lebih terperinciBAB II NEURAL NETWORK (NN)
BAB II NEURAL NETWORK (NN) 2.1 Neural Network (NN) Secara umum Neural Network (NN) adalah jaringan dari sekelompok unit pemroses kecil yang dimodelkan berdasarkan jaringan syaraf manusia. NN ini merupakan
Lebih terperinciPerbandingan Arsitektur Multilayer Feedforward Network dengan memakai Topologi Multiprosesor Ring Array Dan Linear Array
Nico Saputro Perbandingan Arsitektur Multilayer Feedforard Netork dengan memakai Topologi Multiprosesor Ring Array Dan Linear Array Abstrak Jaringan Syaraf Tiruan dapat diimplementasikan secara perangkat
Lebih terperinciJARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Pertemuan 11 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom
JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Pertemuan 11 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom Outline Konsep JST Model Struktur JST Arsitektur JST Aplikasi JST Metode Pembelajaran Fungsi Aktivasi McCulloch
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perangkat keras komputer berkembang dengan pesat setiap tahunnya selalu sudah ditemukan teknologi yang lebih baru. Meskipun demikian masih banyak hal yang belum dapat
Lebih terperinciPENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK
PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK Naskah Publikasi disusun oleh Zul Chaedir 05.11.0999 Kepada SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER
Lebih terperinciPREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION
PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Dwi Marisa Midyanti Sistem Komputer Universitas Tanjungpura Pontianak Jl Prof.Dr.Hadari Nawawi, Pontianak
Lebih terperinciJARINGAN SYARAF TIRUAN
JARINGAN SYARAF TIRUAN 8 Jaringan syaraf adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Istilah
Lebih terperinciSATIN Sains dan Teknologi Informasi
SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No., Juni 206 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Estimasi Needs
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Barcode Salah satu obyek pengenalan pola yang bisa dipelajari dan akhirnya dapat dikenali yaitu PIN barcode. PIN barcode yang merupakan kode batang yang berfungsi sebagai personal
Lebih terperinciJaringan Syaraf Tiruan
Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network) Intelligent Systems Pembahasan Jaringan McCulloch-Pitts Jaringan Hebb Perceptron Jaringan McCulloch-Pitts Model JST Pertama Diperkenalkan oleh McCulloch
Lebih terperinciPENENTUAN KARAKTERISTIK KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR AKUSTIK
PENENTUAN KARAKTERISTIK KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR AKUSTIK (Determination of Pelagic Fish Schools Characteristics Using Acoustic Descriptors) Fauziyah 1 dan Indra Jaya 2 ABSTRAK
Lebih terperinciBACKPROPAGATION NEURAL NETWORK AS A METHOD OF FORECASTING ON CALCULATION INFLATION RATE IN JAKARTA AND SURABAYA
BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK AS A METHOD OF FORECASTING ON CALCULATION INFLATION RATE IN JAKARTA AND SURABAYA Anggi Purnama Undergraduate Program, Computer Science, 2007 Gunadarma Universiy http://www.gunadarma.ac.id
Lebih terperinciBAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN
BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN A. OTAK MANUSIA Otak manusia berisi berjuta-juta sel syaraf yang bertugas untuk memproses informasi. Tiaptiap sel bekerja seperti suatu prosesor sederhana. Masing-masing
Lebih terperinciARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A
ARTIFICIAL NEURAL NETWORK CAHYA YUNITA 5213100001 ALVISHA FARRASITA 5213100057 NOVIANTIANDINI 5213100075 TEKNIK PERAMALAN - A MATERI Neural Network Neural Network atau dalam bahasa Indonesia disebut Jaringan
Lebih terperinciSATIN Sains dan Teknologi Informasi
SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No., Juni 206 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Jaringan Syaraf Tiruan Peramalan Inventory Barang
Lebih terperinciPENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT
PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT Havid Syafwan Program Studi Manajemen Informatika, Amik Royal, Kisaran E-mail: havid_syafwan@yahoo.com ABSTRAK:
Lebih terperinciArchitecture Net, Simple Neural Net
Architecture Net, Simple Neural Net 1 Materi 1. Perceptron 2. ADALINE 3. MADALINE 2 Perceptron Perceptron lebih powerful dari Hebb Pembelajaran perceptron mampu menemukan konvergensi terhadap bobot yang
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Syaraf Tiruan Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah salah satu cabang dari Artificial Intelligence. JST merupakan suatu sistem pemrosesan
Lebih terperinciKarakteristik Shoaling Ikan Pelagis Menggunakan Data Akustik Split Beam di Perairan Selat Bangka Pada Musim Timur
ISSN 0853-7291 Karakteristik Shoaling Ikan Pelagis Menggunakan Data Akustik Split Beam di Perairan Selat Bangka Pada Musim Timur Fauziyah, Hartoni dan Agussalim A Jl. Lingkar Kampus UNSRI Inderalaya PS
Lebih terperinciNeural Network (NN) Keuntungan penggunaan Neural Network : , terdapat tiga jenis neural network Proses Pembelajaran pada Neural Network
Neural Network (NN) adalah suatu prosesor yang melakukan pendistribusian secara besar-besaran, yang memiliki kecenderungan alami untuk menyimpan suatu pengenalan yang pernah dialaminya, dengan kata lain
Lebih terperinciKlasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan
JURNAL TEKNIK POMITS 1-7 1 Klasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Dhita Azzahra Pancorowati, M. Arief Bustomi Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Lebih terperinciPENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK ACOUSTIC DESCRIPTOR ANALYZER (ADA-VERSI 2004) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS
PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK ACOUSTIC DESCRIPTOR ANALYZER (ADA-VERSI 2004) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS (Development of Acoustics Descriptor Analyzer (ADA- version 2004) for Pelagic Fish School
Lebih terperinciSISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION
SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Barcode Rcognition System Using Backpropagation Neural Networks M. Kayadoe, Francis Yuni Rumlawang, Yopi Andry Lesnussa * Jurusan
Lebih terperinciKLASIFIKASI ARITMIA EKG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN FUNGSI AKTIVASI ADAPTIF
KLASIFIKASI ARITMIA EKG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN FUNGSI AKTIVASI ADAPTIF Asti Rahma Julian 1, Nanik Suciati 2, Darlis Herumurti 3 Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, ITS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diatur di dalam otak sebagai pengendali utama tubuh manusia. Otak manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia telah diciptakaan oleh Tuhan dalam bentuk kesempurnaan. Salah satu ciptaan yang menakjubkan adalah otak manusia dimana semua kecerdasaan diatur di dalam otak
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai
Lebih terperinciPENGENAL HURUF TULISAN TANGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE LVQ (LEARNING VECTOR QUANTIZATION) By. Togu Sihombing. Tugas Ujian Sarjana
PENGENAL HURUF TULISAN TANGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE LVQ (LEARNING VECTOR QUANTIZATION) By. Togu Sihombing Tugas Ujian Sarjana. Penjelasan Learning Vector Quantization (LVQ) Learning
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang ini komputer memiliki peran yang cukup besar dalam membantu menyelesaikan pekerjaan manusia. Seiring dengan perkembangan teknologi dan kecerdasan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengklasifikasian merupakan salah satu metode statistika untuk mengelompok atau menglasifikasi suatu data yang disusun secara sistematis. Masalah klasifikasi sering
Lebih terperinci1.1. Jaringan Syaraf Tiruan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf biologi yang digambarkan sebagai berikut
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus
BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,
Lebih terperinciBAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang
BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang diimplementasikan sebagai model estimasi harga saham. Analisis yang dilakukan adalah menguraikan penjelasan
Lebih terperinciKOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS
KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS 1 Sofyan Azhar Ramba 2 Adiwijaya 3 Andrian Rahmatsyah 12 Departemen Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan materi yang mendukung dalam pembahasan evaluasi implementasi sistem informasi akademik berdasarkan pengembangan model fit HOT menggunakan regresi linier
Lebih terperinciANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION
ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION Eka Irawan1, M. Zarlis2, Erna Budhiarti Nababan3 Magister Teknik Informatika, Universitas Sumatera
Lebih terperinciBAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung
4 BAB II TEORI DASAR 2.1. Jantung Jantung merupakan otot tubuh yang bersifat unik karena mempunyai sifat membentuk impuls secara automatis dan berkontraksi ritmis [4], yang berupa dua pompa yang dihubungkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jaringan Saraf Tiruan (JST) Jaringan saraf tiruan pertama kali secara sederhana diperkenalkan oleh McCulloch dan Pitts pada tahun 1943. McCulloch dan Pitts menyimpulkan bahwa
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
79 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola mengelompokkan data numerik dan simbolik (termasuk citra) secara otomatis oleh komputer. Tujuan pengelompokan ini adalah untuk mengenali suatu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan membahas landasan teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teknik-teknik yang dibahas mengenai pengenalan pola, prapengolahan citra,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenali dan membedakan ciri khas yang dimiliki suatu objek (Hidayatno,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Saat ini pemanfaatan teknologi pengolaan citra untuk mempermudah manusia dalam menyelesaikan masalah-masalah tertentu sudah banyak diterapkan, khususnya dibidang Identifikasi.
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sel Darah Merah Sel darah merah atau eritrositmemiliki fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk
Lebih terperinciJARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORKS)
JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORKS) (Artificial Neural Networks) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sejarah JST JST : merupakan cabang dari Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence ) JST : meniru
Lebih terperinciANALISIS JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION TERHADAP PERAMALAN NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH DAN DOLAR
Jurnal Barekeng Vol. 8 No. Hal. 7 3 (04) ANALISIS JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION TERHADAP PERAMALAN NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH DAN DOLAR Analysis of Backpropagation Artificial Neural Network to
Lebih terperinciBab 4 Model Neural Network
Model Jaringan Neural Buatan (JNB) merupakan suatu sistem yang dibangun berdasarkan cara kerja neural pada makhluk hidup (neural biologis) Neural biologis terdiri atas sel neural yang disebut neuron yang
Lebih terperinci5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK
5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK Pendahuluan Sumberdaya perikanan LCS merupakan kontribusi utama yang sangat penting di tingkat lokal, regional dan internasional untuk makanan
Lebih terperinciImplementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series
Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series Oleh: ABD. ROHIM (1206 100 058) Dosen Pembimbing: Prof. Dr. M. Isa Irawan, MT Jurusan Matematika
Lebih terperinciBAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH
BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH 7B. Standar Backpropagation (BP) Backpropagation (BP) merupakan JST multi-layer. Penemuannya mengatasi kelemahan JST dengan layer tunggal yang mengakibatkan perkembangan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Analisis adalah kemampuan pemecahan masalah subjek kedalam elemen-elemen konstituen, mencari hubungan-hubungan internal dan diantara elemen-elemen, serta mengatur
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan teknik statistik, matematika, kecerdasan buatan, tiruan dan machinelearning
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Data Mining Data mining adalah kombinasi secara logis antara pengetahuan data, dan analisa statistik yang dikembangkan dalam pengetahuan bisnis atau suatu proses yang menggunakan
Lebih terperinci