3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN"

Transkripsi

1 3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN Pendahuluan Keberadaan sumberdaya ikan, baik ikan pelagis maupun demersal dapat diduga dengan menggunakan metode hidroakustik (Mitson 1983). Beberapa keuntungan metode akustik adalah tidak tergantung pada statistik hasil tangkapan, tidak memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan nilai hasil pengamatan, dan biaya yang relatif lebih murah untuk penelitian suatu wilayah laut yang luas dibandingkan dengan metode pendugaan lainnya serta kemampuan dalam menduga populasi absolut/sebenarnya (Thorne 1979). Lebih lanjut dikatakan bahwa metoda akustik disamping mempunyai kelebihan di atas, juga mempunyai keterbatasan antara lain, ketidakmampuan dalam membedakan jenis ikan yang terdeteksi, sedikit atau bahkan tidak ada target yang teramati di dekat permukaan dan di dasar perairan, serta metodanya relatif sangat kompleks. Meskipun biaya operasinya rendah, metoda akustik memerlukan investasi alat yang sangat mahal. Secara umum metode hidroakustik digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai objek bawah air dengan memanfaatkan gelombang suara. Gelombang suara (gema/echo) yang ditimbulkan/dihasilkan dari perangkat pemancar (transmitter) dipancarkan secara vertikal ke dalam kolom air, dan jika mengenai target (ikan atau dasar perairan) akan dipantulkan kembali. Echo pantulan ini akan diterima oleh unit penerima (receiver amplifier) yang selanjutnya akan dicatat dan disimpan dalam unit pencatat (recoder unit). Data ini yang kemudian dianalisis sesuai tujuan yang diinginkan. Penggunaan berbagai jenis instrumentasi akustik seperti side-scan sonar, split beam sonar, multi-beam sonar, dan doppler current profile sounders sangat berpotensi untuk digunakan dalam permasalahan monitoring ikan laut dalam. Bagaimanapun, semua teknologi akustik ini umumnya sama dan masing-masing ada kerugiannya. Satu hal yang diperlukan dari teknologi akustik ini yaitu untuk keperluaan detail data acoustic backscattering dari jenis yang ditargetkan. Bidang aplikasi dari metoda akustik yaitu untuk menduga kelimpahan binatang (ikan) dengan memerlukan informasi pada ukuran akustiknya, target strength atau backscattering cross section dari individu suatu organisma (MacLennan 199).

2 55 Prinsip dasar metode hidroakustik dan ilustrasi deteksi obyek dalam air dan dasar perairan dengan menggunakan instrumen akustik (echosounder) yang dipasang pada lunas kapal seperti terlihat pada Gambar 27 dan 28. c Athwart ship a Transducer θ b d Φ Along ship a+b c+d Perbedaan fase - θ a+b c+d Perbedaan fase - Φ Gambar 27. Prinsip kerja Echosounder split beam (MacLennan dan Simmonds 1992). Gambar 28. Ilustrasi deteksi objek dalam air dan dasar perairan (SIMRAD).

3 56 Target strength (TS) ikan sangat bervariasi karena tergantung dari jenis ikan, ukuran, bentuk tubuh, tingkah laku, gelembung renang, acoustic impendance, panjang gelombang suara yang digunakan pada pengukuran, beam pattern, kecepatan renang ikan dan multiple scattering/shadowing effect (MacLennan and Simmonds 1992). Energi suara yang dipantulkan melalui gelembung renang bergantung pada orientasi dan luasannya, panjang gelombang relatif, permukaan gelembung renang dan disebut acoustic cross-section. Besarnya nilai acoustic cross-section sangat tergantung pada ukuran dan permukaan gelembung renang dimana posisi tubuh ikan terhadap pancaran energi suara (kemiringan ikan, tegak lorus pada punggung dan melingkar atau rool). Percobaan dengan kurungan ikan menunjukkan bahwa perubahan harian TS berhubungan erat dengan sudut kemiringan tubuh ikan, dimana tingkahlaku seperti jarak terdekat diantara sesamanya tidaklah penting (MacLennan 199). Bagaimanapun, perubahan TS dengan cepat lebih dipengaruhi oleh sudut kemiringan dibandingkan dengan bentuk geometrinya (Nakken dan Olsen 1977). Nakken dan Olsen (1977) menemukan TS yang lebih besar pada ikan saithe ketika kemiringan ikan 4 o -11 o (contohnya kepala ke bawah). Ada juga pengamatan fotografi terhadap sudut kemiringan dari ikan komersil secara in situ dan di kurungan, sebagai bagian yang diukur TS-nya. Keduanya membuktikan bahwa sudut kemiringan (tilt angle) yang menyebar di semua kondisi dan cenderung terhadap rata-rata tilt angle pada malam hari (ikan cenderung kepala ke atas). Kemungkinan dihasilkan dari ikan yang bergerak turun dan kurang aktif pada malam hari dan juga bentuk kepala ke atas untuk tujuan bergerak naik dan mengatur kedalaman ketika bergerak (Ona 199; Huse dan Ona 1996). Pendugaan dengan metoda akustik biasanya untuk ikan yang terdistribusi pada beberapa meter dibawah permukaan hingga dekat dasar. (Freon dan Misund 1998; Ona dan Mitson 1996). Transduser dari echosounder biasanya ditarik pada kedalaman 1-2 m atau menempel pada lambung kapal dengan kedalaman 2-6 m. Karena pertimbangan teknis, (zona dimana tidak terjangkau oleh transduser/ transducer dead zone) maka jarak,2-2 m dari transduser diabaikan dalam analisa. Sama halnya juga dengan dead zone dasar, sebab resolusi beam akustik dekat dasar tergantung panjang pulsa, lebar beam dan kedalaman dasar (Ona dan Mitson

4 ). Ikan-ikan clupeid diketahui melakukan migrasi vertikal: bergerak berpencar ke permukaan pada sore hari, dan bergerak ke dasar perairan pada pagi hari membentuk kelompok. Tingkahlaku demikian memungkinkan ikan berada di dead zone dan tidak bisa diduga untuk menghitung kelimpahannya. (Blaxter dan Hunter 1982). Dalam kaitannya dengan permasalahan dead zone di atas, maka metode hidroakustik sulit diterapkan diperairan dangkal (Axenrot 22 diacu dalam Didrikas 23). Pendugaan ikan dengan hidroakustik di laut sering dilakukan 24 jam, sehingga biaya untuk kapal penelitian mungkin tinggi atau waktu pelayaran yang tersedia dibatasi. Di danau, survei akustik sering dilakukan pada malam. Hal ini disebabkan karena di danau tingkahlaku ikan yang berubah-ubah pada siang dan malam telah diketahui. Kebanyak ikan pelagis berkelompok selama siang hari, dimana densitas ikan tinggi yang mungkin hasil dari bayangan akustik (shadowing) dan menghasilkan perhitungan biomasa ikan yang diragukan. Selain itu tingginya densitas karena echo dari berbagai ikan yang mungkin tumpangtindih (overlay) dan tidak menentu diinterpretasi sebagai echo dari ikan tunggal. Dalam penelitian dimana pendugaan TS in situ digunakan untuk menduga kelimpahan dan distribusi ukuran mengakibatkan kelimpahan terlalu rendah dan rata-rata ukuran terlalu tinggi (Didrikas dan Hansson 23). Dalam mekanisme kerja survei akustik untuk menentukan kelimpahan sumberdaya ikan, penentuan nilai target strength merupakan suatu hal yang sangat penting. Menurut MacLennan dan Simmonds (1992) mengatakan bahwa target strength merupakan backscattering cross section dari target yang mengembalikan sinyal, sedangkan menurut Burczynski (1979), target strength mempunyai hubungan erat dengan backscattering cross section. Kedua pernyataan ini dinyatakan dalam bentuk persamaan matematis sebagai berikut: TS = 1 Log (σ/4π) (MacLennan dan Simmonds 1992) TS = 1 log σ bs (Burczynski 1979). Nilai target strength ini sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh beberapa hal seperti tingkah laku ikan (misalnya sudut orientasi) atau kondisi fisik yang tidak dapat diduga secara pasti. Oleh sebab itu nilai target strength tidak merupakan suatu nilai yang konstan, sehingga nilai ini harus senantiasa di

5 58 tentukan untuk setiap pelaksanaan survei akustik. Naken dan Olsen (1977) mengungkapkan bahwa nilai target strength sangat ditentukan oleh orientasi ikan terutama kemiringan badan antara garis hubung kepada dan ekor. Secara garis besar, penggunaan hidroakustik dalam kelautan dan perikanan (Clay dan Medwin 1977; Urick 1983; MacLennan dan Simmonds 1992) antara lain untuk tujuan: penelitian kelautan dan perikanan (pendugaan spesies ikan; ukuran individu ikan; dan kelimpahan/stok sumberdaya hayati laut) budidaya perairan (pendugaan/penentuan jumlah ekor atau biomass) penelitian tingkah laku ikan (pergerakkan/migrasi ikan; orientasi (tilt angle); reaksi menghindar (avoidance) terhadap kapal dan alat tangkap; dan respons terhadap rangsangan/stimuli) studi selektifitas alat tangkap (bukaan mulut dan kedalaman trawl; selektifitas penangkapan, dan sebagainya) Disamping itu pula peranan hidroakustik dalam berbagai bidang lainnya seperti untuk mengetahui echo location; mengetahui sifat-sifat akustik air laut dan objek bawah air; penentuan kedalam perairan untuk tujuan pelayaran; penentuan jenis dan komposisi dasar laut; proses sedimentasi; kontur dasar; dan untuk pertahanan keamanan seperti pendekteksian kapal selam; penentuan lokasi (tempat berlabuh) atau pemasangan bangunan laut atau pemasangan buoy-system. Penelitian ini ditujukan untuk melihat distribusi, jumlah dan kelimpahan ikan tunggal dengan menggunakan metode hidroakustik berdasarkan nilai target strength ikan tunggal yang diperoleh selama penelitian di LCSI.

6 59 Bahan dan Metode Data yang digunakan adalah data akustik yang diperoleh dari hasil akuisisi yang dilakukan dengan menggunakan perangkat Scientific Echosounder FURUNO Model seri FQ-8 dengan sistem transducer split beam di Laut Cina Selatan perairan Indonesia pada Lokasi A (bulan Juni 25) dan Lokasi B (bulan Juli 26). Transducer terpasang (Hull Mounted System) di kapal dengan frekuensi rendah (38 KHz) dan frekuensi tinggi (12 Khz). Pengaturan parameter untuk FQ-8 seperti pada tabel berikut. Tabel 4. Parameter Scientific Echosounder Furuno FQ-8 Parameter Frekuensi 38 KHz 12 KHz Range (m) Sound Speed (m/s) Source Level (db) Pulse Length (ms) Beam Width (db) Absorption Coefficient (db) M E Amplifier Gain (db) Proses pengambilan dan pencatatan data hidroakustik dilakukan secara simultan sepanjang lintasan survei berbentuk transek paralel sistematis sepanjang cruise track kapal (Gambar 29). Perekaman data dari kedua transduser yaitu transduser berfrekwensi rendah (38 khz) dan frekwensi tinggi (12 khz). Gambar 29. Lintasan survei akustik.

7 6 Integrasi echo dilakukan terhadap data hasil rekaman transduser berfrekwensi rendah (38 khz). Data yang diperoleh terdiri dari echogram yang menggambarkan target, kedalaman perairan, posisi geografis, kecepatan kapal dan data integrasi Sv yang disimpan dalam hard disk FQ-8 analyzer yang dihubungkan melalui sistem LAN antara transmitter FQ-8 dengan prosesor. Data akustik yang dianalisis menyangkut nilai target strength (TS) in situ dari target (ikan) yang terekam selama pelayaran. Integrasi echo dilakukan untuk tiap lapisan integrasi dari permukaan hingga dekat dasar perairan untuk memperoleh nilai target strength, koefisien back scattering (Sv), koefisien area backscattering (Sa), dan S A atau Nautical Area Scattering Coeficient (NASC). Integrasi dilakukan untuk tiap lapisan integrasi dengan selang kedalaman 1 m dari permukaan untuk ikan pelagis, sedangkan untuk ikan demersal, integrasi echo dilakukan pada lapisan integrasi 5 m dari dasar perairan (Gambar 3). Data hasil rekaman FQ-8 merupakan data volume backscattering strength (Sv) dari target. Integrasi echo dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) SonarData EchoView Untuk memperoleh nilai TS, maka dilakukan konversi terhadap nilai Sv dengan menggunakan formula: cτψ TS = S v + 2log r + 1log + C...(3.1) 2 Dimana S v = Volume backscattering strength (db re 1m ) -1 r = Jarak (m) c = kecepatan suara (m/det) τ = Panjang pulsa yang dipancarkan (det) ψ = sudut beam (db re 1 Steradian) C = Koefisien kalibrasi Konversi Sv ke TS dilakukan secara electronics gating (hardware) dengan prosedur seperti terlihat pada Lampiran 1. Nilai TS yang dihasilkan ini merupakan nilai TS untuk ikan tunggal (Single target). Selanjutnya nilai TS ini ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik untuk analisis lebih lanjut. Sedangkan untuk melihat distribusi dan kelimpahannya di lokasi penelitian, maka nilai tiap parameter ditumpangtidih (overlay) dengan peta dasar lokasi penelitian dengan menggunakan perangkat lunak SURFER for Windows versi 8.. dan ArcView versi 3.3.

8 61 Integrasi Ikan Demersal Jarak 5 m dari batas integrasi dasar Kedalaman Dasar Batas integrasi Bottom line (a) Surface line Integrasi Ikan Pelagis Target Strength Posisi (b) Gambar 3. Integrasi echo data akustik LCSI. (a). Echogram Sv (b). Echogram TS

9 62 Hasil dan Pembahasan Distribusi Target strength ikan tunggal berdasarkan lapisan integrasi echo. Distribusi jumlah ikan tunggal dengan nilai target strengthnya serta kepadatan ikan dianalisis dari data survei hidroakustik tahun 25 yang terekam pada lintasan survei (cruise track) sepanjang 932,5 nm. Lintasan akustik ini terbagi atas 7 leg atau transek dengan panjang masing-masing leg 4-22 nm. Analisis dilakukan dengan menggunakan Jumlah Satuan Jarak Pengamatan (ESDU-Elementary Sampling Distance Unit) sebesar 5 nm, sehingga jumlah ESDU pada lintasan ini sebanyak 187 ESDU. Distribusi target strength (TS) ikan tunggal dari hasil analisis echo berdasarkan selang TS, dijumpai ikan tunggal dengan jumlah terbanyak pada selang nilai TS -48 db hingga -6 db yaitu ± 97 % dari total jumlah ikan tunggal yang diperoleh selama penelitian bulan Juni 25. Jumlah ikan tunggal pada selang nilai target strength -6 db hingga -57 db atau pada rata-rata selang TS db sebesar 42 % ( ikan). Jumlah terbanyak berikutnya ditemukan pada rata-rata nilai TS db yaitu 29,6 % ( ikan). Dua selang nilai TS lainnya yang ditemukan ikan tunggal dengan jumlah >1 ikan, adalah pada selang TS -54 db hingga -51 db dan TS -51 db hingga -48 db dengan jumlah masing-masing sebesar 18,3 % ( ikan) dan 7,6 % ( ikan). Tabel 5 dan Gambar 32 menunjukkan bahwa ikan tunggal dengan nilai TS yang besar dijumpai dengan jumlah yang lebih sedikit dan umumnya ditemukan pada lapisan kedalaman integrasi yang lebih dalam. Ikan dengan nilai TS -48 db hingga -39 db ditemukan dengan jumlah ikan dan jumlah terbanyak (44 68 ikan) pada TS -48 db hingga -45 db. Sedangkan total jumlah ikan tunggal yang ditemukan dengan nilai TS ikan lebih kecil dari -39 db hanya sekitar 5 ikan. Dari total jumlah ikan tunggal yang ditemukan pada penelitian bulan Juni 25, hanya ditemukan 6 ikan dengan nilai TS -27 db hingga -24 db. Hasil analisis distribusi target strength ikan tunggal berdasarkan lapisan integrasi echo (Tabel 5) menunjukkan bahwa ikan tunggal dengan jumlah > 2 ikan ditemukan pada lapisan kedalaman 2-6 m, dengan jumlah ikan terbanyak pada lapisan integrasi 3-4 m yaitu ikan (25,8 %). Pada lapisan kedalaman ini, sebanyak 96,8 % dari jumlah ikan tersebut merupakan

10 63 Tabel 5. Jumlah ikan tunggal berdasarkan selang target strength pada lapisan kedalaman integrasi echo di Lokasi A (Juni 25 ) Selang TS Lapisan kedalaman integrasi echo (db) Dasar -6~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ Total Total Tabel 6. Jumlah ikan tunggal berdasarkan selang target strength pada lapisan kedalaman integrasi echo (Juni 26 ) Selang TS Lapisan kedalaman integrasi echo (db) Dasar -6~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ Total Total

11 64 Jumlah ikan (%) N= Rata-rata Target strength (db) Gambar 31. Jumlah ikan tunggal (%) berdasarkan nilai target strength (db) di Lokasi A (Juni 25). ikan dengan nilai target strength yang berkisar dari -6 db hingga -51 db dan sebesar kurang dari 4, % atau sebanyak ikan ditemukan dengan TS -51 db hingga -3 db. Ikan dengan jumlah terbanyak kedua ditemukan pada lapisan kedalaman 4-5 m yaitu ikan (22,7 %). Ikan dengan TS -6 db hingga -51 db ditemukan sebanyak 89,65 % dan ikan dengan TS >-51 db pada lapisan ini dijumpai dengan persentasi yang lebih tinggi dari lapisan integrasi 3-4 m yaitu sebesar 1,35 % atau sebanyak ikan, serta sebanyak satu ikan ditemukan pada selang TS -3 db hingga -27 db. Ikan tunggal yang dijumpai pada lapisan integrasi 2-3 m dan 5-6 m masing-masing sebesar ikan (16,48 %) dan ikan (1,44 %). Lapisan kedalaman integrasi berikutnya dengan jumlah ikan terbanyak yaitu lapisan integrasi 2-3 m (16,48 %) dan 5-6 m (1,44 %). Lapisan kedalaman 2-3 masih didominasi oleh ikan-ikan dengan TS -6 db hingga -57 db, sedangkan pada lapisan integrasi 5-6 m, ikan tunggal dengan TS -57 db hingga -51 db ditemukan lebih banyak dibandingkan dengan selang TS -6 db hingga -57 db. Lima lapisan integrasi lainnya yaitu lapisan kedalaman -1 m, 1-2 m, 6-7 m, 7-8 m dan 8-9 m ditemukan ikan tunggal dengan jumlah lebih sedikit yaitu < 66 ikan atau < 3 % dari total jumlah ikan. Dari kelima lapisan integrasi ini, ikan tunggal dengan TS lebih besar yaitu -3 db hingga -27 db ditemukan pada kedalaman 1-2 m sedangkan empat lapisan kedalaman lainnya ditemukan ikan tunggal dengan kisaran TS terbesar adalah -39 db hingga -36 db pada lapisan integrasi 7-8 m sebanyak 4 ikan.

12 65 Jumlah ikan tunggal dengan TS lebih besar ditemukan dengan presentasi yang lebih tinggi pada perairan yang lebih dalam. Hal ini seperti terlihat pada lapisan kedalaman integrasi 5-6 m hingga 8-9 m, dimana walaupun rata-rata jumlah ikan tunggal yang ditemukan lebih kecil dari lapisan integrasi di kedalaman yang lebih rendah, namun pada lapisan integrasi ini ikan tunggal dengan TS -6 db -57 db ditemukan dengan jumlah lebih sedikit dibandingkan dengan ikan tunggal selang TS yang lebih besar. Jumlah ikan (x1³) N= Target strength (db) L-1 L-2 L-3 L-4 L-5 L-6 L-7 L-8 L-9 L Dasar Gambar 32. Jumlah ikan berdasarkan nilai target strength pada tiap lapisan integrasi echo di Lokasi A (Juni 25). Ikan tunggal dengan nilai TS yang besar juga tidak ditemukan di semua lapisan kedalaman integrasi. Misalnya pada kisaran nilai TS -3 db hingga -27 db, ikan tunggal yang ditemukan hanya pada lapisan kedalaman integrasi 1-2 m, 2-3 m, 4-5 m dan 5-6 m sebanyak 1 individu, sedangkan pada selang kisaran nilai TS -27 db hingga -24 db, ikan tunggal hanya ditemukan pada lapisan kedalaman integrasi dasar perairan sebanyak 6 ikan. Pada lapisan kedalaman integrasi dasar perairan, ditemukan ikan tunggal untuk keseluruhan kisaran nilai TS yang ada. Walaupun pada kisaran nilai TS yang besar ditemukan dengan jumlah yang sedikit, namun secara keseluruhan lebih banyak dibandingkan dengan lapisan kedalaman integrasi lainnya. Jumlah ikan tunggal pada lapisan kedalaman integrasi ini hanya sebesar 18,21 % atau sebanyak ikan dari total jumlah ikan tunggal yang ditemukan. Total jumlah ikan tunggal yang ditemukan pada lapisan kedalaman integrasi ini lebih sedikit

13 66 dibandingkan dengan lapisan kedalaman integrasi 3-4 m dan 5-6 m, namun dari nilai target strengthnya, ikan tunggal yang ditemukan pada lapisan integrasi ini mempunyai target strength yang lebih besar yaitu -48 db hingga -24 db sebanyak ikan, sedangkan pada lapisan kedalaman integrasi 3-4 m hanya sebanyak ikan dan kedalaman 5-6 m sebanyak ikan. Ikan tunggal dengan jumlah yang paling sedikit untuk kisaran nilai target strength ini, ditemukan pada lapisan kedalaman integrasi -1 m sebanyak 22 ikan. Distribusi target strength ikan tunggal di Lokasi B tidak berbeda jauh dengan yang ditemukan di Lokasi A, namun jumlah lapisan kedalaman integrasi echonya hingga lapisan kedalaman m. Hal ini disebabkan karena perairannya lebih dalam, seperti terlihat pada peta batimetri (Gambar 7). Hasil analisis distribusi jumlah ikan berdasarkan target strength di Lokasi B (Tabel 6) menunjukkan bahwa sebagian besar ikan tunggal yang diperoleh saat penelitian berada pada nilai TS kecil yaitu pada selang TS -6 db hingga -51 db yaitu sekitar 96,36 % dari total jumlah ikan yang diperoleh atau sebesar ikan. Jumlah ikan tunggal dengan nilai rata-rata TS db ditemukan sebanyak ikan (55,9 %), selanjutnya pada selang TS -57 db hingga -54 db sebanyak ikan (28,65 %) dan pada selang TS -54 db hingga -51 db dengan jumlah ikan ikan (11,81 %). Ikan dengan nilai target strength > -51 db ditemukan dengan jumlah < 5 % atau sekitar ikan, dan selang nilai TS ikan dar -3 db hingga -27 db dijumpai dengan jumlah yang paling sedikit yaitu 8 ikan. Persentasi jumlah ikan yang diperoleh pada tiap selang TS seperti terlihat pada Gambar N= Jumlah ikan (%) Rata-rata Target Strength (db) Gambar 33. Jumlah ikan tunggal (%) berdasarkan nilai target strength (db) di Lokasi B (Juli 26).

14 67 Berdasarkan lapisan kedalaman integrasi echo yaitu 13 lapisan kedalaman dan integrasi dasar, terlihat bahwa ikan tunggal dengan jumlah > 5 ikan ditemukan pada lapisan kedalaman 6-7 m dan 5-6 m. Pada lapisan integrasi kedalaman 6-7 m ikan tunggal yang ditemukan sebanyak dengan 56,38 % dari jumlah tersebut ( ikan) merupakan ikan dengan nilai TS -6 db hingga 57 db, yang termasuk dalam nilai TS -57 db hingga -54 db adalah ikan (31,11 %) dan merupakan jumlah ikan terbanyak untuk lapisan ini dibandingkan dengan lapisan integrasi lainnya. Pada TS -54 db hingga -51 db, ikan tunggal ditemukan sebanyak ikan (1,58 %). Ikan tunggal dengan TS >-51 db di lapisan integrasi ini hanya ditemukan sebesar <2, % atau sebanyak ikan dan nilai TS terbesar yang ditemukan pada selang TS -36 db hingga -33 db sebanyak 1 ikan. Pada lapisan integrasi kedalaman 5-6 m, ikan tunggal yang ditemukan sebanyak ikan dan 65,6 % dari jumlah tersebut merupakan ikan dengan nilai TS -6 db hingga -57 db. Jumlah ini merupakan jumlah terbesar yang ditemukan dibandingkan dengan lapisan integrasi lainnya pada selang TS yang sama. Sedangkan ikan dengan TS terbesar pada lapisan integrasi ini adalah pada nilai TS -39 db hingga -36 db hanya sebanyak 1 ikan. Jumlah ikan (x1³) N= Target Strength (db) L-1 L-2 L-3 L-4 L-5 L-6 L-7 L-8 L-9 L-1 L11 L-12 L-13 L-Dsr Gambar 34. Jumlah ikan berdasarkan nilai target strength pada tiap lapisan integrasi echo di Lokasi B (Juli 26).

15 68 Jumlah ikan tunggal 1-5 ikan ditemukan pada empat lapisan integrasi yaitu lapisan dasar dasar sebanyak ikan (17,35 %), lapisan kedalaman 7-8 m sebanyak ikan (15,96 %), lapisan kedalaman 4-5 m sebanyak ikan (11,29 %) dan lapisan kedalaman 8-9 m sebanyak ikan (6,67 %). Ikan dengan target strength -6 db hingga -57 db di keempat lapisan intergrasi ini, ditemukan terbanyak pada lapisan kedalaman 4-5 m sebanyak ikan, diikuti lapisan kedalaman 7-8 m sebanyak ikan, lapisan dasar sebanyak ikan dan lapisan kedalaman 8-9 m sebanyak ikan. Ikan dengan TS terbesar sebanyak 1 ikan, masing-masing ditemukan pada selang TS -3 db hingga -27 db di lapisan kedalaman 8-9 m, pada selang TS -33 db hingga -3 db di lapisan kedalaman 7-8 m dan pada selang TS -36 db hingga -33 db di lapisan kedalaman 4-5 m. Pada lapisan integrasi dasar, ikan dengan nilai TS terbesar ditemukan pada selang TS -27 db hingga -24 db sebanyak 23 ikan. Lapisan integrasi ini merupakan satu-satunya lapisan dimana ditemukan ikan untuk keseluruhan selang nilai target strength, dan di lapisan ini juga dijumpai ikan dengan target strength dari -54 db hingga -24 db terbanyak dibandingkan dengan lapisan integrasi lainnya. Ikan dengan jumlah <1 ikan, ditemukan pada 8 lapisan integrasi lainnya. Jumlah terbanyak ikan (2,43 %) ditemukan di lapisan kedalaman 3-4 m dengan TS dari -6 db hingga -42 db dan jumlah ikan yang paling sedikit yaitu 64 ikan (,3 %) ditemukan di lapisan kedalaman m dengan nilai TS dari -6 db hingga -45 db. Distribusi Target Strength ikan tunggal berdasarkan leg akustik. Hasil analisis distribusi target strength ikan tunggal pada ketujuh leg akustik seperti terlihat pada Tabel 7, menunjukkan bahwa ikan dengan nilai target strength kecil mendominasi ketujuh leg tersebut dan lebih banyak pada nilai TS rata-rata -58,5 db. Pada leg 3-4, leg 6-7 dan leg 8-9 dijumpai ikan tunggal yang terdistribusi pada keseluruhan nilai rata-rata TS. Jumlah ikan tunggal yang ditemukan pada ketiga leg ini hingga selang nilai TS -45 db hingga -42 db sebanyak >1 ikan. Pada selang nilai TS yang lebih besar, jumlah ikan yang dijumpai <1 ikan dan hanya 15 ikan dengan nilai TS rata-rata -31,5 db, 1

16 69 ikan dengan nilai TS rata-rata -28,5 db dan 6 ikan dengan nilai TS rata-rata -25,5 db untuk ketiga leg tersebut. Sementara untuk 4 leg lainnya, ikan tunggal dengan target strength tertinggi ditemukan pada rata-rata TS -31,5 db sebanyak 6 ikan di leg 1-2 dan satu ikan ditemukan pada leg 7-8. Pada leg 2-3 ditemukan ikan dengan nilai TS -51 db hingga -48 db sebanyak 12 ikan dan hanya satu ikan dengan nilai rata-rata TS - 37,5 db. Pada leg 4-6, nilai rata-rata TS ikan tunggal yang dijumpai mencapai - 4,5 db dan pada leg 7-8 ikan tunggal yang ditemukan mencapai nilai rata-rata TS -31,5 db, masing-masing sebanyak 1 ikan. N= Jumlah ikan (1³) Target strength Leg akustik Gambar 35. Jumlah ikan tunggal berdasarkan TS di tiap leg pada Lokasi A. Distribusi ikan berdasarkan target strength di tiap leg pada Lokasi B (Tabel 8), memperlihatkan bahwa dominasi nilai TS ikan tunggal dijumpai dengan rata-rata nilai TS db sebanyak ikan. Dari jumlah ini, jumlah terbanyak ditemukan pada leg 5-6 sebanyak ikan (19,72 %) diikuti oleh leg 3-4 dan leg 1-15, masing-masing sebanyak ikan (14,33 %) dan 16,494 ikan (11,61 %), sedangkan jumlah yang paling sedikit dijumpai pada leg sebanyak 23,311 ikan (1,69 %). Sementara untuk ikan tunggal dengan nilai TS yang paling sedikit dijumpai pada nilai rata-rata -28,5 db sebanyak 8 ikan.

17 7 Tabel 7. Jumlah ikan tunggal berdasarkan nilai target strength di tiap leg akustik pada Lokasi A (Juni 25). LEG Pjg. LEG (nm) Jlh. Rata-rata nilai target strength untuk tiap selang kisaran (db) ESDU Total Total Tabel 8. Jumlah ikan tunggal berdasarkan nilai target strength di tiap leg akustik pada Lokasi B (Juli 26). LEG Pjg. LEG (nm) Jlh. Rata-rata nilai Target Strength untuk tiap selang kisaran (db) ESDU Total Total

18 71 Dari keseluruhan leg (14 leg), 3 leg diantaranya yaitu leg 1-2, leg 5-6 dan leg 1-15 dijumpai ikan tunggal dengan nilai TS pada keseluruhan selang TS yang ada. Ikan tunggal dengan nilai rata-rata TS db hingga db dijumpai terbanyak di leg 5-6, diikuti leg 1-15 dan leg 1-2. Pada nilai rata-rata TS yang lebih besar yaitu di atas db, ikan tunggal lebih terbanyak dijumpai pada leg 1-15 dibandingkan leg 1-2 dan leg 5-6. N= Jumlah ikan (1³) Target strength Leg akustik Gambar 36. Jumlah ikan tunggal berdasarkan TS di tiap leg pada Lokasi B Distribusi ikan tunggal berdasarkan nilai TS dengan ukuran rata-rata nilai TS -37,5 db hingga db yang setara dengan ikan tunggal yang panjangnya sekitar cm lebih banyak ditemukan pada leg-leg yang berada pada perairan yang lebih dangkal seperti pada leg 1-2, leg 5-6 dan leg 1-15, dibandingkan dengan leg dan leg Leg yang berada pada perairan yang lebih dalam seperti leg yang kedalaman perairannya mencapai 13 m, ditemukan ikan tunggal dengan rata-rata nilai -4.5 db sebanyak 3 ikan. Jumlah ini merupakan jumlah terbesar dibandingkan ke-13 leg lainnya. Namun untuk ikan tunggal dengan nilai TS yang lebih besar, hanya ditemukan sebanyak 1 ikan pada nilai TS rata-rata db. Ikan tunggal dengan ukuran nilai rata-rata TS terbesar db ditemukan sebanyak 24 ikan yang dijumpai pada 7 leg. Jumlah terbanyak sebesar 8 ikan ditemukan pada leg 1-2, diikuti leg 7-8 sebanyak 6 ikan, leg 1-15 dan leg 5-6 masing-masing 4 dan 3 ikan. Tiga leg lainnya yang merupakan leg antara yaitu leg 6-7, leg 8-9 dan leg ditemukan masing-masing sebanyak 1 ikan.

19 72 Distribusi jumlah dan kepadatan ikan. Hasil analisis jumlah dan kepadatan ikan tunggal dari data penelitian bulan Juni 25 di perairan LCS untuk masing-masing lapisan kedalaman integrasi atau layer, menunjukkan bahwa jumlah ikan tunggal terbesar diperoleh pada lapisan kedalaman integrasi 3-4 m sebanyak ikan atau 25,8 % dari total jumlah ikan yang diperoleh, dengan kepadatan 2,13 ikan m - ³. Jumlah ikan sebesar 22,7 % atau ikan diperoleh pada lapisan kedalaman 4-5 m dengan kepadatan 1,74 ikan m - ³, diikuti oleh lapisan kedalaman integrasi dasar 18,21 % atau ikan dengan kepadatan 1,4456 ikan m - ³, dan lapisan kedalaman integrasi 2-3 m sebesar 16,48 % atau ikan dengan kepadatan 1,2686 ikan m - ³. Enam lapisan kedalaman integrasi lainnya ditemukan jumlah ikan tunggal dengan kepadatan <1, ikan m - ³, dan pada lapisan kedalaman integrasi -1 m ditemukan jumlah ikan terkecil sebanyak 811 ikan (,4 %) dengan kepadatan sebesar,56 ikan m - ³. Jumlah ikan tiap lapisan kedalaman integrasi ditampilkan pada Tabel 9 dan Gambar 37a. Tabel 9. Jumlah ikan tunggal berdasarkan lapisan kedalaman integrasi echo di tiap leg akustik pada Lokasi A (Juni 25). LEG Pjg Jlh. LEG Lapisan kedalaman integrasi echo ESDU (nm) Dasar Total Total Jumlah ikan yang diperoleh tiap leg merupakan jumlah ikan hasil integrasi echo pada lapisan -1 m hingga 8-9 m yang merepresentasikan jumlah ikan pelagis, sedangkan lapisan integrasi dasar untuk ikan demersal. Total jumlah ikan yang diperoleh selama penelitian bulan Juni 25 sebanyak ikan, yang terdiri dari (82 %) ikan pelagis dan (18 %) ikan demersal (Gambar 37b). Leg dengan jumlah ikan terbanyak ditemukan pada leg 6-7 sebesar ikan yang terdiri dari (85,34 %) ikan pelagis dan (14,66 %) ikan demersal. Jumlah ikan yang ditemukan pada leg ini merupakan

20 73 jumlah ikan terbanyak dari ke-7 leg, baik secara total maupun untuk ikan pelagis dan demersal. Jumlah ikan yang paling sedikit, baik secara total maupun untuk ikan pelagis dan demersal dijumpai pada leg 2-3 sebanyak ikan, dengan jumlah ikan pelagis 6 46 ikan (7 %) dan ikan demersal ikan (3 %). 3 N= (a) Jumlah Ikan (%) L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L Dasar Lapisan Integrasi Echo 7 6 Pelagis Demersal N= (b) Jumlah ikan (1³) Total Leg Akustik Gambar 37. Distribusi jumlah ikan tunggal berdasarkan: (a) lapisan integrasi echo dan (b) leg akustik di Lokasi A (Juni 25). Kepadatan ikan di LCSI secara keseluruhan pada Lokasi A (Juni 25) sebesar 7,9613 ikan m - ³ (Tabel 1). Kepadatan ikan di tiap leg menunjukkan bahwa dari 4 leg paralel (leg 1-2, leg 3-4, leg 6-7 dan leg 8-9), pada leg 8-9 ditemukan jumlah ikan ikan dengan kepadatan 2,41 ikan m - ³, sedangkan leg 6-7 yang merupakan leg dengan jumlah ikan terbanyak yang ditemukan, memiliki kepadatan sebesar 1,719 ikan m - ³. Dua leg lainnya yaitu leg 1-2 dan leg 3-4 memiliki kepadatan ikan sebesar,7896 ikan m - ³ dan,7176 ikan m - ³ dari jumlah ikan sebesar ikan dan ikan. Pada leg lainnya

21 74 yaitu leg antara, jumlah ikan terbanyak ditemukan pada leg 7-8 sebesar ikan dengan kepadatan 1,3917 ikan m - ³, kemudian leg 4-6 sebesar ikan dengan kepadatan 1,243 ikan m - ³dan pada leg 2-3 ditemukan jumlah ikan tunggal yang paling sedikit yaitu ikan dengan kepadatan,1165 ikan m - ³. Besarnya jumlah ikan tunggal yang ditemukan pada suatu leg tidak menunjukkan bahwa kepadatan ikan pada leg tersebut tinggi, karena tergantung pada panjang leg tersebut. Hal ini seperti terlihat pada leg 6-7 dimana ditemukan jumlah ikan tunggal terbanyak dari leg lainnya, namun karena legnya lebih panjang maka kepadatan ikan pada leg ini lebih kecil dibandingkan dengan leg 8-9 yang panjang legnya hanya 142,5 nm. Tabel 1. Kepadatan ikan tunggal (ikan m - ³) pada setiap leg akustik berdasarkan lapisan kedalaman integrasi echo LEG Pjg. LEG Jlh. Lapisan kedalaman integrasi echo ESDU Dasar Total 932, Berdasarkan hasil analisis pada lintasan akustik yang terdiri dari 187 ESDU, diperoleh jumlah ikan rata-rata ikan dengan kepadatan 1,3397 ikan m - ³. Rata-rata jumlah ikan pelagis sebesar ikan dengan kepadatan 1,3397 ikan m - ³, sedangkan ikan demersal sebesar 2 79 dengan kepadatan,417 ikan m - ³. Secara keseluruhan di Lokasi A, ditemukan kepadatan ikan,64-3,7456 ikan m - ³ dan hanya ditemukan satu ESDU dengan kepadatan ikan yang sangat tinggi yaitu ESDU 135 yang terletak pada posisi 18,3484 BT dan 1,8619 LU, dengan jumlah ikan tunggal yang diperoleh sebanyak ikan dan kepadatannya 1,9642 ikan m - ³. Kepadatan ikan pelagis dan demersal tertinggi juga ditemukan pada ESDU ini yaitu 8,5683 ikan m - ³ untuk ikan pelagis dan 2,3959 ikan m - ³ untuk ikan demersal. ESDU dengan jumlah dan kepadatan ikan terkecil ditemukan pada ESDU 142 yang terletak pada posisi 18,7452 BT dan 1,9123 LU yaitu dengan jumlah ikan 59 ikan dan kepadatannya,64 ikan m - ³. Total

22 75 Kepadatan ikan pelagis pada ESDU ini sebesar,41 ikan m - ³ dan ikan demersal sebesar,23 ikan m - ³ (Lampiran 2). Secara keseluruhan untuk 187 ESDU, hanya satu ESDU yang dijumpai ikan dengan kepadatan 1,96 ikan m - ³ yaitu pada ESDU ESDU diantaranya ditemukan ikan tunggal dengan kepadatan 2,5-5, ikan m - ³, 22 ESDU dengan kepadatan 2,-2,5 ikan m - ³; 2 ESDU dengan kepadatan 1,5-2, ikan m - ³; 46 ESDU dengan kepadatan 1,-1,5 ikan m - ³; 29 ESDU dengan kepadatan,5-1, ikan m - ³; dan 53 ESDU lainnya dijumpai ikan dengan kepadatan,-1, ikan m - ³ (Gambar 38a). Untuk ikan pelagis ditemukan 1 ESDU dengan kepadatan 8,57 ikan m - ³; 61 ESDU ditemukan dengan kepadatan,-,5 ikan m - ³; dan 125 ESDU lainnya tersebar dengan kepadatan ikan antara,5 ikan m - ³ hingga 5, ikan m - ³ (Gambar 38b). Hanya 1 ESDU dari 187 ESDU yang ditemukan ikan demersal dengan kepadatan 2,-2,5 ikan m - ³, sedangkan 186 ESDU lainnya mempunyai kepadatan,-,5 ikan m - ³ (Gambar 38c). Dari hasil analisis jumlah dan kepadatan ikan di tujuh leg akustik untuk lapisan kedalaman terjangkau, terlihat bahwa leg dengan perairan yang lebih dalam yaitu pada leg 6-7 dan leg 7-8. Integrasi echo pada kedua leg ini mencapai kedalaman 8-9 m. Pada leg 6-7 ditemukan jumlah ikan tunggal sebanyak 7 ikan dengan kepadatan,2 ikan m - ³ dan pada leg 7-8 sebanyak 2 92 ikan dengan kepadatan,184 ikan m - ³. Leg 3-4 dan leg 8-9 merupakan leg dengan kedalaman integrasi echo mencapai kedalaman 7-8 m. Jumlah dan kepadatan ikan di kedalaman ini untuk kedua leg tersebut masing-masing sebesar 62 ikan (,2 ikan m - ³) dan 638 ikan (,24 ikan m - ³). Pada leg 1-2, kedalaman lapisan integrasi echo mencapai kedalaman 6-7 m dan jumlah ikan yang ditemukan sebanyak 37 ikan dengan kepadatan,8 ikan m - ³, sedangkan kedalaman lapisan integrasi echo hingga kedalaman 5-6 m ditemukan pada leg 4-6 dan jumlah ikan yang ditemuikan sebanyak ikan dengan kepadatan sebesar,247 ikan m - ³. Leg 2-3 merupakan leg dengan kedalaman lapisan integrasi echo hanya mencapai kedalaman 2-3 m, dan jumlah ikan tunggal yang ditemukan pada leg ini sebesar 2 2 ikan dengan kepadatan,297 ikan m - ³. Sebagai gambaran distribusi kepadatan ikan tiap leg, maka dibuat penampang melintang distribusi kepadatan ikan untuk leg paralel seperti terlihat pada Gambar 39.

23 76 (a) LU Kep. Anambas P. Bintan Kep. Tambelan P. Lingga P. Subi 5-5 Jumlah Total (ikan/m³). to.5.5 to to to to to to 11. Skala 1 : Mil laut Lokasi Survei BT Peta Indeks (b) LU Kep. Anambas P. Bintan Kep. Tambelan P. Lingga P. Subi 5-5 Ikan Pelagis (ikan/m³). to.5.5 to to to to to to 1. Skala 1 : Mil laut Lokasi Survei BT Peta Indeks (c) LU Kep. Anambas P. Bintan Kep. Tambelan P. Lingga P. Subi Ikan Demersal (ikan/m³) 5-5. to.5.5 to to to to 2.5 Skala 1 : Mil laut Lokasi Survei BT Peta Indeks Gambar 38. Distribusi kepadatan ikan (ikan m - ³) berdasarkan ESDU di Lokasi A (Juni 25); (a) Total jumlah ikan, (b) Ikan Pelagis, dan (c) Ikan Demersal

24 77 (a) ESDU Kedalaman (m) Kepadatan (Ikan/m³) Jarak (nm) (b) ESDU Kedalaman (m) Kepadatan (Ikan/m³) Jarak (nm) (c) ESDU Kedalaman (m) Kepadatan (Ikan/m³) Jarak (nm) (d) ESDU Kedalaman (m) Kepadatan (Ikan/m³) Jarak (nm) Gambar 39. Distribusi kepadatan ikan (ikan m - ³) pada: (a) leg 1-2, (b) leg 3-4, (c) leg 6-7 dan leg 8-9 di Lokasi A (Juni 25).

25 78 Integrasi echo terhadap data akustik hasil penelitian di Lokasi B (Juli 26) dilakukan untuk ke-13 lapisan kedalaman integrasi dan lapisan integrasi dekat dasar. Hasilnya ditemukan total jumlah ikan tunggal sebanyak ikan, yang terdiri dari ikan pelagis sebanyak ikan (83 %) dan ikan demersal sebanyak ikan (17 %). Ikan tunggal terbanyak dari keseluruhan lapisan integrasi echo untuk ikan pelagis ditemukan pada lapisan kedalaman integrasi 6-7 m sebesar ikan, diikuti lapisan kedalaman integrasi 5-6 m sebanyak ikan. Jumlah ikan tunggal paling sedikit yaitu 64 ikan dijumpai pada lapisan kedalaman integrasi m dan hanya ditemukan pada leg Secara keseluruhan dari 13 lapisan kedalaman intergasi, terlihat bahwa ikan tunggal (ikan pelagis) lebih banyak mendominasi kolom perairan pada kedalaman 4-1 m (Tabel 11 dan Gambar 4a). Distribusi jumlah ikan tunggal tiap leg akustik, menunjukkan bahwa pada leg 5-6 dijumpai ikan tunggal dengan jumlah yang terbanyak yaitu ikan (2,4 %), yang terdiri dari ikan pelagis sebanyak ikan (85 %) dan ikan demersal ikan (15 %). Dua leg yang memiliki jumlah ikan > 3 adalah leg 3-4 dan leg 1-15 masing-masing sebanyak ikan (13,77 %) dan ikan (12,15 %). Pada kedua leg ini jumlah ikan demersal yang ditemukan dari jumlah ikan tunggal tiap leg ini masing-masing sebanyak ikan (2,64 %) dan ikan (14 %). Ikan tunggal yang paling sedikit dijumpai adalah pada leg 2-3 yaitu ikan (2,61 %) yang terdiri dari ikan pelagis sebanyak ikan (79,49 %) dan ikan demersal ikan (2,51 %). Distribusi jumlah ikan, baik ikan pelagis dan demersal yang ditemukan di Lokasi B seperti terlihat pada Gambar 4b. Hasil analisis distribusi jumlah dan kepadatan ikan tunggal terhadap 2 ESDU, diperoleh jumlah ikan rata-rata ikan per ESDU dengan kepadatan rata-rata 1,466 ikan m - ³. Jumlah ikan tunggal yang diperoleh untuk masingmasing ESDU berkisar ikan dengan kepadatan berkisar dari,5 ikan m - ³ hingga 2,95 ikan m - ³. Jumlah dan kepadatan ikan tertinggi ditemukan di ESDU 48 yaitu pada posisi sekitar 17,93 BT dan 2,9239 LU, sedangkan untuk jumlah dan kepadatan terendah ditemukan di ESDU 125 pada posisi sekitar 18,74 BT dan 4,4992 LU.

26 79 Tabel 11. Jumlah ikan tunggal berdasarkan lapisan kedalaman integrasi echo di tiap leg akustik pada Lokasi B (Juli 26). LEG Pjg LEG Jlh. Lapisan kedalaman integrasi echo ESDU Dasar Total Total Tabel 12. Kepadatan ikan tunggal (ikan/m³) berdasarkan lapisan kedalaman integrasi echo di tiap leg akustik pada Lokasi B (Juli 26). LEG Pjg. LEG Jlh. Lapisan Kedalaman Integrasi Echo ESDU Dasar Total Total

27 8 (a) 6 N= Jumlah ikan (1³) L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L1 L11 L12 L13 LDasar Lapisan Integrasi Echo (b) Jumlah Ikan (1³) N= Pelagis Demersal Total Leg Akustik Gambar 4. Distribusi jumlah ikan tunggal berdasarkan: (a) lapisan integrasi echo dan (b) leg akustik di Lokasi B (Juli 26). Jumlah rata-rata ikan pelagis sebesar ikan dengan kepadatan 1,2789 ikan m - ³, sedangkan ikan demersal sebesar ikan dengan kepadatan,4567 ikan m - ³ (Lampiran 3). Kepadatan ikan dari 2 ESDU, diperoleh 65 ESDU (32,5 %) dengan kepadatan sebesar,-1, ikan m - ³, 99 ESDU (49,5 %) dengan kepadatan 1,-2, ikan m - ³ dan 26 ESDU (12,9 %) dengan jumlah kepadatan 2,-2,5 ikan m - ³ serta 1 ESDU sisanya memiliki kepadatan 2,5-5. ikan m - ³. Kepadatan ikan pelagis di tiap ESDU, dijumpai dengan kepadatan,- 1, ikan m - ³ sebanyak 95 ESDU (47,5 %), kepadatan 1,-2, ikan m - ³ ditemukan pada 92 ESDU (46 %) dan 13 ESDU lainnya memiliki kepadatan 2,-3, ikan m - ³. Sedangkan ikan demersal untuk 2 ESDU yang ada, hanya ditemukan kepadatan < 1 ikan m - ³. Kepadatan tertinggi pada ESDU 97 sebanyak,83 ikan m - ³ dan 199 ESDU lainnya dengan kepadatan,-,35 ikan m - ³ (Gambar 41).

28 81 LU Jumlah Total (ikan/m³) (a) BT Peta Indeks. to.5.5 to to to to to 5. Skala 1 : Mil laut Lokasi Survei LU Ikan Pelagis (Ikan/m³) (b) BT Peta Indeks. to.5.5 to to to to to 3. Skala 1 : Mil laut Lokasi Survei LU (c) BT Ikan Demersal (Ikan/m³) Peta Indeks. to.2.2 to.4.4 to.6.6 to.8.8 to 1. Skala 1 : Mil laut Lokasi Survei Gambar 42. Distribusi kepadatan ikan (ikan m - ³) berdasarkan ESDU di Lokasi B (Juli 26). Total Jumlah Ikan, (b) Ikan Pelagis, dan (c) Ikan Demersal.

29 82 Hasil analisis distribusi dan kepadatan ikan di tiap leg akustik, ditemukan 3 leg dengan jumlah ikan > 3 ikan. Ketiga leg tersebut adalah leg 5-6 dengan kepadatan 2,27 ikan m - ³, diikuti leg 3-4 dengan kepadatannya 1,53 ikan m - ³, dan leg 1-15 dengan kepadatannya sebesar 1,35 ikan m - ³. Ikan tunggal dengan jumlah 1-3 ikan ditemukan pada 5 leg. Jumlah terbanyak pada leg sebesar ikan (8,6 %) dengan kepadatan,98 ikan m - ³ dan leg 6-7 dengan jumlah ikan yang paling sedikit di antara 5 leg tersebut yaitu (4,79 %) dengan kepadatan,53 ikan m - ³. Sedangkan ikan dengan jumlah <1 ikan ditemukan pada 6 leg lainnya, dengan jumlah ikan terbanyak pada leg sebesar ikan (3,95 %) dengan kepadatan,44 ikan m - ³ dan yang paling sedikit yaitu ikan (1,92 %) dengan kepadatan,21 ikan m - ³ pada leg Distribusi jumlah dan kepadatan ikan tiap leg terlihat pada Tabel 11 dan Tabel 12. Jumlah dan kepadatan ikan tunggal yang ditemukan di setiap leg akustik berbeda, sesuai dengan kedalaman lapisan integrasi echo yang terjangkauan. Leg dengan kedalaman lapisan integrasi terdalam ditemui pada leg 1-15 yaitu hingga lapisan kedalaman m. Jumlah ikan tunggal yang diperoleh pada leg ini sebanyak 64 ikan dan kepadatannya sebesar,3 ikan m - ³. Leg 4-5 dan leg memiliki jangkauan kedalaman lapisan integrasi mencapai m, dan jumlah ikan tunggalnya masing-masing sebanyak 112 ikan dan 866 ikan dengan kepadatannya sebesar,4 ikan m - ³ dan,37 ikan m - ³. Leg memiliki lapisan kedalaman integrasi hingga 1-11 m dan jumlah ikan tunggal yang ditemukan pada kedalaman ini ikan dengan kepadatan,26 ikan m - ³. Leg dengan jangkauan lapisan kedalaman integrasi hingga 9-1 m adalah leg 1-2, leg 3-4, leg 11-2 dan leg Jumlah dan kepadatan ikan tunggal dari keempat leg ini adalah leg 1-2 sebanyak 3 ikan (,1 ikan m - ³), leg 3-4 sebanyak 12 ikan (,4 ikan m - ³), leg sebanyak ikan (,26 ikan m - ³) dan leg sebanyak ikan (,99 ikan m - ³). Leg 7-8 dan leg 8-9 memiliki kedalaman lapisan integrasi echo hingga kedalaman 8-9 m dengan jumlah ikan masing-masing ikan (,158 ikan m - ³) dan ikan (,398 ikan m - ³). Sedangkan leg dengan jangkauan hingga kedalaman 7-8 m adalah leg 6-7 dengan jumlah ikan ikan (,462 ikan m - ³) dan leg 2-3 yang hanya memiliki lapisan integrasi hingga kedalaman 6-7 m

30 83 dengan jumlah ikannya sebanyak ikan dan kepadatannya sebesar,393 ikan m - ³. Distribusi kepadatan ikan tunggal berdasarkan ESDU pada lima leg paralel seperti terlihat pada Gambar 42. ESDU ESDU a) b) Kedalaman (m) -6-8 Kedalaman (m) Kepadatan Ikan (Ikan/m³) Kepadatan Ikan (Ikan/m³) Jarak (nm) Jarak (nm) ESDU c) -2-4 Kedalaman (m) Kepadatan Ikan (Ikan/m³) Jarak (nm) ESDU d) -4 Kedalaman (m) Kepadatan Ikan (Ikan/m³) Jarak (nm) ESDU e) -4 Kedalaman (m) Kepadatan Ikan (Ikan/m³) Jarak (nm) Gambar 42. Distribusi kepadatan ikan (ikan m - ³) pada: (a) leg 1-2, (b) leg 3-4, (c) leg 6-7, (d) leg1-15 dan (e) leg13-14 di Lokasi B ( Juli 26).

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK 5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK Pendahuluan Sumberdaya perikanan LCS merupakan kontribusi utama yang sangat penting di tingkat lokal, regional dan internasional untuk makanan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari Ekspedisi Selat Makassar 2003 yang diperuntukkan bagi Program Census of Marine Life (CoML) yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º - 138 º BT (Gambar 2), pada bulan November 2006 di Perairan Laut Arafura, dengan kedalaman

Lebih terperinci

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH P. Ika Wahyuningrum AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH Suatu teknologi pendeteksian obyek dibawah air dengan menggunakan instrumen akustik yang memanfaatkan suara dengan gelombang tertentu Secara

Lebih terperinci

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG Pendugaan Kelimpahan dan Sebaran Ikan... Metode Akustik di Perairan Belitung (Fahmi, Z.) PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG ABSTRAK Zulkarnaen

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen Dasar Laut Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat yang lain, baik secara vertikal maupun secara

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 8 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 8 Peta lokasi penelitian. 30 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan data hasil survei akustik yang dilaksanakan oleh Balai Riset Perikanan Laut (BRPL), Dirjen Perikanan Tangkap, KKP RI pada bulan Juni

Lebih terperinci

Gambar 8. Lokasi penelitian

Gambar 8. Lokasi penelitian 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 Januari-3 Februari 2011 yang di perairan Pulau Gosong, Pulau Semak Daun dan Pulau Panggang, Kabupaten

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sedimen Dasar Perairan Berdasarkan pengamatan langsung terhadap sampling sedimen dasar perairan di tiap-tiap stasiun pengamatan tipe substrat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

Lebih terperinci

4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI

4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI 4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI Pendahuluan Ikan dipengaruhi oleh suhu, salinitas, kecepatan arus, oksigen terlarut dan masih banyak faktor lainnya (Brond 1979).

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 16-18 Mei 2008 di perairan gugusan pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 11). Lokasi ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 Juli 2011 yang meliputi tahapan persiapan, pengukuran data lapangan, pengolahan dan analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, diperoleh data yang diuraikan pada Tabel 4. Lokasi penelitian berada

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Waduk Ir. H. Djuanda dan Laboratorium Akustik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor. Kegiatan penelitian ini terbagi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Nilai Target Strength (TS) Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) Nilai target strength (TS) merupakan parameter utama pada aplikasi metode akustik dalam menduga kelimpahan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan lanjutan yang dilakukan dari bulan Juli sampai bulan Agustus menggunakan data hasil olahan dalam bentuk format *raw.dg yang

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 17 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 211, sedangkan survei data dilakukan oleh pihak Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) Departemen

Lebih terperinci

Oleh : HARDHANI EKO SAPUTRO C SKRIPSI

Oleh : HARDHANI EKO SAPUTRO C SKRIPSI PENGUKURAN NILAI DAN SEBARAN TARGET STRENGTH IKAN PELAGIS DAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI (SPLIT BEAM ACOUSTIC SYSTEM) DI LAUT A MFUM PADA BULAN OKTOBER-NOPEMBER 2003 Oleh :

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data akustik dilakukan pada tanggal 29 Januari sampai 3 Februari 2011 di perairan Kepulauan Seribu. Wilayah penelitian mencakup di

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengambilan Contoh Dasar Gambar 16 merupakan hasil dari plot bottom sampling dari beberapa titik yang dilakukan secara acak untuk mengetahui dimana posisi target yang

Lebih terperinci

Scientific Echosounders

Scientific Echosounders Scientific Echosounders Namun secara secara elektronik didesain dengan amplitudo pancaran gelombang yang stabil, perhitungan waktu yang lebih akuran dan berbagai menu dan software tambahan. Contoh scientific

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Peta Batimetri Laut Arafura Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori perairan dangkal dimana kedalaman mencapai 100 meter. Berdasarkan data

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Lifeform Karang Secara Visual Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berdasarkan hasil identifikasi

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret September 2011 dengan menggunakan data berupa data echogram dimana pengambilan data secara in situ dilakukan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut Sedimen yang merupakan partikel lepas (unconsolidated) yang terhampar di daratan, di pesisir dan di laut itu berasal dari batuan atau material yang mengalami

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Jarak Near Field (R nf ) yang diperoleh pada penelitian ini dengan menggunakan formula (1) adalah 0.2691 m dengan lebar transducer 4.5 cm, kecepatan suara 1505.06

Lebih terperinci

DISTRIBUSI, DENSITAS IKAN DAN KONDISI FISIK OSEANOGRAFI DI SELAT MALAKA

DISTRIBUSI, DENSITAS IKAN DAN KONDISI FISIK OSEANOGRAFI DI SELAT MALAKA 2003 Julius A.N. Masrikat Posted 11 December 2003 Makalah Pribadi Pengantar Ke Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Desember 2003 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dasar perairan memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai habitat bagi bermacam-macam makhluk hidup yang kehidupannya berasosiasi dengan lingkungan perairan.

Lebih terperinci

4. BAHAN DAN METODA. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

4. BAHAN DAN METODA. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 41 4. BAHAN DAN METODA 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan dua data yaitu (1) data primer yang diperoleh saat penulis mengikuti riset pada tahun 2002, yang merupakan bagian dari

Lebih terperinci

Oleh : PAHMI PARHANI C SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Oleh : PAHMI PARHANI C SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan STUDI TENTANG ARAH DAN KECEPATAN RENANG IKAN PELAGIS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TEmAGI (SPLIT-BEAM ACOUSTIC SYSTEM ) DI PERAIRAN TELUK TOMINI PADA BULAN JULI-AGUSTUS 2003 Oleh : PAHMI PARHANI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Substrat dasar perairan memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai habitat bagi bermacam-macam biota baik itu mikrofauna maupun makrofauna. Mikrofauna berperan

Lebih terperinci

DETEKSI SEBARAN IKAN PADA KOLOM PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK INTEGRASI KUMULATIF DI KECAMATAN SUMUR, PANDEGLANG BANTEN

DETEKSI SEBARAN IKAN PADA KOLOM PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK INTEGRASI KUMULATIF DI KECAMATAN SUMUR, PANDEGLANG BANTEN DETEKSI SEBARAN IKAN PADA KOLOM PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK INTEGRASI KUMULATIF DI KECAMATAN SUMUR, PANDEGLANG BANTEN Oleh : Ahmad Parwis Nasution PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai pada tanggal 20 Januari 2011 dan menggunakan data hasil survei Balai Riset Perikanan Laut (BRPL). Survei ini dilakukan mulai

Lebih terperinci

Citra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1

Citra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1 3 METODOLOGI Secara garis besar metode penelitian dalam disertasi ini berkaitan dengan permasalahan identifikasi kawanan ikan secara hidroakustik yang berkaitan dengan pengukuran dan pemrosesan data hidroakustik,

Lebih terperinci

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA 2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA Pendahuluan LCSI terbentang dari ekuator hingga ujung Peninsula di Indo-Cina. Berdasarkan batimetri, kedalaman maksimum perairannya 200 m dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini teknologi hidroakustik atau perangkat lunak pengolah sinyal akustik masih sulit untuk dapat mengetahui jenis dan panjang ikan secara langsung dan akurat. Selama

Lebih terperinci

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU Oleh: Munawir C64102020 PR AN TEKNOLOGI KELAUTAN AN DAN I Lm KELAUTAN INSTITUT PERTANLAN

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yaitu Laut Cina Selatan yang berada. pada posisi antara 104'00' ' BT dan 03'00'-03'00'

Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yaitu Laut Cina Selatan yang berada. pada posisi antara 104'00' ' BT dan 03'00'-03'00' 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yaitu Laut Cina Selatan yang berada pada posisi antara 104'00'-1 10 00' BT dan 03'00'-03'00' LU, dan Selat

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penangkapan Ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penangkapan Ikan 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penangkapan Ikan Suatu wilayah perairan laut dapat dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan apabila terjadi interaksi antara sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU Oleh: Arief Wijaksana C64102055 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Model integrasi echo dasar laut Blok diagram scientific echosounder ditampilkan pada Gambar I. echo pada pre-amplifier, ERB :

Model integrasi echo dasar laut Blok diagram scientific echosounder ditampilkan pada Gambar I. echo pada pre-amplifier, ERB : N AWSTIK SCATTERINGSTRENGTH DASAR LAUT DAN IDENTIFIKASI WABIcrAT I DENGAN ECHOSOUNDER (Measurement of Acoustic ScatGering Strength of Sea Bottom and Identification of Fish Habitat Using Echosounder) Oleh:

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Penyebaran target strength ikan Target strength (TS) sangat penting dalam pendugaan densitas ikan dengan metode hidroakustik karena untuk dapat mengetahui ukuran

Lebih terperinci

PEMAlUIAN DUAL FREKUENSI DALAM PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK (FURUNO FQ 80) DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN.

PEMAlUIAN DUAL FREKUENSI DALAM PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK (FURUNO FQ 80) DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN. as-' PEMAlUIAN DUAL FREKUENSI DALAM PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK (FURUNO FQ 80) DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN Oleh : Natalia Trita Agnilta C64102012 PROGRAM STUD1 ILMU

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perairan umum daratan Indonesia memiliki keanekaragaman jenis ikan yang tinggi, sehingga tercatat sebagai salah satu perairan dengan mega biodiversity di Indonesia. Komisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

Arqi Eka Pradana Netro Handaru Fajar Lukman Hakim Muhammad Rizki Nandika Elok Puspa

Arqi Eka Pradana Netro Handaru Fajar Lukman Hakim Muhammad Rizki Nandika Elok Puspa Arqi Eka Pradana 115080201111007 Netro Handaru 115080600111005 Fajar Lukman Hakim 115080600111023 Muhammad Rizki Nandika 115080601111018 Elok Puspa Nirmala 115080213111012 M Rifki Fajarulloh 115080201111035

Lebih terperinci

terdistribusi pada seluruh strata kedalaman, bahkan umumnya terdapat dalam frekuensi yang ringgi. Secara horisontal, nilai target strength pada

terdistribusi pada seluruh strata kedalaman, bahkan umumnya terdapat dalam frekuensi yang ringgi. Secara horisontal, nilai target strength pada Dian Herdiana (C06499072). Pendugaan Pola Distribnsi Spasio-Temporal Target Strettgth Ikan Pelagis dengan Split Beam Acor~stic System di Perairan Teluk Tomini pada Bulan Juli-Amstus 2003. Di bawah bimbin~an

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian TINJAUAN PUSTAKA.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Perairan Indonesia merupakan perairan di mana terjadi lintasan arus yang membawa massa air dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia yang biasanya disebut

Lebih terperinci

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 4. No. 1 Mei 2013: 31-39 ISSNN 2087-4871 HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011 (THE RELATION

Lebih terperinci

DISTRIBUSI SPASIAL KEPADATAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN ENGGANO

DISTRIBUSI SPASIAL KEPADATAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN ENGGANO DISTRIBUSI SPASIAL KEPADATAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN ENGGANO Oleh: Deddy Bakhtiar deddy_b2@yahoo.co.id Prodi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jl. Raya Kandang Limun Bengkulu 38371A.

Lebih terperinci

5 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN METODE STATISTIK

5 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN METODE STATISTIK 5 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN METODE STATISTIK 5.1 Pendahuluan Dalam bidang perikaan, metode statistik adalah metode analisis yang paling sering digunakan dalam melakukan identifikasi

Lebih terperinci

KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA MILYAN U. LATUE DICKY STELLA L. TOBING

KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA MILYAN U. LATUE DICKY STELLA L. TOBING SISTEM SONAR KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA 2012-64-0 MILYAN U. LATUE 2013-64-0 DICKY 2013-64-0 STELLA L. TOBING 2013-64-047 KARAKTERISASI PANTULAN AKUSTIK KARANG MENGGUNAKAN ECHOSOUNDER SINGLE BEAM Baigo Hamuna,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini menggunakan data side scan sonar yang berasal dari survei lapang untuk kegiatan pemasangan kabel PLN yang telah dilakukan oleh Pusat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian dasar perairan dapat digunakan secara luas, dimana para ahli sumberdaya kelautan membutuhkannya sebagai kajian terhadap habitat bagi hewan bentik (Friedlander et

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji

2. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji (1987), paparan Arafura (diberi nama oleh Krummel, 1897) ini terdiri dari tiga

Lebih terperinci

Densitas Ikan Pelagis Kecil Secara Akustik di Laut Arafura

Densitas Ikan Pelagis Kecil Secara Akustik di Laut Arafura Jurnal Penelitian Sains Volume 13 Nomer 1(D) 13106 Densitas Ikan Pelagis Kecil Secara Akustik di Laut Arafura Fauziyah dan Jaya A PS. Ilmu Kelautan FMIPA, Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan, Indonesia

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Ukuran Tubuh Ikan Acoustical length adalah panjang target dalam akustik pada sebuah target, dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau panjang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. hidroakustik merupakan data hasil estimasi echo counting dan echo integration

2. TINJAUAN PUSTAKA. hidroakustik merupakan data hasil estimasi echo counting dan echo integration 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode Hidroakustik 2.1.1. Prinsip Kerja Metode Hidroakustik Hidroakustik merupakan ilmu yang mempelajari gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium, dalam hal ini

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Survei hidroakustik dalam bidang perikanan dilakukan dengan tujuan untuk memperkirakan stok ikan di suatu perairan. Untuk memenuhi harapan tersebut, survei-survei yang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Akustik adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya di dalam

2. TINJAUAN PUSTAKA. Akustik adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya di dalam 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidroakustik Akustik adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya di dalam suatu medium (dalam hal ini air). Untuk memperoleh informasi tentang obyek bawah air digunakan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) pada tanggal 15 Januari sampai 15

3. BAHAN DAN METODE. dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) pada tanggal 15 Januari sampai 15 13 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Data diperoleh dari survei yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) pada tanggal 15 Januari sampai 15 Februari

Lebih terperinci

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan 4. HASIL PEMBAHASAN 4.1 Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, ditemukan 3 jenis spesies lamun yakni Enhalus acoroides, Cymodocea

Lebih terperinci

Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air.

Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air. SONAR Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air. Cara Kerja Sonar merupakan sistem yang menggunakan gelombang suara bawah

Lebih terperinci

PENENTUAN SEBARAN Sa (Backscattering Area) DI LAUT FLORES BERDASARKAN METODE PROGRESSIVE THRESHOLD

PENENTUAN SEBARAN Sa (Backscattering Area) DI LAUT FLORES BERDASARKAN METODE PROGRESSIVE THRESHOLD PENENTUAN SEBARAN Sa (Backscattering Area) DI LAUT FLORES BERDASARKAN METODE PROGRESSIVE THRESHOLD SITI KOMARIYAH SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 39 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Profil Kecepatan Suara Profil kecepatan suara (SVP) di lokasi penelitian diukur secara detail untuk mengurangi pengaruh kesalahan terhadap data multibeam pada

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan Pada mulanya penggunaan lampu untuk penangkapan masih terbatas pada daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi

Lebih terperinci

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI SANTI OKTAVIA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Daerah Penelitian Penelitian hidroakustik meliputi daerah tubir bagian luar (perairan Teluk Tomini), daerah tubir bagian dalam (perairan pulau Una-una) dan daerah

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER. Septian Nanda dan Aprillina Idha Geomatics Engineering

PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER. Septian Nanda dan Aprillina Idha Geomatics Engineering PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER Septian Nanda - 3311401055 dan Aprillina Idha - 3311401056 Geomatics Engineering Marine Acoustic, Batam State Politechnic Email : prillyaprillina@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

PENDUGAAN NlLAl DAN SEBARAN TARGETSTRENGTH IKAN PELAGIS Dl SELAT MAKASSAR PADA BULAN OKTOBER Oleh FERl SUSANDI C

PENDUGAAN NlLAl DAN SEBARAN TARGETSTRENGTH IKAN PELAGIS Dl SELAT MAKASSAR PADA BULAN OKTOBER Oleh FERl SUSANDI C PENDUGAAN NlLAl DAN SEBARAN TARGETSTRENGTH IKAN PELAGIS Dl SELAT MAKASSAR PADA BULAN OKTOBER 2003 Oleh FERl SUSANDI C06498002 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Pengembangan Teknologi Terapan Untuk Meningkatkan Produksi Perikanan Seminar Nasional Perikanan Indonesia November 2014, STP JAKARTA

Pengembangan Teknologi Terapan Untuk Meningkatkan Produksi Perikanan Seminar Nasional Perikanan Indonesia November 2014, STP JAKARTA KARAKTERISTIK MORFOMETRI PERAIRAN DAN ESTIMASI KELIMPAHAN IKAN DI WADUK MALAHAYU DENGAN METODE HIDROAKUSTIK 1 ABSTRAK Zulkarnaen Fahmi 2 dan Agus Arifin Sentosa 2 Penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

PENGUKURAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI (SPLIT BEAM) DI LAUT JAWA PADA BULAN MEI 2006

PENGUKURAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI (SPLIT BEAM) DI LAUT JAWA PADA BULAN MEI 2006 PENGUKURAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI (SPLIT BEAM) DI LAUT JAWA PADA BULAN MEI 2006 Oleh : Roy Burdah C 64103001 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

0643 DISTRIBUSI NILAI TARGETSTRENGTH DAN DENSITAS I ON PELAGIS DENGAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI D1 LAUT TIMOR PADA BULAN DESEMBER 2003

0643 DISTRIBUSI NILAI TARGETSTRENGTH DAN DENSITAS I ON PELAGIS DENGAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI D1 LAUT TIMOR PADA BULAN DESEMBER 2003 204 0643 DISTRIBUSI NILAI TARGETSTRENGTH DAN DENSITAS I ON PELAGIS DENGAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI D1 LAUT TIMOR PADA BULAN DESEMBER 2003 PROGRAM STUD1 ILIMU KELAUTAS DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, yaitu pada bulan Maret sampai

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, yaitu pada bulan Maret sampai 27 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, yaitu pada bulan Maret sampai dengan Juli 2012. Data yang digunakan merupakan data mentah (raw data) dari

Lebih terperinci

TEKNOLOGI AKUSTIK BAWAH AIR: SOLUSI DATA PERIKANAN LAUT INDONESIA

TEKNOLOGI AKUSTIK BAWAH AIR: SOLUSI DATA PERIKANAN LAUT INDONESIA Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 3, Desember 2014: 181-186 ISSN : 2355-6226 TEKNOLOGI AKUSTIK BAWAH AIR: SOLUSI DATA PERIKANAN LAUT INDONESIA Henry M. Manik Departemen Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

PENERAPAN SINGLE ECHO DETECTION DALAM ESTIMASI TARGET STRENGTH DAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK SONAR5-PRO INDAH NURKOMALA

PENERAPAN SINGLE ECHO DETECTION DALAM ESTIMASI TARGET STRENGTH DAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK SONAR5-PRO INDAH NURKOMALA PENERAPAN SINGLE ECHO DETECTION DALAM ESTIMASI TARGET STRENGTH DAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK SONAR5-PRO INDAH NURKOMALA DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV 3.1. Persiapan Sebelum kegiatan survei berlangsung, dilakukan persiapan terlebih dahulu untuk mempersiapkan segala peralatan yang dibutuhkan selama kegiatan survei

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Bentuk Pertumbuhan Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Bentuk Pertumbuhan Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang merupakan satu kesatuan dari berbagai jenis karang. Terumbu karang adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Peralatan. Sari. Abstract. Subarsyah dan M. Yusuf

Pendahuluan. Peralatan. Sari. Abstract. Subarsyah dan M. Yusuf PENGARUH FREKUENSI GELOMBANG TERHADAP RESOLUSI DAN DELINEASI PERLAPISAN SEDIMEN BAWAH PERMUKAAN DARI DUA INSTRUMEN AKUSTIK YANG BERBEDA DI SUNGAI SAGULING Subarsyah dan M. Yusuf Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

APLIKASI SPLIT BEAM AKUSTIK ( BEAM TERGAGI AKUSTIK) UNTUK DETEKSI SINGLE TARGET DAN SCATTERING VOLUME DALAM PENDUGAAN DENSITAS IKAN DIBIDANG PERIKANAN

APLIKASI SPLIT BEAM AKUSTIK ( BEAM TERGAGI AKUSTIK) UNTUK DETEKSI SINGLE TARGET DAN SCATTERING VOLUME DALAM PENDUGAAN DENSITAS IKAN DIBIDANG PERIKANAN APLIKASI SPLIT BEAM AKUSTIK ( BEAM TERGAGI AKUSTIK) UNTUK DETEKSI SINGLE TARGET DAN SCATTERING VOLUME DALAM PENDUGAAN DENSITAS IKAN DIBIDANG PERIKANAN Muhammad Zainuddin Lubis 1, Sri Pujiyati 2, Pratiwi

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Gambar 10. Lokasi penelitian

3. METODOLOGI. Gambar 10. Lokasi penelitian 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 29 Januari 2 Februari 2011 yang berlokasi di sekitar perairan Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Karya dan Pulau

Lebih terperinci

PENGUKURAN HAMBUR BALIK AKUSTIK DASAR LAUT DI SEKITAR KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN SPLIT BEAM ECHOSOUNDER

PENGUKURAN HAMBUR BALIK AKUSTIK DASAR LAUT DI SEKITAR KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN SPLIT BEAM ECHOSOUNDER PENGUKURAN HAMBUR BALIK AKUSTIK DASAR LAUT DI SEKITAR KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN SPLIT BEAM ECHOSOUNDER KORSUES LUMBAN GAOL SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

ANALISIS PENDUGAAN TARGET STRENGTH TERHADAP UKURAN PANJANG IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI PERAIRAN PULAU KONGSI, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS PENDUGAAN TARGET STRENGTH TERHADAP UKURAN PANJANG IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI PERAIRAN PULAU KONGSI, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS PENDUGAAN TARGET STRENGTH TERHADAP UKURAN PANJANG IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI PERAIRAN PULAU KONGSI, KEPULAUAN SERIBU LEONARD UNDUK SIMBOLON SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI DATA HIDROAKUSTIK BERBASIS WEBSITE

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI DATA HIDROAKUSTIK BERBASIS WEBSITE RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI DATA HIDROAKUSTIK BERBASIS WEBSITE Oleh : Asep Ma mun C64104030 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sedimen merupakan unsur pembentuk dasar perairan. Interaksi antara arus dengan dasar perairan berpengaruh terhadap laju angkutan sedimen. Laju angkutan sedimen tersebut

Lebih terperinci

PEMETAAN BATIMETRI MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI MUARA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN

PEMETAAN BATIMETRI MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI MUARA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Juli 2017, 9(2):77-84 PEMETAAN BATIMETRI MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI MUARA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN BATIMETRY MAPPING USING ACOUSTIC METHOD

Lebih terperinci

ANALISIS SWIMMING LAYERS DAN SEBARAN DENSITAS IKAN PELAGIS KECIL DI SELAT MAKASSAR DENGAN PENDEKATAN HIDROAKUSTIK DONWILL PANGGABEAN

ANALISIS SWIMMING LAYERS DAN SEBARAN DENSITAS IKAN PELAGIS KECIL DI SELAT MAKASSAR DENGAN PENDEKATAN HIDROAKUSTIK DONWILL PANGGABEAN ANALISIS SWIMMING LAYERS DAN SEBARAN DENSITAS IKAN PELAGIS KECIL DI SELAT MAKASSAR DENGAN PENDEKATAN HIDROAKUSTIK DONWILL PANGGABEAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam. pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic

2. TINJAUAN PUSTAKA. Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam. pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode hidroakustik Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic instrumen), antara lain: echosounder,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin banyak penerapan teknologi dalam kehidupan sehari-hari yang berdasarkan perkembangan pemanfaatan energi dan sumber daya alam di laut Indonesia, maka ini

Lebih terperinci

2. TINJUAUAN PUSTAKA

2. TINJUAUAN PUSTAKA 2. TINJUAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Kerja Metode Hidroakustik Hidroakustik merupakan ilmu yang mempelajari gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium, dalam hal ini mediumnya adalah air. Data hidroakustik

Lebih terperinci

APLIKASI SPLIT BEAM AKUSTIK ( BEAM TERGAGI AKUSTIK) UNTUK DETEKSI SINGLE TARGET DAN SCATTERING VOLUME DALAM PENDUGAAN DENSITAS IKAN DIBIDANG PERIKANAN

APLIKASI SPLIT BEAM AKUSTIK ( BEAM TERGAGI AKUSTIK) UNTUK DETEKSI SINGLE TARGET DAN SCATTERING VOLUME DALAM PENDUGAAN DENSITAS IKAN DIBIDANG PERIKANAN APLIKASI SPLIT BEAM AKUSTIK ( BEAM TERGAGI AKUSTIK) UNTUK DETEKSI SINGLE TARGET DAN SCATTERING VOLUME DALAM PENDUGAAN DENSITAS IKAN DIBIDANG PERIKANAN OLEH : MUHAMMAD ZAINUDDIN LUBIS C552140121 TUGAS AKUSTIK

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode penangkapan ikan dengan menggunakan cahaya sudah sejak lama diketahui sebagai perlakuan yang efektif untuk tujuan penangkapan ikan tunggal maupun berkelompok (Ben-Yami,

Lebih terperinci

ME FEnR OF ME LORD IS ME BECIHtlIHG Of WLEDGE : BUT FOOLS DESPISE WISDGii N(D IHSIRUCTIM1.

ME FEnR OF ME LORD IS ME BECIHtlIHG Of WLEDGE : BUT FOOLS DESPISE WISDGii N(D IHSIRUCTIM1. ME FEnR OF ME LORD IS ME BECIHtlIHG Of WLEDGE : BUT FOOLS DESPISE WISDGii N(D IHSIRUCTIM1. C PROUERBS 1 : 7 > WIWUH XIIR I(MGUfiGMP RRHRSIR MU1 MH FRMNFIIRIKnHmII UMUX KESEJIIHII31RAH UWI MMJSIII?? JAURBIIWR

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan 2.1.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) Ikan lele Dumbo merupakan hibrida dari jenis Clarias fuscus untuk induk betina yang merupakan lele asal Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Survei batimetri merupakan proses untuk mendapatkan data kedalaman dan kondisi topografi dasar laut, termasuk lokasi obyek-obyek yang mungkin membahayakan. Pembuatan

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM AKUSTIK KELAUTAN

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM AKUSTIK KELAUTAN BUKU PANDUAN PRAKTIKUM AKUSTIK KELAUTAN Disusun Oleh : TIM ASISTEN AKUSTIK KELAUTAN Nama : NIM : Kelompok : FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 KATA PENGANTAR Syukur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Gangguan Pada Audio Generator Terhadap Amplitudo Gelombang Audio Yang Dipancarkan Pengukuran amplitudo gelombang audio yang dipancarkan pada berbagai tingkat audio generator

Lebih terperinci

DENI ACHMAD SOEBOER, S.Pi, M.Si

DENI ACHMAD SOEBOER, S.Pi, M.Si DENI ACHMAD SOEBOER, S.Pi, M.Si 08121104059 soeboer@yahoo.com TIM PENGAJAR EKSPLORATORI PENANGKAPAN IKAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FPIK-INSTITUT PERTANIAN BOGOR Echo-sounder + alat yang

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009]

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009] BAB III REALISASI DAN HASIL SURVEI 3.1 Rencana dan Pelaksanaan Survei Survei dilakukan selama dua tahap, yaitu tahap I adalah survei batimetri untuk menentukan Foot Of Slope (FOS) dengan menggunakan kapal

Lebih terperinci