VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. OBSERVASI LAPANG Ruang lingkup observasi di lapangan terfokus pada proses pengolahan chicken nugget. Observasi lapang meliputi kegiatan pengamatan proses pembuatan chicken nugget di PT. Belfoods Indonesia dan kegiatan identifikasi permasalahan sepanjang proses produksi dan mutu produk akhir. PT. Belfoods Indonesia selama ini telah menggunakan tujuh alat bantu atau seven tools untuk menganalisa permasalahan kerusakan produk maupun loss bahan yang terjadi sepanjang proses produksi melalui kegiatan Quality Control Circle (QCC). Kerusakan produk yang dianalisa meliputi produk customer atau produk baru. Dengan melakukan pemisahan jenis kerusakan produk, perusahaan melakukan analisa faktor-faktor penyebab terjadinya kerusakan. Chicken nugget merupakan produk utama yang paling banyak diproduksi di PT. Belfoods Indonesia. Sebagai perusahaan yang mengutamakan kualitas produk maupun proses produksi, permasalahan kerusakan produk menjadi hal penting yang harus dibahas untuk dianalisa faktor penyebabnya. Kerusakan produk akhir tentunya berhubungan dengan kondisi proses produksinya, terutama kondisi pengendalian parameter proses. Pihak perusahaan selama ini masih terfokus untuk memonitor parameter proses maupun produk akhir dengan spesifikasi yang telah ditetapkan selama ini. Pihak produksi maupun QC juga menganalisa permasalahan kerusakan produk baru secara kualitatif dengan melakukan modifikasi bahan maupun pengamatan secara terus-menerus untuk menurunkan kerusakan produk yang terjadi. Penerapan pengendalian mutu menggunakan teknik-teknik statistika atau Statistical Process Control merupakan metode yang paling mudah digunakan untuk menjelaskan bagaimana kondisi proses yang terjadi sehingga menimbulkan kerusakan produk. Hasil analisis data akan menghasilkan kondisi aktual yang diinterpretasikan melalui bentuk bagan maupun grafik sehingga lebih mudah untuk dipahami dan hasilnya diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi dengan para pekerja di lapangan, dihasilkan suatu kesimpulan bahwa beberapa bulan belakangan ini terjadi kerusakan bentuk produk chicken nugget selama proses produksi berlangsung. Semakin meningkatnya jumlah produk akhir yang mengalami kerusakan tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Hasil identifikasi permasalahan melalui observasi di lapangan ini menjadi dasar dilakukannya pengumpulan beberapa data yang berkaitan dengan kerusakan produk nugget untuk dianalisis sesuai dengan metode statistikal yang selama ini diterapkan oleh perusahaan melalui pelaksanaan Quality Control Circle (QCC). B. PENGUMPULAN DATA Pengumpulan data dilakukan setelah kegiatan observasi lapang. Data yang dikumpulkan bersumber dari data dokumentasi perusahaan atau data sekunder dan data aktual di lapangan baik berupa data kualitatif maupun data kuantitatif. Dari hasil observasi lapang, pihak produksi menyatakan bahwa sering terjadi kerusakan produk chicken nugget terutama chicken nugget B. Kerusakan produk yang terjadi dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak perusahaan. Oleh karena itu perlu dilakukan tindak analisis terhadap permasalahan melalui data-data aktual yang terkumpul. 33

2 Langkah awal pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengolahan terhadap data dokumentasi produksi selama 3 bulan terakhir untuk melihat persentase kerusakan yang terjadi terhadap beberapa jenis produk chicken nugget yang paling banyak diproduksi di PT. Belfoods Indonesia. Berdasarkan grafik perbandingan tingkat kerusakan ketiga jenis produk tersebut yang ditunjukkan pada Gambar 0, terlihat bahwa chicken nugget B terus mengalami peningkatan persentase kerusakan lebih tinggi dibandingkan kedua jenis chicken nugget lainnya. Perbandingan Kerusakan Produk Chicken Nugget PT. Belfoods Indonesia,4,2 Chicken nugget A 0,8 Chicken nugget B 0,6 Chicken nugget C 0,4 0,2 0 Bulan Nov-0 Des-0 Jan- Kerusakan (%) Gambar 0. Perbandingan persentase kerusakan 3 jenis produk chicken nuggetdi PT. Belfoods Indonesia Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menganalisa jenis kerusakan yang terjadi pada produk chicken nugget B melalui pengamatan di ruang pengemasan. Kerusakan produk chicken nugget B terbagi menjadi beberapa kategori dan setiap kategori atau jenis kerusakan dapat terjadi pada titik proses yang berbeda. Spesifikasi produk chicken nugget B yang diinginkan (produk standar) adalah produk chicken nugget yang memiliki bentuk memanjang (7-8 cm) dengan bobot -3 gram per piece dan memiliki lapisan coating yang sempurna. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa terdapat 6 jenis kerusakan produk chicken nugget B, yaitu bentuk bengkok, kecil atau pendek, menempel, hancur, terkelupas dan patah. Jenis kerusakan chicken nugget B ini dapat dilihat pada Gambar. Berikut adalah deskripsi jenis kerusakan produk chicken nugget B. Produk bengkok Produk nugget bengkok adalah produk nugget yang tidak berbentuk lurus dan standar, tetapi melengkung dengan sudut tertentu (<60⁰). Standar produk nugget dengan sudut 60⁰ sampai 80⁰ masih dalam batas toleransi untuk lolos dalam proses penyortiran. Produk kecil Produk nugget kecil adalah produk nugget yang masih berbentuk lurus dan terlapisi/tercoating dengan sempurna namun memiliki ukuran panjang yang kurang dari standar (7-8 cm) dengan batas toleransi sampai dengan 6 cm dan memiliki bobot kurang dari 0 gram. Produk menempel Produk nugget menempel merupakan dua atau lebih produk nugget yang saling menempel menjadi satu bagian. Biasanya produk yang menempel tercoating menjadi satu bagian dan mengalami pengelupasan jika dipisahkan. 34

3 Produk hancur Produk nugget hancur adalah produk nugget yang mengalami kerusakan fisik seperti memiliki bentuk tidak beraturan, gepeng atau pecah pada sebagian atau di seluruh bagiannya sehingga sangat tidak layak untuk dikemas. Produk terkelupas Produk nugget terkelupas adalah produk yang mengalami pengelupasan pada satu atau beberapa bagian. Terlihat dari lapisan atau coating produk nugget yang tidak sempurna sehingga bagian dalam produk nugget terlihat dengan jelas. Produk patah Produk nugget patah adalah produk yang memiliki ukuran yang lebih pendek dari standar dan memiliki bekas patahan di salah satu ujungnya sehingga bagian dalam nugget dapat terlihat dengan jelas. (a) (b) (c) (d) (e) (f) Keterangan : (a) produk bengkok, (b) produk pendek, (c) produk menempel, (d) produk hancur, (e) produk terkelupas, (f) produk patah Gambar. Jenis kerusakan chicken nugget B di PT. Belfoods Indonesia C. ANALISIS DATA Teknik analisis data menggunakan penerapan metode-metode statistika dengan menerapkan tujuh alat bantu (seventools). Analisis data yang digunakan dalam pembahasan ini antara lain dengan menggunakan diagram Pareto untuk mengetahui jenis kerusakan paling dominan, diagram sebab akibat untuk mengetahui akar penyebab melalui teknik brainstorming, bagan kendali, analisis korelasi dan regresi linier dengan penggunaan diagram pencar dan garis regresi serta analisa grafik yang merupakan tahap lanjutan untuk perbaikan proses. Pengolahan data untuk teknik analisis ini menggunakan program pengolah data statistik Minitab 4 yang merupakan salah satu program analisis statistika modern saat ini. Paket program Minitab merupakan perangkat lunak yang dapat digunakan sebagai media pengolahan data yang menyediakan berbagai jenis perintah yang memungkinkan proses pemasukan data, manipulasi data, pembuatan grafik, peringkasan nilai-nilai numerik, dan analisis statistika (Mattjik dan Sumertajaya 2002). 3

4 . Diagram Pareto Diagram Pareto dirancang untuk mengetahui jenis kerusakan yang paling banyak terjadi. Berbeda dengan metode yang diterapkan perusahaan, yaitu menggunakan data dokumentasi produksi untuk mengetahui jenis kerusakan tertinggi produk customer, metode kerja yang digunakan dalam analisa ini adalah dengan mengumpulkan data aktual selama 0 kali produksi dalam waktu ±2 jam (2 batch) setiap kali produksinya. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan produk rusak sebelum proses pengemasan. Produk rusak yang telah dikumpulkan kemudian dipisahkan berdasarkan jenis kerusakannya. Data yang telah dikumpulkan selama 0 kali produksi tersebut kemudian ditansformasikan ke dalam diagram Pareto. Pengolahan data menggunakan program aplikasi pengolah data statistik Minitab 4 yang sudah umum digunakan pada setiap industri pengolahan. Gambar 2 memperlihatkan diagram Pareto yang menunjukkan bahwa jenis kerusakan paling dominan adalah bentuk bengkok yaitu sebesar 7,%. Jenis kerusakan lainnya yaitu produk patah sebesar 4,8%, produk hancur sebesar 0, %, produk menempel sebesar 7,4%, produk terkelupas sebesar,4 % dan sisanya yaitu produk berbentuk kecil atau pendek sebesar 4,3%. Rincian perolehan data dapat dilihat pada Lampiran Count Percent Defect Bengkok Patah Hancur Menempel Terkelupas Other Count Percent 7, 4,8 0, 7,4,4 4,3 Cum% 7, 72,4 82,9 90,3 9,7 00,0 0 Gambar 2. Diagram Pareto untuk jenis kerusakan chicken nugget B di PT. Belfoods Indonesia Menurut Muhandri dan Kadarisman (2006), salah satu tujuan pembuatan diagram Pareto adalah untuk menyatakan perbandingan masing-masing masalah terhadap keseluruhan. Diagram ini juga dapat digunakan dalam menentukan jenis permasalahan yang paling dominan dan memerlukan penanganan terlebih dahulu. Berdasarkan interpretasi diagram Pareto pada Gambar 2, dapat disimpulkan bahwa jenis kerusakan produk chicken nugget B yang paling banyak terjadi adalah bentuk bengkok. Persentase produk bengkok yang terjadi mencapai 7,%, jauh lebih tinggi dibandingkan jenis kerusakan lainnya. Berdasarkan hasil analisa tersebut, permasalahan terjadinya produk bengkok dianggap harus mendapatkan penanganan terlebih dahulu. Oleh karena itu, produk chicken nugget B bentuk bengkok menjadi permasalahan yang diangkat untuk dicari faktor-faktor penyebabnya selama proses produksi berlangsung dengan menggunakan diagram sebab akibat (Ishikawa diagram) melalui pengamatan dan teknik brainstorming. 36

5 Pengamatan Kegiatan pengamatan ini dilakukan selama batch produksi dimana setiap batch-nya dilakukan penelusuran proses dari awal hingga akhir. Pengamatan proses dilakukan secara detail dan dilakukan pencatatan kondisi setiap titik proses yang diamati. Tujuan utama dilakukannya pengamatan ini adalah untuk menemukan titik proses mana saja yang merupakan sumber terjadinya produk bengkok. Dari hasil pengamatan ini diharapkan pelaksana telah memahami proses mana saja yang menjadi sumber terjadinya produk chicken nugget B yang bengkok sehingga akan memudahkan terlaksananya kegiatan brainstorming. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh 4 titik proses terjadinya produk bengkok yaitu: a. Jatuhnya produk dari moldplate Proses ini terjadi pada saat pencetakan, moldplate yang telah terisi adonan terdorong ke depan dan ejektor menekan produk yang tercetak sehingga jatuh ke konveyor. Pada saat proses inilah adonan nugget yang tercetak banyak mengalami bentuk bengkok (tidak lurus). Skema proses jatuhnya produk dari moldplate ini dapat terlihat pada Gambar 3. moldplate Gambar 3. Proses jatuhnya produk tercetak dari moldplate (papan pencetak) saat proses pencetakan b. Perpindahan produk cetakan antar konveyor Produk cetakan adalah adonan nugget yang telah dicetak (sudah memiliki bentuk). Setelah adonan dicetak, produk cetakan akan dibawa oleh konveyor berjalan menuju konveyor selanjutnya pada tahap coating. Pada proses perpindahan tersebut seringkali produk cetakan menjadi bengkok. Gambar 4 menunjukkan skema terjadinya perpindahan produk cetakan nugget antarkonveyor setelah proses pencetakan. Gambar 4. Skema perpindahan produk nugget antar konveyor setelah proses pencetakan 37

6 c. Masuknya produk ke dalam continous frying Proses masuknya produk cetakan ke dalam mesin frying (continous frying) terjadi setelah proses coating (battering dan breading). Selama proses pengamatan terlihat bahwa pada proses ini, produk sering sekali menjadi bengkok. Gambar menunjukkan skema terjadinya proses produk nugget saat memasuki continous frying. Konveyor Gambar. Skema proses masuknya produk nugget ke dalam continous frying selama proses penggorengan d. Bertumpuknya produk sebelum memasuki ruang pembekuan (IQFfreezer) Penumpukan produk nugget sering terjadi setelah proses penggorengan dan pemanasan menuju proses pembekuan dalam IQF freezer. Melalui hasil pengamatan, produk yang bertumpuk saat memasuki IQF freezer menyebabkan produk bertumpuk tersebut memiliki bentuk bengkok setelah proses pembekuan. Skema produk nugget yang saling bertumpuk sebelum proses pembekuan ditunjukkan pada Gambar 6. IQF Konveyor Gambar 6. Skema produk nugget yang bertumpuk sebelum memasuki mesin IQF Keempat titik proses produksi tersebut menjadi gambaran aktual sebagai langkah awal dalam melakukan persiapan kegiatan brainstorming bersama para pekerja yang bertugas di bagian line proses pengolahan chicken nugget. 2. Brainstorming Kegiatan brainstorming mencakup pengembangan struktur ide-ide yang memungkinkan secara sistemastis berdasarkan pemikiran kreatif sekelompok orang (Rampersad 200). Teknik brainstorming dilakukan untuk mengumpulkan pendapat dari para pekerja yang terlibat langsung dalam proses produksi mengenai penyebab terjadinya kerusakan produk. Berdasarkan pengumpulan dan analisis data menggunakan diagram Pareto, maka tema brainstorming adalah menentukan penyebab produk akhir chicken 38

7 nugget B bentuk bengkok. Kegiatan brainstorming atau sumbang saran yang dilakukan di PT. Belfoods Indonesia ini melibatkan 6 orang karyawan produksi yang telah berpengalaman menangani proses pengolahan nugget. Kegiatan brainstorming ini dilaksanakan pada 29 April 20 pukul di ruang departemen produksi PT. Belfoods Indonesia. Teknik brainstorming dilaksanakan dengan menerapkan teknik brainstorming pada umumnya, yaitu setiap anggota bebas mengeluarkan pendapatnya dan pada akhir kegiatan brainstorming, dibuat rangkuman pendapat yang telah dikemukakan. Berbagai macam pendapat dari peserta brainstorming dicatat dan dibuat prioritas berupa pemilihan pendapat yang dianggap menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan produk chicken nugget B bentuk bengkok. Hasil brainstorming dituangkan ke dalam bentuk diagram sebab akibat atau diagram Ishikawa. Beberapa pendapat para peserta brainstorming mengenai penyebab terjadinya produk bengkok antara lain:. Meatmix yang lengket di moldplate (papan pencetak) saat proses pencetakan 2. Meatmix yang cepat lembek akibat pengaturan suhu yang kurang sesuai 3. Terjadinya perubahan karakteristik meatmix selama penyimpanan sehingga meatmix cepat lembek 4. Komposisi bahan membuat meatmix cepat lembek. Pengaturan posisi dan kecepatan antar konveyor 6. Penyortiran yang kurang ketat 7. Kurangnya tenaga penyortiran selama proses produksi terutama ruang forming 8. Penumpukan produk setelah proses pemanasan 9. Penyemprotan air yang kurang merata selama proses pencetakan 0. Pelatihan khusus mengenai metode penyortiran. Mati listrik mendadak mengakibatkan terjadinya downtime 2. Down time akibat kerusakan mesin Hasil pengumpulan ide menunjukkan bahwa pada dasarnya penyebab terjadinya kerusakan produk berhubungan dengan faktor material (bahan), metode, manusia dan mesin atau sarana penunjang. Hasil ini menjadi dasar dalam pembuatan diagram sebab akibat untuk melihat sumber-sumber penyebab terjadinya produk bengkok sepanjang proses produksi chicken nugget B. 3. Diagram Sebab Akibat Diagram sebab akibat sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan (fish bone diagram). Diagram sebab akibat berguna untuk mengetahui faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah (berpengaruh terhadap hasil) (Muhandri dan Kadarisman 2006). Pembuatan diagram Ishikawa dalam analisis ini bertujuan untuk mengetahui berbagai penyebab pendukung dari terjadinya kerusakan produk yaitu produk nugget berbentuk bengkok. Pembuatan diagram sebab akibat ini didasarkan pada hasil pengamatan dan brainstorming. Penyebab dari jenis kerusakan tersebut berhubungan dengan faktor material (bahan), metode, manusia dan mesin. a. Material Faktor material meliputi formulasi bahan yang diduga menghasilkan meatmix yang bersifat lengket dan cepat lembek. Sifat dan karakteristik meatmix setiap jenis produk 39

8 chicken nugget berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini berhubungan dengan penggunaan komposisi bahan masing-masing produk yang berbeda. Faktor ini dianggap cukup mempengaruhi. Namun demikian ketetapan bahan atau formulasi yang digunakan telah menjadi standar perusahaan yang sangat sulit untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut. b. Metode Selama proses produksi berlangsung, terdapat suatu proses pencampuran adonan (emulsi) dengan bahan pengisi dan nitrogen yang disemprotkan dalam bentuk uap dingin. Proses ini berlangsung pada mesin twin mixer dan disebut proses mixing. Proses mixing ini berlangsung selama 2-30 menit dengan tekanan 6-8 bar sehingga menghasilkan meatmix yaitu adonan berbentuk padat yang siap dicetak. Meatmix yang dikeluarkan harus memiliki suhu yang sesuai dengan spesifikasi perusahaan yaitu -7- (-6)⁰C. Adonan yang dihasilkan ini harus terus memiliki suhu yang stabil sampai memasuki proses pencetakan sehingga pada saat proses pencetakan, suhu target perusahaan (-⁰C) dapat tercapai. Jika suhu meatmix berada di atas suhu tersebut, maka meatmix akan memiliki tekstur yang lebih lembek dan menghasilkan produk cetakan yang tidak lurus (bengkok). Oleh karena itu pengontrolan suhu meatmix selama proses pencetakan harus dilakukan dan jika terjadi downtime akibat mati listrik atau kerusakan mesin, maka adonan harus segera dipindahkan atau disimpan kembali ke ruang penyimpanan (chiller) untuk menjaga agar suhunya tetap sesuai dengan suhu yang diinginkan. Faktor-faktor lain seperti pengaturan posisi dan kecepatan konveyor serta kurangnya penyemprotan air selama proses pencetakan juga mempengaruhi terjadinya produk bengkok. Adonan yang masuk ke dalam mesin pencetak pertama kali dimasukkan ke dalam hooper. Pada saat berada dalam hooper, meatmix akan berputar sesuai gerakan ulir di dalamnya dan akan terdorong menuju papan pencetak (moldplate). Produk yang telah tercetak pada moldplate dijatuhkan ke konveyor dengan menggunakan ejektor. Untuk mengatasi lengketnya adonan pada moldplate maka dilakukan penyemprotan air pada papan pencetak. Penyemprotan air yang tidak merata ini dapat menyebabkan adonan sulit terlepas dari moldplate sehingga produk yang tercetak menjadi bengkok. Konveyor rantai yang membawa produk hasil cetakan menuju proses coating harus memiliki kecepatan yang sama dengan konveyor pembawa produk saat produk coating. Jika konveyor pertama memiliki kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan konveyor selanjutnya (kedua) maka hasil cetakan akan tertekan dan mengalami bentuk bengkok. Oleh sebab itu, penyetelan belt conveyor harus dilakukan dengan tepat dan pengontrolan belt pun harus dilakukan secara teratur. c. Manusia (pekerja) Faktor manusia (pekerja) yang dapat mempengaruhi produk yang dihasilkan adalah belum adanya metode penyortiran yang efektif sehingga penyortiran belum dilakukan secara ketat. Dalam kegiatan penyortiran, perhatian pekerja sangat dibutuhkan karena jika kegiatan penyortiran tidak dilakukan dengan baik maka akan terdapat banyak produk rusak yang lolos dari penyortiran dan terbawa sampai proses pengemasan. Hal tersebut tentunya tidak diinginkan pihak perusahaan karena dapat menimbulkan complain dari pihak konsumen. Oleh sebab itu, dibutuhkan kesadaran dan perhatian dari pekerja selama proses penyortiran untuk mencegah lolosnya produk yang rusak selama proses 40

9 produksi berlangsung. Pengetahuan dan motivasi dari pekerja sangat dibutuhkan untuk dapat melakukan penyortiran dengan baik dan benar. Operator yang bertugas mengawasi mesin seharusnya selalu berada di line proses pengolahan nugget untuk mencegah terjadinya kerusakan mesin mendadak akibat kesalahan pekerja di ruang pencetakan. d. Mesin Faktor mesin berpengaruh secara tidak langsung dan tidak terduga. Terjadinya kerusakan mesin secara mendadak dan mati listrik secara mendadak dapat menimbulkan down time atau waktu tunggu yang menyebabkan adonan dalam mesin mengalami kenaikan suhu. Meskipun jarang terjadi, faktor yang berkaitan dengan mesin ini harus mendapat perhatian dari perusahaan terkait pemeliharaan mesin dan tindakan-tindakan yang harus segera diambil saat terjadi pemadaman listrik mendadak. Penanganan dengan melakukan pemeriksaan secara rutin dapat dilakukan setiap saat. Jika tidak dilakukan penanganan secara tepat, maka resiko terjadinya downtime akan semakin tinggi sehingga suhu adonan (meatmix) selama proses pencetakan dapat tidak terkendali. Suhu meatmix yang tidak terkendali dapat beresiko tinggi menimbulkan kerusakan produk karena meatmix dapat menjadi lembek atau tidak dapat dicetak. Jika hal ini sudah terjadi, maka cara mengantisipasinya adalah dengan melakukan proses mixing ulang, yaitu kembali melakukan penyemprotan nitrogen terhadap adonan pada mesin twin mixer. Namun apabila proses ini sering dilakukan akan terjadi pemborosan nitrogen. Oleh karena itu, perawatan mesin dan sarana penunjang sangat penting untuk dilakukan secara berkala. Hasil analisa faktor-faktor penyebab terjadinya kerusakan produk chicken nugget ini selanjutnya diinterpretasikan dalam bentuk diagram sebab akibat atau diagram Ishikawa. Diagram sebab akibat yang menggambarkan penyebab terjadinya produk chicken nugget bengkok dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil akhir kegiatan brainstorming menyimpulkan bahwa pengaturan suhu meatmix selama proses produksi dan perubahan karakteristik meatmix selama penyimpanan diduga kuat merupakan faktor utama penyebab tingginya persentase produk chicken nugget B bentuk bengkok yang banyak ditemukan di ruang pengemasan. 4

10 Metode Material pengaturan suhu meatmix Penyemprotan air di mesin kurang merata Pengaturan posisi dan kecepatan antar konveyor Karakteristik campuran bahan Karakteristik meatmix berubah saat penyimpanan Kurangnya tenaga pekerja penyortiran Penyortiran kurang ketat dan efektif Downtime sarana penunjang Mati listrik mendadak Downtime mesin Kerusakan mesin secara mendadak Banyaknya produk chicken nugget B yang bengkok selama proses pengemasan Manusia Mesin Gambar 7. Diagram sebab akibat untuk produk chicken nugget B bentuk bengkok di ruang pengemasan berdasarkan hasil brainstorming 42

11 Kondisi pengaturan suhu meatmix yang tidak benar dapat mengakibatkan suhu meatmix selama proses produksi tidak stabil dan menjadi pemicu meatmix menjadi lembek akibat suhu yang tidak sesuai sebelum proses pencetakan. Proses penyimpanan meatmix sebelum dicetak sebagai langkah antisipasi kenaikan suhu juga diduga kurang efektif sehingga diperlukan adanya analisa lebih lanjut untuk menentukan kondisi maupun lama waktu penyimpanan meatmix sebelum dicetak. Kedua faktor tersebut kemudian dianalisa lebih lanjut menggunakan statistical tools berupa bagan kendali untuk menganalisa pengendalian suhu meatmix selama proses produksi, penggunaan diagram pencar (scatter diagram) dan garis regresi untuk melihat korelasi antara suhu meatmix terhadap kerusakan produk yang terjadi (analisis korelasi dan regresi linier) serta penggunaan grafik untuk melihat kecenderungan perubahan suhu dan karakteristik meatmix selama proses penyimpanan. 4. Bagan Kendali Berdasarkan hasil analisa penyebab terjadinya produk chicken nugget bengkok melalui teknik brainstorming, kondisi ketidakstabilan suhu meatmix selama proses produksi merupakan salah satu penyebab utama yang diduga kuat menyebabkan terjadinya produk bengkok. Pada proses pengolahan chicken nugget, terdapat beberapa tahap proses produksi dimana kestabilan suhu sangat berpengaruh terhadap kondisi produk yang dihasilkan, antara lain: suhu bahan baku, suhu air yang digunakan, suhu meatmix, suhu ruang, suhu penggorengan, pemanasan dan suhu pembekuan. Kondisi terkendalinya suhu selama proses dapat dianalisa menggunakan bagan kendali. Pengaturan suhu meatmix yang merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan produk dipilih sebagai parameter yang harus dianalisa. Penggunaan bagan kendali dalam pengendalian proses produksi ini bertujuan untuk menganalisis kondisi pengendalian suhu meatmix selama proses produksi. Kondisi pengendalian suhu meatmix sangat penting untuk diketahui karena berhubungan dengan konsistensi kualitas produk yang akan dihasilkan. Dalam kegiatan magang ini, dilakukan analisa penggunaan bagan kendali dalam pengendalian parameter suhu meatmix pada tiga tahapan proses, yaitu setelah proses mixing, sebelum proses pencetakan dan saat proses pencetakan. Pembuatan bagan kendali memerlukan beberapa data yang telah ada atau praspesifikasi untuk menguji hipotesis bahwa proses dalam kondisi terkendali (Tapiero 996). Parameter yang dianalisa adalah suhu meatmix. Suhu meatmix setelah proses mixing, sebelum pencetakan dan saat pencetakan diplot dengan menggunakan bagan kendali. Bagan kendali digunakan untuk menganalisis keterkendalian proses yang berlangsung selama pengambilan atau pengukuran sampel. Spesifikasi produk dan proses harus disusun pada setiap tahap proses dan dikendalikan agar selalu sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan (Muhandri dan Kadarisman 2006). Sampel suhu meatmix yang diambil adalah sebanyak 2 batch dengan 4 kali ulangan setiap batch-nya (setiap satu batch proses menghasilkan 4 kontainer kecil meatmix). Bagan kendali yang digunakan adalah bagan kendali X-R atau X bar R. Bagan kendali X-R merupakan bagan kendali yang paling sering digunakan di industri, termasuk industri pangan. Bagan kendali X-R merupakan bagan kendali yang sekaligus menyatakan harga rata-rata (X) dan selang/range (R). Bagan X menunjukkan adanya perubahan pada harga rata-rata sedangkan bagan R menunjukkan adanya perubahan pada dispersi. Bagan kendali yang telah dibuat nantinya akan digunakan sebagai alat untuk pengendalian proses 43

12 (Muhandri dan Kadarisman 2006). Gambar 8, Gambar 9 dan Gambar 20 berturut-turut menunjukkan bagan kendali X-R untuk suhu meatmix setelah proses mixing, sebelum pencetakan dan saat proses pencetakan. Bagan kendali digunakan untuk mengevaluasi stabilitas proses dan untuk melakukan pengaturan terhadap proses (Rampersad 200). Menurut Muhandri dan Kadarisman (2006), dalam pembuatan serta pemakaian bagan kendali terdapat beberapa kasus (kejadian) posisi titik-titik pengukuran yang perlu mendapat perhatian, karena ada kemungkinan muncul permasalahan dalam proses produksi. Beberapa kasus tersebut diantaranya:. Terdapat titik yang berada di luar batas pengendali 2. Terdapat 7 (tujuh) titik yang berturut-turut naik ataupun turun 3. Terdapat 7 (tujuh) titik yang berturut-turut di atas atau di bawah garis tengah 4. Terdapat siklus yang selalu berulang sehingga jika titik tersebut dihubungkan membentuk semacam gelombang Pengolahan data untuk analisis pengendalian suhu proses ini menggunakan program pengolah data statistik Minitab 4. Uji keterkendalian yang digunakan meliputi semua uji yang terdapat pada program tersebut. Pada uji kendali yang terdapat dalam program pengolah data statistik Minitab 4 terdapat 8 titik yang digolongkan dalam ketidakterkendalian proses dan dapat menimbulkan permasalahan dalam proses produksi, antara lain:. Satu titik lebih dari tiga standar deviasi dari garis tengah (di luar batas kendali) 2. Sembilan titik berturut-turut pada sisi yang sama dari garis tengah 3. Enam titik berturut-turut terus meningkat atau terus menurun 4. Empat belas titik berturut-turut naik dan turun secara berulang (membentuk gelombang). Dua dari tiga titik berada lebih dari 2 standar deviasi dari garis tengah (pada sisi yang sama) 6. Empat dari lima titik berada lebih dari standar deviasi dari garis tengah (pada sisi yang sama) 7. Lima belas titik berturut-turut dalam standar deviasi dari garis tengah (pada sisi yang berbeda) 8. Delapan titik berturut-turut lebih dari satu standar deviasi dari garis tengah (pada sisi yang berbeda) Kriteria, 2, 3 dan 4 harus diterapkan secara rutin setiap membuat bagan kendali. Sedangkan, kriteria dan 6 dapat memberikan peringatan ketidakterkendalian proses lebih awal (earlier warning). Kriteria 7 dan 8 dapat digunakan apabila pengamatan dalam subgrup berasal dari dua atau lebih sumber dengan rata-rata proses yang berbeda (Farnum 994). Selama praktek kerja magang berlangsung, pembahasan mengenai pengendalian suhu meatmix selama proses produksi merupakan hal utama yang menjadi perhatian pihak produksi. Pengambilan data suhu meatmix dilakukan pada 3 titik proses, yaitu setelah proses pencampuran (mixing), sebelum proses pencetakan dan saat proses pencetakan tepatnya menit setelah adonan memasuki hooper. Pada setiap titik proses dilakukan pengukuran suhu meatmix selama 2 batch dengan 4 kali pengukuran setiap batch-nya sesuai jumlah kontainer penampung meatmix yang digunakan. Berikut akan dibahas mengenai hasil pengolahan data menggunakan bagan kendali X-R untuk suhu meatmix di setiap tahap proses. 44

13 a. Bagan kendali X-R untuk suhu meatmix chicken nugget B setelah proses pencampuran (mixing) -6,00 UCL=-6,020 Mean -6,2-6,0-6,7 6 _ X=-6,426 LCL=-6,833-7, ,0, UCL=,273 Range,0 0, _ R=0,8 0,0 LCL= Keterangan: () satu titik atau lebih berada di luar batas kendali (6) empat dari lima titik berada lebih dari standar deviasi dari garis tengah (pada sisi yang sama) Gambar 8. Bagan kendali X-R untuk suhu meatmixchicken nugget B setelah proses mixing Bagan kendali X pada Gambar 8 menunjukkan nilai tengah atau X-bar sebesar - 6,462, artinya rata-rata suhu meatmix selama pengambilan sampel (2 batch produksi) adalah -6,462 C. Batas kendali atas (UCL) sebesar -6,020 C dan batas kendali bawah (LCL) sebesar -6,833 C. Artinya batas kendali suhu meatmix setelah proses mixing (selama 2 batch) berada pada kisaran -6,833 C sampai -6,020 C. Bagan kendali X-R tersebut menunjukkan empat titik di luar batas kendali (tiga titik di bagan X dan satu titik di bagan R) yang memenuhi kriteria proses tidak terkendali menurut poin. Terdapat satu titik pada bagan X yang memenuhi kriteria nomor 6 yaitu empat dari lima titik berada lebih dari standar deviasi dari garis tengah pada sisi yang sama. Kriteria yang muncul menunjukkan adanya ketidakterkendalian dan poin nomor 6 merupakan peringatan ketidakterkendalian proses lebih awal (earlier warning) menurut Farnum (994). Pada bagan kendali R nilai UCL, X-bar dan LCL berturut-turut adalah,273, 0,8 dan 0. Artinya setiap batch pengambilan sampel (dari 4 kali pengukuran) memiliki batas kendali rentang antara 0 sampai,273 dengan rentang rata-rata 0,8. Bagan kendali R menunjukkan satu titik yang berada di luar batas kendali. Bagan kendali X-bar R tersebut memperlihatkan bahwa suhu meatmix chicken nugget B setelah proses mixing dalam kondisi tidak terkendali. 4

14 b. Bagan kendali X-R untuk suhu meatmix chicken nugget B sebelum proses pencetakan -,7 UCL=-,739-6,0 Mean -6,3 _ X=-6,244-6,6-6, LCL=-6,749,6 UCL=,80,2 Range 0,8 _ R=0,693 0,4 0,0 LCL= Keterangan: () satu titik atau lebih berada di luar batas kendali () dua dari tiga titik berada lebih dari 2 standar deviasi dari garis tengah (pada sisi yang sama) Gambar 9. Bagan kendali X-R untuk suhu meatmixchicken nugget B sebelum proses pencetakan Bagan kendali X pada Gambar 9 menunjukkan nilai tengah atau X-bar sebesar - 6,244, artinya rata-rata suhu meatmix selama pengambilan sampel (2 batch produksi) adalah -6,244 C. Batas kendali atas (UCL) sebesar -,739 dan batas kendali bawah (LCL) sebesar -6,749. Artinya batas kendali suhu meatmix setelah proses mixing (selama 2 batch) berada pada kisaran -6,749 C sampai -,739 C. Bagan kendali X menunjukkan tiga titik di luar batas kendali yang memenuhi kriteria proses tidak terkendali menurut poin dan terdapat empat titik yang memenuhi kriteria proses tidak terkendali menurut poin yaitu dua dari tiga titik berada lebih dari 2 standar deviasi dari garis tengah pada sisi yang sama. Kriteria yang muncul juga menunjukkan adanya ketidakterkendalian dan poin merupakan peringatan awal ketidakterkendalian menurut Farnum (994). Pada bagan kendali R nilai UCL, X-bar dan LCL berturut-turut adalah,80, 0,693 dan 0. Artinya setiap batch pengambilan sampel (dari 4 kali pengukuran) memiliki batas kendali rentang antara 0 sampai,80 dengan rentang rata-rata 0,693. Bagan kendali R semua rentang pengukuran berada dalam batas kendali. Dari bagan kendali X- bar R tersebut, dapat terlihat bahwa suhu meatmix chicken nugget B sebelum proses pencetakan dalam kondisi tidak terkendali. 46

15 c. Bagan kendali X-R untuk suhu meatmix chicken nugget B saat proses pencetakan -3, Mean -4,0-4, UCL=-4,0 _ X=-4,44 -, LCL=-4,879, UCL=,360,0 Range 0, _ R=0,96 0,0 LCL= Keterangan (2) Satu titik atau lebih berada di luar batas kendali () Empat dari lima titik berada lebih dari standar deviasi dari garis tengah (pada sisi yang sama) Gambar 20. Bagan kendali X-R untuk suhu meatmixchicken nugget B saat proses pencetakan Bagan kendali X pada Gambar 20 menunjukkan nilai tengah atau X-bar sebesar - 4,44, artinya rata-rata suhu meatmix selama pengambilan sampel (2 batch produksi) adalah -4,44 C. Batas kendali atas (UCL) sebesar -4,0 dan batas kendali bawah (LCL) sebesar -4,879. Artinya batas kendali suhu meatmix saat proses pencetakan (selama 2 batch) berada pada kisaran -4,879 C sampai -4,0 C. Bagan kendali X menunjukkan tiga titik di luar batas kendali yang memenuhi kriteria proses tidak terkendali menurut poin dan terdapat empat titik yang memenuhi kriteria proses tidak terkendali menurut poin yaitu dua dari tiga titik berada lebih dari 2 standar deviasi dari garis tengah pada sisi yang sama. Kriteria yang muncul juga menunjukkan adanya ketidakterkendalian dan poin merupakan peringatan awal ketidakterkendalian menurut Farnum (994). Bagan kendali X untuk suhu meatmix saat pencetakan memiliki titik-titik di luar batas kendali yang paling banyak dibandingkan kedua bagan kendali lainnya, yaitu bagan kendali suhu meatmix setelah proses mixing dan bagan kendali suhu meatmix sebelum proses pencetakan. Pada bagan kendali R, besarnya nilai UCL, X-bar dan LCL berturut-turut adalah,360, 0,96 dan 0. Artinya setiap batch pengambilan sampel (dari 4 kali pengukuran) 47

16 memiliki batas kendali rentang antara 0 sampai,360 dengan rentang rata-rata 0,96. Bagan kendali R semua rentang pengukuran berada dalam batas kendali. Bagan kendali X-R tersebut memperlihatkan bahwa suhu meatmix chicken nugget B saat proses pencetakan dalam kondisi tidak terkendali. Berdasarkan ketiga bagan kendali tersebut, dapat disimpulkan bahwa suhu meatmix selama proses produksi tidak terkendali. Spesifikasi suhu meatmix yang diinginkan perusahaan setelah proses mixing dan sebelum proses pencetakan adalah -7 - (-6) C dengan suhu target -6,⁰C. Sedangkan spesifikasi suhu meatmix saat proses pencetakan adalah -6 - (- 4) C dengan suhu target - C. Hasil pengambilan data selama 2 batch proses produksi menunjukkan masih banyak suhu meatmix yang berada di luar spesifikasi. Hasil pengambilan data dapat dilihat pada Lampiran 6, 7 dan 8. Pada pengambilan data suhu meatmix setelah proses mixing terdapat tiga titik yang berada di luar spesifikasi yaitu pada batch 3, dan 24. Pada hasil pengambilan data suhu meatmix sebelum proses pencetakan terdapat 6 titik yang berada di bawah spesifikasi perusahaan yaitu pada batch 0,, 2, 2, 23 dan 24 sedangkan pada hasil pengambilan data suhu meatmix saat proses pencetakan terdapat titik yang berada di bawah spesifikasi perusahaan yaitu pada batch. Pembahasan mengenai pengendalian suhu proses ini hanya dibatasi pada kondisi pengendalian suhu yang terlihat pada bagan kendali. Kondisi pengendalian parameter proses selama proses produksi adalah hal utama yang dapat mempengaruhi proses serta kualitas produk yang dihasilkan. Ketiga bagan kendali suhu meatmix pada tiga tahapan proses di atas sama-sama menunjukkan adanya nilai yang berada di luar batas kendali. Menurut Hubeis (99), jika nilai pada grafik terletak di luar batas atas dan bawah kendali, maka dapat diartikan ciri keragaman mutu adalah tidak terkendali, sehingga diperlukan suatu tindakan untuk mencari penyebabnya. Kondisi suhu meatmix selama proses produksi yang tidak terkendali dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Oleh sebab itu kegiatan diskusi dan pengamatan selama pengambilan data kembali menjadi dasar untuk mengidentifikasi faktor penyebab ketidakterkendalian suhu meatmix selama proses produksi.. Analisis Korelasi dan Regresi Linier Analisis korelasi dan regresi linier digunakan untuk mengetahui seberapa jauh hubungan antara suhu proses (dalam hal ini suhu meatmix) dengan kerusakan produk chicken nugget bentuk bengkok. Metode yang digunakan adalah dengan pengambilan sampel produk akhir sebanyak 4 kali setiap batch secara acak dan dengan jumlah yang tidak tetap. Pengambilan sampel juga dilakukan selama 2 batch dan dilakukan bersamaan dengan pengambilan data untuk bagan kendali X-R dengan tujuan agar hubungan antara suhu meatmix dengan banyaknya kerusakan yang terjadi dapat terlihat jelas melalui penggunaan diagram pencar dan garis regresi. Sampel yang diambil secara acak sebanyak 4 kali kemudian dipisahkan antara produk nugget bentuk bengkok dari total sampel yang diambil. Persentase kerusakan produk nugget bengkok merupakan perbandingan antara jumlah produk nugget bengkok dengan total sampel yang diambil. Hasil pengambilan data dapat dilihat pada Lampiran 9. Dengan menggunakan diagram pencar (scatter diagram) dan garis regresi akan dapat terlihat bagaimana hubungan antara suhu meatmix saat proses pencetakan dengan persentase produk bengkok. 48

17 Persentase produk bengkok ( %) Kurva Hubungan Suhu Meatmix saat Proses Pencetakan dengan Persentase Produk Bengkok Suhu meatmix saat pencetakan ( C) y = 7,367x + 38,89 R² = 0,844 Linear (Series) Gambar 2. Kurva korelasi dan regresi linier suhu meatmix dengan terjadinya produk bengkok Grafik di atas memperlihatkan hubungan antara suhu meatmix saat pencetakan dengan persentase produk bengkok dari sampel yang diambil. Diagram pencar (scatter diagram) memperlihatkan titik-titik yang menggerombol dengan kemiringan positif. Menurut Walpole (993), bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif, maka ada korelasi positif yang tinggi antara kedua peubah. Hal ini menandakan bahwa kenaikan suhu meatmix saat proses pencetakan sangat berhubungan dengan meningkatnya persentase produk bengkok yang terjadi. Persamaan regresi yang diperoleh yaitu y = 7,367 x + 38,89 dengan nilai R 2 = 0,84 atau nilai R = 0,92. Karena nilai R mendekati, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh suhu adonan saat proses pencetakan terhadap persentase kerusakan yang terjadi sangat besar. Tabel hasil pengambilan data dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari tabel hasil pengambilan data dapat terlihat jelas berapa persentase produk rusak per batch-nya. Suhu target meatmix yang diinginkan saat proses pencetakan ( sampai 20 menit dalam hooper) adalah ⁰C. Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi ini dapat terlihat bahwa suhu adonan yang semakin tinggi selama proses pencetakan berhubungan dengan produk bengkok yang cenderung semakin meningkat. Pada suhu ⁰C atau mendekati ⁰C, persentase produk bengkok yang terjadi dari pengambilan sampel adalah -3% sedangkan pada suhu jauh dari target yaitu yang terjadi pada batch suhu meatmix mencapai -3,4⁰C dan produk bengkok yang terjadi mencapai 6,93%. Ini berarti suhu meatmix yang ditargetkan perusahaan sudah tepat, hanya saja diperlukan tindakan pengendalian proses untuk mengendalikan suhu meatmix sebelum proses pencetakan agar saat pencetakan suhu tidak cepat naik. Selain pengaruh suhu awal dan sebelum proses pencetakan, faktor karakteristik meatmix sebelum dicetak juga dapat mempengaruhi terjadinya kerusakan produk nugget yang dicetak. Produk bengkok terjadi akibat meatmix yang cepat lembek. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, terlihat bahwa semakin tingginya suhu adonan selama proses pencetakan disebabkan karena berubahnya tekstur meatmix yang cepat terjadi terutama jika terbentuk titik-titik air yang membuat meatmix mudah sekali lembek. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan pendataan untuk melihat perubahan suhu yang terjadi selama proses pencetakan pada dua karakteristik meatmix yang berbeda, yaitu meatmix dengan karakteristik normal dan meatmix dengan karakteristik berair. Pengujian dilakukan sebanyak kali. Tabel 6 menunjukkan data perubahan suhu meatmix sebelum dan saat menit saat pencetakan selama batch dengan karakteristik berbeda. 49

18 Tabel 6. Perubahan suhu meatmix dengan karakteristik berbeda Meatmix normal Meatmix berair Suhu Suhu 2 Range Suhu Suhu 2 Range -6, -,,4-6,3-4, 2,2-6, -4,9,2 -,8-3,4 2,4-6,4-4,9, -,9-4,,8-6,3 -,3-6, -4,2,9-6,3 -,,2-6,4-4,4 2 rataan,3 rataan 2, Berdasarkan data pada Tabel 6, terlihat bahwa meatmix dengan karakteristik berair memiliki perubahan suhu yang lebih besar antara sebelum proses pencetakan (suhu ) dan suhu saat pencetakan (suhu 2). Perubahan suhu yang cukup tinggi ini merupakan suatu peringatan bagi pihak produksi untuk dapat melakukan tindak pengendalian dalam mencegah terjadinya pengeluaran air pada meatmix sebelum proses pencetakan. Meatmix dengan karakteristik lembek dan berair terjadi pada saat proses penyimpanan. Meatmix yang akan dicetak harus dimasukkan secara bertahap setiap satu kontainer. Meatmix yang belum dicetak akan disimpan pada ruang pendingin bersuhu 4⁰C (chiller) untuk mempertahankan suhunya agar tetap stabil. Jika terjadi hal yang tidak diinginkan, yaitu penundaan proses pencetakan yang cukup lama, meatmix akan disimpan dalam ruang beku bersuhu -20⁰C (freezer). Namun setelah dilakukan pengamatan pada batas waktu tertentu, meatmix yang disimpan pada ruang penyimpanan chiller mengalami perubahan karakteristik yang tidak diinginkan. Suhu meatmix meningkat dan karakteristik meatmix menjadi lebih lembek dan berair. Oleh karena itu dilakukan suatu pengamatan dan pendataan untuk mengetahui batas simpan adonan (meatmix) pada ruang penyimpanan untuk mencegah perubahan karakteristik meatmix yang tidak diinginkan. 6. Analisis Grafik Hubungan Waktu Penyimpanan dengan Suhu dan Karakteristik Meatmix. Dalam mengendalikan suhu meatmix selama proses produksi, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah lama penyimpanan meatmix yang dilakukan sebelum proses pencetakan. Meatmix yang sangat baik untuk dicetak adalah meatmix yang baru saja keluar dari proses mixing. Namun, efisiensi proses juga harus menjadi pertimbangan pihak produksi sehingga meatmix harus diproduksi sekaligus sampai batch sebelum dicetak. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa mengenai perubahan suhu dan karakteristik meatmix selama penyimpanan untuk menentukan lama penyimpanan yang sebaiknya dilakukan. Visualisasi data menggunakan grafik garis. Grafik garis adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara dua variabel (Rampersad 200). Tujuannya adalah untuk menggambarkan hubungan timbal-balik di antara dua atau lebih unsur seperti variabel dan penyebab (Crocker et al. 2007). Pengolahan data dalam analisis ini menggunakan program Ms. Excel. Pengambilan data dilakukan di dua tempat penyimpanan yaitu ruang chiller dan cold storage atau ruang freezer. Masing-masing ruangan diberikan dua sampel adonan dalam kontainer kecil dengan jumlah dan kondisi mixing yang sama seperti saat proses produksi berlangsung. Pengambilan data dilakukan dengan melakukan pengukuran suhu masing-masing sampel di bagian atas dan bagian tengah 0

19 meatmix di masing-masing ruangan setiap 30 menit selama jam. Selain pencatatan suhu, dilakukan juga pengamatan terhadap kondisi karakteristik meatmix selama penyimpanan. Grafik perubahan suhu selama penyimpanan di ruang chiller dan freezer berturut-turut ditunjukkan pada Gambar 22 dan Gambar 23, sedangkan hasil pengamatan perubahan karakteristik meatmix yang terjadi selama penyimpanan di ruang chiller dan freezer berturutturut ditunjukkan pada Tabel 7 dan Tabel 8. Hasil pengambilan data suhu meatmix di tempat penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran. a. Penyimpanan di Ruang Chiller (4 C) Tengah - -, Waktu (menit) -,4 -,6 Sampel Suhu (⁰C) -,8-6 -6,2 Sampel 2-6,4 Atas - -, Waktu (menit) -,4 Suhu (⁰C) -,6 -,8 Sampel Sampel ,2-6,4 Gambar 22. Grafik perubahan suhu meatmix pada penyimpanan chiller Tabel 7. Karakteristik meatmix chicken nugget B selama penyimpanan chiller Waktu Simpan Kt N N N A A A A A A A A Kt 2 N N N A A A A A A A A Keterangan : N = meatmix bertekstur padat atau normal A = meatmix lembek dan berair Berdasarkan grafik perubahan suhu pada Gambar 22 dan kondisi karakteristik meatmix pada Tabel 7, terlihat bahwa meatmix bagian tengah cenderung dapat mempertahankan suhunya selama 3-3, jam, sedangkan meatmix bagian atas cenderung mengalami kenaikan suhu secara bertahap dan mulai mengeluarkan air setelah penyimpanan

20 selama 90 menit. Ini menandakan bahwa meatmix yang disimpan selama lebih dari satu jam pada ruang chiller bersuhu 4⁰C dapat menyebabkan meatmix mudah lembek dan cepat mengalami kenaikan suhu saat pencetakan. b. Penyimpanan di Ruang Freezer (20 C) Tengah -4, Waktu (menit) -,2 Suhu (⁰C) -,4 -,6 -,8-6 Sampel Sampel 2-6,2-6,4 Atas Suhu (⁰C) -,2 -,4 -,6 -,8-6 -6,2-6,4-6,6-6,8-7 -7,2-7,4-7, Waktu (menit) Sampel Sampel 2 Gambar 23. Grafik perubahan suhu meatmix pada penyimpanan freezer Tabel 8. Karakteristik meatmix chicken nugget B selama penyimpanan freezer Waktu Simpan Kt N N N K- K K K K K K K Kt 2 N N K- K K K K K K R R Keterangan : N = meatmix bertekstur padat atau normal K = meatmix bertekstur keras dan sulit ditekan K- = meatmix bertekstur keras namun masih dapat ditekan R = meatmix rapuh/hancur saat ditekan Berdasarkan grafik perubahan suhu pada Gambar 23 dan kondisi karakteristik meatmix pada Tabe 8, terlihat bahwa meatmix bagian tengah cenderung dapat mempertahankan suhunya selama jam. Namun pada sampel 2, terjadi kenaikan suhu sebesar 0,2⁰C setelah 3, jam yang dapat disebabkan oleh karakteristik luar meatmix yang semakin keras dan beku. Sedangkan meatmix bagian atas cenderung mengalami penurunan suhu secara cepat namun permukaan luar mengalami pengerasan setelah kurang lebih dari 2

21 satu jam penyimpanan bahkan rapuh setelah 4 jam penyimpanan. Mengerasnya meatmix di permukaan menyebabkan meatmix tidak dapat dituang ke alat pencetakan. D. IDENTIFIKASI LANGKAH PERBAIKAN PROSES Langkah perbaikan proses produksi lebih dipusatkan pada langkah pengendalian proses produksi. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, tahap identifikasi langkah pengendalian ini telah melalui tahap diskusi dengan pihak perusahaan terutama bagian produksi. Beberapa tindak pengendalian yang harus dilakukan pihak perusahaan antara lain:. Melakukan pengecekan kestabilan tekanan nitrogen dan lama waktu mixing untuk mengendalikan suhu meatmix. 2. Tidak memproduksi meatmix dalam jumlah banyak (lebih dari 3 batch sekaligus) untuk mengantisipasi kenaikan suhu meatmix sebelum proses pencetakan. 3. Melakukan pengecekan suhu sebelum keseluruhan adonan dikeluarkan dari mixer. 4. Melakukan pemantauan terhadap waktu penyimpanan meatmix agar tidak menyebabkan kenaikan suhu maupun perubahan karakteristik yang tidak diinginkan. Penyimpanan meatmix pada suhu chiller maupun freezer sebaiknya tidak dilakukan dalam waktu lebih dari satu jam.. Memastikan mesin dalam kondisi baik dan kecepatan pencetakan tetap maksimal untuk mencegah meatmix cepat lembek karena kenaikan suhu selama pencetakan. 6. Melakukan tindakan antisipasi dengan segera saat terjadi gangguan mesin atau mati listrik secara mendadak dengan secepatnya memindahkan meatmix ke ruang penyimpanan dengan penyesuaian waktu. 7. Memastikan kestabilan suhu ruang, mengingat suhu ruangan harus cukup mendukung untuk mempertahankan suhu meatmix terutama pada saat proses pencetakan. 8. Memastikan semua komponen penunjang proses berjalan dengan baik, seperti pengaturan posisi dan kecepatan konveyor terutama saat pencetakan. 9. Melakukan tindak penyortiran yang ketat terutama sebelum produk memasuki mesin IQF dan ikut terkemas pada saat proses pengemasan. 0. Pihak manajemen produksi sebaiknya melakukan tindakan dalam mengantisipasi tindakan penyortiran yang dilakukan pekerja. Penyortiran yang dilakukan secara bergantian (setiap satu jam sekali) dan dilakukan secara terus-menerus akan lebih efektif karena penyortiran dapat terus berlangsung tanpa menimbulkan rasa jenuh. Penggunaan metode ini juga diharapkan dapat mencegah produk rusak terbawa ke ruang pengemasan. 3

Bussiness Unit Head. Senior Manager R&D. General Manager. Sales. Information Technology

Bussiness Unit Head. Senior Manager R&D. General Manager. Sales. Information Technology LAMPIRAN 59 Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Belfoods Indonesia Bussiness Unit Head Sekretaris Supervisor Procurement GM HR & GA Senior Manager Bussiness Development GM Unit Finance Control GM Senior

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Produksi merupakan sebuah siklus yang dilakukan oleh perusahaan dalam penyediaan barang atau jasa yang akan ditawarkan kepada pasar demi keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Dasar dari Kualitas Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda, dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA 64 BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang telah dilakukan kemudian diolah menjadi informasi untuk mengetahui berapa besar jumlah produksi dan jumlah cacat. Ada berbagai

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA 68 BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan di awal yang kemudian diolah dan diproses untuk menjadi informasi yang berguna. Pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

KULIAH 4-6 PENGENDALIAN KUALITAS STATISTIKA UNTUK DATA VARIABEL

KULIAH 4-6 PENGENDALIAN KUALITAS STATISTIKA UNTUK DATA VARIABEL KULIAH 4-6 PENGENDALIAN KUALITAS STATISTIKA UNTUK DATA VARIABEL KOMPETENSI Mahasiswa dapat menyusun peta pengendali kualitas proses statistika untuk data variabel dengan menggunakan software statistika,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Statistic Quality Control (SQC) Statistik merupakan teknik pengambilan keputusan tentang suatu proses atau populasi berdasarkan pada suatu analisa informasi yang terkandung di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. CHICKEN NUGGET

TINJAUAN PUSTAKA A. CHICKEN NUGGET III. TINJAUAN PUSTAKA A. CHICKEN NUGGET Menurut Standar Nasional Indonesia tahun 2002, chicken nugget (naget ayam) adalah produk olahan ayam yang dicetak, dimasak dan dibekukan, dibuat dari campuran daging

Lebih terperinci

ASPEK PRODUKSI. A. BAHAN BAKU DAN PELENGKAP 1. Bahan Baku Utama. 2. Bahan Pelengkap

ASPEK PRODUKSI. A. BAHAN BAKU DAN PELENGKAP 1. Bahan Baku Utama. 2. Bahan Pelengkap IV. ASPEK PRODUKSI PT. Belfoods Indonesia merupakan perusahaan pengolahan daging dengan produk utamanya yaitu chicken nugget. Bahan pembuatnya terdiri dari bahan baku utamanya yaitu karkas ayam. Selain

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu proses berfikir dari menemukan masalah, mengumpulkan data, baik melalui tinjauan pustaka maupun melalui studi lapangan, melakukan pengolahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Operasi Untuk mengelola suatu perusahaan atau organisasi selalu dibutuhkan sistem manajemen agar tujuan dari perusahaan atau organisasi tersebut dapat tercapai.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sejarah Pengendalian Kualitas Pada tahun 1924, W.A. Shewart dari Bell Telephone Laboratories mengembangkan diagram atau grafik statistik untuk mengendalikan

Lebih terperinci

V. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. TAHAP-TAHAP PENELITIAN. 1. Observasi Lapang. 2. Pengumpulan Data Kuantitatif

V. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. TAHAP-TAHAP PENELITIAN. 1. Observasi Lapang. 2. Pengumpulan Data Kuantitatif V. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Kegiatan magang yang dilakukan di PT Kemang Food Industries dimaksudkan untuk mengevaluasi bobot bersih dan membandingkan kesesuaian antara data bobot bersih yang didapat

Lebih terperinci

7 Basic Quality Tools. 14 Oktober 2016

7 Basic Quality Tools. 14 Oktober 2016 7 Basic Quality Tools 14 Oktober 2016 Dr. Kaoru Ishikawa (1915 1989) Adalah seorang ahli pengendalian kualitas statistik dari Jepang. As much as 95% of quality related problems in the factory can be solved

Lebih terperinci

Analisis Peta Kendali U Pada Proses Pembuatan Plat Baja di PT. Gunawan Dianjaya Steel Tbk

Analisis Peta Kendali U Pada Proses Pembuatan Plat Baja di PT. Gunawan Dianjaya Steel Tbk Analisis Peta Kendali U Pada Proses Pembuatan Plat Baja di PT. Gunawan Dianjaya Steel Tbk Dias Ardha P 1311 030 032 Dosen Pembimbing Dr. Sony Sunaryo, M.Si PROGRAM STUDI DIPLOMA III Jurusan Statistika

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisa Permasalahan yang Terjadi Sebelum improvement, di bagian produksi coklat compound terdapat permasalahan yang belum dapat diketahui. Proses grinding coklat compound

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengambilan data yang dilakukan penulis menggunakan data primer dan sekunder yang didapatkan pada Lini 2 bagian produksi Consumer Pack, yang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Data Atribut Menganalisis CTQ ( Critical to Quality) Mengidentifikasi Sumber-sumber dan Akar Penyebab Kecacatan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Data Atribut Menganalisis CTQ ( Critical to Quality) Mengidentifikasi Sumber-sumber dan Akar Penyebab Kecacatan BAB V PEMBAHASAN 5.1 Data Atribut Dari perhitungan yang telah dilakukan didapatkan nilai sigma untuk data atribut produk wajan super ukuran 20 sebesar 3,53. 5.1.1 Menganalisis CTQ (Critical to Quality)

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Ekstraksi Hasil Pengumpulan Data Pengumpulan data di perusahaan PT. Jasa Putra Plastik dilakukan dari bulan Juli 004 sampai bulan Desember 004. Data yang diperoleh dalam

Lebih terperinci

2. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan. proses, tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang

2. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan. proses, tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang 27 2. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan Walaupun telah diadakan pengawasan kualitas dalam tingkat-tingkat proses, tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang rusak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini dijelaskan mengenai tahapan tahapan yang dilakukan oleh penulis dalam proses penelitian. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 49 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tahap Pengumpulan Data 4.1.1 Penentuan Objek Penelitian PT. MYR memprodusi puluhan jenis produk makanan ringan yang sering dikonsumsi sehari-hari dari beberapa

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN, DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN, DAN ANALISIS DATA 23 BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN, DAN ANALISIS DATA 4.1 Sejarah Perusahaan Pertama berdirinya PT. Tri Tunggal Bangun Sejahtera di Tangerang adalah melalui tahapan yang begitu kecil. Dalam awal pendiriannya

Lebih terperinci

STATISTICAL PROCESS CONTROL

STATISTICAL PROCESS CONTROL STATISTICAL PROCESS CONTROL Sejarah Statistical Process Control Sebelum tahun 1900-an, industri AS umumnya memiliki karakteristik dengan banyaknya toko kecil menghasilkan produk-produk sederhana, seperti

Lebih terperinci

Gambar 6. Rontokan seasoning pada belt conveyor (A) dan pada mesin weighing (B)

Gambar 6. Rontokan seasoning pada belt conveyor (A) dan pada mesin weighing (B) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIMULASI SKALA LABORATORIUM Proses pengaplikasian seasoning pada produk tortilla chip yang diproduksi PT Garudafood adalah metode satu tahap yaitu menggunakan dry seasoning

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK GARAM PADA PT. SUSANTI MEGAH SURABAYA

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK GARAM PADA PT. SUSANTI MEGAH SURABAYA PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK GARAM PADA PT. SUSANTI MEGAH SURABAYA Retno Indriartiningtias Laboratorium Ergonomi dan APK Jurusan Teknik Industri Universitas Trunojoyo, Madura Email : artiningtias@yahoo.com

Lebih terperinci

Statistical Process Control

Statistical Process Control Statistical Process Control Sachbudi Abbas Ras abbasras@yahoo.com Lembar 1 Flow Chart (dengan Stratifikasi): Grafik dari tahapan proses yang membedakan data berdasarkan sumbernya. Lembar Pengumpulan Data:

Lebih terperinci

Pengontrolan Kualitas Proses Produksi Front Grille Menggunakan Diagram Kontrol Multivariat Individual

Pengontrolan Kualitas Proses Produksi Front Grille Menggunakan Diagram Kontrol Multivariat Individual JURUSAN STATISTIKA Pengontrolan Kualitas Proses Produksi Front Grille Menggunakan Diagram Kontrol Multivariat Individual Silvia Setia Armadi 1308 030 006 Dr. Muhammad Mashuri, MT PENDAHULUAN JURUSAN STATISTIKA

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di PT. X yang terdapat pada Pelabuhan Perikanan Nusantara Nizam Zachman Jakarta. Waktu penelitian telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menekan waktu proses pembuatan coklat compound yang digunakan untuk produksi produk X. Waktu pembuatan coklat compound saat ini adalah 150 menit,

Lebih terperinci

III Control chart for variables. Pengendalian Kualitas TIN-212

III Control chart for variables. Pengendalian Kualitas TIN-212 III Control chart for variables Pengendalian Kualitas TIN-212 Common dan Assignable causes of variation Variabilitas dapat dibagi ke dalam dua kategori: 1. Common causes of variation. Variasi ini merupakan

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN Seminar Nasional IENACO 204 ISSN 2337-4349 PENGENDALIAN KUALITAS PADA MESIN INJEKSI PLASTIK DENGAN METODE PETA KENDALI PETA P DI DIVISI TOSSA WORKSHOP Much. Djunaidi *, Rachmad Adi Nugroho 2,2 Jurusan

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK DUDUKAN MAGNET DENGAN METODE ENAM SIGMA

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK DUDUKAN MAGNET DENGAN METODE ENAM SIGMA USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK DUDUKAN MAGNET DENGAN METODE ENAM SIGMA Moh. Umar Sidik Daryanto (Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Industri, Universitas Gunadarma) ABSTRAK PT. Teknik Makmur

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sejarah Pengendalian Kualitas Pada tahun 1924, W.A. Shewart dari Bell Telephone Laboratories mengembangkan diagram atau grafik statistik untuk mengendalikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan juga produk jadi Crude Palm Oil (CPO) PT Kalimantan Sanggar Pusaka

BAB III METODE PENELITIAN. dan juga produk jadi Crude Palm Oil (CPO) PT Kalimantan Sanggar Pusaka BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek/Subyek Penelitian 1. Obyek Penelitian. Penelitian ini akan dilakukan pada proses bahan baku, proses produksi, dan juga produk jadi Crude Palm Oil (CPO) PT Kalimantan

Lebih terperinci

Pengendalian Kualitas Statistik. Lely Riawati

Pengendalian Kualitas Statistik. Lely Riawati 1 Pengendalian Kualitas Statistik Lely Riawati 2 SQC DAN SPC SPC dan SQC bagian penting dari TQM (Total Quality Management) Ada beberapa pendapat : SPC merupakan bagian dari SQC Mayelett (1994) cakupan

Lebih terperinci

ANALISA PENYEBAB CACAT PADA PROSES PRODUKSI GALVANIZED IRON DIVISI COIL TO COIL (SHEAR LINE 1 DAN 4) DI PT. FUMIRA SEMARANG

ANALISA PENYEBAB CACAT PADA PROSES PRODUKSI GALVANIZED IRON DIVISI COIL TO COIL (SHEAR LINE 1 DAN 4) DI PT. FUMIRA SEMARANG ANALISA PENYEBAB CACAT PADA PROSES PRODUKSI GALVANIZED IRON DIVISI COIL TO COIL (SHEAR LINE 1 DAN 4) DI PT. FUMIRA SEMARANG Nia Budi Puspitasari Program Studi Teknik Industri UNDIP Abstrak Sebagai salah

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisa Hasil Data Dari pengolahan data pada bab sebelumnya diperoleh hasil mengenai jumlah produk, jumlah produk cacat, dan jenis cacat yang ada antara lain : gosong,

Lebih terperinci

Pengendalian Kualitas Produksi di PT. IGLAS (Persero) Gresik dengan Menggunakan Peta Kendali c

Pengendalian Kualitas Produksi di PT. IGLAS (Persero) Gresik dengan Menggunakan Peta Kendali c Pengendalian Kualitas Produksi di PT. IGLAS (Persero) Gresik dengan Menggunakan Peta Kendali c Oleh : Kristel Herdyana 309 030 00 Dosen Pembimbing : Wibawati, S. Si, M. Si 97423 99802 2 00 Jurusan Statistika

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 PENGERTIAN KUALITAS Kualitas merupakan faktor dasar yang mempengaruhi pilihan konsumen untuk berbagai jenis produk dan jasa yang berkembang pesat dewasa ini. Kualitas secara langsung

Lebih terperinci

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009 ANALISIS DATA 4.1 FASE ANALISA Fase ini merupakan fase mencari dan menentukan akar sebab dari suatu masalah. Kemudian, dilakukan brainstroming dengan pihak perusahaan untuk mengidentifikasi akar permasalahan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Kualitas merupakan ukuran yang tidak dapat didefinisikan secara umum, karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi perspektif yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya dan faktor penyebab banyaknya re-work dari proses produksi kursi pada PT. SUBUR MANDIRI, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dari Pengumpulan Data Untuk mempermudahkan identifikasi masalah langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan pengumpulan data. Pengumpulan data ini penulis

Lebih terperinci

Penurunan Tingkat Kecacatan dan Analisa Biaya Rework (Studi Kasus di Sebuah Perusahaan Plastik, Semarang)

Penurunan Tingkat Kecacatan dan Analisa Biaya Rework (Studi Kasus di Sebuah Perusahaan Plastik, Semarang) Penurunan Tingkat Kecacatan dan Analisa Biaya Rework (Studi Kasus di Sebuah Perusahaan Plastik, Semarang) Debora Anne Y. A., Desy Gunawan Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

KUALITAS PRODUK BEDAK TWO-WAY CAKE DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) DAN FMEA PADA PT UNIVERSAL SCIENCE COSMETIC

KUALITAS PRODUK BEDAK TWO-WAY CAKE DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) DAN FMEA PADA PT UNIVERSAL SCIENCE COSMETIC KUALITAS PRODUK BEDAK TWO-WAY CAKE DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) DAN FMEA PADA PT UNIVERSAL SCIENCE COSMETIC Edy Susanto Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Bina Nusantara,

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK SOLAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE STATISTICAL QUALITY CONTROL (SQC) (Studi Kasus : DI UNIT KILANG PUSDIKLAT MIGAS CEPU) Siti Nandiroh 1*,Eko Winardi 2 1,2 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengertian Kualitas Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar orang membicarakan masalah kualitas, misalnya: mengenai kualitas sebagian besar produk buatan luar negeri

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB V HASIL DAN ANALISA BAB V HASIL DAN ANALISA Pada bab ini, penulis akan menjabarkan hasil yang di dapat dari pengumpulan dan pengolahan data, serta melakukan analisis terhadap masing-masing hasil tersebut. 5.1. Tahap Define

Lebih terperinci

Analisis Perbaikan Kualitas pada Mesin Warping terhadap Defect Putus Lusi

Analisis Perbaikan Kualitas pada Mesin Warping terhadap Defect Putus Lusi Petunjuk Sitasi: Ardine, N., Lukodono, R. P., & Ardianwiliandri, R. (217). Analisis Perbaikan Kualitas pada Mesin Warping terhadap Defect Putus Lusi. Prosiding SNTI dan SATELIT 217 (pp. D118-124). Malang:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Quality (mutu) Mutu adalah sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan. Mutu didasarkan pada pengalaman aktual pelanggan terhadap produk atau jasa, diukur berdasarkan persyaratan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Untuk mendukung perhitungan statistikal pengendalian proses maka diperlukan data. Data adalah informasi tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketatnya persaingan antara perusahaan industri satu dengan yang lainnya menyebabkan semakin banyak dan beragam industri saat ini yang berusaha untuk meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

Analisis Mutu Ketebalan Roti Sisir Pada Perusahaan XYZ

Analisis Mutu Ketebalan Roti Sisir Pada Perusahaan XYZ Jurnal Matematika Vol. 2 No. 1, Desember 2011. ISSN : 1693-1394 Analisis Mutu Ketebalan Roti Sisir Pada Perusahaan XYZ Ni Luh Putu Suciptawati Wella Dhanuantari Jurusan Matematika FMIPA, Universitas Udayana

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian 3.3 Pengumpulan Data Pengumpulan data primer

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian 3.3 Pengumpulan Data Pengumpulan data primer 46 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data lapang penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010. Tempat penelitian dilakukan di PPP Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengendalian Mutu Industri Gula Kelapa (Kasus UD.

METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengendalian Mutu Industri Gula Kelapa (Kasus UD. III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian mengenai Pengendalian Mutu Industri Gula Kelapa (Kasus UD. Ngudi Lestari 1 Kecamatan Kebasen, Banyumas) ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan

Lebih terperinci

1. Check sheet 2. Flow chart 3. Pareto chart 4. Ishikawa diagram 5. Scatter Plot 6. Run Chart 7. Histogram

1. Check sheet 2. Flow chart 3. Pareto chart 4. Ishikawa diagram 5. Scatter Plot 6. Run Chart 7. Histogram 1 1. Check sheet 2. Flow chart 3. Pareto chart 4. Ishikawa diagram 5. Scatter Plot 6. Run Chart 7. Histogram 2 Check sheet adalah alat bantu manajemen mutu sederhana yang menyerupai tabel dan digunakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Ketatnya persaingan dalam usaha textil akhir-akhir ini membuat banyak perusahaan textil bekerja keras untuk bertahan dalam persaingan. Faktor kualitas menjadi point yang paling diperhatikan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem kualitas begitu penting dan diperlukan dalam dunia usaha untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sistem kualitas begitu penting dan diperlukan dalam dunia usaha untuk dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem kualitas begitu penting dan diperlukan dalam dunia usaha untuk dapat bersaing dan meningkatkan keunggulan kompetitif dengan perusahaan lain yang sejenis,

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 28 BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Identifikasi masalah Pada bagian produksi di Stamping Plant PT. Astra Daihatsu Motor, banyak masalah yang muncul berkaitan dengan kualitas yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terigu, dibuat dengan proses pemanggangan. Biskuit memiliki kadar air kurang

BAB I PENDAHULUAN. terigu, dibuat dengan proses pemanggangan. Biskuit memiliki kadar air kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Biskuit merupakan salah satu produk pangan yang berbahan dasar tepung terigu, dibuat dengan proses pemanggangan. Biskuit memiliki kadar air kurang dari 5%, kondisi

Lebih terperinci

Sumber : PQM Consultant QC Tools Workshop module.

Sumber : PQM Consultant QC Tools Workshop module. Sumber : PQM Consultant. 2011. 7QC Tools Workshop module. 1. Diagram Pareto 2. Fish Bone Diagram 3. Stratifikasi 4. Check Sheet / Lembar Pengecekan 5. Scatter Diagram / Diagram sebar 6. Histogram 7. Control

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Pengumpulan data terbagi menjadi dua proses yakni: proses produksi/ekstrusi dan proses anodizing, data-data yang telah terkumpul merupakan data hasil

Lebih terperinci

1. Pengertian Pengendalian Mutu/Kualitas

1. Pengertian Pengendalian Mutu/Kualitas 1. Pengertian Pengendalian Mutu/Kualitas Pengendalian mutu atau quality control, adalah suatu sistem kendali atau telaah guna menjamin agar kualitas bahan baku, proses produksi, dan produk jadi sesuai

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH 42 BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisa Hasil Data Dari hasil pembahasan pada bab pengumpulan dan pengolahan data, dapat diketahui beberapa point penting dalam mengetahui jenis-jenis cacat yang

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi pada bulan Desember 2010. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PADA MESIN PRODUKSI NONWOVEN SPUNBOND DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEVEN TOOLS DAN FMEA

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PADA MESIN PRODUKSI NONWOVEN SPUNBOND DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEVEN TOOLS DAN FMEA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PADA MESIN PRODUKSI NONWOVEN SPUNBOND DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEVEN TOOLS DAN FMEA Mochammad Damaindra, Atikha Sidhi Cahyana Program studi Teknik Industri Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh para konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Kualitas yang baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh para konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Kualitas yang baik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kualitas Kualitas merupakan aspek yang harus diperhatikan oleh perusahaan, karena kualitas merupakan aspek utama yang diperhatikan oleh para konsumen dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Berdasarkan dari hasil pengamatan dan pemeriksaan yang telah dilakukan pada proses produksi wafer stick selama 3 bulan. Maka diketahui data sebagai

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Pembuatan Diagram Sebab Akibat. Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Pembuatan Diagram Sebab Akibat. Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa 5.1.1 Pembuatan Diagram Sebab Akibat Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan yang dihadapi dengan kemungkinan penyebabnya serta faktor-faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kualitas. Dalam dunia industri, kualitas barang yang dihasilkan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. atau kualitas. Dalam dunia industri, kualitas barang yang dihasilkan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi yang semakin kompetitif ini, setiap pelaku bisnis yang ingin memenangkan persaingan akan memberikan perhatian penuh pada mutu atau kualitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Saat ini sektor industri mempunyai peran yang sangat penting di dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Saat ini sektor industri mempunyai peran yang sangat penting di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini sektor industri mempunyai peran yang sangat penting di dalam pembangunan perekonomian Indonesia di mana sektor industri ini merupakan prioritas untuk

Lebih terperinci

PENERAPAN STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) DALAM ANALISIS PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI CHICKEN NUGGET DI PT. BELFOODS INDONESIA, BOGOR JAWA BARAT

PENERAPAN STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) DALAM ANALISIS PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI CHICKEN NUGGET DI PT. BELFOODS INDONESIA, BOGOR JAWA BARAT PENERAPAN STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) DALAM ANALISIS PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI CHICKEN NUGGET DI PT. BELFOODS INDONESIA, BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI RINI HAPSARI F24070088 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

Statistical Process Control

Statistical Process Control Natasya Christy Mukuan 1701344251 LD21 Statistical Process Control Sejarah Statistical Process Control (SPC) Sebelum tahun 1900-an, industri AS umumnya memiliki karakteristik dengan banyaknya toko kecil

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1. Model Perumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Metodologi pemecahan masalah merupakan tahap menggambarkan jalannya proses penelitian atau pemecahan masalah yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI Kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers) (Gasperz, 2006). Pengendalian kualitas secara statistik dengan

Lebih terperinci

BAB 2 Landasan Teori 2.1 Total Quality Management

BAB 2 Landasan Teori 2.1 Total Quality Management BAB 2 Landasan Teori 2.1 Total Quality Management Total Quality Management (TQM) adalah suatu filosofi manajemen untuk meningkatkan kinerja bisnis perusahaan secara keseluruhan dimana pendekatan manajemen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 35 A. Metode Dasar Penelitian III. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode dasar analisis deskriptif analitis. Metode ini berkaitan dengan pengumpulan data yang berguna untuk memberikan gambaran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini dijelaskan mengenai tahapan tahapan yang dilakukan oleh penulis dalam proses penelitian. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir

Lebih terperinci

Perangkat Lunak Untuk Pengolah Data. Nur Edy

Perangkat Lunak Untuk Pengolah Data. Nur Edy Perangkat Lunak Untuk Pengolah Data Nur Edy Outline PERTEMUAN I Definisi Jenis perangkat lunak pengolah angka Fungsi-fungsi Microsoft Excel untuk pengolahan data sederhana Membuat Grafik dengan Mikrosoft

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DATA

BAB III PENGUMPULAN DATA BAB III PENGUMPULAN DATA 3. FASE PENDEFINISIAN 3.. Sekilas tentang Perusahaan PT Batman Kencana merupakan perusahaan manufaktur nasional yang bergerak di bidang produksi balon dan permen. Jenis produk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 23 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi mengenai Kualitas Saat kata kualitas digunakan, kita mengartikannya sebagai suatu produk atau jasa yang baik yang dapat memenuhi keinginan kita. Menurut ANSI/ASQC Standard

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 3.1.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat yang mempunyai variasi tertentu yang

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. pembuatan buku, observasi dilakukan agar dapat lebih memahami proses pembuatan

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. pembuatan buku, observasi dilakukan agar dapat lebih memahami proses pembuatan BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan data Observasi dilakukan pada lantai Produksi dan dikhususkan pada proses pembuatan buku, observasi dilakukan agar dapat lebih memahami proses pembuatan buku,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK KAIN BERMOTIF DI PT RAGAM WARNA UTAMA BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN SEVEN TOOLS. Jurnal. Oleh: M. LUTFI

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK KAIN BERMOTIF DI PT RAGAM WARNA UTAMA BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN SEVEN TOOLS. Jurnal. Oleh: M. LUTFI PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK KAIN BERMOTIF DI PT RAGAM WARNA UTAMA BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN SEVEN TOOLS Jurnal Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh gelar sarjana strata 1 (S1) Program

Lebih terperinci

Prosiding Manajemen ISSN:

Prosiding Manajemen ISSN: Prosiding Manajemen ISSN: 2460-6545 Analisis Pengendalian Kualitas dengan Menggunakan Metode Statistical Quality Control (SQC) Produk Kue Astor untuk Meminimumkan Produk Rusak Pada PT. Prima Jaya A.M.

Lebih terperinci

CONTOH PENERAPAN TQM DI INDUSTRI PANGAN

CONTOH PENERAPAN TQM DI INDUSTRI PANGAN CONTOH PENERAPAN TQM DI INDUSTRI PANGAN Tjahja Muhandri Stfa Pengajar Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, FATETA-IPB, Kampus IPB Darmaga Bogor 16002 PENDAHULUAN Teknik-teknik perbaikan mutu berfungsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan dan Pengendalian Produksi Perencanaan dan pengendalian produksi dalam suatu perusahaan merupakan kegiatan untuk merencanakan kegiatan-kegiatan produksi, agar apa yang

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1. Gambaran Umum Perusahaan PT. Jasa Putra Plastik merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pembuatan plastik padat. Perusahan ini telah dibangun

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Globalisasi dan kemudahan untuk mengakses informasi dari seluruh dunia, membawa perubahan yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Perubahan itu juga Mempengaruhi dunia

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Setelah mengevaluasi berbagai data-data kegiatan produksi, penulis mengusulkan dasar evaluasi untuk mengoptimalkan sistem produksi produk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Mutu Karakteristik lingkungan dunia usaha saat ini ditandai oleh perkembangan yang cepat disegala bidang yang menuntut kepiawaian manajemen dalam mengantisipasi setiap

Lebih terperinci

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan. MODUL 2 NUGGET IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah nugget ikan yang bertekstur kenyal, lembut dan bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Subjek Penelitian Objek penelitian ini adalah perusahaan produksi kemasan makanan dari kertas karton CV. Yogyakartas yang berlokasi di Jl. Nyi Ageng Nis No. 20 B,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk memproduksi suatu produk, baik berupa barang atau jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk memproduksi suatu produk, baik berupa barang atau jasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, konsumen semakin banyak menuntut kemampuan perusahaan untuk memproduksi suatu produk, baik berupa barang atau jasa yang berkualitas tinggi. Tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia pada tahun 1998 membuat

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia pada tahun 1998 membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia pada tahun 1998 membuat keadaan perekonomian di Indonesia menjadi tidak menentu. Nilai mata uang rupiah yang

Lebih terperinci

Bab 2. Teori Dasar. 2.1 Pendahuluan

Bab 2. Teori Dasar. 2.1 Pendahuluan Bab 2 Teori Dasar 2.1 Pendahuluan Gagasan bagan kendali statistik pertama kali diperkenalkan oleh Walter A. Shewhart dari Bell Telephone laboratories pada tahun 1924 (Montgomery, 2001, hal 9). Tujuan dari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Data jenis cacat yang terjadi pada proses produksi di CV. Abadi Jaya diambil. Tabel 4.1 Pengumpulan Data BULAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Data jenis cacat yang terjadi pada proses produksi di CV. Abadi Jaya diambil. Tabel 4.1 Pengumpulan Data BULAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Data jenis cacat yang terjadi pada proses produksi di CV. Abadi Jaya diambil dari hasil audit proses produksi periode Januari 2005-September 2005 adalah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 55 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Diagram Alir Penelitian Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 56 3.2 Langkah-langkah Penelitian Dalam melakukan penelitian, terdapat beberapa kegiatan untuk dapat

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DALAM UPAYA MENURUNKAN TINGKAT KEGAGALAN PRODUK JADI

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DALAM UPAYA MENURUNKAN TINGKAT KEGAGALAN PRODUK JADI PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DALAM UPAYA MENURUNKAN TINGKAT KEGAGALAN PRODUK JADI Ni Luh Putu Hariastuti putu_hrs@yahoo.com Jurusan Teknik industri, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Adhitama

Lebih terperinci