Gambar 6. Rontokan seasoning pada belt conveyor (A) dan pada mesin weighing (B)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 6. Rontokan seasoning pada belt conveyor (A) dan pada mesin weighing (B)"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIMULASI SKALA LABORATORIUM Proses pengaplikasian seasoning pada produk tortilla chip yang diproduksi PT Garudafood adalah metode satu tahap yaitu menggunakan dry seasoning pada tumbler. Produk tortilla yang telah didinginkan setelah keluar dari penggorengan langsung dibawa ke tumbler yang berputar untuk dilakukan penaburan seasoning. Setelah itu produk dibawa dengan conveyor belt untuk ditampung dalam bak penampung. Dari bak penampung kemudian dibawa ke mesin weighing untuk dikemas sesuai ukuran yang ditentukan. Dari pengamatan untuk proses pengaplikasian seasoning pada produk tortilla ini diperoleh rontokan yang cukup banyak baik di belt conveyor dan di mesin weighing. Rontokan di belt conveyor berupa bubuk seasoning yang rontok sedangkan rontokan pada mesin weighing berupa bubuk yang lama kelamaan akan menempel pada mesin weighing, menimbulkan kerak sehingga harus dibersihkan, dan bahkan sampai mengganggu proses penimbangan bobot produk sesuai standar yang ada. Rontokan pada belt conveyor dan mesin weighing dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini: A B Gambar 6. Rontokan seasoning pada belt conveyor (A) dan pada mesin weighing (B) Karena adanya rontokan ini maka perlu proses pembersihan yang membutuhkan waktu tidak sedikit sehingga produktivitas pabrik terganggu. Selain itu karena adanya tumpukan pada mesin weighing akan mengganggu 26

2 proses penimbangan, jumlah bobot yang ditimbang untuk dikemas akan berbeda dari standar yang berlaku. Hal ini menyebabkan kerugian pada konsumen (produk yang sampai ke konsumen lebih ringan bobotnya) dan juga pada perusahaan karena terlalu berat bobotnya. Permasalahan yang sedang dihadapi ini maka perlu dipecahkan dan dicari penyebabnya. Beberapa faktor yang diperkirakan berpengaruh adalah base produk, jenis seasoning, suhu aplikasi, dosis seasoning, teknik aplikasi, dan tahapan produksi. Dari beberapa faktor yang sudah disebutkan akhirnya lebih difokuskan pada faktor suhu aplikasi, dosis seasoning, teknik aplikasi, dan tahapan produksi. Penggunaan faktor suhu aplikasi dan dosis seasoning dijadikan faktor utama yang dimasukkan dalam rancangan percobaan. Setelah diperoleh rekomendasi kombinasi suhu dan dosis seasoning dengan kerontokan terkecil maka dilanjutkan tahap perlakuan teknik aplikasi, dalam hal ini yang dipilih adalah penyemprotan minyak goreng pada permukaan base dengan penentuan dosis minyak yang digunakan. Sedangkan untuk proses tahapan produksi diteliti dengan melakukan simulasi proses tahapan produksi pada skala laboratorium. Hasil skala laboratorium akan dibawa ke tahap yang lebih besar yaitu percobaan scale up yang dilakukan di pabrik untuk mendapatkan data lapang yang lebih sesuai dan hasil produksi yang mewakili. Pada hasil produksi akan dilakukan uji sensori, pengukuran tekstur dan pengukuran kadar lemak sebagai data pendukung hasil rekomendasi. Penentuan faktor suhu aplikasi dan dosis seasoning sebagai faktor utama berdasarkan asumsi dari peneliti sendiri. Asumsi yang digunakan adalah semakin tinggi suhu aplikasi maka kelengketan seasoning akan semakin baik dan setiap seasoning memiliki daya kelekatan maksimal yang berbeda, mungkin dosis yang sekarang terlalu tinggi sehingga perlu dikurangi. Akhirnya penentuan tingkat suhu yang digunakan menggunakan tiga level yaitu suhu produksi di pabrik (70 0 C), suhu di bawah suhu produksi (50 0 C) dan suhu di atas suhu produksi (90 0 C). Penentuan dosis seasoning sendiri menggunakan tiga level yaitu level produksi 7% dan dua dosis yang lebih rendah yaitu 6% dan 5%. 27

3 Simulasi produksi yang dilakukan terdiri dari tiga tahap yaitu tahap tumbler, tahap siever, dan tahap weighing. Setiap melewati satu tahap simulasi maka produk yang ada ditimbang kembali bobot akhirnya untuk mengetahui jumlah rontokan pada tiap tahap simulasi. Tahap tumbler adalah simulasi produksi yang bertujuan meniru tahap pengaplikasian seasoning dalam hal ini adalah mencampur base dan seasoning dalam tumbler yang berputar. Untuk simulasi skala laboratorium peran tumbler diganti dengan kaleng dan untuk putarannya dilakukan secara manual sebanyak 30 putaran. Fungsi dari pemutaran ini adalah untuk meratakan seasoning yang ditaburkan sehingga dapat diperoleh produk tortilla chip dengan penampakan yang baik. Untuk pengaplikasian skala laboratorium diperlukan pemanasan pada base tortilla yang bertujuan menyesuaikan dengan kondisi pabrik karena base produk yang digunakan adalah base yang sudah digoreng. Jika tidak dipanaskan terlebih dahulu maka seasoning akan sulit untuk melekat pada permukaaan produk. Setelah proses pengaplikasian maka ditimbang kembali bobot akhir dari produk dan jumlah rontokan dapat diketahui dengan mengurangi bobot awal dengan bobot akhir. Untuk tahap siever dilakukan penggetaran pada base yang telah diaplikasikan seasoning dengan menggunakan alat Digital Sieve Shaker Retch AS 200 dan saringan 50 mesh dengan penggetaran amplitudo 70 selama satu menit. Tahap ini dilakukan untuk mensimulasikan getaran yang diterima produk selama di mesin weighing. Setelah penggetaran maka rontokan yang ada akan tertampung pada alas siever yang digunakan. Rontokan ini terjadi karena getaran yang ada pada alat membuat base ikut bergetar sehingga seasoning yang menempel menjadi terlepas dari permukaan. Jumlah rontokan pada alas siever dihitung sebagai jumlah rontokan pada tahap simulasi siever. Sedangkan tahap weighing bertujuan mensimulasikan produk yang telah siap untuk dikemas, pada simulasi ini di skala laboratorium telah dirancang alat sederhana berupa tiang kayu setinggi dua meter dengan tiga corong pada ketiga titik. Produk dijatuhkan sebanyak dua kali dari dua ketinggian berbeda yaitu 30cm dan 100 cm. Jumlah rontokan pada tahap ini dapat dihitung dengan mengurangi bobot awal dengan bobot akhir. Rontokan 28

4 yang terjadi pada tahap ini disebabkan base produk yang dijatuhkan berbenturan dengan permukaan corong yang keras sehingga seasoning yang ada terlepas bahkan ada beberapa base yang patah atau remuk. Secara lengkap alat-alat yang digunakan pada simulasi produksi skala laboratorium dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini: A B C Gambar 7. Alat yang digunakan untuk simulasi tumbler (A), simulasi siever (B), dan simulasi weighing (C) untuk skala laboratorium. Dari hasil percobaaan skala laboratorium pada tahap pertama yaitu penentuan suhu dan dosis aplikasi seasoning didapatkan data persentase kerontokan dengan empat ulangan seperti yang terdapat pada Tabel 3. Untuk melihat hubungan antara dosis seasoning dan suhu aplikasi dapat dilihat pada Gambar 8 yang ada di bawah ini. SUHU Tabel 3. Nilai persentase kerontokan pada produk tortilla chips DOSIS 5% DOSIS 6% DOSIS 7% U1 U2 U3 U4 U1 U2 U3 U4 U1 U2 U3 U4 50 C C C

5 Total kerontokan (%) Suhu 50 C Suhu 70 C Suhu 90 C Gambar 8. Grafik Hubungan Dosis Seasoning dengan Suhu Aplikasi per 100 gram Produk Tortilla Chips Dari grafik di atas terlihat perlakuan suhu 50 0 C dengan dosis seasoning 5% memiliki kerontokan terkecil. Namun hasil tersebut tidak digunakan untuk tahap selanjutnya karena mempertimbangkan kegiatan scale up selanjutnya. Suhu aplikasi seasoning yang dilakukan di pabrik berkisar antara C sehingga untuk tahap selanjutnya yang dipilih adalah suhu 70 0 C dengan dosis 6%. Selain itu untuk menganalisis tahap produksi apakah yang berpengaruh pada kerontokan seasoning maka jumlah rontokan pada tiap tahap simulasi dihitung dan persentasenya dapat dilihat pada Gambar 9 pada halaman selanjutnya. 5% 6% 7% Dosis Seasoning (%) Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa baik pada suhu 50 0 C, 70 0 C, dan 90 0 C memiliki persentase perbandingan tahap simulasi yang hampir sama. Tahap simulasi produksi yang berpengaruh paling tinggi untuk kerontokan seasoning pada skala laboratorium adalah tahap weighing (38-51%) diikuti oleh tahap tumbler (26-39%) dan yang terakhir adalah tahap siever (17-26%). Tahap simulasi weighing memberikan rontokan terbesar disebabkan pada tahap ini sampel mengalami dua kali penjatuhan secara kontinu dari dua ketinggian berbeda yaitu dari jarak 50 cm dan yang kedua dari jarak 100 cm. Setiap kali jatuh, sampel akan mengalami mechanical stress yang cukup kuat yaitu benturan dengan corong plastik sehingga menyebabkan 30

6 seasoning mengalami kerontokan bahkan base tortilla chips menjadi remuk. Pengamatan secara visual memberikan hasil untuk penjatuhan pertama dengan ketinggian 50 cm, seasoning yang rontok tidak terlalu banyak dan tekstur base tidak remuk sedangkan untuk penjatuhan kedua dengan ketinggian 100 cm, seasoning banyak yang rontok dan beberapa base mengalami remuk. A Dosis 5% A Dosis 6% A Dosis 7% 51% 27% TUMBLER SIEVER 45% 32% TUMBLER SIEVER 50% 30% TUMBLER SIEVER 22% WEIGHING 23% WEIGHING 20% WEIGHING B Dosis 5% B Dosis 6% B Dosis 7% 50% 33% 17% TUMBLER SIEVER WEIGHING 51% 26% 23% TUMBLER SIEVER WEIGHING 40% 26% 34% TUMBLER SIEVER WEIGHING C Dosis 5% C Dosis 6% C Dosis 7% 43% 39% TUMBLER SIEVER 41% 39% TUMBLER SIEVER 38% 39% TUMBLER SIEVER 18% WEIGHING 20% WEIGHING 23% WEIGHING Gambar 9. Persentase rontokan tiap tahap simulasi pada suhu 50 0 C (A), 70 0 C (B), dan 90 0 C (C) Sedangkan tahap simulasi tumbler berperan menghasilkan rontokan yang cukup besar yaitu 26-39% disebabkan pada tahap ini mengalami mechanical stress berupa putaran kaleng sehingga base akan mengalami sedikit benturan dengan kaleng tapi tidak terlalu parah karena pengadukan 31

7 Total Seasoning Total Seasoning Total Seasoning Persentase Kerontokan (%) seasoning dilakukan sesuai dengan alur kaleng. Faktor lain yang lebih berpengaruh adalah seasoning yang digunakan belum menempel sempurna pada permukaan base sehingga mudah rontok ketika kaleng diputar untuk mengaduk seasoning dengan base tortilla chips. Tahap simulasi siever sendiri menyumbangkan kerontokan antara 17-26% dan merupakan yang terkecil. Pada tahap ini sendiri sampel mengalami mechanical stress berupa penggetaran oleh alat Sieve Shaker Retch AS 200 untuk mensimulasikan getaran yang diterima produk sebelum pengemasan. Kerontokan yang tinggi pada produk tortilla chips ini selain diteliti tahap produksi yang mempengaruhi juga perlu diketahui rontokan yang dihasilkan ini apakah rontokan dari base atau rontokan dari seasoning. Untuk mengetahuinya maka pada tahap simulasi juga dilakukan untuk base tortilla chips yang tidak diaplikasikan seasoning sebagai kontrol. Sehingga untuk mengetahui kerontokan seasoning dapat dilakukan dengan mengurangi total kerontokan dengan kerontokan base tanpa seasoning (kontrol). Untuk mengetahui perbandingan persentase kerontokan pada produk tortilla chips dapat dilihat pada Gambar 10 berikut ini: C 70 C 90 C DOSIS 5% DOSIS 6% DOSIS 7% Gambar 10. Nilai rata-rata persentase kerontokan pada Produk Tortilla Chips Setelah mengetahui persentase kerontokan pada suhu aplikasi dan dosis seasoning maka kita juga perlu mengetahui perbandingan persentase 32

8 antara kerontokan yang disebabkan oleh kontrol (base) dan yang disebabkan oleh kerontokan seasoning. Hasil perbandingannya dapat dilihat pada Gambar 11 berikut ini: 43% 76% 81% Dosis Seasoning 5 % 19% 24% 57% Rontokan Rontokan Seasoning 53% Dosis Seasoning 6 % 79% 85% 15% 21% 47% Rontokan Rontokan Seasoning Keterangan : 57% 77% 87% Lingkaran bagian dalam (suhu 50 0 C) Lingkaran bagian tengah (suhu 70 0 C) Lingkaran bagian luar (suhu 90 0 C) Dosis Seasoning 7 % 13% 23% 43% Rontokan Rontokan Seasoning Gambar 11. Perbandingan persentase rontokan base dengan rontokan seasoning pada berbagai dosis seasoning Perbandingan persentase kerontokan base dengan kerontokan seasoning yang pada tiap dosis seasoning memberikan hasil yang hampir sama. Pada semua dosis seasoning terlihat bahwa rontokan yang dominan adalah rontokan seasoning dibandingkan rontokan base. Persentase kerontokan seasoning berkisar 43-87% sedangkan persentase kerontokan base berkisar 13-57%. Hal lain yang menjadi perhatian adalah dengan meningkatnya suhu maka persentase kerontokan seasoning semakin besar, terlihat untuk dosis seasoning 5% terjadi peningkatan persentase seasoning dari 43% (50 0 C) menjadi 76% 33

9 (70 0 C) dan menjadi 81% (90 0 C). Penambahan persentase kerontokan seasoning ini juga terjadi pada dosis 6% dan 7%, penyebabnya yaitu terjadinya penurunan jumlah rontokan base (kontrol) dan jumlah seasoning yang rontok semakin banyak seiring naiknya suhu. Dengan mengetahui bahwa kerontokan yang terjadi didominsai oleh rontokan seasoning, maka perlu diketahui apakah dengan variasi faktor perlakuan suhu, dosis, dan interaksi suhu dengan dosis menghasilkan kerontokan yang berbeda nyata jumlahnya. Oleh karena itu maka data simulasi dengan empat ulangan perlu dianalisis secara statistika. Pada penelitian ini untuk tahap penentuan dosis seasoning dan suhu aplikasi menggunakan metode Anova (Analysis of Variance) dengan bantuan software Minitab 14. Hasil uji statistika Anova pada faktor suhu aplikasi, dosis seasoning, dan interaksi kedua faktor memberikan hasil seperti yang terdapat di bawah ini: Tabel 4. Analysis of Variance for kerontokan Faktor DF Seq SS Adj SS Adj MS F value P value Suhu Dosis Suhu*Dosis Dari tabel di atas yang perlu diperhatikan adalah kolom P value, dengan tingkat kepercayaan 95% maka nilai α yang digunakan adalah 5 % (0.05). Jika P value lebih kecil dari 5% (0.05) maka tidak ada perbedaan signifikan dalam jumlah kerontokannya sehingga dapat disebut faktor tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap kerontokan seasoning. Pada faktor suhu dan dosis terlihat kolom P value memiliki nilai dan yang lebih kecil daripada α 5% (0.05) sehingga kedua faktor tersebut secara individual berpengaruh nyata terhadap jumlah total kerontokan seasoning pada tingkat kepercayaan 95%. Namun interaksi kedua faktor memiliki P value lebih besar dari 0.05 yaitu sehingga dapat disebutkan interaksi antara kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah kerontokan seasoning. 34

10 Rata-Rata Kerontokan Secara umum hubungan diantara kedua faktor secara individual dengan jumlah kerontokan seasoning dapat dilihat kecenderungannya pada Gambar 12 sedangkan hubungan interaksi kedua faktor dapat dilihat pada Gambar 13. Kecenderungan Individual Faktor Suhu dan Dosis untuk Kerontokan 2.3 suhu dosis Gambar 12. Grafik Kecenderungan Individual Faktor Suhu dan Dosis untuk Kerontokan Produk Tortilla Chips Plot Interaksi Antara Faktor Suhu dan Dosis dengan Kerontokan suhu suhu dosis dosis Gambar 13. Grafik Plot Interaksi Faktor Suhu dan Dosis dengan Kerontokan Produk Tortilla Chips 35

11 Pada Gambar 12 yang menjelaskan kecenderungan masing-masing faktor, terlihat untuk faktor suhu memiliki kecenderungan yang tidak linear, pada suhu 70 0 C memiliki jumlah kerontokan terkecil sedangkan suhu 90 0 C memiliki kerontokan yang paling besar. Sedangkan untuk faktor dosis terlihat kecenderungan semakin tinggi dosis seasoning maka semakin tinggi pula jumlah kerontokan, sehingga dosis 5% memiliki kerontokan terkecil sedangkan dosis 7% memiliki kerontokan terbesar. Untuk gambaran yang lebih konkret tentang kerontokan seasoning perlu diteliti pula hubungan interaksi kedua faktor. Hal ini disebabkan kedua faktor tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi saling mempengaruhi. Dari kedua gambar pada grafik didapatkan hasil kerontokan terkecil didapatkan pada perlakuan suhu aplikasi 50 0 C dengan dosis 5% dan yang terbesar pada suhu aplikasi 90 0 C dengan dosis 7%. Hal yang menarik pada Gambar 13 (bagian kiri bawah) untuk suhu 70 0 C terlihat jumlah kerontokannya tidak berbeda terlalu jauh jumlah kerontokannya pada semua dosis seasoning. Berangkat dari hal inilah, perlakuan yang dipilih untuk diambil ke tahap penentuan oil spray adalah suhu 70 0 C dengan dosis 6%. Pemilihan dosis 6% disebabkan alasan ekonomi, yaitu ingin mencoba dosis yang lebih rendah daripada dosis yang digunakan di pabrik. Diharapkan dengan pengurangan dosis ini dapat menurunkan biaya produksi karena untuk oil spray perlu penambahan minyak sehingga dikhawatirkan biaya produksi untuk produk tortilla chips akan naik dan tidak mencapai batas ekonomi yang diinginkan. Tahap selanjutnya adalah penentuan dosis oil spray yang akan disemprotkan pada permukaan base tortilla chips. Dosis yang digunakan adalah tiga tingkat yaitu 0.3%, 0.4%, dan 0.5%. Diharapkan penggunaan oil spray ini bisa mengurangi jumlah rontokan seasoning sehingga produktivitas line tortilla chips dapat meningkat. Suhu aplikasi dan dosis seasoning yang digunakan adalah hasil percobaan sebelumnya yaitu suhu 70 0 C dengan dosis seasoning 6%. Alat yang digunakan untuk menyemprotkan minyak yaitu DeVILBISS Atomizer (DV 15) dengan minyak yang sebelumnya dipanaskan dalam oven hingga suhunya 70 0 C. Dari hasil percobaan dengan skala laboratorium didapatkan hasil seperti yang terdapat pada Gambar 14 di bawah ini: 36

12 % 0.40% 0.50% 1.73 Gambar 14. Grafik jumlah kerontokan pada aplikasi oil spray pada suhu 70 C dengan dosis seasoning 6%. Pada grafik di atas terlihat bahwa jumlah kerontokan pada dosis oil spray 0.3% sebesar 1.38%, dosis oil spray 0.4% sebesar 1.32%, dan dosis oil spray 0.5% sebesar 1.73%. Data yang ada menunjukkan dosis oil spray 0.4% memiliki kerontokan yang paling kecil sehingga dijadikan rekomendasi untuk tahap selanjutnya. B. SCALE UP PRODUKSI Tahap selanjutnya adalah trial scale up yang dilakukan di pabrik PT Garudafood Putra Putri Jaya yang berada di Pati, Jawa Tengah dan dilakukan pada tanggal 9-11 Juni Pada tanggal 9 Juni 2009 dilakukan pengamatan mengenai keadaan line produksi dan meeting dengan semua pihak yang terlibat. Pada tanggal 10 Juni dilakukan trial untuk membandingkan jumlah rontokan antara metode aplikasi menggunakan oil spray dan kontrol. Sistem produksi yang digunakan pada bukan continuous line seperti biasanya tetapi menggunakan sistem batch disebabkan keterbatasan alat. Continuous line menggunakan tumbler sedangkan pada sistem batch menggunakan coating pan. Coating pan merupakan tumbler berputar namun produk yang dihasilkan harus dipindahkan secara manual untuk pengemasannya. Sedangkan pada tahap weighing tetap menggunakan mesin 37

13 weighing yang sama. Hasil trial scale up yang dilakukan untuk membandingkan pada tanggal 10 Juni dapat dilihat pada Tabel 5 berikut: Tabel 5. Hasil trial scale up perbandingan kontrol dengan aplikasi oil spray No Parameter Oil Spray 1. Berat Base (g) 3 x x Berat Minyak terpakai (g) dosis 0.4% x Suhu Minyak ( 0 C) C 4. Berat Input Seasoning SNC-01 (g) dosis 6% 1.8 x x Berat Rontokan Coating Pan (g) Berat Rontokan Container (g) Berat Rontokan di Bak Tuang (g) Berat Rontokan di Bucket (g) Berat Rontokan di Mesin Packing (g) Berat Total rontokan (g) Berat Produk LCOF (g) 3.12 x x Persentase kerontokan basis produk LCOF 0.24% 0.23% 13. Total seasoning - total rontokan (g) 1.72 x x Persentase seasoning menempel 95.87% 96.16% Trial dilakukan pada 300 kg base produk tortilla chips dengan suhu aplikasi pada kisaran C dan dosis seasoning sebesar 6% (1.8 x10 4 g). Dosis minyak yang disemprotkan adalah 0.4% dengan suhu minyak dipertahankan pada kisaran 70 0 C. Produk yang dihasilkan akan diuji sensori di laboratorium sensori Head Office dan laboratorium sensori pabrik Pati. Kerontokan diamati pada beberapa titik yaitu rontokan pada coating pan, rontokan pada container, rontokan pada bak tuang, rontokan pada bucket, dan rontokan pada mesin packing. Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah rontokan pada perlakuan kontrol sebesar g sedangkan pada metode oil spray memiliki kerontokan lebih kecil yaitu 738 g. Jika dibandingkan persentase jumlah kerontokan untuk perlakuan kontrol dan metode oil spray tidak berbeda yaitu sebesar 0.24% untuk kontrol sedangkan untuk aplikasi oil spray sebesar 0.23% dengan basis produk jadi tortilla chips. Terlihat dengan perlakuan aplikasi oil spray jumlah kerontokan seasoning dapat dikurangi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. 38

14 Walaupun perbedaan jumlah kerontokan tidak berbeda nyata namun secara visual, mesin weighing memiliki penampakan lebih bersih yang dapat dilihat perbandingannya pada Gambar 15 berikut ini: Oil Spray Gambar 15. Gambar perbandingan rontokan perlakuan kontrol dengan aplikasi oil spray pada mesin weighing. 39

15 Pada Gambar 15 bagian atas adalah gambar bagian mesin weighing yang berpengaruh pada proses penimbangan bobot, jika terlalu banyak rontokan seasoning yang menumpuk maka bobot yang tertimbang tidak akan sesuai standar. Sedangkan pada bagian tengah terlihat pada panah merah terlihat jumlah rontokan seasoning pada aplikasi oil spray lebih sedikit dibandingkan pada perlakuan kontrol. Pada bagian bawah juga terlihat rontokan seasoning pada perlakuan kontrol lebih banyak yang menempel dibandingkan pada perlakuan oil spray. Dari parameter pembersihan pada alat weighing memiliki jumlah pembersihan lebih kecil (tiga kali) dibandingkan pada perlakuan kontrol (empat kali). Dan menurut estimasi dari pihak pabrik waktu pembersihan alat weighing pada perlakuan oil spray lebih sebentar (35 menit) dibandingkan perlakuan kontrol (75 menit). Waktu pembersihan perlakuan oil spray lebih sebentar dibandingkan perlakuan kontrol disebabkan seasoning yang digunakan menjadi lebih basah dan lebih licin akibat penyemprotan minyak sehingga proses pembersihan alat weighing lebih mudah dibandingkan perlakuan kontrol. Trial selanjutnya pada tanggal 11 Juni 2009 yaitu penentuan dosis seasoning yang efektif pada produksi line existing sistem kontinu dengan dosis 5%, 6%, dan 7 dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6 berikut Tabel 6. Hasil trial scale up berbagai dosis seasoning pada line existing No Parameter Dosis 5% Dosis 6% Dosis 7% 1. Berat Base (g) 1.62x x x Batch produksi Berat Input Seasoning (g) 8.84 x x x Berat Rontokan Tumbler (g) Berat Rontokan Belt Conveyor (g) 1.24 x x x Berat Rontokan Lantai Ruang Aplikasi (g) Berat Rontokan di Bak Tuang (g) Berat Rontokan di Bucket (g) Berat Rontokan di Mesin Packing (g) x Waste WIP gembel + lantai + rontokan (g) x x Berat Total rontokan (g) 2.38 x x x Berat Produk LCOF (g) 1.82 x x x Total seasoning - total rontokan (g) 6.46 x x x Persentase kerontokan basis produk LCOF 1.31% 1.20% 1.18% 15. Persentase seasoning menempel 73.12% 73.21% 75.95% 40

16 Dari Tabel 6 yang berada di atas terlihat persentase seasoning yang menempel yaitu 73.12% untuk dosis 5%, 73.21% untuk dosis 6%, dan 75.95% untuk dosis 7%. Sedangkan jika membandingkan persentase kerontokan dengan basis produk jadi maka persentase kerontokan terbesar dihasilkan oleh perlakuan dosis seasoning 5% yaitu 1.31% diikuti oleh perlakuan dosis seasoning 6% yaitu sebesar 1.20% dan yang paling kecil dihasilkan oleh perlakuan dosis seasoning 7% yaitu sebesar 1.18%. Dari beberapa data di atas terlihat perlakuan perubahan dosis tidak berbeda secara signifikan pada persentase kerontokan, dengan perlakuan dosis seasoning 7% yang memiliki persentase seasoning menempel terbesar dan persentase kerontokan basis produk jadi yang paling kecil. C. HASIL ANALISIS SENSORI, FISIK, DAN KIMIA Pada produk hasil trial scale up dilakukan uji sensori yang dilaksanakan di laboratorium sensori Head Office dan pabrik di Pati. Selain itu juga diukur tekstur produk dan kadar lemak dari produk trial yang dihasilkan sebagai data kuantitatif untuk mengkonfirmasi data hasil sensori yang bersifat kualitatif dan subjektif. Pelaksanaan uji sensori dilakukan di dua tempat agar data sensori yang ada dapat dibandingkan. Terdapat tiga uji sensori yang dilakukan di laboratorium sensori di Head Office yaitu: (1) Uji beda triangle perlakuan kontrol dengan oil spray (keduanya menggunakan sistem batch dengan dosis seasoning 6%) Uji beda perlakuan kontrol dengan oil spray dilakukan dengan metode triangle dengan tujuan apakah kedua sampel berbeda nyata pada atribut rasa secara keseluruhan. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini: Tabel 7. Hasil uji beda triangle perlakuan kontrol dengan oil spray Parameter Jumlah panelis Jumlah total panelis 18 orang Jumlah panelis menjawab benar 5 orang Jumlah panelis minimal menjawab benar pada α = 5% 10 orang 41

17 Dari hasil uji beda terlihat dari 18 panelis khusus yang mengikuti uji beda hanya lima orang yang menjawab benar. Jumlah ini lebih kecil daripada syarat minimal panelis yang harus menjawab benar pada α = 5% yaitu sepuluh orang. Sehingga uji triangle ini memiliki hasil yaitu sampel dengan perlakuan kontrol tidak berbeda nyata secara keseluruhan dengan sampel perlakuan oil spray pada α = 5%. (2) Uji afektif perlakuan kontrol dengan oil spray (keduanya menggunakan sistem batch dengan dosis seasoning 6%) Uji afektif perlakuan kontrol dengan oil spray dilakukan dengan tujuan mengetahui kesukaan konsumen terhadap kedua produk dengan atribut yang diujikan penampakan, aroma, tekstur, rasa keseluruhan, dan aftertaste. Nilai Level of Acceptance (LoA) atau tingkat penerimaan masingmasing atribut dan nilai keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini: Tabel 8. Hasil uji afektif perlakuan kontrol dengan oil spray LoA Atribut Bobot Oil Spray Penampakan 20 % Aroma 20 % Tekstur 20 % Rasa keseluruhan 20 % Aftertase 20 % LoA Keseluruhan Oil Spray Uji afektif diikuti oleh 24 orang panelis umum dengan lima tingkat kesukaan yaitu mulai dari tidak suka sekali, tidak suka, antara suka dan tidak suka, suka, dan suka sekali. Semakin tinggi nilai yang didapatkan berarti sampel lebih disukai oleh panelis. Dari hasil yang diperoleh terlihat LoA keseluruhan sampel perlakuan kontrol dengan sampel perlakuan oil spray tidak berbeda nyata yaitu 3.25 untuk perlakuan oil spray dan 3.28 untuk perlakuan kontrol. Hal ini sesuai dengan hasil uji beda yang telah dilakukan sebelumnya namun nilai ini lebih kecil daripada LoA standar (3.5) yang disyaratkan oleh PT Garudafood. 42

18 Hubungan antara masing-masing atribut pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 16. Dari kelima atribut yang diujikan, untuk perlakuan oil spray unggul pada atribut penampakan, aroma, dan tekstur sedangkan untuk perlakuan kontrol unggul pada atribut rasa keseluruhan dan aftertaste. Penampakan Aftertase Aroma LoA Oil Spray LoA Rasa keseluruhan Tekstur Gambar 16. Grafik Hubungan Atribut Sensori Produk Tortilla Chips Perlakuan dan Oil Spray (3) Uji afektif perlakuan oil spray (sistem batch dosis seasoning 6%) dengan line existing (sistem kontinu dosis seasoning 6%). Uji afektif perlakuan oil spray dengan line existing dilakukan dengan tujuan mengetahui kesukaan konsumen terhadap kedua produk dengan atribut yang diujikan penampakan, aroma, tekstur, rasa keseluruhan, dan aftertaste. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini: Tabel 9. Hasil uji afektif perlakuan oil spray dengan line existing LoA Atribut Bobot Oil Line spray Existing Penampakan 20 % Aroma 20 % Tekstur 20 % Rasa keseluruhan 20 % Aftertase 20 % LoA Keseluruhan Oil Line spray Existing

19 Uji afektif diikuti oleh 24 orang panelis umum dengan lima tingkat kesukaan yaitu mulai dari tidak suka sekali, tidak suka, antara suka dan tidak suka, suka, dan suka sekali. Semakin tinggi nilai yang didapatkan berarti sampel lebih disukai oleh panelis. Dari hasil yang diperoleh terlihat LoA keseluruhan sampel perlakuan oil spray dengan line existing tidak berbeda nyata yaitu 3.38 untuk perlakuan oil spray dan 3.49 untuk line existing. Nilai LoA yang diperoleh ini lebih kecil daripada LoA standar (3.5) yang disyaratkan oleh PT Garudafood. Hubungan antara masing-masing atribut pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 17. Dari kelima atribut yang diujikan, untuk perlakuan oil spray unggul pada atribut penampakan dan aroma, sedangkan untuk line existing unggul pada atribut tekstur, rasa keseluruhan, dan aftertaste. Penampakan Aftertase Aroma LoA Oil spray LoA Line Existing Rasa keseluruhan Tekstur Gambar 17. Grafik Hubungan Atribut Sensori Produk Tortilla Chips Perlakuan dan Line Existing Sedangkan di laboratorium uji sensori pabrik di Pati dilakukan dua uji yaitu: (1) Uji afektif perlakuan kontrol dengan aplikasi oil spray Uji afektif perlakuan kontrol dengan oil spray dilakukan dengan tujuan mengetahui kesukaan konsumen terhadap kedua produk dengan atribut yang diujikan hanya pada rasa keseluruhan. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 18 di bawah ini: 44

20 Oil Spray 3.22 Level of Acceptance (LoA) Oil Spray Level of Acceptance (LoA) Level of Acceptance (LoA) Gambar 18. Tingkat Penerimaan Rasa Keseluruhan Produk Tortilla Chips Perlakuan dan Oil Spray Uji afektif diikuti oleh 46 orang panelis umum dengan lima tingkat kesukaan yaitu mulai dari tidak suka sekali, tidak suka, antara suka dan tidak suka, suka, dan suka sekali. Semakin tinggi nilai yang didapatkan berarti sampel lebih disukai oleh panelis. Dari hasil yang diperoleh terlihat LoA keseluruhan sampel perlakuan kontrol dengan sampel perlakuan oil spray tidak berbeda nyata yaitu 2.96 untuk perlakuan oil spray dan 3.22 untuk perlakuan kontrol. Nilai ini lebih kecil daripada LoA standar (3.5) yang disyaratkan oleh PT Garudafood. (2) Uji afektif perlakuan dosis seasoning 5%,6%, dan 7% Uji afektif perlakuan dosis seasoning 5%, 6%, dan 7% dilakukan dengan tujuan mengetahui kesukaan konsumen terhadap kedua produk dengan atribut yang diujikan hanya pada rasa keseluruhan. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 19 yang berada di halaman selanjutnya: Dosis 5% Dosis 6% Dosis 7% Level of Acceptance (LoA) Level of Acceptance (LoA) Dosis 5% Level of Acceptance (LoA) Dosis 6% Level of Acceptance (LoA) Dosis 7% Gambar 19. Tingkat Penerimaan Rasa Keseluruhan Produk Tortilla Chips Dosis 5%, 6%, dan 7% 45

21 Kadar Lemak (%) Uji afektif diikuti oleh 41 orang panelis umum dengan lima tingkat kesukaan yaitu mulai dari tidak suka sekali, tidak suka, antara suka dan tidak suka, suka, dan suka sekali. Hasil yang diperoleh yaitu LoA rasa keseluruhan sampel dengan dosis seasoning 5% yaitu 2.98, dosis seasoning 6% yaitu 3.34, dan dosis seasoning 7% yaitu Dari hasil tersebut terlihat perlakuan dosis seasoning 5% tidak berbeda nyata untuk atribut rasa keseluruhan dengan dosis seasoning 7% sedangkan perlakuan dosis seasoning 6% berbeda nyata untuk atribut keseluruhan dengan perlakuan dosis seasoning 5% dan dosis seasoning 7%. Tetapi nilai LoA ketiga produk hasil trial ini lebih kecil daripada LoA standar (3.5) yang disyaratkan oleh PT Garudafood. Untuk data kualitatif yang dilakukan adalah uji kadar lemak dan uji tekstur dari produk hasil scale up yang dilakukan terutama untuk perlakuan oil spray dengan kontrol. Dari Gambar 20 terlihat bahwa kadar lemak sampel dengan perlakuan oil spray tidak terlalu berbeda dengan kadar lemak pada perlakuan kontrol. Kadar lemak pada perlakuan kontrol yaitu 23.41% sedangkan kadar lemak pada perlakuan oil spray yaitu 24.92%. Kadar lemak pada kedua perlakuan masih memenuhi SNI Produk Makanan Ringan Ekstrudat (SNI ), di mana pada SNI tersebut kadar lemak untuk produk makanan ringan ekstrudat yang mengalami penggorengan maksimal 38%. Dari hasil tersebut terlihat perlakuan oil spray memiliki kadar lemak yang jumlahnya sedikit lebih tinggi namun tidak melebihi SNI Produk Makanan Ringan Ekstrudat Oil Spray Oil Spray Gambar 20. Kadar Lemak pada Produk Tortilla Chips Hasil Scale Up 46

22 Uji tekstur dilakukan dengan alat Texture Analyzer dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan kerenyahan dari produk yang dilakukan aplikasi oil spray dengan perlakuan kontrol. Dikhawatirkan dengan penambahan minyak maka tekstur akan berubah, oleh karena itu perlu datanya secara kualitatif. Uji tekstur dilakukan menggunakan probe 5 Blade Kramer Shear Cell dan dihasilkan grafik yang dianalisis menggunakan makro yang telah disediakan program Texture Exponent Lite yaitu meletakkan Anchor pada dua titik sehingga dihasilkan area. Kemudian dari area yang dihasilkan dianalisis jumlah peak yang naik, semakin banyak jumlah peak yang naik maka sampel memiliki tekstur yang lebih renyah. Hasil analisis pada produk dengan perlakuan oil spray dan perlakuan kontrol dapat dilihat pada Gambar 21. Dari grafik yang berada di halaman selanjutnya terlihat bahwa sampel kontrol memiliki rata-rata jumlah peak yang naik sebanyak sedangkan untuk perlakuan oil spray rata-rata jumlah peak yang naik sebanyak Walaupun terdapat perbedaan pada jumlah peak yang naik tetapi setelah dianalisis secara statistik kedua perlakuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95% dengan P value yang lebih besar dari 0.05 yaitu Dari hasil tersebut terlihat bahwa perlakuan oil spray tidak mempengaruhi tekstur produk tortilla chips secara nyata pada tingkat kepercayaan 95%. N i l a i P e a k Oil spray Jenis Perlakuan Gambar 21. Jumlah Peak + Pada Produk Tortilla Chips Hasil Scale Up 47

23 D. REKOMENDASI Produk makanan ringan tortilla chips adalah produk yang memiliki permukaan cenderung kering sehingga untuk melekatkan seasoning jika hanya menggunakan metode dust on (satu tahap) tentu akan kurang maksimal. Beberapa faktor produksi yang coba diteliti diantaranya proses produksi, faktor suhu, teknik aplikasi, dan dosis seasoning. Dari simulasi produksi yang dilakukan di laboratorium, terlihat simulasi weighing (pengemasan) menyumbangkan kerontokan terbesar diikuti simulasi tumbler (penaburan seasoning) dan yang terakhir yaitu simulasi siever (penggetaran). Sedangkan dari rontokan yang dihasilkan ternyata sebagian besar rontokan yang terjadi adalah rontokan seasoning dibandingkan rontokan kontrol. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan perbaikan, dalam hal ini lebih berfokus dalam mencari parameter dari faktor produksi yang nantinya dapat diaplikasikan langsung di pabrik. Beberapa parameter yang diuji di skala laboratorium yaitu penentuan suhu aplikasi dan dosis seasoning. Setelah diuji statistika dari data yang diperoleh pada skala laboratorium, ternyata interaksi diantara faktor dosis dan suhu tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah total kerontokan pada tingkat kepercayaan 95%. Namun jika salah satu faktor sebagai variable tetap maka faktor yang lain menjadi berpengaruh nyata terhadap jumlah total kerontokan pada tingkat kepercayaan 95%. Rekomendasi penentuan dosis seasoning dan suhu aplikasi yang dipilih adalah suhu 70 0 C dengan dosis 6% dengan pertimbangan suhu sebenarnya yang digunakan di pabrik adalah suhu 70 0 C dan dari perhitungan terlihat pada suhu 70 0 C memiliki rata-rata kerontokan terkecil. Dosis 6% dipilih dengan mempertimbangkan faktor ekonomi, karena tahap selanjutnya akan diaplikasikan metode oil spray maka tentunya akan ada penambahan biaya untuk penggunaan minyak, oleh karena itu diharapkan dengan pengurangan dosis menjadi 6% akan lebih layak dari sisi ekonominya. Alasan lainnya yaitu dari hasil scale up penentuan dosis seasoning, ternyata dosis 6% lebih disukai, terlihat dari nilai Level of Acceptance yang paling tinggi yaitu

24 Teknik aplikasi seasoning oil spray yang dipilih perlu penentuan dosis penyemprotan, dari hasil skala laboratorium diperoleh dengan dosis 0.4% memiliki jumlah total kerontokan terkecil. Dan setelah dilakukan scale up di pabrik diperoleh hasil dengan teknik aplikasi oil spray, secara visual line produksi lebih bersih walaupun jumlah kerontokan tidak berbeda jauh. Namun teknik aplikasi ini memiliki keuntungan yaitu jumlah serta waktu pembersihan alat dapat dikurangi dari empat kali (75 menit) menjadi tiga kali (35 menit). Hal ini disebabkan seasoning menjadi lebih berminyak sehingga ketika jatuh di alat tidak langsung menempel dan alat lebih mudah dibersihkan. Dari produk yang dihasilkan ternyata dengan perlakuan oil spray jika dibandingkan dengan kontrol memiliki kerenyahan yang tidak terlalu berbeda dan kadar lemaknya sedikit meningkat menjadi 24.92% namun masih di bawah standar SNI Produk Makanan Ringan Ekstrudat (SNI ). Namun nilai uji sensori hedonik yang dilakukan ternyata memiliki nilai Level of Acceptance di bawah standar PT Garudafood dengan kelemahan pada atribut aftertaste dan rasa keseluruhan jika dibandingkan dengan kontrol. Hasil akhir yang dapat direkomendasikan yaitu untuk faktor suhu dan dosis seasoning yang direkomendasikan yaitu suhu 70 0 C dengan dosis seasoning 6% dan aplikasi oil spray dengan dosis 0.4%. Penggunaan teknik aplikasi seasoning berupa oil spray walaupun tidak mengurangi jumlah kerontokan nyata namun dapat mempermudah proses pembersihan alat sehingga waktu pembersihan dapat dikurangi dan produktifitas line produksi dapat meningkat. Walaupun sedikit menambah biaya produksi dengan penggunaan minyak namun produktifitas line produksi dapat ditingkatkan sehingga teknik aplikasi oil spray juga menguntungkan dari sisi ekonomi. 49

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan adalah kaleng (simulasi tumbler), Digital Sieve Shaker Retch AS 200 (simulasi siever), saringan 20 mesh; 50 mesh; 100 mesh; 140 mesh;

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. APLIKASI KACANG OVEN GARLIC SKALA LABORATORIUM Prosedur aplikasi yang standar mutlak diperlukan karena akan menghasilkan data dengan ulangan yang baik. Pertama, bahan yang digunakan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN MAGANG

IV. METODOLOGI PENELITIAN MAGANG IV. METODOLOGI PENELITIAN MAGANG A. ALAT DAN BAHAN Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian magang adalah base kacang oven yang diperoleh dari pabrik pada 23 Mei 2011, seasoning tanpa bahan pengisi,

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan adalah tepung tapioka, bumbu, air, whey, metilselulosa (MC), hidroksipropil metilselulosa (HPMC), minyak goreng baru, petroleum eter, asam asetat glasial,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017. 22 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017. Penelitian kadar air, aktivitas air (a w ), dan pengujian mutu hedonik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Proses penggorengan keripik durian dengan mesin penggorengan vakum dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sido Makmur Kecamatan Sipora Utara

Lebih terperinci

SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KELEKATAN SEASONING PADA PRODUK MAKANAN RINGAN DI PT GARUDAFOOD PUTRA-PUTRI JAYA.

SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KELEKATAN SEASONING PADA PRODUK MAKANAN RINGAN DI PT GARUDAFOOD PUTRA-PUTRI JAYA. SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KELEKATAN SEASONING PADA PRODUK MAKANAN RINGAN DI PT GARUDAFOOD PUTRA-PUTRI JAYA Oleh : GLENN CHANDRA F24051962 2009 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

I. METODE PENELITIAN. Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. I. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2012 sampai April 2012 di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Pertanian, dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan Oktober sampai Desember 2011. Penyimpanan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, pengujian kualitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sementara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011-Februari 2012. Proses penggorengan hampa keripik ikan tongkol dilakukan di UKM Mekar Sari,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah grit jagung berukuran 24 mesh, tepung beras, tepung gandum, tepung kentang, bubuk coklat, garam, pemanis, pengembang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Industri keripik pisang milik Bapak Heriyanto di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Industri keripik pisang milik Bapak Heriyanto di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Industri keripik pisang milik Bapak Heriyanto di Jalan Pagar Alam atau Gang PU Kecamatan Kedaton Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilakukan di Desa Sido Makmur, Kec. Sipora Utara, Kab. Kep.Mentawai untuk proses penggorengan keripik ikan lemuru. Dan dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Kadar Air dengan Metode Thermogravimetri (Sudarmadji, dkk., 2007)

LAMPIRAN. Kadar Air dengan Metode Thermogravimetri (Sudarmadji, dkk., 2007) LAMPIRAN Lampiran 1. Kadar Air dengan Metode Thermogravimetri (Sudarmadji, dkk., 2007) Cara kerja: a. Timbang kerupuk samiler yang sudah dihaluskan sebanyak 1-2 gram dalam botol timbang konstan yang sudah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian pembuatan berondong beras dan berondong ketan dilakukan di Industri Rumah Tangga Berondong Beras, Sumedang. Penelitian selanjutnya, yaitu pembuatan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Kerupuk Jagung 4.1.1 Pencampuran Adonan Proses pencampuran adonan ada dua kali yaitu dengan cara manual (tangan) dan kedua dengan menggunakan mixer. Langkah

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1. Materi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental di bidang teknologi pangan. B. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pembuatan chips tempe dan tempat uji organoleptik

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September 2013--Oktober 2013. Pengambilan sampel onggok diperoleh di Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Tengah.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya. 57 Lampiran I. Prosedur Analisis Kimia 1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). Timbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 g dalam botol timbang

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau 39 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau anorganik atau berlempung yang terdapat yang terdapat di Perumahan Bhayangkara Kelurahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Keripik Pisang Mocca Tahapan-tahapan proses pengolahan keripik pisang mocca di UKM FLAMBOYAN terdiri atas : 1. Penyiapan bahan baku Adapun jenis pisang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat 20 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

LOGO. Karakterisasi Beras Buatan (Artificial Rice) Dari Campuran Tepung Sagu dan Tepung Kacang Hijau. Mitha Fitriyanto

LOGO. Karakterisasi Beras Buatan (Artificial Rice) Dari Campuran Tepung Sagu dan Tepung Kacang Hijau. Mitha Fitriyanto LOGO Karakterisasi Beras Buatan (Artificial Rice) Dari Campuran Tepung Sagu dan Tepung Kacang Hijau Mitha Fitriyanto 1409100010 Pembimbing : Prof.Dr.Surya Rosa Putra, MS Pendahuluan Metodologi Hasil dan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Pindah Panas serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Desember 2005 sampai dengan bulan April 2006 pada beberapa lokasi sesuai dengan letak peralatan produksi dan peralatan laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Keripik wortel sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil produksi sendiri yang dilakukan di laboratorium proses Balai Besar Industri

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN 2. ALAT C. TAHAPAN PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN III.

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN 2. ALAT C. TAHAPAN PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN III. III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai Maret 2011 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, sementara pengujian mutu gizi dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung yang terdapat yang terdapat di Kecamatan Kemiling,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Waktu dan Kecepatan Optimum Flavor C blended dibuat dengan mencampurkan flavor C Concentrat dan solvent pada perbandingan 1:9 menggunakan waktu dan kecepatan yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. feses sapi dan feses kerbau dilaksanakan dari bulan Desember 2013 sampai

BAB III MATERI DAN METODE. feses sapi dan feses kerbau dilaksanakan dari bulan Desember 2013 sampai 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai perbandingan kualitas vermikompos yang dihasilkan dari feses sapi dan feses kerbau dilaksanakan dari bulan Desember 2013 sampai Januari 2014 di daerah Kramas,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Biofarmaka, IPB-Bogor. Penelitian ini berlangsung selama lima

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam 13 BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam Pellet Terhadap Serat Kasar dan Kualitas Fisik Pellet dilaksanakan pada bulan Juli 2014 di Laboratorium

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penanganan Awal Kacang Tanah Proses pengupasan kulit merupakan salah satu proses penting dalam dalam rangkaian proses penanganan kacang tanah dan dilakukan dengan maksud untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen di bidang Teknologi Pangan. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pembuatan cake rumput laut dan mutu organoleptik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering varietas pioner kuning (P-21). Jagung pipil ini diolah menjadi tepung pati jagung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Metode campuran beton yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2016 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Bahan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode analisisnya berupa pemodelan matematika dan statistika. Alat bantu analisisnya

Lebih terperinci

Gambar 12.(a) Persentase Responden yang Memilih Makanan Ringan dan Makanan Berat, (b) Persentase Produk Makanan Ringan

Gambar 12.(a) Persentase Responden yang Memilih Makanan Ringan dan Makanan Berat, (b) Persentase Produk Makanan Ringan 3. HASIL PENGAMATAN 3.1. Survei Berdasarkan survei pemetaan produk yang dilakukan didapatkan hasil bahwa jumlah responden yang memilih makanan ringan sebagai jenis makanan yang akan diaplikasikan beras

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013.

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013. 26 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013. Sampel daun nenas diperoleh dari PT. Great Giant Pineapple,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Adapun cara ilmiah yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kadar Air dengan Metode Thermogravimetri (Sudarmadji et al ., 2007)

Lampiran 1. Kadar Air dengan Metode Thermogravimetri (Sudarmadji et al ., 2007) Lampiran 1. Kadar Air dengan Metode Thermogravimetri (Sudarmadji et al., 2007) a. Timbang kerupuk teri mentah yang sudah dihaluskan sebanyak 1-2 gram dalam botol timbang konstan yang sudah diketahui beratnya.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Waktu penelitian yakni pada bulan Desember

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kadar air dan kadar lemak adalah mie instan Indomie (dengan berat bersih 61 gram, 63 gram, dan 66 gram), petroleum

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Seafast, Pusat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2014 di

III. METODOLOGI. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2014 di 19 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian inidilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2014 di Laboratorium Bioproses dan Pasca Panen dan Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penilitian ini adalah : 1). Semen Portland jenis I merk Semen Gersik 2). Agregat kasar berupa krikil, berasal dari Sukoharjo

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

LAMPIRAN II PERHITUNGAN

LAMPIRAN II PERHITUNGAN 2.1 Perhitungan Putaran LAMPIRAN II PERHITUNGAN Perhitungan kecepatan untuk mengetahui berapa kemampuan kecepatan alat yang dihasilkan pada proses chips ubi ungu. dibandingkan secara teori dan praktik,

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN

III. TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Green House untuk melakukan fermentasi dari urin kelinci dan pengomposan azolla, dilanjutkan dengan pengaplikasian pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Laboratorium Biokomposit dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun Analisis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. B. Waktu dan Tempat Tempat penelitian untuk pembuatan kue

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi Gorontalo dan analisis

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi Gorontalo dan analisis BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Lokasi tempat penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi Gorontalo dan analisis proksimat dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai 13 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai penjual di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengamatan dan pengambilan sampel tanah pada penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengamatan dan pengambilan sampel tanah pada penelitian ini III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi pengamatan dan pengambilan sampel tanah pada penelitian ini dilakukan sebuah perumahan yang berada di kelurahan Beringin Jaya Kecamatan Kemiling Kota

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan Proses Produksi yang berjudul Proses Produksi Flakes Bekatul dilaksanakan mulai bulan April 2016 sampai bulan Mei 2016 di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Bagan alir penelitian atau penjelasan secara umum tentang urutan kegiatan yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai pada bulan Januari 11 hingga Juni 11. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium lapang University Farm Sukamantri, Labolatorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini sampel tanah yang digunakan adalah jenis tanah organik

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini sampel tanah yang digunakan adalah jenis tanah organik III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Pada penelitian ini sampel tanah yang digunakan adalah jenis tanah organik yang berasal dari Rawa Sragi, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur. Dan Cornice

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di 26 BAB III METODE PENELITIAN Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung. Benda uji dalam penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Cikaret, Bogor dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, analisa dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian jenis eksperimen di bidang Ilmu Teknologi pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian jenis eksperimen di bidang Ilmu Teknologi pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Penelitian ini termasuk penelitian jenis eksperimen di bidang Ilmu Teknologi pangan. B. Waktu dan Tempat penelitian Pembuatan keripik pisang raja nangka dan

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan... 66 a. Ekstraksi pati ganyong... 66 b. Penentuan kisaran konsentrasi sorbitol untuk membuat edible film 68 c. Penentuan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Metode Proses Pembuatan Pelet

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Metode Proses Pembuatan Pelet MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2010 di Laboratorium Agrostologi, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah,

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Hasil pendataan jumlah produksi serta tingkat penggunaan input yang digunakan dalam proses budidaya belimbing dewa digunakan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 ALAT DAN BAHAN 3.3 METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 ALAT DAN BAHAN 3.3 METODE PENELITIAN 3 METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 Mei 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Departement of Industrial Technology (LDIT) dan Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai dengan Oktober 2012. Adapun laboratorium yang digunakan selama penelitian antara lain Pilot

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural SNI 03-3975-1995 Standar Nasional Indonesia Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural ICS Badan Standardisasi Nasional DAFTAR ISI Daftar Isi... Halaman i BAB I DESKRIPSI... 1 1.1

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Pendahuluan Penelitian ini merupakan penelitian tentang kemungkinan pemakaian limbah hasil pengolahan baja (slag) sebagai bahan subfistusi agregat kasar pada TB sebagai lapis

Lebih terperinci