BUKTI DARI PEDESAAN INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BUKTI DARI PEDESAAN INDONESIA"

Transkripsi

1 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat support.org/village capacity 2010 SERI RINGKASAN STUDI KAPASITAS DESA DALAM MEMELIHARA INFRASTRUKTUR: (NOVEMBER 2010)

2 2 Ringkasan Biaya pemeliharaan yang diperlukan untuk menjamin keberlanjutan jangka panjang infrastruktur desa 3 RINGKASAN Buruknya infrastruktur desa menyebabkan kemiskinan di perdesaan di Indonesia, menghambat pertumbuhan produktif, dan menghambat perkembangan modal manusia. Sebab itu, dalam beberapa dekade terakhir, untuk mengatasi kemiskinan di perdesaan, Pemerintah Indonesia dan lembaga lembaga donor mengarahkan bantuan untuk mendukung pembangunan infrastruktur masyarakat. Program utama Pemerintah Indonesia untuk mengarahkan bantuan tersebut adalah PNPM Perdesaan. PNPM Perdesaan adalah yang terbesar dan paling luas cakupannya dari lima program utama di bawah payung PNPM Mandiri. Disusun tahun 2007, PNPM Perdesaan berkembang dari program pilot inovatif yang dikenal dengan nama Program Pengembangan Kecamatan dan pada tahun 1997 melibatkan hanya 25 desa. Sejak itu, program ini telah berkembang mencakup skala nasional, melibatkan sekitar desa. Lebih dari fasilitator dipekerjakan oleh Pemerintah Indonesia untuk membantu penduduk desa memprioritaskan kebutuhan pembangunannya, menegosiasikan program, dan melatih penduduk desa di bidang keuangan dan manajemen. Program ini menyalurkan hampir $2 miliar per tahun untuk sekitar sub proyek. 1 Dari nilai ini, lebih dari 80% dialokasikan untuk proyek infrastruktur di tingkat masyarakat. Di bawah PNPM Perdesaan, prioritas pendanaan dan proyek infrastruktur biasanya diberikan kepada daerah dan desa miskin. Sebagian besar proyek proyek ini terdiri dari pembangunan infrastruktur baru atau perbaikan signifikan dari infrastruktur yang sudah ada, sehingga asumsinya adalah masyarakat setempat akan dapat membiayai pemeliharaan infastruktur menggunakan sumber daya yang ada. Penelitian Kapasitas Desa Dalam Memelihara Infrastruktur bertujuan menguji asumsi bahwa penduduk desa dapat membiayai pemeliharaan yang diperlukan untuk infrastruktur yang mereka miliki. Secara khusus, pertanyaan penelitian yang diajukan adalah: 1. Apakah penduduk di desa desa miskin bisa membiayai pemeliharaan infrastruktur yang mereka prioritaskan sendiri? 2. Jika ya, seberapa besar kemauan penduduk desa untuk menggunakan sumber daya mereka untuk pemeliharaan? 3. Bagaimana karakteristik desa mepengaruhi ketersediaan sumber daya dan kemauan untuk membayar (willingness to pay WTP) pemeliharaan infrastruktur? Para peneliti melakukan studi kasus atas 32 desa yang relatif miskin di lima provinsi Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Data rumah tangga dikumpulkan antara bulan Juli 2008 dan Agustus 2009 oleh tim yang terdiri dari enumerator terlatih. Mereka mewawancarai rumah tangga di 32 desa melalui empat gelombang survei, setiap tiga bulan dalam periode satu tahun. Desa desa ini umumnya berlokasi di 40% kecamatan termiskin secara nasional maupun provinsi. Berkaitan dengan mutu infrastruktur, dibandingkan dengan rata rata kabupaten, kecamatan ini memiliki persentase yang sedikit lebih tinggi karena sebagian besar memiliki jalan beraspal, dan akses terhadap PAM serta air tanah yang sedikit lebih rendah,. UNTUK MENJAWAB PERTANYAAN PENELITIAN, PENELITIAN INI DILAKUKAN DENGAN MEMERIKSA DATA YANG DIAMBIL DARI PENGUKURAN BERIKUT: A. BIAYA PEMELIHARAAN YANG DIPERLUKAN UNTUK MENJAMIN KEBERLANJUTAN JANGKA PANJANG INFRASTRUKTUR DESA Ukuran ini mencakup tiga tipe infrastruktur: jalan, jembatan, dan sistem air perpipaan gravitasi. Penelitian difokuskan pada: a) pemeliharaan rutin, atau pemeliharaan yang harus dilakukan sedikitnya satu tahun sekali, termasuk pemeliharaan ringan untuk memastikan infrastruktur bekerja dengan baik, seperti memeriksa dan membersihkan saluran air jalan setelah hujan besar; dan b) pemeliharaan berkala, atau pemeliharaan setiap beberapa tahun sekali. Kalkulasi biaya dalam penelitian ini mengasumsikan pemeliharaan berkala dilakukan satu kali dalam lima tahun. Penelitian ini tidak mencakup pemeliharaan darurat, atau pemeliharaan yang dilakukan karena situasi tidak terduga, seperti perbaikan setelah bencana alam semisal tanah longsor, banjir, atau kecelakaan besar, karena peristiwa peristiwa itu sifatnya tidak terduga. Meskipun tidak termasuk, namun penelitian ini mengakui bahwa ketersediaan pemeliharaan darurat juga penting untuk adanya memastikan layanan tanpa gangguan kepada penduduk desa. Penelitian ini tidak mencakup biaya pemeliharaan infrastruktur yang bukan tanggung jawab penduduk desa, seperti jalan kecamatan atau provinsi. Penghitungan biaya pemeliharaan adalah berdasarkan sampel berbeda dari bagian infrastruktur, prioritasnya berdasarkan jumlah pengguna terbanyak, dan penghitungan dari sampel sampel ini untuk menentukan total biaya pemeliharaan untuk tingkat desa. Penelitian ini mengakui bahwa, karena metodologi sampel yang dipakai, biaya biaya tingkat desa yang terhitung harus ditafsirkan sebagai batas bawah dari biaya pemeliharaan infrastruktur di desa desa ini. Untuk melihat praktik pemeliharaan dari desa sampel, peneliti mewawancarai informan desa untuk menentukan tipe pemeliharaan (berkala atau rutin) yang pernah dilakukan di setiap desa, dan tipe infrastruktur yang dipelihara (jalan, jembatan, fasilitas air). Berdasarkan informasi ini, penelitian menemukan bahwa dalam 82% kegiatan pemeliharaan, hanya penduduk desa yang bertanggung jawab untuk melakukan pemeliharaan. Pola ini serupa dengan semua provinsi lain untuk pemeliharaan baik rutin, berkala, maupun perbaikan, meskipun lebih terlihat pada pemeliharaan rutin yang, dalam 100% kasus, dilakukan sendiri oleh penduduk desa. Dalam hal sumber dari sumber daya yang diperlukan untuk melakukan kegiatan ini, penelitian menemukan bahwa dalam kasus semua tipe pemeliharaan jalan, dalam 55,8%, penduduk desa menyediakan semua sumber daya, sementara dalam 14% kasus, penduduk desa menyediakan sebagian sumber daya, dan dalam 30% kasus, kegiatan pemeliharaan sepenuhnya didanai oleh sumber eksternal. Penduduk desa menyediakan sumber daya untuk semua pemeliharaan rutin, sementara lembaga donor dan instansi pemerintah lebih mungkin berkontribusi untuk kegiatan pemeliharaan berkelanjutan dan pemeliharaan berkala. Pemerintah Kabupaten jauh lebih aktif terlibat dalam kegiatan perbaikan daripada pemeliharaan. Dalam hal pemeliharaan jembatan, penduduk desa menyediakan sumber daya untuk semua pemeliharaan berkala, sementara pemerintah kabupaten menyediakan sumber daya untuk kegiatan perbaikan. Dengan cara yang sama, pemerintah kabupaten bertanggung jawab atas perbaikan infrastruktur air yang ada, sementara penduduk desa bertanggung jawab atas pemeliharaan berkala, dengan bantuan dari pemerintah kabupaten, organisasi infrastruktur, dan lembaga donor. Secara total, 27% kegiatan pemeliharaan pada fasilitas air memiliki sumber daya yang berasal dari pihak eksternal. Terkait kecenderungan pemerintah kabupaten untuk menyediakan sumber daya pada kegiatan perbaikan daripada pemeliharaan rutin, penelitian ini mencatat bahwa, mengingat bahwa, untuk jangka panjang, investasi di pemeliharaan berkala cenderung memberikan keuntungan lebih tinggi dibanding perbaikan, nampaknya pemerintah kabupaten perlu mengalokasikan kembali sebagian sumber dayanya untuk membantu penduduk desa melakukan pemeliharaan berkala. Penelitian ini mencatat variasi yang signifikan dalam hal sumber dari sumber daya di antara provinsi. Hal ini mere-

3 4 Pendapatan rumah tangga dan konsumsi: Memperkirakan alur masuk sumber daya Wtp rumah tangga untuk memelihara infrastruktur 5 fleksikan perbedaan kemampuan finansial, akses ke sumber eksternal, atau keduanya. Akses ke sumber eksternal tampaknya paling tinggi terdapat di Jawa Tengah. Di wilayah ini, pemerintah kabupaten dan/atau lembaga donor berkontribusi, setidaknya sebagian pada lebih dari 50% kasus pemeliharaan berkala. Volume kegiatan pemeliharaan berkala yang terendah ada di NTT, dengan sumber daya di wilayah ini hampir seluruhnya bersumber dari pemerintah kabupaten atau lembaga donor. Dalam hal tipe kontribusi (uang, tenaga kerja, material, dan makanan) yang diberikan penduduk desa untuk setiap tipe pemeliharaan, penelitian ini menemukan dalam 81% kasus, penduduk desa berkontribusi dengan turut bekerja; dan di sekitar 43% kasus, penduduk desa berkontribusi uang. Untuk kegiatan pemeliharaan berkelanjutan, kontribusi tenaga kerja adalah kontribusi utama dari penduduk. Tenaga kerja adalah bentuk kontribusi paling penting untuk pemeliharaan berkelanjutan, diikuti uang dan material. Untuk pemeliharaan rutin, penduduk desa berkontribusi dalam bentuk uang maupun tenaga kerja, di semua kasus. B. PENDAPATAN RUMAH TANGGA DAN KONSUMSI: MEMPERKIRAKAN ALUR MASUK SUMBER DAYA Untuk menentukan kapasitas masyarakat desa memelihara infrastruktur, penelitian ini mencoba menentukan tingkat ketersediaan sumber daya di rumah tangga di desa sampel. Untuk menentukannya, penelitian ini menghitung 1) pendapatan, sebagai ukuran kasar untuk menghitung alur masuk sumber daya ke rumah tangga, dan 2) pengeluaran, untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga secara keseluruhan. Mengingat pendapatan dan konsumsi mungkin bervariasi pada periode tertentu, maka data diambil melalui empat kali survei berurutan, dilakukan dengan jarak tiga bulan. Survey melihat empat tipe pendapatan: non usaha (yaitu pendapatan dari aset), upah, pendapatan dari usaha pertanian, pendapatan dari usaha non pertanian. Penelitian ini mengakui bahwa pengukuran pendapatan tidak lepas dari masalah, karena, antara lain, bias ingatan, musim, bias kuesioner, dan kemauan serta kemampuan penduduk desa memberikan informasi yang akurat. Sebab itu, penelitian ini mempertimbangkan ukuran pendapatan sebagai estimasi kasar yang memungkinkan kami mempelajari pendapatan dan fluktuasi sumber daya ke dalam rumah tangga selama setahun, sepanjang musim. Dari desa desa sampel, penelitian ini menemukan bahwa rata rata pendapatan tertinggi adalah di Lampung, diikuti Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan NTT. Tingkat fluktuasi bervariasi antara provinsi, yang terkuat adalah Lampung dan Jawa Tengah. Ada fluktuasi pendapatan yang sangat rendah di antara tiga provinsi lain. Fluktuasi negatif pendapatan yang paling signifikan terkait turunnya pendapatan pertanian diakibatkan oleh gagal panen, gangguan iklim, dan penurunan harga produk/komoditas. Karena fluktuasi tingkat pendapatan dan sulitnya mengukur pendapatan sebagaimana diakui, penelitian ini menyatakan bahwa pendapatan yang diukur mungkin tidak merefleksikan tingkat kesejahteraan rumah tangga secara akurat. Sebagai tambahan untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga, penelitian ini juga menelaah pola pengeluaran di desa desa sampel. Konsisten dengan data pendapatan, data pengeluaran rumah tangga juga menunjukkan tingkat perkembangan dan kesejahteraan yang berbeda antara wilayah sampel. Hasil pengukuran pengeluaran mengonfirmasi Lampung dan Jawa Tengah adalah dua wilyah paling sejahtera, diikuti Kalimantan Barat. Sulawesi Selatan dan NTT adalah yang terendah. Penelitian ini juga mencatat pola fluktuasi pengeluaran yang secara umum konsisten dengan fluktuasi pendapatan. Namun, penelitian melihat perbandingan pengeluaran dengan pendapatan per kapita mungkin menunjukkan bahwa pengukuran pendapatan adalah lebih rendah dari tingkat pendapatan sebenarnya dari semua desa sampel di semua provinsi. Penelitian ini meneliti tingkat pengeluaran untuk barang barang publik seperti tempat sampah, jalan, jembatan, pemeliharaan sistem air, dan iuran RT. Secara umum, jumlahnya tidak signifikan, hanya kurang dari 0,1% pengeluaran rumah tangga, kecuali di satu desa. Rata rata, pengeluaran untuk air adalah 0,14% dari total pengeluaran rumah tangga, dengan median 0,04%. Berdasarkan penelitian atas pendapatan dan konsumsi, penelitian ini menemukan bahwa biaya pemeliharaan infrastruktur adalah signifikan di desa desa sampel. Jika didistribusikan secara merata pada semua rumah tangga di setiap desa, total biaya untuk memelihara infrastruktur desa berjumlah antara 0,1% dan 2,8% dari total konsumsi rumah tangga, dengan median 1,1%. Jika diasumsikan penduduk desa menyediakan kebutuhan tenaga kerja tidak terampil yang diperlukan, maka biaya pemeliharaan mencapai 0,1% sampai 1,4% dari konsumsi, dengan median 0,5%. Komponen terbesar biaya datang dari pemeliharaan jalan desa sebagai pajak lokal. Meskipun persentasenya tampak kecil, tetapi pajak lokal untuk infrastruktur bisa jadi membebani, mengingat pendapatan penduduk desa yang rendah. C. WTP RUMAH TANGGA UNTUK MEMELIHARA INFRASTRUKTUR Untuk menentukan apakah penduduk desa bisa membiayai pemeliharaan infrastruktur di desa mereka, penelitian ini mencoba menentukan tingkat sumber daya yang dimiliki, yang bersedia dikontribusikan untuk pemeliharaan infrastruktur. Penelitian menjawab pertanyaan ini dengan bertanya kepada responden survei jumlah yang bersedia mereka bayarkan untuk memelihara infrastruktur menggunakan prosedur iteratif dengan permulaan nilai secara acak. 2 Penelitian ini menemukan bahwa responden di provinsi berbeda memiliki prioritas berbeda. Di Lampung dan Jawa Tengah, sebagian besar penduduk desa mau membiayai pemeliharaan jalan, diikuti dengan sistem air. Sebagai perbandingan, di NTT, Kalimantan Barat, dan Sulawesi selatan, nilai WTP untuk air lebih tinggi daripada jalan. WTP untuk memelihara sistem air yang baik lebih tinggi di Kalimantan Barat daripada provinsi provinsi lain, meskipun pengeluaran per kapitanya adalah yang ketiga di antara semua provinsi ini. Data tidak bisa menjelaskan mengapa WTP di Lampung dan Jawa Tengah relatif lebih tinggi untuk sistem perpipaan air, tetapi tidak di provinsi lainnya. Namun, mengingat dua provinsi ini lebih terintegrasi dengan pasar yang lebih luas, penjelasan yang lebih mungkin adalah keuntungan ekonomi dari jalan dia dua provinsi tersebut lebih tinggi daripada provinsi lain. Penelitian menemukan bahwa di semua provinsi, 10,3% rumah tangga memiliki nilai WTP nol untuk pemeliharaan jalan. Komposisi responden dengan WTP nol tertinggi ada di Sulawesi Selatan dan terendah di Lampung. Meskipun NTT memiliki pengeluaran per kapita terendah di antara sampel lain, komposisi responden dengan WTP nol adalah yang terendah kedua setelah Lampung. Di sisi lain, rumah tangga di Jawa Tengah, provinsi dengan pengeluaran per kapita tertinggi kedua, memiliki komposisi WTP nol tertinggi kedua untuk pemeliharaan jalan. Sekitar 63,1% responden bersedia membayar antara Rp sebagai moda distribusi WTP (nilai dengan respons tertinggi). Jadi, hampir tiga perempat responden secara umum tidak mau membayar lebih dari Rp untuk pemeliharaan jalan. Dalam hal WTP untuk pemeliharaan jembatan, di semua provinsi, sekitar seperlima rumah tangga memiliki WTP nol, hampir dua kali dari jalan. Penelitian menyimpulkan bahwa untuk sebagian besar responden, jalan dirasakan lebih relevan untuk keseharian mereka ketimbang jembatan. Sekitar 63,4% rumah tangga mau membayar antara Rp dan Rp untuk pemeliharaan jembatan. Secara keseluruhan, kurang dari 20% rumah tangga yang mau membayar lebih dari Rp untuk memelihara jembatan di desa mereka. Untuk sistem air, rumah tangga dengan WTP nol dan WTP antara Rp and Rp lebih besar jumlahnya. Hal ini menandakan bahwa rumah tangga di desa yang memiliki infrastruktur tersebut cenderung

4 6 Rekomendasi kebijakan 7 menyatakan WTP yang lebih rendah dibandingkan mereka yang diminta menyatakan WTP nya berdasarkan infrastruktur hipotetis. Penelitian ini menemukan ada korelasi signifikan dan positif antara tingkat WTP dengan ketiga variabel berikut: Menyampaikan keluhan tentang mutu jalan dan keluhan diselesaikan dengan memuaskan: Analisis menunjukkan bahwa jumlah keluhan berubah menjadi WTP yang dinyatakan lebih tinggi hanya jika keluhan tersebut dijawab dengan memuaskan. Dengan kata lain, WTP untuk infrastruktur secara positif berkorelasi dengan tingkat respon lembaga yang bertugas menerima laporan permasalahan infrastruktur. Sebagian besar keluhan penduduk desa mengenai infrastruktur ditujukan kepada pamong desa, kepala desa, kepala dusun, dan kepala pengurus wilayah tetangga. Meski jumlah grup manajemen infrastruktur di desa sampel sangat kecil, tetapi grup ini mencatat tingkat penyelesaian keluhan tertinggi saat penduduk menyampaikan keluhan. Memiliki pengetahuan lebih tinggi mengenai penggunaan alokasi dana desa: Penelitian menemukan bahwa mereka yang mengaku tahu tata cara penggunaan dana desa memiliki nilai WTP yang secara rata rat sekitar Rp lebih tinggi daripada mereka yang mengaku tidak tahu, dengan semua faktor tetap setara. Penelitian mencatat bahwa hal ini dapat dilihat sebagai bukti manfaat transparansi dalam meningkatkan WTP masyarakat untuk barang publik. Namun, penelitian juga mencatat bahwa mereka yang tahu tata cara penggunaan dana desa mungkin adalah invididu yang punya ketertarikan lebih tinggi untuk memedulikan kesejahteraan umum dan karenanya memiliki nilaiwtp lebih tinggi untuk barang publik, terlepas dari tingkat transparansi dana desa. Sudah menerima Alokasi Dana Desa (ADD): Meskipun ada korelasi positif, penelitian ini tidak menyimpulkan bahwa alokasi ADD secara langsung menyebabkan WTP yang lebih tinggi. Tetapi, ada indikasi bhawa faktor yang terkait dengan WTP yang lebih tinggi, seperti kesadaran politik, mungkin kondusif terhadap penerimaan desa terhadap ADD. Dengan data pemeliharaan dan WTP penduduk desa, penelitian ini menyajikan dua skenario untuk menentukan sejauh mana penduduk desa bisa memelihara infrastruktur mereka sendiri. Skenario pertama adalah kasus sederhana, yaitu penduduk desa, dengan suatu cara, dapat diminta berkontribusi secara penuh dari WTP yang mereka nyatakan. Dengan skenario ini, penelitian menemukan bahwa nilai sumber daya yang terkumpul masih jauh dari dana yang diperlukan untuk membiayai seara penuh infrastruktur tersebut. Antara 21% (jika penduduk tidak menyumbang tenaga tidak terampil) dan 63% (dengan kontribusi tenaga tidak terampil) desa sampel akan mampu membiayai pemeliharaan ketiga tipe infrastruktur. Jika dilihat setiap infrastruktur secara terpisah, beban terbesar ada di pembiayaan jalan. Hanya 21% sampai 43% desa yang akan mampu membiayai pemeliharaan jalan berdasarkan WTP yang mereka nyatakan. Namun, penelitian mencatat bahwa mungkin tidak realistis untuk menganggap total WTP sebagai sumber daya yang ada untuk pemeliharaan infrastruktur, karena saat rumah tangga ditanyai untuk berkontribusi secara sukarela untuk memelihara infrastruktur, ada godaan untuk membonceng kontribusi orang lain dan berkontribusi jauh di bawah nilai WTP nya. Tidak ada mekanisme untuk mengumpulkan WTP penuh dari setiap rumah tangga. Dengan begitu, nilai WTP harus dilihat sebagai teori maksimum yang mau dibayarkan penduduk. Dengan begitu, penelitian membuat skenario kedua, berdasarkan mekanisme yang lebih realistis yaitu membebankan iuran kepada setiap rumah tangga untuk menggunakan infrastruktur. Untuk tujuan analisis (bukan rekomendasi kebijakan) penelitian ini mengasumsikan bahwa rumah tangga yang tidak membayar iuran ini akan terpotong aksesnya dari infrastruktur. Di bawah skenario adanya iuran tetap per bulan per rumah tangga, yang ditetapkan melalui pengambilan suara, penelitian menemukan bahwa hanya antara 10% dan 20% sumber daya di desa sampel, yang dikumpulkan melalui iuran, yang akan cukup untuk membiayai ketiga tipe infrastruktur. REKOMENDASI KEBIJAKAN Berdasarkan hasil data yang dikumpulkan dan analisis, penelitian ini memberikan rekomendasi sebagai berikut: Melembagakan pemeliharaan infrastruktur dengan peran dan tanggung jawab yang jelas untuk berbagai tingkat administrasi: Penelitian menemukan bahwa ada kemauan signifikan dari penduduk desa untuk menyumbang pemeliharaan infrastruktur, meskipun kontribusi mereka tidak cukup untuk membiayai penuh pemeliharaan yang diperlukan untuk semua infrastruktur di desa mereka. Bagi sebagian besar desa, ada sumber daya yang cukup untuk melakukan pemeliharaan rutin. Namun, penduduk desa perlu dukungan finansial yang cukup untuk memastikan pemeliharaan berkala dilakukan dengan layak. Hal ini menunjukkan penduduk desa bisa bertanggung jawab atas pemeliharaan rutin, terutama dengan kehadiran lembaga yang bertanggung jawab atas pemeliharaan. Di saat bersamaan, pemerintah kabupaten dan lembaga luar desa harus meningkatkan dukungan mereka terhadap tipe kegiatan pemeliharaan yang mungkin tidak mampu ditanggung penduduk. Pemerintah kabupaten perlu secara bertahap merealokasi sumber daya ke pembiayaan pemeliharaan, bukan perbaikan: Penelitian menemukan bahwa pemerintah kabupaten cenderung menggunakan sumber dayanya untuk mendukung kegiatan perbaikan dan rehabilitasi daripada pemeliharaan berkala. Namun, ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa pengeluaran untuk pemeliharaan berkala memberikan keuntungan lebih tinggi daripada pengeluaran untuk perbaikan; satu penelitian menyatakan rasio biaya perbaikan dan pemeliharaan adalah 3,5 banding 1 (Dongges et. al., 2007). Sebab itu, ada dorongan kuat untuk secara bertahap beralih dari konstruksi dan rehabilitasi atau perbaikan ke pengembangan sumber daya yang diperlukan dan lembaga untuk melaksanakan kegiatan pemeliharaan infrastruktur desa. Infrastruktur yang baru dibangun perlu disertai rencana pemeliharaan yang jelas yang menggambarkan sumber daya yang diperlukan dalam pelaksanaannya: Penelitian menemukan bahwa perbedaan biaya pemeliharaan lebih ditentukan oleh kondisi lokal daripada WTP penduduk. Selain kondisi lokal, variasi ini juga didorong oleh volume dan desain infrastruktur. Penting bahwa proyek baru disertai dengan rencana pemeliharaan berkelanjutan yang bisa digunakan dan dipahami oleh berbagai lembaga yang mungkin ingin terlibat untuk menutup kekurangan sumber daya. Pada tingkat desa, perlu ada lembaga yang ditunjuk yang bertanggung jawab atas pemeliharaan: Penelitian menemukan bahwa kemauan penduduk untuk berkontribusi secara signifikan dan positif berkorelasi dengan tingkat respon dari lembaga yang menanggapi dengan segara persoalan infrastruktur. Lembaga yang ditunjuk tersebut (atau orang) dapat melakukan upaya koordinasi sekaligus menanggapi potensi masalah. Memiliki lembaga yang bertanggung jawab atas pemeliharaan akan sangat penting untuk memastikan keberlanjutan upaya upaya pemeliharaan. Memberikan tanggung jawab kepada penduduk desa untuk melaksanakan kegiatan pemeliharaan perlu mempertimbangkan terjadinya ketimpangan distribusi beban terhadap rumah tangga yang lebih miskin: Penelitian menemukan bahwa biaya pemeliharaan bisa ditekan secara signifikan jika penduduk diharapkan berkontribusi dalam bentuk tenaga tidak terampil. Namun, suplai tenaga tidak terampil dari penduduk desa sepenuhnya bisa mengakibatkan pajak tidak resmi yang regresif, yaitu rumah tangga miskin membayar lebih besar (dalam bentuk sebagai tenaga kerja) untuk barang publik. Potensi isu ini penting untuk ditanggapi saat melembagakan kegiatan pemeliharaan di tingkat desa.

5 8 Perlu ada studi lebih jauh tentang cara cara pengumpulan dan penyaluran sumber daya yang efektif dan efisien untuk menjamin infrastruktur desa dipelihara dengan baik untuk jangka panjang: Penelitian ini memberikan pemahaman tentang kesenjangan sumber daya di desa desa dalam upaya memenuhi kebutuhan pemeliharaan untuk inrastruktur mereka. Studi ini juga menunjukkan peran untuk lembaga luar desa, termasuk tetapi tidak terbatas pada pemerintah kabupaten, untuk mendukung upaya pemeliharaan di desa desa. Namun, perlu diketahui mekanisme yang efektif untuk menyalurkan sumber daya dengan cara yang dapat memastikan terpeliharanya infrastruktur dengan baik untuk jangka panjang, atau mekanisme mana yang lebih baik untuk tipe tipe infrastruktur dan masyarakat, belum ada. Selai nitu, perlu juga memahami efektivitas strategi pengumpulan sumber daya yang berbeda untuk tipe infrastruktur, untuk memperbaiki desain pemeliharaan tingkat desa. NOTES Laporan Kemajuan PSF, halaman Pewawancara mulai dengan menjelaskan mutu infrastruktur desa kepada responden. Setelah itu, pewawancara menjelaskan secara hipotetis suatu pertemuan desa yang akan memutuskan tingkat kontribusi untuk memelihara infrastruktur. Pewawancara bertanya kepada responden, apakah responden bersedia membayar jumlah tertentu untuk memelihara infrastruktur. Jika responden menjawab Ya, pewawancara mengulangi pertanyaannya menggunakan nilai X + e yang lebih besar; jika sebaliknya, nilai X e yang ditanyakan lebih rendah. Jika nilai tertinggi di dalam survei itu tercapai, pewawancara menanyakan responden untuk menyebutkan nilai yang ia bersedia bayarkan untuk memelihara infrastruktur. Pendekatan ini digunakan untuk meminimalkan bias anchoring. Anchoring adalah kecenderungan responden menyebutkan nilai yang pertama kali disebutkan di awal pertanyaan. Referensi: Gadut, A. (2010). Kapasitas Desa dalam Memelihara Infrastruktur: Bukti dari Pedesaan Indonesia, Bank Dunia, Jakarta. SERI RINGKASAN STUDI Tujuan utama PNPM Support Facility (PSF) adalah menjadi sarana obyektif untuk mengulas, berbagi pengalaman, dan menerapkan pelajaran dari berbagai program kemiskinan dan untuk menumbuhkan diskusi mengenai solusi untuk program kemiskinan. PSF memfasilitasi pelaksanaan analisis dan penelitian terapan untuk mengoptimalkan desain program berbasis komunitas yang merespon terhadap dampak kemiskinan yang semakin tinggi dan untuk lebih memahami dinamika sosial di Indonesia dan pengaruhnya terhadap pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Penelitian dan analisis ini bertujuan memberikan basis yang kuat untuk perencanaan, pengelolaan, dan perbaikan program pemberantasan kemiskinan pemerintah Indonesia. Penelitian ini juga dapat mendorong pembelajaran antar negara berkembang, dan menjadi masukan berharga bagi akademisi, instansi pemerintah, dan pelaku pembangunan lain yang menerapkan program berbasis komunitas di mana pun di dunia. Penelitian dan kerja analisis ini diterbitkan oleh PSF dalam rangka mempublikasi dan mempromosikan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi dari penelitian dan analisis kepada khalayak yang lebih luas, termasuk akademisi, jurnalis, anggota parlemen, dan pihak pihak lain yang memiliki ketertarikan terhadap pengembangan masyarakat.

STUDI KELOMPOK MARJINAL

STUDI KELOMPOK MARJINAL Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat http://pnpm support.org/marginalized study 2010 (JUNI 2010) SERI RINGKASAN STUDI 2 Studi Kelompok Marginal Struktur Sosial Ekonomi dan Pengambilan Keputusan

Lebih terperinci

EVALUASI TEKNIS (2012) INFRASTRUKTUR PNPM MANDIRI PERDESAAN: SERI RINGKASAN STUDI. support.org/technicalevaluation

EVALUASI TEKNIS (2012) INFRASTRUKTUR PNPM MANDIRI PERDESAAN: SERI RINGKASAN STUDI.  support.org/technicalevaluation Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat http://www.pnpm support.org/technicalevaluation INFRASTRUKTUR PNPM MANDIRI PERDESAAN: EVALUASI TEKNIS (2012) SERI RINGKASAN STUDI 2 Apa Itu Pnpm Perdesaan?

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PENERAPAN PNPM GENERASI

EVALUASI DAMPAK PENERAPAN PNPM GENERASI 1 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat http://pnpm support.org/generasi impact 2011 EVALUASI DAMPAK PENERAPAN PNPM GENERASI (JUNI 2011) SERI RINGKASAN STUDI 2 Apa yang Dimaksud Dengan Pnpm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Masih tingginya angka kemiskinan, baik secara absolut maupun relatif merupakan salah satu persoalan serius yang dihadapi bangsa Indonesia hingga saat ini. Kemiskinan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Proyek yang berfokus pada pemulihan masyarakat adalah yang paling awal dijalankan MDF dan pekerjaan di sektor ini kini sudah hampir

Lebih terperinci

Tata Kelola Desa. dalam rangka Pelaksanaan UUDesa: Hasil Temuan dari Studi Awalan Sentinel Villages

Tata Kelola Desa. dalam rangka Pelaksanaan UUDesa: Hasil Temuan dari Studi Awalan Sentinel Villages Tata Kelola Desa dalam rangka Pelaksanaan UUDesa: Hasil Temuan dari Studi Awalan Sentinel Villages GARIS BESAR 1 2 3 4 5 6 Latar Belakang Metodologi Waktu pelaksanaan Tujuan Studi Temuan utama Rekomendasi

Lebih terperinci

ANALISA DI TINGKAT MASYARAKAT

ANALISA DI TINGKAT MASYARAKAT 1 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat http://pnpm support.org/governance review 2012 SERI RINGKASAN STUDI (MEI 2012) 2 Apa Yang Dimaksud Dengan Pnpm Perdesaan? Mengapa Tata Kelola Yang

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PNPM PERDESAAN

EVALUASI DAMPAK PNPM PERDESAAN 1 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat http://pnpm support.org/rural impact 2012 EVALUASI DAMPAK PNPM PERDESAAN (2012) SERI RINGKASAN STUDI 2 Latar Belakang, Tujuan dan Maksud Hasil Evaluasi

Lebih terperinci

RAHASIA KUESIONER CONTINGENT VALUATION. Data Kunjungan Kunjungan 1 Kunjungan 2 Kunjungan 3

RAHASIA KUESIONER CONTINGENT VALUATION. Data Kunjungan Kunjungan 1 Kunjungan 2 Kunjungan 3 Pewawancara : Pemeriksa : Data operator : RAHASIA ID Rumah Tangga : Gelombang : Survei Sumber Daya dan Infrastruktur Desa KUESIONER CONTINGENT VALUATION Data Kunjungan Kunjungan 1 Kunjungan 2 Kunjungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan

Lebih terperinci

Partnership Governance Index

Partnership Governance Index Partnership Governance Index Mengukur Tata Pemerintahan yang Demokratis Merupakan suatu kesepakatan di kalangan dan di antara akademisi dan praktisi internasional bahwa kualitas tata pemerintahan sangat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Muhammad Fauzi, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Muhammad Fauzi, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif xvii Ringkasan Eksekutif Pada tanggal 30 September 2009, gempa yang berkekuatan 7.6 mengguncang Propinsi Sumatera Barat. Kerusakan yang terjadi akibat gempa ini tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.633, 2016 KEMSOS. Badan Usaha. Tanggung Jawab Sosial.Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL BADAN USAHA

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \l TAHUN 2017 TENTANG CADANGAN PANGAN

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \l TAHUN 2017 TENTANG CADANGAN PANGAN 0 GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \l TAHUN 2017 TENTANG CADANGAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN Oleh : Sumaryanto Sugiarto Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

BERALIH DARI SUBSIDI UMUM MENJADI SUBSIDI TERARAH: PENGALAMAN INDONESIA DALAM BIDANG SUBSIDI BBM DAN REFORMASI PERLINDUNGAN SOSIAL

BERALIH DARI SUBSIDI UMUM MENJADI SUBSIDI TERARAH: PENGALAMAN INDONESIA DALAM BIDANG SUBSIDI BBM DAN REFORMASI PERLINDUNGAN SOSIAL KANTOR WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BERALIH DARI SUBSIDI UMUM MENJADI SUBSIDI TERARAH: PENGALAMAN INDONESIA DALAM BIDANG SUBSIDI BBM DAN REFORMASI PERLINDUNGAN SOSIAL Dr. Bambang Widianto Deputi Bidang

Lebih terperinci

RENJA K/L TAHUN 2016

RENJA K/L TAHUN 2016 RENJA K/L TAHUN 2016 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DAFTAR ISI 1. FORMULIR I 2. FORMULIR II a) SEKRETARIAT JENDERAL b) INSPEKTORAT JENDERAL c) BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN d) BADAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sayangan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sayangan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini berada di Kampung Sayangan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. B. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA Deskripsi Kegiatan. Menurut Pemerintah Kabupaten Bogor pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk menuju ke arah yang lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages Baseline Study Report Commissioned by September 7, 2016 Written by Utama P. Sandjaja & Hadi Prayitno 1 Daftar Isi Daftar Isi... 2 Sekilas Perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki luas wilayah Jumlah Air (m 3 ) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki luas wilayah kurang lebih 5.180.053 km 2 yang terdiri dari 1.922.570 km 2 daratan dan 3.257.483

Lebih terperinci

1. Melakukan pendekatan terhadap peluang pendanaan dari donatur potensial. 2. Menyerahkan proposal pendanaan. 3. Memenuhi persyaratan kontrak

1. Melakukan pendekatan terhadap peluang pendanaan dari donatur potensial. 2. Menyerahkan proposal pendanaan. 3. Memenuhi persyaratan kontrak KODE UNIT : O.842340.006.01 JUDUL UNIT : MemastikanPendanaan PenanggulanganBencana DESKRIPSIUNIT : Unit kompetensi ini menjelaskan keterampilan pengetahuan, dan sikap yang dipersyaratkan untukmengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Bina Marga Kabupaten Grobogan. Permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

Laba Bersih Kuartal AGII Naik Lebih Dari 10% Year-On-Year dengan total melebihi Rp 30 miliar

Laba Bersih Kuartal AGII Naik Lebih Dari 10% Year-On-Year dengan total melebihi Rp 30 miliar LAPORAN PERS Untuk Segera Didistribusikan Laba Bersih Kuartal 1 2018 AGII Naik Lebih Dari 10% Year-On-Year dengan total melebihi Rp 30 miliar Jakarta, 1 Mei 2018 PT Aneka Gas Industri, Tbk (Stock Code:

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA

EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA (BANTUAN KEUANGAN PEUMAKMU GAMPONG, BKPG) DI PROVINSI ACEH Latar Belakang dan Dasar Pemikiran Provinsi Aceh telah mencatat kemajuan yang mengesankan menuju pemulihan

Lebih terperinci

Standar Operasional Prosedur (SOP) Percepatan. Program Inovasi Desa (PID)

Standar Operasional Prosedur (SOP) Percepatan. Program Inovasi Desa (PID) Standar Operasional Prosedur (SOP) Percepatan Program Inovasi Desa (PID) 2017 1 Selayang Pandang SOP Percepatan PID Standar Operasional Prosedur (SOP) Percepatan Program Inovasi Desa (PID) sebagai langkah

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Kinerja keuangan daerah khususnya APBA sedikit membaik dibandingkan tahun lalu. Hal ini tercermin dari adanya peningkatan persentase realisasi anggaran. Hingga November 2012,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Tahapan Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar III.1 di bawah ini. Gambar III.1. Diagram Alir Penelitian 28 III.2 Waktu

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN...

BAB II METODOLOGI PENELITIAN... DAFTAR ISI SAMBUTAN... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan... 3 1.3. Dasar Hukum...

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci

B.IV TEKNIK PENGUKURAN KINERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA

B.IV TEKNIK PENGUKURAN KINERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA B.IV TEKNIK PENGUKURAN KINERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA DEPARTEMEN AGAMA RI SEKRETARIAT JENDERAL BIRO ORGANISASI DAN TATALAKSANA TAHUN 2006 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

MENGEJAR KETERTINGGALAN: AKSI MASYARAKAT DAN PERLINDUNGAN SOSIAL DI INDONESIA

MENGEJAR KETERTINGGALAN: AKSI MASYARAKAT DAN PERLINDUNGAN SOSIAL DI INDONESIA 1 MENGEJAR KETERTINGGALAN: AKSI MASYARAKAT DAN PERLINDUNGAN SOSIAL DI INDONESIA Forum Kebijakan Publik Asia Robert Wrobel, Fasilitas Pendukung PNPM Indonesia 2 Pertanyaan Pembatas Apa yang menjadi tantangan

Lebih terperinci

Selamat Pagi. Sri Kadarwati, S.Si., M.T. Kepala BPS Kabupaten Lamongan. E :

Selamat Pagi. Sri Kadarwati, S.Si., M.T. Kepala BPS Kabupaten Lamongan. E : PENGENALAN BPS 2 Selamat Pagi Sri Kadarwati, S.Si., M.T. Kepala BPS Kabupaten Lamongan E : srikadar@bps.go.id 3 Overview : 1. Institusi statistik resmi BPS 2. Indikator Kinerja Utama 3. Peta Spasial 4

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2016 MENURUN No.12/02/72/Th.XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,347 Pada ember 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Penyediaan Air Minum. Sanitasi. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan mengeruk keuntungan semata. Kontribusinya terhadap komunitas hanya

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan mengeruk keuntungan semata. Kontribusinya terhadap komunitas hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Revolusi industri pada dekade 19-an, telah mengakibatkan adanya ledakan industri. Di era itu, perusahaan memandang dirinya sebagai organisasi yang bertujuan mengeruk

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG ANGGARAN BANTUAN SOSIAL Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Setjen DPR RI

TINJAUAN TENTANG ANGGARAN BANTUAN SOSIAL Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Setjen DPR RI TINJAUAN TENTANG ANGGARAN BANTUAN SOSIAL Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Setjen DPR RI 1. Dasar Hukum : a. UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Mengatur antara lain pemisahan peran,

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN 8.1. Kesimpulan Iuran irigasi berbasis komoditas dapat dirumuskan dengan memanfaatkan harga bayangan air irigasi. Dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)

BAB I PENDAHULUAN. Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) atau Support for Poor and Disadvantaged Area (SPADA) merupakan salah satu program dari pemerintah

Lebih terperinci

KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Disampaikan dalam acara: Workshop Perencanaan Pembangunan Daerah Metro Lampung, 30-31 Oktober 2017 Digunakan dalam perumusan: Rancangan awal RPJPD

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia Kerangka Acuan Call for Proposals 2016-2017: Voice Indonesia Kita berjanji bahwa tidak akan ada yang ditinggalkan [dalam perjalanan kolektif untuk mengakhiri kemiskinan dan ketidaksetaraan]. Kita akan

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA TAHUN 2017

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA TAHUN 2017 LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA TAHUN 2017 A. Dasar Pemikiran Tanggal 10 Juli 2017, Pemerintah Indonesia telah mengundangkan Peraturan Presiden

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

Bab 4 Menatap ke Depan: Perubahan Konteks Operasional

Bab 4 Menatap ke Depan: Perubahan Konteks Operasional Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Bab 4: Menatap ke Depan Bab 4 Menatap ke Depan: Perubahan Konteks Operasional Sejumlah proyek baru diharapkan dapat mendorong pengembangan ekonomi berkelanjutan di Aceh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, batas

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, batas BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, batas penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA DAERAH

EXECUTIVE SUMMARY PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA DAERAH EXECUTIVE SUMMARY PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA DAERAH Pemerintahan yang sentralistik di masa lalu terbukti menghasilkan kesenjangan pembangunan yang sangat mencolok antara pusat dan daerah. Dengan adanya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.996, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Manajemen Risiko. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menjelaskan bahwa visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

STRATEGI NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN

STRATEGI NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN KEMENTERIAN DESA, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN NASIONAL PERCEPATAN TAHUN 2015-2019 ? adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan

Lebih terperinci

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan TUJUAN 3 Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 43 Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. tinggi yaitu berada diatas 2, hal ini berarti bahwa Pemprov telah memiliki

BAB V PENUTUP. tinggi yaitu berada diatas 2, hal ini berarti bahwa Pemprov telah memiliki BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: a. Hasil EKPPD Pemerintah Provinsi sebagian besar sudah mencapai

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

Membuka. 10 Tahun Data Mikro. dari Indonesia

Membuka. 10 Tahun Data Mikro. dari Indonesia Membuka 10 Tahun Data Mikro dari Indonesia B A N K D U N I A 2017 BANK DUNIA Local Solutions to Poverty, Jakarta, Indonesia Karya ini merupakan produk staf Bank Dunia, melalui Dana Amanah Local Solutions

Lebih terperinci

INTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN SOSIALISASI PENGELOLAAN DANA DESA KEPADA APARAT PEMBINA DAN PENGAWAS DESA

INTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN SOSIALISASI PENGELOLAAN DANA DESA KEPADA APARAT PEMBINA DAN PENGAWAS DESA SOSIALISASI PENGELOLAAN DANA DESA KEPADA APARAT PEMBINA DAN PENGAWAS DESA 1 2 FILOSOFI DAN TUJUAN DANA DESA Dana Desa Untuk Peningkatan Kualitas Hidup FILOSOFI TUJUAN Dana Desa yang bersumber dari APBN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kinerja kepala daerah beserta wakil rakyat di kursi dewan.

BAB I PENDAHULUAN. kinerja kepala daerah beserta wakil rakyat di kursi dewan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah menjadikan daerah memiliki kewenangan tersendiri dalam mengatur dan melaksanakan anggaran sesuai dengan prioritas yang telah ditetapkan. Kepala daerah

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

PUSAT STUDI DAN PEMBERDAYAAN PUBLIK (Center for Public Studies and Empowerment)

PUSAT STUDI DAN PEMBERDAYAAN PUBLIK (Center for Public Studies and Empowerment) PUSAT STUDI DAN PEMBERDAYAAN PUBLIK (Center for Public Studies and Empowerment) SURVEI TANGGAPAN MASYARAKAT BANDAR LAMPUNG TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM AYO BERSIH-BERSIH Bandar Lampung, Agustus 2006 Research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu daerah didasarkan pada bagaimana suatu daerah dapat meningkatkan pengelolaan serta hasil produksi atau output dari sumber dayanya disetiap

Lebih terperinci

Kuesioner Kebijakan, Instrumen, Kerangka Kerja, Proyek dan Prakarsa Gaya Hidup yang Berkelanjutan

Kuesioner Kebijakan, Instrumen, Kerangka Kerja, Proyek dan Prakarsa Gaya Hidup yang Berkelanjutan Kuesioner Kebijakan, Instrumen, Kerangka Kerja, Proyek dan Prakarsa Gaya Hidup yang Berkelanjutan Selamat Datang di Kuesioner Gaya Hidup yang Berkelanjutan Cara kita menjalani hidup kita sehari-hari pilihan-pilihan

Lebih terperinci

Oleh : Arief Setyadi. Persyaratan Gender dalam Program Compact

Oleh : Arief Setyadi. Persyaratan Gender dalam Program Compact Oleh : Arief Setyadi Persyaratan Gender dalam Program Compact Perempuan Bekerja Menyiangi Sawah (Foto: Aji) Program Compact memiliki 5 persyaratan pokok, yakni: 1. Analisis ERR di atas 10%, 2. Analisis

Lebih terperinci

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15B Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15B/ 1 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan desa merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, dengan demikian pembangunan desa mempunyai peranan yang penting dan bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 No. 41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 GINI RATIO PROVINSI BANTEN MARET 2017 MENURUN Pada 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 16 JANUARI 2014 Tema Prioritas Penurunan tingkat kemiskinan absolut dari 14,1% pada 2009 menjadi 8 10% pada akhir 2014, yang diikuti dengan: perbaikan distribusi perlindungan sosial, pemberdayaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( )

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( ) LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia (1970-2000) LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia (1970-2000) Bagian

Lebih terperinci

STUDI MANAJEMEN PEMELIHARAAN ASET PADA INFRASTRUKTUR SUNGAI (STUDI KASUS BANGUNAN REVETMENT SUNGAI PEPE DI SURAKARTA)

STUDI MANAJEMEN PEMELIHARAAN ASET PADA INFRASTRUKTUR SUNGAI (STUDI KASUS BANGUNAN REVETMENT SUNGAI PEPE DI SURAKARTA) Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017 STUDI MANAJEMEN PEMELIHARAAN ASET PADA INFRASTRUKTUR SUNGAI (STUDI KASUS BANGUNAN REVETMENT SUNGAI PEPE DI SURAKARTA) Nectaria

Lebih terperinci

Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Budidaya Melalui PUMP Perikanan Budidaya Sebagai Implementasi PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan

Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Budidaya Melalui PUMP Perikanan Budidaya Sebagai Implementasi PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan Draft Rekomendasi Kebijakan Sasaran: Perikanan Budidaya Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Budidaya Melalui PUMP Perikanan Budidaya Sebagai Implementasi PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan Seri

Lebih terperinci

Kajian Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kehutanan 2015

Kajian Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kehutanan 2015 Ringkasan Eksekutif Kajian Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kehutanan 2015 Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terluas di dunia, dan sebagian

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 No. 05/01/71/Th. X, 04 Januari 2016 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei

Lebih terperinci