VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN
|
|
- Hadian Salim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN 8.1. Kesimpulan Iuran irigasi berbasis komoditas dapat dirumuskan dengan memanfaatkan harga bayangan air irigasi. Dalam penelitian ini, metode yang diterapkan untuk valuasi air irigasi adalah salah satu varian dari pendekatan Residual Imputation Approach yaitu metode perubahan pendapatan bersih dengan pemrograman linier. Penerapan iuran irigasi berbasis komoditas efektif untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi jika instrumen ini efektif untuk mendorong diversifikasi usahatani ke arah komoditas pertanian yang lebih hemat air. Prospek penerapannya ditentukan oleh faktor-faktor yang secara simultan kondusif untuk meningkatkan partisipasi petani dalam diversifikasi dan partisipasinya dalam pembayaran iuran irigasi. Beberapa kesimpulan pokok hasil penelitian adalah: 1. Secara umum pola tanam pada solusi optimal lebih berdiversifikasi ke arah komoditas palawija dan atau hortikultur. Proporsi luas tanam padi pada Musim Tanam (MT) I, MT II, dan MT III masing-masing adalah 83.4, 61.1, dan 3.8 % dari total luas areal. Keuntungan tunai usahatani pada solusi optimal lebih tinggi sekitar 9.6 % dan kontribusi keuntungan yang diperoleh dari usahatani padi masih tetap yang tertinggi meskipun dominasinya menurun. Keuntungan tertinggi diperoleh dari usahatani pada MT II. 2. Harga bayangan air irigasi dipengaruhi oleh sebaran temporal dan sebaran spatial ketersediaan maupun kebutuhan air irigasi. Sebaran temporal ketersediaan air irigasi dipengaruhi oleh curah hujan, sedangkan kebutuhan tanaman terhadap air irigasi selain dipengaruhi oleh curah hujan juga ditentukan oleh jenis tanaman, evapotranspirasi, dan teknik pemberian air ke tanaman. Oleh karena itu, harga bayangan air irigasi pada Bulan Desember sampai dengan Mei adalah nol, sedangkan pada Bulan Juni sampai dengan November positip. Harga bayangan air irigasi yang tertinggi terjadi pada Bulan September yakni sekitar Rp. 58/m 3. Dalam konteks spatial, harga bayangan air irigasi yang terendah adalah di Sub DAS Hulu, sedangkan yang tertinggi adalah di Sub DAS Hilir.
2 Elastisitas permintaan normatif air irigasi tidak tetap sehingga secara umum fungsinya tidak linier. Pada saat pasokan air irigasi langka sehingga harga air irigasi lebih dari Rp. 84/m 3 permintaannya adalah elastis. Selanjutnya permintaan tersebut menjadi tidak elastis apabila harga air irigasi berada pada selang Rp. 11/m 3 Rp. 84/m 3, dan kembali elastis pada tingkat harga di bawah Rp. 11/m 3. Secara umum fungsi permintaan normatif air irigasi pada kisaran pasokan aktual adalah tidak elastis. 4. Potensi kerugian akibat luas tanam padi yang tidak optimal tergantung pada perbedaan relatif terhadap kondisi optimal. Jika perbedaannya relatif kecil, potensi kerugian akibat kelebihan luas tanam padi adalah lebih kecil daripada potensi kerugian yang timbul akibat luas tanam padi yang lebih rendah dari kondisi optimal. Semakin tinggi perbedaan relatif tersebut, potensi kerugian akibat kelebihan luas tanam padi cenderung lebih besar daripada potensi kerugian yang terjadi akibat luas tanam lebih rendah dari pola optimal. 5. Elastisitas penawaran normatif padi adalah tidak tetap sehingga kurva penawarannya tidak linier. Pada skenario harga turun, fungsi penawarannya elastis; sedangkan pada skenario harga naik maka penawarannya tidak elastis. Terdapat dua faktor yang merupakan penyebab utamanya yaitu: (1) terjadinya perubahan keuntungan komparatif antara usahatani padi terhadap komoditas lain akibat perubahan harga padi, dan (2) perbandingan relatif kebutuhan sumberdaya antara usahatani padi dengan komoditas pertanian lainnya. Dengan demikian efektivitas kebijakan harga gabah yang ditujukan untuk mendorong peningkatan produksi padi ditentukan oleh: (1) rata-rata harga gabah yang diterima petani sebelum kebijakan harga ditetapkan, (2) persentase kenaikan harga di tingkat petani akibat kebijakan tersebut, dan (3) harga-harga komoditas pertanian tanaman pangan lain yang merupakan pesaing padi dalam penggunaan sumberdaya di lahan pesawahan. Secara umum dapat dirumuskan bahwa untuk mempertahankan pertumbuhan produksi padi melalui instrumen kebijakan harga gabah, bukan hanya besaran kenaikannya yang perlu diperhatikan tetapi juga perbandingannya dengan komoditas lain serta pengamanannya agar tingkat harga riil yang diterima petani terpelihara.
3 Iuran irigasi berbasis komoditas terdiri atas komponen pokok dan komponen penunjang. Nilai dari komponen pokok bervariasi, tergantung pada perkiraan kebutuhan air irigasi untuk pengusahaan komoditas yang bersangkutan dan harga bayangan air irigasi pada waktu tersebut. Oleh karena itu, besarannya ditentukan oleh jenis komoditas, periode pengusahaan, dan sebaran temporal harga bayangan air irigasi. Nilai per unit luas garapan yang merupakan komponen penunjang ditentukan berdasarkan kesepakatan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Meminimalkan nilai komponen penunjang merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan efektivitas iuran irigasi berbasis komoditas sebagai instrumen peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi. 7. Dalam sistem iuran irigasi berbasis komoditas, jika rata-rata biaya irigasi untuk usahatani padi pada MT I dijadikan basis pembandingan dan diberi indeks 1, maka indeks biaya irigasi untuk usahatani padi pada MT II dan MT III masing-masing adalah sekitar 2 dan 10. Indeks biaya irigasi untuk usahatani palawija atau hortikultur yang periode pengusahaan untuk satu siklus produksi sekitar 4 bulan adalah sekitar 0.3, 0.6, dan 5.0 masingmasing untuk usahatani pada MT I, MT II, dan MT III. Dengan urutan musim tanam yang sama, indeks biaya irigasi untuk usahatani palawija atau hortikultur yang satu siklus usahatani membutuhkan waktu sekitar 3 bulan adalah sekitar 0.3, 0.3, dan 4.5. Pada usahatani tebu oleh karena periode pengusahaannya satu tahun maka indeks biaya irigasinya adalah sekitar Secara umum, nilai iuran irigasi berbasis komoditas lebih tinggi daripada biaya irigasi yang kini berlaku. Perbedaannya dapat diperkecil jika proporsi luas tanam padi pada MT II dikurangi dan pada MT III komoditas yang diusahakan bukan padi. Pola tanam yang memiliki kelayakan teknis dan finansial cukup tinggi adalah pola padi padi palawija/hortikultur dengan siklus produksi sekitar 3 bulan atau pola padi palawija/hortikultur dengan siklus produksi sekitar 4 bulan palawija/ hortikultur dengan siklus produksi sekitar 3 bulan.
4 Hasil estimasi menunjukkan bahwa di wilayah pesawahan irigasi teknis DAS Brantas probabilitas petani untuk memilih pola tanam monokultur padi relatif rendah yaitu sekitar Probabilitas untuk berdiversifikasi dengan mengusahakan komoditas pertanian yang tidak bernilai ekonomi tinggi adalah sekitar 0.41, sedangkan untuk berdiversifikasi pada komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi adalah sekitar Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap probabilitas berdiversifikasi adalah jumlah anggota rumah tangga yang bekerja di usahatani, kemampuan permodalan, kontribusi usahatani di lahan sawah terhadap ekonomi rumah tangga, tingkat kelangkaan air irigasi yang terjadi di lahan garapan, dan kepemilikan pompa irigasi. Faktor yang tidak kondusif adalah fragmentasi lahan garapan. 10. Partisipasi petani dalam pembayaran iuran irigasi cukup baik. Probabilitas tidak berpartisipasi hanya sekitar Di sisi lain, probabilitas untuk berpartisipasi dengan kualitas partisipasi rendah, sedang, dan tinggi masingmasing adalah sekitar 0.21, 0.35, dan Faktor-faktor yang kondusif untuk mendorong petani meningkatkan kualitas partisipasinya dalam pembayaran iuran irigasi adalah penerapan pola tanam diversifikasi, kualitas lahan sawah garapan yang lebih baik, intensitas tanam, kontribusi usahatani padi dalam ekonomi rumah tangga, dan kinerja pengurus asosiasi petani pemakai air irigasi yang lebih baik. Faktor-faktor yang tidak kondusif adalah proporsi lahan sawah garapan bukan milik, jarak lahan garapan terhadap prasarana distribusi air irigasi, dan kepemilikan pompa irigasi. 12. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diperkirakan bahwa prospek penerapan iuran irigasi berbasis komoditas di suatu wilayah irigasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang dapat dikondisikan. Peluang keberhasilannya akan lebih tinggi jika diterapkan di wilayah irigasi dengan karakteristik: lahan garapan usahatani lebih terkonsolidasi, rata-rata luas garapan tidak terlalu kecil, tenaga kerja pertanian cukup tersedia, kemampuan permodalan petani memadai, peranan usahatani dalam ekonomi rumah tangga petani cukup penting, dan kinerja pengurus asosiasi petani pemakai air irigasi cukup baik.
5 Implikasi Kebijakan Iuran irigasi berbasis komoditas merupakan salah satu instrumen yang dikembangkan dari pendekatan permintaan. Instrumen ini kondusif untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi dan secara simultan kondusif pula untuk meningkatkan kapabilitas petani membiayai operasi dan pemeliharaan irigasi. Dalam strategi implementasi, mengingat bahwa sistem iuran berbasis komoditas merupakan hal baru, disarankan agar penerapannya dilakukan secara bertahap. Untuk itu pada tahap awal perlu ditempuh adalah kaji tindak penerapan sistem ini. Tahap berikutnya, dengan berbekal pelajaran yang diperoleh dari kaji tindak itu dapat dilakukan penerapan di beberapa lokasi sebagai proyek rintisan. Selanjutnya, dengan memanfaatkan secara maksimal pelajaran yang diperoleh dari kedua tahapan tersebut dapat dilakukan perluasan dan pengembangan. Implementasi iuran irigasi berbasis komoditas sejalan dengan sejumlah agenda kebijakan di bidang pengembangan diversifikasi usahatani. Jadi, yang diperlukan adalah penyempurnaan sejumlah agenda kebijakan tersebut, terutama yang terkait dengan: (1) peningkatan akses petani terhadap lembaga perkreditan, (2) kebijakan yang kondusif untuk memperkecil risiko usahatani komoditas palawija/sayuran bernilai ekonomi tinggi, dan (3) kebijakan yang efektif untuk mendorong konsolidasi pengelolaan usahatani. Khusus di bidang irigasi, salah satu agenda kebijakan yang sifatnya dapat dipandang baru adalah "Pengembangan Sistem Irigasi Produktif" yang intinya adalah mengembangkan pola manajemen irigasi yang lebih akomodatif terhadap pola usahatani yang lebih berdiversifikasi. Implementasi iuran irigasi berbasis komoditas berimplikasi pada pola pengusahaan komoditas dan pendapatan petani. Manifestasinya, proporsi luas tanam padi menurun, tetapi di sisi lain pendapatan petani meningkat. Dalam pemecahan masalah yang dilematis tersebut, yang seharusnya diprioritaskan adalah peningkatan pendapatan petani. Dengan demikian dalam rangka mempertahankan swasembada beras, kebijakan pemerintah harus diarahkan pada pengembangan lahan sawah baru dan perbaikan produktivitas usahatani padi. Pada saat yang sama, kebijakan pemerintah untuk mendorong diversifikasi konsumsi pangan harus diimplementasikan secara sistematid dan konsisten.
6 Saran Untuk Penelitian Lanjutan Dalam penelitian ini dilakukan sejumlah penyederhanaan. Pertama, ruang lingkup penelitian dibatasi pada air irigasi permukaan dimana pola pasokannya tertentu dan perilaku pasokan air untuk memenuhi kebutuhan lain diasumsikan tidak berpengaruh. Kedua, penyederhanaan yang terkait dengan agregasi komoditas, agregasi sebaran temporal maupun agregasi spatial ketersediaan dan kebutuhan air irigasi. Ketiga, pendekatan yang digunakan untuk valuasi air irigasi adalah Residual Imputation Approach (RIA) dengan pemrograman linier. Dari penelitian ini telah dapat dihasilkan sejumlah temuan dan pengetahuan yang bermanfaat sesuai dengan ruang lingkup dan metodologi yang diterapkan. Saran untuk lanjutan adalah: 1. Air irigasi diperlakukan sebagai bagian integral dari sumberdaya air sehingga pasokan untuk memenuhi kebutuhan non irigasi diperhitungkan sebagai faktor yang mempengaruhi pola pasokan air irigasi; dan perluasan cakupan spatial dengan mengambil contoh di beberapa sistem irigasi yang berbeda. 2. Valuasi air irigasi menggunakan pendekatan terintegrasi dari sisi permintaan maupun sisi pasokan. 3. Penelitian dengan pendekatan yang sama dengan penelitian ini tetapi tingkat agregasinya berbeda dimana komoditas lebih rinci, sebaran spatial dan temporal juga dibuat lebih rinci. 4. Penelitian dengan ruang lingkup dan pendekatan serupa dengan penelitian ini tetapi pemrograman matematis yang digunakan adalah non linear. 5. Jika sumberdaya untuk penelitian tersedia, penelitian yang dilakukan dengan mengintegrasikan aspek sosial ekonomi aspek teknis dengan data percobaan langsung di lapang merupakan salah satu penelitian yang sangat bernilai. 6. Penelitian yang difokuskan untuk mengkaji aspek kelembagaan dalam rangka peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi. Secara bersama-sama, dari berbagai penelitian tersebut dapat dihasilkan sejumlah kesimpulan dengan tingkat generalisasi lebih luas dan pengetahuan yang lebih komprehensif. Dengan demikian dapat berkontribusi nyata dalam akumulasi ilmu pengetahuan maupun pemecahan masalah dalam kehidupan nyata.
I. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkaran permasalahan ketahanan pangan kemiskinan pelestarian lingkungan adalah persoalan klasik. Fenomena yang menarik adalah bahwa di tengah perubahan lingkungan strategis
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Sumaryanto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN
Lebih terperinciTINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA
TINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA Oleh: Muchjidin Rachmat dan Budiman Hutabarat') Abstrak Tulisan ini ingin melihat tingkat diversifikasi
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN Oleh : Sumaryanto Sugiarto Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS
Lebih terperinciBab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat
Lebih terperinciBAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN. peningkatan produksi pangan dan menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN Program ketahanan pangan diarahkan pada kemandirian masyarakat/petani yang berbasis sumberdaya lokal yang secara operasional dilakukan melalui program peningkatan produksi
Lebih terperinciLAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT
LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)
LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN
Lebih terperinciVI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA
VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA Penelitian ini membagi responden berdasarkan jenis lahan, yaitu lahan sawah irigasi dan tadah hujan, serta keikutsertaan petani dalam
Lebih terperinciPENGARUH URBANISASI TERHADAP SUKSESI SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBERLANJUTAN SWASEMBADA PANGAN
LAPORAN AKHIR TAHUN 2015 PENGARUH URBANISASI TERHADAP SUKSESI SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBERLANJUTAN SWASEMBADA PANGAN Oleh: Sumaryanto Hermanto Mewa Ariani Sri Hastuti Suhartini
Lebih terperinciDepartemen of Agriculture (USDA) atau klasifikasi kesesuaian lahan yang dikembangkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO).
29 KERANGKA PEMIKIRAN Lahan dan air adalah sumberdaya alam yang merupakan faktor produksi utama selain input lainnya yang sangat mempengaruhi produktivitas usahatani padi sawah. Namun, seiring dengan semakin
Lebih terperinciPOLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber pendapatan, pembuka kesempatan kerja, pengentas kemiskinan dan peningkatan ketahanan
Lebih terperinciPROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:
PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAN UPAYA PERBAIKANNYA
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAN UPAYA PERBAIKANNYA Oleh : Sumaryanto Masdjidin Siregar Deri Hidayat Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS SOSIAL
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan
Lebih terperinciKAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka
KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN PENDAHULUAN Bambang Sayaka Gangguan (shocks) faktor-faktor eksternal yang meliputi bencana alam, perubahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang
Lebih terperinciKAJIAN MANFAAT IRIGASI WADUK PELAPARADO DI KABUPATEN BIMA TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DAN KESEMPATAN KERJA
KAJIAN MANFAAT IRIGASI WADUK PELAPARADO DI KABUPATEN BIMA TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DAN KESEMPATAN KERJA Abiyadun dan Ni Putu Sutami Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali ABSTRAK Dalam panca
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya
I. PENDAHULUAN Formatted: Indent: Left: 0,63 cm, Hanging: 0,62 cm, Tab stops: 1,25 cm, List tab + Not at 1,9 cm A. Latar Belakang dan Identifikasi Masalah 1. Latar Belakang Dalam rangka pencapaian ketahanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan bahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor utama bagi perekonomian sebagian besar negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Peran sektor pertanian sangat penting karena
Lebih terperinciDrought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan
Drought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan Oleh : Gatot Irianto Fakta menunjukkan bahhwa kemarau yang terjadi terus meningkat besarannya (magnitude), baik intensitas, periode ulang dan lamanya.
Lebih terperinciDAMPAK PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TERHADAP PRODUKSI, PENDAPATAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
2004 Dwi Haryono Makalah Falsafah Sains (PPs-702) Sekolah Pascasarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Nopember 2004 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto
Lebih terperinciKETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG
KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah
Lebih terperinciPOTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG
POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan barang ultra essential bagi kelangsungan hidup manusia. Tanpa air, manusia tidak mungkin bisa bertahan hidup. Di sisi lain kita sering bersikap menerima
Lebih terperinciDINAMIKA PRODUKSI DAN HARGA BERAS INDONESIA
DINAMIKA PRODUKSI DAN HARGA BERAS INDONESIA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. Swasembada pangan berkelanjutan merupakan agenda kebijakan pemerintah yang secara tegas dan jelas dinyatakan dalam Renstra
Lebih terperinciSituasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim
BAB I PENDAHULUAN Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim global yang menuntut Indonesia harus mampu membangun sistem penyediaan pangannya secara mandiri. Sistem
Lebih terperinciANALISIS WILLINGNESS TO PAY
ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PETANI TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN IRIGASI Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah Oleh : FAHMA MINHA A14303054 PROGRAM
Lebih terperinciANALISA BIAYA AIR IRIGASI PADA BERBAGAI TIPE IRIGASI DI KABUPATEN NGANJUK DAN NGAWI, PROPINSI JAWA TIMUR
ANALISA BIAYA AIR IRIGASI PADA BERBAGAI TIPE IRIGASI DI KABUPATEN NGANJUK DAN NGAWI, PROPINSI JAWA TIMUR Oleh: Rudy Sunarja Rivai*) ABSTRAK Penggunaan air sebagai salah satu sumberdaya yang sangat penting
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan
Lebih terperinciVIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI
VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan
Lebih terperinciRINGKASAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
RINGKASAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI ALTERNATIF MODEL KEBIJAKAN PENINGKATAN DAYA SAING KEDELAI LOKAL DALAM RANGKA MENCAPAI KEDAULATAN PANGAN NASIONAL TIM PENELITI Dr. Zainuri, M.Si (Ketua Peneliti)
Lebih terperinciREFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN
REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Diversifikasi Siegler (1977) dalam Pakpahan (1989) menyebutkan bahwa diversifikasi berarti perluasan dari suatu produk yang diusahakan selama ini ke produk baru yang
Lebih terperinciVII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK
VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK 7.1. Pola Usahatani Pola usahatani yang dimasukkan dalam program linier sesuai kebiasaan petani adalah pola tanam padi-bera untuk lahan sawah satu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sumber pendapatan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui perannya dalam pembentukan Produk
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Dewa K. S. Swastika Herman Supriadi Kurnia Suci Indraningsih Juni Hestina Roosgandha
Lebih terperinciBAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman dalam usahatani.
BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Petani Sampel Berdasarkan data primer yang diperoleh dari 84 orang petani sampel, maka dapat dikemukakan karakteristik petani sampel, khususnya
Lebih terperinciRingkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1
Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim. Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008)
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teorotis 3.1.1 Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008) mengungkapkan bahwa perlu tiga dimensi dalam
Lebih terperinciKAJIAN LAHAN. Oleh: Djoko Trijono
LAPORAN AKHIR TA. 2013 KAJIAN PENGEMBANGANN IRIGASI BERBASIS INVESTASI MASYARAKAT PADA AGROE EKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN Oleh: Rudy Sunarja Rivai Herman Supriadi Rita Nur Suhaeti Bambang Prasetyo Tri Bastuti
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA Oleh : Bambang Irawan Adreng Purwoto Frans B.M. Dabukke Djoko Trijono PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara menyeluruh, terpadu, berwawasan lingkungan dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN
LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN Oleh: Henny Mayrowani Tri Pranadji Sumaryanto Adang Agustian Syahyuti Roosgandha Elizabeth PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting, karena padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Produksi padi di dunia menempati
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ketahun. Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar saat ini, akan melonjak menjadi sembilan miliar pada
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi
Lebih terperinciIII. METODE KERJA 1. Lokasi dan Waktu 2. Pengumpulan data
III. METODE KERJA 1. Lokasi dan Waktu Kajian dilakukan terhadap usahatani beberapa petani sawah irigasi di desa Citarik kecamatan Tirta Mulya Kabupaten Karawang. Pemilihan lokasi terutama didasarkan pada
Lebih terperinciANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN
ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi
Lebih terperinciTINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN
TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN Prinsip-Prinsip Efisiensi Usahatani Usahatani ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat
Lebih terperinciVII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN
VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN 7.1. Hasil Validasi Model Simulasi model dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai faktor ekonomi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) Citarum merupakan salah satu DAS terbesar di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas 11.44 ribu kilometer persegi. Curah hujan tahunan 3 ribu
Lebih terperinciBAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI
BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh
Lebih terperinciIII. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN
III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk
Lebih terperinciBPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT
BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 71/12/ Th. XVII, Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI DAN JAGUNG TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan
Lebih terperinciV. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM
V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Air tanah adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air tanah adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi (Soemarto, 1987; Bisri, 1991). Air tanah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu air tanah dangkal
Lebih terperinciKetahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55
Ketahanan Pangan dan Pertanian disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Februari 2015 KONDISI KETAHANAN PANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Faktor produksi utama dalam produksi pertanian adalah lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. Tanaman
Lebih terperinciSTRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014
No. 70/12/72/Th. XVII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN PADI SAWAH PADA TAHUN 2014 SEBESAR Rp
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang terus tumbuh berimplikasi pada meningkatnya jumlah kebutuhan bahan pangan. Semakin berkurangnya luas lahan pertanian dan produksi petani
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar
V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Beras merupakan makanan pokok utama penduduk Indonesia
Lebih terperinciREVITALISASI PERTANIAN
REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH
LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA BARAT
BPS PROVINSI JAWA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK No. 66/12/32/Th.XVI, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian tanaman pangan masih menjadi usaha sebagian besar petani. Di Indonesia sendiri, masih banyak petani tanaman pangan yang menanam tanaman pangan untuk dikonsumsi
Lebih terperinciSEMINAR HASIL PENELITIAN
1 SEMINAR HASIL PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kegiatan pembangunan bidang sumber daya air yang meliputi perencanaan umum, teknis, pelaksanaan fisik, operasi dan pemeliharaan maupun
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN 4.. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten PPU secara geografis terletak pada posisi 6 o 9 3-6 o 56 35 Bujur Timur dan o 48 9 - o 36 37 Lintang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber pangan utama
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Tanam Pola tanam dapat didefinisikan sebagai pengaturan jenis tanaman atau urutan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang lahan dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN
RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 VISI : "MEWUJUDKAN PETANI SEJAHTERA MELALUI PERTANIAN BERKELANJUTAN" MISI 1 TUJUAN : MENINGKATKAN KUALITAS AGROEKOSISTEM : MENINGKATKAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal ataupun eksternal (Anonim, 2006a). Terkait dengan beragamnya
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM BESARAN KARAKTERISTIK MARKETABLE SURPLUS BERAS Oleh : Nunung Kusnadi Rita Nurmalina
Lebih terperinciANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)
74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan bagian pokok didalam kehidupan dimana dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan pemenuhan sandang, pangan, maupun papan yang harus
Lebih terperinciBAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Kebijakan publik adalah keputusan pemerintah yang berpengaruh terhadap
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Gardner (1987) menyatakan penanganan masalah perberasan memerlukan kebijakan publik yang merupakan bagian dari kebijakan pembangunan
Lebih terperinci