BAB I PENDAHULUAN. kinerja kepala daerah beserta wakil rakyat di kursi dewan.
|
|
- Hadian Tan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah menjadikan daerah memiliki kewenangan tersendiri dalam mengatur dan melaksanakan anggaran sesuai dengan prioritas yang telah ditetapkan. Kepala daerah terpilih bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menyusun anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebagai dasar untuk menjalankan pembangunan di daerah. Masyarakat yang turut menikmati hasil pembangunan sekaligus akan memberikan penilaian tentang kinerja kepala daerah beserta wakil rakyat di kursi dewan. Masalah yang sudah umum dalam setiap daerah adalah menentukan komposisi belanja daerah (Halim, 2014: 8). Setiap daerah dituntut bijak dalam menetapkan besaran belanja sehingga proporsi belanja untuk bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan belanja lainnya dapat benar-benar bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan umum, sebagaimana diamanatkan dalam Undang- Undang Dasar Setelah itu, penyerapan anggaran atas belanja yang telah ditetapkan akan menjadi masalah di kemudian hari. Otonomi daerah juga melahirkan adanya penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah (pilkada) yang digelar setiap lima tahun. Pilkada ini diselenggaran dengan dana yang tidak sedikit dan dirasakan oleh beberapa kalangan dapat membebani keuangan daerah. Namun demikian, sampai saat ini belum ada evaluasi yang mendalam tentang efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pilkada di Indonesia (Ritonga dan Alam, 2010). 1
2 Pada tahun ini akan digelar pilkada serentak pada 9 Desember 2015 (gelombang pertama) dengan diikuti 269 daerah. Sisanya sebanyak 273 daerah akan melaksanakan pada gelombang kedua. Jika melihat pada anggaran penyelenggaraan pilkada, untuk gelombang pertama saja terjadi pembengkakan dana dari Rp4 triliun menjadi Rp7,1 triliun atau naik sebesar 77,5 persen (Kedaulatan Rakyat, 16 Juni 2015). Pembengkakan dana ini merupakan suatu ironi mengingat tujuan awal penyelenggaraan pilkada serentak adalah untuk efisiensi anggaran. Sewaktu pilkada digelar, banyak sekali isu tentang politik uang (money politic). Hal ini untuk menarik simpati masyarakat agar perolehan suara semakin besar sehingga peluang untuk menjadi kepala daerah semakin tinggi. Ketika terpilih, kepala daerah memiliki kewenangkan dalam mengajukan besaran anggaran untuk kemudian diusulkan dan dibahas bersama dengan DPRD. Kewenangan ini memberikan kesempatan kepada kepala daerah untuk menetapkan pos-pos tertentu untuk kepentingannya (Media Indonesia, 13 April 2015). Apalagi jika kepala daerah tersebut berencana untuk kembali mengikuti pilkada periode berikutnya (incumbent). Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah menetapkan besaran belanja hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan. Ketiga belanja tersebut dirasa mampu menarik simpati dan perhatian masyarakat untuk memilih kepala daerah yang ingin mengajukan kembali pada periode kedua. Pada kenyataannya, belanja hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan termasuk dalam kelompok belanja tidak langsung. Ini artinya ketiga belanja tersebut dianggarkan tanpa adanya indikator input dan output yang terukur. 2
3 Dengan tidak adanya indikator ini, sebenarnya belanja ini tidak harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan. Ketika pos belanja hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan dimanfaatkan oleh kepala daerah incumbent, tentu saja ada perubahan di pos belanja yang lain. Pos belanja lain tersebut bisa saja berupa belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal, dan lainnya. Belanja modal yang disebut sebagai belanja yang menyangkut kehidupan masyarakat secara luas dapat menjadi perhatian apakah turut berubah sebagai akibat perubahan proporsi belanja hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan tersebut. Taqiyyuddin (2014) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa belanja modal berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah. Belanja yang berpengaruh paling signifikan adalah belanja infrastruktur dan belanja kesehatan. Begitu juga Astuti (2014) dalam penelitiannya juga menyebutkan adanya pengaruh signifikan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tanzi dan Davoodi (2002 dalam Hidayat, 2014: 5) menyatakan ada perilaku oportunistik politisi dalam pembuatan keputusan investasi publik. Para politisi membuat keputusan-keputusan terkait dengan (1) besaran anggaran investasi publik, (2) komposisi anggaran investasi publik tersebut, (3) pemilihan proyek-proyek khusus dan lokasinya, dan (4) besaran rancangan setiap proyek investasi publik. Hal serupa juga disampaikan oleh Lalvani (1999 dalam Hidayat, 2014: 6), yang mengatakan bahwa sebelum dilaksanakan pemilu rawan terjadi tindakan oportunis yang dilakukan oleh kepala daerah untuk melakukan politisasi 3
4 anggaran. Hasil penelitiannya menujukkan terjadi peningkatan belanja modal sebelum dilaksanakan pemilu. Hal tersebut dilakukan guna mendapatkan suara pada pilkada. Di Indonesia banyak daerah (provinsi/kabupaten/kota) dengan kepala daerah menjabat dua kali berturut-turut. Di Pulau Jawa saja sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2014 terdapat 31 kepala daerah (bupati/walikota) yang menjabat dua periode. Jumlah tersebut cukup banyak mengingat terdapat 119 daerah, artinya sebanyak 26 persen daerah di Pulau Jawa mengalami 2 periode kepemimpinan kepala daerah yang sama. Pada akhir jabatan periode pertama kepala daerah sering bersafari ke daerah sambil membagikan hibah atau bantuan sosial kepada kelompok masyarakat tertentu. Hal tersebut bisa dipersepsikan bermacam-macam oleh daerah penerima bantuan. Mulai dari kepedulian sang kepala daerah, perhatian terhadap pembangunan daerah setempat, sampai simpati pemerintah kepada warganya. Tidak jarang, warga dengan sepenuh hati mendukung pencalonan sang kepala daerah untuk periode berikutnya sebagai bentuk balas budi. Pulau Jawa selain sebagai pulau terpadat penduduknya, juga pulau dengan belanja hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan terbesar. Perkembangan belanja tersebut dapat dilihat pada Gambar
5 Sumatera Jawa Bali - Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku - Papua Gambar 1.1 Perkembangan Belanja Hibah, Bantuan Sosial, dan Bantuan Keuangan di Indonesia berdasarkan Kelompok Wilayah Tahun (dalam jutaan Rp) Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI (data diolah) Gambar 1.1 menunjukkan bahwa seluruh wilayah mengalami peningkatan belanja hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan dari tahun 2007 sampai dengan Kurva untuk Wilayah Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku-Papua terlihat landai. Ini artinya terdapat peningkatan belanja, namun tidak besar. Kenaikan paling besar tampak pada Pulau Jawa dengan melihat derajat kemiringan kurvanya. Perkembangan belanja tersebut di atas menjadi pertimbangan utama penulis dalam menjadikan Pulau Jawa sebagai objek penelitian. Dengan nominal belanja yang semakin meningkat pesat, ditambah dukungan jumlah penduduk yang padat, tentu akan menjadi menarik untuk diteliti mengenai perubahan belanja hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan menjelang dilaksakan pilkada. Selain ketiga belanja tersebut, belanja modal juga dapat diteliti perubahannya untuk lingkup waktu yang sama. 5
6 1.2 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap belanja hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan dengan daerah, lingkup waktu, dan objek penelitian yang berbeda. Ritonga dan Alam (2010) dalam Simposium Nasional Akuntansi XIII tahun 2010 meneliti tentang porsi belanja hibah dan bantuan sosial terhadap belanja daerah pada daerah incumbent dan nonincumbent pada tahun 2009 dan Tahun 2009 merupakan tahun sebelum pilkada dan tahun 2010 merupakan tahun pelaksanaan pilkada. Hidayat (2014) meneliti rasio alokasi belanja antara daerah incumbent dengan daerah nonincumbent sebelum dan pada saat pilkada di Indonesia. Rasio belanja yang menjadi variabel penelitian adalah belanja hibah, belanja bantuan sosial, dan belanja modal terhadap belanja daerah. Lingkup waktunya pada tahun 2012 dan 2013, dengan 2012 sebagai tahun sebelum pilkada, dan 2013 sebagai tahun pelaksanaan pilkada. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penggunaan variabel rasio belanja hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan, dan belanja modal terhadap belanja daerah. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis pada tingkat daerah (provinsi/kabupaten/kota). Perbedaan yang tampak jelas dengan penelitian sebelumnya adalah tentang lingkup waktu penelitian. Jika penelitian sebelumnya berfokus pada dua tahun saja, yaitu tahun sebelum pilkada dan tahun waktu pelaksanaan pilkada, penelitian ini menggunakan lingkup waktu selama kepemimpinan kepala daerah dua 6
7 periode. Kepala daerah dimaksud adalah yang menjabat selama dua periode secara penuh, yaitu masa jabatan selama sepuluh tahun. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah perbedaan alokasi/proporsi belanja hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan serta belanja modal terhadap belanja daerah selama dua periode kepemimpinan kepala daerah. Objek dalam penelitian ini adalah daerah (provinsi/kabupaten/kota) di Pulau Jawa. 1.4 Pertanyaan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, terdapat beberapa pertanyaan yang akan dianalisis dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Apakah terdapat perbedaan rasio alokasi belanja hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan terhadap belanja daerah antara tahun sebelum dan tahun waktu pilkada? 2. Apakah terdapat perbedaan rasio alokasi belanja hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan terhadap belanja daerah antara tahun waktu pilkada dan tahun setelah pilkada? 3. Apakah terdapat perbedaan rasio alokasi belanja hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan terhadap belanja daerah antara periode pertama dan periode kedua selama dua periode kepemimpinan kepala daerah? 7
8 4. Apakah terdapat perbedaan rasio alokasi belanja modal terhadap belanja daerah antara tahun sebelum dan tahun waktu pilkada? 5. Apakah terdapat perbedaan rasio alokasi belanja modal terhadap belanja daerah antara tahun waktu pilkada dan tahun setelah pilkada? 6. Apakah terdapat perbedaan rasio alokasi belanja modal terhadap belanja daerah antara periode pertama dan periode kedua selama dua periode kepemimpinan kepala daerah? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Menganalisis perbedaan rasio belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja keuangan terhadap belanja daerah antara tahun sebelum dan pada waktu pilkada. 2. Menganalisis perbedaan rasio belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja keuangan terhadap belanja daerah antara tahun waktu pilkada dan setelah pilkada. 3. Menganalisis perbedaan alokasi belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja keuangan terhadap belanja daerah antara periode pertama dan periode kedua selama kepemimpinan kepala daerah dua periode. 4. Menganalisis perbedaan rasio belanja modal terhadap belanja daerah antara tahun sebelum dan pada waktu pilkada. 8
9 5. Menganalisis perbedaan rasio belanja modal terhadap belanja daerah antara tahun waktu pilkada dan setelah pilkada. 6. Menganalisis perbedaan alokasi belanja modal terhadap belanja daerah antara periode pertama dan periode kedua selama kepemimpinan kepala daerah dua periode. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Sebagai bahan pertimbangan bagi para pemangku kepentingan (eksekutif dan legislatif) terkait dengan penganggaran belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bantuan keuangan, dan belanja modal. 2. Sebagai tambahan informasi bagi penelitian selanjutnya, terutama pada topik penelitian yang sama. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi dalam lima bab. Bab I Pendahuluan berisi latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori/Kajian Pustaka berisi teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, dan kerangka penelitian. Bab III Metode Penelitian, terdiri atas desain penelitian, metode pengumpulan data, definisi operasional, dan metode analisis data. Bab IV Analisis yang di dalamnya terdapat deskripsi data 9
10 dan pembahasan. Bab V Simpulan dan Saran, dijabarkan menjadi simpulan, implikasi, keterbatasan, saran. 10
I. PENDAHULUAN. Alam, 2010), untuk penyelenggaraan pemilukada setidaknya menelan biaya
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemilukada belum pernah dievaluasi secara serius baik pemerintah pusat maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Beberapa kalangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah telah melahirkan desentralisasi fiskal yang dapat memberikan suatu perubahan kewenangan bagi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setelah otonomi daerah digulirkan tahun 1999, pemerintah daerah mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Setelah otonomi daerah digulirkan tahun 1999, pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan keuangan daerahnya. Kewenangan ini salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari reformasi. Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah kabupaten dan kota berkedudukan sebagai daerah otonom yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menempatkan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan kota. Daerah kabupaten dan kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang No.32 Tahun 2004, terjadi perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya masa orde baru merupakan awal mula demokrasi di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berakhirnya masa orde baru merupakan awal mula demokrasi di Indonesia. Hal ini ditandai dengan lahirnya amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Dalam amandemen UUD 1945
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada era otonomi sekarang ini terjadi pergeseran wewenang dan tanggung
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi sekarang ini terjadi pergeseran wewenang dan tanggung jawab dalam pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia mendorong terciptanya. rangka bentuk tanggungjawab pemerintah kepada masyarakat.
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia mendorong terciptanya pengelolaan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel. Sistem ini diharapkan dapat mewujudkan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xii ABSTRAK...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian penting dari pembangunan nasional. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari terwujudnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keuangan tahunan pemerintah daerah yang memuat program program yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang memuat program program yang direncanakan pemerintah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tonggak perubahan yang bergerak sejak tahun 1998 dengan pergantian pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan dalam aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 25
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999, yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut dengan Anggaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan mengalokasikan persentase yang lebih
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian
Lebih terperinciBUPATI BANGLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012
BUPATI BANGLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGLI, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, mulai
Lebih terperinciPENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mendapatkan Gelar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan keuangan daerah adalah seluruh kegiatan yang meliputi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan keuangan daerah adalah seluruh kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam
V. GAMBARAN UMUM Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam penelitian ini dimaksudkan agar diketahui kondisi awal dan pola prilaku masingmasing variabel di provinsi yang berbeda maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang ditetapkan dengan undang-undang telah membawa konsekuensi
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian
205 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis atas data yang telah ditabulasi berkaitan dengan dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Agensi Halim dan Abdullah (2006) menjelaskan bahwa teori keagenan merupakan teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen yang
Lebih terperinciPEMERINTAH ALOKASIKAN ANGGARAN DANA DESA TAHUN 2015 SEBESAR RP9,1 TRILIUN
PEMERINTAH ALOKASIKAN ANGGARAN DANA DESA TAHUN 2015 SEBESAR RP9,1 TRILIUN soloraya.net Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, Jumat 15 Agustus 2014, menyatakan bahwa selain dialokasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat mendasar terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah di Indonesia telah membawa perubahan yang sangat mendasar terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Lebih terperinciKEMENTERIAN DALAM NEGERI
KEMENTERIAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN DALAM NEGERI RI Jakarta 2011 Sasaran program K/L Kesesuaian lokus program dan kegiatan K/L & daerah Besaran anggaran program dan kegiatan K/L Sharing pendanaan daerah
Lebih terperinciBANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya
BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA
KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA DIREKTORAT FASILITASI DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap pelayanan prima dari pemerintah yang berorientasi pada kepuasan masyarakat semakin besar sejak era
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar
BAB 1 PENDAHULUAN Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar belakang masalah penelitian yang selanjutnya dikerucutkan dalam rumusan masalah. Atas dasar rumusan masalah tersebut,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah daerah menjadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kepmendagri memuat pedoman penyusunan rancangan APBD yang. dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama Unit Organisasi
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penganggaran daerah dengan pendekatan kinerja dalam Kepmendagri memuat pedoman penyusunan rancangan APBD yang dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I SUMATERA UTARA Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberilakukannya otonomi daerah. Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi
Lebih terperinciRINGKASAN PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA
PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA Pengalihan kewenangan pemerintah pusat ke daerah yang membawa konsekuensi derasnya alokasi anggaran transfer ke daerah kepada pemerintah daerah sudah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebijakan dalam bentuk( penerapan hukum dan undang-undang) di kawasan. dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan publik.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Organisasi sektor publik adalah organisasi yang berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak
Lebih terperinciJURNAL STIE SEMARANG, VOL 5, NO 1, Edisi Februari 2013 (ISSN : ) ANALISIS APBD TAHUN 2012 Adenk Sudarwanto Dosen Tetap STIE Semarang
ANALISIS APBD TAHUN 2012 Adenk Sudarwanto Dosen Tetap STIE Semarang Abtraksi Dalam melakukan analisis pendaptan terdapat empat rasio yang dapat dilihat secara detail, yaitu rasio pajak ( tax ratio ),rasio
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2018
GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyerapan anggaran menjadi topik menarik akhir-akhir ini. Fenomena APBN
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyerapan anggaran menjadi topik menarik akhir-akhir ini. Fenomena APBN dan APBD yang kurang terserap di awal tahun, tapi digenjot penyerapannya di akhir
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016
GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. 1. Dari analisis pertumbuhan belanja daerah untuk tahun 2012, 2013, dan
BAB VI PENUTUP 1.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari analisis pertumbuhan belanja daerah untuk tahun 2012, 2013, dan 2014, menunjukkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pertahun. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 menggantikan Undang-Undang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan pertahun. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 menggantikan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Untuk mengatur kegiatan perekonomian daerah, maka suatu daerah harus membuat anggaran penerimaan dan belanja daerah (APBD). Penerapan struktur dan penyusunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2013 1 L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah pembangunan ekonomi nasional menunjukan bahwa sebelum pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah yang terpusat (sentralistik).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah merupakan salah satu agenda reformasi, bahkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah merupakan salah satu agenda reformasi, bahkan kebijakan tersebut menjadi agenda prioritas. Guna mewujudkan agenda tersebut, pemerintah
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB I PENDAHULUAN... 2 BAB II RENCANA PERUBAHAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN
DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB I PENDAHULUAN... 2 1.1 Latar Belakang... 2 1.2 Tujuan Penyusunan... 3 1.3 Dasar Hukum... 3 BAB II RENCANA PERUBAHAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015... 6 BAB III PRIORITAS
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG
SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 MENTERI PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 33 Tahun 2004, menjadi titik awal dimulainya otonomi. dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004, menjadi titik awal dimulainya otonomi daerah. Kedua undang-undang ini mengatur tentang
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak negara di dunia dan menjadi masalah sosial yang bersifat global. Hampir semua negara berkembang memiliki
Lebih terperinci2015 ANALISIS STRATEGI BIAYA PENGALOKASIAN BELANJA LANGSUNG PADA APBD PEMERINTAH DAERAH
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun anggaran 2001, pemerintah telah menerapkan UU No. 25 Tahun 1999 yang kemudian di revisi menjadi UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Lebih terperinci- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA
- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017
GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perwujudan good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintah dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan pemberian kewenangan secara luas, nyata, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan pemberian kewenangan secara luas, nyata, dan bertanggung jawab oleh pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah untuk mengatur, mengurus sendiri
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. perhatian tersendiri bagi sebuah organisasi sektor publik. Pendekatan-pendekatan
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Anggaran Proses penganggaran adalah sebuah proses penting yang sering kali menjadi perhatian tersendiri bagi sebuah organisasi sektor publik. Pendekatan-pendekatan penyusunan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BUOL
PEMERINTAH KABUPATEN BUOL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUOL NOMOR 11 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BUOL PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk merencanakan dan melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan Wakil Bupati dan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota. Bagi daerah yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pilkada di Indonesia sudah mulai diselenggarakan sejak tahun 2005. Pilkada meliputi : Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur; Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dan Pemilihan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa sesuai Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU)
Lebih terperinciINTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA DESA; PENGALOKASIAN, PENYALURAN, MONITORING DAN PENGAWASAN
INTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA DESA; PENGALOKASIAN, PENYALURAN, MONITORING DAN PENGAWASAN 1 O U T L I N E 1 2 3 4 DASAR HUKUM, FILOSOFI DAN TUJUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia mulai dilaksanakan sejak berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Namun
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2012
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBA TIMUR,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penunjang dari terwujudnya pembangunan nasional. Sejak tanggal 1 Januari 2001
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari terwujudnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah memberikan agenda baru dalam pemerintahan Indonesia terhitung mulai tahun 2001. Manfaat ekonomi diterapkannya otonomi daerah adalah pemerintah
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2003 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2004
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2003 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2004 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBA BARAT,
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI KLUNGKUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG
i BUPATI KLUNGKUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan Negara khususnya dalam sistem perencanaan dan penganggaran telah banyak membawa perubahan yang sangat mendasar dalam pelaksanaannya.
Lebih terperinci-2- Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3455); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara (Lembaga N
No.1764, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA ANRI. Dekonsentrasi. TA 2017. Dana. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI
Lebih terperinciBAB 5 BAB V SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.
BAB 5 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Belanja pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya
Lebih terperinciWALIKOTA KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG
WALIKOTA KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA KUPANG TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen penting dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen penting dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah sebagai suatu daftar yang memuat tentang sumbersumber
Lebih terperinci