STUDI KELOMPOK MARJINAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KELOMPOK MARJINAL"

Transkripsi

1 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat support.org/marginalized study 2010 (JUNI 2010) SERI RINGKASAN STUDI

2 2 Studi Kelompok Marginal Struktur Sosial Ekonomi dan Pengambilan Keputusan Desa 3 STUDI KELOMPOK MARGINAL Studi Kelompok Marginal berawal dari kekhawatiran bahwa ada kelompok marjinal di masyarakat yang terabaikan dari proses perencanaan pembangunan program PNPM Perdesaan. Studi terdahulu mengenai PPK menunjukkan bahwa, meskipun program bermanfaat untuk kelompok miskin, namun mereka mungkin tidak sepenuhnya terlibat dalam proses partisipatoris yang merupakan landasan program PNPM Perdesaan. Secara khusus, kelompok yang terabaikan dapat mencakup rumah tangga yang dikepalai perempuan dan kelompok yang tidak memiliki pendidikan dasar, khususnya mereka yang tinggal di wilayah terpencil di desa desa. Beberapa studi menyimpulkan tingkat partisipasi perempuan dan kelompok miskin di pertemuan PNPM lebih tinggi dibandingkan pada program perdesaan lain. Namun, sejumlah studi lain mengungkapkan rendahnya mutu partipasi, dan beberapa menunjukkan bahwa partisipasi yang dilakukan cenderung bersifat pasif. Menimbang mutu partisipasi dari kelompok yang terabaikan, studi ini bertujuan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai dinamika partisipasi dalam PNPM Perdesaan. Studi ini mencoba menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut: zsiapa saja yang berpartisipasi dan tidak berpartisipasi dalam PNPM Perdesaan? zmengapa kelompok kelompok ini tidak berpartisipasi? Apa hambatan mereka? zapa yang perlu dilakukan program seperti PNPM Perdesaan dan program sejenis untuk melibatkan mereka? Untuk menjawab pertanyaan di atas, studi ini menggunakan metodologi kualitatif. Selain mengkaji dokumen, data dikumpulkan melalui wawancara dengan informan kunci dan melalui diskusi kelompok terbatas. Wawancara silang dengan informan dari posisi, latar belakang sosial ekonomi, dan kepentingan yang berbeda dilakukan untuk memverifikasi informasi. Penelitian lapangan dilakukan di 24 desa di 12 kecamatan pada 6 provinsi (Sumatera Barat, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua) sejak Oktober hingga December Lokasi penelitian di setiap kecamatan adalah satu desa yang dipilih secara acak dan satu desa yang termiskin. Studi ini menyimpulkan bahwa, meskipun kelompok marginal mendapatkan manfaat signifikan dari program, namun mereka seringkali tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam tingkat yang berbeda beda, pengambilan keputusan sering didominasi oleh kelompok elit dan aktivis. STRUKTUR SOSIAL EKONOMI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DESA Berdasarkan diskusi dengan penduduk desa di lokasi penelitian, laporan ini menyatakan bahwa secara umum ada empat kelompok besar di tengah masyarakat desa masing masing punya karakteristik dan daya pengaruh atas urusan desa: 1. Elit: Laporan ini membagi lagi kelompok elit ke dalam tiga kategori, dengan tingkat partisipasi dan pengaruh atas urusan desa sebagai berikut: a. Kaya: Umumnya kelompok kaya cukup baik mengatahui program program pembangunan dan mereka diundang menghadiri pertemuan desa. Namun, mereka memilih untuk tidak terlibat, kecuali program tersebut menguntungkan mereka secara langsung. Mereka secara umum menganggap dana yang dikelola desa terlalu kecil sehingga tidak layak mendapat perhatian mereka. b. Perangkat pemerintah desa: Pamong desa, termasuk kepala desa, memiliki pengaruh besar atas pengambilan keputusan di desa. Sebagai aparat pemerintah, mereka mengetahui program pembangunan lebih dahulu ketimbang masyarakat. Laporan menyatakan bahwa keterlibatan pemerintah desa di PNPM Perdesaan umumnya bertujuan memastikan bahwa agenda atau program mereka mendapatkan dana meskipun ini tidak serta merta berarti agenda tersebut dibuat untuk kepentingan pribadi. Laporan menyatakan bahwa pamong desa memanfaatkan prosedur maupun non prosedur PNPM Perdesaan untuk memastikan program tertentu disetujui. Misalnya, di luar prosedur formal, aparat dari desa atau dusun berbeda mengadakan negosiasi untuk memilih proposal yang akan diusung di tahap berikutnya. c. Tokoh agama dan adat: Laporan menyatakan bahwa pemuka agama memiliki peran signifikan di dalam keluarga dan forummasyarakat, tetapi jarang terlibat dalam pertemuan desa. Laporan mencatat adanya pengecualian dari situasi ini, seperti keterlibatan besar dari pemuka agama Islam di Jawa Barat. 2. Aktivis: Laporan mendefinisikan aktivis sebagai pihak yang memiliki pengetahuan tentang proyek pemerintah dan menggunakan pengetahuan itu untuk terlibat di dalam proyek tersebut. Aktivis aktivis memiliki pengetahuan yang baik dan aktif berpartisipasi dalam pertemuan desa. Mereka juga terlibat di dalam implementasi program pembangunan. Termasuk di antara aktivis adalah mereka yang terlibat di kegiatan layanan kesehatan, kelompok perempuan, kelompok simpan pinjam, dan kelompok masyarakat lain. Aktivis bukan, atau tidak selalu, merupakan pegawai pemerintah, namun seringkali mereka memiliki kedekatan sosial maupun hubungan keluarga, atau bentuk hubungan lain, dengan anggota kelompok elit terutama tokoh pemerintah. Beberapa di antara mereka berpartisipasi langsung di PNPM Perdesaan sebagai KPMD (Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa) atau anggota TPK (Tim Pengelola Kegiatan). Di dalam peran ini, aktivis umumnya tidak dapat memutus dominasi tokoh lain atau elit lain dalam mengambil keputusan tentang proyek yang akan dilaksanakan di suatu desa. Namun, aktivis sangat berpengaruh dalam mengambil keputusan untuk mengundang atau mendorong anggota masyarakat lain menghadiri pertempuan. Dengan demikian, aktivis turut membantu membentuk tingkat serta mutu partisipasi masyarakat desa. 3. Mayoritas: Laporan menggambarkan anggota kelompok mayoritas sebagai mereka yang memiliki aset kecil atau pemasukan teratur, dan yang merupakan komponen mayoritas dari populasi desa. Laporan menyatakan bahwa sebagian besar anggota mayoritas tidak aktif di pertemuan desa, dan dengan demikian tidak punya pengaruh dalam proses pengambilan keputusan. Umumnya, orang di dalam kategori ini lebih mengetahui program pembangunan dibandingkan kelompok marjinal. Mereka mungkin menghadiri pertemuan yang berhubungan dengan PNPM, atau proses pembangunan desa lainnya, tetapi tidak sering berpartisipasi aktif. Seringkali, partisipasi pasif kelompok mayoritas didorong untuk memenuhi persyaratan formal program. 4. Kelompok marginal: Laporan menyatakan bahwa kelompok marginal hampir selalu dikesampingkan dari pertemuan desa dan kegiatan pembangunan, kecuali mereka punya hubungan khusus dengan pamong desa atau anggota kelompok elit. Kalaupun kelompok marginal dilibatkan di dalam proses perencanaan, maka hal tersebut hanyalah sebagai bentuk formalitas, untuk memberikan kesan pelibatan. Anggota kelompok marginal desa digambarkan sebagai mereka yang memiliki beberapa atau semua karakteristik berikut: a. Memiliki aset bernilai rendah atau tanpa aset: Pekerja yang tidak memiliki tanah, petani penggarap buruh nelayan, dan mereka yang tidak memiliki aset produktif selain jasa sendiri; b. Tinggal di wilayah pinggir dan memiliki akses terbatas terhadap infrastruktur ekonomi dan sosial; c. Berpendapatan rendah dengan jumlah tanggungan besar: Misalnya kepala keluarga perempuan, penyandang cacat, dan lansia;

3 4 Hambatan Partisipasi Hambatan Partisipasi 5 d. Berasal dari etnis atau agama minoritas: Laporan menyebutkan contoh berupa etnis Cina miskin di Kalimantan Barat dan anggota suku minoritas di Papua. Meskipun tingkat keterlibatan sebagian besar kelompok marginal adalah terbatas, namun laporan menyatakan bahwa anggota kelompok ini menarik manfaat dari proyek proyek PNPM Perdesaan, terutama proyek publik seperti jalan, jembatan, dan sarana mandi/cuci umum. PNPM Perdesaan telah memperbaiki mutu akses mereka terhadap layanan dasar, sekaligus memberikan lahan pekerjaan kepada kelompok miskin sebagai tenaga bangunan. Dapat dikatakan, bekerja sebagai tenaga bangunan merupakan bentuk partisipasi terbesar kelompok marginal dalam PNPM Perdesaan. Menimbang peran dominan tokoh pemerintah dan aktivis dalam proyek pembangunan desa, laporan studi menggambarkan peran mereka di dalam proses PNPM Perdesaan sebagai berikut: HAMBATAN PARTISIPASI Studi ini mempelajari dua faktor yang menghambat partisipasi kelompok marginal: 1. Struktur sosial ekonomi masyarakat desa: Struktur sosial ekonomi desa bisa menghambat partisipasi kelompok marginal. Kelompok elit mendominasi proses pengambilan keputusan meskipun peran para elit di dalam prosesnya bervariasi. Umumnya, anggota kelompok marginal tidak berpartisipasi di dalam proses perencanaan. 2. Hambatan teknis: Meskipun salah satu komponen kunci PNPM Perdesaan adalah perencanaan partisipatoris, namun studi ini menemukan keterbatasan dan kelemahan di dalam rangcanan program, yang dapat menghambat kapasitas program untuk merangkul kelompok marginal. Satu komponen PNPM Perdesaan yang menonjol, yang mempengaruhi mutu partisipasi, adalah kemampuan fasilitator meningkatkan partisipasi kelompok marginal. HAMBATAN STRUKTURAL Proses demokratisasi yang tidak terinstitusi dengan baik menguntungkan pamong desa: Laporan menyebutkan pamong desa dan aktivis punya pengetahuan cukup tinggi atas proses PNPM dan lebih mampu untuk memofidikasi atau memanipulasi prosesnya. Meskipun mereka mungkin percaya tindakan tersebut diambil untuk kepentingan masyarakat desa, mereka juga mungkin percaya bahwa mereka bisa bertindak lebih efektif tanpa gangguan yang mungkin timbul dari partisipasi luas. Pamong desa dan aktivis dipandang sebagi perwakilan efektif dan punya legitimasi untuk melaksanakan proyek setelah proses pengambilan keputusan berjalan secara rutin: Laporan menyatakan bahwa proses PNPM Perdesaan telah menjadi rutinitasi dan tidak lagi menginspirasi keterlibatan. Diskusi panjang (dari tingkat dusun ke antar desa) berujung pada penurunan partisipasi. Rendahnya kecakapan fasilitator, seringnya pergantian fasilitator di beberapa lokasi, dan intervensi kelompok elit menyebabkan turunnya antusiasme dan rendahnya ekspektasi. Anggota kelompok mayoritas dan marginal mungkin akhirnya percaya bahwa pamong desa dan aktivislah yang memiliki kualifikasi memutuskan proyek infrastruktur mana yang bermanfaat untuk masyarakat, dan dengan demikian mereka tidak punya motivasi untuk berpartisipasi. Pertimbangan waktu dan logistik mungkin menurunkan keinginan kelompok marginal berpartisipasi: Laporan menyebutkan, banyak anggota kelompok marginal tinggal di daerah pinggir desa. Seringkali, biaya perjalanan untuk menghadiri musyawarah desa menjadi hambatan. Selain itu, waktu yang dihabiskan menghadiri musyawarah dapat berujung pada hilangnya peluang mendapat pemasukan. KETERBATASAN RANCANGAN PNPM PERDESAAN Laporan studi mengidentifikasi sejumlah keterbatasan teknis dalam rancangan proyek PNPM Perdesaan dan sistem pendukungnya, yang akhirnya menghambat partisipasi. Keterbatasan ini termasuk yang diakibatkan oleh perluasan skala PNPM Perdesaan, dari 26 desa percobaan (1997) menjadi di tahun Lebih dari fasilitator tingkat kecamatan telah direkrut setengahnya adalah insinyur. Tahap PNPM Bentuk intervensi Perdesaan Diseminasi Menentukan siapa yang informasi diudang ke musyawarah PNPM-Perdesaan (musdus dan MDP/MKP), bahkan ketika tidak ada tujuan untuk melakukan pemilihan suara memenangkan proposal tertentu. Musyawarah Mulai meluncurkan Dusun proposal atau jenis (Musdus) usulan tertentu Memfasilitasi usulan dari kelompok marjinal Musyawarah Desa MAD (Musyawarah Antar Desa) Mengarahkan peserta musyawarah untuk menerima proposal tertentu Mengarahkan peserta musyawarah untuk memprioritaskan proposal tertentu Mengerahkan kelompok masyarakat untuk memenangkan atau menolak sebuah usulan (mobilisasi) Lobby dan negosiasi antar dusun untuk memenangkan usulan tertentu Keterangan Keterbatasan khusus yang disebutkan oleh laporan studi mencakup juga hal hal berikut: Pencairan dana terlambat: Studi menemukan bahwa tertundanya pencarian dana operasional maupun hibah telah memaksa dilakukannya modifikasi pelaksanaan proyek, yang akhirnya memangkas proses partisipatoris. KPMD dan TPK biasanya meminta kepala dusun untuk mengundang penduduk ke musyawarah. KPMD juga mendatangi tokoh-tokoh desa. Tokoh adat atau agama mengusulkan kegiatan yang terkait dengan kepentingan mereka. Misalnya tokoh agama mengajukan perbaikan madrasah. Sebelum musdus, aktivis, biasanya mereka yang berpengalaman dalam fasilitasi, memfasilitasi pertemuan dengan kelompok marjinal. Hasil pertemuan dibawa ke musdus. Di Biak, kelompok aktivis cenderung menjadi penentang kelompok pamong (PNS). Kepala dusun mengatakan kepada penduduk dusun usulan apa yang penting untuk dusun tersebut. Aktivis menyatakan sejumlah argumen untuk mendukung usulan/ proposal dari kelompok yang diwakili atau dari dirinya sendiri. Kepala desa mendatangi musdus untuk menyatakan pentingnya mengajukan dan membangun usulan tertentu. Kepala desa mengemukakan sejumlah alasan pentingnya memprioritaskan usulan tertentu. TPK dan KPMD mengarahkan diskusi untuk memprioritasikan usulan tertentu (misal untuk dusun yang tidak pernah menang sebelumnya). Kepala dusun memobilisasi penduduk di dusun untuk mendatangi musyawarah desa untuk mendukung usulan dari dusun tersebut atau usulan dari desa atau melakukan negosiasi dengan kepala dusun yang lain. Kelompok aktivis memobilisasi penduduk (memberikan transportasi) untuk mendukung usulan yang diajukan atau menolak usulan tertentu. Kepala desa dan TPK mengadakan berbagai pertemuan dengan kepala desa dan TPK dari desa yang lain untuk menegosiasikan atau membangun strategi usulan yang diprioritaskan untuk didanai oleh PNPM-Perdesaan; desa-desa mana yang menang tahun ini. Studi ini juga menemukan kasus dimana kepala desa membawa proposal mereka sendiri, yang berbeda dari yang disetujui di musyawarah desa, di MAD.

4 6 Rekomendasi Rekomendasi 7 Dalam situasi ini, KPMD dan FK tidak punya kapasitas maupun waktu untuk memperdalam proses partisipasi. Kurangnya fasilitator yang berkualitas: Laporan studi menyatakan bahwa dengan peningkatan cakupan PNPM Perdesaan, besarnya kebutuhan fasilitator telah menyebabkan turunnya kualitas. Sulit untuk menemukan kandidat dengan kualifikasi setara dengan kandidat di masa awal PPK. Menimbang kebutuhan, PNPM terpaksa menerima fasilitator yang mutunya lebih rendah dari yang diharapkan. Banyak fasilitator di lokasi penelitian merupakan lulusan baru tanpa pengalaman bekerja di tengah masyarakat dan tanpa pengalaman yang diperlukan untuk bekerja sama secara efektif dengan pamong desa serta aktivis, agar dapat memperluas partisipasi. Pelatihan yang saat ini diberikan untuk fasilitator utamanya berfokus pada administrasi program dan bukan teknik fasilitasi maupun tujuan akhir PNPM, yakni menjangkau kelompok miskin. Selain pelatihan yang terbatas, fasilitator lokal juga tidak mendapatkan pengawasan maupun umpan balik yang memadai. Pemantauan dan evaluasi program utamnya berfokus pada prosedur administrasi: Laporan studi menyebutkan bahwa pemantauan difokuskan pada administrasi, khususnya memantau apakah semua tahap PNPM Perdesaan sudah dilaksanakan. Sementara itu, tidak ada pemantauan yang melihat mutu partisipasi kelompok marginal, atau apakah tujuan PNPM Perdesaan berupa pemberdayaan kelompok marginal sudah diterapkan secara konsisten di setiap tahap. Juga, sangat sedikit perhatian yang diberikan pada usaha usaha memahami aspek spesifik marjinalisasi, atau bagaimana siklus PNPM Perdesaan berikutnya bisa memperdalam proses partisipasi. Sistem pelaporan rumit dan menyita banyak waktu fasilitator: Semua level fasilitator harus menulis dan mengumpulkan informasi atas kegiatan program sekaligus diharapkan memberikan fasilitasi di desa desa. Berdasarkan wawancara, para fasilitator umumnya menyatakan bahwa pelaporan menyita terlalu banyak waktu dan mengurangi waktu mereka melakukan fasilitasi, khususnya dengan kelompok marginal di masyarakat. REKOMENDASI Laporan studi menyimpulkan bahwa dominasi kelompok elit merupakan isu utama dalam sebuah program yang bertujuan memberdayakan masyarakat. Desain PNPM Perdesaan mengikutsertakan fasilitasi oleh agen internal maupun ektsternal. Fasilitasi inilah yang diharapkan dapat membatasi gerak kelompok elit lokal. Desain proyek juga berasumsi bahwa proses demokratis dari progam akan menghasilkan keputusan terbaik untuk masyarakat. Tetapi, fasilitasi yang bertujuan memberdayakan bukanlah sesuatu yang instan atau yang dapat dicapai dengan proses mekanis yang berulang bertahun tahun. Usaha pemberdayaan memerlukan waktu untuk, secara bertahap, dapat diserap dan menghasilkan kemajuan. Sebagian besar fasilitator tidak punya keterampilan untuk melakukan hal ini. Laporan studi menyatakan bahwa hambatan hambatan yang ada bisa diatasi dan tingkat partisipasi kelompok marginal bisa ditingkatkan, apabila elemen elemen berikut tersedia: Dukungan fasilitasi khusus untuk kelompok marginal khusus: Laporan studi menyebutkan contoh PEKKA, Program Perempuan Kepala Keluarga, sebagai cara yang efektif membatasi kekuasan pamong desa dan aktivis, serta efektif memperluas partisipasi. PEKKA mencapai hal hal ini dengan 1) membangun kesadaran kritis hak hak perempuan sebagai warga negara, perempuan, dan manusia; 2) membangun kapasitas dan institusi; 3) pengembangan organisasi dan jaringan; dan 4) advokasi. Institusi pro miskin desa yang kuat: Laporan studi menyebutkan bahwa dengan kehadiran institusi semacam ini di tengah masyarakat desa, partisipasi kelompok marginal umumnya lebih tinggi. Laporan studi menyatakan bahwa institusi tersebut dapat beragam bentuknya contoh yang dinyatakan adalah pesantren progresif di Jawa Barat yang berpihak pada kelompok miskin, kelompok simpan pinjam di provinsi yang sama, dan banjar, atau kelompok agama Hindu di Bali. Fasilitasi yang baik: Laporan studi menyebutkan contoh fasilitator PNPM tingkat desa dengan kinerja luar biasa. Fasilitator memiliki kemampuan interpersonal dan komunikasi yang tinggi, dan mampu meyakinkan pamong desa mengenai manfaat partisipasi yang luas. Fasilitator juga mampu memobilisasi anggota kelompok marginal agar berpartisipasi lebih aktif. Untuk mengembangkan elemen elemen ini dan untuk mengatasi hambatan partisipasi, laporan studi menyusun rekomendasi berikut: MEMILIH FOKUS TUNGGAL: Memaksimalkan kekuatan PNPM Perdesaan dengan berfokus pada infrastruktur bidang yang selama ini menjadi keunggulan PNPM Perdesaan. Studi menemukan bahwa PNPM Perdesaan telah mampu menyediakan kebutuhan penting masyarakat, yang juga bermanfaat untuk kelompok marginal. Di beberapa desa, terutama yang letaknya terpencil, PNPM Perdesaan adalah satu satunya program yang merespon permintaan masyarakat desa. Mutu infrastruktur yang dibangun melalui PNPM Perdesaan secara umum baik dan berbiaya lebih rendah dibandingkan infrastruktur yang dibangun oleh kontraktor biasa. Jadi, studi ini merekomendasikan bahwa PNPM Perdesaan Inti hanya berfokus pada penyediaan infrastruktur. Fokus tunggal ini akan membantu meringankan beban fasilitasi, namun tetap membawa manfaat signifikan. Kegiatan lain yang secara khusus menyasar kelompok marginal sebaiknya dikembangkan melalui program PNPM lain, di luar PNPM Perdesaan. Menyederhanakan mekanisme pengambilan keputusan PNPM Perdesaan menjadi pengambilan suara, dan bukan proses musyawarah: Studi ini menyimpulkan bahwa fasilitator kecamatan maupun desa belum siap untuk memberikan fasilitasi yang intensif ataupun terampil, yang akan memberikan kesempatan kelompok marginal untuk berpartisipasi. Selain itu, penduduk desa seringkali lelah menghadiri banyaknya pertemuan di dalam proses pengambilan keputusan ini. Studi menyimpulkan bahwa program membutuhkan mekanisme yang jauh lebih sederhana. Studi menyarankan pemilihan proposal desa dilakukan melalui pengambilan suara, bukan musyawarah. MEMBERDAYAKAN KELOMPOK MARGINAL Memfasilitasi kelompok marginal agar dapat menyuarakan kebutuhan mereka: Kelompok marginal tidak memiliki sumber daya, akses informasi, dan kepercayaan diri yang cukup. Tujuan utama fasilitas khusus untuk kelompok marginal adalah agar mereka dapat berpartisipasi lebih aktif dalam pengambilan keputusan di kegiatan kegiatan desa, termasuk PNPM Perdesaan. Agar setara, fasilitasi idealnya bertujuan mengembangkan kemampuan kelompok marginal berorganisasi, membangun kemampuan bernegosiasi dan berjejaring, serta memberikan akses informasi agar mereka dapat menyuarakan kebutuhan serta menuntut respon. Fasilitasi ini, dan kelompok pemberdayaan masyarakat terkait akan membutuhkan setidaknya dua sampai tiga tahun untuk berkembang. Pada tahap awal, kegiatan percobaan bisa dilakukan di beberapa kecamatan yang sudah memiliki kemampuan berorganisasi pada tingkat tertentu. MEMFASILITASI KEGIATAN SIMPAN DAN PINJAMAN YANG LEBIH BERKELANJUTAN Fokus di daerah dengan SPP yang berhasil dengan fasilitasi khusus: Studi ini menemukan bahwa, di banyak tempat, kelompok SPP tidak berhasil memberi manfaat kepada kelompok marginal untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Banyak kelompok SPP yang relatif baru dan dibentuk khusus untuk mendapatkan pinjaman PNPM Perdesaan kelompok miskin dan marginal dilibatkan hanya untuk memenuhi kriteria program PNPM Perdesaan. Studi ini hanya menemukan beberapa kasus

5 8 keberhasilan kelompok SPP, yang secara signifikan memberikan manfaat kepada kelompok miskin dan marginal. Keberhaslan ini, biasanya, adalah hasil fasilitasi yang sangat baik. Sulit, atau mustahil, untuk memastikan tersedianya fasilitasi yang bermutu untuk skala yang luas. Penelitian menyatakan bahwa SPP seharusnya tidak dikelola oleh program PNPM Perdesaan Inti, melainkan oleh program lain di bawah payung PNPM, karena fasilitasi yang diperlukan oleh kegiatan bisnis kecil sangat berbeda dengan fasilitasi yang diperlukan untuk kegiatan perencanaan partisipatoris dan dan proses pembangunan. Tingkat bunga pengembalian adalah hambatan lain terhadap keberlangsungan program, karena itu studi ini menyarankan agar program SPP hanya dilaksanakan di beberapa area dengan riwayat pengembalian yang baik. PERBAIKAN INSTITUSI DAN TEKNIS Pendidikan fasilitasi untuk fasilitator: Penelitian ini mengidentifikasi rendahnya kemampuan fasilitasi sebagai hambatan utama keterlibatan kelompok marginal. Sekolah pelatihan baru yang saat ini sedang dikembangkan PNPM Perdesaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan serta mengembangkan ketersediaan fasilitator yang berkualitas. Ke depan, perlu dievaluasi apakah sekolah ini benar benar meningkatkan kompetensi fasilitator. Pelatihan dan biaya operasional untuk KPMD: Kemampuan terbatas untuk menutup biaya operasional menghambat KPMD dari mengunjungi dusun dusun, terutama yang terletak di wilayah terpencil. Kader kader ini hanya menerima sejumlah kecil upah, karena pekerjaan mereka adalah pekerjaan sukarela. Namun, upah ini pun tidak cukup untuk menutup biaya operasional, termasuk biaya transportasi. Biaya operasional ini dapat dibayar dari UPK. Memantau dan memberikan umpan balik untuk masalah kunci partisipasi: PNPM perlu memastikan hal hal terkait partisipasi dan pelibatan dilaporkan secara cukup terperinci sebagai informasi evaluasi desain program dan implementasi, dan sebagai masukan untuk sistem yang dapat memastikan bahwa umpan balik diberikan kepada laporan laporan ini. Misalnya, laporan jumlah peserta pertemuan lelaki dan perempuan, miskin dan tidak miskin saja tidak cukup; perlu juga gambaran siapa yang berpendapat dan mempengaruhi keputusan yang diambil. Sistem pelaporan dan umpan balik akan menunjukkan bahwa hal hal ini penting. Menggunakan kelompok monitoring independen: Monitoring teratur oleh Pemerintah dan badan donor sebaiknya dilengkapi dengan monitoring independen, khususnya untuk memberikan evaluasi kualitatif dan berkelanjutan dari proses PNPM Perdesaan. Selama beberapa tahun, PNPM Perdesaan menggunakan Ornop tingkat provinsi untuk melakukan kegiatan ini, namun mutu evaluasi bervariasi. PNPM Perdesaan sebaiknya mengevaluasi hasil monitoring dan memilih satu atau dua kelompok terbaik. Kelompok terbaik diminta bekerja sama dengan kelompok lain untuk memperkuat dan meningkatkan kualitas monitoring. Kurangi keterlambatan penyaluran dana: Keterlambatan penyaluran dana mempengaruhi mutu implementasi PNPM Perdesaan secara signifikan. Usaha serius harus dijalankan untuk meminimalkan masalah ini. Referensi: Akatiga (2010). Marginalized Groups on PNPM Rural, PNPM Support Facility, Jakarta. SERI RINGKASAN STUDI Tujuan utama PNPM Support Facility (PSF) adalah menjadi sarana obyektif untuk mengulas, berbagi pengalaman, dan menerapkan pelajaran dari berbagai program kemiskinan dan untuk menumbuhkan diskusi mengenai solusi untuk program kemiskinan. PSF memfasilitasi pelaksanaan analisis dan penelitian terapan untuk mengoptimalkan desain program berbasis komunitas yang merespon terhadap dampak kemiskinan yang semakin tinggi dan untuk lebih memahami dinamika sosial di Indonesia dan pengaruhnya terhadap pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Penelitian dan analisis ini bertujuan memberikan basis yang kuat untuk perencanaan, pengelolaan, dan perbaikan program pemberantasan kemiskinan pemerintah Indonesia. Penelitian ini juga dapat mendorong pembelajaran antar negara berkembang, dan menjadi masukan berharga bagi akademisi, instansi pemerintah, dan pelaku pembangunan lain yang menerapkan program berbasis komunitas di mana pun di dunia. Penelitian dan kerja analisis ini diterbitkan oleh PSF dalam rangka mempublikasi dan mempromosikan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi dari penelitian dan analisis kepada khalayak yang lebih luas, termasuk akademisi, jurnalis, anggota parlemen, dan pihak pihak lain yang memiliki ketertarikan terhadap pengembangan masyarakat.

BUKTI DARI PEDESAAN INDONESIA

BUKTI DARI PEDESAAN INDONESIA Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat http://pnpm support.org/village capacity 2010 SERI RINGKASAN STUDI KAPASITAS DESA DALAM MEMELIHARA INFRASTRUKTUR: (NOVEMBER 2010) 2 Ringkasan Biaya pemeliharaan

Lebih terperinci

Secara khusus, penelitian ini akan menjawab tiga pertanyaan utama sebagai berikut:

Secara khusus, penelitian ini akan menjawab tiga pertanyaan utama sebagai berikut: Ringkasan Eksekutif KELOMPOK MARJINAL DALAM PNPM 1 AKATIGA PUSAT ANALISIS SOSIAL 1. Tentang Laporan Studi Kelompok Marjinal dan Rentan ini bermula dari adanya kekhawatiran bahwa sekelompok segmen masyarakat

Lebih terperinci

ANALISA DI TINGKAT MASYARAKAT

ANALISA DI TINGKAT MASYARAKAT 1 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat http://pnpm support.org/governance review 2012 SERI RINGKASAN STUDI (MEI 2012) 2 Apa Yang Dimaksud Dengan Pnpm Perdesaan? Mengapa Tata Kelola Yang

Lebih terperinci

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI Penjelasan VI terdiri dari dua bagian, yaitu Penulisan Usulan Desa dan Verifikasi. Bagian penulisan usulan berisi penjelasan tentang cara menuliskan usulan

Lebih terperinci

EVALUASI TEKNIS (2012) INFRASTRUKTUR PNPM MANDIRI PERDESAAN: SERI RINGKASAN STUDI. support.org/technicalevaluation

EVALUASI TEKNIS (2012) INFRASTRUKTUR PNPM MANDIRI PERDESAAN: SERI RINGKASAN STUDI.  support.org/technicalevaluation Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat http://www.pnpm support.org/technicalevaluation INFRASTRUKTUR PNPM MANDIRI PERDESAAN: EVALUASI TEKNIS (2012) SERI RINGKASAN STUDI 2 Apa Itu Pnpm Perdesaan?

Lebih terperinci

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages Baseline Study Report Commissioned by September 7, 2016 Written by Utama P. Sandjaja & Hadi Prayitno 1 Daftar Isi Daftar Isi... 2 Sekilas Perjalanan

Lebih terperinci

Evaluasi Dampak Qualitatif PPK Ringkasan Eksekutif. Ringkasan Eksekutif

Evaluasi Dampak Qualitatif PPK Ringkasan Eksekutif. Ringkasan Eksekutif Program Pengembangan Kecamatan (PPK) adalah program nasional Pemerintah Indonesia yang bertujuan memberantas kemiskinan dan memperbaiki tata pemerintahan di tingkat setempat. PPK mulai pada tahun 1998

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1 Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berakhirnya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa. PNPM-MP

Lebih terperinci

Kelompok Marjinal dalam PNPM-Perdesaan

Kelompok Marjinal dalam PNPM-Perdesaan Kelompok Marjinal dalam PNPM-Perdesaan Juni 2010 Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized AKATIGA CENTER FOR SOCIAL ANALYSIS Jl.

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PENERAPAN PNPM GENERASI

EVALUASI DAMPAK PENERAPAN PNPM GENERASI 1 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat http://pnpm support.org/generasi impact 2011 EVALUASI DAMPAK PENERAPAN PNPM GENERASI (JUNI 2011) SERI RINGKASAN STUDI 2 Apa yang Dimaksud Dengan Pnpm

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP Pada bab terakhir ini peneliti akan memaparkan mengenai kesimpulan dan saran yang terkait dengan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya. Peneliti akan menjelaskan

Lebih terperinci

PROYEK PENINGKATAN KAPASITAS & KEBERLANJUTAN PINJAMAN DANA BERGULIR

PROYEK PENINGKATAN KAPASITAS & KEBERLANJUTAN PINJAMAN DANA BERGULIR PROYEK PENINGKATAN KAPASITAS & KEBERLANJUTAN PINJAMAN DANA BERGULIR World Bank PNPM Support Facility (PSF) Gedung Bursa Efek Indonesia Tower 1, lantai 9 Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53, Jakarta 12190

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pemerintah Indonesia mulai mencanangkan

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia Kerangka Acuan Call for Proposals 2016-2017: Voice Indonesia Kita berjanji bahwa tidak akan ada yang ditinggalkan [dalam perjalanan kolektif untuk mengakhiri kemiskinan dan ketidaksetaraan]. Kita akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Perubahan paradigma dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik telah memberikan nuansa baru yang sama sekali berbeda

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1609, 2016 KEMENPAN-RB. Pelayanan Publik. Inovasi. Kompetisi. Tahun 2017. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Lingkup Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan pada prinsipnya adalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Lingkup Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan pada prinsipnya adalah 150 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Lingkup Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan pada prinsipnya adalah peningkatan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin perdesaan secara mandiri melalui

Lebih terperinci

Memperkuat Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Desa : Mendorong Kepemimpinan Perempuan

Memperkuat Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Desa : Mendorong Kepemimpinan Perempuan Memperkuat Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Desa : Mendorong Kepemimpinan Perempuan Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia 14 Desember 2015 PROGRAM PENGUATAN PARTISIPASI PEREMPUAN

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PNPM PERDESAAN

EVALUASI DAMPAK PNPM PERDESAAN 1 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat http://pnpm support.org/rural impact 2012 EVALUASI DAMPAK PNPM PERDESAAN (2012) SERI RINGKASAN STUDI 2 Latar Belakang, Tujuan dan Maksud Hasil Evaluasi

Lebih terperinci

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENINGKATAN KUALITAS KEGIATAN KESEHATAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENINGKATAN KUALITAS KEGIATAN KESEHATAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENINGKATAN KUALITAS KEGIATAN KESEHATAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN 11/4/2010 [DAFTAR ISI] KATA PENGANTAR...3 CARA MENGGUNAKAN BUKU INI...4 PELAKSANAAN PELATIHAN MASYARAKAT...8

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Kegiatan. perencanaan program sudah berjalan dengan baik.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Kegiatan. perencanaan program sudah berjalan dengan baik. BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan dari hasil penelitian Partisipasi Masyarakat Pekon Waringinsari Barat Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri

Lebih terperinci

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

newsletter Terbitan No. 1, Mei 2009

newsletter Terbitan No. 1, Mei 2009 newsletter Terbitan No. 1, Mei 2009 Mengapa Kebudayaan? Tujuan, Komponen Utama Bagaimana cara kerjanya?, Tentang PNPM Mandiri Perdesaan, Kegiatan Kegiatan Mendatang Kegiatan Budaya Meramaikan Pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 Sebagian besar penduduk miskin di Indonesia adalah perempuan, dan tidak kurang dari 6 juta mereka adalah kepala rumah

Lebih terperinci

Tata Kelola Desa. dalam rangka Pelaksanaan UUDesa: Hasil Temuan dari Studi Awalan Sentinel Villages

Tata Kelola Desa. dalam rangka Pelaksanaan UUDesa: Hasil Temuan dari Studi Awalan Sentinel Villages Tata Kelola Desa dalam rangka Pelaksanaan UUDesa: Hasil Temuan dari Studi Awalan Sentinel Villages GARIS BESAR 1 2 3 4 5 6 Latar Belakang Metodologi Waktu pelaksanaan Tujuan Studi Temuan utama Rekomendasi

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. Halaman - 1. Laporan SADI Provinsi NTT Bulan Maret 2009

RINGKASAN EKSEKUTIF. Halaman - 1. Laporan SADI Provinsi NTT Bulan Maret 2009 RINGKASAN EKSEKUTIF Seluruh lokasi pilot program PNPM Agribisnis Perdesaan di 6 Kecamatan Provinsi NTT telah menyelesaikan alur/tahapan perencanaan pada bulan November 2008. Seluruh kecamatan telah melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

Lampiran Surat Nomor : 134/DPPMD/VII/2015 Tanggal : 13 Juli 2015

Lampiran Surat Nomor : 134/DPPMD/VII/2015 Tanggal : 13 Juli 2015 Lampiran Surat Nomor : 134/DPPMD/VII/2015 Tanggal : 13 Juli 2015 PANDUAN PENGAKHIRAN SERTA PENATAAN DAN PENGALIHAN KEPEMILIKAN ASET HASIL KEGIATAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN 4 Petunjuk untuk Rapid Rural Appraisal Sederhana

LAMPIRAN 4 Petunjuk untuk Rapid Rural Appraisal Sederhana LAMPIRAN 4 Petunjuk untuk Rapid Rural Appraisal Sederhana Kegiatan Persiapan Sosial Pleno Alor Dengan metode Rapid Rural Appraisal Analisa Dampak Sosial untuk Komunitas Adat Terpencil (Social Impact Assessment

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TERM OF REFERENCE (TOR) PENDAMPING DESA

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TERM OF REFERENCE (TOR) PENDAMPING DESA Lampiran-1 Surat Nomor : B.046/DPPMD/06/2015 Tanggal : 19 Juni 2015 KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA

EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA (BANTUAN KEUANGAN PEUMAKMU GAMPONG, BKPG) DI PROVINSI ACEH Latar Belakang dan Dasar Pemikiran Provinsi Aceh telah mencatat kemajuan yang mengesankan menuju pemulihan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kamis 2 Mei 2013, jam 9.00 s/d Kantor Sekretariat Pokja, Grand Kebon Sirih, Jakarta Pusat

Ringkasan Eksekutif Kamis 2 Mei 2013, jam 9.00 s/d Kantor Sekretariat Pokja, Grand Kebon Sirih, Jakarta Pusat Ringkasan Eksekutif Kamis 2 Mei 2013, jam 9.00 s/d 13.30 Kantor Sekretariat Pokja, Grand Kebon Sirih, Jakarta Pusat Pimpinan pertemuan: Pak Sujana Royat, Deputi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat

Lebih terperinci

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN [DAFTAR ISI] KATA PENGANTAR... 3 CARA MENGGUNAKAN BUKU INI... 4 CAKUPAN DAN RINGKASAN MODUL...5 LANGKAH PENYUSUNAN PROSES

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1.1 Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Program Pengembangan Kecamatan (PPK) adalah salah satu program yang dicanangkan mulai tahun 1998 oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari konteks pembangunan dan upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia. Selama ini sektor pertanian

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA - 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin. memberdayakan masyarakat (BAPPENAS, Evaluasi PNPM 2013: 27).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin. memberdayakan masyarakat (BAPPENAS, Evaluasi PNPM 2013: 27). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Progam Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM- MPd) adalah mekanisme progam yang terfokus pada pemberdayaan masyarakat di perdesaan. PNPM Mandiri

Lebih terperinci

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto F.1306618 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 122 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam Rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri, yang bertujuan untuk mempercepat

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN DARI PERENCANAAN PENYEDIAAN LAYANAN

PEMBELAJARAN DARI PERENCANAAN PENYEDIAAN LAYANAN PEMBELAJARAN DARI STUDI P2DTK: PERENCANAAN PARTISIPATIF DAN PENYEDIAAN LAYANAN MASYARAKAT LATAR BELAKANG Tantangan perencanaan kabupaten dan desa: Tingginya tingkat partisipasi, rendahnya kualitas partisipasi

Lebih terperinci

Pemantauan Pelaksanaan KIP di Institusi Polri

Pemantauan Pelaksanaan KIP di Institusi Polri Pemantauan Pelaksanaan KIP di Institusi Polri Disampaikan dalam Diskusi Publik UU KIP antara Kebutuhan dan Pengabaian : Pengalaman Jurnalis Aliansi Jurnalis Independen Indria Fernida Wakil Koordiantor

Lebih terperinci

SIARAN PERS 1/6. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Sepakati Musrenbang Inklusif dengan Lebih Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan

SIARAN PERS 1/6. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Sepakati Musrenbang Inklusif dengan Lebih Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Sepakati Musrenbang Inklusif dengan Lebih Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan 1/6 Penandatanganan Nota Kesepahaman Tunjukkan Peran Penting Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk dapat memperbaiki tingkat kesejahteraannya dengan berbagai kegiatan usaha sesuai dengan bakat,

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENINGKATAN KAPASITAS KEGIATAN SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN (BUKU I)

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENINGKATAN KAPASITAS KEGIATAN SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN (BUKU I) BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENINGKATAN KAPASITAS KEGIATAN SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN (BUKU I) [DAFTAR ISI] KATA PENGANTAR 3 CARA MENGGUNAKAN BUKU INI 4 LANGKAH

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015 BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KERJA SAMA ANTAR DESA DALAM RANGKA PELESTARIAN HASIL PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Keadaan Fisik Desa penelitian ini merupakan salah satu desa di Kabupaten Banyumas. Luas wilayah desa ini sebesar 155,125 ha didominasi oleh hamparan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa Desa memiliki

Lebih terperinci

POLA PENGEMBANGAN ENERGI PERDESAAN DENGAN SWADAYA MASYARAKAT

POLA PENGEMBANGAN ENERGI PERDESAAN DENGAN SWADAYA MASYARAKAT Latar Belakang POLA PENGEMBANGAN ENERGI PERDESAAN DENGAN SWADAYA MASYARAKAT 1. Sekitar 60 70 % penduduk Indonesia tinggal di daerah perdesaan, maka Pembangunan Perdesaan harus mendapat prioritas yang tinggi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian. yang didapatkan dapat digambarkan sebagai berikut:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian. yang didapatkan dapat digambarkan sebagai berikut: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pada Kantor Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian yang didapatkan dapat digambarkan sebagai

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN 7.1. Latar Belakang Rancangan Program Kemiskinan di Desa Mambalan merupakan kemiskinan yang lebih disebabkan oleh faktor struktural daripada faktor

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peranan UMKM. laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peranan UMKM. laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) tidak terlepas dari perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peranan UMKM terutama sejak krisis moneter tahun 1998

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN A.1. Pelaksanaan PPK 1. Efektifitas Pemberdayaan dalam PPK a) Kesesuaian Pemberdayaan dengan dimensi Konteks Program pemberdayaan yang dilakukan: untuk penetapan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Kesimpulan Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan yang memberikan hibah kepada

BAB V PENUTUP. 1. Kesimpulan Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan yang memberikan hibah kepada BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan 1.1. Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan yang memberikan hibah kepada masyarakat dalam bentuk belanja bantuan sosial yang dari Pemerintah disebut Dana Urusan Bersama (DUB) dan

Lebih terperinci

P R O F I L PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

P R O F I L PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT P R O F I L PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Gambaran Umum Provinsi NTB Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terletak antara 115 45-119 10

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam pembangunan nasional karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan sumber

Lebih terperinci

Pendidikan Alternatif bagi Pekerja Rumah Tangga (Sekolah Wawasan)

Pendidikan Alternatif bagi Pekerja Rumah Tangga (Sekolah Wawasan) Pendidikan Alternatif bagi Pekerja Rumah Tangga (Sekolah Wawasan) Latar Belakang/Konteks (1/2) Kurangnya pengakuan PRT sebagai pekerja pengecualian dari undang undang ketenagakerjaan kondisi kerja tidak

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012 WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi pembangunan nasional yang tertuang dalam RPJM 2015 2019 sebagaimana dijabarkan dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA Sumber : id.wordpress.com I. PENDAHULUAN Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi kehilangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Masih tingginya angka kemiskinan, baik secara absolut maupun relatif merupakan salah satu persoalan serius yang dihadapi bangsa Indonesia hingga saat ini. Kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Kekuatan yang dimiliki oleh kelompok pengrajin tenun ikat tradisional di desa Hambapraing, sehingga dapat bertahan sampai sekarang adalah, kekompakan kelompok, suasana

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 103 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 103 TAHUN 2008 TENTANG c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Pembentukan Badan Kerjasama Antar Desa Program Pengembangan Kecamatan;

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG . BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang indonesia terus melakukan upaya-upaya untuk menjadi negara maju, yaitu dengan terus melaksanakan

Lebih terperinci

Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik

Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik Pendahuluan Pokok Pokok Temuan Survei Nasional Demos (2007 2008) : Demokrasi masih goyah: kemerosotan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN POLA KHUSUS REHABILITASI PASCABENCANA

PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN POLA KHUSUS REHABILITASI PASCABENCANA PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN POLA KHUSUS REHABILITASI PASCABENCANA A. PENDAHULUAN PNPM Mandiri Perdesaan adalah program nasional Pemerintah Indonesia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian

BAB V PENUTUP. Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian Bandung Berkebun di usia pergerakannya yang masih relatif singkat tidak terlepas dari kemampuannya dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RINGKASAN TESIS NO BAB I S I

RINGKASAN TESIS NO BAB I S I RINGKASAN TESIS NO BAB I S I 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Fenomena menarik bahwa pemerintah kecamatan sebagai salah satu pelaku PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Konawe belum sepenuhnya memberikan

Lebih terperinci

Mendorong masyarakat miskin di perdesaan untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia

Mendorong masyarakat miskin di perdesaan untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia IFAD/R. Grossman Mendorong masyarakat miskin di perdesaan untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia Kemiskinan perdesaan di Indonesia Indonesia telah melakukan pemulihan krisis keuangan pada tahun 1997 yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.633, 2016 KEMSOS. Badan Usaha. Tanggung Jawab Sosial.Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL BADAN USAHA

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTRAIAN ASET HASIL KEGIATAN PROGRAM NASONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT-MANDIRI PEDESAAN DI KABUPATEN

Lebih terperinci

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 44 V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 5.1 Profil Perempuan Peserta Program PNPM Mandiri Perkotaan Program PNPM Mandiri Perkotaan memiliki syarat keikutsertaan yang harus

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBERDAYAAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

MAKALAH PEMBERDAYAAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS MAKALAH PEMBERDAYAAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS Disusun Oleh: YAKOBUS N. LALAPRAING Fasilitator Pendukung Yayasan Bahtera Desa Tana Rara dan Bali Ledo SUMBA BARAT 2016 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

LAPORAN UJI PETIK PELAKSANAAN SIKLUS PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009 KEGIATAN REMBUG KESIAPAN MASYARAKAT (RKM) Bulan Agustus 2009

LAPORAN UJI PETIK PELAKSANAAN SIKLUS PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009 KEGIATAN REMBUG KESIAPAN MASYARAKAT (RKM) Bulan Agustus 2009 LAPORAN UJI PETIK PELAKSANAAN SIKLUS PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009 KEGIATAN REMBUG KESIAPAN MASYARAKAT (RKM) Bulan Agustus 2009 KEGIATAN RKM RKM merupakan tahapan awal dari keseluruhan intervensi pembelajaran

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

LOCAL LEVEL INSTITUTIONS 3: IKHTISAR TEMUAN

LOCAL LEVEL INSTITUTIONS 3: IKHTISAR TEMUAN 1 LOCAL LEVEL INSTITUTIONS 3: IKHTISAR TEMUAN 29 April 2014 Lily Hoo Leni Dharmawan 2 Pengantar Apa itu Studi LLI Mengapa perlu melakukan LLI3? Ikhtisar Latar Belakang Masalah yang dihadapi masyarakat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP

BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP 6.1 Tingkat Keberhasilam Kegiatan SPP Pada penelitian ini, tingkat keberhasilan Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan

Lebih terperinci

PERAN FASILITATOR DALAM IMPLEMENTASI PNPM MPd

PERAN FASILITATOR DALAM IMPLEMENTASI PNPM MPd 65 PERAN FASILITATOR DALAM IMPLEMENTASI PNPM MPd Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KERJA SAMA

Lebih terperinci

SIARAN PERS 1/6. Komitmen Pemerintah Kota Yogyakarta dalam Pembangunan yang Inklusif dengan Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan

SIARAN PERS 1/6. Komitmen Pemerintah Kota Yogyakarta dalam Pembangunan yang Inklusif dengan Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan Komitmen Pemerintah Kota Yogyakarta dalam Pembangunan yang Inklusif dengan Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan 1/6 Penandatanganan Nota Kesepahaman Tunjukkan Peran Penting Pemerintah

Lebih terperinci