( t) TINJAUAN PUSTAKA. x dengan nilai fungsi dari: x

dokumen-dokumen yang mirip
SOLUSI PERIODIK ELIPTIK JACOBI PERSAMAAN MODUS TERGANDENG SISTEM KISI BRAGG ANDRIAL SAPUTRA

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

) = HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN = = 1 (48) d u d. du du. du du. du du

SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS)

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

PERHITUNGAN NUMERIK DALAM MENENTUKAN KESTABILAN SOLITON CERAH ONSITE PADA PERSAMAAN SCHRÖDINGER NONLINIER DISKRIT DENGAN PENAMBAHAN POTENSIAL LINIER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Fisika Dasar I (FI-321)

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

BAB IV SIMULASI NUMERIK

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BENTUK NORMAL BIFURKASI HOPF PADA SISTEM UMUM DUA DIMENSI

BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI

SOLUSI GELOMBANG BERJALAN UNTUK PERSAMAAN SCHRÖDINGER DENGAN PENUNDAAN TERDISTRIBUSI

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROJEK 2 PENCARIAN ENERGI TERIKAT SISTEM DI BAWAH PENGARUH POTENSIAL SUMUR BERHINGGA

Gambar 1. Bentuk sebuah tali yang direnggangkan (a) pada t = 0 (b) pada x=vt.

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

PENERAPAN FORMULASI HIROTA UNTUK PERSAMAAN UMUM MODUS TERGANDENG PADA KISI BRAGG DALAM NONLINIER DENGAN DIFRAKSI

Persamaan Diferensial Biasa

PEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30)

EKSISTENSI SOLITON PADA PERSAMAAN KORTEWEG-DE VRIES

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Teori Bifurkasi (3 SKS)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)

Reflektor Gelombang 1 balok

FONON I : GETARAN KRISTAL

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]

PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

(2) dengan adalah komponen normal dari suatu kecepatan partikel yang berhubungan langsung dengan tekanan yang diakibatkan oleh suara dengan persamaan

BAB 4 SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK

Metode Split Step Fourier Untuk Menyelesaikan Nonlinear Schrödinger Equation Pada Nonlinear Fiber Optik

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

C.1 OSILASI GANDENG PEGAS

Analisis Kestabilan dan Bifurkasi Solusi Sistem Autoparametrik dengan Osilator Tipe Rayleigh

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

GETARAN DAN GELOMBANG

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks

BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

Penentuan Bifurkasi Hopf Pada Predator Prey

BAB I PENDAHULUAN. keadaan energi (energy state) dari sebuah sistem potensial sumur berhingga. Diantara

3.11 Menganalisis besaran-besaran fisis gelombang stasioner dan gelombang berjalan pada berbagai kasus nyata. Persamaan Gelombang.

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya.

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI

Fisika Matematika II 2011/2012

, ω, L dan C adalah riil, tunjukkanlah

BAB IV OSILATOR HARMONIS

FUNGSI DAN MODEL. Bogor, Departemen Matematika FMIPA IPB. (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, / 63

Gelombang Stasioner Gelombang Stasioner Atau Gelombang Diam. gelombang stasioner. (

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Dikumpulkan pada Hari Sabtu, tanggal 27 Februari 2016 Jam di N107, berupa copy file, bukan file asli.

BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA

Bab II Fungsi Kompleks

BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

Bab I. Bilangan Kompleks

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diskrit nonlinier yang paling fundamental karena persamaan ini mendeskripsikan

Disusun oleh : MIRA RESTUTI PENDIDIKAN FISIKA (RM)

Bab 1 : Skalar dan Vektor

Transkripsi:

Berawal dari apa yang telah disampaikan sebelumnya, pada skripsi kali ini akan dipelajari bagaimana perilaku trayektori solusi soliton sistem optik periodik melalui pendekatan analisis sistem dinamik yang nantinya akan dipa dengan fungsi Jacobian Eliptik, sehingga nantinya bisa dianalisa perilaku disekitar aliran trayektori.. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui perilaku solusi soliton periodik dengan cara menggunakan analisis sistem dianamik, dimana dengan mengetahui pola perilakunya, maka nantinya akan bisa diketahui perilaku disekitar trayektori yang ditunjukan oleh ketiga buah fungsi Jacobian Eliptik untuk persamaan soliton periodik. TIJAUA PUSTAKA. Soliton Dalam Fisika Untuk mengetahui soliton secara fisis ada beberapa pertanyaan yang mungkin sampai sekarang menggelayuti pikiran banyak orang yaitu bagaimana cara mengetahui sifat soliton secara analitik? Mengapa soliton dapat berkelakuan stabil layaknya sebuah partikel? Dan apakah soliton hanya sebuah fenomena spesifik dari persamaan Kdv saja?. Untuk menjawab ketiga pertanyaan tersebut akan dipaparkan secara bertahap beberapa langkah tambahan setelah Zabusky dan Kruskal melakukan perhitungan numeriknya. Tinjau persamaan Kdv yang telah mengalami penskalaan pada variabel bebas dan variabel terikatnya: ut 6uu + u = () dari teori gelombang dapat diketahui bahwa suku kea dan ketiga masing-masing menyatakan efek nonlinier dan dispersi. Suku nonlinier menyebabkan sebuah perubahan kecuraman pada bentuk gelombangnya, sementara suku dispersi menyebabkan gelombang dapat menyebar. Kompetisi antara kea suku tersebut menghasilkan bentuk gelombang stasioner yang dikenal sebagai gelombang soliter. Alasan lain mengapa setiap gelombang soliter bersifat stabil yaitu sifat persamaan Kdv yang memilki besaran konservatif. Sifat dinamis dari sistem dibatasi oleh hukum kekekalan dari besaran tersebut. Besaran yang konservatif dapat menjamin parameter yang mengkarakterisasi soliton untuk tidak bergantung pada waktu sehingga soliton dapat bersifat stabil. Berdasarkan pada tak hingga banyaknya besaran konservatif (variabel medan memiliki derajat kebebasan tak hingga), maka soliton dapat eksis dalam jumlah yang sembarang. Sifat-sifat dasar soliton dapat diinvestigasi dengan metode hamburan balik (inverse Scattering method). Secara ringkas solusi persamaan Kdv yang diselesaikan dengan metode hamburan balik yaitu: u(, t) = K(, ; t) () dengan nilai fungsi dari: K(, y; t) + F( + y; t) + K(, z; t) F( z+ y; t) dz = (3) n b( k, t) ik F ( t ; ) = cn ( t) e + e π a ( k, n= ) (4) dimana persamaan (3) merupakan persamaan Gelvan-Levitan. Secara khusus ketika koefisien refleksi r( k,) = b( k, ) / a( k,) bernilai nol (potensial tanpa refleksi, maka barulah dapat dipecahkan persamaan Gelvan Levitan dan nantinya dapat diperoleh solusi -soliton yang terkait dengan keadaan terikat. Dari pernyataan eksak solusi - soliton, dapat dibuktikan bahwa soliton stabil melawan tumbukan sesamanya. Tumbukan tersebut akan selalu dalam keadaan berpasangan dan hanya menginksi proses pergeseran posisi dari soliton[4]. Permasalahan nilai awal dari persamaan Kdv akhirnya telah dapat diselesaikan pada masa itu. Dan lima tahun berikutnya (97) dengan jalan mengembangkan metode hamburan balik, Zakharov dan Shabat [5] berhasil memecahkan persamaan nonlinier Schroedinger (LS) yang berbentuk: iψt + ψ + ψ ψ = (5) dan kemudian seorang ilmuwan bernama Wadati memecahkan persamaan Kdv yang termodifikasi [6,7], berikut persamaannya: ut + 6u u + u = (6) dan akhirnya sampai sekarang lebih dari seratus persamaan soliton yang telah dikenal.. Analisa Sistem Dinamik. Dalam membahas dinamika suatu sistem fisis dapat digambarkan oleh suatu set persamaan diferensial biasa yang merupakan fungsi satu buah variabel, dan dalam hal ini persamaan diferensial biasa yang digunakan bersifat autonomous[3], yakni suatu set persamaan yang di dalamnya tidak terdapat hubungan ketergantungan terhadap variabel secara eksplisit. Berikut PDB orde satu yang dimaksud:

3 dn n = fn( n) n dt (7) Kemudian dalam membahas soal dinamika sistem akan dikenal istilah ruangfasa, untuk bisa memberikan gambaran tersebut, maka tinjau kembali persamaan untuk kasus banl sederhana yang terlinierisasi yang dituliskan: + = (8) Dengan mendefinisikan = dan =, maka persamaan (8) dapat dituliskan kembali dalam bentuk: = = (9) jelas terlihat bahwa melalui definisi ulang, persamaan (8) di atas berubah menjadi PDB orde satu seperti pada persamaan (7) dengan =. Dan perlu diingat bahwa solusi dari persamaan (8) adalah sebuah solusi harmonik yang berdasarkan pada superposisi linier dari fungsi sinus dan kosinus, sehingga dengan demikian solusi bagi persamaan (9): = csin t = ccost () dengan c adalah sebuah konstanta sembarang, dan selanjutnya atas dasar kenyataan berikut: + = c( sin t+ cos t) = c () maka jelaslah bahwa dalam bidang (, ) (, ) kurva yang terbentuk adalah sebuah lingkaran dengan jari jari c. Sebagaimana yang akan diberikan pada gambar. Gambar Kurva aliran Trayektori untuk Persamaan () dan nantinya ada hal yang penting untuk perlu diingat bahwa trayektori-trayektori dalam sebuah ruang atau bidang fasa tidak pernah berpotongan, sebagaimana akan dicontohkan pada gambar 3, untuk a keadaan awal yang berbeda, trayektori solusi yang arah alirannya ditunjukan melalui kepala panah, tidak pernah akan berpotongan. Hal ini berlaku umum untuk semua jenis PDB (9). Gambar 3 Trayektori tidak akan pernah berpotongan untuk a keadaan berbeda Berikut akan ditinjau kembali persamaan (7) yang akan dituliskan dalam bentuk yang lebih eksplisit sebagai berikut: = f ( ),... = f (,... ) misalkan terdapat titik-titik { } () n = yang n, nantinya akan mengakibatkan nilai dari fungsi fn(,,..., n,,...,, ) = secara menyeluruh, maka set titik titik tersebut dinamakan sebagai set titik kritis yang terkait dengan { n = }. Berdasarkan kenyataan ini, sebuah titik kritis dalam ruang-fasa terkait dengan solusi stasioner dimana nilai ( t) = c untuk semua waktu dengan nilai c merupakan sebuah konstanta. Untuk mengetahui karakteristik dari titik-titik tersebut, dapat dilakukan dengan melakukan linierisasi sistem persamaan terkait, yakni dengan melakukan ekspansi Taylor terhadap fungsi f di sekitar n n = n, hingga orde pertama saja: f n n = ( n n, ) = +... n, n= n (3) Kemudian, dengan memanfaatkan secara lebih mendalam linierisasi persamaan () dalam hal menentukan karakter dari suatu titik kritis secara lebih umum, berikut akan dituliskan kembali persamaan (3) ke dalam bentuk persamaan matriks berikut: T X = AX X ( X, X,.. X ) (4) f f X X A (5) f f X X di sini X = yang menunjukan bahwa n n n, titik kritis ditranslasikan ke titik asal (,), dan

4 A adalah matriks yang diasumsikan sebagai matriks non-singular yakni: det A (6) Untuk menganalisa karakteristik dari titik kritis terkait, maka tentukan terlebih dahulu persoalan harga eigen bagi matriks A : AX = λ X (7) dengan λ merupakan harga eigen terkait yang dapat diperoleh dengan cara memecahkan persamaan karakteristik berikut ini: det ( A λi) = (8) Dengan demikian, dapat diperoleh empat buah jenis titik kritis berdasarkan harga eigennya yaitu Titik ode, Titik Sadel, Titik Center dan Titik Fokus. Untuk titik ode nilai eigennya berharga riil. Pada kasus λ, λ > akan diperlihatkan pada gambar 4 dimana titik ode tersebut beratraktor negatif yang artinya aliran trayektori menjauhi titik kritis. amun ketika λ, λ < titik ode tersebut akan beratraktor positif, yang artinya aliran trayektori akan menuju ke arah titik kritis sebagaimana ditunjukan pada gambar 5. Kemudian untuk titik kritis jenis yang kea yaitu titik Sadel memilki harga eigen yang bernilai riil pula, bedanya dengan titik ode, titik Sadel nilai eigennya berkondisikan nilai eigen yang berlawanan tanda λ <, λ > atau sebaliknya. Berikut ini adalah bentuk trayektorinya. Gambar 7 Aliran Trayektori titik Sadel dan diagram harga eigen yang terkait pada gambar 7 akan diberikan pada gambar 8. Gambar 8 Diagram harga Eigen untuk kasus titik Sadel Gambar 4 Titik ode atraktor negatif untuk jenis titik kritis yang ketiga yaitu titik Center ternyata memilki nilai eigen yang berbeda dari a titik kritis sebelumnya yaitu nilai eigen yang imajiner. Dengan begitu, trayektori yang terkait titik Center ini bisa diilustrasikan pada gambar 9. Gambar 5 Titik ode atraktor positif dan diagram harga eigen untuk kasus titik ode ini diberikan oleh gambar 6a dan 6b masing-masing untuk kasus atraktor negatif dan positif berturut-turut. Gambar 9 Aliran Trayektori titik Center sedangkan untuk diagram harga eigennya diberikan dalam gambar. Gambar 6 Diagram harga Eigen untuk kasus titik ode Gambar Diagram harga Eigen untuk kasus titik Center

5 Berikutnya, untuk jenis titik kritis yang terakhir yaitu titik Fokus ternyata memiliki nilai eigen yang merupakan bilangan kompleks, yaitu bilangan yang terdiri atas fungsi riil dan imajiner. Untuk kasus μ > titik Fokus tersebut memilki atraktor negatif, sedangkan untuk kasus μ < titik Fokus tersebut memilki atraktor positif, untuk memahaminya perhatikan ilustrasi gambar dan gambar berikut. untuk bifurkasi jenis kea yaitu bifurkasi Trans-Kritikal. Pada bifurkasi ini jumlah titik kritis yang terlibat dalam proses tetap namun hanya mengakibatkan pertukaran karakteristik kestabilannya saja. Untuk memahaminya perhatikan ilustrasi pada gambar 4. Gambar 4 Diagram Bifurkasi untuk kasus Bifurkasi Trans-Kritikal Gambar Titik Fokus atraktor negatif dan untuk bifurkasi jenis berikutnya disebut bifurkasi Pitch-Fork. Bifurkasi ini dicirikan lewat bertambahnya titik kritis dari satu menjadi tiga buah, dimana untuk titik kritis yang telah ada sebelumnya berubah karakteristik kestabilannya dari stabil menjadi tidak stabil, sedangkan untuk titik kritis yang baru bersifat stabil. Untuk memahaminya perhatikan ilustrasi pada gambar 5. Gambar Titik Fokus atraktor positif Setelah membahas mengenai titik kritis, dalam pembahasan dinamik sistem juga dikenal istilah bifurkasi. Bifurkasi adalah proses perubahan jumlah titik kritis serta jenisnya akibat perubahan parameter yang terkanng di dalam suatu sistem persamaan. Secara umum bifurkasi pada dinamik sistem ada banyak jenisnya, namun untuk kali ini akan dibahas empat buah kasus bifurkasi yang paling sering ditemui dan tergolong dalam kasus bifurkasi lokal. Bifurkasi yang pertama disebut bifurkasi Sadel-ode. Bifurkasi jenis ini dicirikan oleh munculnya a atau lebih titik kritis. Berikut ilustrasi dari diagram bifurkasinya untuk kasus satu dimensi. Gambar 3 Diagram Bifurkasi Sadel-ode Gambar 5 Diagram Bifurkasi Pitch-Fork Kemudian untuk bifurkasi jenis terkahir disebut bifurkasi Poincare-Andronov-Hopf. Pada bifurkasi ini persamaan PDB yang ditinjau merupakan persamaan PDB a dimensi, namun karena cukup kompleks persamaan tersebut jika direpresentasikan dalam koordinat cartesian, maka dilakukan transformasi koordinat dari cartesian menuju polar agar PDB yang nanti akan diselesaikan jauh lebih sederhana dari sebelumnya. Pada bifurkasi ini dasarnya melibatkan trayektori yang bersifat periodik dimana terjadi perubahan jenis titik kritis dari titik Fokus dengan atraktor positif menjadi atraktor negatif disertai dengan kemunculan Limit Cycle. Limit Cycle merupakan sebuah trayektori berbentuk lingkaran yang bersifat periodik yang muncul akibat perubahan kestabilan titik Fokus. Untuk memahami lebih lanjut perhatikan ilustrasi gambar 6 berikut.

6 Gambar 6 Pola Trayektori Bifurkasi Poincare Andronov Hopf (Bifurkasi Hopf) dapat dilihat pada gambar ketika kasus μ > muncul sebuah Limit Cycle disana. Hal ini terjadi karena perubahan kestabilan titik Fokus saat μ < yang beratraktor positif menjadi beratraktor negatif pada μ > Perlu ditekankan disini bahwa keempat bifurkasi yang dibahas sebelumnya merupakan bifurkasi lokal, yakni bifurkasi yang dapat dilihat hanya dengan meninjau perubahan kelakuan aliran trayektori di sekitar titik kritis. 3. Solusi Satu Soliton Persamaan LS Pada awal pembahasan mengenai kehadiran soliton optik, akan ditinjau sebuah persamaan perambatan pulsa elektromagnetik dalam serat optik. Dalam hal ini perambatan pulsa yang dimaksud melalui medium dielektrik. Yaitu sebuah medium yang jika dirambati oleh cahaya dengan intensitas tinggi akan menunjukan sebuah hubungan antara indeks bias terhadap intensitas cahaya. Medium dengan perilaku seperti itu dikenal sebagai medium kerr. Persamaan gelombang yang terkait dengan perambatan pulsa dalam serat optik lazim disebut persamaan Schrodinger nonlinier (LS) yang dapat dituliskan dalam bentuk umum sebagai berikut[3]: E E i β + σ E E = (9) z t dimana nilai E merupakan medan selubung dari pulsa listrik, kemudian nilai d ω β dk merupakan parameter yang terkait dengan dispersi dari kecepatan grup dan nilai ( 3) σ χ terkait dengan suseptibilitas orde tiga dari medium yang dilalaui. Berikut ini akan dicari solusi bagi persamaan (9) dalam bentuk: i z E zt, = u t e κ () dengan u t merupakan fungsi riil. Kemudian substitusikan persamaan () ke dalam persamaan (9) dan menghasilkan: u 3 κu β + σu = () t selanjutnya kalikan persamaan () dengan / dt sehingga: 3 κu β d u + σu = dt dt dt dt () persamaan () dapat dituliskan kembali dalam bentuk: d σ 4 κu β + u = dt dt (3) yang mengindikasikan bahwa: σ 4 κu β + u = c (4) dt dimana nilai c merupakan sebuah konstanta. Selanjutnya untuk bisa memperoleh solusinya maka dengan membatasi diri pada solusi yang memilki kondisi dt dan u pada t ± sehingga berakibat nilai c pada ruas kanan bernilai nol. Dari sini persamaan (4) dapat diatur kembali menjadi: σ 4 = κu u (5) dt β + dt = κ (6) β u + u σ σ untuk menyelesaikan persamaan (6) pada ruas kiri akan dilakukan pemisalan fungsi u = κ / σ sinψ dan = κ / σ cosψdψ, sehingga ruas kiri persamaan (6) dalam variabel ψ menjadi: dψ u κ / σ + u κ / σ sinψ (7) kemudian integralkan hasil yang diperoleh terhadap variabel ψ : dψ κ / σ sinψ = (8) cosψ ln κ / σ sin ψ sin ψ setelah itu nyatakan kembali persamaan (8) dalam variabel u :

7 cosψ ln = κ / σ sin ψ sin ψ u σ /κ ln κ / σ κ / σ u (9) sedangkan integral ruas kanan persamaan (6) didapatkan: dt t = β / σ β / σ (3) dengan demikian persamaan yang harus dipecahkan adalah: u σ /κ ln κ / σ = κ / β t u (3) sehingga nantinya nilai u menjadi: κ / σ ep κ / β t u() t = + ep( κ / β t) (3) dan nantinya bentuk persamaan (3) dapat diubah menjadi bentuk fungsi trigonometri berikut: u t = κ / σ sech κ / β t (33) () sehingga akhirnya solusi dari persamaan LS dalam bentuk persamaan () yang diinginkan dapat dituliskan sebagai berikut: i z E z, t = κ / σ sech κ / β t e κ (34) dengan bentuk profilnya diberikan pada gambar 7. Jelas bahwa solusi yang diperoleh merupakan solusi yang terlokalisasi dengan ekor-ekor menuju nol. Dalam fisika, solusi ini dinamakan sebagai soliton. u u = (35a) β 3 u = κu+ σ u (35b) jelas terlihat bahwa titik-titik kritis untuk sistem persamaan (35) adalah: u =, u = (36a) κ u = ±, u = (36b) σ dan harga eigen yang terkait dengan masingmasing titik kritis diberikan oleh penyelesaian dari konstruksi matriks Jacobian, dan hasil yang didapat: κ λ = ± (37a) β κ λ =± β (37b) untuk kasus β < dan κ > dapat dengan mudah disimpulkan bahwa titik kritis (36a) merupakan sebuah titik Sadel, sedangkan titik kritis (36b) merupakan titik Center. Sebelum meninjau bentuk trayektori solusi berdasarkan proses linierisasi, perlu disadari bahwa sistem persamaan (35) membentuk suatu sistem Hamiltonian dengan fungsi Hamiltonian terkait diberikan oleh: κ σ 4 H = u + u + u 4 β (38) dimana persamaan (35) memenuhi persamaan kanonik u = H / u dan u = H / u. Mengingat pada titik (,) merupakan titik Sadel, maka nilai Hamiltonian untuk trayektori yang terkait dengan titik tersebut adalah H =. Dengan demikian, sambil memeperhatikan kenyataan bahwa terdapat a buah titik Center dan sebuah titik Sadel di titik asal, maka bentuk trayektori yang dimaksud adalah Seperti yang diilustrasikan pada gambar 8 berikut. Gambar 7 Profil solusi persamaan (34) 4. Analisis Sistem Dinamik Solusi Satu Soliton onlinier Schroedinger (LS) Untuk melihat makna dari solusi soliton LS persamaan (34) dalam bahasa dinamika sistem maka tinjau kembali persamaan () dalam bentuk PDB orde satu dengan memisalkan u = dan u didapatkan: = u u Gambar 8 Pola Trayektori untuk kasus β < dan κ > dan sesuai pula dengan persamaan (38) untuk kasus H = kemudian untuk kasus β > dan κ > dapat dengan mudah pula diketahui bahwa untuk

8 titik kritis (36a) merupakan sebuah titik Center, sedangkan untuk titik kritis (36b) merupakan titik Sadel. Berdasarkan persamaan (35) diketahui bahwa: u () t κ β sech κ t tanh κ = t σ β β (39) dengan menggunakan aplikasi Mapple, dapat diperlihatkan bahwa untuk rentang < t < maka diperoleh dalam gambar 9, pola trayektori dari persamaan (39) yang dikombinasikan dengan: κ κ u () t = u () t = sech t σ β (4) secara implisit dalam bidang ( u( t), u( t) ). Terlihat bahwa kombinasi tersebut cocok dengan trayektori dari hamiltonian dengan H = pada bagian kurva tertutup bagian kanan. Kurva tertutup bagian kiri dari gambar 9 terkait dengan solusi u u, dimana berdasarkan transformasi ini persamaan (35) merupakan persamaan yang invarian. Gambar 9 Pola aliran Trayektori persamaan (39) yang dikombinasikan dengan persamaan (4) amun, jika kembali mengacu pada persamaan (34) dapat dengan mudah dilihat bahwa agar persamaan tersebut terkait dengan suseptibilitas orde tiga dimana σ > maka kondisi yang harus dipenuhi adalah ketika β < dan κ > agar fungsi u merupakan fungsi riil. Kondisi perambatan dengan nilai β < secara teoritis terkait dengan sebuah keadaan dispersi anomali. 5. Integral dan Fungsi Eliptik Untuk memahami permasalahan ini, berikut akan ditunjukan sebuah bentuk integral yang sering dijumpai dalam permasalahan Fisika seperti pada kasus banl sederhana yaitu: ϕ F( ϕ, k) = (4) k sin ϕ integral pada persamaan (4) dinamakan sebagai integral eliptik jenis pertama dan: ϕ E(, k) = k sin d ϕ ϕ ϕ (4) dikenal sebagai integral eliptik jenis kea. Dimana nilai k berada pada rentang nilai k. ilai k pada persamaan tersebut merupakan sebuah molus dan ϕ merupakan sebuah amplitudo dari integral eliptik pada persamaan (4) dan (4). Integral eliptik dinamakan sebagai integral eliptik lengkap jika amplitudo pada persamaan bernilai π ϕ =. Integral pada persamaan (4) dan (4) merupakan integral eliptik versi Legendre. Melalui transformasi: = sinϕ dengan nilai d =, sehingga diperoleh bentuk lain sebagai berikut yaitu[8,9,3]: d F(, k ) = (43) k k E(, k) = d (44) yang dinamakan integral eliptik versi Jacobi. Bentuk integral eliptik baik dalam versi Legendre maupun Jacobi tidak dapat secara umum dievaluasi secara analitik. ilainilainya untuk amplitudo tertentu disediakan dalam bentuk tabel yang diperoleh secara numerik. Tinjau bentuk integral eliptik Jacobi (43). Jika diambil k = maka dapat dengan mudah diperoleh: d u = = sin (45) dimana u F(,), jika dilakukan inversi terhadap persamaan (45) maka diperoleh hasil sin u =. Dengan memperluas cara pandang untuk kasus k dan dengan mendefinisikan secara umum nilai u F (, k), maka serupa dengan persamaan (45) dapat dituliskan bentuk bagi sembarang integral eliptik terkait: d u = = sn (46) k dan serupa pula dengan persamaan (45), invers dari persamaan (46) adalah sn u = = sinϕ. Dimana secara lebih khusus

9 fungsi sn u dikenal dalam matematik sebagai fungsi eliptik Jacobi[8,9,3]. Mirip dengan fungsi trigonometrik, dapat pula didefinisikan fungsi eliptik Jacobi cn u melalui hubungan: cn u = sn u = cosϕ (47) kemudian tinjau kembali integral eliptik versi Legendre pada persamaan (4), jelas terlihat: = k sin ϕ (48) dan berdasarkan hubungan (48) dapat pula didefinisikan fungsi dn u melalui perumusan berikut ini yaitu: dn u = = k sn u (49) dengan demikian, jelas bahwa fungsi fungsi tersebut memenuhi hubungan: cn u+ sn u = dn u+ k sn u = (5) (5) kemudian, untuk mengetahui turunan pertama bagi masing-masing fungsi terhadap variabel u, maka diperoleh hasil sebagai berikut: ( sn ) ( sinϕ ) d u d = = cosϕ = cn u dn u d( cn u) d( cosϕ ) = = sinϕ = sn u dn u d( dn u) d = ( k sinϕ ) = k sinϕ cosϕ = k sn ucn u k sinϕ METODE PEELITIA (5) (53) (54). Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 9 sampai dengan bulan Desember 9. Dan tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB).. Peralatan Pada penelitian kali ini alat yang digunakan berupa laptop milik pribadi dengan processor Intel (R) Core (TM) Duo CPU dengan memory GB dan menggunakan Windows Vista Home Basic. Lalu pada penelitian ini juga menggunakan bantuan Software Mapple dan Mathematica 7. 3. Metode Penelitian 3. Studi Pustaka Pada penelitian ini studi pustaka dimulai dari pemecahan solusi satu persamaan LS melalui pendekatan analisis sistem dinamik. Kemudian dengan proses yang sama maka persamaan mos tergandeng yang didapatkan dari perluasan persamaan LS dapat diselesaikan secara eksak pula. Dan dengan bantuan ketiga fungsi eliptik, maka dapat diketahui perilaku trayektori solusinya dalam bidang fasa. 3. Penurunan Solusi Secara Eksak Proses ini dilakuakan untuk mengetahui perilaku persamaan 55 dan 56 secara analitik, melalui pendekatan sistem dinamik. 3.3 Analisa Solusi Dengan Mapple dan Mathematica 7 Proses ini dilakukan untuk menganalisis hasil visualisasi gambar trayektori solusi yang didapatkan oleh kea software yang digunakan. Sebenarnya dalam menunjukan bentuk trayektori solusi beserta aliran trayektorinya akan lebih baik menggunakan software Mathematica, namun dalam teknis pengerjaannya lebih mudah dikerjakan pada software Mapple, karena dalam Mapple sintaks yang digunakan lebih sederhana. Berbeda sekali dengan software Mathematica yang menggunakan algoritma pemrograman. amun demikian hasil gambar yang diperoleh akan sama saja bentuknya, perbedaanya hanya dari segi tampilannya saja. HASIL DA PEMBAHASA. Solusi Eksak Soliton Optik onlinier Melalui Metode Sistem Dinamik Adanya propagasi gelombang soliter dalam molasi nonlinier kisi Bragg optik yang menimbulkan ketidakseragaman distribusi medan listrik melintang sepanjang sumbu telah dipelajari sebelumnya untuk pilihan yang lebih spesifik pada sistem parameternya[] dengan mengabaikan efek pembenng yang disebabkan oleh kondisi batas konvensional yang nantinya sangat diperhitungkan dalam proses pemebentukan gelombang. Ketidakseragaman proses distribusi medan transversal muncul dari