Berawal dari apa yang telah disampaikan sebelumnya, pada skripsi kali ini akan dipelajari bagaimana perilaku trayektori solusi soliton sistem optik periodik melalui pendekatan analisis sistem dinamik yang nantinya akan dipa dengan fungsi Jacobian Eliptik, sehingga nantinya bisa dianalisa perilaku disekitar aliran trayektori.. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui perilaku solusi soliton periodik dengan cara menggunakan analisis sistem dianamik, dimana dengan mengetahui pola perilakunya, maka nantinya akan bisa diketahui perilaku disekitar trayektori yang ditunjukan oleh ketiga buah fungsi Jacobian Eliptik untuk persamaan soliton periodik. TIJAUA PUSTAKA. Soliton Dalam Fisika Untuk mengetahui soliton secara fisis ada beberapa pertanyaan yang mungkin sampai sekarang menggelayuti pikiran banyak orang yaitu bagaimana cara mengetahui sifat soliton secara analitik? Mengapa soliton dapat berkelakuan stabil layaknya sebuah partikel? Dan apakah soliton hanya sebuah fenomena spesifik dari persamaan Kdv saja?. Untuk menjawab ketiga pertanyaan tersebut akan dipaparkan secara bertahap beberapa langkah tambahan setelah Zabusky dan Kruskal melakukan perhitungan numeriknya. Tinjau persamaan Kdv yang telah mengalami penskalaan pada variabel bebas dan variabel terikatnya: ut 6uu + u = () dari teori gelombang dapat diketahui bahwa suku kea dan ketiga masing-masing menyatakan efek nonlinier dan dispersi. Suku nonlinier menyebabkan sebuah perubahan kecuraman pada bentuk gelombangnya, sementara suku dispersi menyebabkan gelombang dapat menyebar. Kompetisi antara kea suku tersebut menghasilkan bentuk gelombang stasioner yang dikenal sebagai gelombang soliter. Alasan lain mengapa setiap gelombang soliter bersifat stabil yaitu sifat persamaan Kdv yang memilki besaran konservatif. Sifat dinamis dari sistem dibatasi oleh hukum kekekalan dari besaran tersebut. Besaran yang konservatif dapat menjamin parameter yang mengkarakterisasi soliton untuk tidak bergantung pada waktu sehingga soliton dapat bersifat stabil. Berdasarkan pada tak hingga banyaknya besaran konservatif (variabel medan memiliki derajat kebebasan tak hingga), maka soliton dapat eksis dalam jumlah yang sembarang. Sifat-sifat dasar soliton dapat diinvestigasi dengan metode hamburan balik (inverse Scattering method). Secara ringkas solusi persamaan Kdv yang diselesaikan dengan metode hamburan balik yaitu: u(, t) = K(, ; t) () dengan nilai fungsi dari: K(, y; t) + F( + y; t) + K(, z; t) F( z+ y; t) dz = (3) n b( k, t) ik F ( t ; ) = cn ( t) e + e π a ( k, n= ) (4) dimana persamaan (3) merupakan persamaan Gelvan-Levitan. Secara khusus ketika koefisien refleksi r( k,) = b( k, ) / a( k,) bernilai nol (potensial tanpa refleksi, maka barulah dapat dipecahkan persamaan Gelvan Levitan dan nantinya dapat diperoleh solusi -soliton yang terkait dengan keadaan terikat. Dari pernyataan eksak solusi - soliton, dapat dibuktikan bahwa soliton stabil melawan tumbukan sesamanya. Tumbukan tersebut akan selalu dalam keadaan berpasangan dan hanya menginksi proses pergeseran posisi dari soliton[4]. Permasalahan nilai awal dari persamaan Kdv akhirnya telah dapat diselesaikan pada masa itu. Dan lima tahun berikutnya (97) dengan jalan mengembangkan metode hamburan balik, Zakharov dan Shabat [5] berhasil memecahkan persamaan nonlinier Schroedinger (LS) yang berbentuk: iψt + ψ + ψ ψ = (5) dan kemudian seorang ilmuwan bernama Wadati memecahkan persamaan Kdv yang termodifikasi [6,7], berikut persamaannya: ut + 6u u + u = (6) dan akhirnya sampai sekarang lebih dari seratus persamaan soliton yang telah dikenal.. Analisa Sistem Dinamik. Dalam membahas dinamika suatu sistem fisis dapat digambarkan oleh suatu set persamaan diferensial biasa yang merupakan fungsi satu buah variabel, dan dalam hal ini persamaan diferensial biasa yang digunakan bersifat autonomous[3], yakni suatu set persamaan yang di dalamnya tidak terdapat hubungan ketergantungan terhadap variabel secara eksplisit. Berikut PDB orde satu yang dimaksud:
3 dn n = fn( n) n dt (7) Kemudian dalam membahas soal dinamika sistem akan dikenal istilah ruangfasa, untuk bisa memberikan gambaran tersebut, maka tinjau kembali persamaan untuk kasus banl sederhana yang terlinierisasi yang dituliskan: + = (8) Dengan mendefinisikan = dan =, maka persamaan (8) dapat dituliskan kembali dalam bentuk: = = (9) jelas terlihat bahwa melalui definisi ulang, persamaan (8) di atas berubah menjadi PDB orde satu seperti pada persamaan (7) dengan =. Dan perlu diingat bahwa solusi dari persamaan (8) adalah sebuah solusi harmonik yang berdasarkan pada superposisi linier dari fungsi sinus dan kosinus, sehingga dengan demikian solusi bagi persamaan (9): = csin t = ccost () dengan c adalah sebuah konstanta sembarang, dan selanjutnya atas dasar kenyataan berikut: + = c( sin t+ cos t) = c () maka jelaslah bahwa dalam bidang (, ) (, ) kurva yang terbentuk adalah sebuah lingkaran dengan jari jari c. Sebagaimana yang akan diberikan pada gambar. Gambar Kurva aliran Trayektori untuk Persamaan () dan nantinya ada hal yang penting untuk perlu diingat bahwa trayektori-trayektori dalam sebuah ruang atau bidang fasa tidak pernah berpotongan, sebagaimana akan dicontohkan pada gambar 3, untuk a keadaan awal yang berbeda, trayektori solusi yang arah alirannya ditunjukan melalui kepala panah, tidak pernah akan berpotongan. Hal ini berlaku umum untuk semua jenis PDB (9). Gambar 3 Trayektori tidak akan pernah berpotongan untuk a keadaan berbeda Berikut akan ditinjau kembali persamaan (7) yang akan dituliskan dalam bentuk yang lebih eksplisit sebagai berikut: = f ( ),... = f (,... ) misalkan terdapat titik-titik { } () n = yang n, nantinya akan mengakibatkan nilai dari fungsi fn(,,..., n,,...,, ) = secara menyeluruh, maka set titik titik tersebut dinamakan sebagai set titik kritis yang terkait dengan { n = }. Berdasarkan kenyataan ini, sebuah titik kritis dalam ruang-fasa terkait dengan solusi stasioner dimana nilai ( t) = c untuk semua waktu dengan nilai c merupakan sebuah konstanta. Untuk mengetahui karakteristik dari titik-titik tersebut, dapat dilakukan dengan melakukan linierisasi sistem persamaan terkait, yakni dengan melakukan ekspansi Taylor terhadap fungsi f di sekitar n n = n, hingga orde pertama saja: f n n = ( n n, ) = +... n, n= n (3) Kemudian, dengan memanfaatkan secara lebih mendalam linierisasi persamaan () dalam hal menentukan karakter dari suatu titik kritis secara lebih umum, berikut akan dituliskan kembali persamaan (3) ke dalam bentuk persamaan matriks berikut: T X = AX X ( X, X,.. X ) (4) f f X X A (5) f f X X di sini X = yang menunjukan bahwa n n n, titik kritis ditranslasikan ke titik asal (,), dan
4 A adalah matriks yang diasumsikan sebagai matriks non-singular yakni: det A (6) Untuk menganalisa karakteristik dari titik kritis terkait, maka tentukan terlebih dahulu persoalan harga eigen bagi matriks A : AX = λ X (7) dengan λ merupakan harga eigen terkait yang dapat diperoleh dengan cara memecahkan persamaan karakteristik berikut ini: det ( A λi) = (8) Dengan demikian, dapat diperoleh empat buah jenis titik kritis berdasarkan harga eigennya yaitu Titik ode, Titik Sadel, Titik Center dan Titik Fokus. Untuk titik ode nilai eigennya berharga riil. Pada kasus λ, λ > akan diperlihatkan pada gambar 4 dimana titik ode tersebut beratraktor negatif yang artinya aliran trayektori menjauhi titik kritis. amun ketika λ, λ < titik ode tersebut akan beratraktor positif, yang artinya aliran trayektori akan menuju ke arah titik kritis sebagaimana ditunjukan pada gambar 5. Kemudian untuk titik kritis jenis yang kea yaitu titik Sadel memilki harga eigen yang bernilai riil pula, bedanya dengan titik ode, titik Sadel nilai eigennya berkondisikan nilai eigen yang berlawanan tanda λ <, λ > atau sebaliknya. Berikut ini adalah bentuk trayektorinya. Gambar 7 Aliran Trayektori titik Sadel dan diagram harga eigen yang terkait pada gambar 7 akan diberikan pada gambar 8. Gambar 8 Diagram harga Eigen untuk kasus titik Sadel Gambar 4 Titik ode atraktor negatif untuk jenis titik kritis yang ketiga yaitu titik Center ternyata memilki nilai eigen yang berbeda dari a titik kritis sebelumnya yaitu nilai eigen yang imajiner. Dengan begitu, trayektori yang terkait titik Center ini bisa diilustrasikan pada gambar 9. Gambar 5 Titik ode atraktor positif dan diagram harga eigen untuk kasus titik ode ini diberikan oleh gambar 6a dan 6b masing-masing untuk kasus atraktor negatif dan positif berturut-turut. Gambar 9 Aliran Trayektori titik Center sedangkan untuk diagram harga eigennya diberikan dalam gambar. Gambar 6 Diagram harga Eigen untuk kasus titik ode Gambar Diagram harga Eigen untuk kasus titik Center
5 Berikutnya, untuk jenis titik kritis yang terakhir yaitu titik Fokus ternyata memiliki nilai eigen yang merupakan bilangan kompleks, yaitu bilangan yang terdiri atas fungsi riil dan imajiner. Untuk kasus μ > titik Fokus tersebut memilki atraktor negatif, sedangkan untuk kasus μ < titik Fokus tersebut memilki atraktor positif, untuk memahaminya perhatikan ilustrasi gambar dan gambar berikut. untuk bifurkasi jenis kea yaitu bifurkasi Trans-Kritikal. Pada bifurkasi ini jumlah titik kritis yang terlibat dalam proses tetap namun hanya mengakibatkan pertukaran karakteristik kestabilannya saja. Untuk memahaminya perhatikan ilustrasi pada gambar 4. Gambar 4 Diagram Bifurkasi untuk kasus Bifurkasi Trans-Kritikal Gambar Titik Fokus atraktor negatif dan untuk bifurkasi jenis berikutnya disebut bifurkasi Pitch-Fork. Bifurkasi ini dicirikan lewat bertambahnya titik kritis dari satu menjadi tiga buah, dimana untuk titik kritis yang telah ada sebelumnya berubah karakteristik kestabilannya dari stabil menjadi tidak stabil, sedangkan untuk titik kritis yang baru bersifat stabil. Untuk memahaminya perhatikan ilustrasi pada gambar 5. Gambar Titik Fokus atraktor positif Setelah membahas mengenai titik kritis, dalam pembahasan dinamik sistem juga dikenal istilah bifurkasi. Bifurkasi adalah proses perubahan jumlah titik kritis serta jenisnya akibat perubahan parameter yang terkanng di dalam suatu sistem persamaan. Secara umum bifurkasi pada dinamik sistem ada banyak jenisnya, namun untuk kali ini akan dibahas empat buah kasus bifurkasi yang paling sering ditemui dan tergolong dalam kasus bifurkasi lokal. Bifurkasi yang pertama disebut bifurkasi Sadel-ode. Bifurkasi jenis ini dicirikan oleh munculnya a atau lebih titik kritis. Berikut ilustrasi dari diagram bifurkasinya untuk kasus satu dimensi. Gambar 3 Diagram Bifurkasi Sadel-ode Gambar 5 Diagram Bifurkasi Pitch-Fork Kemudian untuk bifurkasi jenis terkahir disebut bifurkasi Poincare-Andronov-Hopf. Pada bifurkasi ini persamaan PDB yang ditinjau merupakan persamaan PDB a dimensi, namun karena cukup kompleks persamaan tersebut jika direpresentasikan dalam koordinat cartesian, maka dilakukan transformasi koordinat dari cartesian menuju polar agar PDB yang nanti akan diselesaikan jauh lebih sederhana dari sebelumnya. Pada bifurkasi ini dasarnya melibatkan trayektori yang bersifat periodik dimana terjadi perubahan jenis titik kritis dari titik Fokus dengan atraktor positif menjadi atraktor negatif disertai dengan kemunculan Limit Cycle. Limit Cycle merupakan sebuah trayektori berbentuk lingkaran yang bersifat periodik yang muncul akibat perubahan kestabilan titik Fokus. Untuk memahami lebih lanjut perhatikan ilustrasi gambar 6 berikut.
6 Gambar 6 Pola Trayektori Bifurkasi Poincare Andronov Hopf (Bifurkasi Hopf) dapat dilihat pada gambar ketika kasus μ > muncul sebuah Limit Cycle disana. Hal ini terjadi karena perubahan kestabilan titik Fokus saat μ < yang beratraktor positif menjadi beratraktor negatif pada μ > Perlu ditekankan disini bahwa keempat bifurkasi yang dibahas sebelumnya merupakan bifurkasi lokal, yakni bifurkasi yang dapat dilihat hanya dengan meninjau perubahan kelakuan aliran trayektori di sekitar titik kritis. 3. Solusi Satu Soliton Persamaan LS Pada awal pembahasan mengenai kehadiran soliton optik, akan ditinjau sebuah persamaan perambatan pulsa elektromagnetik dalam serat optik. Dalam hal ini perambatan pulsa yang dimaksud melalui medium dielektrik. Yaitu sebuah medium yang jika dirambati oleh cahaya dengan intensitas tinggi akan menunjukan sebuah hubungan antara indeks bias terhadap intensitas cahaya. Medium dengan perilaku seperti itu dikenal sebagai medium kerr. Persamaan gelombang yang terkait dengan perambatan pulsa dalam serat optik lazim disebut persamaan Schrodinger nonlinier (LS) yang dapat dituliskan dalam bentuk umum sebagai berikut[3]: E E i β + σ E E = (9) z t dimana nilai E merupakan medan selubung dari pulsa listrik, kemudian nilai d ω β dk merupakan parameter yang terkait dengan dispersi dari kecepatan grup dan nilai ( 3) σ χ terkait dengan suseptibilitas orde tiga dari medium yang dilalaui. Berikut ini akan dicari solusi bagi persamaan (9) dalam bentuk: i z E zt, = u t e κ () dengan u t merupakan fungsi riil. Kemudian substitusikan persamaan () ke dalam persamaan (9) dan menghasilkan: u 3 κu β + σu = () t selanjutnya kalikan persamaan () dengan / dt sehingga: 3 κu β d u + σu = dt dt dt dt () persamaan () dapat dituliskan kembali dalam bentuk: d σ 4 κu β + u = dt dt (3) yang mengindikasikan bahwa: σ 4 κu β + u = c (4) dt dimana nilai c merupakan sebuah konstanta. Selanjutnya untuk bisa memperoleh solusinya maka dengan membatasi diri pada solusi yang memilki kondisi dt dan u pada t ± sehingga berakibat nilai c pada ruas kanan bernilai nol. Dari sini persamaan (4) dapat diatur kembali menjadi: σ 4 = κu u (5) dt β + dt = κ (6) β u + u σ σ untuk menyelesaikan persamaan (6) pada ruas kiri akan dilakukan pemisalan fungsi u = κ / σ sinψ dan = κ / σ cosψdψ, sehingga ruas kiri persamaan (6) dalam variabel ψ menjadi: dψ u κ / σ + u κ / σ sinψ (7) kemudian integralkan hasil yang diperoleh terhadap variabel ψ : dψ κ / σ sinψ = (8) cosψ ln κ / σ sin ψ sin ψ setelah itu nyatakan kembali persamaan (8) dalam variabel u :
7 cosψ ln = κ / σ sin ψ sin ψ u σ /κ ln κ / σ κ / σ u (9) sedangkan integral ruas kanan persamaan (6) didapatkan: dt t = β / σ β / σ (3) dengan demikian persamaan yang harus dipecahkan adalah: u σ /κ ln κ / σ = κ / β t u (3) sehingga nantinya nilai u menjadi: κ / σ ep κ / β t u() t = + ep( κ / β t) (3) dan nantinya bentuk persamaan (3) dapat diubah menjadi bentuk fungsi trigonometri berikut: u t = κ / σ sech κ / β t (33) () sehingga akhirnya solusi dari persamaan LS dalam bentuk persamaan () yang diinginkan dapat dituliskan sebagai berikut: i z E z, t = κ / σ sech κ / β t e κ (34) dengan bentuk profilnya diberikan pada gambar 7. Jelas bahwa solusi yang diperoleh merupakan solusi yang terlokalisasi dengan ekor-ekor menuju nol. Dalam fisika, solusi ini dinamakan sebagai soliton. u u = (35a) β 3 u = κu+ σ u (35b) jelas terlihat bahwa titik-titik kritis untuk sistem persamaan (35) adalah: u =, u = (36a) κ u = ±, u = (36b) σ dan harga eigen yang terkait dengan masingmasing titik kritis diberikan oleh penyelesaian dari konstruksi matriks Jacobian, dan hasil yang didapat: κ λ = ± (37a) β κ λ =± β (37b) untuk kasus β < dan κ > dapat dengan mudah disimpulkan bahwa titik kritis (36a) merupakan sebuah titik Sadel, sedangkan titik kritis (36b) merupakan titik Center. Sebelum meninjau bentuk trayektori solusi berdasarkan proses linierisasi, perlu disadari bahwa sistem persamaan (35) membentuk suatu sistem Hamiltonian dengan fungsi Hamiltonian terkait diberikan oleh: κ σ 4 H = u + u + u 4 β (38) dimana persamaan (35) memenuhi persamaan kanonik u = H / u dan u = H / u. Mengingat pada titik (,) merupakan titik Sadel, maka nilai Hamiltonian untuk trayektori yang terkait dengan titik tersebut adalah H =. Dengan demikian, sambil memeperhatikan kenyataan bahwa terdapat a buah titik Center dan sebuah titik Sadel di titik asal, maka bentuk trayektori yang dimaksud adalah Seperti yang diilustrasikan pada gambar 8 berikut. Gambar 7 Profil solusi persamaan (34) 4. Analisis Sistem Dinamik Solusi Satu Soliton onlinier Schroedinger (LS) Untuk melihat makna dari solusi soliton LS persamaan (34) dalam bahasa dinamika sistem maka tinjau kembali persamaan () dalam bentuk PDB orde satu dengan memisalkan u = dan u didapatkan: = u u Gambar 8 Pola Trayektori untuk kasus β < dan κ > dan sesuai pula dengan persamaan (38) untuk kasus H = kemudian untuk kasus β > dan κ > dapat dengan mudah pula diketahui bahwa untuk
8 titik kritis (36a) merupakan sebuah titik Center, sedangkan untuk titik kritis (36b) merupakan titik Sadel. Berdasarkan persamaan (35) diketahui bahwa: u () t κ β sech κ t tanh κ = t σ β β (39) dengan menggunakan aplikasi Mapple, dapat diperlihatkan bahwa untuk rentang < t < maka diperoleh dalam gambar 9, pola trayektori dari persamaan (39) yang dikombinasikan dengan: κ κ u () t = u () t = sech t σ β (4) secara implisit dalam bidang ( u( t), u( t) ). Terlihat bahwa kombinasi tersebut cocok dengan trayektori dari hamiltonian dengan H = pada bagian kurva tertutup bagian kanan. Kurva tertutup bagian kiri dari gambar 9 terkait dengan solusi u u, dimana berdasarkan transformasi ini persamaan (35) merupakan persamaan yang invarian. Gambar 9 Pola aliran Trayektori persamaan (39) yang dikombinasikan dengan persamaan (4) amun, jika kembali mengacu pada persamaan (34) dapat dengan mudah dilihat bahwa agar persamaan tersebut terkait dengan suseptibilitas orde tiga dimana σ > maka kondisi yang harus dipenuhi adalah ketika β < dan κ > agar fungsi u merupakan fungsi riil. Kondisi perambatan dengan nilai β < secara teoritis terkait dengan sebuah keadaan dispersi anomali. 5. Integral dan Fungsi Eliptik Untuk memahami permasalahan ini, berikut akan ditunjukan sebuah bentuk integral yang sering dijumpai dalam permasalahan Fisika seperti pada kasus banl sederhana yaitu: ϕ F( ϕ, k) = (4) k sin ϕ integral pada persamaan (4) dinamakan sebagai integral eliptik jenis pertama dan: ϕ E(, k) = k sin d ϕ ϕ ϕ (4) dikenal sebagai integral eliptik jenis kea. Dimana nilai k berada pada rentang nilai k. ilai k pada persamaan tersebut merupakan sebuah molus dan ϕ merupakan sebuah amplitudo dari integral eliptik pada persamaan (4) dan (4). Integral eliptik dinamakan sebagai integral eliptik lengkap jika amplitudo pada persamaan bernilai π ϕ =. Integral pada persamaan (4) dan (4) merupakan integral eliptik versi Legendre. Melalui transformasi: = sinϕ dengan nilai d =, sehingga diperoleh bentuk lain sebagai berikut yaitu[8,9,3]: d F(, k ) = (43) k k E(, k) = d (44) yang dinamakan integral eliptik versi Jacobi. Bentuk integral eliptik baik dalam versi Legendre maupun Jacobi tidak dapat secara umum dievaluasi secara analitik. ilainilainya untuk amplitudo tertentu disediakan dalam bentuk tabel yang diperoleh secara numerik. Tinjau bentuk integral eliptik Jacobi (43). Jika diambil k = maka dapat dengan mudah diperoleh: d u = = sin (45) dimana u F(,), jika dilakukan inversi terhadap persamaan (45) maka diperoleh hasil sin u =. Dengan memperluas cara pandang untuk kasus k dan dengan mendefinisikan secara umum nilai u F (, k), maka serupa dengan persamaan (45) dapat dituliskan bentuk bagi sembarang integral eliptik terkait: d u = = sn (46) k dan serupa pula dengan persamaan (45), invers dari persamaan (46) adalah sn u = = sinϕ. Dimana secara lebih khusus
9 fungsi sn u dikenal dalam matematik sebagai fungsi eliptik Jacobi[8,9,3]. Mirip dengan fungsi trigonometrik, dapat pula didefinisikan fungsi eliptik Jacobi cn u melalui hubungan: cn u = sn u = cosϕ (47) kemudian tinjau kembali integral eliptik versi Legendre pada persamaan (4), jelas terlihat: = k sin ϕ (48) dan berdasarkan hubungan (48) dapat pula didefinisikan fungsi dn u melalui perumusan berikut ini yaitu: dn u = = k sn u (49) dengan demikian, jelas bahwa fungsi fungsi tersebut memenuhi hubungan: cn u+ sn u = dn u+ k sn u = (5) (5) kemudian, untuk mengetahui turunan pertama bagi masing-masing fungsi terhadap variabel u, maka diperoleh hasil sebagai berikut: ( sn ) ( sinϕ ) d u d = = cosϕ = cn u dn u d( cn u) d( cosϕ ) = = sinϕ = sn u dn u d( dn u) d = ( k sinϕ ) = k sinϕ cosϕ = k sn ucn u k sinϕ METODE PEELITIA (5) (53) (54). Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 9 sampai dengan bulan Desember 9. Dan tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB).. Peralatan Pada penelitian kali ini alat yang digunakan berupa laptop milik pribadi dengan processor Intel (R) Core (TM) Duo CPU dengan memory GB dan menggunakan Windows Vista Home Basic. Lalu pada penelitian ini juga menggunakan bantuan Software Mapple dan Mathematica 7. 3. Metode Penelitian 3. Studi Pustaka Pada penelitian ini studi pustaka dimulai dari pemecahan solusi satu persamaan LS melalui pendekatan analisis sistem dinamik. Kemudian dengan proses yang sama maka persamaan mos tergandeng yang didapatkan dari perluasan persamaan LS dapat diselesaikan secara eksak pula. Dan dengan bantuan ketiga fungsi eliptik, maka dapat diketahui perilaku trayektori solusinya dalam bidang fasa. 3. Penurunan Solusi Secara Eksak Proses ini dilakuakan untuk mengetahui perilaku persamaan 55 dan 56 secara analitik, melalui pendekatan sistem dinamik. 3.3 Analisa Solusi Dengan Mapple dan Mathematica 7 Proses ini dilakukan untuk menganalisis hasil visualisasi gambar trayektori solusi yang didapatkan oleh kea software yang digunakan. Sebenarnya dalam menunjukan bentuk trayektori solusi beserta aliran trayektorinya akan lebih baik menggunakan software Mathematica, namun dalam teknis pengerjaannya lebih mudah dikerjakan pada software Mapple, karena dalam Mapple sintaks yang digunakan lebih sederhana. Berbeda sekali dengan software Mathematica yang menggunakan algoritma pemrograman. amun demikian hasil gambar yang diperoleh akan sama saja bentuknya, perbedaanya hanya dari segi tampilannya saja. HASIL DA PEMBAHASA. Solusi Eksak Soliton Optik onlinier Melalui Metode Sistem Dinamik Adanya propagasi gelombang soliter dalam molasi nonlinier kisi Bragg optik yang menimbulkan ketidakseragaman distribusi medan listrik melintang sepanjang sumbu telah dipelajari sebelumnya untuk pilihan yang lebih spesifik pada sistem parameternya[] dengan mengabaikan efek pembenng yang disebabkan oleh kondisi batas konvensional yang nantinya sangat diperhitungkan dalam proses pemebentukan gelombang. Ketidakseragaman proses distribusi medan transversal muncul dari