BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya"

Transkripsi

1 1 BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya Perhatikan persamaan Schrodinger satu dimensi bebas waktu yaitu: d + V (x) ( x) E( x) m dx d ( x) m + (E V(x) ) ( x) 0 dx (3-1) (-4) Suku-suku yang berada di dalam kurung tersebut adalah operator. Operator adalah lambang matematika, yang memberi isyarat untuk mengubah suatu fungsi menjadi fungsi lain sesuai dengan operator yang dioperasikan. Contoh: D adalah operator diferensial yang tugasnya menurunkan suatu fungsi terhadap variabel/koordinat x. Pengoperasian D terhadap f(x) adalah D f(x) = f ' (x).

2 Contoh: 1) D (x + 5x + 6) = 4x + 5. ) Operator 3 adalah operator yang melipat tigakan suatu fungsi sehingga 3 (x + 5 e x ) = 3x + 15 e x. 3) Ada operator-operator lain seperti operator akar, logaritma, operator trigonometri dan lainlain yang tugasnya mengubah suatu fungsi menjadi fungsi lain. Secara umum jika operatot A mengubah f (x) menjadi fungsi g (x), maka ditulis A f (x) = g (x). Jumlah dan selisih dua buah operator A dan B didefinisikan oleh persamaan berikut: A B f ( x) Af ( x) Bf ( x) (3-) A B f ( x) Af ( x) Bf ( x ) Perkalian dua buah operator A dan B didefinisikan oleh persamaan berikut: A. B f (x) = A [B f (x) ] (3-3)

3 3 Dengan merujuk pada (3-3) berarti, yang beroperasi lebih dahulu terhadap fungsi adalah operator yang paling kanan baru kemudian operator yang kiri. Sudah barang tentu jika kita jumpai penulisan: B. A f(x) maka yang dioperasikan dulu harus A baru kemudian B. Yang perlu dipertanyakan adalah samakah A B f(x) dengan B A f(x). Pada umumnya A.B B. A. Tetapi untuk kasus-kasus khusus, dapat saja terjadi A.B = B. A. Contoh 1: Diketahui A = d/dx ; B = 3 sedang f (x) = x + 5. Akan kita selidiki apakah A.B =B. A jika dioperasikan pada f (x) Jawab: A.B f (x) = d/dx. 3 ( x + 5) = d/dx. [3 ( x + 5) ] = d/dx ( 3x + 15) = 6 x B. A = 3. d/dx ( x + 5) =3. [d/dx ( x + 5) ]

4 4 = 3 ( x) = 6 x Jadi A.B = B. A atau A.B B. A = 0 Contoh : Diketahui A = d/dx ; B = x sedang f (x) = x + 5. Akan kita selidiki apakah A.B = B. A jika dioperasikan pada f (x) Jawab: A.B f (x) = d/dx. x ( x + 5) = d/dx. [ x ( x + 5) ] = d/dx (x 4 + 5x ) = 4x x B. A = x. d/dx ( x + 5) = x. [d/dx ( x + 5) ] = x ( x) = x 3 Jadi A.B B. A atau A.B B. A 0

5 5 Commutator, Commute dan Non Commute Jika kita mempunyai dua operator misal A dan B maka A.B B A disebut commutator A dan B dan ditulis A, B. Jadi A, B = A.B B. A = 0 (3-4) Dua buah commutator disebut commute jika A, B = 0 dan disebut non commute jika A, B 0. Contoh 3: Diketahui 3 buah operator yaitu operator A = d/dx (supaya praktis d/dx ditulis D) ; operatot B = x dan operator C = 3. Tentukan: a. Commutekah operator A dan B b. Commutekah operator A dan C Jawab: Caranya dicari dulu commutator pasangan tersebut. Untuk soal (a) harus ditentukan dulu commutator A, B. Untuk ini A, B dioperasikan terhadap sembarang fungsi gelombang misal fungsi F.

6 6 a. A, B F = A B B. A. F = A.B F B. A F = D. x F x. DF = F + x DF x DF = F A, = 1 A dan B non commute. Jadi B b. A, C F = AC C. A. F = A.C F C. A F = D. 3 F 3 D F = 3 DF 3 D F = 0 pasangan A dan C commute Contoh 4: Tentukan harga kuadrat dari ( d/dx + x ). Jawab: Untuk menentukan ( d/dx + x ) maka kita operasikan operator tersebut pada sembarang fungsi F, dan supaya praktis d/dx ditulis D. ( D + x ) F = ( D + x ) ( D + x ) F = A.B F = ( D + x ) ( D F + x F ) = D F + D x F + x D F + x F = D F + F Dx + x DF + x DF + x

7 7 = D F + F + x DF + x F = ( D + x D + x + 1 ) F Jadi: ( D + x ) = ( D + x D + x + 1 ) Catatan: Dari contoh di atas tampak bahwa kuadrat jumlah operator tidak sama dengan kuadrat jumlah pada operasi aljabar. 3. Fungsi Eigen dan Nilai Eigen Jika operator mengubah fungsi f(x) menjadi fungsi baru yang merupakan kelipatan k kali fungsi asalnya sehingga terdapat hubungan: A f(x) = k.f(x) (3-5) dengan k adalah konstanta, maka f(x) disebut fungsi eigen dari operator A sedang k disebut nilai eigen. Contoh 5 : Diketahui operator d/dx dan dua buah fungsi yaitu F(x) = sin 3x dan fungsi G(x) = A e 3x. Tentukan fungsi yang mana yang eigen terhadap operator d/dx?

8 8 Jawab: Kita selidiki dulu: d/dx F(x) = d/dx (sin 3 x ) = 3 cos 3x F(x) bukan fungsi eigen dari d/dx sebab fungsi hasilnya yaitu 3 cos 3 x tidak merupakan kelipatan fungsi asalnya yaitu sin 3x. Selanjutnya kita selidiki operasi d/dx terhadap G(x): d/dx G(x) = d/dx (A e 3 x ) = 3 A e 3 x = 3 G(x) Karena hasil operasi merupakan kelipatan fungsi asalnya, maka G(x) merupakan fungsi eigen terhadap operator d/dx dengan nilai eigen = 3. Contoh 6: Diketahui bahwa F(x) adalah fungsi eigen dari operator A dengan nilai eigen = c. Buktikan bahwa fungsi cf(x) juga eigen terhadap operator A dengan nilai eigen yang sama. Jawab : Dari pernyataan bahwa F(x) adalah fungsi eigen dari operator A dengan nilai eigen = c maka dapat ditulis: A F(x) = c F(x)

9 9 Selanjutnya kita selidiki A cf(x): Ac F(x) = c AF(x) = c. c F(x) terbukti 3.3 Operator Mekanika kuantum Operator mekanika kuantum antara lain operator Hamilton atau operator energi yaitu H dan operator energi kinetik yaitu T. Menurut persamaan (1-5) dan (1-6) bab I: H d = + V m dx T d = m dx Secara lebih umum d /dx biasa ditulis sehingga : H = m + V (3-6) T = m (3-7) Karena energi potensial hanya merupakan fungsi koordinat (tak gayut waktu) dan sama sekali tidak berhubungan dengan harga momentum, sehingga

10 10 energi potensial tidak dipengaruhi oleh prinsip ketidakpastian Heissenberg. Selain dua jenis operator mekanika kuantum ada operator momentum linear satu dimensi yaitu p x. Dalam mekanika klasik kita tahu bahwa p x = m v x dengan m adalah massa partikel dan v x kecepatan dalam arah x. Hubungan antara energi kinetik T dengan p x dalam mekanika klasik adalah: T = atau p x = p x m = ½ mv = (m/m).1/ m.v.v mt (3-8) Jika kita masukkan T pada (3-7) menggantikan T pada (3-8) maka kita peroleh operator momentum linear satu dimensi yaitu: T = m (3-7) p x = mt (3-8)

11 11 p x = p x = 1 m m m m d d = (i/i).-i. = (/i) dx dx p d x = i dx (3-9) Analog dengan (3-9) maka: p d y = i dy p d z = i dz = (/i) d dy = (/i) d dz (3-10) (3-11) Untuk Apakah Operator-operator Kuantum itu? fungsi gelombang dapat memberikan informasi mengenai gerak partikel yang diwakilinya. Jika kita ingin mendapatkan informasi mengenai momentum, maka kita operasikan operator momentum terhadap. Jika ternyata merupakan fungsi eigen bagi operator momentum, maka nilai eigennya adalah momentum yang kita cari.

12 1 Jika kita butuh harga energi kinetik, maka kita operasikan operator energi kinetik terhadap. Jika ternyata merupakan fungsi eigen terhadap operator energi kinetik maka nilai eigennya adalah energi kinetik yang kita cari. Bagaimana jika tidak merupakan fungsi eigen bagi operator tertentu? Untuk ini maka informasi mengenai suatu besaran, dapat dicari dengan menghitung harga rata-ratanya. Dipostulatkan bahwa jika Operator p x adalah operator yang berhubungan dengan besaran b, maka rata-rata harga b dinyatakan oleh: < b > = * B d (3-11) all space dengan * adalah konjugate dari. Untuk fungsi real * = sedang untuk fungsi kompleks, * adalah yang i-nya diganti i. Contoh 1: Dengan menggunakan fungsi gelombang partikel dalam kotak satu dimensi, tentukan:

13 13 a) harga p x b) harga rata-rata p x c) harga energi kinetik partikel

14 Persamaan Schrodinger 3 Dimensi Untuk Banyak Partikel Persamaan Schrodinger Bebas Waktu 3 dimensi untuk sebuah partikel adalah: m + V = E (3-1) m + V operator Hamilton H, jadi H = m + V (3-13) dengan adalah operator Laplace, yang dalam koordinat rektangular adalah: = x + + y z (3-14) sedang dalam koordinat polar adalah:

15 15 = + 1 r..r 1 +..sin r r r sin 1 sin r (3-15) Suku pertama ruas kanan persamaan Hamilton (3-13) disebut operator energi kinetik, yaitu: T = m (3-16) Sekarang kita akan membahas sistem yang terdiri atas n partikel. Kita misalkan partikel ke i mempunyai massa m i dan koordinat x i, y i, z i dengan i = 1,, 3,.... n. Energi kinetik sistem adalah total dari energi kinetik masing-masing partikel, jadi: T = m 1 m n m 3 m n (3-17) atau

16 16 T = n i1 m i i (3-18) Selanjutnya kita amati fungsi energi potensialnya. Kita tahu untuk 1 buah partikel 1 dimensi, energi potensialnya hanya ditentukan oleh koordinat x, jadi: V = V(x) Untuk 1 partikel dalam 3 dimensi, energi potensial ditentukan oleh masing-masing sebuah koordinat x, y dan z, jadi: V = V ( x, y, z) Jika sistem terdiri atas n partikel dalam 3 dimensi, maka energi potensialnya tentu ditentukan oleh 3n koordinat, yaitu: V = V( x 1, y 1, z 1, x, y, z x n, y n z n ) (3-19) Dengan demikian operator Hamilton untuk n partikel dalam 3 dimensi adalah: H n = i + V (x z n ) (3-0) i1 m i Selanjutnya persamaan Schrodinger untuk sistem n partikel dalam 3 dimensi adalah:

17 17 ) z V (x n 1 1 n i i m i = E (3-1) dengan adalah fungsi gelombang bebas waktu n partikel dalam 3 dimensi, jadi: = (x z n ) (3-) Sebagai contoh: Untuk dua partikel yang koordinatnya (x 1, y 1, z 1 ) dan (x, y,z ) sehingga jaraknya adalah { (x 1 x ) + (y 1 y ) + (z 1 z ) } 1/, maka energi potensialnya (berbanding terbalik dengan jaraknya) adalah V = 1/ z y x z y x c, jadi persamaan Schrodinger bebas waktunya adalah: E z y x m z y x m 1/ z y x z y x c (3-3) = (x 1, y 1, z 1, x, y, z )

18 18 Dipostulatkan oleh Bohr, untuk sistem 1 partikel dalam 1 dimensi, probabilitasnya adalah: ( x, t) dx (3-4) Untuk sistem 1 partikel dalam 3 dimensi, probabilitasnya adalah: ( x, y, z, t) dx dy dz (3-5) Untuk sistem n partikel dalam 3 dimensi, probabilitasnya adalah: ( x1, y1, z1, x... zn, t) dx1 dy1 dz1 dx... dzn (3-6) Sedang kondisi normalisasinya adalah:... ( x1, y1, z1, x... zn, t) dx1 dy1 dz1 dx... dz = 1 (3-7) Dalam mekanika kuantum, (3-6) biasa ditulis: d (3-8) Sedang (3-7) biasa ditulis: d = 1 (3-9) n

19 19 Catatan: 1) Penulisan fungsi gelombang dengan psi kapital, berarti fungsi koordinat dan waktu, ) jika ditulis dengan psi huruf kecil atau, berarti fungsi gelombangnya hanya fungsi koordinat saja dan tidak bergantung waktu. Hubungan antara dan adalah: iet / (x,t) = e (x) (3-30) Fungsi gelombang disebut fungsi stasioner, jika: = (3-31)

20 0 3.5 Partikel Dalam Kotak 3 Dimensi Fungsi Gelombang Partikel Dalam Kotak Tiga Dimensi Fungsi gelombang sebuah partikel dalam satu dimensi yang panjang kotaknya a dengan energi potensial dalam kotak = 0, yaitu: (x) = 1/ n sin x a a Bisa jadi a = b = c atau tidak. dengan (x) adalah fungsi gelombang untuk arah x. Analog dengan ini maka untuk arah y dan arah z yang panjang kotaknya berturut-turut adalah b dan c, fungsi gelombangnya adalah: 1/ n (y) = sin y b b (z) = 1/ n sin z c c Fungsi gelombangnya dalam tiga dimensi, yaitu: 1/ (x, y, z) =.. n n n sin x sin y sin z abc a b c (3-3)

21 1 dengan n = 0, 1,... dan seterusnya. Karena n untuk arah masing-masing tidak harus sama, maka persamaan (3-3) sebaiknya ditulis: 1/ (x, y, z) = 8 n x n y n z sin x sin y sin z abc a b c (3-33) Jika kotaknya berbentuk kubus, jadi a = b = c, maka persamaan (3-33) dapat ditulis: (x, y, z) = a 3/ n n y n sin x sin y sin a a a (3-34) z z z

22 Energi Partikel Dalam Kotak Tiga Dimensi dan Pengertian Degeneracy Untuk menentukan energi Partikel Dalam Kotak Tiga Dimensi maka yang perlu kita lakukan adalah memasukkan (x, y, z) ke dalam persamaan Schrodinger bebas waktu. Dengan memasukkan V = 0 akan kita peroleh: h n n E = x y nz 8 (3-35) m a b c Jika kotak berbentuk kubus, jadi a = b = c, maka, persamaan (3-35) boleh ditulis: h E = n x ny nz (3-36) 8ma Terdapat kebiasaan orang menyatakan n x, n y dan n z sebagai indek untuk mengetahui state dari fungsi gelombang yang bersangkutan. Sebagai contoh: Jika n x = 1 ; n y = 1 dan n z = 1, maka fungsi gelombang dan energinya (kotaknya berbentuk kubus)

23 3 h 111 dengan energi E =.3 8ma Jika n x = ; n y = 1 dan n z = 1, maka fungsi gelombang dan energinya (kotaknya berbentuk kubus) h 11 dengan energi E =. 6 8ma Jika n x = 1 ; n y = dan n z = 1, maka fungsi gelombang dan energinya (kotaknya berbentuk kubus) h 11 dengan energi E =. 6 8ma Jika n x = 1 ; n y = 1 dan n z =, maka fungsi gelombang dan energinya (kotaknya berbentuk kubus) h 11 dengan energi E =. 6 8ma dan seterusnya sehingga kita dapat membuat tabel energi sebagai berikut:

24 4 Fungsi Gelombang Energi Fungsi Gelombang Energi E o E o E o E o 1 9 E o E o 1 9 E o 14 E o 1 9 E o 14 E o 113 dan seterusnya E o 11 E o Catatan: Dalam rangka kepraktisan maka E o = h /8ma Dari tabel di atas tampak bahwa ada fungsi-fungsi gelombang berbeda yang energinya sama. Contoh yang energi levelnya 6E o ada 3 fungsi yaitu 11, dan 11. Energi level 9E o dan 11E o juga dimiliki oleh 3 fungsi gelombang,

25 5 energi level 14E 0 terdiri atas 6 fungsi gelombang. Beberapa fungsi gelombang berbeda tetapi energinya sama disebut degenerate. Sedang banyaknya fungsi gelombang untuk energi level tertentu disebut tingkat degenerasi. Jadi tingkat degenerasi untuk energi level 6E o adalah 3 dan disebut three fold degeneracy. Jika tingkat degenerasinya = 6 seperti pada energi level 14 E o maka ia disebut six fold degeneracy. 3.6 Kombinasi linear Fungsi-Fungsi Degeneracy dan Himpunan Linearly Independent Teoremanya adalah sebagai berikut: Jika terdapat n buah fungsi gelombang yang saling independen yaitu 1,... n yang mempunyai energi yang sama yaitu misal W. sehingga berlaku: H 1 = W 1 ; H = W ; H n = W n (3-37)

26 6 maka sembarang kombinasi linear dari fungsifungsi tersebut juga mempunyai energi level W. Teorema di atas akan kita buktikan. Jika kita mempunyai n buah fungsi gelombang yaitu 1,. n dan kombinasi linear dari fungsi-fungsi tersebut kita sebut, maka hubungan antara dengan 1,... n adalah: = c c +... c n n (3-38) Kita harus membuktikan bahwa energi level juga W yang dalam bahasa mekanika kuantum kita harus membuktikan bahwa H = W. Bukti: H = H (c c +... c n n ) = H c H c +... H c n n = c 1 H 1 + c H +... c n H n = c 1 W 1 + c W +... c n W n = W (c c +... c n n ) = W (terbukti) Sebagai contoh, fungsi gelombang stasioner 11, 11 dan 11 untuk partikel dalam kotak berbentuk kubus adalah degenerate dengan energi level 6E 0

27 7 dengan demikian maka kombinasi linearnya yaitu c c 11 + c 3 11 juga mempunyai energi yang sama yaitu 6Eo. Karena c 1, c dan c 3 adalah sembarang bilangan konstan, maka kita dapat membuat kombinasi linear yang tak terhingga banyaknya, yang berasal dari ketiga fungsi gelombang tersebut. Meskipun kita dapat membuat kombinasi linear yang tak terhingga banyaknya namun secara aktual kita hanya tertarik pada kombinasi fungsi eigen yang linearly independent. Suatu himpunan n fungsi f1, f.... fn adalah linearly independent jika c 1. f 1 + c f c n fn = 0 hanya dapat dipenuhi manakala c1 = c =.... cn = 0. Dengan perkataan lain himpunan fungsi akan linearly independent jika tidak ada salah satu fungsipun dari himpunan tersebut yang merupakan kombinasi linear dari fungsi yang lain. Contoh: Suatu himpunan fungsi terdiri atas f1 = 3x ; f = 5x x dan f3 = x adalah bukan linearly independent karena c1 f1 + c f + c3 f3 = 0 dapat dipenuhi oleh c1 = 1/3; c = 1 dan c3 = 5. Padahal disebut linearly independen jika c1 = c = c3 = 0.

28 8 3.7 Persyaratan-persyaratan fungsi gelombang dalam Mekanika Kuantum Fungsi gelombang pada dasarnya adalah fungsi matematik, tetapi harus diingat bahwa tidak semua fungsi matematik adalah fungsi gelombang. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh fungsi gelombang adalah 1) kontinus. ) Harga * d harus eksis (dapat dihitung) Bagi partikel yang berada dalam bound system, maka * d adalah probabilitas, untuk mengevaluasinya kita harus mengintegralkan. Jika integral tersebut eksis, maka dikatakan bahwa adalah quadratically integrable, dan ini merupakan syarat yang kedua bagi fungsi gelombang partikel dalam bound system. Dengan logika terbalik, maka dapat dinyatakan fungsi gelombang yang tidak quadratically integrable adalah fungsi gelombang untuk

29 9 partikel dalam unbound system atau pada partikel bebas. 3) Fungsi harus bernilai tunggal karena * harus bernilai tunggal Kita telah tahu bahwa * adalah probabilitas kerapatan partikel, karenanya ia harus bernilai tunggal (singled valued). Akan sangat membingungkan jika diperoleh dua harga berbeda dalam perhitungan probabilitas menjumpai partikel pada titik tertentu. Sebagai tambahan, biasanya juga disyaratkan bahwa selain harus kontinus, turunan-turunannya juga harus kontinus. Fungsi gelombang yang memenuhi persyaratanpersyaratan di atas disebut well behaved. Jadi suatu fungsi disebut well behaved jika: (1) kurvanya dan kurva turunannya kontinus, () bersifat quadratically integrable dan (3) bernilai tunggal.

30 30 Soal-Soal Bab 3: 1. Jika g = A f, tentukanlah g jika: a) A = d/dx dan f = cos (x + 1) b) A = 5 dan f = sin x c) A = ( ) dan f = sin x d) A = exp dan f = ln x e) A = d / dx dan f = ln 3x. Nyatakanlah entitas berikut, termasuk fungsi atau operator? a) A f(x) b) B A f(x) c) A B f(x) d) f(x) A e) [ A, B] f) f(x) A B jfg(x) 3) Jika D = d/dx buktikan bahwa (D + x ) (D x ) = D x 1 4) a. Buktikan bahwa untuk sembarang operator berlaku ( A + B) = (B + A). b. Kapan ( A + B) = A + A B + B?

31 31 5) Apakah artinya, jika sebuah operator berpangkat nol? 6) Buktikanlah commutator identitas [ A, B] = [B, A] 7) Tentukanlah: a) [ sin z, d/dz ] b) [d /dx, ax + bx + c ] c) [d/dx, d /dx ] 8. Manakah di antara fungsi-fungsi berikut yang merupakan fungsi-eigen dari d /dx? a) e x b) x c) sin x d) 3 cos x e) sin x + cos x Tentukan nilai eigennya, jika fungsinya adalah fungsi eigen. 9. Tentukan operator momentum untuk besaran fisik berikut: a) p b) x p y y p x c) (x p y y p x ) 3 x

32 3 10. Evaluasilah commutator berikut: a) [x, p x ] b) [x, p x ] c) [x, p y ] d) [x, H ] dengan H adalah operator Hamilton; e) [x y z, p x ] 11. Sebuah elektron berada dalam kotak tiga dimensi dengan a = 1 nm, b = nm dan c = 5 nm. Tentukan berapa probabilitasnya agar pada pengukuran posisinya akan dijumpai elektron pada batas-batas 0 < x < 0,4 nm ; 1,5 nm < y < nm dan 0 < z < 5 nm? 1. Apakah fungsi gelombang partikel dalam kotak tiga dimensi, merupakan fungsi eigen terhadap operator-operator berikut: a) p x b) p c) d) x p x z 13. Jika tak ternormalisasi, dan A adalah suatu bilangan konstan yang membuat A menjadi

33 33 ternormalisasi, maka tentukan A dinyatakan dalam. (Catatan: A disebut faktor normalisasi) 14. Dalam mekanika kuantum istilah state tidak sama dengan istilah energi level. Untuk partikel dalam kotak berbentuk kubus tentukan ada berapa state dan ada berapa energi level yang terletak pada rentang E < 15 h /8ma? 15. Jika h /8ma disebut Eo, tentukan berapa tingkat degeneracy dari energi level: a) 3 Eo b) 1 Eo c) 7 Eo? 16. Mana di antara himpunan berikut yang merupakan himpunan fungsi independen secara linear (Linearly independent function? a) x ; x ; x 6 b) 8, x, x, 3x 1 ; c) sin x, cos x d) sin x, cos x, e ix ===000====

34 34 1. Gantilah ungkapan mekanika klasik berikut dengan operator mekanika kuantum yang sesuai mv T = p = mv, dalam ruang 3 dimensi momentum angular komponen y: L y = zp x -zp z Petunjuk: p x T = m p = mv d p x = i dx T d = m dx T = m d i -i.i dx i = x d dx + +. Pasangkan fungsi eigen dalam kolom B dengan operatornya dalam kolom A. Berapakah harga eigen dari masing-masing fungsi eigen? y z No. Kolom A Kolom B

35 d d 4x 4 1x + 3 dx dx 5x d 4 dx d e 3x + e -3x x dx x d 4x + x dx (1-x ) ( x ) d dx d x (1 x) dx v-i,ii-iii,i-ii,iv-v d dx 4x 3 3x 3. Partikel bermasa m bergerak dalam box 1 dimensi sepanjang L dengan batas pada x = 0 dan x = L. Jadi V(x) = 0 utk 0 x L dan V(x) = selainnya. Fungsi eigen ternormalisasi Hamiltonian utk sistem ini adalah n (x) = nx n Sin, dengan E n =, dimana L L ml bilangan kuantum n = 1,,3, Asumsikan bahwa partikel berada dalam keaaan eigenstate

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. Kriteria apa saa yang dapat digunakan untuk menentukan properti

Lebih terperinci

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D Keadaan Stasioner Pada pembahasan sebelumnya mengenai fungsi gelombang, telah dijelaskan bahwa potensial dalam persamaan

Lebih terperinci

BAB IV OSILATOR HARMONIS

BAB IV OSILATOR HARMONIS Tinjauan Secara Mekanika Klasik BAB IV OSILATOR HARMONIS Osilator harmonis terjadi manakala sebuah partikel ditarik oleh gaya yang besarnya sebanding dengan perpindahan posisi partikel tersebut. F () =

Lebih terperinci

PARTIKEL DALAM BOX. Bentuk umum persamaan orde dua adalah: ay" + b Y' + cy = 0

PARTIKEL DALAM BOX. Bentuk umum persamaan orde dua adalah: ay + b Y' + cy = 0 1 PARTIKEL DALAM BOX Elektron dalam atom dan molekul dapat dibayangkan mirip partikel dalam box. daerah di dalam box tempat partikel tersebut bergerak berpotensial nol, sedang daerah diluar box berpotensial

Lebih terperinci

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI Atom terdiri dari inti atom yang dikelilingi oleh elektron-elektron, di mana elektron valensinya bebas bergerak di antara pusat-pusat ion. Elektron valensi geraknya

Lebih terperinci

LIMIT FUNGSI. A. Menentukan Limit Fungsi Aljabar A.1. Limit x a Contoh A.1: Contoh A.2 : 2 4)

LIMIT FUNGSI. A. Menentukan Limit Fungsi Aljabar A.1. Limit x a Contoh A.1: Contoh A.2 : 2 4) LIMIT FUNGSI A. Menentukan Limit Fungsi Aljabar A.. Limit a Contoh A.:. ( ) 3 Contoh A. : 4 ( )( ) ( ) 4 Latihan. Hitunglah nilai it fungsi-fungsi berikut ini. a. (3 ) b. ( 4) c. ( 4) d. 0 . Hitunglah

Lebih terperinci

Bab 16. LIMIT dan TURUNAN. Motivasi. Limit Fungsi. Fungsi Turunan. Matematika SMK, Bab 16: Limit dan Turunan 1/35

Bab 16. LIMIT dan TURUNAN. Motivasi. Limit Fungsi. Fungsi Turunan. Matematika SMK, Bab 16: Limit dan Turunan 1/35 Bab 16 Grafik LIMIT dan TURUNAN Matematika SMK, Bab 16: Limit dan 1/35 Grafik Pada dasarnya, konsep limit dikembangkan untuk mengerjakan perhitungan matematis yang melibatkan: nilai sangat kecil; Matematika

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world Catatan Kuliah MA20 KALKULUS 2A Do maths and you see the world disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 203 Catatan kuliah ini ditulis

Lebih terperinci

Hendra Gunawan. 16 Oktober 2013

Hendra Gunawan. 16 Oktober 2013 MA1101 MATEMATIKA 1A Hendra Gunawan Semester I, 2013/2014 16 Oktober 2013 Latihan (Kuliah yang Lalu) 1. Diketahui g(x) = x 3 /3, x є [ 2,2]. Hitung nilai rata rata g pada [ 2,2] dan tentukan c є ( 2,2)

Lebih terperinci

Catatan Kuliah KALKULUS II BAB V. INTEGRAL

Catatan Kuliah KALKULUS II BAB V. INTEGRAL BAB V. INTEGRAL Anti-turunan dan Integral TakTentu Persamaan Diferensial Sederhana Notasi Sigma dan Luas Daerah di Bawah Kurva Integral Tentu Teorema Dasar Kalkulus Sifat-sifat Integral Tentu Lebih Lanjut

Lebih terperinci

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia BAB II. FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN Fungsi dan Operasi pada Fungsi Beberapa Fungsi Khusus Limit dan Limit

Lebih terperinci

FUNGSI GELOMBANG. Persamaan Schrödinger

FUNGSI GELOMBANG. Persamaan Schrödinger Persamaan Schrödinger FUNGSI GELOMBANG Kuantitas yang diperlukan dalam mekanika kuantum adalah fungsi gelombang partikel Ψ. Jika Ψ diketahui maka informasi mengenai kedudukan, momentum, momentum sudut,

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Oleh Hendra Gunawan, Ph.D. Departemen Matematika ITB Sasaran Belajar Setelah mempelajari materi Kalkulus Elementer I, mahasiswa diharapkan memiliki (terutama):

Lebih terperinci

= (2) Persamaan (2) adalah persamaan diferensial orde dua dengan akar-akar bilangan kompleks yang berlainan, solusinya adalah () =sin+cos (3)

= (2) Persamaan (2) adalah persamaan diferensial orde dua dengan akar-akar bilangan kompleks yang berlainan, solusinya adalah () =sin+cos (3) 2. Osilator Harmonik Pada mekanika klasik, salah satu bentuk osilator harmonik adalah sistem pegas massa, yaitu suatu beban bermassa m yang terikat pada salah satu ujung pegas dengan konstanta pegas k.

Lebih terperinci

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS PREVIEW KALKULUS TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Mahasiswa mampu: menyebutkan konsep-konsep utama dalam kalkulus dan contoh masalah-masalah yang memotivasi konsep tersebut; menjelaskan menyebutkan konsep-konsep

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Pada Bidang Bentuk Vektor dari KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-9) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Pada Bidang Bentuk Vektor dari 1 Definisi Daerah Sederhana x 2 Pada Bidang

Lebih terperinci

PERSAMAAN KUADRAT. Persamaan. Sistem Persamaan Linear

PERSAMAAN KUADRAT. Persamaan. Sistem Persamaan Linear Persamaan Sistem Persamaan Linear PENGERTIAN Definisi Persamaan kuadrat adalah kalimat matematika terbuka yang memuat hubungan sama dengan yang pangkat tertinggi dari variabelnya adalah 2. Bentuk umum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Persamaan Schrödinger Persamaan Schrödinger merupakan fungsi gelombang yang digunakan untuk memberikan informasi tentang perilaku gelombang dari partikel. Suatu persamaan differensial

Lebih terperinci

2. Deskripsi Statistik Sistem Partikel

2. Deskripsi Statistik Sistem Partikel . Deskripsi Statistik Sistem Partikel Formulasi statistik Interaksi antara sistem makroskopis.1. Formulasi Statistik Dalam menganalisis suatu sistem, kombinasikan: ide tentang statistik pengetahuan hukum-hukum

Lebih terperinci

16 Mei 2017 Waktu: 120 menit

16 Mei 2017 Waktu: 120 menit OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) Tingkat Nasional Bidang Fisika: FISIKA MODERN & MEKANIKA KUANTUM (Tes 4) 16 Mei 2017 Waktu: 120 menit Petunjuk

Lebih terperinci

MEKANIKA KUANTUM DALAM TIGA DIMENSI

MEKANIKA KUANTUM DALAM TIGA DIMENSI MEKANIKA KUANTUM DALAM TIGA DIMENSI Sebelumnya telah dibahas mengenai penerapan Persamaan Schrödinger dalam meninjau sistem kuantum satu dimensi untuk memperoleh fungsi gelombang serta energi dari sistem.

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga MATERI PERKULIAHAN 3. Potensial Tangga Tinjau suatu partikel bermassa m, bergerak dari kiri ke kanan pada suatu daerah dengan potensial berbentuk tangga, seperti pada Gambar 1. Pada daerah < potensialnya

Lebih terperinci

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk

Lebih terperinci

Soal-Soal dan Pembahasan SBMPTN - SNMPTN Matematika Dasar Tahun Pelajaran 2010/2011

Soal-Soal dan Pembahasan SBMPTN - SNMPTN Matematika Dasar Tahun Pelajaran 2010/2011 Soal-Soal dan Pembahasan SBMPTN - SNMPTN Matematika Dasar Tahun Pelajaran 2010/2011 Tanggal Ujian: 31 Mei 2011 1. Jika 6(3 40 ) ( 2 log a) + 3 41 ( 2 log a) = 3 43, maka nilai a adalah... A. B. C. 4 D.

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Persamaan Diferensial Biasa 1. PDB Tingkat Satu (PDB) 1.1. Persamaan diferensial 1.2. Metode pemisahan peubah dan PD koefisien fungsi homogen 1.3. Persamaan

Lebih terperinci

BAB IV PERTIDAKSAMAAN. 1. Pertidaksamaan Kuadrat 2. Pertidaksamaan Bentuk Pecahan 3. Pertidaksamaan Bentuk Akar 4. Pertidaksamaan Nilai Mutlak

BAB IV PERTIDAKSAMAAN. 1. Pertidaksamaan Kuadrat 2. Pertidaksamaan Bentuk Pecahan 3. Pertidaksamaan Bentuk Akar 4. Pertidaksamaan Nilai Mutlak BAB IV PERTIDAKSAMAAN 1. Pertidaksamaan Kuadrat. Pertidaksamaan Bentuk Pecahan 3. Pertidaksamaan Bentuk Akar 4. Pertidaksamaan Nilai Mutlak 86 LEMBAR KERJA SISWA 1 Mata Pelajaran : Matematika Uraian Materi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron PENDAHUUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron bebas dalam satu dimensi dan elektron bebas dalam tiga dimensi. Oleh karena itu, sebelum mempelajari modul

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

MATEMATIKA SMK TEKNIK LIMIT FUNGSI : Limit Fungsi Limit Fungsi Aljabar Limit Fungsi Trigonometri

MATEMATIKA SMK TEKNIK LIMIT FUNGSI : Limit Fungsi Limit Fungsi Aljabar Limit Fungsi Trigonometri MATEMATIKA SMK TEKNIK LIMIT FUNGSI : Limit Fungsi Limit Fungsi Aljabar Limit Fungsi Trigonometri MATEMATIKA LIMIT FUNGSI SMK NEGERI 1 SURABAYA Halaman 1 BAB LIMIT FUNGSI A. Limit Fungsi Aljabar PENGERTIAN

Lebih terperinci

PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN PERSAMAAN LINEAR

PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN PERSAMAAN LINEAR PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN PERSAMAAN LINEAR Persamaan linear Bentuk umun persamaan linear satu vareabel Ax + b = 0 dengan a,b R ; a 0, x adalah vareabel Contoh: Tentukan penyelesaian dari 4x-8 = 0 Penyelesaian.

Lebih terperinci

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya FUNGSI dan LIMIT 1.1 Fungsi dan Grafiknya Fungsi : suatu aturan yang menghubungkan setiap elemen suatu himpunan pertama (daerah asal) tepat kepada satu elemen himpunan kedua (daerah hasil) fungsi Daerah

Lebih terperinci

Teknik Pengintegralan

Teknik Pengintegralan Jurusan Matematika 13 Nopember 2012 Review Rumus-rumus Integral yang Dikenal Pada beberapa subbab sebelumnya telah dijelaskan beberapa integral dari fungsi-fungsi tertentu. Berikut ini diberikan sebuah

Lebih terperinci

BAB MATRIKS. Tujuan Pembelajaran. Pengantar

BAB MATRIKS. Tujuan Pembelajaran. Pengantar BAB II MATRIKS Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi bab ini, Anda diharapkan dapat: 1. menggunakan sifat-sifat dan operasi matriks untuk menunjukkan bahwa suatu matriks persegi merupakan invers

Lebih terperinci

Fungsi F disebut anti turunan (integral tak tentu) dari fungsi f pada himpunan D jika. F (x) = f(x) dx dan f (x) dinamakan integran.

Fungsi F disebut anti turunan (integral tak tentu) dari fungsi f pada himpunan D jika. F (x) = f(x) dx dan f (x) dinamakan integran. 4 INTEGRAL Definisi 4. Fungsi F disebut anti turunan (integral tak tentu) dari fungsi f pada himpunan D jika untuk setiap D. F () f() Fungsi integral tak tentu f dinotasikan dengan f ( ) d dan f () dinamakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Differential Equation Fungsi mendeskripsikan bahwa nilai variabel y ditentukan oleh nilai variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegral

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegral MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegralan Do maths and you see the world Integral atau Anti-turunan? Integral atau pengintegral adalah salah satu konsep (penting) dalam matematika disamping

Lebih terperinci

Fungsi F disebut anti turunan (integral tak tentu) dari fungsi f pada himpunan D jika. F (x) = f(x) dx dan f (x) dinamakan integran.

Fungsi F disebut anti turunan (integral tak tentu) dari fungsi f pada himpunan D jika. F (x) = f(x) dx dan f (x) dinamakan integran. 4 INTEGRAL Definisi 4.0. Fungsi F disebut anti turunan (integral tak tentu) dari fungsi f pada himpunan D jika untuk setiap D. F () f() Fungsi integral tak tentu f dinotasikan dengan f ( ) d dan f () dinamakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Hubungan antara koordinat kartesian dengan koordinat silinder:

LAMPIRAN. Hubungan antara koordinat kartesian dengan koordinat silinder: LAMPIRAN A.TRANSFORMASI KOORDINAT 1. Koordinat silinder Hubungan antara koordinat kartesian dengan koordinat silinder: Vector kedudukan adalah Jadi, kuadrat elemen panjang busur adalah: Maka: Misalkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Anda harus dapat

PENDAHULUAN Anda harus dapat PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Teori Pita Energi yang mencakup : asal mula celah energi, model elektron hampir bebas, model Kronig-Penney, dan persamaan sentral. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

Bab II Fungsi Kompleks

Bab II Fungsi Kompleks Bab II Fungsi Kompleks Variabel kompleks z secara fisik ditentukan oleh dua variabel lain, yakni bagian realnya x dan bagian imajinernya y, sehingga dituliskan z z(x,y). Oleh sebab itu fungsi variabel

Lebih terperinci

Persamaan dan Pertidaksamaan Linear

Persamaan dan Pertidaksamaan Linear MATERI POKOK Persamaan dan Pertidaksamaan Linear MATERI BAHASAN : A. Persamaan Linear B. Pertidaksamaan Linear Modul.MTK X 0 Kalimat terbuka adalah kalimat matematika yang belum dapat ditentukan nilai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensial Coulomb untuk Partikel yang Bergerak Dalam bab ini, akan dikemukakan teori-teori yang mendukung penyelesaian pembahasan pengaruh koreksi relativistik potensial Coulomb

Lebih terperinci

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1 VEKTOR 3/8/007 Fisika I 1 BAB I : VEKTOR Besaran vektor adalah besaran yang terdiri dari dua variabel, yaitu besar dan arah. Sebagai contoh dari besaran vektor adalah perpindahan. Sebuah besaran vektor

Lebih terperinci

Persamaan Di erensial Orde-2

Persamaan Di erensial Orde-2 oki neswan FMIPA-ITB Persamaan Di erensial Orde- Persamaan diferensial orde-n adalah persamaan yang melibatkan x; y; dan turunan-turunan y; dengan yang paling tinggi adalah turunan ke-n: F x; y; y ; y

Lebih terperinci

: Pramitha Surya Noerdyah NIM : A. Integral. ʃ f(x) dx =F(x) + c

: Pramitha Surya Noerdyah NIM : A. Integral. ʃ f(x) dx =F(x) + c Nama : Pramitha Surya Noerdyah NIM : 125100300111022 Kelas/Jur : L/TIP A. Integral Integral dilambangkan oleh ʃ yang merupakan lambang untuk menyatakan kembali F(X )dari F -1 (X). Hitung integral adalah

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegral

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegral MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegralan Do maths and you see the world Integral atau Anti-turunan? Integral atau pengintegral adalah salah satu konsep (penting) dalam matematika disamping

Lebih terperinci

2.1 Soal Matematika Dasar UM UGM c. 1 d d. 3a + b. e. 3a + b. e. b + a b a

2.1 Soal Matematika Dasar UM UGM c. 1 d d. 3a + b. e. 3a + b. e. b + a b a Soal - Soal UM UGM. Soal Matematika Dasar UM UGM 00. Jika x = 3 maka + 3 log 4 x =... a. b. c. d. e.. Jika x+y log = a dan x y log 8 = b dengan 0 < y < x maka 4 log (x y ) =... a. a + 3b ab b. a + b ab

Lebih terperinci

Bab I. Bilangan Kompleks

Bab I. Bilangan Kompleks Bab I Bilangan Kompleks Himpunan bilangan yang terbesar di dalam matematika adalah himpunan bilangan kompleks. Himpunan bilangan real yang kita pakai sehari-hari merupakan himpunan bagian dari himpunan

Lebih terperinci

Integral Tak Tentu. Modul 1 PENDAHULUAN

Integral Tak Tentu. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Integral Tak Tentu M PENDAHULUAN Drs. Hidayat Sardi, M.Si odul ini akan membahas operasi balikan dari penurunan (pendiferensialan) yang disebut anti turunan (antipendiferensialan). Dengan mengikuti

Lebih terperinci

SOAL DAN JAWABAN TENTANG NILAI MUTLAK. Tentukan himpunan penyelesaian dari persamaan nilai Mutlak di bawah ini.

SOAL DAN JAWABAN TENTANG NILAI MUTLAK. Tentukan himpunan penyelesaian dari persamaan nilai Mutlak di bawah ini. SOAL DAN JAWABAN TENTANG NILAI MUTLAK Tentukan himpunan penyelesaian dari persamaan nilai Mutlak di bawah ini. Jawaban: Bentuk-Bentuk persamaan nilai mutlak di atas dapat diselesaikan sebagai berikut.

Lebih terperinci

LEMBAR AKTIVITAS SISWA MATRIKS

LEMBAR AKTIVITAS SISWA MATRIKS Nama Siswa Kelas : : LEMBAR AKTIVITAS SISWA MATRIKS Notasi dan Ordo Matriks Lengkapilah isian berikut! Suatu matriks biasanya dinotasikan dengan huruf kapital, misalnya: A. PENGERTIAN MATRIKS 1) Tabel

Lebih terperinci

Kuliah PD. Gaya yang bekerj a pada suatu massa sama dengan laju perubahan momentum terhadap waktu.

Kuliah PD. Gaya yang bekerj a pada suatu massa sama dengan laju perubahan momentum terhadap waktu. Kuliah PD Pertemuan ke-1: Motivasi: 1. Mekanika A. Hukum Newton ke-: Gaya yang bekerj a pada suatu massa sama dengan laju perubahan momentum terhadap waktu. Misalkan F: gaya, m: massa benda, a: percepatan,

Lebih terperinci

PEMBINAAN TAHAP I CALON SISWA INVITATIONAL WORLD YOUTH MATHEMATICS INTERCITY COMPETITION (IWYMIC) 2010 MODUL ALJABAR

PEMBINAAN TAHAP I CALON SISWA INVITATIONAL WORLD YOUTH MATHEMATICS INTERCITY COMPETITION (IWYMIC) 2010 MODUL ALJABAR PEMBINAAN TAHAP I CALON SISWA INVITATIONAL WORLD YOUTH MATHEMATICS INTERCITY COMPETITION (IWYMIC) 2010 MODUL ALJABAR DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMP

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL

HUBUNGAN ANTARA DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL HUBUNGAN ANTARA DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL Dra.Sri Rejeki Dwi Putranti, M.Kes. Fakultas Teknik - Universitaas Yos Soedarso Surabaya Email : riccayusticia@gmail.com Abstrak Hubungan antara Differensial dan

Lebih terperinci

MODUL 1. Teori Bilangan MATERI PENYEGARAN KALKULUS

MODUL 1. Teori Bilangan MATERI PENYEGARAN KALKULUS MODUL 1 Teori Bilangan Bilangan merupakan sebuah alat bantu untuk menghitung, sehingga pengetahuan tentang bilangan, mutlak diperlukan. Pada modul pertama ini akan dibahas mengenai bilangan (terutama bilangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Atom Pion Atom pion sama seperti atom hidrogen hanya elektron nya diganti menjadi sebuah pion negatif. Partikel ini telah diteliti sekitar empat puluh tahun yang lalu, tetapi

Lebih terperinci

Kalkulus Diferensial week 09. W. Rofianto, ST, MSi

Kalkulus Diferensial week 09. W. Rofianto, ST, MSi Kalkulus Diferensial week 09 W. Rofianto, ST, MSi Tingkat Perubahan Rata-rata Jakarta Km 0 jam Bandung Km 140 Kecepatan rata-rata s t 140Km jam 70Km / jam Konsep Diferensiasi Bentuk y/ disebut difference

Lebih terperinci

F U N G S I A. PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR FUNGSI

F U N G S I A. PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR FUNGSI F U N G S I A. PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR FUNGSI Fungsi Fungsi ialah suatu bentuk hubungan matematis yang menyatakan hubungan ketergantungan (hubungan fungsional) antara satu variabel dengan variabel lain.

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Linier Homogen & Non Homogen Tk. n (Differential: Linier Homogen & Non Homogen Orde n) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Pendahuluan

Lebih terperinci

FUNGSI. Berdasarkan hubungan antara variabel bebas dan terikat, fungsi dibedakan dua: fungsi eksplisit dan fungsi implisit.

FUNGSI. Berdasarkan hubungan antara variabel bebas dan terikat, fungsi dibedakan dua: fungsi eksplisit dan fungsi implisit. FUNGSI Fungsi merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Variabel dibedakan :. Variabel bebas yaitu variabel yang besarannya dpt ditentukan sembarang, mis:,, 6, 0 dll.. Variabel terikat yaitu variabel

Lebih terperinci

PERTIDAKSAMAAN

PERTIDAKSAMAAN PERTIDAKSAMAAN A. Pengertian 1. Notasi Pertidaksamaan Misalnya ada dua bilangan riil a dan b. Ada beberapa notasi yang bisa dibuat yaitu: a. a dikatakan kurang dari b, ditulis a b jika dan hanya jika a

Lebih terperinci

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Fungsi Variabel Banyak Bernilai Real Turunan Parsial dan Turunan Wono Setya Budhi KK Analisis dan Geometri, FMIPA ITB Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Turunan Parsial dan Turunan Usaha pertama untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Beda Hingga Metode perbedaan beda hingga adalah metode yang sangat popular. Pada intinya metode ini mengubah masalah Persamaan Differensial Biasa (PDB) nilai batas dari

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS Fungsi Dalam ilmu ekonomi, kita selalu berhadapan dengan variabel-variabel ekonomi seperti harga, pendapatan nasional, tingkat bunga, dan lainlain. Hubungan kait-mengkait

Lebih terperinci

MA2111 PENGANTAR MATEMATIKA Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA2111 PENGANTAR MATEMATIKA Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA2111 PENGANTAR MATEMATIKA Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 5 KUANTOR II: METODE MEMILIH (c) Hendra Gunawan (2015) 2 Masih Berurusan dengan Kuantor Sekarang kita akan membahas metode memilih,

Lebih terperinci

Suku Banyak. A. Pengertian Suku Banyak B. Menentukan Nilai Suku Banyak C. Pembagian Suku Banyak D. Teorema Sisa E. Teorema Faktor

Suku Banyak. A. Pengertian Suku Banyak B. Menentukan Nilai Suku Banyak C. Pembagian Suku Banyak D. Teorema Sisa E. Teorema Faktor Bab 5 Sumber: www.in.gr Setelah mempelajari bab ini, Anda harus mampu menggunakan konsep, sifat, dan aturan fungsi komposisi dalam pemecahan masalah; menggunakan konsep, sifat, dan aturan fungsi invers

Lebih terperinci

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon di dalam inti atom yang menggunakan potensial Yukawa. 2. Dapat

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

OSN MATEMATIKA SMA Hari 1 Soal 1. Buktikan bahwa untuk sebarang bilangan asli a dan b, bilangan. n = F P B(a, b) + KP K(a, b) a b

OSN MATEMATIKA SMA Hari 1 Soal 1. Buktikan bahwa untuk sebarang bilangan asli a dan b, bilangan. n = F P B(a, b) + KP K(a, b) a b OSN MATEMATIKA SMA Hari 1 Soal 1. Buktikan bahwa untuk sebarang bilangan asli a dan b, bilangan adalah bilangan bulat genap tak negatif. n = F P B(a, b + KP K(a, b a b Solusi. Misalkan d = F P B(a, b,

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)

KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) 0 KISI-KISI UJIAN SEKOLAH SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) MATA PELAJARAN : MATEMATIKA KELAS : XII KELOMPOK : TEKNOLOGI, PERTANIAN DAN KESEHATAN BENTUK & JMl : PILIHAN GANDA = 35 DAN URAIAN = 5 WAKTU :

Lebih terperinci

digunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3

digunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3 Bab Teknik Pengintegralan BAB TEKNIK PENGINTEGRALAN Rumus-rumus dasar integral tak tertentu yang diberikan pada bab hanya dapat digunakan untuk mengevaluasi integral dari fungsi sederhana dan tidak dapat

Lebih terperinci

Fakultas Teknik UNY Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif INTEGRASI FUNGSI. 0 a b X A. b A = f (X) dx a. Penyusun : Martubi, M.Pd., M.T.

Fakultas Teknik UNY Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif INTEGRASI FUNGSI. 0 a b X A. b A = f (X) dx a. Penyusun : Martubi, M.Pd., M.T. Kode Modul MAT. TKF 20-03 Fakultas Teknik UNY Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif INTEGRASI FUNGSI Y Y = f (X) 0 a b X A b A = f (X) dx a Penyusun : Martubi, M.Pd., M.T. Sistem Perencanaan Penyusunan Program

Lebih terperinci

MAKALAH MATEMATIKA DASAR TURUNAN (DIFERENSIAL)

MAKALAH MATEMATIKA DASAR TURUNAN (DIFERENSIAL) MAKALAH MATEMATIKA DASAR TURUNAN (DIFERENSIAL) KATA PENGANTAR Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 Materi Pokok : Integral Pertemuan Ke- : 1 dan Alokasi Waktu : x pertemuan (4 x 45 menit) Standar Kompetensi : Menggunakan konsep integral dalam pemecahan masalah

Lebih terperinci

Mata Pelajaran Wajib. Disusun Oleh: Ngapiningsih

Mata Pelajaran Wajib. Disusun Oleh: Ngapiningsih Mata Pelajaran Wajib Disusun Oleh: Ngapiningsih Disklaimer Daftar isi Disklaimer Powerpoint pembelajaran ini dibuat sebagai alternatif guna membantu Bapak/Ibu Guru melaksanakan pembelajaran. Materi powerpoint

Lebih terperinci

model atom mekanika kuantum

model atom mekanika kuantum 06/05/014 FISIKA MODERN Pertemuan ke-11 NURUN NAYIROH, M.Si Werner heinsberg (1901-1976), Louis de Broglie (189-1987), dan Erwin Schrödinger (1887-1961) merupakan para ilmuwan yang menyumbang berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I INTEGRAL TAK TENTU

BAB I INTEGRAL TAK TENTU BAB I INTEGRAL TAK TENTU TUJUAN PEMBELAJARAN: 1. Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat menentukan pengertian integral sebagai anti turunan. 2. Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

1. Dengan merasionalkan penyebut, bentuk sederhana dari adalah... D E

1. Dengan merasionalkan penyebut, bentuk sederhana dari adalah... D E 1. Dengan merasionalkan penyebut, bentuk sederhana dari adalah... A. 3-3 + 21-7 21-21 + 7 2. Persamaan (2m - 4)x² + 5x + 2 = 0 mempunyai akar-akar real berkebalikan, maka nilai m adalah... A. -3-3 6 Kunci

Lebih terperinci

PENERAPAN FAKTOR PRIMA DALAM MENYELESAIKAN BENTUK ALJABAR (Andi Syamsuddin*)

PENERAPAN FAKTOR PRIMA DALAM MENYELESAIKAN BENTUK ALJABAR (Andi Syamsuddin*) PENERAPAN FAKTOR PRIMA DALAM MENYELESAIKAN BENTUK ALJABAR (Andi Syamsuddin*) A. Faktor Prima Dalam tulisan ini yang dimaksud dengan faktor prima sebuah bilangan adalah pembagi habis dari sebuah bilangan

Lebih terperinci

Bagian 1 Sistem Bilangan

Bagian 1 Sistem Bilangan Bagian 1 Sistem Bilangan Dalam bagian 1 Sistem Bilangan kita akan mempelajari berbagai jenis bilangan, pemakaian tanda persamaan dan pertidaksamaan, menggambarkan himpunan penyelesaian pada selang bilangan,

Lebih terperinci

Kalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 3. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018

Kalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 3. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018 Kalkulus 2 Teknik Pengintegralan ke - 3 Tim Pengajar Kalkulus ITK Institut Teknologi Kalimantan Januari 2018 Tim Pengajar Kalkulus ITK (Institut Teknologi Kalimantan) Kalkulus 2 Januari 2018 1 / 27 Daftar

Lebih terperinci

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR: RING

STRUKTUR ALJABAR: RING STRUKTUR ALJABAR: RING BAHAN AJAR Oleh: Rippi Maya Program Studi Magister Pendidikan Matematika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) SILIWANGI - Bandung 2016 1 Pada grup telah dipelajari

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SMA/MA. Hak Cipta pada Pusat Penilaian Pendidikan BALITBANG DEPDIKNAS 1

GAMBARAN UMUM SMA/MA. Hak Cipta pada Pusat Penilaian Pendidikan BALITBANG DEPDIKNAS 1 GAMBARAN UMUM Pada ujian nasional tahun pelajaran 006/007, bentuk tes Matematika tingkat berupa tes tertulis dengan bentuk soal pilihan ganda, sebanyak 0 soal dengan alokasi waktu 0 menit. Acuan yang digunakan

Lebih terperinci

Bil Riil. Bil Irasional. Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + maka bentuk umum bilangan kompleks adalah

Bil Riil. Bil Irasional. Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + maka bentuk umum bilangan kompleks adalah ANALISIS KOMPLEKS Pendahuluan Bil Kompleks Bil Riil Bil Imaginer (khayal) Bil Rasional Bil Irasional Bil Pecahan Bil Bulat Sistem Bilangan Kompleks Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + Untuk maka bentuk

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN

Catatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN BAB III. TURUNAN Kecepatan Sesaat dan Gradien Garis Singgung Turunan dan Hubungannya dengan Kekontinuan Aturan Dasar Turunan Notasi Leibniz dan Turunan Tingkat Tinggi Penurunan Implisit Laju yang Berkaitan

Lebih terperinci

BILANGAN KOMPLEKS SHINTA ROSALIA DEWI, S.SI, M.SC

BILANGAN KOMPLEKS SHINTA ROSALIA DEWI, S.SI, M.SC BILANGAN KOMPLEKS SHINTA ROSALIA DEWI, S.SI, M.SC TUJUAN Mahasiswa diharapkan mampu : Memahami bilangan kompleks Menggambarkan kurva pada bilangan kompleks Mengetahui Operasi Aljabar Bilangan Kompleks

Lebih terperinci

PREDIKSI UN 2014 MATEMATIKA IPA

PREDIKSI UN 2014 MATEMATIKA IPA NAMA : KELAS : 1. Kisi-Kisi: Logika Matematika Diketahui 3 Premis, Premis Menggunakan kesetaraan, dan penarikan MP atau MT PREDIKSI UN 2014 MATEMATIKA IPA 3. Kisi-Kisi: Materi Ekponen Éksponen pecahan,3

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN KALKULUS

BAB 1. PENDAHULUAN KALKULUS BAB. PENDAHULUAN KALKULUS (Himpunan,selang, pertaksamaan, dan nilai mutlak) Pembicaraan kalkulus didasarkan pada sistem bilangan nyata. Sebagaimana kita ketahui sistem bilangan nyata dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

LIMIT DAN KEKONTINUAN

LIMIT DAN KEKONTINUAN LIMIT DAN KEKONTINUAN Departemen Matematika FMIPA IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, 2012 1 / 37 Topik Bahasan 1 Limit Fungsi 2 Hukum Limit 3 Kekontinuan Fungsi (Departemen

Lebih terperinci

Hendra Gunawan. 18 September 2013

Hendra Gunawan. 18 September 2013 MA1101 MATEMATIKA 1A Hendra Gunawan Semester I, 2013/2014 18 September 2013 Review: Teorema Nilai Antara Jika f kontinu pada [a,b],, f(a) < 0 dan f(b) > 0 (atau sebaliknya, f(a) > 0 dan f(b) < 0), maka

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

22. MATEMATIKA SMA/MA (PROGRAM IPA)

22. MATEMATIKA SMA/MA (PROGRAM IPA) 22. MATEMATIKA SMA/MA (PROGRAM IPA) NO. 1. Memahami pernyataan dalam matematika dan ingkarannya, menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk serta menggunakan prinsip logika matematika dalam pemecahan

Lebih terperinci

OSN Guru Matematika SMA (Olimpiade Sains Nasional)

OSN Guru Matematika SMA (Olimpiade Sains Nasional) ocsz Pembahasan Soal OSN Guru 2012 OLIMPIADE SAINS NASIONAL KHUSUS GURU MATEMATIKA SMA OSN Guru Matematika SMA (Olimpiade Sains Nasional) Disusun oleh: Pak Anang Halaman 2 dari 26 PEMBAHASAN SOAL OLIMPIADE

Lebih terperinci

BAB I DERIVATIF (TURUNAN)

BAB I DERIVATIF (TURUNAN) BAB I DERIVATIF (TURUNAN) Pada bab ini akan dipaparkan pengertian derivatif suatu fungsi, beberapa sifat aljabar derivatif, aturan rantai, dan derifativ fungsi invers. A. Pengertian Derivatif Pengertian

Lebih terperinci