Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai

dokumen-dokumen yang mirip
Persamaan SWE Linier untuk Dasar Sinusoidal

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

RESONANSI BRAGG PADA ALIRAN AIR AKIBAT DINDING SINUSOIDAL DI SEKITAR MUARA SUNGAI

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

Reflektor Gelombang Berupa Serangkaian Balok

DASAR LAUT SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

Reflektor Gelombang 1 balok

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB 1 PENDAHULUAN. tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva atau grafik sinusodial.

1. Jarak dua rapatan yang berdekatan pada gelombang longitudinal sebesar 40m. Jika periodenya 2 sekon, tentukan cepat rambat gelombang itu.

BAB IV SIMULASI NUMERIK

PEMECAH GELOMBANG BERUPA SERANGKAIAN BALOK

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga

Gelombang Stasioner Gelombang Stasioner Atau Gelombang Diam. gelombang stasioner. (

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi

Powered By Upload By - Vj Afive -

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah

3.11 Menganalisis besaran-besaran fisis gelombang stasioner dan gelombang berjalan pada berbagai kasus nyata. Persamaan Gelombang.

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KELAS XII FISIKA SMA KOLESE LOYOLA SEMARANG SMA KOLESE LOYOLA M1-1

GETARAN DAN GELOMBANG

Fisika Umum (MA-301) Getaran dan Gelombang Bunyi

FONON I : GETARAN KRISTAL

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

Refleksi dan Transmisi

01. Panjang gelombang dari gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0 m (D) 4,0 m (E) 6,0 m 02.

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan

2. TINJAUAN PUSTAKA Gelombang Bunyi Perambatan Gelombang dalam Pipa

Tanggapan Frekuensi Pendahuluan

Karena hanya mempelajari gerak saja dan pergerakannya hanya dalam satu koordinat (sumbu x saja atau sumbu y saja), maka disebut sebagai gerak

Scientific Echosounders

Antiremed Kelas 12 Fisika

FISIKA FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 Alfan Muttaqin/M

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK

BAB II TEORI TERKAIT

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008

Gambar 1. Bentuk sebuah tali yang direnggangkan (a) pada t = 0 (b) pada x=vt.

FUNGSI DAN GRAFIK FUNGSI

Soal SBMPTN Fisika - Kode Soal 121

ALAT YANG DIPERLUKAN TALI SLINKI PEGAS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini Getaran, Gelombang dan Bunyi

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

Bab 4. Analisis Hasil Simulasi

Dikumpulkan pada Hari Sabtu, tanggal 27 Februari 2016 Jam di N107, berupa copy file, bukan file asli.

Fisika I. Gelombang Mekanik 01:26:19. Mampu menentukan besaran-besaran gelombang yaitu amplitudo,

Fisika Dasar I (FI-321)

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s

Gejala Gelombang. gejala gelombang. Sumber:

BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

Pembahasan soal latihan dari buku fisika 3A Bab 1 untuk SMA, karangan Mikrajuddin Abdullah. 1. perhatikan gambar gelombang pada disamping.

Disusun oleh : MIRA RESTUTI PENDIDIKAN FISIKA (RM)

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

Persamaan dan Pertidaksamaan Linear

(6.38) Memasukkan ini ke persamaan (6.14) (dengan θ = 0) membawa kita ke faktor refleksi dari lapisan

COBA PERHATIKAN GAMBAR GRAFIK BERIKUT

Polarisasi Gelombang. Polarisasi Gelombang

Fisika Dasar. Gelombang Mekanik 08:36:22. Mampu menentukan besaran-besaran gelombang yaitu amplitudo,

Distribusi Frekuensi

Mutawafaq Haerunnazillah 15B08011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GROUND PENETRATING RADAR

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

Bab III Solusi Dasar Persamaan Lapisan Fluida Viskos Tipis

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

PENGETAHUAN (C1) SYARIFAH RAISA Reguler A Tugas Evaluasi

PENDEKATAN TEORITIK. Elastisitas Medium

Metode Beda Hingga pada Persamaan Gelombang

GELOMBANG MEKANIK. (Rumus)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Integral Kirchhoff Pada Media Homogen

LEMBAR EVALUASI (Pilihan Ganda)

Fungsi Elementer (Bagian Kedua)

BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI

BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI

Polarisasi. Dede Djuhana Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA

BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

2). Besaran Dasar Gelombang Y arah rambat ( v) A P T 0 Q S U. * Hubungan freakuensi (f) dengan pereode (T).f = n/t n = f.t dan T = t/n n = t/t

LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT

BAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN

Suara Di Ruang Tertutup

3. METODOLOGI PENELITIAN

Bab I. Bilangan Kompleks

Transkripsi:

Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai Pada bab ini sistem persamaan (3.3.9-10) akan diselesaikan secara numerik dengan menggunakan metoda beda hingga. Kemudian simulasi numerik akan dilakukan untuk tiga buah kasus. Kasus pertama adalah dengan mengasumsikan bahwa disebelah kanan dasar sinusoidal tidak ada pantai sedangkan kasus ke dua dan ke tiga dengan mengasumsikan adanya pantai di sebelah kanan dasar sinusoidal. nalisis akan dilakukan untuk ketiga simulasi ini yang meliputi bagaimana perilaku gelombang disepanjang dasar sinusoidal, seberapa besar gelombang transmisi setelah melewati dasar sinusoidal, dan pengaruh ketinggian dasar sinusoidal. Pada bab ibi juga akan ditunjukkan bahwa adanya dasar sinusoidal tidak selalu menguntungkan dalam arti selalu mereduksi amplitudo gelombang datang. Bahkan sebaliknya, yang dikhawatirkan dalam simulasi ini adalah hasil yang diberikan menunjukkan bahwa dengan adanya pantai yang memantulkan gelombang dapat mengakibatkan gelombang transmisi bertambah besar. 25

4.1 Diskretisasi Numerik Pada bagian sebelumnya kita sudah mendapatkan suatu masalah nilai awal dan nilai batas yang diperoleh dari model SWE Linier untuk gelombang dengan dasar sinusoidal. Masalah nilai awal dan nilai batas yang dimaksud adalah t + c x = ikcdb 4 (4.1.1) B t cb x = ikcd 4 dengan syarat awal: ( x, 0) = 0, B( x, 0) = 0 dan syarat batas: B(L, t) =0dan (0, t) = 0. Langkah selanjutnya adalah mentransformasikan persamaan (4.1.1) kembali ke dalam variabel fisis semula, yaitu ˆx dan ˆt. Untuk penyederhanaan, mulai saat ini variabel fisis yang dimaksud diubah menjadi x dan t. Sehingga sistem persamaan (4.1.1) dapat dituliskan sebagai t + c x = α ˆB ˆB t c ˆB x = α (4.1.2) dimana ˆB = ib dan {(x, t) 0 <x<l,t>0}. Dengan syarat awal: (x, 0) = 0, B(x, 0) = 0 dan syarat batas: B(L, t) =0dan(0,t)= 0. Perhatikan bahwa konstanta α = kcεd/4, bergantung pada εd yaitu perbandingan amplitudo dasar sinusoidal dengan kedalaman air, k sebagai bilangan gelombang datang, dan c cepat rambat gelombang di atas dasar rata, c = gh 0. karena Perhatikan persamaan (4.1.2), jika persamaan pertama dikalikan terhadap dan ( ) 1 (x, t) 2 = t, ( ) 1 (x, t) 2 = x t 2 x 2 maka persamaan tersebut menjadi ( t + c x ) 1 2 2 = α ˆB (4.1.3) dengan cara yang sama, jika persamaan ke dua dikalikan terhadap ˆB maka persamaan tersebut menjadi ( t c x ) 1 2 ˆB 2 = α ˆB (4.1.4) 26

Jika α ˆB > 0 maka persamaan (4.1.3) menyimpulkan bahwa dalam perambatan gelombang ke kanan besaran 1 2 2 bertambah. Sebaliknya, (4.1.4) menunjukkan bahwa besaran 1 2 ˆB 2 berkurang. Disini besaran 1 2 2 diinterpretasikan sebagai energi gelombang yang ke kanan dan 1 2 ˆB 2 sebagai energi gelombang yang ke kiri. Hal ini didasarkan bahwa semakin besar amplitudo suatu gelombang maka semakin besar energi yang dibawa gelombang tersebut. Selanjutnya, apabila persamaan (4.1.3) dikurangi (4.1.4), pada posisi x tertentu diperoleh persamaan t { 1 2 ( 2 ˆB 2 ) } =2α ˆB (4.1.5) Dari persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa transfer energi antara dan ˆB akan terus terjadi selama ˆB ) 0 atau selama ( 1 2 ˆB 2 masih berubah 2) sebagai fungsi dari t. Disini, besaran ( 1 2 ˆB 2 disebut sebagai fluks energi 2 yang disertakan dalam simulasi dan menunjukkan bahwa ada transfer energi antara dan ˆB. Lebih jauh lagi, jika α ˆB > 0 positif maka mendapatkan energi dari ˆB, yang berarti dalam perambatannya ke sumbu x-positif bertambah. Sebaliknya, jika α ˆB < 0 negatif maka ˆB mendapatkan energi dari, yang berarti dalam perambatannya ke arah sumbu x-negatif ˆB bertambah. Untuk melihat bagaimana perilaku perambatan amplitudo gelombang yang bergerak ke kanan dan yang bergerak ke kiri ˆB digunakan skema beda hingga pada sistem persamaan (4.1.3). Untuk persamaan (4.1.2) yang pertama digunakan skema FTBS sedangkan persamaan (4.1.2) yang ke dua menggunakan skema FTFS. Sehingga diperoleh dua buah persamaan beda, yaitu n+1 j n j Δt + c n j n j 1 Δx = α ˆB n j (4.1.6) ˆB n+1 j ˆB n j Δt c ˆB n j+1 ˆB n j Δx = α n j (4.1.7) 27

Hasil penyederhanaan kedua persamaan beda di atas adalah sebagai berikut n+1 j =(1 r) n j + r n j 1 + αδt ˆB j n (4.1.8) ˆB n+1 j =(1 r) ˆB j n + rbn j+1 αδtn j (4.1.9) dengan r = c Δt. Sebelum persamaan beda di atas digunakan dalam simulasi numerik terlebih dahulu diperiksa kestabilannya dengan menggunakan metode Δx von- Neumann. nalisis kestabilan dengan menggunakan metode von-neuman diberikan pada subbab berikutnya. 4.2 nalisis Kestabilan gar skema persamaan beda yang digunakan stabil perlu dilakukan analisis kestabilan untuk menentukan berapa rentang nilai r = c Δt Δx. Suatu skema dikatakan stabil jika nilai amplification factor kurang dari satu atau sama dengan satu, ρ 1. Bila syarat ini tidak dipenuhi maka skema tidak dapat mendekati solusi eksaknya. Sekarang kita analisis persamaan beda (4.1.8). Prosedurnya adalah dengan mengasumsikan bahwa n j = ρn e ikδxj (4.2.1) sekarang persamaan (4.1.6) menjadi ρ n+1 e ikδxj =(1 r)ρ n e ikδxj + rρ n e ikδxj 1 +Δtα ˆB n j (4.2.2) setelah ruas kanan dan ruas kiri dibagi dengan ρ n e ikδxj, maka persamaan di atas menjadi ρ =1+r(e ikδx 1) + α ˆB n j n j Δt (4.2.3) mengingat bahwa kriteria kestabilan yang lebih lemah adalah ρ 1+O(Δt) untuk semua k, maka dari persamaan di atas diperoleh (1 cos kδx)[2r 2 2r] 0 (4.2.4) 28

Perhatikan bahwa nilai (1 cos kδx) selalu positif untuk kδx berapapun, maka haruslah [2r 2 2r] 0. Sehingga, syarat kestabilan dicapai saat r = c Δt 1. Δx Dengan melakukan cara yang sama untuk persamaan (4.1.9) hasil yang sama dapat diperoleh. Jadi syarat kestabilan untuk persamaan beda (4.1.8) dan (4.1.9) adalah r 1. 4.3 Karakteristik Pantai Pantai memiliki berbagai macam jenis. Di sini pantai dibedakan berdasarkan daya pantul atau daya serapnya terhadap gelombang yang menabrak pantai. Misalnya, pantai yang terdiri dari pasir memiliki daya serap gelombang yang besar sebaliknya memiliki daya pantul yang kecil. Berbeda dengan pantai yang terdiri dari batu-batu keras yang dapat memantulkan gelombang air dengan hampir sempurna. Selain dari bahan pembuatnya, bentuk pantai juga sangat mempengaruhi seberapa besar sebuah pantai dapat memantulkan gelombang. Misalkan gelombang gelombang datang dengan amplittudo (x, t) bergerak ke kanan, menabrak pantai yang terletak jauh di sebelah kanan x>ldan menghasilkan gelombang refleksi dengan amplitudo ˆB(x, t) yang bergerak ke kiri, sedemikian sehingga ˆB(x, t) (x, t) = R eiθ (4.3.1) dengan R menyatakan proporsi amplitudo gelombang yang dipantulkan dan θ adalah beda fase antara gelombang datang dan gelombang pantul. Perhatikan persamaan (4.3.1), untuk pantai yang menyerap gelombang secara sempurna berarti tidak ada gelombang yang dipantulkan kembali atau ˆ B(L, t) =0 maka nilai R = 0. Jika gelombang datang dipantulkan secara sempurna, berarti bahwa amplitudo gelombang pantul sama dengan gelombang datang, maka koefisien R memiliki nilai sama dengan satu dan e iθ = ±1. Untuk e iθ = 1 beda fasa antara dan ˆB adalah θ = 0 dan untuk e iθ = 1 bedafasanyasebesarθ = π. Jadi gelombang dipantulkan dengan sempurna, R = 1, dan gelombang pantul memiliki 29

fase yang sama dengan gelombang datang apabila ˆB maka R =1danθ = π. = 1, sebaliknya jika ˆB = 1 Tentu saja dalam kenyataannya tidak ada pantai yang memantulkan gelombang secara sempurna atau pantai yang menyerap gelombang secara sempurna. kan tetapi, kedua kasus ekstrim di atas sangat menarik untuk digunakan sebagai contoh. Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan simulasi numerik untuk tiga kasus ekstrim, yaitu 1. Kasus pertama: 2. Kasus kedua: 3. Kasus ketiga: ˆB ˆB ˆB =0 di x = L (4.3.2) = 1 di x = L (4.3.3) =1 di x = L (4.3.4) 4.4 Simulasi Numerik Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai tiga kasus khusus, yaitu: ( ˆB/) =0, ( ˆB/) = 1, dan ( ˆB/) = 1. Simulasi numerik untuk ketiga kasus tersebut menggunakan data yang sama, hal ini dimaksudkan untuk melihat perbedaan perambatan gelombang pada kasus-kasus tersebut. Misalkan gelombang monokromatik bergerak ke kanan menuju daerah dengan dasar sinusoidal. Perambatan gelombang pada daerah ini dipengaruhi oleh panjang gelombang, amplitudo dasar sinusoidal, cepat rambat gelombang, dan syarat batas pada ujung-ujung dasar sinusoidal. Melalui simulasi numerik ini akan diperiksa bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi perambatan gelombang. Pada simulasi ini, misalkan gelombang datang monokromatik memiliki amplitudo sebesar 30

0 = 1 dan memiliki bilangan gelombang k yang menyatakan panjang gelombang monokromatik sebesar k = π, sebagai kondisi terjadinya resonansi Bragg bilangan gelombang dasar sinusoidal dipilih sebesar K = 2k = 2π, cepat rambat gelombang sebesar c = 1, dasar sinusoidal terbentang dari x =0sampaix = L = 10, dan perbandingan amplitudo dasar sinusoidal dengan kedalaman air sebesar εd = 0.08. Seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa selama perambatannya di daerah dengan dasar sinusoidal terjadi perpindahan energi dari ke B atau sebaliknya. Besarnya energi yang dibawa oleh gelombang dapat terlihat dari berapa amplitudo gelombang tersebut. Maka, dalam hal ini perpindahan energi direpresentasikan oleh 1 2 ( 2 ˆB 2 ). Jika ˆB >0maka memperoleh energi dari ˆB dan membesar sepanjang perambatannya ke arah kanan. Sebaliknya, jika ˆB <0 maka ˆB mendapatkan energi dari dan menurun selama perambatannya ke arah kiri sepanjang dasar sinusoidal. 4.4.1 Kasus Pertama Gambar 4.1: Pantai yang menyerap gelombang secara sempurna, (B/) =0 Pantai yang menyerap gelombang dengan sempurna diibaratkan sebagai pantai yang memiliki kemiringan yang kecil. Oleh karena itu, tidak ada gelombang yang dipantulkan kembali sehingga syarat batas di x = L menjadi ˆB(L, t) =0. Simulasi dilakukan untuk nilai r = c Δt = 1 sebagai syarat kestabilan, Gambar 4.8 Δx memperlihatkan kurva (x), ˆB(x), dan 1 2 ( 2 ˆB 2 )untukwaktut tertentu. Pemecahan gelombang sudah terlihat saat t = 1 bahkansemakin jelas saatt = 5. 31

Hal ini terlihat dari kurva ˆB yang semakin besar ke arah kiri. Saat t =1dant =5 terlihat ada bagian dari, ˆB,dan 1 2 ( 2 ˆB 2 ) yang bernilai nol. Hal ini disebabkan gelombang transmisi belum mencapai daerah itu. Gelombang mencapai x = 10 saat t = 10 sesuai dengan cepat rambat gelombang sebesar c = 1. Sebelum gelombang mencapai x = 10 amplitudo cenderung menurun sejalan dengan perambatannya ke kanan, sedangkan ˆB cenderung meningkat selama perambatannya ke kiri. Hal ini disebabkan ada perpindahan energi dari ke ˆB. Besarnya energi yang dipindahkan dari ke ˆB sepanjang waktu sama karena hanya dipengaruhi oleh dasar sinusoidal. Saat t = 19, masih terus berkurang sedangkan ˆB terus naik. Setelah itu, keduanya tidak mengalami perubahan sama sekali. mplitudo gelombang datang tereduksi dan hanya menyisakan 83.2% saja yang diteruskan ke kanan, sedangkan amplitudo gelombang refleksi yang dihasilkan sebesar 55.8% dari amplitudo gelombang datang. Selanjutnya, untuk ketinggian dasar sinusoidal berbeda-beda hasil simulasi saat t = 400 diperlihatkan oleh Gambar 4.3 Gambar 4.2: Garis yang berwarna hitam (x) untuk nilai εd =0.08, 0.1, 0.12, 0.14 berturut turut dari kurva paling atas ke bawah. Garis yang berwarna biru ˆB(x) untuk nilai εd =0.08, 0.1, 0.12, 0.14 berturut turut dari kurva paling bawah ke atas. Saat t = 400 32

Tabel (4.1) menunjukkan berapa besar amplitudo gelombang yang diteruskan ke daerah sebelah kanan dasar sinusoidal dan berapa besar amplitudo gelombang refleksi yang dihasilkan ke daerah di sebelah kiri dasar sinusoidal pada akhir pengamatan t = 400, dengan nilai εd yang berbeda-beda. εd ˆB yang direduksi (%) 0.08 0.832 0.5579 16.8 0.10 0.7569 0.6575 24.31 0.12 0.6789 0.7389 32.11 0.14 0.6022 0.8039 39.78 0.16 0.5294 0.8547 47.06 Tabel 4.1: Perubahan di x =10dan ˆB di x = 0 saat t = 400 dengan α yang berbeda-beda 4.4.2 Kasus Kedua Pantai yang memantulkan gelombang dengan sempurna dengan beda fase antara gelombang yang menabrak pantai dengan gelombang refleksi dari pantai sebesar θ = π, diibaratkan berada pada x = L dan memiliki komposisi batuan yang sangat padat sehingga dapat memantulkan gelombang dengan sempurna. Simulasi untuk kasus ini dilakukan dengan nilai r = c Δt Δx = 1 sebagai syarat kestabilan. danya pantai dengan ( ˆB/) = 1dix = 10 menyebabkan syarat batas menjadi: (10,t)= ˆB(10,t). Gambar 4.9 memperlihatkan kurva (x), ˆB(x), dan 1 2 ( 2 ˆB 2 )untuk waktu t tertentu. Hasil simulasi yang ditunjukkan pada Gambar 4.9 adalah untuk kasus ˆB = 1. Sedangkan, kasus ˆB = 1 ditunjukkan oleh Gambar 4.10. Kurva-kurva yang disajikan untuk kedua kasus menggambarkan bagaimana perubahan sementara dan ˆB disepanjang dasar laut sinusoidal, 0 < x < 10. Untuk t < 10, hasil yang diperoleh sama, untuk kedua kasus. Hal ini disebabkan karena gelombang belum mencapai 33

Gambar 4.3: Pantai yang memantulkan gelombang dengan sempurna berada pada x = L, (ˆB/) = 1 pantai di x = 10. Pengaruh dasar sinusoidal dapat dilihat dari penyebaran sejumlah gelombang menjadi ˆB. Penyebaran gelombang ini sudah terjadi saat t =1, yaitu dengan bertambahnya ˆB walaupun hanya sedikit, bahkan lebih jelas terlihat saat t = 5. Transfer enegi dari menjadi ˆB menyebabkan besarnya terus berkurang sepanjang waktu sedangkan ˆB terus naik. Proses ini terus berlangsung sampai t = 10 yaitu saat gelombang belum mencapai x = 10. menjadi berbeda untuk kedua kasus. Setelah t = 10 keadaan Kasus ˆB = 1, pada kasus ini pembentukkan amplitudo ˆB terjadi karena dua hal. Pertama, dari transfer energi amplitudo yang disebabkan oleh dasar sinusoidal dan yang kedua dari efek pantulan pantai di x = 10. Pengaruh pantulan pantai terasa sesaat setelah gelombang menabrak pantai. Saat t = 19, pengaruh pantai sangat jelas terlihat. Pada t = 25, kurva 1 2 ( 2 ˆB 2 ) bernilai negatif untuk ˆB >. Untukwaktuselanjutnyat =50, 100, 400, besar 1 2 ( 2 ˆB 2 )=0,hal ini menunjukkan bahwa sudah tidak ada transfer energi antara dan ˆB. Selanjutnya, untuk perbandingan ketinggian dasar sinusoidal dengan dasar laut yang berbeda-beda,yaitu: εd =0.08, 0.1, 0.12, 0.14, 0.16 hasil simulasi saat t = 400 diperlihatkan oleh Gambar 4.5. Tabel (4.2) menunjukkan berapa besar amplitudo gelombang yang diteruskan ke daerah sebelah kanan dasar sinusoidal dan berapa besar amplitudo gelombang refleksi yang dihasilkan ke daerah di sebelah kiri dasar 34

sinusoidal pada akhir pengamatan t = 400, dengan nilai εd yang berbeda-beda. Gambar 4.4: Kasus B = 1: Kurva (x) dan ˆB(x) saling berhimpit untuk nilai εd =0.08, 0.1, 0.12, 0.14 berturut-turut dari atas ke bawah. Saat t = 400 εd ˆB yang direduksi (%) 0.08 0.5341 1.0022 46.59 0.10 0.4567 1.0031 54.23 0.12 0.3904 1.0040 60.96 0.14 0.3338 1.0049 66.62 0.16 0.2854 1.0058 71.46 Tabel 4.2: Perubahan di x =10dan ˆB di x = 0 saat t = 400 dengan α yang berbeda-beda 4.4.3 Kasus Ketiga Pantai dengan ˆB = 1, diibaratkan berada pada x>lsehingga saat gelombang ke kiri hasil pantulan dari pantai mencapai x = L beda fasenya sama dengan gelombang ke kanan yang akan menabrak pantai. 35

Gambar 4.5: Pantai yang memantulkan gelombang dengan sempurna berada pada x>l,(ˆb/) =1 Perhatikan Gambar 4.10, pada kasus ini adanya pantai memberikan efek yang berlawanan dengan hasil sebelumnya yaitu besar amplitudo ˆB yang dihasilkan menjadi positif. Karena ˆB >0 positif, memperoleh energi dari ˆB. Dengan demikian, amplitudo ˆB yang positif ini memberikan pengaruh pada, sehingga semakin meningkat. Perhatikan saat t = 19, dari sebelah kanan ke kiri amplitudo ˆB, yang positif, semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh perubahan amplitudo ˆB menjadi. Sedangkan di sebelah kiri amplitudo B bernilai negatif karena pada selang ini efek pantai belum terasa dan efek yang terasa disini hanya berasal dari pemecahan gelombang oleh dasar sinusoidal. Sejalan dengan waktu besar amplitudo ˆB semakin meningkat demikian juga dengan besar, karena kedua amplitudo saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga besar ˆB menjadi positif disepanjang 0 <x<10, lihat gambar untuk t = 100. khirnya, keadaan setimbang dicapai saat t = 400 karena sudah tidak ada transfer energi antara dan ˆB. Selanjutnya, untuk perbandingan ketinggian dasar sinusoidal dengan dasar laut yang berbeda-beda,yaitu: εd =0.08, 0.1, 0.12, 0.14, 0.16 hasil simulasi saat t = 400 diperlihatkan oleh Gambar 4.7. Untuk perbandingan dasar sinusoidal dengan kedalaman, εd = 0.08, 0.1, 0.12, 0.14, 0.16 berturut-turut menghasilkan (10) di akhir pengamatan saat t = 400 menjadi (10, 400) = 1.882, 2.21, 2.60, 3.07, 3.643. 36

Gambar 4.6: Kasus ˆB =1: Kurva(x) dan ˆB(x) saling berhimpit untuk nilai α =0.08, 0.1, 0.12, 0.14, 0.16 berturut-turut dari bawah ke atas. Saat t = 400 37

Gambar 4.7: Hasil simulasi untuk kasus B = 0. Kurva berwarna hitam (x), kurva berwarna biru ˆB(x), dan garis putus-putus adalah E(x) 38

Gambar 4.8: Hasil simulasi untuk kasus B = 1. Kurva berwarna hitam (x), kurva berwarna biru ˆB(x), dan garis putus-putus adalah E(x) 39

Gambar 4.9: Hasil simulasi untuk kasus B = 1. Kurva berwarna hitam (x), kurva berwarna biru ˆB(x), dan garis putus-putus adalah E(x) 40