BAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN"

Transkripsi

1 BAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN Pada bab ini akan dibahas model yang dikembangkan dari model Kaplan. Terdapat beberapa asumsi Kaplan yang akan dimodifikasi. Selain itu, pada bab ini juga diberikan analisis titik kesetimbangan dan syarat kestabilan dari model. 4. Pengembangan Model Pada bab sebelumnya, Kaplan mengasumsikan bahwa semua pecandu mengunjungi galeri-galeri suntik dengan laju kedatangan yang sama. Bagaimanapun juga, beberapa pecandu tahu bahwa dirinya terinfeksi HIV. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa laju kedatangan pecandu tersebut ke galeri suntik akan lebih rendah dibandingkan dengan pecandu yang susceptible dan pecandu yang tidak tahu dirinya terinfeksi HIV. Diasumsikan bahwa suatu fraksi p dari pecandu yang terinfeksi mengetahui jika dirinya terinfeksi HIV dan para pecandu ini mengunjungi galeri-galeri suntik dengan laju kedatangan sebesar λ 2. Pecandu yang susceptible dan pecandu yang terinfeksi tetapi tidak mengetahui jika dirinya terinfeksi mengunjungi galeri-galeri suntik dengan laju kedatangan yang lebih tinggi, yaitu sebesar λ. Kemudian diasumsikan juga bahwa suatu fraksi ξ dari seluruh pecandu (baik yang 4

2 susceptible maupun yang tidak) membersihkan alat suntik setelah digunakan, serta dimisalkan cara tersebut efektif dalam mendisinfektan alat suntik. Kaplan menetapkan θ sebagai fraksi dari pecandu yang susceptible yang membilas jarum yang tercemar dan α sebagai fraksi dari pecandu yang susceptible yang terinfeksi karena menggunakan jarum yang tercemar. Akan tetapi Kaplan tidak membahas lebih rinci mengenai peluang yang ada dari kejadian ini. Misalkan seorang pecandu yang susceptible menggunakan jarum yang tercemar, maka: i. P adalah peluang jarum terbilas dan pecandu menjadi terinfeksi, ii. P 2 adalah peluang jarum terbilas dan pecandu tetap susceptible, iii. P 3 adalah peluang pecandu menjadi terinfeksi tanpa membilas jarum, iv. P 4 adalah peluang pecandu tetap susceptible dan jarum tetap tercemar. Dengan P, P 2, P 3, dan P 4 bilangan positif dan P+ P2 + P3 + P4 =. Dalam modelnya, Kaplan mengasumsikan bahwa meskipun pecandu yang susceptible menggunakan jarum yang tercemar, maka jarum akan menjadi bersih kembali dengan suatu fraksi θ pada saat t. Jika pecandu yang terinfeksi menggunakan jarum suntik, maka jarum tersebut akan tercemar sebelum dibersihkan. Akan tetapi, itu bukanlah satu-satunya kemungkinan karena jarum dikatakan tercemar mungkin bergantung pada hal lain, yaitu banyaknya darah yang tertinggal di jarum dan jumlah virus yang terkandung dalam darah tersebut (meskipun tidak ada batasan aman untuk jumlah virus). Oleh karena itu, model Kaplan akan diperluas dengan memasukkan peluang bahwa pecandu yang terinfeksi tidak selalu meninggalkan jarum dalam keadaan tercemar bahkan tanpa disinfektan. Dimisalkan jika pecandu yang terinfeksi menggunakan: i. jarum yang bersih, maka jarum akan tercemar (tanpa disinfektan) dengan fraksi φ. 5

3 ii. jarum yang tercemar, maka proses penyuntikan akan membilas jarum dengan fraksi θ. Jumlah φ dan θ sebanding dengan peluang terbilas θ yang diperkenalkan oleh Kaplan, masing-masing parameter tersebut mengacu pada pecandu yang terinfeksi menggunakan jarum yang bersih, pecandu yang terinfeksi menggunakan jarum yang tercemar, dan pecandu yang susceptible menggunakan jarum yang tercemar. Akan dikembangkan model penyebaran HIV pada komunitas pecandu berdasarkan perluasan dari model Kaplan yang lebih realistis. Misalkan π () t adalah proporsi pecandu yang terinfeksi pada saat t, dan misalkan β () t adalah proporsi jarum yang tercemar pada saat t. Misalkan terdapat i buah jarum yang tercemar dan I pecandu yang terinfeksi pada saat t. Banyaknya jarum yang tercemar pada t+ Δ t : i. Galeri-galeri suntik dikunjungi oleh n( pπ ) orang pecandu dengan laju λ, dan npπ orang pecandu dengan laju λ 2. Masing-masing pecandu mengunjungi m galeri suntik secara acak. Oleh karena itu, rata-rata kedatangan di satu galeri suntik adalah sebanyak ( ) dengan γ = n, maka m { λ( π) + λ2 π γδ } p p t i λ pπ + λ pπ γ 2 dari i jarum yang tercemar pada saat t tidak digunakan oleh pecandu dalam interval [ tt, t) + Δ. ii. Rata-rata kedatangan pecandu yang terinfeksi pada satu galeri suntik adalah ( ) λ p + λ2p πγ. Jika seorang pecandu yang terinfeksi menggunakan peralatan menyuntik, maka alat tersebut akan tercemar sebelum dibersihkan dengan fraksi ( β )( φ ) β( θ ) +. Maka banyaknya jarum yang tercemar setelah digunakan oleh pecandu yang terinfeksi pada selang waktu yang sangat kecil [ tt, t) + Δ adalah 6

4 iii. ( ) ( ) ( ) m λ p + λ p πγ ξ βθ β φ Δt 2 Rata-rata kedatangan pecandu yang susceptible pada satu galeri suntik adalah λ γ ( π). Jika seorang pecandu yang susceptible menggunakan peralatan menyuntik yang tercemar, maka alat tersebut akan tercemar dengan fraksi ( P P )( ξ ). Oleh karena itu, banyaknya jarum yang 2 tercemar setelah digunakan oleh pecandu yang susceptible dalam interval yang sangat kecil [ tt, t) Sehingga diperoleh + Δ adalah ( ) ( )( ) λγ π i P P ξ Δ t 2 { λ( π) λ2 π γ } ( ) ( ) ( ) λγ( π) i( P P )( ξ) t it ( +Δ t) = p + p Δt i + m λ p + λ p πγ ξ βθ β φ Δt 2 + Δ 2 karena Δt dan β () t = it (), maka m β ( t+δt) β ( t) lim = λ( p) π + λ( π) + λ2pπ γβ Δt + λ + λ πγ ξ βθ β φ Δ t Sehingga diperoleh ( p) p ( ) ( ) ( ) ( P P )( ) 2 + λγ π β ξ 2 dβ = ( p) 2p {( ) ( ) } dt λ + λ πγ ξ βθ β φ β λγ ( π) β ( P P2)( ξ) (4.) Sekarang akan ditentukan banyaknya pecandu yang terinfeksi pada t+δ t. Pada saat t terdapat n I() t pecandu yang susceptible. Fraksi () t ( P P ) β + dari 3 pecandu tersebut menggunakan jarum yang tercemar dan menjadi terinfeksi. Maka banyaknya pecandu susceptible yang terinfeksi pada [ tt, t) +Δ adalah 7

5 [ ()] λβ() ( ) n I t t P + P Δ t. Karena sebesar μit () Δ tdari pecandu yang terinfeksi 3 berhenti menggunakan alat suntik dalam [ tt, t) karena Δt dan + Δ, maka [ ] λβ ( ) I( t+δ t) = I() t + n I() t () t P + P Δt μi() t Δt 3 It ( +Δt) It ( ) = {[ π( t) ] λβ ( t) ( P+ P3) μπ( t) } Δ t n π () t = It (), maka n π ( t+δt) π ( t) lim = [ π () t ] λβ () t ( P+ P3) μπ() t Δ t Δt Sehingga diperoleh dπ = ( π ) λβ ( P+ P3) μπ dt (4.2) Persamaan 4. dan 4.2 dapat ditulis sebagai dengan dβ = π ( σ τβ) ( π) ρβ, dt dπ = ( π) υβ μπ. dt (4.3) ( p) 2p ( )( ), ( p) 2p ( ) ( ) ( )( P P ), ( P P ). σ = λ + λ γ ξ φ τ = λ + λ γ φ ξ + θ ξ, ρ = λγ ξ 2 υ = λ + 3 sehingga σ, τ, ρ, dan υ bernilai positif dengan σ τ. (4.4) Tabel Variabel dan Parameter Simbol Parameter Satuan π proporsi pecandu yang terinfeksi - β proporsi jarum yang tercemar - n jumlah pecandu orang 8

6 m jumlah galeri suntik buah p fraksi dari pecandu yang terinfeksi yang tahu dirinya terinfeksi HIV λ 2 laju kedatangan p kali per tahun λ laju kedatangan p kali per tahun ξ P P 2 P 3 P 4 φ θ fraksi dari seluruh pecandu yang membersihkan alat suntik setelah digunakan peluang jarum terbilas dan pecandu menjadi terinfeksi jika jarum yang tercemar dipakai oleh pecandu yang susceptible peluang jarum terbilas dan pecandu tetap susceptible jika jarum yang tercemar dipakai oleh pecandu yang susceptible peluang pecandu menjadi terinfeksi tanpa membilas jarum jika jarum yang tercemar dipakai oleh pecandu yang susceptible peluang pecandu tetap susceptible dan jarum tetap tercemar jika jarum yang tercemar dipakai oleh pecandu yang susceptible fraksi jarum yang tercemar jika pecandu yang terinfeksi menggunakan jarum yang bersih (tanpa disinfektan) fraksi jarum menjadi bersih setelah digunakan oleh pecandu yang terinfeksi i jumlah jarum yang tercemar buah I jumlah pecandu yang terinfeksi orang μ laju kematian pecandu orang per tahun 9

7 4.2 Titik Kesetimbangan dan Syarat Kestabilan Dari persamaan 4.3, akan dicari titik-titik kesetimbangan dan syarat kestabilan dari titik-titik tersebut Titik Kesetimbangan Persamaan 4.3 memiliki dua titik kesetimbangan, yaitu E ( π β ) = =, = dan συ ρμ συ ρμ E = π =, β = συ + τμ ρμ τυ. Titik kesetimbangan E terjadi pada saat seluruh pecandu tidak ada yang terinfeksi dan tidak ada jarum yang tercemar, disebut titik kesetimbangan bebas penyakit. Titik kesetimbangan E terjadi ketika terdapat pecandu yang terinfeksi HIV dan jarum yang tercemar. Eksistensi titik kesetimbangan E adalah pada saat π > dan β >. Pandang penyebut dari π, yaitu ( ) συ τμ ρμ συ μ τ ρ + = +. Agar συ+ τμ ρμ >, maka haruslah τ ρ. Oleh karena itu, π > diperoleh jika dan hanya jika συ ρμ > dan τ ρ. Begitu juga dengan β > diperoleh jika dan hanya jika pembilangnya positif atau συ ρμ >. Jadi, syarat eksistensi dari titik συ kesetimbangan E adalah τ ρ dan ρμ >. Dari syarat eksistensi E, diperoleh Basic Reproduction Ratio dari model 4.3, yaitu R συ = ρμ 2

8 4.2.2 Syarat Kestabilan Syarat kestabilan diperoleh dengan cara pelinieran di sekitar titik titik kesetimbangannya. Pelinieran mula-mula dilakukan dengan cara mencari matriks Jacobi dari persamaan 4.3 pada titik kesetimbangannya kemudian diperoleh persamaan karakteristiknya. Syarat kestabilan terbagi menjadi dua bagian berdasarkan titik kesetimbangan model, yaitu:. Kestabilan pada Titik Kesetimbangan Non Endemik (Titik Kesetimbangan Bebas Penyakit) Matrik Jacobi dari persamaan 4.3 terhadap waktu di titik kesetimbangan bebas penyakit E ( π β ) = =, = adalah ρ σ υ μ Persamaan karakteristik dari matriks Jacobi di titik kesetimbangan bebas penyakit adalah 2 as + bs + c, dengan a =, b = μ+ ρ, c = συ+ ρμ. (4.4) Model akan stabil apabila nilai eigen dari persamaan karakteristiknya bernilai negatif. Dari Persamaan 4.4 terlihat bahwa a > dan b >, maka agar nilai eigennya bernilai negatif haruslah c >. c > diperoleh jika R < dengan συ R = ρμ Maka dapat diketahui bahwa titik kesetimbangan bebas penyakit dari persamaan 4.3 akan stabil asimtotik lokal jika dan hanya jika R < dan tidak stabil untuk R > 2. Kestabilan pada Titik Kesetimbangan Endemik Titik kesetimbangan endemiknya, yaitu 2

9 συ ρμ συ ρμ E = π =, β = συ + τμ ρμ τυ dengan Matriks Jacobinya di titik tersebut adalah ( συ+ ρμ) τ συ + ρμ συ + ρμ ρ( συ+ ρμ) + ρ σ + συ + τμ ρμ συ + τμ ρμ υ τυ συ + ρμ συ + ρμ + υ μ συ + τμ ρμ τ Persamaan karakteristik dari matrik Jacobi di titik kesetimbangan endemik adalah 2 ps + qs+ r, dengan p =, q = ( συ + τμ ρμ ) τ τσ υ 2τσυρμ + τ συμ τ μ ρ + τμ ρ r =. τ συ τμ ρμ σ υ συρμ συτμ τμ ρ τ μ μ ρ τ συ ( + ) Selanjutnya dengan aturan Descartes akan ditentukan apakah akar dari polinom tersebut bernilai negatif. Dengan mensubstitusikan s = s ke dalam persamaan karakteristiknya, maka diperoleh persamaan koefisien-koefisien ˆp = p, ˆq = q, dan ˆr = r, yaitu, 2 ˆ ˆ ˆ ps + qs+ r dengan pˆ =, σ υ 2συρμ+ 2συτμ 2τμ ρ + τ μ + μ ρ + τ συ qˆ =, συ τμ ρμ τ ( + ) τσ υ 2τσυρμ + τ συμ τ μ ρ + τμ ρ rˆ =. τ συ τμ ρμ ( + ) (4.5) Agar memenuhi syarat akar-akar real negatif menurut aturan Descartes, maka haruslah terdapat dua kali pergantian tanda dari koefisien ˆp ke ˆq, dan dari ˆq ke ˆr. Dari persamaan 4.5 diketahui bahwa p ˆ >. Sedangkan q ˆ < dipenuhi jika dan hanya jika τ ρ. Agar memenuhi aturan Descartes untuk 22

10 akar-akar real negatif, maka haruslah r ˆ > atau συ ρμ >, dan συ ρμ > jika dan hanya jika R > dengan συ R = ρμ Maka kestabilan titik kesetimbangan endemik Model 4.3 akan stabil asimtotik lokal jika dan hanya jika τ ρ dan R >. 4.3 Simulasi Model Diasumsikan semua pecandu mengunjungi galeri suntik dengan laju kedatangan yang sama (baik yang terinfeksi maupun tidak), maka λ = λ 2 dan tanpa mengurangi keumuman p =. Selain itu, dimisalkan pecandu mengunjungi galeri suntik sebanyak satu kali per minggu sehingga λ =,43 per hari. Peluang pecandu yang susceptible menjadi terinfeksi karena menggunakan jarum yang tercemar P+ P3 (α pada model Kaplan) dipilih sebesar,. Peluang jarum yang tercemar menjadi bersih karena digunakan oleh pecandu yang susceptible P+ P2 (θ pada model Kaplan) dipilih sebesar,25. Nilai φ dan θ (peluang jarum tidak tercemar setelah dipakai oleh pecandu yang terinfeksi) sangat kecil sehingga pada simulasi ini keduanya dimisalkan bernilai nol. Misalkan laju kematian μ adalah,25 per tahun dan rasio galeri γ = (satu pecandu per alat menyuntik). Akan dilakukan empat simulasi dengan parameter-parameter di atas, namun dengan nilai ξ yang berbeda-beda. ξ = Dengan mensubstitusikan semua parameter ke dalam persamaan 4.4, diperoleh nilai σ = 52,95; τ = 52,95 ; ρ = 3,49 ; dan υ =,

11 Kemudian diperoleh nilai R = συ = 8,35. ρμ Karena τ > ρ dan R >, maka dengan syarat awal π () > atau β () >, nilai β () t dan π () t akan menuju titik kesetimbangan E συ ρμ π, β συ ρμ = = = untuk t. συ + τμ ρμ τυ Substitusikan nilai σ, τ, ρ, dan υ yang telah diperoleh dengan μ =, 25 ke dalam titik kesetimbangannya E sehingga diperoleh titik kesetimbangan π =,648 dan β =,88. Gambar 4. fase plot dengan τ > ρ, ξ =, dan R = 8, 352 Gambar 4. menunjukkan bahwa dengan τ > ρ dan R >, maka dengan mengambil empat nilai awal sembarang, yaitu ( π(),99; β(),9) = =, ( π(),648; β(),) = =, ( π(), 648; β() ) = =, dan 24

12 ( π(),; β(),) = =. Semua kurva akan menuju ke satu titik kesetimbangan π =,648 dan β =,88. ξ =, 25 Dengan mensubstitusikan semua parameter ke dalam persamaan 4.4, diperoleh σ = 39,46 ; τ = 52,95 ; ρ = 22,835; dan υ =,522 sehingga dapat dihitung nilai R, yaitu R = συ = 3,579. ρμ Karena τ > ρ dan R >, maka dengan syarat awal β () > atau π () >, nilai β () t dan π () t akan menuju titik kesetimbangan E συ ρμ π, β συ ρμ = = = untuk t. συ + τμ ρμ τυ Substitusikan nilai σ, τ, ρ, dan υ yang telah diperoleh dengan μ =, 25 ke dalam titik kesetimbangannya E sehingga diperoleh titik kesetimbangan π =, 53 dan β =,54. Gambar 4.2 fase plot dengan τ > ρ, ξ =, 25, dan R = 3,

13 Gambar 4.2 menunjukkan bahwa dengan τ > ρ dan R >, maka dengan mengambil empat nilai awal sembarang, yaitu ( π(),99; β(),9) = =, ( π(),53; β(),) = =, ( π(),53; β() ) = =, dan ( π(),; β(),) = =. Semua kurva akan menuju ke satu titik kesetimbangan π =, 53 dan β =,54. ξ =,5 Dengan mensubstitusikan semua parameter ke dalam persamaan 4.4, diperoleh σ = 26,98 ; τ = 52,95 ; ρ = 32,622 ; dan υ =,522 sehingga dapat dihitung nilai R, yaitu R = συ =, 67. ρμ Karena τ > ρ dan R >, maka dengan syarat awal β () > atau π () >, nilai β () t dan π () t akan menuju titik kesetimbangan E συ ρμ π, β συ ρμ = = = untuk t. συ + τμ ρμ τυ Substitusikan nilai σ, τ, ρ, dan υ yang telah diperoleh dengan μ =, 25 ke dalam titik kesetimbangannya E sehingga diperoleh titik kesetimbangan π =,295 dan β =, 2. 26

14 Gambar 4.3 fase plot dengan τ > ρ, ξ =, 5, dan R =, Gambar 4.3 menunjukkan bahwa dengan τ > ρ dan R >, maka dengan mengambil empat nilai awal sembarang, yaitu ( π(),99; β(),9) = =, ( π(), 295; β(),) = =, ( π(), 295; β() ) = =, dan ( π(),; β(),) = =. Semua kurva akan menuju ke satu titik kesetimbangan π =,295 dan β =,2. ξ =,75 Dengan mensubstitusikan semua parameter ke dalam persamaan 4.4, diperoleh σ = 3,49 ; τ = 52,95 ; ρ = 42, 48 ; dan υ =,522 sehingga dapat dihitung nilai R, yaitu R = συ =,642. ρμ 27

15 Karena R <, maka dengan syarat awal β () > atau π () >, nilai β () t dan () t untuk t. π akan menuju titik kesetimbangan E = ( π = β = ), Gambar 4.4 fase plot dengan τ > ρ, ξ =, 75, dan R =, 6424 Gambar 4.4 menunjukkan bahwa dengan R <, maka dengan mengambil empat nilai awal sembarang, yaitu ( π(),99; β(),9) = =, ( π(),53; β(),) = =, ( π(),53; β() ) ( π(),; β(),8) = =, dan = =. Semua kurva akan menuju ke titik kesetimbangan π = dan β =. Pada keadaan R > (gambar 4., 4.2, dan 4.3), semua kurva konvergen menuju satu titik kesetimbangan, sedangkan pada keadaan R < (gambar 4.4), kurva konvergen ke titik kesetimbangan dimana penularan HIV tidak lagi 28

16 terjadi. Oleh karena itu, dengan nilai parameter tersebut, sekitar 65% pecandu harus membersihkan alat suntik setelah digunakan. Hal itu dilakukan agar diperoleh nilai R < sehingga menghilangkan HIV dalam waktu yang cukup lama. 29

BAB III MODEL KAPLAN. 3.1 Model Kaplan

BAB III MODEL KAPLAN. 3.1 Model Kaplan BAB III MODEL KAPLAN Pada bab ini akan dipaparkan model Kaplan secara terperinci sebelum memodifikasinya menjadi model yang lebih realistis pada bab selanjutnya. Kaplan memberikan suatu model deterministik

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5 III PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Model Model yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini adalah model SIDRS (Susceptible Infected Dormant Removed Susceptible) dari penularan penyakit malaria dalam suatu populasi.

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR

IV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR 9 IV PEMBAHASAN 4.1 Model SIR 4.1.1 Titik Tetap Untuk mendapatkan titik tetap diperoleh dari dua persamaan singular an ) sehingga dari persamaan 2) diperoleh : - si + s = 0 9) si + )i = 0 didapat titik

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya.

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya. BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini dilakukan analisis model penyebaran penyakit AIDS dengan adanya transmisi vertikal pada AIDS. Dari model matematika tersebut ditentukan titik setimbang dan kemudian dianalisis

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. tenggorokan, batuk, dan kesulitan bernafas. Pada kasus Avian Influenza, gejala

BAB III PEMBAHASAN. tenggorokan, batuk, dan kesulitan bernafas. Pada kasus Avian Influenza, gejala BAB III PEMBAHASAN A. Permasalahan Nyata Flu Burung (Avian Influenza) Avian Influenza atau yang lebih dikenal dengan flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MODEL 2

BAB IV ANALISIS MODEL 2 BAB V AAL MODEL BAB V AAL MODEL Pada bab ini akan dibahas titik-titik kesetimbangan Model tanpa delay dan dengan delay. Model yang akan dibahas adalah Model Persamaan 3.5 3.8. elain itu, pada bab ini juga

Lebih terperinci

III MODEL MATEMATIKA S I R. δ δ δ

III MODEL MATEMATIKA S I R. δ δ δ 9 III MODEL MATEMATIKA 3.1 Model SIRS Model dasar yang digunakan untuk menggambarkan penyebaran pengguna narkoba adalah model SIRS. Model ini dikemukakan oleh Kermac dan McKendric (1927) sebagai model

Lebih terperinci

Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia

Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia BAB IV Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia Bab ini menjelaskan model penyebaran virus Dengue dalam tubuh manusia, atau dikenal sebagai model internal. Bagian

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN 7 III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Model Pada bagian ini akan dirumuskan model pertumbuhan ekonomi yang mengoptimalkan utilitas dari konsumen dengan asumsi: 1. Terdapat tiga sektor dalam perekonomian:

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini, khususnya yang diperlukan dalam Bab 3. Teori yang dibahas adalah teori yang mendukung pembentukan

Lebih terperinci

Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok

Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok III.1 Pembentukan Model Model kecanduan terhadap rokok dibentuk menggunakan model dasar dalam epidemiologi yaitu model SIR (Susceptible, Infective, Removed)

Lebih terperinci

Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka

Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka BAB VI Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka VI.1 Kesimpulan Secara umum model yang dihasilkan dapat menunjukkan adanya endemik di suatu daerah untuk nilai parameter tertentu. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial merupakan persamaan yang melibatkan turunanturunan dari fungsi yang tidak diketahui (Waluya, 2006). Contoh 2.1 : Diberikan persamaan

Lebih terperinci

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika UNY 2017 Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Sischa Wahyuning Tyas 1, Dwi Lestari 2 Universitas Negeri Yogyakarta 1 Universitas

Lebih terperinci

Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam Berdarah Dengue

Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam Berdarah Dengue BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam Berdarah Dengue Bab ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama berisi penurunan model matematika penyebaran penyakit DBD yang selanjutnya akan disebut

Lebih terperinci

KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN

KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN OLEH : TASLIMA NRP : 1209201728 DOSEN PEMBIMBING 1. SUBCHAN, M.Sc, Ph.d 2. Dr. ERNA APRILIANI, M.Sc ABSTRAK Salah

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Titik Tetap Analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial sering digunakan untuk menentukan suatu solusi yang tidak berubah menurut waktu, yaitu pada saat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang di dalamnya terdapat turunan-turunan. Jika terdapat variabel bebas tunggal, turunannya merupakan

Lebih terperinci

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran ANALISIS KESTABILAN PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) DENGAN VAKSINASI MENGGUNAKAN MODEL ENDEMI SIR Marhendra Ali Kurniawan Fitriana Yuli S, M.Si Jurdik Matematika FMIPA UNY Abstrak: Makalah ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai model matematika penyakit campak dengan pengaruh vaksinasi, diantaranya formulasi model penyakit campak, titik ekuilibrium bebas penyakit

Lebih terperinci

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Jurnal Matematika Integratif ISSN 1412-6184 Volume 10 No 1, April 2014, hal 1-7 Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Ni matur Rohmah, Wuryansari Muharini Kusumawinahyu Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Jalan Sukarno-Hatta Palu,

Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Jalan Sukarno-Hatta Palu, Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS I. Murwanti 1, R. Ratianingsih 1 dan A.I. Jaya 1 1 Jurusan Matematika FMIPA Universitas Tadulako, Jalan Sukarno-Hatta

Lebih terperinci

BAB 3 MODEL DASAR DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH

BAB 3 MODEL DASAR DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH BAB 3 MODEL DASA DINAMIKA VIUS HIV DALAM TUBUH 3.1 Moel Dasar Moel asar inamika virus HIV alam tubuh menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut: Mula-mula tubuh alam keaaan tiak terinfeksi virus atau

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si Oleh Nara Riatul Kasanah 1209100079 Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA

ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 163-172 ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA Auliah Arfani, Nilamsari Kusumastuti, Shantika

Lebih terperinci

MEMBANGUN MODEL PENYEBARAN PERILAKU MEROKOK BERDASARKAN FAKTOR BIOLOGIS DAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL

MEMBANGUN MODEL PENYEBARAN PERILAKU MEROKOK BERDASARKAN FAKTOR BIOLOGIS DAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL JIMT Vol. 13 No. 2 Desember 2016 (Hal 35-47) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 2450 766X MEMBANGUN MODEL PENYEBARAN PERILAKU MEROKOK BERDASARKAN FAKTOR BIOLOGIS DAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL Govan

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi

Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi 1 Firdha Dwishafarina Zainal, Setijo Winarko, dan Lukman Hanafi Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Bab V Model Dengan Faktor Denda Bagi Para Perokok

Bab V Model Dengan Faktor Denda Bagi Para Perokok Bab V Model Dengan Faktor Denda Bagi Para Perokok V.1 Pembentukan Model Model ketiga ini merupakan pengembangan dari model kedua yaitu dengan memasukkan faktor yang dapat menekan laju pertambahan jumlah

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Penentuan Titik Tetap I HAIL DAN PEMBAHAAN Analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial sering digunakan untuk menentukan suatu solusi yang tidak berubah terhadap waktu (solusi konstan). Titik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL TRANSMISI VIRUS HEPATITIS B YANG DIPENGARUHI OLEH MIGRASI

ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL TRANSMISI VIRUS HEPATITIS B YANG DIPENGARUHI OLEH MIGRASI ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL TRANSMISI VIRUS HEPATITIS B YANG DIPENGARUHI OLEH MIGRASI STABILITY ANALYSIS OF THE HEPATITIS B VIRUS TRANSMISSION MODELS ARE AFFECTED BY MIGRATION Oleh : Firdha Dwishafarina

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER)

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER) Jurnal Euclid, Vol.4, No.1, pp.646 ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER) Herri Sulaiman Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

PERTEMUAN 2 STATISTIKA DASAR MAT 130

PERTEMUAN 2 STATISTIKA DASAR MAT 130 PERTEMUAN 2 STATISTIKA DASAR MAT 130 Data 1. Besaran Statistika berbicara tentang data dalam bentuk besaran (dimensi) Besaran adalah sesuatu yang dapat dipaparkan secara jelas dan pada prinsipnya dapat

Lebih terperinci

= = =

= = = = + + + = + + + = + +.. + + + + + + + + = + + + + ( ) + ( ) + + = + + + = + = 1,2,, = + + + + = + + + =, + + = 1,, ; = 1,, =, + = 1,, ; = 1,, = 0 0 0 0 0 0 0...... 0 0 0, =, + + + = 0 0 0 0 0 0 0 0 0....

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN MODEL SEIRS PENYAKIT SCABIES PADA POPULASI HEWAN DAN MODEL SEIS PADA POPULASI MANUSIA

ANALISA KESTABILAN MODEL SEIRS PENYAKIT SCABIES PADA POPULASI HEWAN DAN MODEL SEIS PADA POPULASI MANUSIA JIMT Vol. 3 No. 2 Desember 206 (Hal 85-97) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 2450 766X ANALISA KESTABILAN MODEL SEIRS PENYAKIT SCABIES PADA POPULASI HEWAN DAN MODEL SEIS PADA POPULASI MANUSIA

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik LANDASAN TEORI Model Mangsa Pemangsa Lotka Volterra Bagian ini membahas model mangsa pemangsa klasik Lotka Volterra. Model Lotka Volterra menggambarkan laju perubahan populasi dua spesies yang saling berinteraksi.

Lebih terperinci

Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS

Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS ABSTRAK Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular tertua yang menyerang manusia. Badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa sepertiga

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR TUGAS AKHIR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ( S TA B I L I T Y A N A LY S I S O F A P R E D AT O R - P R E Y M O D E L W I T H I N F E C T

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS PENYEBARAN VIRUS EBOLA PADA MANUSIA

ANALISIS STABILITAS PENYEBARAN VIRUS EBOLA PADA MANUSIA ANALISIS STABILITAS PENYEBARAN VIRUS EBOLA PADA MANUSIA Mutholafatul Alim 1), Ari Kusumastuti 2) 1) Mahasiswa Jurusan Matematika, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 1) mutholafatul@rocketmail.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. genetik (genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam

BAB III PEMBAHASAN. genetik (genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam BAB III PEMBAHASAN A. Formulasi Model Matematika Secara umum virus merupakan partikel yang tersusun atas elemen genetik (genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam deoksiribonukleat (DNA)

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Dinita Rahmalia Universitas Islam Darul Ulum Lamongan, Abstrak. Di Indonesia terdapat banyak peternak unggas sebagai matapencaharian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 2.1.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat variabel bebas, variabel tak bebas dan derivative-derivatif

Lebih terperinci

DINAMIKA PROBLEMA PENYAKIT MALARIA

DINAMIKA PROBLEMA PENYAKIT MALARIA Vol. 02, No. 04 (2014), pp. 361 371. DINAMIKA PROBLEMA PENYAKIT MALARIA Junliade Sinaga Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem dinamik penyakit malaria, menentukan titik kesetimbangan

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang)

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) Melita Haryati 1, Kartono 2, Sunarsih 3 1,2,3 Jurusan Matematika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk tesis ini, yang selanjutnya akan di perlukan pada Bab 3. Tinjauan pustaka yang dibahas adalah mengenai yang mendukung

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Buletin Ilmiah Math. Stat. Dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 3 (2014), hal 235-244 ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Hidayu Sulisti, Evi Noviani, Nilamsari Kusumastuti

Lebih terperinci

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB Konsep Dasar BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I Pendahuluan ini dijelaskan mengenai latar belakang yang mendasari penelitian yang kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR Oleh: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. I Gusti Ngurah Rai Usadha, M.Si Subchan, Ph.D Drs. Kamiran, M.Si Noveria

Lebih terperinci

KONSEP DASAR STATISTIK

KONSEP DASAR STATISTIK KONSEP DASAR STATISTIK DATA STATISTIK Data 1. Besaran Statistika berbicara tentang data dalam bentuk besaran (dimensi) Besaran adalah sesuatu yang dapat dipaparkan secara jelas dan pada prinsipnya dapat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Sumber Data

METODE PENELITIAN Sumber Data 13 METODE PENELITIAN Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil simulasi melalui pembangkitan dari komputer. Untuk membangkitkan data, digunakan desain model persamaan struktural

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. Alfabet Yunani

LAMPIRAN I. Alfabet Yunani LAMPIRAN I Alfabet Yunani Alha Α Nu Ν Beta Β Xi Ξ Gamma Γ Omicron Ο Delta Δ Pi Π Esilon Ε Rho Ρ Zeta Ζ Sigma Σ Eta Η Tau Τ Theta Θ Usilon Υ Iota Ι hi Φ, Kaa Κ Chi Χ Lambda Λ Psi Ψ Mu Μ Omega Ω LAMPIRAN

Lebih terperinci

Bab III Model Matematika Transmisi Filariasis Tanpa Pengobatan

Bab III Model Matematika Transmisi Filariasis Tanpa Pengobatan Bab III Model Matematika Transmisi Filariasis Tanpa Pengobatan Situasi filariasis dalam kehidupan nyata telah dijelaskan di Bab I dan II Selanjunya, penyederhanaan masalah untuk memudahkan pembentukan

Lebih terperinci

BAB III BASIC REPRODUCTION NUMBER

BAB III BASIC REPRODUCTION NUMBER BAB III BASIC REPRODUCTIO UMBER Dalam kaitannya dengan kejadian luar biasa, dalam epidemiologi matematika dikenal suatu besaran ambang batas (threshold) yang menjadi indikasi apakah dalam suatu populasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic

T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic Oleh : Ali Kusnanto, Hikmah Rahmah, Endar H. Nugrahani Departemen Matematika FMIPA-IPB Email : alikusnanto@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR Proses pencabangan suatu individu terinfeksi berbentuk seperti diagram pohon dan diasumsikan bahwa semua individu terinfeksi adalah saling independent

Lebih terperinci

III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD

III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD 8 3.1 Model SIR Model SIR pada uraian berikut mengacu pada kajian Derouich et al. (2003). Asumsi yang digunakan adalah: 1. Total populasi nyamuk dan total populasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis model epidemik beserta simulasinya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis model epidemik beserta simulasinya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini disimpulkan hasil analisa model epidemik bertipe SIA dengan transmisi vertikal, dan penyakit menyebar melalui transfer transpacental (bersifat turun temurun) dengan

Lebih terperinci

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan

Lebih terperinci

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI Mohammad soleh 1, Leni Darlina 2 1,2 Jurusan Matematika Fakultas Sains Teknologi Universitas Islam

Lebih terperinci

III PEMODELAN. (Giesecke 1994)

III PEMODELAN. (Giesecke 1994) 4 2.2 Bilangan Reproduksi Dasar Bilangan reproduksi dasar adalah potensi penularan penyakit pada populasi rentan, merupakan rata-rata jumlah individu yang terinfeksi secara langsung oleh seorang penderita

Lebih terperinci

Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis

Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis Nara Riatul Kasanah dan Sri Suprapti H Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED)

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) Amir Tjolleng 1), Hanny A. H. Komalig 1), Jantje D. Prang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

Lebih terperinci

Esai Kesehatan. Disusun Oleh: Prihantini /2015

Esai Kesehatan. Disusun Oleh: Prihantini /2015 Esai Kesehatan Analisis Model Pencegahan Penyebaran Penyakit Antraks di Indonesia Melalui Vaksin AVA sebagai Upaya Mewujudkan Pemerataan Kesehatan Menuju Indonesia Emas 2045 Disusun Oleh: Prihantini 15305141044/2015

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. landasan pembahasan pada bab selanjutnya. Pengertian-pengertian dasar yang di

BAB II LANDASAN TEORI. landasan pembahasan pada bab selanjutnya. Pengertian-pengertian dasar yang di 5 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini membahas pengertian-pengertian dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab selanjutnya. Pengertian-pengertian dasar yang di bahas adalah sebagai berikut: A.

Lebih terperinci

Pengantar Statistika Matematika II

Pengantar Statistika Matematika II Bab 1: a FMIPA Universitas Islam Indonesia Parameter adalah karakteristik dari populasi (misal θ) adalah karakteristik dari sampel Akan dibahas konsep statistik dan distribusi sampling Parameter Misalkan

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 2 (2015), hal 101 110 PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS Dwi Haryanto, Nilamsari Kusumastuti,

Lebih terperinci

T - 1 PEMODELAN MATEMATIKA UNTUK MENSIMULASIKAN EFEK POPULASI KARANTINA TERHADAP PENYEBARAN PENYAKIT HIV/AIDS DI PAPUA

T - 1 PEMODELAN MATEMATIKA UNTUK MENSIMULASIKAN EFEK POPULASI KARANTINA TERHADAP PENYEBARAN PENYAKIT HIV/AIDS DI PAPUA T - 1 PEMODELAN MATEMATIKA UNTUK MENSIMULASIKAN EFEK POPULASI KARANTINA TERHADAP PENYEBARAN PENYAKIT HIV/AIDS DI PAPUA Abraham 1, Mahmudi 2 1 Program Studi Matematika FMIPA Universitas Cenderawasih 2 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada pengembangan aplikasi matematika di seluruh aspek kehidupan manusia. Peran

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada pengembangan aplikasi matematika di seluruh aspek kehidupan manusia. Peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia yang semakin maju tidak dapat dipisahkan dari peranan ilmu matematika. Penggunaan ilmu pengetahuan di bidang matematika dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Banyak sekali masalah terapan dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, dan lain-lain yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk pesamaan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Penentuan titik tetap Model Gyllenberg-Webb. 1 ln

Lampiran 1 Penentuan titik tetap Model Gyllenberg-Webb. 1 ln LAMPIRAN 35 Lampiran 1 Penentuan titik tetap Model Gyllenberg-Webb Titik tetap dari sistem persamaan diferensial (3.7)-(3.8) diperoleh dengan menentukan 0 dan 0, sehingga diperoleh: 1 ln 0 (1) 1 ln 0 (2)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. return, mean, standard deviation, skewness, kurtosis, ACF, korelasi, GPD, copula,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. return, mean, standard deviation, skewness, kurtosis, ACF, korelasi, GPD, copula, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas semua konsep yang mendasari penelitian ini yaitu return, mean, standard deviation, skewness, kurtosis, ACF, korelasi, GPD, copula, VaR, estimasi VaR dengan

Lebih terperinci

Pengantar Statistika Matematika II

Pengantar Statistika Matematika II Pengantar a Matematika II Atina Ahdika, S.Si., M.Si. Prodi a FMIPA Universitas Islam Indonesia March 20, 2017 atinaahdika.com t F Parameter adalah karakteristik dari populasi (misal θ) adalah karakteristik

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DIABETES DENGAN PENGARUH TRANSMISI VERTIKAL

MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DIABETES DENGAN PENGARUH TRANSMISI VERTIKAL MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DIABETES DENGAN PENGARUH TRANSMISI VERTIKAL T - 5 Debby Agustine Jurusan Matematika, Universitas Negeri Jakarta, Indonesia debbyagustine@gmail.com Abstrak Diabetes merupakan salah

Lebih terperinci

8. Deret Fourier yang Diperumum dan Hampiran Terbaik di L 2 (a, b)

8. Deret Fourier yang Diperumum dan Hampiran Terbaik di L 2 (a, b) 8. Deret Fourier yang Diperumum dan Hampiran Terbaik di L (a, b) 8.1 Deret Fourier yang Diperumum Jika {ϕ n } 1 adalah basis ortonormal untuk L (a, b) dan f L (a, b), maka f, ϕ n disebut koefisien Fourier

Lebih terperinci

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si.

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si. PERMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG (MATHEMATICAL MODEL AND STABILITY ANALYSIS THE SPREAD OF AVIAN INFLUENZA) Oleh : Dinita Rahmalia NRP 1206100011 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PEMBAHASAN. optimal dari model untuk mengurangi penyebaran polio pada dengan

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PEMBAHASAN. optimal dari model untuk mengurangi penyebaran polio pada dengan BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis model dan kontrol optimal penyebaran polio dengan vaksinasi. Dari model matematika penyebaran polio tersebut akan ditentukan titik setimbang dan kemudian

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 135-142 PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS Marisa Effendi,

Lebih terperinci

Hipotesis : asumsi atau anggapan bisa benar atau bisa salah seringkali dipakai sebagai dasar dalam memutuskan

Hipotesis : asumsi atau anggapan bisa benar atau bisa salah seringkali dipakai sebagai dasar dalam memutuskan PENGUJIAN HIPOTESIS Hipotesis : Merupakan suatu asumsi atau anggapan yang bisa benar atau bisa salah mengenai sesuatu hal, dan dibuat untuk menjelaskan sesuatu hal tersebut sehingga memerlukan pengecekan

Lebih terperinci

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi Persamaan Difusi Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M Jamhuri UIN Malang April 7, 2013 Penurunan Persamaan Difusi Misalkan u(x, t) menyatakan konsentrasi dari zat pada posisi

Lebih terperinci

Dinamika dan Aplikasi dari Model Epidemologi Hepatitis C Ema Hardika S. ( )

Dinamika dan Aplikasi dari Model Epidemologi Hepatitis C Ema Hardika S. ( ) Dinamika dan Aplikasi dari Model Epidemologi Hepatitis C Ema Hardika S. (081112005) Abstrak Jurnal ini membahas tentang simulasi model SEIC pada transimi virus hepatitis C (VHC) yang dibangun oleh Suxia

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Linear dan Simulasi

Analisis Kestabilan Linear dan Simulasi Bab 4 Analisis Kestabilan Linear dan Simulasi Pada Bab ini kita akan membahas mengenai ketidakstabilan dari lapisan kondensat. Analisis kestabilan linier kita gunakan untuk melihat kondisi serta parameterparameter

Lebih terperinci

Model Deterministik Masalah Kecanduan Narkoba dengan Faktor Kontrol Terhadap Pemakai dan Pengedar Narkoba

Model Deterministik Masalah Kecanduan Narkoba dengan Faktor Kontrol Terhadap Pemakai dan Pengedar Narkoba Vol. 7 No. 3-22 Juli 2 Model Deterministik Masalah Kecanduan Narkoba dengan Faktor Kontrol Terhadap Pemakai dan Pengedar Narkoba Kasbawati Syamsuddin Toaha Abstrak Salah satu epidemi yang sedang mengancam

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL PENYEBARAN HIV/AIDS DI KOTA PALU

ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL PENYEBARAN HIV/AIDS DI KOTA PALU JIMT Vol. 1 No. 1 Juni 213 (Hal. 74 82) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 245 766X ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL PENYEBARAN HIV/AIDS DI KOTA PALU R. Setiawaty 1, R. Ratianingsih 2, A. I. Jaya

Lebih terperinci

BAB VI DISTRIBUSI PROBABILITAS MENERUS

BAB VI DISTRIBUSI PROBABILITAS MENERUS BAB VI DISTRIBUSI ROBABILITAS MENERUS 6. Distribusi Uniform (seragam) Menerus Distribusi seragam menerus merupakan distribusi yang paling sederhana. Karaketristik distribusi ini adalah fungsi kepadatannya

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

Pengantar Proses Stokastik

Pengantar Proses Stokastik Bab 6: Rantai Markov Waktu Kontinu Atina Ahdika, S.Si, M.Si Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia 2015 Pendahuluan Rantai Markov Waktu Kontinu Pendahuluan Pada bab ini, kita akan belajar mengenai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sekilas Mengenai Tuberkulosis 2.1.1 Pengertian dan Sejarah Tuberkulosis Tuberkulosis TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan

Lebih terperinci

THE EFFECT OF DELAYED TIME OF OSCILLATION IN THE LOGISTIC EQUATION

THE EFFECT OF DELAYED TIME OF OSCILLATION IN THE LOGISTIC EQUATION Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 72 77 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND THE EFFECT OF DELAYED TIME OF OSCILLATION IN THE LOGISTIC EQUATION IVONE LAWRITA ERWANSA, EFENDI, AHMAD

Lebih terperinci

MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG MANSYUR A. R.1 TOAHA S.2 KHAERUDDIN3 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Jln. Perintis Kemerdekaan Km.

Lebih terperinci

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 JURUSAN MATEMATIKA Nurlita Wulansari (1210100045) Dosen Pembimbing: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. Lukman Hanafi, M.Sc FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

KONSEP DASAR STATISTIK

KONSEP DASAR STATISTIK KONSEP DASAR STATISTIK Hakikat Statistika 1. Asal Kata Kata statistika berasal dari kata status atau statista yang berarti negara Tulisan Aristoteles Politeia menguraikan keadaan dari 158 negara yakni

Lebih terperinci