III PEMBAHASAN. Berdasarkan persamaan (2.15) dan persamaan (2.16), fungsi kontinu dan masing-masing sebagai berikut : dan = 3

dokumen-dokumen yang mirip
II LANDASAN TEORI. Besaran merupakan frekuensi sudut, merupakan amplitudo, merupakan konstanta fase, dan, merupakan konstanta sembarang.

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.

III HASIL DAN PEMBAHASAN

Galat & Analisisnya. FTI-Universitas Yarsi

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh

Persamaan dan Pertidaksamaan Linear

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga

TURUNAN. Ide awal turunan: Garis singgung. Kemiringan garis singgung di titik P: lim. Definisi

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA TAKLINEAR ORDE SATU MENGGUNAKAN METODE ITERASI VARIASIONAL

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI

PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

FUNGSI DELTA DIRAC. Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi 2)

Penggunaan Metode Numerik Untuk Mencari Nilai Percepatan Gravitasi

Dari contoh di atas fungsi yang tak diketahui dinyatakan dengan y dan dianggap

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

PROFIL GETARAN PEGAS DENGAN PENGARUH GAYA LUAR DAN VARIASI FAKTOR REDAMAN SKRIPSI

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Persamaan Diferensial Biasa

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

PENGGUNAAN METODE ITERASI VARIASI UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH OSILASI BERPASANGAN SANTI SUSILAWATI

PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL FUZZY ORDE SATU MENGGUNAKAN METODE ADAMS BASHFORTH MOULTON ORDE TIGA

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. digunakan dalam pengujian program perbandingan solusi numerik persamaan integral

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan

BAB V USAHA DAN ENERGI

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

LIMIT KED. Perhatikan fungsi di bawah ini:

Memahami konsep dasar turunan fungsi dan mengaplikasikan turunan fungsi pada

Agus Suroso. Pekan Kuliah. Mekanika. Semester 1,

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

Bab III Elastisitas. Sumber : Fisika SMA/MA XI

BAB II LANDASAN TEORI

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

II. TINJAUAN PUSTAKA ( ) ( ) ( ) Asalkan limit ini ada dan bukan atau. Jika limit ini memang ada, dikatakan ( ) ( ) ( ) ( )

APLIKASI INTEGRAL 1. LUAS DAERAH BIDANG

Hendra Gunawan. 26 Februari 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah taklinear dalam sains dan teknik dituliskan dalam bentuk

DERET TAK HINGGA. Contoh deret tak hingga :,,, atau. Barisan jumlah parsial, dengan. Definisi Deret tak hingga,

MATERI 2 MATEMATIKA TEKNIK 1 PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU

PENYELESAIAN MODEL MANGSA PEMANGSA TIGA SPESIES DENGAN METODE HOMOTOPI YULI RAHMAWATI

Department of Mathematics FMIPAUNS

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA

Memahami konsep dasar turunan fungsi dan menggunakan turunan fungsi pada

Modul Praktikum Analisis Numerik

Hendra Gunawan. 16 Oktober 2013

METODE ITERASI VARIASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN INTEGRAL DAN INTEGRO-DIFERENSIAL VOLTERRA LINEAR DAN NONLINEAR ABSTRACT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR HOMOGEN DENGAN KOEFISIEN KONSTAN MENGGUNAKAN METODE ADAMS BASHFORTH MOULTON

BAB I PENDAHULUAN. Tahap-tahap memecahkan masalah dengan metode numeric : 1. Pemodelan 2. Penyederhanaan model 3.

METODE GARIS SINGGUNG DALAM MENENTUKAN HAMPIRAN INTEGRAL TENTU SUATU FUNGSI PADA SELANG TERTUTUP [, ]

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

Turunan Fungsi. h asalkan limit ini ada.

Akar-Akar Persamaan. Definisi akar :

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BANK SOAL METODE KOMPUTASI

Mata Kuliah GELOMBANG OPTIK TOPIK I OSILASI. andhysetiawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bagian 2 Matriks dan Determinan

1. a) Kesetimbangan silinder m: sejajar bidang miring. katrol licin. T f mg sin =0, (1) tegak lurus bidang miring. N mg cos =0, (13) lantai kasar

BAB IV DERET FOURIER

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier

integral = 2 . Setiap fungsi ini memiliki turunan ( ) = adalah ( ) = 6 2.

Fungsi F disebut anti turunan (integral tak tentu) dari fungsi f pada himpunan D jika. F (x) = f(x) dx dan f (x) dinamakan integran.

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH KALKULUS LANJUT A (S1 / TEKNIK INFORMATIKA ) KODE / SKS KD

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

GERAK HARMONIK. Pembahasan Persamaan Gerak. untuk Osilator Harmonik Sederhana

MODEL MATEMATIKA DAN SOLUSI DARI SISTEM GETARAN DUA DERAJAT KEBEBASAN (GETARAN TERGANDENG)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB V PERSAMAAN LINEAR TINGKAT TINGGI (HIGHER ORDER LINEAR EQUATIONS) Persamaan linear tingkat tinggi menarik untuk dibahas dengan 2 alasan :

Syarat Cukup Osilasi Persamaan Diferensial Linier Homogen Orde Dua Dengan Redaman

MOTIVASI. Secara umum permasalahan dalam sains dan teknologi digambarkan dalam persamaan matematika Solusi persamaan : 1. analitis 2.

PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV

Bab III Elastisitas. Sumber : Fisika SMA/MA XI

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi

dy dx B. Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini adalah

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada,

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit

MODUL MATEMATIKA TEKNIK

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

INTEGRAL. disebut integral tak tentu dan f(x) disebut integran. = X n+1 + C, a = konstanta

BAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK

Transkripsi:

8 III PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas penggunaan metode iterasi variasi untuk menyelesaikan suatu persamaan diferensial integral Volterra orde satu yang terdapat pada masalah osilasi berpasangan. Agar validitas metode ini terjamin, akan diberikan grafik untuk membandingkan penyelesaian eksak dengan hampiran penyelesaian, diberikan juga galat dari beberapa hampiran yang diperoleh. Metode iterasi variasi yang diterapkan dalam tulisan ini mengikuti pustaka [Matinfar Ghanbari, 2010]. 3.1 Analisis Metode Dalam karya ilmiah ini akan digunakan metode iterasi variasi untuk menyelesaikan persamaan (2.15) persamaan (2.16). Berdasarkan persamaan (2.20) didefinisikan fungsi berikut: =, +, =, +, (3.1) dengan operator linear didefinisikan sebagai berikut:, = +, = operator taklinear berbentuk :, = 0, = 0. Berdasarkan persamaan (2.15) persamaan (2.16), fungsi kontinu masing-masing sebagai berikut : = = 3 + dengan konstanta pegas, massa benda. Selanjutnya, berdasarkan persamaan (2.21) persamaan (3.1), fungsi koreksi dari persamaan (2.15) persamaan (2.16) masing-masing sebagai berikut : = + [ [, + [, = + [ [, + [,. Berdasarkan persamaan (2.17), persamaan (2.18), persamaan (2.25), fungsi koreksi untuk persamaan (2.15) persamaan (2.16) masing-masing dapat dinyatakan dalam bentuk berikut : = + 1[,, = + 1[,,,,,,,,,,,,,.

9 dengan,, =,,, =,,,,,, = +,,,,,, =. (3.2) Berdasarkan persamaan (2.26), hampiran untuk penyelesaian persamaan (2.15) persamaan (2.16) masing-masing lim lim (3.3) dengan = 0,1,2,3,. yang menandakan iterasi ke-. 3.2 Aplikasi Metode Perhatikan persamaan (2.15) persamaan (2.16) berikut : = + = + 3 + dengan nilai awal 0 =, 0 =, 0 =, 0 =. Misalkan konstanta pegas bernilai 1, kedua pegas memiliki massa = 1 maka persamaan (2.15) persamaan (2.16) menjadi = 1 + = 3 (3.4) dengan nilai awal 0 = 1, 0 = 2, 0 = 0, 0 = 0. Berdasarkan persamaan (2.11) persamaan (2.12), masalah nilai awal (3.4) memiliki penyelesaian eksak sebagai berikut: = 3 2 cos 1 2 cos 3 (3.5) = 3 2 cos + 1 2 cos 3. (3.6) Penurunan persamaan (3.5) persamaan (3.6) dapat dilihat pada Lampiran 4. Berikut ini akan ditentukan hampiran untuk penyelesaian masalah nilai awal (3.4) dengan menggunakan metode iterasi variasi. Hal yang utama dalam penggunaan metode iterasi varaiasi pembentukan fungsi koreksi. Berdasarkan persamaan (3.2), fungsi koreksi untuk masalah nilai awal (3.4) sebagai berikut : = + 1[ + + +, dengan = 0,1,2,3,. = + 1[ + 3, (3.7)

10 Misalkan hampiran awal yang digunakan = 1, = 1 + cos 3. Iterasi ke-1 dapat dilakukan dengan mensubstitusikan ke dalam persamaan (3.7), diperoleh fungsi koreksi untuk iterasi ke-1 sebagai berikut: = + 1[ + + + = + 1[ + 3. = 1 + 2 3 2 cos 3, 3 = 1 + cos 3. pada interval waktu [0,0.5. Selanjutnya, akan dilakukan iterasi ke-2 untuk memerluas daerah kekonvergenan. Iterasi ke-2 dilakukan dengan mensubstitusikan ke dalam persamaan (3.7), sehingga memberikan fungsi koreksi untuk iterasi ke- 2 sebagai berikut: = + 1[ + + + = + 1[ + 3. = 1 + 8 36 12 36 + 3 36 8 cos 3 +, 36 = 1 1 4 + cos 3. pada interval waktu [0,0.5. Daerah kekonvergenan yang dicapai oleh sama luas dengan daerah kekonvergenan yang dicapai oleh. Selanjutnya, akan dilakukan iterasi ke-3 untuk memerluas daerah kekonvergenan. Iterasi ke-3 dilakukan dengan mensubstitusi ke dalam persamaan (3.7), sehingga memberikan fungsi koreksi untuk iterasi ke-3 sebagai berikut: = + 1[ + + + = + 1[ + 3.

11 = 1 + 40 540 60t 540 + 150t 540 + = 1 4 + 30 + cos 3. sama dengan sebelumnya yaitu pada interval waktu [0.0,5. Daerah kekonvergenan yang dicapai oleh sama luas dengan daerah kekonvergenan yang dicapai oleh serta. Selain itu, galat hampiran untuk iterasi ke-3 lebih besar dari pada galat pada iterasi sebelumnya. Segkan galat hampiran pada iterasi ke-3 lebih kecil atau sama dengan galat pada iterasi sebelumnya. Selanjutnya, berdasarkan persamaan (3.7), iterasi dilakukan terus menerus dengan tujuan dapat memerluas daerah kekonvergenan. Setelah dilakukan proses iterasi hingga iterasi ke-9, didapatkan daerah kekonvergenan sama dengan sebelumnya yaitu pada interval waktu [0.0,5. Selanjutnya, dilakukan iterasi ke-10 diperoleh penyelesaian sebagai berikut : = 1 337 19683 39029 78732 +, = 1 4 2 15 9 560 +, pada interval waktu [0,0.5, segkan daerah kekonvergenan yang dicapai oleh pada interval waktu [0,0.45. Meskipun demikian, galat hampiran untuk penyelesaian pada iterasi ke-10 lebih kecil dibandingkan dengan galat pada iterasi iterasi sebelumnya. Daerah kekonvergenan yang pada iterasi ke-10 lebih kecil dari pada iterasi sebelumnya. Oleh karena itu, iterasi terus dilakukan dengan tujuan memperluas daerah kekonvergenan. Setelah dilakukan iterasi hingga iterasi ke-57, diperoleh hampiran sebagai berikut : = 2. 1. Cos[1.73205 t +, = 1. 0.954167 t. pada interval waktu [0,0.4, segkan daerah kekonvergenan yang dicapai oleh pada interval waktu [0,0.6. Daerah kekonvergenan yang pada iterasi ke-57 lebih luas dari pada iterasi sebelumnya galat hampiran untuk penyelesaian lebih kecil dari pada galat hampiran pada iterasi sebelumnya. Selanjutnya, daerah kekonvergenan yang pada iterasi ke-57 lebih kecil dari pada iterasi sebelumnya. Oleh karena itu, dibutuhkan iterasi-iterasi selanjutnya untuk mencapai daerah kekonvergenan yang lebih luas untuk hampiran penyelesaian. Perluasan daerah kekonvergenan diupayakan dengan menambah jumlah iterasi yang dilakukan. Jumlah iterasi yang dilakukan untuk memerluas daerah kekonvergenan dipengaruhi oleh pendekatan awal yang digunakan pada proses iterasi. Program untuk penyelesaian masalah nilai awal (3.4) dapat dilihat pada Lampiran 5. Dengan menggunakan software Mathematica 7 diperoleh grafik penyelesaian eksak beberapa hampiran penyelesaian dari masalah nilai awal (3.4) yang ditunjukkan oleh Gambar 6 Gambar 7. Gambar 6 menunjukkan grafik penyelesaian hampiran penyelesaian eksak untuk pada iterasi ke-10, 20, 30, 40, 57. Gambar 6 Hampiran penyelesaian pada iterasi ke-10, 20, 30, 40, 57.

12 Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa daerah kekonvergenan yang diperoleh dari,,, pada interval waktu [0,0.5, segkan pada interval [0,0.4. Besar simpangan pegas kiri pada selang waktu [0,0.5 konstan atau sama besar dengan simpangan pada saat posisi seimbang ( = 0. Pada saat = 0, pegas kiri memiliki besar simpangan tidak sama dengan nol atau pegas kiri mendapat suatu gaya tarikan. Selanjutnya, berdasarkan penyelesaian eksak yang terlihat pada Gambar 6, pegas kiri bergerak dengan besar simpangan yang terus berkurang dari selang waktu = 0.5 hingga waktu tertentu. Gambar 7 menunjukkan grafik hampiran penyelesaian eksak untuk pada iterasi ke-10, 20, 30, 40, 57. Penulisan kode perintah untuk Gambar 6 Gambar 7 dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan Gambar 7 terlihat bahwa daerah kekonvergenan yang diperoleh dari,, pada interval waktu [0,0.45, segkan daerah kekonvergenan dari masing-masing pada interval waktu [0,0.4 [0,0.6. Pada saat = 0, pegas kanan memiliki besar simpangan tidak sama dengan nol atau pegas kanan mendapat suatu gaya tarikan. Selanjutnya, berdasarkan grafik penyelesaian eksak pada Gambar 7, pegas kanan bergerak dengan besar simpangan yang terus berkurang dari selang waktu = 0 hingga waktu tertentu. Pada Tabel 1 diberikan selisih antara penyelesaian eksak hampiran penyelesaian pada iterasi ke-10, 30, 57. Berdasarkan Tabel 1, hampiran untuk mencapai daerah kekonvergenan yang lebih luas dibandingkan dengan hampiran untuk. Hal ini dikarenakan hampiran awal yang digunakan merupakan fungsi sinusoidal yang sesuai dengan penyelesaian, segkan hampiran awal berupa konstanta yang kurang sesuai dengan penyelesaian. Gambar 7 Hampiran penyelesaian pada iterasi ke-10, 20, 30, 40, 57. Tabel 1 Galat antara penyelesaian eksak hampiran pada iterasi ke-10,30, 57. 0.00 0 0 0 0 0 0 0.05 7.80989 10-7 7.83594 10-7 7.8098 10-7 7.88811 10-7 7.95737 10-7 7.80952 10-7 0.10 0.0000124831 0.0000126502 0.0000124808 0.0000129856 0.0000134336 0.0000124737 0.15 0.0000630854 0.0000649937 0.0000630265 0.0000688435 0.0000740384 0.0000628429 0.20 0.000198873 0.000209639 0.000198281 0.0002315 0.000261403 0.000196418 0.25 0.000483851 0.000525132 0.000480291 0.000609656 0.000727222 0.000468962 0.30 0.000998793 0.00112283 0.000983325 0.00137933 0.00174307 0.000933421 0.35 0.00183979 0.00215489 0.00178604 0.00281386 0.0037686 0.00160987 0.40 0.00311611 0.00382419 0.00295744 0.00532364 0.00754648 0.00242815 0.45 0.00494718 0.00639639 0.00453353 0.00950729 0.0142299 0.00312649 0.50 0.0074584 0.0102142 0.00648037 0.0162162 0.0255487 0.0030825 0.55 0.0107754 0.0157142 0.00863812 0.0266342 0.0440179 0.00104304 0.60 0.0150166 0.0234457 0.0106391 0.042375 0.073191 0.00529272 Berdasarkan iterasi-iterasi yang dilakukan, diperoleh bahwa daerah kekonvergenan yang dicapai pada interval waktu [0,0.5]. Untuk mencapai daerah kekonvergenan yang lebih luas, dibutuhkan lebih banyak iterasi.