PEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30)

dokumen-dokumen yang mirip
FORMULASI HAMILTON UNTUK MENGGAMBARKAN DEFORMASI GELOMBANG SOLITER DENGAN DASAR TIDAK RATA PADA FLUIDA DUA LAPISAN

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

BAB IV SIMULASI NUMERIK

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

, serta notasi turunan total ρ

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

SUATU FORMULASI HAMILTON BAGI GERAK GELOMBANG INTERFACIAL YANG MERAMBAT DALAM DUA ARAH

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam berberapa tingkatan, gelombang pada atmosfir yang berotasi

III PEMBAHASAN. Berdasarkan persamaan (2.15) dan persamaan (2.16), fungsi kontinu dan masing-masing sebagai berikut : dan = 3

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

Pengantar Gelombang Nonlinier 1. Ekspansi Asimtotik. Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Bidang Inklinasi

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan

Persamaan SWE Linier untuk Dasar Sinusoidal

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

( t) TINJAUAN PUSTAKA. x dengan nilai fungsi dari: x

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL

Simulasi Perambatan Tsunami menggunakan Persamaan Gelombang Air-Dangkal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga

PENYELESAIAN MASALAH GELOMBANG PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERTURBASI HOMOTOPI ANGGRAENI PUTRISIA

Department of Mathematics FMIPAUNS

BAB II STUDI PUSTAKA. Propagated wave area. Shallow water. Area of study. Gambar II-1. Ilustrasi Tsunami

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Perambatan Gelombang

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Analisis Dimensional persamaan Navier Stokes

LAMPIRAN I. Alfabet Yunani

METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

Pengantar Metode Perturbasi Bab 4. Ekspansi Asimtotik pada Persamaan Diferensial Biasa

II LANDASAN TEORI. Besaran merupakan frekuensi sudut, merupakan amplitudo, merupakan konstanta fase, dan, merupakan konstanta sembarang.

PENGARUH ARUS PADA GERAK GELOMBANG SOLITER INTERNAL STUDI KASUS PADA FLUIDA DUA LAPISAN RIDZAN DJAFRI

BAB 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Dasar

Bab V Prosedur Numerik

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya.

BAB I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI

BAB II LANDASAN TEORI

Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

III HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

bangunan- Gangguan tersebut dapat merupakan dan kedalaman normal.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER ORDE I

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB 4 SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK

BAB II LANDASAN TEORI

PENURUNAN PERSAMAAN GELOMBANG SOLITON DENGAN DERET FOURIER ORDE DUA SECARA NUMERIK

Reflektor Gelombang 1 balok

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

Bab II Teori Pendukung

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

BAB VI DISTRIBUSI PROBABILITAS MENERUS

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

dy = f(x,y) = p(x) q(y), dx dy = p(x) dx,

PERSAMAAN DIFERENSIAL (PD)

BAB 3 DINAMIKA STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Ensambel Makrokanonik

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN. Hubungan antara koordinat kartesian dengan koordinat silinder:

Persamaan Diferensial

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase

Analisis Kestabilan Linear dan Simulasi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Metode Koefisien Tak Tentu untuk Penyelesaian PD Linier Homogen Tak Homogen orde-2 Matematika Teknik I_SIGIT KUSMARYANTO

Atau dengan menginverse S = S(U), menjadi U=U(S), kemudian menghitung:

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut :

PENGENDALIAN OPTIMAL DISTRIBUSI VAKSIN PADA MODEL EPIDEMIK RABIES DENGAN MASA KELAHIRAN PERIODIK

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

Pr { +h =1 = } lim. Suatu fungsi dikatakan h apabila lim =0. Dapat dilihat bahwa besarnya. probabilitas independen dari.

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

Transkripsi:

5 η = η di z = η (9) z x x z x x Dalam (Grosen 99) kondisi kinematik (9) kondisi dinamik () dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian : δ H t = () δη δ H ηt = δ Dengan mengenalkan variabel baru u = x maka persamaan () menjadi δ H ut = x δη () δ H ηt = x δ u (penurunan dapat dilihat pada lampiran ) Persamaan () merupakan sistem Hamilton untuk fluida dua lapisan peubah η Segkan persamaan () merupakan sistem Hamilton untuk fluida dua lapisan peubah u η Dalam persamaan () fungsi bergantung pada yang merupakan penyelesaian dari persamaan (5) hingga persamaan () persamaan (9) Fungsi ini secara analitik numerik sulit diselesaikan karena aya faktor tak linear Oleh karena itu salah satu tujuan penelitian ini adalah menentukan hampiran analitik untuk fungsi Selain itu akan ditentukan pula suatu sistem Hamilton yang ekivalen sistem Hamilton () tetapi menggunakan peubah fisis sehingga interpretasinya mudah dilakukan PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas suatu sistem Hamilton dari persamaan dasar untuk fluida dua lapisan yang ekivalen sistem Hamilton yang diberikan dalam persamaan () Dalam persamaan () Hamilton dari sistem tersebut tidak dinyatakan secara eksplisit sehingga sulit ditentukan Oleh karena itu dalam bab ini akan dibahas bagaimana bentuk suatu sistem Hamilton sehingga Hamiltoniannya dapat dinyatakan secara eksplisit yaitu hanya bergantung pada sistem fisis fluida Hampiran untuk Untuk menyelesaikan masalah nilai batas (5) hingga () diasumsikan panjang gelombang yang ditinjau cukup panjang sehingga dimisalkan = ε x (a) T = εt ε suatu parameter Selanjutnya diasumsikan pula bahwa gelombang yang ditinjau memiliki amplitudo yang cukup kecil orde ε sehingga dimisalkan η = ε AT ( ) (b) u = ε U( T) Dengan menggunakan persamaan () maka masalah nilai batas (5) hingga (8) menjadi ε + zz = z = di z = h (a) ε + zz = = ε h di z = h ( ) (b) z Masalah nilai batas (a) (b) diselesaikan menggunakan metode asimtotik Dalam metode ini dimisalkan solusi dalam bentuk : () () 5 () = ε + ε + ε + (a) () () 5 () = ε + ε + ε + (b) () i () i (i=) yang akan ditentukan Jika persamaan (a) disubtstisusikan ke persamaan (a) maka () () () ε zz + ε ( + zz ) 5 () () + ε ( + zz ) + = (5a) di z = h () () 5 () zz = εzz + ε zz + ε zz + = (5b)

6 Lalu berdasarkan persamaan (5a) (5b) koefisisen ε memberikan masalah nilai batas () zz = (6a) () z = di z = h (6b) Jika persamaan (6a) diintegralkan terhadap z dari z = h maka () () z z z= h = Lalu menggunakan persamaan (6b) didapatkan () z = () Fungsi tidak bergantung pada z misalkan () = F( T) (7) F ( ) T fungsi sembarang yang akan ditentukan Selanjutnya koefisien ε 5 ε pada persamaan (5a) (5b) masing-masing memberikan masalah nilai batas : () () + zz = (8a) () () + zz = (8b) di z = h () = () = (9) z z Jika persamaan (8a) (8b) diintegralkan terhadap z dari dasar z = h menggunakan persamaan (9) maka didapat ( ) z = F ( z h) () z = F( z h) 6 Kemudian jika kedua persamaan tersebut diintegralkan lagi terhadap z dari dasar z = h ( ) = F ( z h) () () = F ( z h) () (penurunan dapat dilihat pada lampiran ) Selanjutnya jika persamaan (b) disubstitusikan ke persamaan (a) maka () () () εzz + ε ( + zz ) 5 () () + ε ( + zz ) + = () di z = h ( x) = ε h () z Berdasarkan persamaan () () koefisien ε memberikan masalah nilai batas () zz = (a) = ε h di z = h ( ) (b) z Jika persamaan (a) diintegralkan terhadap z pada = h ( maka () () z z z= h = Lalu menggunakan persamaan (b) () maka z berupa fungsi yang tidak bergantung pada z misalkan () (5) Selanjutnya koefisien ε 5 ε pada persamaan () memberikan () () + zz = (6a) () () + zz = (6b) di ( () = () = (7) z z Jika persamaan (6a) (6b) diintegralkan terhadap z dari z = h ( ) memperhatikan persamaan (7) maka didapat () () z z z= h = F ( T) z z= h () z = ( F ( z) z= h ) 6 Kemudian apabila persamaan di atas diintegralkan terhadap z dari ( () = ( F ( z )) z= h (8) () = ( F ( z+ h) ) (9) (penurunan dapat dilihat pada lampiran ) Dengan demikian dari persamaan (7) () () persamaan (5) (8) (9) didapat = ε F( T ) ε F ( z h) + 5 ε F ( z h) + (5) = εf( T) ε ( F ( z+ h) ) + 5 ε ( F ( z+ h) ) + (5) Persamaan (5) (5) masing-masing adalah penyelesaian hampiran untuk

7 sehingga fungsi pada persamaan (8) dapat ditentukan Berikut ini akan ditentukan persamaanpersamaan yang berlaku untuk F F Hampiran untuk F F Karena u = x maka dari persamaan (8) fungsi pada persamaan (5) (5) U = ρf( T) ρf( T) + ε ρ ( F ( z+ h) ) + ρhf ( z h) + (5) Selanjutnya menggunakan kondisi kinematik pada (9) persamaan () z z = ε η( ) sehingga hf + hf = ε AF ( F) + hf + 6 ( h F ) + (5) 6 Persamaan (5) (5) menghasilkan suatu relasi untuk menentukan F F dalam U A Jika persamaan (5) dikalikan h persamaan (5) dikalikan ρ ρ( h+ h) ( hρ+ hρ) F = hu + ε AU ( hρ+ hρ) ρhh + ρhh + ρh h 6 U + (5) ( ρh+ ρh) Kemudian jika persamaan (5) dikalikan h persamaan (5) dikalikan ρ maka ρ( h+ h) ( hρ+ hρ) F = hu + ε AU+ ( ρh + ρh) ρh h+ ρh h+ ρh h 6 U + (55) ( ρh + ρ h) (penurunan dapat dilihat pada lampiran ) Persamaan (5) (55) masing-masing merupakan persamaan untuk menentukan F F Sistem Hamilton untuk gelombang dua arah Dengan menggunakan persamaan () Hamiltonian pada persamaan (5) menjadi H = ε H = ε Jd (56) J = ( K + P) ε Jika bentuk K P masing-masing pada persamaan (6) (7) disederhanakan menggunakan masingmasing pada persamaan (5) (5) maka J = g( ρ ρ) A + ε ρhf + ρhf + ε ρhf + ε ρhf 6 6 + ε ( ρf ρf ) A+ (57) (penurunan dapat dilihat pada lampiran 5) Karena bentuk F F dapat dieliminasi berdasarkan persamaan (5) (55) maka bentuk J pada persamaan (57) menjadi hh J = g( ρ ρ) + U ( hρ+ hρ) + ε ( βu + vau ) + (58a) h h ( ρh+ ρh) β = (58b) 6 ( hρ+ hρ) ( ρh ρh) v = (58c) ( ρh+ ρh) (penurunan dapat dilihat pada lampiran 6) Lalu menggunakan persamaan () (56) maka berdasarkan sistem Hamiltonian () δh U T = δ A δh A T = (59a) δu H = Jd (59b) J memenuhi persamaan (58)

8 Persamaan (59) merupakan sistem Hamilton untuk gelombang yang bergerak dalam dua arah pada fluida dua lapisan Berdasarkan definisi turunan variasi pada persamaan () J pada persamaan (58) maka persamaan (59) dapat dinyatakan UT + ( g( ρ ρ) A+ ε vu ) + = hh AT + U (6) ( ρh+ ρh) + ε vau + ε βu ) + = Persamaan (6) dikenal sebagai persamaan Boussinesq Persamaan Boussinesq (6) menunjukkan bahwa gelombang tersebut bergerak dalam dua arah ke kanan ke kiri Sistem Hamilton untuk gelombang satu arah Berikut ini akan ditinjau gelombang yang merambat hanya dalam satu arah misalnya ke kanan saja Oleh karena itu dikenalkan variabel baru R S sebagai A= R S g( ρ ρ) (6a) U = ( R+ S ) c g( ρ ρ) c = (6b) ρ h + ρ h Jika persamaan (6a) disubstitusikan ke persamaan (59b) J pada persamaan (58) maka H = g ( ρ ρ) H dimana H = J d (6a) g( ρ ρ ) J = ( R + S ) + ε + + c { β ( R S) ( ) ( ) } + vr+ S R S + (6b) Berdasarkan sistem Hamilton (59a) dalam peubah U A persamaan (6) maka sistem Hamilton dalam R S yang merujuk pada proposisi dalam bab landasan teori Sistem Hamilton dalam R S tersebut berbentuk c δ H Γ R T δ R = ST (6a) c δ Γ H δ S Γ= { c + c} (6b) Karena suatu operator simetri miring maka Γ juga operator simetri miring Jadi persamaan (6a) merupakan sistem Hamilton Hamiltonian H Selanjutnya tinjau gelombang yang merambat ke kiri yang dinyatakan oleh S persamaan gerak yang dominan berbentuk ST = cs + c( R+ S) + O( ε ) (6) Karena h berorde O( ε ) maka bentuk S bernilai sangat kecil yaitu S Dengan demikian sistem Hamilton (6) menjadi δ R T = Γ H (65) δ R H pada (6a) J diberikan g( ρ ρ) J = R + ε { βr + vr } (66) c Jika β v masing-masing pada persamaan (58b) (58c) bentuk c pada (6b) digunakan maka persamaan (66) menjadi λ µ J = R + ε R + R + (67a) 6 hh ( ρh+ ρh) λ = (67b) 6 ( ρh+ ρh) ( ρh ρh) µ = (67c) hh ( ρh+ ρh) (penurunan dapat dilihat pada lampiran 7) Karena S maka A R sehingga sistem Hamilton (65) menjadi δ H AT = { c + c} δ A (68a) H = J d (68b)

9 λ µ J = A + ε A + A + (68c) 6 Persamaan (68) merupakan sistem Hamilton untuk gelombang yang bergerak dalam satu arah pada fluida dua lapisan Dengan menggunakan definisi turunan variasi maka persamaan (68) menjadi AT = ca + ca+ ε { cλa µ + cµ AA + cλa + c A (69) λ µ masing-masing diberikan oleh persamaan (67b) (67c) Persamaan (69) dikenal sebagai persamaan KdV Deformasi Gelombang Soliter Dalam bagian ini akan dikaji bagaimana perubahan amplitudo gelombang soliter terhadap perubahan kedalaman fluida (deformasi gelombang soliter) Kajian ini akan memanfaatkan persamaan KdV (69) yang berupa sistem Hamilton Persamaan ini digunakan karena sifat Hamilton (energi) pada fluida dua lapisan yang tetap (konstan) terhadap perubahan waktu Untuk itu misalkan amplitudo as () kecepatan gelombang V() s sebagai fungsi dari variabel s s = σ σ suatu parameter σ << ε Ini berarti bahwa dasar fluida yang ditinjau bervariasi sangat lambat Selanjutnya misalkan pula suatu variabel baru : s ds ' Φ= T σ V( s') (7) Berikut ini akan ditentukan hampiran penyelesaian persamaan KdV (69) cara memisalkan variabel A V dalam uraian asimtotik A= A( Φ s) + σ A( Φ s) + (7) V = V + σv + (7) Jika persamaan (7) (7) disubstitusikan ke dalam persamaan (69) kemudian memisahkan koefisien - koefisien perpangkatan dari σ maka koefisien σ memberikan V c λ A Φ ε A ΦΦΦ µ AA Φ c = + (7) V Jika persamaan (7) diintegralkan terhadap Φ maka ( V c) λ µ A = ε A ΦΦ + A (7) c V Selanjutnya cara yang sama untuk memperoleh persamaan (7) koefisien σ memberikan c V c λ A+ ε A ΦΦ + µ AA V Φ c V + F = (75a) c F = VAΦ + A Φ + cas V V V µ + ε c µ A AΦ + AAs V 5 λ λ A s AΦΦ + A ΦΦs V V A µ λ + cs + A + A ΦΦ V Jika persamaan (7) (7) digunakan maka bentuk F menjadi cs F = ( VA) s ( VA) c c λ λ + ε A Φs + AΦ V Φ V V s c cλ cµ + V A Φ+ ε A ΦΦΦ AA Φ (75b) V V V (penurunan dapat dilihat pada lampiran 8) Berdasarkan persamaan (7) (75a) maka syarat keterselesaian pada persamaan (75a) adalah FAd Φ = (76) (Stakgold 967) Jika F pada persamaan (75b) disubstitusikan ke dalam persamaan (76) maka V λ Ad Φ ε A Φ d Φ = s c (77) V Jika persamaan (77) diintegralkan terhadap s V λ Ad Φ ε A d konstan Φ c Φ= (78) V (penurunan dapat dilihat pada lampiran 9) Dengan menggunakan persamaan (7) maka persamaan (78) menjadi

λ µ VAd Φ+ ε A AVd Φ + Φ V 6 = konstan (79) (penurunan dapat dilihat pada lampiran ) Karena d = VdΦ yang dari persamaan (7) maka persamaan (79) menjadi λ µ A ε A A d + + 6 = konstan atau Jd = konstan (8) λ µ J = A + ε A + A + 6 Jika persamaan (8) persamaan (68c) dibandingkan maka dapat disimpulkan bahwa ruas kanan persamaan (8) merupakan energi total (Hamiltonian) untuk gelombang simpangan A Dalam hal ini pula bahwa energi total (Hamiltonian) dari A ini konstan terhadap perubahan waktu Hal ini sesuai sifat Hamiltonian yang tetap Selanjutnya berdasarkan persamaan (8) juga dapat kaitan antara amplitudo gelombang soliter variasi kedalaman fluida Hal ini dapat dijelaskan sebagai a λ ε + µa = konstan (8) µ 5 setelah mengabaikan suku-suku pada orde ε Khusus untuk ρ = yaitu fluida satu lapisan kedalaman h = h maka dari persamaan (8b) (8c) masing-masing memberikan h λ = µ = 6 h Dengan demikian berdasarkan persamaan (8) ( ) / a ah + ε = konstan (8) h Berdasarkan persamaan (8) bahwa a berbanding terbalik h Dalam hal ini gelombang soliter memiliki amplitudo yang kecil jika kedalaman fluida membesar Sebaliknya amplitudo gelombang soliter membesar pada fluida yang memiliki kedalaman yang kecil Dengan aya bentuk O( ε ) seperti pada persamaan (8) maka hasil ini dapat dikurangi Dengan kata lain gelombang soliter pada fluida kedalaman yang gkal memiliki ampllitudo yang tidak begitu besar seperti di gambar (program dapat dilihat pada lampiran ) Dari persamaan (7) persamaan diferensial biasa da V ( V c) µ = A V A dφ ελ c 6λ Penyelesaian persamaan diferensial biasa tersebut adalah A = asec h γφ (8a) a γ memenuhi µ γ ε ε λ V c a = = (8b) c V (penurunan dapat dilihat pada lampiran ) Persamaan (8a) merupakan penyelesaian gelombang soliter persamaan KdV (7) Jika A pada persamaan (8a) disubstitusikan ke dalam persamaan (78) maka

Gambar Hubungan a h pada fluida satu lapisan untuk berbagai nilai ε Selanjutnya untuk fluida dua lapisan asumsi ρ ρ (pendekatan Boussinesq) maka dari persamaan (67b) (67c) hh ( ) h λ = µ = h 6 hh Berdasarkan persamaan (8) konstan ahh h h + a h h 5 hh ε = (8) Dari persamaan di atas dapat dikatakan bahwa untuk h h amplitudo gelombang soliter interfacial cukup kecil Segkan pengaruh dari bentuk pada O( ε ) tidak signifikan Kesimpulan Persamaan dasar untuk fluida ideal yang tak berotasi (irrotational) diturunkan dari persamaan kekontinuan persamaan momentum Kemudian formulasi Hamilton untuk mendapatkan persamaan gerak bagi gelombang internal pada fluida dua lapisan diturunkan asumsi bahwa domain fluida dua lapisan dibatasi oleh batas atas yang rata batas bawah yang tidak rata (berupa fungsi) Untuk menentukan Hamiltonian (energi total)-nya membutuhkan asumsi gelombang interfacial yang cukup panjang amplitudo yang cukup kecil Persamaan gerak yang (persamaan KdV) berupa sistem Hamilton energi (Hamilton) konstan terhadap perubahan waktu Hal tersebut sesuai sifat Hamiltonian yang tetap Berdasarkan sifat Hamilton ini deformasi gelombang soliter interfacial Pada fluida satu lapisan bahwa amplitudo gelombang soliter memiliki hubungan terbalik kedalaman fluida pada orde rendah Gelombang soliter memiliki amplitudo yang kecil jika kedalaman fluida membesar Sebaliknya amplitudo gelombang soliter membesar pada fluida yang memiliki kedalaman yang kecil untuk orde yang rendah Tetapi pada orde yang lebih tinggi bahwa gelombang soliter pada fluida kedalaman yang gkal memiliki amplitudo yang tidak begitu besar Selanjutnya untuk fluida dua lapisan formulasi ini bahwa jika kedalaman kedua lapisan hampir sama maka amplitudo gelombang soliter interfacial cukup kecil segkan pengaruh orde yang lebih tinggi tidak signifikan