PENGARUH ARUS PADA GERAK GELOMBANG SOLITER INTERNAL STUDI KASUS PADA FLUIDA DUA LAPISAN RIDZAN DJAFRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH ARUS PADA GERAK GELOMBANG SOLITER INTERNAL STUDI KASUS PADA FLUIDA DUA LAPISAN RIDZAN DJAFRI"

Transkripsi

1 PENGARUH ARUS PADA GERAK GELOMBANG SOLITER INTERNAL STUDI KASUS PADA FLUIDA DUA LAPISAN RIDZAN DJAFRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Arus pada Gerak Gelombang Soliter Internal adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Oktober 2009 Ridzan Djafri NIM G

3 ABSTRACT RIDZAN DJAFRI. The effect of variable currents on internal solitary waves, case study for two-layer fluid. Under supervision of JAHARUDDIN and FARIDA HANUM. Abstract Internal waves are waves that appear at the boundary of two-layers of fluid with different density. The internal wave motion model is derived based on the assumption that the bottom boundary of fluid is slowly varying, thus the resulting of equations motion is KdV equation with variable coefficients. KdV equation coefficients also depend on the current velocity. Solitary wave formulation, carried out to determine the dependence of the wave variables to the physical variables. A case study on two-layers of fluid is discussed. Keyword: KdV equation, currents velocity, solitary internal waves

4 RINGKASAN RIDZAN DJAFRI. Pengaruh Arus pada Gerak Gelombang Soliter Internal, Studi Kasus pada Fluida Dua Lapisan. Dibimbing oleh JAHARUDDIN dan FARIDA HANUM. Gelombang internal merupakan gelombang yang terjadi pada batas dua lapisan fluida dengan rapat massa yang berbeda. Teori untuk gelombang internal pertama kali dikembangkan oleh Stokes, sedangkan teori umum untuk gelombang internal yang tidak tunak (unsteady) dengan rapat massa yang tidak konstan telah dikembangkan oleh Fjeldstand (1933). Kedua teori tersebut diterapkan pada fenomena yang terjadi pada bidang oseanografi. Salah satu gelombang internal yang banyak dikaji adalah gelombang soliter internal. Gelombang soliter internal terjadi di bawah permukaan fluida, sehingga keberadaannya tidak dapat dilihat secara langsung (kasat mata), namun dapat dideteksi melalui foto satelit berdasarkan pola gelap terang yang muncul di permukaan laut. Selain di laut, gelombang soliter juga terjadi di danau dan atmosfer. Kebanyakan teori tentang gelombang soliter internal dikembangkan untuk kasus gerak gelombang yang hanya dipengaruhi oleh gaya gravitasi, sedangkan gerak pada arah horizontalnya berupa konstanta (Zhou 1985). Pada kenyataannya, gerak gelombang juga dipengaruhi oleh gerak pada arah horizontal, seperti yang terjadi pada gerak gelombang internal di selat dengan dasar tidak rata pun pengaruh topografi pada gerak gelombang soliter internal yang di bahas oleh (Grimshaw 1983). Pada gelombang internal di atmosfer, gerak pada arah horizontalnya berupa kecepatan angin. Berdasarkan kenyataan ini, para peneliti mengembangkan suatu model untuk menjelaskan persamaan gerak gelombang internal, dengan melibatkan variabel arus dalam arah vertikal dan arah horizontal. Untuk memprediksi pengaruh arus pada gerak gelombang soliter internal, terlebih dahulu ditinjau persamaan dasar untuk fluida ideal yang bersifat tak mampat (incompressible) dan takkental (inviscid) beserta syarat batas fluida, kemudian diturunkan persamaan lain untuk fluida yang telah diberi variabel arus. Persamaan dasar fluida dengan variabel arus merupakan masalah taklinear yang sulit diselesaikan, sehingga persamaan dasar dan syarat batasnya ini terlebih dahulu dibuat dalam uraian asimtotik. Kemudian untuk menyederhanakan, digunakan asumsi penyatuarahan. Asumsi ini berarti bahwa gelombang soliter internal yang diamati bergerak hanya searah dengan rambatan gelombang. Asumsi lain adalah bahwa gelombang yang diamati adalah fluida dangkal yaitu fluida yang memiliki panjang gelombang lebih besar dibandingkan dengan kedalamannya, sehingga dapat diterapkan persamaan Korteweg-de Vries (KdV). Pada penelitian ini, persamaan KdV yang diturunkan dari hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum diselesaikan dengan metode asimtotik, yaitu dengan memisalkan peubah-peubah takbebasnya dalam bentuk uraian asimtotik. Selanjutnya kecepatan gelombang dalam arah vertikal dan arah horizontal diubah dalam variabel arus, sehingga diperoleh suatu persamaan Long (Long 1953). Dari persamaan Long, dievaluasi rapat massa fluida dalam variabel arus, sehingga simpangan yang diperoleh merupakan kekuatan arus angin.

5 Hasil penelitian dalam tesis ini menunjukkan bahwa, variabel arus memengaruhi parameter gelombang soliter (amplitudo, panjang gelombang dan kecepatan fase), sehingga ditemukan alasan pentingnya mempertimbangkan variabel arus ketika akan mengevaluasi sifat dari gelombang soliter internal. Kata kunci: gelombang soliter, pengaruh arus, metode asimtotik.

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya tulis ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.

7 PENGARUH ARUS PADA GERAK GELOMBANG SOLITER INTERNAL, STUDI KASUS PADA FLUIDA DUA LAPISAN RIDZAN DJAFRI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Matematika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

8 Judul Tesis Nama NRP : Pengaruh Arus pada Gerak Gelombang Soliter Internal, Studi Kasus pada Fluida Dua Lapisan : RIDZAN DJAFRI : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Jaharuddin, M.Si. Ketua Dra. Farida Hanum, M.Si. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Matematika Terapan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian: 2009 Tanggal Lulus:

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2008 ini adalah gelombang internal, dengan judul Pengaruh Arus pada Gerak Gelombang Soliter Internal. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Jaharuddin, MS. dan Ibu Dra. Farida Hanum, M.Si. masing-masing selaku ketua dan anggota Komisi Pembimbing, serta... selaku penguji luar Komisi yang telah banyak memberikan saran. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan pada Departemen Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibunda Saerah Dg Sanga, Hasriani Hapid, dan Nurul Fitria serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2009 RIDZAN DJAFRI

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makassar Sulawesi Selatan pada tanggal 15 Oktober 1968 dari ayah Djafri Limpo Dg. Unjung dan ibu Saerah Dg. Sanga. Penulis merupakan putra kedua dari lima bersaudara. tahun 1980 penulis lulus dari SD Negeri Balang Baru Makassar, Tahun 1983 lulus dari SMP Negeri 1 Makassar, tahun 1986 lulus dari SMA Negeri 1 Bantaeng, tahun 1988 masuk Institut Agama Islam Negeri Alauddin Makassar. Penulis memilih Jurusan Tadris Matematika pada Fakultas Tarbiyah dan selesai pada tahun Sejak SMA penulis bekerja sebagai tenaga konstruksi pada perusahaan kontraktor. Tahun 2000 penulis diangkat menjadi pegawai negeri sipil dengan tugas utama sebagai guru matematika pada MTsN Rantepao di Makale. Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Program Magister Program Studi Matematika Terapan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Departemen Agama Republik Indonesia.

11 DAFTAR ISI H Halaman I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Dasar Fluida Syarat batas III METODOLOGI PENELITIAN IV PEMBAHASAN 4.1 Persamaan Gerak Gelombang Penyelesaian Persamaan Gerak Fluida Dalam Keadaan Setimbang Contoh Kasus pada Fluida Dua Lapisan Kasus Pertama Kasus Kedua Analisis Hasil V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Laju perubahan massa pada elemen fluida Gaya kesetimbangan pada elemen fluida Batas fluida Domain Fluida Dua Lapisan Kebergantungan amplitudo terhadap perbandingan kedalaman fluida dua lapisan, (a), (b) G... 33

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Penurunan persamaan 8.a dan 8.c Penurunan persamaan 8.d dan 8.f Penurunan persamaan 10.a dan 10.d Penurunan persamaan 12.a dan 12.b Penurunan persamaan 12.d Penurunan persamaan 14.a dan Penurunan persamaan Penurunan persamaan Penurunan persamaan Penurunan persamaan Penurunan persamaan Penurunan persamaan 33.a dan 33.b Penurunan persamaan 40 dan Penurunan persamaan 44.a,44.b, dan 44.c Penurunan persamaan 48.a, 48.b, dan 48.c... 70

14 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gelombang soliter adalah suatu gelombang taklinear yang memiliki sifat: (1) terlokalisasi dan merambat tanpa perubahan bentuk maupun kecepatan, (2) stabil melawan tumbukan dan mempertahankan identitasnya. Sifat pertama merupakan kondisi gelombang soliter (solitary waves) yang dikenal dalam hidrodinamika sejak abad ke-19. Sifat yang kedua berarti gelombang tersebut memiliki kelakuan sebagai partikel. Pengamatan gelombang soliter yang pertama kali terdokumentasi dengan baik dilakukan pada 1834 oleh ilmuwan Skotlandia, John Scott-Russel. Ia mengamati gerak sebuah perahu dari kudanya. Ketika perahu tiba-tiba berhenti, timbullah gelombang air dengan sebuah puncak yang bergerak menjauh dari perahu. Pergerakan gelombang air tersebut kemudian diamati dan ditelusuri olehnya hingga sekitar 2 mil. Bentuk dan kecepatan gelombang air itu nyaris tidak berubah hingga akhirnya menghilang dari pandangan karena masuk ke dalam terowongan air (Newell 1985). Gelombang soliter internal biasanya muncul pada fluida dengan rapat massa yang tidak konstan. Gelombang ini muncul di selat dan di laut (Apel 1980) dan juga muncul pada lapisan atmosfer (Clarke et al. 1981). Gelombang soliter internal dengan amplitudo yang cukup besar disebabkan oleh bentuk taklinear yang muncul pada persamaan dasar fluida. Persamaan yang dapat menjelaskan gerak gelombang ini pada kedalaman yang dangkal adalah persamaan Korteweg de Vries (KdV), sedangkan pada kedalaman yang cukup besar, gerak gelombang ini dapat dijelaskan oleh persamaan Benjamin-Ono (BO). Teori tentang gelombang soliter internal kebanyakan dikembangkan untuk kasus gerak gelombang yang hanya dipengaruhi oleh gaya gravitasi, sedangkan gerak arus pada arah horizontalnya berupa konstanta (Zhou 1985). Pada kenyataannya,

15 2 gerak gelombang juga dipengaruhi oleh gerak arus pada arah horizontal yang tidak berupa konstanta, seperti yang terjadi pada gerak gelombang internal di selat dengan dasar tidak rata. Pengaruh topografi pada gerak gelombang soliter internal telah dibahas dalam (Grimshaw 1983). Pada gelombang internal di atmosfer, gerak arus pada arah horizontalnya berupa kecepatan angin. Berdasarkan kenyataan ini, para peneliti mengembangkan suatu model untuk menjelaskan persamaan gerak gelombang internal dengan melibatkan variabel arus dalam arah vertikal dan arah horizontal. 1.2 Tujuan penelitian Sebagai sebuah fenomena alam, gelombang soliter internal tentu harus dapat dijelaskan secara fisis maupun matematis. Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah menurunkan suatu persamaan gerak gelombang internal yang melibatkan variabel arus dalam arah horizontal dan vertikal. Kemudian berdasarkan persamaan gerak yang diperoleh, akan diformulasikan gerak gelombang soliter internal. Selain itu, tujuan penelitian ini juga antara lain menentukan kebergantungan parameter gelombang soliter (amplitudo, panjang gelombang dan kecepatan fase) terhadap variabel fisis (rapat massa, variabel arus dan kedalaman) berdasarkan hukum konservasi massa. Kemudian simulasi numerik akan dilakukan dengan meninjau kasus fluida dua lapisan dengan variabel arus yang berbeda-beda.

16 3 II TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan dibahas beberapa teori yang mendukung. Teori-teori tersebut meliputi persamaan dasar fluida yang disarikan dari (Billingham & King 2000). 2.1 Persamaan Dasar Fluida Fluida adalah zat cair yang mengalir, artinya zat yang mengalir terhadap sekitarnya. Persamaan dasar akan diturunkan berdasarkan hukum kekekalan massa dan momentum. Hukum kekekalan massa berdasar pada kesetimbangan massa. Untuk itu maka tinjau elemen fluida dengan sisi sisi, dan sisi ( adalah ketebalan elemen fluida dengan arah tegak lurus dengan bidang gambar) yang dilalui fluida dengan rapat massa seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1. Gambar 1 Laju perubahan massa pada elemen fluida. Misalkan dan masing-masing adalah kecepatan fluida pada arah dan GPada arah horizontal laju perubahan massa pada elemen fluida merupakan selisih antara massa yang masuk dan massa yang keluar yaitu G Pada arah vertikal, laju perubahan massa elemen fluida tersebut adalah:

17 4 sehingga total laju perubahan massa pada elemen fluida per satuan waktu adalah jumlah perubahan massa pada arah horizontal dan arah vertikal yaitu G G G Selanjutnya diasumsikan bahwa fluida yang ditinjau takmampat (incompressible), maka diperoleh sehingga persamaan (1.b) memberikan G G G Dalam bentuk sederhana Persamaan (2.b) dan (2.a) dapat ditulis G Dalam kesetimbangan momentum, tekanan dan gravitasi memengaruhi gaya permukaan pada elemen fluida. Laju perubahan momentum merupakan selisih

18 5 antara momentum yang masuk dan momentum yang keluar, ditambah semua gaya yang bekerja pada elemen tersebut. Misalkan dan masing-masing adalah gaya ang bekerja pada arah dan arah pada elemen fluida dengan sisi dx, dz dan ketebalan b seperti diperlihatkan pada Gambar 2.a. z z 0 u (a) w 0 P P (b) Gaya pada arah horizontal dan arah vertikal masing-masing adalah dengan dan G G masing-masing adalah gaya yang bekerja pada elemen fluida pada arah horizontal dan arah vertikal. Perubahan kecepatan pada saat adalah Gambar 2 Gaya kesetimbangan pada suatu elemen fluida G dan perubahan kecepatan pada saat adalah

19 6 G G Persamaan gaya pada arah horizontal diperoleh dengan menyubstitusi persamaan G ke persamaan G sehingga diperoleh G sedangkan persamaan gaya yang bekerja pada arah vertikal adalah G G Selanjutnya gaya-gaya pada persamaan G dan G akan dibandingkan dengan gaya lain yang bekerja pada elemen fluida yaitu gaya badan (body force ), gaya tekan (pressure force) dan gaya kekentalan (viscous force). Misalkan gaya badan, gaya tekan, dan gaya kekentalan masing-masing dinyatakan dengan. Misalkan masing masing adalah gaya badan pada arah dan adalah gaya tekan pada arah dan z, sedangkan adalah gaya kekentalan pada arah dan maka total gaya yang bekerja pada arah dan z pada elemen fluida tersebut adalah dan G G G Gaya badan adalah gaya yang bekerja langsung pada massa fluida seperti gaya gravitasi, gaya sentrifugal, gaya elektromagnetik dan lain-lain. Misalkan dan masing-masing adalah komponen gaya pada sumbu dan z, sehingga gaya badan pada elemen fluida tersebut adalah G

20 7 G dimana pada arah sumbu z, gaya badan dipengaruhi pula oleh gaya gravitasi dengan adalah percepatan gravitasi. Selanjutnya, gaya tekan pada arah dan z seperti pada Gambar 2.b masing-masing adalah G G G dengan P adalah tekanan pada fluida. Gaya kekentalan dianggap nol karena diasumsikan fluida takkental (inviscid) sehingga diperoleh G G Jika persamaan G, G dan G disubstitusikan ke persamaan G maka diperoleh G G Gaya pada arah horizontal pada persamaan G dan persamaan G, dapat dieliminasi sehingga diperoleh G dengan = merupakan total gaya elemen fluida pada arah horizontal, sedangkan dengan adalah frekuensi Buoyancy yang merupakan suatu konstanta pada fluida yang dalam kondisi tunak besarnya dapat dianggap sama dengan G

21 8 Penurunan persamaan G dapat dilihat pada Lampiran 1. Konstanta juga biasa digunakan pada frekuensi Brunt-Vaisala dengan persamaan G untuk menggambarkan kepadatan fluida berlapis. Selanjutnya apabila persamaan G, G dan G disubstitusikan ke persamaan G, akan diperoleh gaya elemen fluida pada arah vertikal yaitu G dengan merupakan total gaya pada arah vertikal, penurunan persamaan G dapat dilihat pada Lampiran Syarat batas Selanjutnya akan dibahas masalah nilai batas yang harus dipenuhi gerak partikel fluida, yaitu syarat batas kinematik yang disebabkan oleh adanya gerak partikel fluida dan syarat batas dinamik yang disebabkan oleh tekanan partikel fluida. Misalkan batas atas fluida adalah kurva permukaan fluida, sedangkan batas bawahnya adalah dasar yang cukup keras sehingga tak ada partikel fluida yang menembus dasar, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.

22 9 z = ( ) Gambar 3 Batas fluida. Misalkan kurva permukaan fluida adalah z = ( ditulis dalam bentuk implisit sebagai ). Persamaan ini dapat Misalkan pula tak ada partikel fluida yang menembus permukaan, maka syarat batas kinematik pada permukaan fluida merupakan turunan total S terhadap waktu sehingga diperoleh Dengan operator sebagai simbol untuk turunan total terhadap waktu maka turunan total S terhadap waktu t adalah (lihat Lampiran 2). Pada syarat batas dinamik diasumsikan bahwa tekanan permukaan sama dengan tekanan udara yang dimisalkan sama dengan nol, sehingga

23 10 Pada batas bawah fluida dimisalkan bahwa dasar fluida mengikuti persamaan G Dengan asumsi tak ada fluida yang menembus dasar, maka batas bawah kinematik adalah turunan total terhadap waktu G Dengan cara yang sama dengan persamaan G diperoleh G G Penurunan persamaan G dapat dilihat pada Lampiran 2. Dengan demikian persamaan dasar fluida sebagai berikut: G dengan syarat batas P = 0, G G

24 11 III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini dibahas tinjauan matematis mengenai gelombang internal. Salah satu persamaan yang dapat menggambarkan perilaku gerak gelombang internal adalah persamaan Korteweg de Vries (KdV), yang merupakan suatu persamaan bagi gerak gelombang yang panjang gelombangnya jauh lebih besar daripada amplitudonya (asumsi fluida dangkal). Persamaan KdV ini diturunkan dari persamaan dasar fluida ideal, yaitu fluida yang takmampat (incompressible) dan takkental (inviscid). Analog dengan penurunan persamaan KdV, maka dalam penelitian ini diasumsikan bahwa gelombang yang ditinjau memiliki panjang gelombang yang cukup besar dibandingkan dengan kedalaman fluida. Metode yang digunakan dalam penurunan persamaan gerak gelombang internal adalah metode asimtotik. Dalam hal ini semua variabel takbebas yang muncul dalam persamaan dasar akan dinyatakan dalam uraian asimtotik. Hasilnya diharapkan berupa persamaan KdV dengan koefisien variabel yang bergantung pada variabel arus, baik dalam arah horizontal, maupun dalam arah vertikal. Berdasarkan persamaan KdV yang dihasilkan, diformulasikan gerak gelombang soliter internal dengan mengasumsikan penyelesaian persamaan KdV berupa gelombang berjalan (gelombang soliter). Hasil formulasi ini akan digunakan untuk menentukan kebergantungan parameter gelombang soliter (amplitudo, panjang gelombang, dan kecepatan fase) terhadap variabel arus. Hubungan ini akan digambarkan dengan menggunakan software Mathematica, dengan meninjau kasus fluida dua lapisan yang masing-masing memiliki rapat massa yang konstan.

25 12 IV PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas penurunan persamaan gerak gelombang internal pada fluida takmampat dan takkental yang melibatkan variabel-variabel fluida dalam keadaan setimbang, berdasarkan alur penelitian pada (Zhou 1989). Apabila kecepatan arus dan rapat massa dalam keadaan setimbang diketahui pada kondisi upstream yaitu kondisi jauh di kiri dan di kanan dimana garis arus nya hampir berupa garis lurus, maka kecepatan arus dan rapat massa pada keseluruhan domain fluida akan ditentukan berdasarkan persamaan dasar fluida dalam keadaan setimbang. Rumusan persamaan dasar pada fluida dalam keadaan setimbang berdasarkan pada alur penelitian dalam (Grimshaw 1979). 4.1 Persamaan Gerak Gelombang sebelumnya: Tinjau persamaan dasar fluida ideal yang diperoleh pada bagian G dengan syarat batas P = 0, G G Misalkan total kecepatan horizontal, kecepatan vertikal, rapat massa, tekanan fluida dan batas permukaan masing-masing dinyatakan oleh, dan dengan, dan masing-masing menyatakan kecepatan

26 13 horizontal, rapat massa, tekanan fluida dan batas permukaan pada fluida dalam keadaan setimbang. Selanjutnya diasumsikan bahwa gelombang yang ditinjau memiliki amplitudo yang cukup kecil, sehingga didefinisikan dan (9.c) dengan suatu parameter kecil dan total kecepatan partikel dalam arah vertikal adalah dengan kecepatan vertikal dalam keadaan setimbang. Jika dalam kondisi ini pengaruh gaya luar diabaikan, maka persamaan (9.a) dengan syarat batas (9.b) memberikan G dengan syarat batas G G Penurunan persamaan (10.a-b) dapat dilihat pada Lampiran 3. Selanjutnya didefinisikan variabel berikut : G dengan W(X ) adalah kecepatan fase gelombang linear. Misalkan variabel variabel takbebas pada persamaan G dinyatakan oleh uraian asimtotik berikut:

27 14 G dengan bergantung pada dan. Dengan memasukkan uraian asimtotik pada persamaan (11.b) ke persamaan G, maka pada koefisien diperoleh : kemudian dari persamaan G diperoleh syarat batas dengan G G G G Penurunan persamaan (12.a) bagian pertama diberikan dalam Lampiran 4. Selanjutnya persamaan G akan disederhanakan, untuk itu substitusikan variabel pada persamaan G G ke persamaan (G G kemudian diturunkan terhadap, dan variabel pada persamaan G G disubstitusi ke persamaan G G, maka variabel dapat dieliminasi sehingga diperoleh G G Penurunan persamaan (12.d) dapat dilihat pada Lampiran 5. Selanjutnya dengan pemisahan peubah, misalkan : G (13) Jika pada persamaan (13) disubstitusikan ke dalam persamaan (12.d) dan syarat batas (12.b), maka diperoleh masalah nilai batas untuk berikut: G G G

28 15 G Dari persamaan G diperoleh nilai, dan masing-masing,, (15) (lihat Lampiran 6) dengan fungsi adalah suatu fungsi yang akan ditentukan kemudian. Selanjutnya dari koefisien pada uraian asimtotik persamaan (10.a) dan persamaan (10.b) diperoleh dengan (16) dan syarat batas berikut: dengan,, (17) G Penurunan persamaan (16) dapat dilihat pada Lampiran 7. Selanjutnya dieliminasi pada persamaan (16), kemudian dimisalkan maka diperoleh masalah nilai batas untuk berikut : G (19)

29 16 dengan G G Penurunan persamaan (19) dapat dilihat pada Lampiran 8. Persamaan (19) mempunyai penyelesaian, jika memenuhi syarat keterselesaian G Jika dan disederhanakan menggunakan persamaan (13) dan persamaan (15), kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan (20), maka diperoleh suatu persamaan untuk A(s,) sebagai berikut Nilai dan diperoleh dari G (21) koefisien diberikan oleh dengan ditentukan oleh (22) (23) sedangkan J merupakan matriks Jacobi dari transformasi koordinat yang diberikan pada persamaan (11.a). Penurunan persamaan (21), (22), dan (23) dapat dilihat pada Lampiran 9.

30 17 Persamaan (21) merupakan persamaan gerak gelombang dengan koefisien yang bergantung pada variabel s. Persamaan ini sulit diselesaikan secara analitik dan numerik. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa dasar fluida berupa permukaan yang hampir rata (bervariasi dengan sangat lambat). Ini berarti dimisalkan koefisien = 0, sehingga persamaan (21) menjadi G (24) Persamaan (24) merupakan persamaan gerak gelombang internal yang mirip dengan persamaan KdV pada permukaan dasar yang rata (Grimshaw 1971). Berikut ini akan ditentukan penyelesaian persamaan (24) yang berupa gelombang soliter. 4.2 Penyelesaian Persamaan Gerak Karena penyelesaian dari persamaan gelombang d Alembert adalah dan dengan c kecepatan gelombang (Strauss 1992), maka dapat diajukan tebakan untuk penyelesaian persamaan (24) yaitu sehingga G G Notasi c pada penyelesaian persamaan d Alembert diganti dengan, sedangkan fungsi diganti dengan fungsi. Persamaan G disubstitusi ke persamaan (24) sehingga diperoleh G G Dengan mengintegralkan persamaan G terhadap diperoleh G dengan merupakan tetapan integrasi. Apabila diasumsikan bahwa penyelesaian persamaan (24) berupa gelombang soliter, yaitu A dan semua

31 18 turunannya mendekati nol untuk, maka. Selanjutnya persamaan (25.c) dikalikan dengan faktor sehingga diperoleh G Integralkan kedua ruas terhadap, diperoleh G G Karena diasumsikan penyelesaian persamaan (25.d) berupa gelombang soliter, maka sehingga dapat dituliskan dalam bentuk G G Dengan pemisahan variabel, persamaan G dapat ditulis G G Pemilihan 0 sebagai batas integrasi, tidak mengurangi sifat umum permasalahan karena titik awal ini dapat ditransformasikan secara linear. Integral ruas kanan dapat diselesaikan dengan melakukan transformasi berikut. maka G

32 19 G Jadi persamaan G memberikan G Jika dilakukan transformasi balik dari persamaan G, maka diperoleh dengan G G G Dengan demikian penyelesaian persamaan dapat ditulis sebagai dengan G

33 20 sedangkan dan memenuhi persamaan (25.i). Penurunan persamaan G dapat dilihat pada Lampiran 10. Berdasarkan persamaan (25.i) diperoleh tiga parameter gelombang internal yaitu, dan. Jika salah satu parameter diketahui, maka dua parameter lainnya dapat ditentukan. Parameter bergantung pada nilai yang merupakan koefisien dari persamaan KdV dan nilainya bergantung pada rapat massa dan kedalaman fluida. selain itu bergantung pada nilai parameter G Persamaan (24) memenuhi hukum konservasi massa yang dinyatakan sebagai berikut (Grimshaw 1971) G sehingga dengan menyubstitusi persamaan (25) ke persamaan G diperoleh G G Persamaan G digunakan untuk memperoleh amplitudo yang bergantung pada variabel s. Untuk itu, misalkan sehingga persamaan G dapat ditulis sebagai G G Jika kedua ruas pada persamaan (27) diintegralkan, maka diperoleh G G

34 21 Selanjutnya substitusikan persamaan G dan G ke persamaan G, diperoleh G G G Selanjutnya dengan menyubstitusi pada persamaan (25.i) ke persamaan G diperoleh Penurunan persamaan (29) dapat dilihat pada Lampiran 10. Berdasarkan persamaan (29) dapat diperoleh hubungan antara amplitudo gelombang dan kondisi fisis (seperti rapat massa, kecepatan arus dan ketebalan fluida). Besaran µ dan adalah koefisien persamaan (24) yang nilainya bergantung pada kondisi fisis fluida. Apabila kecepatan arus dan rapat massa fluida diketahui di upstream, maka kedua besaran tersebut dapat ditentukan berdasarkan rumusan persamaan dasar pada fluida dalam keadaan setimbang. Rumusan persamaan dasar fluida dalam keadaan setimbang diberikan berikut ini. 4.3 Fluida dalam Keadaan Setimbang Untuk penyederhanaan, misalkan dalam keadaan setimbang fluida ideal yang ditinjau bersifat tunak. Fluida tunak adalah fluida yang dalam perambatannya tidak bergantung pada waktu (time independent flow). Ilustrasi dari asumsi gelombang tunak ini adalah dimisalkan suatu gelombang difoto, gelombang tersebut bergerak seakan-akan bingkai foto yang bergerak, sehingga kecepatan gelombang sama dengan kecepatan bingkai. Misalkan gelombang tersebut bergerak ke kanan dengan

35 22 kecepatan G Dalam hal ini disebut juga kecepatan fase cepat rambat gelombang (Grimshaw et al. 2006), maka koordinat foto setelah detik adalah sehingga Akibatnya persamaan (9.a) bagian pertama dapat ditulis dengan., G G Untuk memudahkan penulisan, notasi dan X pada persamaan G masing masing ditulis dengan notasi sehingga diperoleh G G Dengan cara yang sama, persamaan dasar fluida seperti pada persamaan menjadi dengan syarat batas (lihat Lampiran 11). G G Selanjutnya dalam keadaan setimbang, dimisalkan bahwa fluida yang ditinjau memiliki rapat massa tekanan, kecepatan partikel dalam arah horizontal dan vertikal masing-masing adalah dan, sedangkan total gaya pada arah horizontal dan vertikal masing-masing adalah,

36 23, dengan adalah suatu parameter kecil yang digunakan sebagai pendekatan pada gelombang linear (Grimshaw et al. 2006). sehingga Misalkan pula G G G Dengan menyubstitusi persamaan G ke persamaan G diperoleh dengan syarat batas (lihat Lampiran 12). G G Dalam kondisi setimbang, dan dapat dianggap sebagai gaya badan dari elemen fluida sebagai gaya gesekan juga dapat dianggap sebagai gaya luar. Dalam kondisi setimbang, persamaan dasar fluida dalam keadaan tunak diberikan oleh persamaan G. Jika persamaan G G diturunkan terhadap dan persamaan GG diturunkan terhadap kemudian diperoleh Selanjutnya misalkan dieliminasi, maka G G G G Setelah persamaan G disubstitusi ke persamaan (34.a) akan diperoleh

37 24 G (34.c) Selanjutnya, misalkan fungsi merupakan fungsi arus yang memenuhi dan maka hanya bergantung pada, misalkan upstream, yaitu dan turunan-turunannya nol untuk menjadi G Berdasarkan kondisi persamaan G dapat ditulis sebagai dengan G G dan

38 25 Jika gaya luar diabaikan, maka penyelesaian persamaan (35) adalah, yang merupakan penyelesaian dari persamaan Long untuk kondisi tunak pada fluida dua dimensi (Long 1953). Syarat batas (33.b.i) dan (33.b.iii) menjadi (36) dengan adalah fluks massa pada aliran setimbang, sehingga syarat batas dinamik yang ditinjau adalah Dengan demikian fungsi dapat diperoleh berdasarkan persamaan dasar fluida yang diberikan oleh persamaan (35) dengan syarat batas (36). Hasil dari fungsi diperoleh kecepatan arus dalam keadaan setimbang, yaitu GUntuk penyederhanaan, dapat digunakan pendekatan Boussinesq, yaitu. Hal ini dapat dilakukan karena memenuhi nilai antara dan (Holloway et al. 2002). Berikut ini akan dikaji gerak gelombang soliter dengan meninjau suatu kasus tertentu, dimana dan diketahui. 4.4 Contoh Kasus pada Fluida Dua Lapisan Tinjau suatu fluida dua lapisan yaitu suatu fluida yang terdiri atas dua lapisan yang masing-masing lapisan mempunyai rapat massa yang konstan. Gelombang internal muncul pada batas kedua lapisan tersebut. Gelombang ini biasa disebut gelombang interfacial. Aliran air dan minyak dalam pipa, serta aliran lumpur di suatu perairan adalah contoh dari gelombang interfacial. bentuk Misalkan rapat massa fluida dua lapisan yang akan dibahas diberikan dalam G G

39 26 seperti diperlihatkan pada Gambar 4. Gambar 4 Domain fluida dua lapisan. Berdasarkan domain fluida pada persamaan (38.b), persamaan (14.a) dengan syarat batas (14.b) dapat ditulis Penyelesaian MNB adalah dengan

40 27 yang diperoleh dari syarat G Penurunan persamaan (40.a) dapat dilihat pada Lampiran 14. Nilai dapat ditentukan sebagai berikut. Jika persamaan G disubstitusi ke persamaan Gmaka diperoleh G G Jika kedua ruas pada persamaan G diintegralkan terhadap dari sampai maka diperoleh G G G Selanjutnya pada persamaan G disubstitusi ke persamaan G dan membuat, diperoleh Karena G G maka persamaan G dapat dinyatakan sebagai G Persamaan (41) memberikan persamaan untuk yaitu G G

41 28 Selanjutnya gunakan pendekatan Boussinesq yaitu yang cukup kecil, maka deret Taylor dari terhadap yang diberikan pada persamaan (42.a), adalah G G Penurunan persamaan (42.b) dapat dilihat pada Lampiran 14. Kemudian akan ditentukan dan yang merupakan koefisien persamaan (26). Nilai dan diperoleh dari persamaan (24) dan bergantung pada kecepatan arus. Dalam tulisan ini akan ditinjau dua kasus, yaitu kasus dengan (tidak ada arus) dan (kecepatan arus dinyatakan dalam fungsi linear) Kasus Tidak Ada Arus Dalam kasus ini dimisalkan tidak ada arus sehingga dari persamaan (12.c) dan (42.b) diperoleh G Dari persamaan (22) diperoleh G G G G Besaran r menyatakan perbandingan rapat massa antara kedua fluida G Penurunan persamaan (44.a-c) dapat dilihat pada Lampiran 15.

42 29 Dari persamaan (44.a-c) diperoleh koefisien dan sebagai berikut G G Berikut ini akan ditentukan gerak gelombang interfacial berdasarkan pada persamaan (29), tetapi dengan asumsi = 0, yaitu gaya gesekan diabaikan sehingga persamaan (29) dapat dinyatakan sebagai G G Jika masing-masing pada persamaan (46.a), (46.b), (44.a) dan (43) disubstitusikan ke dalam persamaan (46.c), maka diperoleh

43 Kecepatan Arus Berupa Fungsi Linear ( ) Misalkan, maka persamaan (12.c) menjadi sehingga dan pada persamaan (22) adalah sebagai berikut G G G

44 31 G Penurunan persamaan (48.a-c) dapat dilihat pada Lampiran 16. Koefisien dan pada persamaan (29) adalah sebagai berikut. G G

45 32 dengan Dengan menyubstitusi persamaan (48.a), (49.a) dan (49.b) ke persamaan (29) diperoleh hubungan amplitudo gelombang interfacial dengan kondisi fisis fluida, yaitu dengan G

46 Analisis Hasil Kebergantungan amplitudo terhadap kondisi fisis fluida diberikan pada persamaan (47) untuk kasus tak ada kecepatan arus dan pada persamaan (50) untuk kecepatan arus berupa fungsi linear. Kedua kasus tersebut dapat dijelaskan dalam Gambar a b a h1 h Gambar 5 Grafik hubungan amplitudo dan perbandingan kedalaman fluida dua lapisan untuk kasus (a) dan (b) Pada kasus (tidak ada arus), gelombang interfacial dengan amplitudo sangat kecil terjadi bilamana kedua lapisan fluida mempunyai ketebalan yang hampir sama, sedangkan pada kasus (ada arus), amplitudo gelombang sangat kecil bilamana lapisan bawah lebih tebal dari lapisan atasnya. Pada kedua kasus, amplitudo gelombang cukup besar bilamana salah satu lapisan fluida sangat

47 34 tipis mendekati fluida satu lapisan. Pada kasus gelombang interfacial berupa elevasi bilamana lapisan atas lebih tebal dari lapisan bawahnya. Sebaliknya berupa depresi bila lapisan bawah lebih tebal dari lapisan atasnya. Pada kasus gelombang interfacial berupa elevasi bilamana perbandingan lapisan atas dengan lapisan bawah lebih besar dari dua pertiga, sebaliknya gelombang interfacial berupa depresi.

48 35 V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Gelombang internal dapat terjadi pada lapisan fluida dengan rapat massa yang berbeda-beda. Persamaan dasar bagi gerak gelombang internal diturunkan berdasarkan asumsi fluida ideal dengan menggunakan Hukum Kekekalan Massa dan Hukum Kekekalan Momentum. Berdasarkan persamaan dasar fluida ideal yang diperoleh, diturunkan persamaan gerak gelombang dengan melibatkan variabel arus. Penurunan persamaan gerak gelombang internal dilakukan dengan menggunakan metode asimtotik, dimana semua variabel tak bebas pada persamaan dasar fluida ideal dinyatakan dalam uraian asimtotik terhadap suatu parameter kecil. Parameter kecil tersebut menyatakan perbandingan antara ampitudo gelombang yang ditinjau dengan kedalaman fluida (asumsi gelombang panjang dan amplitudo kecil). Penyelesaian persamaan KdV standar dalam bentuk gelombang soliter menghasilkan tiga parameter gelombang, yaitu amplitudo gelombang, panjang gelombang, dan kecepatan fase gelombang. Jika salah satu parameter diketahui, maka dua parameter lainnya dapat ditentukan. Ketiga besaran ini juga bergantung pada variabel arus dalam arah horizontal. Formulasi gelombang soliter internal persamaan KdV standar dengan koefisien bergantung pada variabel arus diaplikasi pada fluida dua lapisan. Fluida dua lapisan adalah fluida yang terdiri dari dua lapisan dengan rapat massa yang masingmasing konstan. Dalam studi kasus ditinjau variabel arus berupa fungsi linear terhadap kedalaman, sedangkan rapat massa dalam keadaan setimbang digunakan rapat massa fluida dua lapisan. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan kasus tidak ada arus. Dengan bantuan Software Mathematica diperoleh bahwa amplitudo gelombang cukup besar bila salah satu lapisan cukup kecil (mendekati fluida satu lapisam). Pada fluida tanpa variabel arus, gelombang soliter internal mempunyai amplitudo yang sangat kecil, bilamana ketebalan kedua lapisan hampir sama,

49 36 sedangkan pada fluida yang melibatkan variabel arus, amplitudo gelombang soliter sangat kecil bilamana lapisan bawah lebih kecil dari lapisan fluida di atasnya. Pada fluida yang melibatkan arus, gelombang soliter berupa elevasi bilamana perbandingan lapisan atas dengan ketebalan fluida lebih besar dari sepertiga, sedangkan bila tanpa arus gelombang soliter berupa elevasi bilamana perbandingan lapisan atas dengan ketebalan fluidanya lebih besar dari setengah. 5.2 Saran Pada penelitian ini hanya dibahas untuk kasus arus yang bergerak sejajar dengan arah perambatan gelombang, sedangkan pada kenyataannya tidak selamanya searah dengan perambatan gelombang. Fenomena alam ini tentu saja sangat mungkin terjadi pada gelombang soliter internal, sehingga penelitian ini terbuka untuk penelitian lanjutan.

50 DAFTAR PUSTAKA Apel JR Satellite sensing of ocean surface dynamics. Ann. Rev. Earth Planet. Sci, 8: Billingham J, King AC. 2000, Wave Motion. Cambridge University Press. Clarke S, Grimshaw R, Miller P, Pelinovsky E, Talipova T On the Generation of soliton and breather in the modified Korteweg de-vries equation. Chaos 10: Grimshaw R The solitary wave in water of variable depth. Fluid Mech. 46: Grimshaw R Evolution equations for nonlinear internal waves in stratified shear flows. Stud. Appl. Math. 65: Grimshaw R Slowly varying solitary wave I. Korteweg-de Vries equation, Proc. Roy. Soc. Ser. A. 368: Grimshaw R, Pelinovsky E, Talipova T Modeling Internal Solitary Waves in the Coastal Ocean UK : Loughborough University. Holloway P, Pelinovsky E, Talipova T Internal tide transformation and oceanic internal solitary waves. USA: Dordrecht Kluwer. Long RR Some aspects of the flow of stratified fluids J. Tellus 5: Newell A Soliton in Mathematics and Physics. Pennsylvania: University of Arizona. Strauss WA Partial Differential Equations. USA: Malloy Lithographing Inc. Zhou X Effect of current on the fission of a solitary waves. Sci. Sinica. 28: Zhou X Effect of variable current on internal solitary waves. Dynamics of Atmospheres and Ocean. 14:

51 LAMPIRAN 38

52 39 Lampiran 1 Penurunan persamaan G dan G G G Persamaan G disubstitusi ke persamaan G diperoleh G G G Selanjutnya pada G dan G dieliminasi sehingga diperoleh G G Karena, dan masing-masing adalah sehingga persamaan G dapat ditulis G Kedua ruas dibagi dengan faktor sehingga diperoleh, dan G G

53 40 Dengan cara sama, dari persamaan G, persamaan G diperoleh Karena G G dengan G maka diperoleh dengan G G

54 41 Lampiran 2 Penurunan persamaan G dan G Dari persamaan permukaan fluida diperoleh turunan total terhadap waktu sehingga diperoleh G G Selanjutnya dari persamaan pada batas bawah fluida diperoleh turunan total terhadap waktu adalah G G

55 42 Lampiran 3 Penurunan persamaan (10.a) & (10.b) Dari persamaan (9.a) dengan syarat batas (9.b) G Apabila kecepatan horizontal, kecepatan vertikal, rapat massa, dan tekanan fluida masing-masing dinyatakan oleh,, dan maka dari persamaan (9.a.i) dapat dinyatakan sebagai G (9.a.i.i) Dari persamaan (9.c) diperoleh sehingga persamaan (9.a.i.i) dapat ditulis G Apabila setelah t detik, kordinat gelombang dinyatakan dalam maka, (9.a.i.ii) G

56 43 Sehingga persamaan (9.a.i) dapat dinyatakan sebagai Misalkan. G (9.a.i.iii) sehingga persamaan (9.a.i.iii) dapat ditulis Untuk penyederhanaan sehingga G (9.a.i.iv) Selanjutnya dimisalkan fluida yang ditinjau memiliki rapat massa, tekanan, gaya badan arah horizontal adalah dan gaya badan arah horizontal adalah, sedangkan kecepatan partikel dalam arah horizontal dan vertikal masing-masing adalah dan, sehingga persamaan (9.a.i.iv) menjadi GGG G G GG Dengan menyubstitusi persamaan G GG ke persamaan (9.a.i.ii) diperoleh G Dengan cara sama diperoleh G G

57 44 G G (G = 0). G G

58 45 Lampiran 4 Penurunan persamaan (12.a) &(12.b) Dari persamaan G G Dengan aturan rantai diperoleh sehingga persamaan (10.a.iii) menjadi G GG Apabila uraian asimtotik pada persamaan (11.b) disubstitusikan ke persamaan G GG, maka diperoleh

59 46 G Dari koefisien diperoleh G GGG Misalkan, dalam kondisi tunak = 0 sehingga persamaan G GG menjadi G G

60 47 Lampiran 5 Penurunan persamaan G (12.a.i) (12.a.ii) (12.a.iii) (12.a.iv) Substitusikan variabel pada persamaan GG ke persamaan ( GG sehingga diperoleh selanjutnya diturunkan terhadap sehingga diperoleh G (12.a.v) pada persamaan (12.a.ii) masing-masing diturunkan terhadap kemudian disubstitusi ke persamaan (12.a.v) sehingga diperoleh G G Selanjutnya dengan menyubstitusi persamaan (12.vi) ke persamaan (12.v) diperoleh G G

61 48 Lampiran 6 Penurunan persamaan G (12.a.i) (12.a.ii) (12.a.iii) (12.a.iv) Misalkan G (13) Jika persamaan (13) disubstitusi ke pesamaan (12.a.iii), maka diperoleh kedua ruas diintegralkan terhadap sehingga diperoleh G (15.a) Jika persamaan (15.a) disubstitusi ke pesamaan (12.a.iv), maka diperoleh kedua ruas diintegralkan terhadap sehingga diperoleh G (15.b) Dengan menyubstitusi persamaan (15.b) ke persamaan (12.a.ii) diperoleh karena maka, sehingga diperoleh. (15.c) Selanjutnya persamaan (13) disubstitusi ke persamaan (12.a.iv) sehingga diperoleh

62 49. (12.a.v) Karena maka persamaan (12.a.v) dapat dinyatakan sebagai. (14.a) Dengan menyubstitusi persamaan (15.c) ke persamaan (12.b.ii) diperoleh yang apabila diturunkan terhadap maka diperoleh. (12.b.iv) Pada batas atas fluida di, substitusikan persamaan (13) ke persamaan (12.b.i) sehingga diperoleh,

63 50 sehingga persamaan (12.b.iv) menjadi. pada G (14.b)

64 51 Lampiran 7 Penurunan persamaan (16) Koefisien dari uraian asimptotik pada persamaan (11.b) seperti pada halaman 46 adalah sehingga diperoleh = (16.i) dengan Bagian G G dalam kondisi tunak persamaan (9.a.iii) adalah maka persamaan (16.ii) dapat dinyatakan sebagai

65 52 sehingga diperoleh.

66 53 Lampiran 8 Penurunan persamaan (17.a), (17.b) G (17.c) Pada persamaan (17.a) variabel dieliminasi sehingga diperoleh G (17.d) Kedua ruas pada persamaan (17.b) diturunkan terhadap, nilai disubstitusikan ke persamaan (17.d) sehungga diperoleh G (17.e) Selanjutnya kedua ruas pada persamaan (17.a) dikalikan diperoleh, kemudian disubstitusi ke persamaan (17.e) sehingga diperoleh (19.b) dengan G Selanjutnya dari persamaan (17.c) pada z = -h (19.c)

67 54 Lampiran 9 Penurunan persamaan (21) Pada bagian ini akan diformulasikan persamaan gerak gelombang internal. Untuk itu substitusi variabel, dari persamaan persamaan (13) dan (15), ke persamaan (16.i) sehingga diperoleh G Selanjutnya Jika variabel pada persamaan (19) disubstitusi ke persamaan (20), maka G G Untuk memudahkan, maka ruas kanan persamaan (20.a) akan dievaluasi secara terpisah yaitu : G mis, sehingga

68 55 G G G koefisien dari persamaan (20.b) adalah G dengan seperti pada persamaan (16) yaitu sehingga G koefisien dari persamaan (20.c) adalah G misalkan sehingga

69 56 G dengan sehingga G Untuk memudahkan, maka koefisien dihilangkan sehingga misal sehingga

70 57 Untuk G G dengan (8.b) selanjutnya subtitusikan persamaan (14.b.i) ke persamaan (20.d) sehingga persamaan (20.d) dapat ditulis sebagai G dengan menyubstitusi persamaan (14.a) ke persamaan (20.e) diperoleh misalkan sehingga persamaan (20.f) menjadi sehingga G G G

71 58 misalkan sehingga G Untuk G Untuk

72 59 Untuk G misal sehingga koefisien ) adalah

73 60 untuk koefisien sehingga

74 61 Lampiran 10 Penurunan persamaan (29) Dari persamaan (26.b) maka persamaan (26.b) menjadi kedua ruas diintegralkan sehingga diperoleh G Jika persamaan (25.j) disubstitusi ke persamaan (27.b), maka diperoleh G G sehingga persamaan G menjadi

75 62 G G Jika persamaan (25.i) disubstitusi ke persamaan (28.d), maka diperoleh

76 63 Lampiran 11 Penurunan persamaan (31) Dari persamaan (9), (i), (ii) (iii) G (iv) Jika gelombang setelah t detik dinyatakan dalam, maka Sehingga persamaan (31.i),. Misalkan maka. Untuk penyederhanaan sehingga Persamaan (31.iii) dapat dinyatakan sebagai, untuk penyederhanaan sehingga Persamaan (31.iv). Untuk penyederhanaan sehingga

77 64 Lampiran 12 Penurunan persamaan (33.a-b) Dari persamaan (31.a) dengan syarat batas (31.b) G G G G Selanjutnya dimisalkan fluida yang ditinjau memiliki rapat massa, tekanan, gaya badan arah horizontal adalah dan gaya badan arah horizontal adalah, sedangkan kecepatan partikel dalam arah horizontal dan vertikal masing-masing adalah dan, dengan parameter kecil. Misalkan pula sehingga diperoleh G G dan G G G G G

78 65 G G G G

79 66 Lampiran 13 Penurunan persamaan (40 & 42) Berdasarkan domain fluida pada persamaan (38.b). Persamaan (14.a) dengan syarat batas (14.b) dapat ditulis G Sedangkan persamaan (38.a) menjadi G Untuk batas karena = (konstan), maka adalah G G G G G sehingga solusi umum daerah ini Untuk diperoleh dan sehingga, sehingga Untuk G Untuk batas G G G = (konstan), maka sehingga solusi umum pada batas ini adalah Untuk diperoleh sehingga G G karena kontinyu di sehingga dari persamaan G dan G diperoleh

80 67, sehingga G diperoleh penyelesaian untuk dua daerah yang diberikan pada persamaan (38.b) yaitu G G G Selanjutnya substitusi persamaan G ke persamaan G memberikan G sehingga dengan mengintegralkan kedua ruas terhadap z dari sampai diperoleh G G G Selanjutnya pada persamaan (40.a) dengan daerah yang dibatasi oleh persamaan (38.b) disubstitusi ke persamaan G sehingga diperoleh untuk, diperoleh

81 68 gunakan persamaan sehingga persamaan (37.c) dapat ditulis sebagai G G Persamaan (38) memberikan persamaan untuk yaitu G G Deret Taylor dari terhadap yang diberikan pada persamaan (42.a) dengan menggunakan asumsi yang cukup kecil adalah G

82 69 Lampiran 14 Penurunan persamaan GGG. Dari persamaan (22.i) G Setelah diskalakan, persamaan (22.i) dapat dinyatakan sebagai GG Dengan menggunakan kondisi seperti pada persamaan (38.b) dan (40.a), persamaan (22.i.a) dapat dinyatakan sebagai Dari persamaan (40.a) diperoleh Turunan terhadap masing-masing adalah GG Dengan menyubstitusi persamaan (43) ke dalam persamaan GG diperoleh persamaan (44.a) yaitu G G Dengan cara yang sama, dapat diperoleh persamaan (44.b) dan (44.c) yaitu G G G

83 70 Lampiran 15 Penurunan persamaan (48.a, 48.b, dan 48.c) dari persamaan (40.a) sehingga G Dari persamaan (22.iii) G G G Dengan menyubstitusi persamaan (42.b) dan (45.c) ke persamaan (22.iii) kemudian menggunakan pendekatan Boussinesq yaitu sehingga deret Taylor dari terhadap, adalah yang cukup kecil,

84 71 dengan cara yang sama akan diperoleh G

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR

METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya. 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teoriteori yang mendukung karya tulis ini. Teoriteori tersebut meliputi persamaan diferensial penurunan persamaan KdV yang disarikan dari (Ihsanudin, 2008;

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Tinjauan Aliran Fluida dengan Menggunakan Metode Homotopi

Tinjauan Aliran Fluida dengan Menggunakan Metode Homotopi Tinjauan Aliran Fluida dengan Menggunakan Metode Homotopi Abd. Djabar Mohidin Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo Abstrak Dalam makalah ini, akan dibahas tinjauan matematis mengenai

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN KORTEWEG-DE VRIES ORDE TINGGI DENGAN METODE EKSPANSI RESTY BANGUN PRATIWI

PENYELESAIAN PERSAMAAN KORTEWEG-DE VRIES ORDE TINGGI DENGAN METODE EKSPANSI RESTY BANGUN PRATIWI PENYELESAIAN PERSAMAAN KORTEWEG-DE VRIES ORDE TINGGI DENGAN METODE EKSPANSI RESTY BANGUN PRATIWI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut :

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut : 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan dalam menyusun karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi sistem koordinat silinder, aliran fluida pada pipa lurus, persamaan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH GELOMBANG PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERTURBASI HOMOTOPI ANGGRAENI PUTRISIA

PENYELESAIAN MASALAH GELOMBANG PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERTURBASI HOMOTOPI ANGGRAENI PUTRISIA PENYELESAIAN MASALAH GELOMBANG PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERTURBASI HOMOTOPI ANGGRAENI PUTRISIA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

J M A. Jurnal Matematika dan Aplikasinya. Journal of Mathematics and Its Applications. Volume 8, No. 1 Juli 2009 ISSN: X

J M A. Jurnal Matematika dan Aplikasinya. Journal of Mathematics and Its Applications. Volume 8, No. 1 Juli 2009 ISSN: X DEPARTEMEN MATEMATIKA F MIPA - INSTITUT PERTANIAN BOGOR ISSN: 4-677X Journal of Mathematics and Its Applications J M A Jurnal Matematika dan Aplikasinya Volume 8, No. Juli 009 Strong Convergence of a Uniform

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS

KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh III PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas penggunaan metode perturbasi homotopi untuk menyelesaikan suatu masalah taklinear. Metode ini digunakan untuk menyelesaikan model Sisko dalam masalah aliran

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK Dalam bab ini, kita akan mengamati perambatan gelombang pada fluida ideal dengan dasar rata. Perhatikan gambar di bawah ini. Gambar 3.1 Aliran Fluida pada Dasar

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE PERBANDINGANN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE DAN APLIKASINYA PADA DATAA KEMATIAN INDONESIA VANI RIALITA SUPONO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI

SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD

MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas suatu jenis persamaan differensial parsial tak homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah

Lebih terperinci

NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF

NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam berberapa tingkatan, gelombang pada atmosfir yang berotasi

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam berberapa tingkatan, gelombang pada atmosfir yang berotasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Fenomena gelombang Korteweg de Vries (KdV) merupakan suatu gejala yang penting untuk dipelajari, karena mempunyai pengaruh terhadap studi rekayasa yang terkait dengan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE PERTURBASI HOMOTOPI UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH ARUS LALU LINTAS CHRISTOPHER DANNY

PENGGUNAAN METODE PERTURBASI HOMOTOPI UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH ARUS LALU LINTAS CHRISTOPHER DANNY PENGGUNAAN METODE PERTURBASI HOMOTOPI UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH ARUS LALU LINTAS CHRISTOPHER DANNY DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan 6, 1 (2.52) Berdasarkan persamaan (2.52), maka untuk 0 1 masing-masing memberikan persamaan berikut:, 0,0, 0, 1,1, 1. Sehingga menurut persamaan (2.51) persamaan (2.52) diperoleh bahwa fungsi, 0, 1 masing-masing

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL JAHARUDDIN Departeen Mateatika Fakultas Mateatika Ilu Pengetahuan Ala Institut Pertanian Bogor Jl Meranti, Kapus IPB Daraga, Bogor

Lebih terperinci

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Penelusuran tentang fenomena belalang merupakan bahasan yang baik untuk dipelajari karena belalang dikenal suka berkelompok dan berpindah. Dalam kelompok,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

RISIKO GEMUK (FAT-TAILED ADRINA LONY SEKOLAH

RISIKO GEMUK (FAT-TAILED ADRINA LONY SEKOLAH PENENTUAN BESARNYA PREMI UNTUK SEBARAN RISIKO YANG BEREKOR GEMUK (FAT-TAILED RISK DISTRIBUTION) ADRINA LONY SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

Pengantar Oseanografi V

Pengantar Oseanografi V Pengantar Oseanografi V Hidro : cairan Dinamik : gerakan Hidrodinamika : studi tentang mekanika fluida yang secara teoritis berdasarkan konsep massa elemen fluida or ilmu yg berhubungan dengan gerak liquid

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU

PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU v PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Matematika SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN

MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI DUA DAERAH BERDASARKAN MODAL DAN KNOWLEDGE MUHAMMAD TAUFIK NUSA TAJAU

MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI DUA DAERAH BERDASARKAN MODAL DAN KNOWLEDGE MUHAMMAD TAUFIK NUSA TAJAU MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI DUA DAERAH BERDASARKAN MODAL DAN KNOWLEDGE MUHAMMAD TAUFIK NUSA TAJAU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30)

PEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30) 5 η = η di z = η (9) z x x z x x Dalam (Grosen 99) kondisi kinematik (9) kondisi dinamik () dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian : δ H t = () δη δ H ηt = δ Dengan mengenalkan variabel baru u = x maka

Lebih terperinci

EKSISTENSI SOLITON PADA PERSAMAAN KORTEWEG-DE VRIES

EKSISTENSI SOLITON PADA PERSAMAAN KORTEWEG-DE VRIES Jurnal Matematika UNND Vol. 3 No. 1 Hal. 9 16 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIP UNND EKSISTENSI SOLITON PD PERSMN KORTEWEG-DE VRIES ULI OKTVI, MHDHIVN SYFWN Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO (Studi Kasus di Desa Sidondo I Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah)

Lebih terperinci

REFORMULASI DARI SOLUSI 3-SOLITON UNTUK PERSAMAAN KORTEWEG-de VRIES. Dian Mustikaningsih dan Sutimin Jurusan Matematika FMIPA Universitas Diponegoro

REFORMULASI DARI SOLUSI 3-SOLITON UNTUK PERSAMAAN KORTEWEG-de VRIES. Dian Mustikaningsih dan Sutimin Jurusan Matematika FMIPA Universitas Diponegoro REFORMULASI DARI SOLUSI 3-SOLITON UNTUK PERSAMAAN KORTEWEG-de VRIES Dian Mustikaningsih dan Sutimin Jurusan Matematika FMIPA Universitas Diponegoro Abstract The solution of 3-soliton for Korteweg-de Vries

Lebih terperinci

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan 4 3.2 Peralatan..(9) dimana,, dan.(10) substitusi persamaan (10) ke persamaan (9) maka diperoleh persamaan gelombang soliton DNA model PBD...(11) agar persamaan (11) dapat dipecahkan sehingga harus diterapkan

Lebih terperinci

SUATU FORMULASI LAGRANGE BAGI GERAK GELOMBANG INTERNAL

SUATU FORMULASI LAGRANGE BAGI GERAK GELOMBANG INTERNAL SUATU FORMULASI LAGRANGE BAGI GERAK GELOMBANG INTERNAL JAHARUDDIN Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Imu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor, 16680

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

1/24 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) FLUIDA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

1/24 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) FLUIDA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/24 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) FLUIDA Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Pendahuluan Dalam bagian ini kita mengkhususkan diri pada materi

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA

BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA 3.1 Deskripsi Masalah Permasalahan yang dibahas di dalam Tugas Akhir ini adalah mengenai aliran fluida yang mengalir keluar melalui sebuah celah

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal atau Shallow Water Equation (SWE) berlaku untuk fluida homogen yang memiliki massa jenis konstan, inviscid (tidak kental),

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE EKSPANSI-F UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BOUSSINESQ ORDE EMPAT VINA APRILIANI

MODIFIKASI METODE EKSPANSI-F UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BOUSSINESQ ORDE EMPAT VINA APRILIANI MODIFIKASI METODE EKSPANSI-F UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BOUSSINESQ ORDE EMPAT VINA APRILIANI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN

Lebih terperinci

MEKANIKA FLUIDA A. Statika Fluida

MEKANIKA FLUIDA A. Statika Fluida MEKANIKA FLUIDA Fluida atau zat alir adalah zat yang dapat mengalir. Zat cair dan gas adalah fluida, jelas bahwa bukan benda tegar, sebab jarak antara dua partikel di dalam fluida tidaklah tetap. Molekul-molekul

Lebih terperinci

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA SIFAT MENGGUNAKAN METODE KNOWLEDGE GRAPH USEP RAHMAT

ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA SIFAT MENGGUNAKAN METODE KNOWLEDGE GRAPH USEP RAHMAT ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA SIFAT MENGGUNAKAN METODE KNOWLEDGE GRAPH USEP RAHMAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1 PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANA MARNIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PENETAPAN HARGA JAMINAN POLIS ASURANSI JIWA DENGAN PREMI TAHUNAN DAN OPSI SURRENDER WELLI SYAHRIZA

PENETAPAN HARGA JAMINAN POLIS ASURANSI JIWA DENGAN PREMI TAHUNAN DAN OPSI SURRENDER WELLI SYAHRIZA PENETAPAN HARGA JAMINAN POLIS ASURANSI JIWA DENGAN PREMI TAHUNAN DAN OPSI SURRENDER WELLI SYAHRIZA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

PEMODELAN PENENTUAN KOMPOSISI PRODUK UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN PERUSAHAAN JENANG KUDUS ROSMA MULYANI

PEMODELAN PENENTUAN KOMPOSISI PRODUK UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN PERUSAHAAN JENANG KUDUS ROSMA MULYANI PEMODELAN PENENTUAN KOMPOSISI PRODUK UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN PERUSAHAAN JENANG KUDUS ROSMA MULYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP KOMPONEN DESAIN JARING MILLENIUM (Percobaan dengan Prototipe dalam Flume Tank) Desty Maryam SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR )

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) TEGUH PAIRUNAN PUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut. BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang penurunan model persamaan gelombang satu dimensi. Setelah itu akan ditentukan persamaan gelombang satu dimensi dengan menggunakan penyelesaian analitik

Lebih terperinci

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS Tinjauan kasus persamaan... (Agus Supratama) 67 TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS ANALITICALLY REVIEW WAVE EQUATIONS IN ONE-DIMENSIONAL WITH VARIOUS

Lebih terperinci

HIDRODINAMIKA BAB I PENDAHULUAN

HIDRODINAMIKA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinematika adalah tinjauan gerak partikel zat cair tanpa memperhatikan gaya yang menyebabkan gerak tersebut. Kinematika mempelajari kecepatan disetiap titik dalam medan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Simulasi Model Gelombang Pasang Surut dengan Metode Beda Hingga

Simulasi Model Gelombang Pasang Surut dengan Metode Beda Hingga J. Math. and Its Appl. ISSN: 1829-605X Vol. 2, No. 2, Nov 2005, 93 101 Simulasi Model Gelombang Pasang Surut dengan Metode Beda Hingga Lukman Hanafi, Danang Indrajaya Jurusan Matematika FMIPA ITS Kampus

Lebih terperinci

PERHITUNGAN MASSA KLASIK SOLITON

PERHITUNGAN MASSA KLASIK SOLITON PERHITUNGAN MASSA KLASIK SOLITON ALHIDAYATUDDINIYAH T.W. alhida.dini@gmail.com Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indraprasta PGRI Abstrak.

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI ANALISIS REGRESI TERPOTONG DENGAN BEBERAPA NILAI AMATAN NOL NURHAFNI SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

SOLUSI NUMERIK PADA PERSAMAAN FORCED KORTEWEG DE VRIES

SOLUSI NUMERIK PADA PERSAMAAN FORCED KORTEWEG DE VRIES SOLUSI NUMERIK PADA PERSAMAAN FORCED KORTEWEG DE VRIES Tugas Akhir Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Sidang Sarjana Program Studi Matematika Penyusun : Achirul Akbar (10102046) Pembimbing : Dr. Leo H.

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN SAYURAN ORGANIK PT. PERMATA HATI ORGANIC FARM CISARUA. Oleh: Laura Juita Pinem P

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN SAYURAN ORGANIK PT. PERMATA HATI ORGANIC FARM CISARUA. Oleh: Laura Juita Pinem P FORMULASI STRATEGI PEMASARAN SAYURAN ORGANIK PT. PERMATA HATI ORGANIC FARM CISARUA Oleh: Laura Juita Pinem P056070971.38 PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 Hak cipta

Lebih terperinci

METODE BINOMIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA OPSI CALL INDONESIA DAN STRATEGI LINDUNG NILAINYA JAENUDIN

METODE BINOMIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA OPSI CALL INDONESIA DAN STRATEGI LINDUNG NILAINYA JAENUDIN METODE BINOMIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA OPSI CALL INDONESIA DAN STRATEGI LINDUNG NILAINYA JAENUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Tujuan Pembelajaran Umum: 1 Mahasiswa mampu memahami konsep dasar persamaan diferensial 2 Mahasiswa mampu menggunakan konsep dasar persamaan diferensial untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hukum Kekekalan Massa Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov- Lavoiser adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan

Lebih terperinci

SIMULASI CFD PERSAMAAN NAVIER STOKES UNTUK ALIRAN FLUIDA TUNAK LAMINAR DI ANTARA PLAT SEJAJAR SKRIPSI AZMAH DINA TELAUMBANUA

SIMULASI CFD PERSAMAAN NAVIER STOKES UNTUK ALIRAN FLUIDA TUNAK LAMINAR DI ANTARA PLAT SEJAJAR SKRIPSI AZMAH DINA TELAUMBANUA SIMULASI CFD PERSAMAAN NAVIER STOKES UNTUK ALIRAN FLUIDA TUNAK LAMINAR DI ANTARA PLAT SEJAJAR SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains AZMAH DINA TELAUMBANUA

Lebih terperinci

PERMODELAN MATEMATIS LINTASAN BOLA YANG BERGERAK DENGAN TOP SPIN PADA OLAH RAGA SEPAK BOLA

PERMODELAN MATEMATIS LINTASAN BOLA YANG BERGERAK DENGAN TOP SPIN PADA OLAH RAGA SEPAK BOLA 1 PERMODELAN MATEMATIS LINTASAN BOLA YANG BERGERAK DENGAN TOP SPIN PADA OLAH RAGA SEPAK BOLA Ridho Muhammad Akbar Jurusan Fisika, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia (15 Juli 2013) Tujuan dari

Lebih terperinci

Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification)

Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification) Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification) Didasarkan pada tinjauan tertentu, aliran fluida dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan. Dalam ulasan ini, fluida yang lebih banyak dibahas

Lebih terperinci

Bab IV Analisis dan Diskusi

Bab IV Analisis dan Diskusi Bab IV Analisis dan Diskusi IV.1 Hasil Perhitungan Permeabilitas Pemodelan Fisis Data yang diperoleh dari kelima model fisis saluran diolah dengan menggunakan hukum Darcy seperti tertulis pada persamaan

Lebih terperinci

FLUIDA DINAMIS. 1. PERSAMAAN KONTINUITAS Q = A 1.V 1 = A 2.V 2 = konstanta

FLUIDA DINAMIS. 1. PERSAMAAN KONTINUITAS Q = A 1.V 1 = A 2.V 2 = konstanta FLUIDA DINAMIS Ada tiga persamaan dasar dalam hidraulika, yaitu persamaan kontinuitas energi dan momentum. Untuk aliran mantap dan satu dimensi persamaan energi dapat disederhanakan menjadi persamaan Bernoulli

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB II TEORI TERKAIT

BAB II TEORI TERKAIT II. TEORI TERKAIT BAB II TEORI TERKAIT 2.1 Pemodelan Penjalaran dan Transformasi Gelombang 2.1.1 Persamaan Pengatur Berkenaan dengan persamaan dasar yang digunakan model MIKE, baik deskripsi dari suku-suku

Lebih terperinci