n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
1 TEORI KETERBAGIAN. Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

DAFTAR ISI 3 TEORI KONGRUENSI 39 4 TEOREMA FERMAT DAN WILSON 40

BAB 1. TEORI KETERBAGIAN. Materi mata kuliah: Teori Bilangan, pertemuan 1-4: Disiapkan oleh: Julan Hernadi

1 TEORI KETERBAGIAN. Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikansecaraeksplisitn = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didefinisikan sebagai

Lembar Kerja Mahasiswa 1: Teori Bilangan

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika

Faktor Persekutuan Terbesar (FPB)

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses

BAB II KETERBAGIAN. 1. Mahasiswa bisa memahami pengertian keterbagian. 2. Mahasiswa bisa mengidentifikasi bilangan prima

TEORI KETERBAGIAN.

Pembagi Persekutuan Terbesar dan Teorema Bezout

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep yang mendasari konsep representasi

Pengantar Teori Bilangan

Materi Pembinaan Olimpiade SMA I MAGELANG TEORI BILANGAN

1 SISTEM BILANGAN REAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

II. TINJAUAN PUSTAKA. bilangan yang mendukung proses penelitian. Dalam penyelesaian bilangan

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT

1 SISTEM BILANGAN REAL

BAB I INDUKSI MATEMATIKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

SISTEM BILANGAN REAL

LANDASAN TEORI. bilangan coprima, bilangan kuadrat sempurna (perfect square), kuadrat bebas

Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK)

Bilangan Prima dan Teorema Fundamental Aritmatika

TEORI BILANGAN Setelah mempelajari modul ini diharapakan kamu bisa :

BIDANG MATEMATIKA SMA

Keterbagian Pada Bilangan Bulat

BAB I NOTASI, KONJEKTUR, DAN PRINSIP

Setelah mengikuti materi Bab ini mahasiswa diharapkan mampu: 2. Mendefinisikan factor persekutuan, kelipatan persekutuan, FPB, dan KPK.

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep

TEORI BILANGAN (3 SKS)

R. Rosnawati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY

PENERAPAN FAKTOR PRIMA DALAM MENYELESAIKAN BENTUK ALJABAR (Andi Syamsuddin*)

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang?

MODUL 1. Teori Bilangan MATERI PENYEGARAN KALKULUS

Matematika Diskrit. Reza Pulungan. March 31, Jurusan Ilmu Komputer Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Nama Mata Kuliah : Teori Bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 SKS

MODUL PERSIAPAN OLIMPIADE. Oleh: MUSTHOFA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351)

DIKTAT KULIAH (2 sks) MX 127 Teori Bilangan

MA5032 ANALISIS REAL

TEORI BILANGAN. Bilangan Bulat Bilangan bulat adalah bilangan yang tidak mempunyai pecahan desimal, misalnya 8, 21, 8765, -34, 0.

KATA PENGANTAR. Rantauprapat,11 April Penyusun

Disajikan pada Pelatihan TOT untuk guru-guru SMA di Kabupaten Bantul

BAB VI BILANGAN REAL

Teori Bilangan (Number Theory)

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

A. UNSUR - UNSUR ALJABAR

MAKALAH KRIPTOGRAFI CHINESE REMAINDER

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

Pemfaktoran prima (2)

BAB V BILANGAN BULAT

BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON

BAB IV PERTIDAKSAMAAN. 1. Pertidaksamaan Kuadrat 2. Pertidaksamaan Bentuk Pecahan 3. Pertidaksamaan Bentuk Akar 4. Pertidaksamaan Nilai Mutlak

Diktat Kuliah. Oleh:

B I L A N G A N 1.1 SKEMA DARI HIMPUNAN BILANGAN. Bilangan Kompleks. Bilangan Nyata (Riil) Bilangan Khayal (Imajiner)

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: DAERAH IDEAL UTAMA DAN DAERAH EUCLID

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang

Teori Dasar Himpunan. Julan HERNADI. December 27, Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah, Ponorogo

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN

Teori Dasar Fungsi. Julan HERNADI. December 27, Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah, Ponorogo

II. TINJAUAN PUSTAKA. terkait dengan pokok bahasan. Berikut ini diberikan pengertian-pengertian dasar

ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan

Pengantar Teori Bilangan

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

II. LANDASAN TEORI. Secara umum, apabila α bilangan bulat dan b bilangan bulat positif, maka ada

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN

OLIMPIADE MATEMATIKA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS MATERI : TEORI BILANGAN

Mata Pelajaran Wajib. Disusun Oleh: Ngapiningsih

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

BAB 1. PENDAHULUAN KALKULUS

1. Variabel, Konstanta, dan Faktor Variabel Konstanta Faktor

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum

Pembahasan Soal-Soal Latihan 1.1

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT

LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA

Pengantar : Induksi Matematika

Contoh-contoh soal induksi matematika

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

BAB III. PECAHAN KONTINU dan PIANO. A. Pecahan Kontinu Tak Hingga dan Bilangan Irrasional

PERSAMAAN KUADRAT. Persamaan. Sistem Persamaan Linear

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga

MENENTUKAN KELIPATAN PERSEKUTUAN TERKECIL (KPK) DAN FAKTOR PERSEKUTUAN TERBESAR (FPB) DENGAN METODE EBIK

matematika Wajib Kelas X PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL K-13 A. DEFINISI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL

Relasi, Fungsi, dan Transformasi

PEMBAHASAN. Teorema 1. Tidak ada bilangan asli N yang lebih besar dari semua bilangan bulat lainnya.

STRUKTUR ALJABAR: RING

Bagian 1 Sistem Bilangan

EKSPLORASI BILANGAN. 1.1 BARISAN BILANGAN

Pembahasan Soal OSK SMA 2018 OLIMPIADE SAINS KABUPATEN/KOTA SMA OSK Matematika SMA. (Olimpiade Sains Kabupaten/Kota Matematika SMA)

2. Suku-suku sejenis Suku-suku sejenis adalah suku-suku yang mempunyai variabel dan bilangan pangkat dari variabel tersebut sama.

Transkripsi:

Contents 1 TEORI KETERBAGIAN 2 1.1 Algoritma Pembagian............................. 3 1.2 Pembagi persekutuan terbesar......................... 6 1.3 Algoritma Euclides............................... 11 1.4 Kelipatan persekutuan terkecil........................ 12 1.5 FPB lebih dari 2 bilangan........................... 14 1.6 Persamaan Diophantine............................ 15 1

1 TEORI KETERBAGIAN Bilangan 0 dan 1 adalah dua bilangan dasar yang digunakan dalam sistem bilangan real. Dengan dua operasi + dan x maka bilangan-bilangan lainnya didenisikan. Himpunan bilangan asli (natural number) N didenisikan sebagai n N n := } 1 + 1 + {{ + 1 }. n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai Z := N {0}N dimana N := { n : n N }. Jadi himpunan bilangan bulat dapat ditulis secara eksplisit Z = {, 2, 1, 0, 1, 2, }. Selanjutnya bilangan rasional Q didenisikan sebagai { a } Q := b : a, b Z, b 0. Bilangan real yang bukan bilangan rasional disebut bilangan irrasional. Salah satu bilangan irrasional yang sangat dikenal adalah 2. Berdasarkan beberapa denisi tersebut maka kita dapat menyajikan komposisi himpunan bilangan real dalam bentuk diagram venn berikut. Figure 1.1: Komposisi bilangan real Teori bilangan adalah cabang ilmu matematika yang mempelajari sifat-sifat keterbagian bilangan bulat, khususnya himpunan bilangan asli. Himpunan bilangan asli memiliki keunikan tersendiri karena ia terdenisi secara alami. Ini alasan bagi matematikawan Leopold Kronecker mengatakan bahwa God created the natural numbers, and all the rest is the work of man." 2

1.1 Algoritma Pembagian Algoritma ini merupakan batu pijakan pertama dalam mempelajari teori bilangan. Ia disajikan dalam bentuk teorema berikut. Theorem 1.1. Jika diberikan bilangan bulat a dan b, dengan b > 0 maka selalu terdapat dengan tunggal bilangan bulat q dan r yang memenuhi a = qb + r, 0 r < b. (1.1) Example 1.1. Bila a = 9 dan b = 4 maka diperoleh 9 = (2)(4) + 1, jadi diperoleh q = 2 dan r = 1. Bila a = 9 dan b = 4 maka 9 = ( 3)(4) + 3, jadi diperoleh q = 3 dan r = 3. Pada persamaan (1.2), bilangan q disebut hasil bagi dan r disebut sisa atau residu. Ingat sisa r selalu kurang dari b. Proof. Untuk membuktikan teorema ini digunakan prinsip urutan baik (well-ordering property) yang mengatakan bahwa setiap himpunan takkosong dari N selalu memuat anggota terkecil. Kita bangun suatu himpunan S dengan S := {a nb n Z} = {a, a ± b, a ± 2b, }. Dengan mengambil n := a maka diperoleh t := a ( a )(b) = a + a b > 0 sehingga dapat dipastikan t N S. Dengan demikian kita peroleh bahwa N S merupakan himpunan bagian takkosong dari N. Oleh karena itu ia memiliki anggota terkecil, katakan r N S yang mempunyai bentuk r = a qb 0 untuk suatu q Z. Jadi a = qb + r dengan r 0. Selanjutnya dibuktikan r < b agar persamaan (1.2) dipenuhi. Andaikan r b. Ambil r 1 S N dengan r 1 = a (q + 1)b = r b < r. Fakta ini kontradiksi dengan pernyataan r anggota terkecil pada S N. Terbuktilah 0 r < b. Selanjutnya, ditunjukkan bahwa q dan r ini tunggal. Andaikan ada q 1 dan r 1 yang bersifat seperti ini maka diperoleh a = qb + r = q 1 b + r 1, 0 r, r 1 < b. Dapat ditulis r r 1 = (q 1 q)b. Dapat disimpulkan bahwa q = q 1, sebab bila tidak yaitu q q 1 maka selisih magnitudnya q q 1 1, sehingga r 1 r = q q 1 b b. Hal ini tidaklah mungkin karena kedua r dan r 1 bilangan tak negatif yang terletak di kiri b. Jadi disimpulkan q = q 1. Akibatnya diperoleh r = r 1. Bila semua ruas pada persamaan (1.2) dibagi dengan b maka diperoleh a b = q + r b, atau q = a b r b dengan 0 r b < 1. Ini menujukkan bahwa q = a b yaitu pembulatan ke bawah (ooring) a menggunakan bentuk ini kita dapat menentukan hasil bagi dengan mudah. b. Dengan Misalnya 3

a = 27 dan b = 12 maka q = 27 12 = 2 1 4 = 3. Sisa r mudah diperoleh, yaitu r = a qb = 27 ( 3)(12) = 27 + 36 = 9. Pada Teorema (1.1) disyaratkan bahwa b > 0. Sesungguhnya Teorema ini dapat diperluas juga untuk b < 0 seperti diungkapkan pada teorema berikut. Theorem 1.2. Jika diberikan bilangan bulat a dan b, dengan b 0 maka selalu terdapat dengan tunggal bilangan bulat q dan r yang memenuhi a = qb + r, 0 r < b. (1.2) Proof. Untuk b > 0 berlaku b = b sehingga persamaan (1.1) dipenuhi langsung oleh persamaan (1.2). Untuk b < 0, ambil b sebagai pengganti b pada Teorema (1.1). Jadi terdapat q dan r sehingga a = q b + r, 0 r < b. Selanjutnya dengan mengambil q = q dan karena b = b maka persamaan terakhir ini menjadi a = q b + r = q( b) + r = qb + r, 0 r < b. Diperhatikan untuk b < 0 berlaku b b = 1. Dengan membagi persamaan terakhir dengan b diperoleh a b = q + r b atau q = a b r b, 0 r b > 1, yaitu q = a b pembulatan ke atas (ceiling) dari a b. Example 1.2. Tentukan hasil bagi dan sisanya jika 1, -2, 61 dan -59 dibagi oleh -7. 1 7 Penyelesaian. Diketahui b = 7 < 0. Untuk a = 1 diperoleh q = = 0 dan r = a qb = 1 0 = 1. Periksa bahwa 1 = (0)( 7) + 1. Untuk a = 2 diperoleh q = 2 7 = 2 7 = 1 dan r = 2 (1)( 7) = 5. Untuk a = 61 diperoleh q = 61 7 = 8 6 7 = 8 dan r = 61 ( 8)( 7) = 5. Untuk a = 59 diperoleh q = 59 7 = 8 1 7 = 9 dan r = 59 (9)( 7) = 4. Berikut diberikan beberapa contoh soal pembuktian sebagai penerapan langsung dari algoritma pembagian. Example 1.3. Untuk setiap bilangan bulat a, buktikan a(a 2 +2)/3 merupakan bilangan bulat. 4

Penyelesaian. Ambil b = 3. Dengan algoritma pembagian maka terdapat q dan r sehingga a = 3q + r, dimana r = 0, 1 atau 2. Untuk r = 0, substitusi a = 3q ke dalam a(a 2 + 2)/3 diperoleh 3q(9q 2 + 2)/3 = q(9q 2 + 2) yang merupakan bilangan bulat. Untuk r = 1, substitusi a = 3q +1 ke dalam a(a 2 +2)/3 diperoleh (3q + 1)(9q 2 + 6q + 1 + 2)/3 = (3q + 1)3(3q 2 + 2q + 1)/3 = (3q + 1)(3q 2 + 2q + 1) yang merupakan bilangan bulat. Untuk r = 2, substitusi a = 3q +2 ke dalam a(a 2 +2)/3 diperoleh (3q + 2)(9q 2 + 12q + 4 + 2)/3 = (3q + 2)3(3q 2 + 4q + 2)/3 = (3q + 2)(3q 2 + 4q + 2) yang juga merupakan bilangan bulat. Untuk lebih meyakinkan, coba periksa untuk beberapa nilai a = 1, 0, 1, 2, 3. Example 1.4. Buktikan! bilangan kuadrat bila dibagi 4 selalu memberikan sisa 0 atau 1. Penyelesaian. Untuk bilangan bulat sebarang a, ambil b = 4. Terdapat q dan r sehingga a = 4q + r dengan r = 0, 1, 2, 3. Selanjutnya kita melihat bentuk n := a 2. Untuk r = 0 diperoleh n = 4(4q 2 ) memberikan sisa 0. Untuk r = 1 diperoleh n = 16q 2 + 8q + 1 = 4(4q 2 + 2q) + 1 memberikan sisa 1. Untuk r = 2 diperoleh n = 16q 2 + 16q + 4 = 4(4q 2 + 4q + 4) memberikan sisa 0. Terakhir, untuk r = 3 diperoleh n = 16q 2 +24q+9 = 4(4q 2 +6q+2)+1 memberikan sisa 1. Jadi semua kasus memberikan sisa 0 atau 1. Dengan menggunakan hasil ini kita dapat memahami contoh soal berikut. Example 1.5. Tunjukkan bahwa bilangan yang berbentuk 11, 111, 1111, 11111, tidak pernah merupakan kuadrat sempurna. Penyelesaian. Diperhatikan pola berikut 11 = 8 + 3 111 = 108 + 3 1111 = 1008 + 3 11111 = 10008 + 3 5

Jadi dapat ditulis 1111 111 = 1000 108 + 3. Karena bilangan 1000 108 selalu habis dibagi 4 maka sesungguhnya bilangan-bilangan tersebut mempunyai bentuk 4k + 3. Dengan kata lain mereka selalu memberikan sisa 3 jika dibagi 4. Padahal bilangan kuadrat selalu memberikan sisa 0 atau 1 jika dibagi 4 (lihat Contoh sebelumnya). Karena itu bilangan-bilangan tersebut tidak mungkin merupakan bilangan kuadrat. 1.2 Pembagi persekutuan terbesar Suatu keadan khusus pada algoritma pembagian ketika sisa r = 0. Dalam kasus ini kita katakan a habis membagi b. Denition 1.1. Sebuah bilangan bulat b dikatakan terbagi atau habis dibagi oleh bilangan bulat a 0 jika terdapat bilangan bulat c sehingga b = ac, ditulis a b. Notasi a b digunakan untuk menyatakan b tidak habis terbagi oleh a. Jadi 12 terbagi oleh 4 sebab 12 = 4 3, tetapi 10 tidak terbagi oleh 3 sebab tidak ada bilangan bulat c sehingga 10 = 3c, atau setiap bilangan bulat c berlaku 10 3c. Dalam kasus ini ditulis 4 12 dan 3 10. Istilah lain untuk a b: a faktor dari b, a pembagi b atau b kelipatan dari a. Bila a pembagi b maka a juga pembagi b, sehingga pembagi suatu bilangan selalu terjadi berpasangan. Jadi dalam menentukan semua faktor dari suatu bilangan bulat cukup ditentukan faktor-faktor positifnya saja, kemudian tinggal menggabungkan. Fakta sederhana yang diturunkan langsung dari denisi adalah sebagai berikut. a 0, 1 a, a a untuk setiap a Z. Penjelasannya, bilangan 0 selalu habis dibagi oleh bilangan apapun yang tidak nol, hasil baginya 0. Ingat pembagi disyaratkan tidak nol. Pembagian bilangan dengan nol tidak didenisikan. Bilangan 1 merupakan faktor atau pembagi dari bilangan apapun termasuk bilangan 0. Bilangan a 0 selalu habis membagi dirinya sendiri, hasil baginya adalah 1. Theorem 1.3. Untuk setiap a, b, c Z berlaku pernyataan berikut 1. a 1 bila hanya bila a = ±1 2. Jika a b dan c d maka ac bd 3. Jika a b dan b c maka a c 4. a b dan b a bila hanya bila a = ±b 5. Bila a b dan b 0 maka a < b 6. Bila a b dan a c maka a (bx + cy) untuk sebarang bilangan bulat x dan y. 6

Bukti. Untuk pernyataan 1 dibuktikan sebagai berikut. a = ±1 a 1 jelas, sesuai penjelasan sebelumnya. Sebaliknya, diketahui a 1 berarti ada k Z sehinga 1 = ka. Persamaan ini hanya dipenuhi oleh dua kemungkinan berikut: k = 1, a = 1 atau k = 1, a = 1. Jadi berlaku a 1 a = ±1. Jadi a 1 a = ±1 terbukti. Pada pernyataan 2, diketahui a b dan c d yaitu ada k 1, k 2 Z sehingga b = k 1 a dan d = k 2 c. Kedua persamaan ini dikalikan diperoleh yaitu ac bd. bd = (k 1 k 2 )ac, Pada pernyataan 3, diketahui a b dan b c yaitu ada k 1, k 2 Z sehingga b = k 1 a dan c = k 2 b. Substitusi, diperoleh c = k 2 b = k 2 (k 1 a) = (k 1 k 2 a). Untuk pernyataan 4, diketahui a = k 1 b dan b = k 2 a. Kedua persamaan dikalikan, diperoleh ab = (k 1 k 2 )(ab). Diperoleh k 1 k 2 = 1, yakni k 1 = k 2 = 1 atau k 1 = k 2 = 1. Terbukti a = ±b. Pada pernyataan 5 kita mempunyai b = ac untuk suatu c Z. Diambil nilai mutlaknya b = ac = a c. Karena b 0 maka c 1, sebab bila tidak seperti ini maka c = 0 yang mengakibatkan b = 0 (kontradiksi). Karena itu diperoleh b = a c a. Untuk pernyataan terakhir, kita mempunyai relasi b = k 1 a dan c = k 2 a. Untuk sebarang x, y Z berlaku bx + cy = k 1 ax + k 2 ay = (k 1 x + k 2 y)a yang berarti a (bx + cy). Pernyataan terakhir teorema ini dapat diperluas menjadi berhingga banyak, yaitu jika a b k, k = 1,, n maka a (b 1 x 1 + b 2 x 2 + + b n x n ) untuk setiap bilangan bulat x 1, x 2,, x n. persekutuan terbesar. Selanjutnya kita bahas pengertian faktor Denition 1.2. Misalkan a dan b dua bilangan bulat dengan minimal salah satunya tidak nol. Faktor persekutuan terbesar (FPB) atau greatest common divisor (gcd) dari a dan b adalah bilangan bulat d yang memenuhi 1. d a dan d b 2. Jika c a dan c b maka c d Pada denisi ini, kondisi 1 menyatakan bahwa d adalah faktor persekutuan dan kondisi 2 menyatakan bahwa d adalah faktor persekutuan terkecil diantara semua faktor persekutuan yang ada. Selanjutnya jika d faktor persekutuan terbesar dari a dan b akan ditulis d = gcd(a, b). 7

Example 1.6. Faktor positif dari 12 adalah 1, 2, 3, 4, 6, 12, sedangkan faktor dari 30 adalah 1, 2, 3, 5, 6, 10, 15, 30. Jadi faktor persekutuaannya adalah 1, 2, 3, 6. Karena itu disimpulkan gcd(12, 30) = 6. Berdasarkan denisi FPB sesungguhnya kita cukup mengasumsikan bahwa a dan b positif, sebab berlaku gcd(a, b) = gcd(a, b) = gcd( a, b) = gcd( a, b). Penjelasannya, faktor atau pembagi suatu bilangan selalu terjadi secara berpasangan, satunya positif dan lainnya negatif. Jadi faktor persekutuan dua bilangan selalu sama tanpa melihat tanda positif atau negatif kedua bilangan tersebut. Akibatnya, faktor persekutuan terbesarnya juga sama. Theorem 1.4. Jika a dan b dua bilangan bulat yang keduanya taknol maka terdapat bilangan bulat x dan y sehingga gcd(a, b) = ax + by. (1.3) Persamaan (1.3) disebut dengan identitas Bezout. Sebelum dibuktikan, diperhatikan ilustrasi berikut gcd( 12, 30) = 6 = ( 12)2 + 30 1 gcd( 8, 36) = 4 = ( 8)4 + ( 36)( 1). Identitas Bezout menyatakan bahwa d = gcd(a, b) dapat disajikan dalam bentuk kombinasi linier atas a dan b. Ekspresi ruas kanan pada (1.3) disebut kombinasi linier dari a dan b. Pada Teorema ini keberadaan x dan y tidak harus tunggal. Proof. Bentuk S himpunan semua kombinasi linier positif dari a dan b sebagai berikut S = { au + bv au + bv 1, u, v Z } Perhatikan jika a 0 maka a = au + b 0 S, yaitu dengan mengambil u = 1 bila a positif atau u = 1 bila a negatif. Jadi himpunan S takkosong. Menurut sifat urutan baik, S terjamin memiliki anggota terkecil katakan saja d. Selanjutnya, dibuktikan d = gcd(a, b). Karena d S maka terdapat x, y Z sehingga d = ax + by. Terapkan algoritma pembagian pada a dan d maka terdapat q dan r sehingga a = qd+r, 0 r < d. Selanjutnya ditunjukkan r = 0. Bila ini oke maka d a. Andai r > 0 maka dapat ditulis 0 < r = a qd = a q(ax + by) = a(1 qx) + b( qy) S. Fakta r S dan syarat r < d bertentangan dengan pernyataan bahwa d elemen terkecil S sehingga disimpulkan r = 0 atau d a. Argumen yang sama dapat dipakai dengan menerapkan algoritma pembagian pada b dan d untuk menunjukkan bahwa d b. Dengan 8

demikian terbukti bahwa d adalah faktor persekutuan dari a dan b. Selanjutnya ditunjukkan faktor persekutuan ini adalah yang terbesar. Misalkan c bulat positif dengan c a dan c b, maka berdasarkan Teorema (1.3)(6) maka c ax + b yaitu c d. Jadi c d; alasannya tidak mungkin pembagi lebih besar dari bilangan yang dibagi. Terbukti bahwa d = gcd(a, b). Corollary 1.1. Bila a dan b dua bilangan bulat yang keduanya tidak nol maka himpunan T = {ax + by x, y Z} merupakan himpunan semua kelipatan dari d = gcd(a, b). Proof. Karena d a dan d b maka d (ax + by) untuk setiap x, y Z, maka setiap elemen T merupakan kelipatan d. Sebaliknya, dapat ditulis d = ax 0 + by 0 untuk suatu x 0, y 0 Z. Perhatikan kelipatan dari d, yaitu nd = n(ax 0 + by 0 ) = a(nx 0 ) + b(ay 0 ) T. Ini berarti setiap kelipatan d merupakan elemen T. Denition 1.3. Dua bilangan a dan b (keduanya tidak nol) dikatakan prima relatif jika gcd(a, b) = 1. Bilangan 3 dan 5, -9 dan 16, -27 dan -35 adalah beberapa pasangan bilangan prima relatif. Theorem 1.5. Bilangan a dan b prima relatif bila hanya bila terdapat bulat x, y sehingga ax + by = 1. Proof. Karena a dan b prima relatif maka gcd(a, b) = 1. Identitas Bezout menjamin adanya bulat x, y sehingga 1 = ax + by. Sebaliknya misalkan ada bulat ax + by = 1. Dibuktikan gcd(a, b) = d = 1. Karena d a dan d b maka d (ax + by = 1), jadi d 1. Karena itu disimpulkan d = 1. Corollary 1.2. Bila d = gcd(a, b) maka gcd ( a d, b d) = 1. Proof. Berdasarkan identitas Bezout selalu ada x dan y sehingga ax + by = d. Dengan membagi kedua ruas persamaan ini dengan d diperoleh ( ( a d) x + b d) y = 1. Menurut teorema sebelumnya disimpulkan a d dan b d prima relatif. Pada penyederhanaan pecahan a b biasanya dilakukan dengan membagi kedua bilangan a dan b dengan FPBnya. Misalnya 8 12 disederhanakan menjadi 2 3. Dalam hal ini kita mempunyai gcd(8, 12) = 4 gcd(2, 3) = 1. 9

Teorema berikut memberikan sifat keterbagian yang melibatkan dua bilangan prima relatif. Theorem 1.6. Diketahui gcd(a, b) = 1. Maka berlaku pernyataan berikut. 1. Jika a c dan b c maka ab c. 2. Jika a bc maka a c. Proof. Untuk pernyataan 1, terdapat bilangan bulat r dan s sehingga c = ar = bs. Karena diketahui gcd(a, b) = 1 maka dapat ditulis 1 = ax + by untuk suatu bilangan bulat x, y. Diperoleh c = c 1 = c(ax + by) = acx + bcy = a(bs)x + b(ar)y = ab(sx + ry), yaitu ab c. Untuk pernyataan 2, dapat ditulis c = c 1 = c(ax + by) = acx + bcy. Karena faktanya a ac dan diketahui a bc maka a (acx + bcy), yaitu terbukti a c. Example 1.7. Untuk sebarang bilangan bulat a, buktikan salah satu dari a, a + 2, a + 4 habis dibagi oleh 3. Penyelesaian. Cara pertama dengan menggunakan algoritma pembagian. Ambil a dan 3, maka ada q dan r sehingga a = 3q + r, r = 0, 1, 2. Bila r = 0 maka a = 3q yaitu a 3. Bila r = 1 maka yaitu 3 (a + 2). Bila r = 2 maka yaitu 3 (a + 4). a = 3q + 1 a + 2 = 3q + 1 + 2 = 3(q + 1), a = 3q + 2 a + 4 = 3q + 2 + 4 = 3(q + 2), Perhatikan pada contoh berikut ditunjukkan bahwa perkalian dua bilangan bulat berurutan selalu habis dibagi 2. Example 1.8. Untuk setiap bilangan bulat a, buktikan 2 a(a + 1). 10

Penyelesaian. Masih menggunakan algoritma pembagian dengan mengambil b = 2. Terdapat q Z sehingga a = 2q + r dimana r = 0, 1. Untuk r = 0 jelas a = 2q habis dibagi 2 sehingga a(a+1) juga habis dibagi 2. Untuk k = 1, a(a+1) = (2q +1)(2q +2) = (2q + 1)(q + 1)2 jelas habis dibagi 2. Cara lain pembuktian dapat dengan memberikan argumen logis berikut: salah satu diantara bilangan bulat a dan a + 1 pasti ada bilangan genap. Jadi 2 a atau 2 (a + 1). Berdasarkan fakta ini maka dapat disimpulkan bahwa 2 a(a + 1). Dengan argumen yang mirip, coba buktikan kebenaran pernyataan a a(a + 1)(a + 2). Example 1.9. Buktikan bahwa untuk setiap bulat positif n dan sebarang bilangan bulat a maka gcd(a, n + a) n. Penyelesaian. Misalkan d = gcd(a, a + n). Karena d a dan d (a + n) maka d membagi setiap kombinasi kedua bilangan ini, khususnya d ((a)( 1) + (a + n)(1)) = n. Berdasarkan contoh ini secara khusus untuk n = 1 kita memperoleh gcd(a, a + 1) = 1. Dengan kata lain dua bilangan bulat berurutan merupakan prima relatif. 1.3 Algoritma Euclides Algoritma Euclides digunakan untuk menentukan FPB dua bilangan besar dengan cara mereduksinya menjadi bilangan-bilangan lebih kecil. Algoritma ini bertumpu pada teorema berikut. Theorem 1.7. Jika a = qb + r maka gcd(a, b) = gcd(b, r). Proof. Berdasarkan Teorema (1.3)(6), setiap faktor persekutuan b dan r juga merupaka faktor persekutuan qb + r = a. Karena r = a qb maka faktor persekutuan a dan b juga merupakan faktor persekutuan r. Jadi pasangan bilangan a, b dan b, r mempunyai faktor persekutuan yang sama sehingga mereka mempunyai FPB yang sama. Algoritma Euclides dapat disajikan sebagai berikut: Misalkan a dan b dua bilangan yang akan ditentukan FPB nya. Cukup diasumsikan a b > 0, karena tanda positif atau negatif bilangan a dan b tidak mempengaruhi nilai FPB nya. Dengan algoritma pembagian, diperoleh q 1 dan r 1 sehingga a = q 1 b + r 1, 0 r 1 < b. Bila r 1 = 0 maka gcd(a, b) = b, pekerjaan selesai. Bila r 1 0, bagilah b dengan r 1 untuk memperoleh q 2 dan r 2 yang memenuhi b = q 2 r 1 + r 2, 0 r 2 < r 1. 11

Bila r 2 = 0 maka gcd(a, b) = r 1, pekerjaan selesai. Bila r 2 0, bagilah r 1 dengan r 2 untuk memperoleh q 3 dan r 3 yang memenuhi r 1 = q 3 r 2 + r 3, 0 r 3 < r 2. Proses ini diteruskan sampai dicapai sisa nol. bentuk berikut Bila dirangkum maka akan diperoleh a = q 1 b + r 1, 0 < r 1 < b b = q 2 r 1 + r 2, 0 < r 2 < r 1 r 1 = q 3 r 2 + r 3, 0 < r 3 < r 2. r n 2 = q n r n 1 + r n, 0 < r n < r n 1 r n 1 = q n+1 r n + 0. Berdasarkan Teorema sebelumnya maka diperoleh tahapan berikut gcd(a, b) = gcd(b, r 1 ) = gcd(r 1, r 2 ) = = gcd(r n 1, r n ) = gcd(r n, 0) = r n. Example 1.10. Hitunglah FPB dari 1492 dan 1066. Penyelesaian. Terapkan algoritma Euclides seperti dijelaskan sebelumnya dengan mengambil a = 1492 dan b = 1066, yaitu 1492 = 1 1066 + 426 1066 = 2 426 + 214 426 = 1 214 + 212 214 = 1 212 + 2 212 = 106 2 + 0. Sisa taknol yang terakhir adalah 2 sehingga d = gcd(1492, 1066) = 2. Terdapat konsep yangsejalan dengan FPB yaitu kelipatan persekutan terkecil (KPK). Bagaimana pengertian KPK dan hubungan dengan FPB serta sifat-sifat yang memuat kedua istilah ini disampaikan pada bagian berikut. 1.4 Kelipatan persekutuan terkecil Denition 1.4. Misalkan a dan b dua bilangan bulat tidak nol. Kelipatanpersekutuan terkecil (KPK) atau least common divisor (lcm) dari a dan b adalah bilangan bulat positif m yang memenuhi 1. a m dan b m 2. Bila ada c > 0 dengan a c dan b c maka m c. 12

Kondisi 1 menyatakan bahwa m kelipatan bersama atau persekutuan dari a dan b. Kondisi 2 menyatakan bahwa m adalah kelipatan persekutan terkecil diantara semua kelipatan persekutuan yang ada. Selanjutnya, jika m merupakan KPK dari a dan b akan ditulis m = lcm(a, b). Sebagai contoh kelipatan persekutuan dari 12 dan 30 adalah 60, 120, 180,... sehingga gcd(12, 30) = 60. Berikut diberikan hubungan antara FPB dan KPK. Theorem 1.8. Untuk dua bilangan positif a dan b berlaku lcm(a, b) = ab gcd(a,b). Proof. Ambil d = gcd(a, b) maka dapat ditulis a = dr dan b = ds untuk suatu bilangan bulat r dan s. Perhatikan pernyataan m = ab d m = a(ds) = as & m = (dr)b = rb, d d yakni m kelipatan persekutuan dari a dan b. Selanjutnya ditunjukkan m ini adalah kelipatan persekutuan yang paling kecil. Misalkan c kelipatan persekutuan lainnya dari a dan b. Dapat ditulis c = au dan c = bv untuk suatu bilangan bulat u dan v. Dengan ientitas Bezout terdapat bulat x dan y yang memenuhi d = ax + by. Substitusi m = ab d, diperoleh c m = cd c(ax + by) ( c ( c = = x + y = vx + uy Z, ab ab b) a) yang berarti m c. Jadi haruslah m c. Jadi m adalah KPK dari a dan b yang memenuhi m = ab d lcm(a, b) = ab gcd(a,b). Akibat berikut ini memberikan keadaan dimana KPK dua bilangan tidak lain adalah hasil kali keduanya. Buktinya sederhana, langsung dari teorema sebelumnya. Corollary 1.3. Untuk setiap pasangan bilangan bulat a dan b berlaku lcm(a, b) = ab bila hanya bila gcd(a, b) = 1. Example 1.11. Tentukan KPK dari 3054 dan 12378 13

Penyelesaian. Dihitung dulu FPB dari kedua bilangan ini dengan menggunakan algoritma Euclides 12378 = 4 3054 + 162 3054 = 18 162 + 138 162 = 1 138 + 24 138 = 5 24 + 18 24 = 1 18 + 6 18 = 3 6 + 0 sehingga diperoleh gcd(3054, 12378) = 6. Berdasarkan Teorema (1.8) maka diperoleh lcm(3054, 12378) = 3054 12378 6 = 6300402. 1.5 FPB lebih dari 2 bilangan Setelah melihat pengertian dan sifat-sifat FPB dari dua bilangan maka kita dapat dengan mudah memperluasnya kepada FPB untuk beberapa bilangan. Prinsipnya sama, yaitu d dikatakan FPB dari a, b dan c, ditulis d = gcd(a, b, c) jika d a, d b dan d c; kemudian jika ada faktor persekutuan lain c maka c d. Sebagai ilustrasi diperhatikan contoh berikut ini. Example 1.12. Dapat diperiksa bahwa gcd(39, 42, 54) = 3 dan gcd(49, 210, 350) = 7. Untuk memudahkan menghitung FPB beberapa bilangan dapat dilakukan dengan metoda reduksi bertahap seperti diungkapkan pada teorema berikut. Theorem 1.9. gcd(a 1, a 2,, a k ) = gcd (gcd (a 1, a 2 ), a 3,, a k ). Proof. Hanya akan dibuktikan untuk tiga bilangan bulat, yaitu gcd(a 1, a 2, a 3 ) = gcd (a 1, gcd(a 2, a 3 )). Misalkan d = gcd(a 1, a 2, a 3 ) maka d a 1, d a 2 dan d a 3. Karena itu d gcd(a 2, a 3 ) := d 1 sebab d (a 2 x + a 3 y) untuk setiap bulat x dan y sedangkan d 1 = gcd(a 2, a 3 ) dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk kombinasi linier ini. Jadi d a 1 dan d d 1. Ditunjukkan d faktor persekutuan terbesar dari a 1 dan d 1. Bila ada bulat c dengan c a 1 dan c d 1. Karena c d 1 maka c a 2 dan c a 3. Jadi c faktor persekutuan dari a 1, a 2 dan a 3. Karena d = gcd(a 1, a 2, a 3 ) maka disimpulkan c d. Jadi d adalah FPB dari a 1 dan d 1, yaitu d = gcd(a 1, d 1 ) = gcd (a 1, gcd(a 2, a 3 )). Untuk sejumlah berhingga banyak bilangan dapat dibuktikan dengan menggunakan prinsip induksi matematika. 14

Dengan teorema ini d = gcd(a 1, a 2,, a k ) dapat direduksi sebagai berikut: dan diperoleh d = d k. d 2 = gcd(a 1, a 2 ) d 3 = gcd(d 1, a 3 ) d 4 = gcd(d 2, a 4 ). d k = gcd(d k 2, a k ) Example 1.13. Untuk menghitung d = gcd(36, 24, 54, 27) diperoleh dulu d 2 = gcd(36, 24) = 12, kemudian d 3 = gcd(12, 54) = 6, dan akhirnya d = d 4 = gcd(6, 27) = 3. Konsep KPK dari lebih dua bilangan dikembangkan sejalan, dan dengan mudah dapat dibuktikan hubungan KPK dan FPB sebagai berikut lcm(a, b, c) = abc gcd(a, b, c). (1.4) 1.6 Persamaan Diophantine Persamaan ini pertama kali dipelajari oleh seseorang yang bernama Diophantus yang menghabiskan hidupnya di Alexandria, Mesir sekitar tahun 250 Masehi. Persamaan Diophantine adalah persamaan linier yang memuat beberapa variabel, namun harus diselesaikan dalam bilangan bulat. Bentuk paling sederhananya diberikan oleh ax + bx = c (1.5) dimana a, b dan c konstanta bulat yang diberikan. Penyelesaian persamaan Diophantine (1.5) adalah semua pasangan bilangan bulat (x, y) yang memenuhi persamaan ini. Example 1.14. Untuk persamaan 3x + 6y = 18 kita dapat menulis dalam beberapa bentuk berikut 3 4 + 6 1 = 18 3 ( 6) + 6 6 = 18 3 10 + 6 ( 2) = 18 sehingga (4, 1), ( 6, 6), (10, 2) merupakan penyelesaiannya. Masih banyak penyelesaian lainnya, coba temukan! Diperhatikan persamaan 2x + 10y = 17. Dapatkah ada bilangan bulat (x, y) yang memenuhi persamaan ini. Jawabnya, tidak ada. Dalam kasus ini kita katakan persamaan 2x + 10y = 17 tidak mempunyai penyelesaian. 15

Berdasarkan contoh ini persamaan Diophantine dapat mempunyai atau tidak mempunyai penyelesaian. Dalam kasus ia mempunyai penyelesaian maka penyelesaiannya banyak. Teorema berikut memberikan syarat perlu dan cukup persamaan Diophantine mempunyai penyelesaian. Theorem 1.10. Misalkan a, b dan c bilangan bulat dimana a dan b tidak keduanya nol dan d = gcd(a, b). Maka persamaan Diophantine ax + by = c mempunyai penyelesaian jika hanya jika d c; dalam kasus ini terdapat takberhingga banyak penyelesaian. Penyelesaian-penyelesaian ini diberikan oleh x = x 0 + b d n, y = y 0 a n, n Z (1.6) d dimana (x 0, y 0 ) merupakan penyelesaian khusus. Proof. Perhatikan kembali akibat (1.1), setiap anggota himpunan T = {ax+by x, y Z} merupakan kelipatan dari d = gcd(a, b). Sebaliknya setiap anggota K = {kd k Z} yaitu himpunan kelipatan d merupakan anggota T. Dengan kata lain dapat ditulis K = T. Karena diketahui d c maka berlaku c = kd W sehingga c T. Ini berarti ada x, y Z sehingga ax + by = c. Misalkan (x 0, y 0 ) penyelesaian tertentu atau khusus, maka musti berlaku ax 0 + by 0 = c. Bila diambil x = x 0 + b d n, y = y 0 + a dn, n Z maka a (x 0 + bd ) n + b (y 0 a ) d n = ax 0 + by 0 + ab d n ab d n = ax 0 + by 0 = c, yakni (x, y) juga penyelesaian untuk setiap n Z. Selanjutnya ditunjukkan bahwa hanya (x, y) pada (1.6) yang menjadi penyelesaian persamaan Diophantine. Diperhatikan, karena ax + by = c = ax 0 + by 0 maka diperoleh a(x x 0 ) = b(y y 0 ) a d (x x 0) = b d (y y 0). Karena a dan b tidak keduanya nol, cukup diasumsikan b 0. Diperhatikan b d 0, ia membagi a b (x x 0). Karena gcd( a d, b d ) = 1 maka ( ( b d) a ) d (x x0 ). Jadi ( b d) (x x0 ), yakni x x 0 = b d n x = x 0 + b d n untuk suatu n Z. Substitusi mundur (x x 0) maka diperoleh b d (y y 0) = a d b d n y = y 0 a d n. Keadaan khusus dimana a dan b prima relatif maka persamaan Diphantine selalu mempunyai penyelesaian yang diberikan oleh x = x 0 + bn, y = y 0 an, n Z (1.7) 16

dimana (x 0, y 0 ) penyelesaian khususnya. Berikut diberikan algoritma untuk menentukan penyelesaian persamaan Diophantine. 1. Hitung d = gcd(a, b); dengan cara langsung atau menggunakan algoritma Euclides. 2. Bila d c maka persamaan Diophantine tidak mempunyai penyelesaian, stop. Bila d c, tulis c = kd. 3. Temukan bilangan bulat v dan w sehingga av + bw = d. Kedua ruas dikalikan k diperoleh akv + bkw = kd a(kv) + b(kw) = c. Diambil x 0 = kv dan y 0 = kw sebagai penyelesaian khususnya. 4. Gunakan formula (1.6) untuk membangun himpunan semua penyelesaian. Example 1.15. Diberikan persamaan Diphantie 172x + 20y = 1000. 1. Selidikilah apakah persamaan ini mempunyai penyelesaian. 2. Bila ia mempunyai, tentukan semua penyelesaian tersebut. 3. Tentukan penyelesaian yang bernilai positif. Penyelesaian. Pertama selidiki dulu gcd(172, 20), yaitu dengan algoritma Euclides berikut 172 = 8 20 + 12 20 = 1 12 + 8 12 = 1 8 + 4 8 = 2 4 + 0 sehingga diperoleh gcd(172, 20) = 4. Karena 4 1000 maka persamaan Diphantine ini dipastkan mempunyai penyelesaian. Tulis 1000 = 250 4. Untuk menentukan penyelesaian ini digunakan algoritma yang telah diberikan sebelumnya. Dengan cara berjalan mundur pada algoritma Euclides di atas untuk membentuk identitas Bezout berikut. 4 = 12 8 = 12 (20 1 12) = 2 12 20 = 2(172 8 20) 20 = 2 172 + ( 17) 20. Jadi diperoleh dengan mengalikan kedua ruas dengan 250 diperoleh 500 172 + ( 4250) 20 = 1000. 17

Dari sini diambil x 0 = 500 dan y 0 = 4250 sebagai penyelesaian khususnya. Selanjutnya bentuk umum penyelesaian persamaan ini diperoleh dengan menerapkan formula pada (1.6), diperoleh x = 500 + 20 t = 500 + 5t 4 y = 4250 172 t = 4250 43t 4 dimana t bilangan bulat sebarang. Terakhir untuk memilih diantara penyelesaian ini yang bernilai positif, kita perlu memberikan syarat berikut 500 + 5t > 0 4250 43t > 0 Berdasarkan ini diperoleh t > 500 5 = 100 untuk syarat pertama dan t < 4250 43 = 98 36 43. Jadi t yang memenuhi kedua syarat ini adalah t = 99 dan penyelesaian positif yang dimaksud adalah x = 500 + 5( 99) = 5 y = 4250 43( 99) = 7. Example 1.16. Seorang nenek menyuruh cucunya membeli dua macam buah, yaitu mangga dan jeruk. Sang nenek memberikan uang 100000 rupiah kepada sang cucu untuk mendapatkan sebanyak mungkin buah tetapi jeruk lebih banyak dari mangga. Bila harga mangga 700 rupiah per biji dan jeruk 1300 rupiah per biji, tentukan banyak buah yang harus dibeli oleh sang cucu. Penyelesaian. Misalkan x menyatakan banyak mangga dan y banyak jeruk yang harus dibeli maka permasalahan di atas dapat diformulasikan sebagai 700x + 1300y = 100000 x 0 & y 0 y x Setelah disederhanakan kita mempunyai persamaan Diophantine 7x+13y = 1000. Karena gcd(7, 13) = 1 maka dipastikan persamaan ini mempunyai penyelesaian. Secara kasat mata kita langsung dapat membentuk identitas Bezout berikut 1 = 7 2 + 13 ( 1). Jika kedua ruas dikalikan dengan 1000 diperoleh 1000 = 7 2000 + 13 ( 1000) sehingga diperoleh penyelesaian khususnya x 0 = 2000 dan y 0 = 1000. 18

Penyelesaian umum persamaan ini diberikan oleh x = 2000 + 13n y = 1000 7n, n Z. Karena disyaratkan x 0 maka diperoleh 2000 + 13n 0 n 2000 13 153.84 n = { 153, 152, 151, }. Syarat pada y 0 menghasilkan batasan n berikut 1000 7n 0 n 1000 7 142.85 n = {, 145, 144, 143}. Syarat y > x memberikan hasil berikut 1000 7n > 2000 + 13n n < 150 n = {, 153, 152, 151}. Nilai n yang memenuhi ketiga syarat ini adalah n = { 153, 152, 151} Penyelesaian yang bersesuaian dengan n ini akan bernilai positif, tetapi kita perlu memilih n yang membuat nilai x + y terbesar. Perhatikan tabel berikut n x y x + y 153 11 71 82 152 24 64 88 151 37 57 94 Jadi sang cucu harus membeli 37 biji mangga dan 57 biji jeruk. Ada metoda lain untuk menyelesaikan persamaan Diphantine, yaitu metoda Reduksi Euclides. Metoda ini didasarkan pada penyajian penyelesaian persamaan Diophantine dalam bentuk x = i + jt y = k + mt dimana i, j, k, m Z. Untuk jelasnya kita perhatikan contoh berikut. Example 1.17. Selesaikan persamaan Diphantine 6x + 5y = 171, x, y > 0. Penyelesaian. Karena gcd(6, 5) = 1 maka persamaan ini dipastikan mempunyai penyelesaian. Pertama, nyatakan x secara eksplisit x = 171 5y 6 = 28 + 3 5y. }{{ 6 } p 19

Ambil p = 3 5y 6 Z sehingga dapat ditulis: x = 28 + p. Variabel y juga dinyatakan secara eksplisit dalam p, yaitu y = 3 6p 5 = p + 3 p }{{ 5 } q. Ambil q = 3 q 5 Z sehingga dapat ditulis: y = p + q dan p = 3 5q. Dengan menggunakan hasil ini diperoleh penyelesaian yang dimaksud x = 28 + (3 5q) = 31 5q y = (3 5q) + q = 6q 3. Syarat x > 0 memberikan 31 5q > 0 q < 31 5 = 6 1 5, sedangkan syarat y > 0 memberikan 6q 3 > 0 q > 1 2. Jadi dipenuhi oleh q {1, 2, 3, 4, 5, 6}. Perhatikan semakin banyak syarat yang dikenakan pada penyelesaian semakin berkurang banyaknya penyelesaian yang memenuhi. 20