Pengantar : Induksi Matematika

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengantar : Induksi Matematika"

Transkripsi

1 Pengantar : Induksi Matematika Analisis Real /2 SKS/ Ega Gradini, M.Sc Induksi Matematika adalah cara standar dalam membuktikan bahwa sebuah pernyataan tertentu berlaku untuk setiap bilangan asli. Pembuktian dengan cara ini terdiri dari dua langkah, yaitu:. Menunjukkan bahwa pernyataan itu berlaku untuk bilangan. 2. Menunjukkan bahwa jika pernyataan itu berlaku untuk bilangan n, maka pernyataan itu juga berlaku untuk bilangan n +. Misalkan akan dibuktikan suatu pernyataan bahwa jumlah n bilangan asli pertama, yaitu n, adalah sama dengan n(n+). Untuk membuktikan 2 bahwa pernyataan itu berlaku untuk setiap bilangan asli, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:. Menunjukkan bahwa pernyataan tersebut benar untuk n =. Jelas sekali bahwa jumlah bilangan asli pertama adalah (+) =. Jadi 2 pernyataan tersebut adalah benar untuk n =. 2. Menunjukkan bahwa jika pernyataan tersebut benar untuk n = k, maka pernyataan tersebut juga benar untuk n = k +. Hal ini bisa dilakukan dengan cara: Mengasumsikan bahwa pernyataan tersebut benar untuk n = k, yaitu k(k + ) k = 2 Menambahkan k + pada kedua ruas, yaitu k + (k + ) = k(k + ) 2 + (k + ) Dengan menggunakan manipulasi aljabar, diperoleh k(k + ) 2 + (k + ) = = = k(k + ) 2(k + ) (k + )(k + 2) 2 (k + )((k + ) + ) 2

2 Dengan demikian k + (k + ) = (k + )((k + ) + ) 2 Jadi pernyataan tersebut benar untuk n = k Dengan induksi matematika dapat disimpulkan bahwa pernyataan tersebut berlaku untuk setiap bilangan asli n. Secara formal Induksi Matematika ini bisa didefinisikan sebagai berikut. Definisi. Misalkan untuk setiap bilangan asli n kita mempunyai pernyataan P (n) yang bisa benar atau salah. Misalkan. P () benar. 2. Jika P (n) benar, maka P (n + ) benar. Sehingga P (n) benar untuk setiap bilangan asli n. Langkah disebut dengan Langkah Dasar, sedangkan Langkah 2 disebut dengan Langkah Induktif. Jika pada Langkah Induktif yang diasumsikan adalah pernyataan P (i) benar untuk setiap bilangan i n, maka perumusan induksi matematika seperti ini disebut Bentuk Kuat Induksi Matematika. Contoh. Gunakan induksi matematika untuk membuktikan bahwa untuk setiap n =, 2,... n! 2 n. Akan ditunjukkan bahwa n! 2 n benar untuk n =. Jelas sekali bahwa! = = 2 0 = 2. 2

3 2. Asumsikan bahwa n! 2 n adalah benar untuk n = k. Akan ditunjukkan bahwa n! 2 n juga benar untuk n = k +, yaitu (k + ) 2 (k+). (k + )! = (k + )(k!) (k + )(2 k ) 2.2 k = 2 +(k ) = 2 (k+) Terbukti bahwa (k+) 2 (k+). Karena Langkah Dasar dan Langkah Induktif terbukti, maka dapat disimpulkan bahwa untuk setiap n =, 2,... n! 2 n Contoh.2 Gunakan induksi matematika untuk membuktikan bahwa 5 n dapat dibagi 4 untuk setiap n =, 2,.... Akan ditunjukkan bahwa 5 n habis dibagi 4 untuk n =. Jelas sekali bahwa 5 = 5 = 4 habis dibagi Asumsikan bahwa 5 n habis dibagi 4 untuk n = k, yaitu 5 k habis dibagi 4. Akan ditunjukkan bahwa 5 n juga habis dibagi 4 untuk n = k +, yaitu 5 k+ habis dibagi 4. 5 k+ = 5.5 k = ( + 4).5 k = 5 k k = (5 k ) k Berdasarkan asumsi, 5 k habis dibagi 4. Sedangkan 4.5 k juga habis dibagi 4. Dengan demikian 5 k+ habis dibagi 4. Karena Langkah Dasar dan Langkah Induktif terbukti, maka dapat disimpulkan bahwa 5 n dapat dibagi 4 untuk setiap n =, 2,... 3

4 Latihan Gunakan induksi matematika untuk membuktikan persamaan berikut ini benar untuk setiap bilangan asli n n(n + ) = n(n+)(n+2) 3 2. (!) + 2(2!) n(n!) = (n + )! ( ) n+ n 2 = ( )n+ n(n+) n 3 = [ n(n+) 2 ] 2 Gunakan induksi matematika untuk membuktikan pertidaksamaan berikut ini. 5. 2n + 2 n, untuk n = 3, 4, ( + x) n + nx, untuk x dan n =, 2,... Gunakan induksi matematika untuk membuktikan pernyataan berikut ini. 7. n 6 habis dibagi 5, untuk n =, 2, n 2.3 n habis dibagi 4, untuk n =, 2,... Referensi. R. Johnsonbaugh, Discrete Mathematics, Fourth Edition, 997, Prentice Hall. 2. Wikipedia, Mathematical induction, induction. 4

5 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita belum tahu apa-apa tentang bilangan real. Kita akan mempelajari bagaimana sistem bilangan real itu dibangun. Pertama-tama kita hanya diberikan suatu himpunan bilangan tetapi belum tahu anggotanya seperti apa, belum aturan yang berlaku di dalamnya. Kemudian kedalam himpunan ini diberikan dua operasi binair, penjumlahan (+) dan perkalian ( ). Dengan dua operasi ini disusun beberapa aksioma. Dua aksioma penting adalah keujudan elemen 0 dan elemen. Inilah anggota bilangan real pertama yang kita ketahui. Selanjutnya dengan aksioma-aksioma ini didenisikan anggota-anggota lainnya, seperti bilangan asli, bilangan bulat, bilangan rasional dan bilangan irrasional. Juga didenisikan sifat-sifat yang mengatur hubungan antar anggota, seperti sifat urutan, sifat jarak, sifat kelengkapan dan sifat kepadatan.. Sifat aljabar bilangan real Bilangan real dipandang sebagai suatu himpunan, seterusnya dilambangkan dengan R. Selanjutnya, didenisikan dua operasi binair '+' dan ' ' masing-masing disebut operasi penjumlahan dan operasi perkalian. Kedua operasi binair ini diterapkan pada R dan memenuhi sifat-sifat sebagai berikut: (A) a + b = b + a untuk setiap a, b R, yaitu komutatif terhadap penjumlahan. (A2) (a + b) + c = a + (b + a) untuk setiap a, b, c R, yaitu asosiatif terhadap penjumlahan. (A3) Terdapat elemen 0 R sehingga a + 0 = 0 + a = a untuk setiap a R. Elemen 0 ini disebut elemen nol. (A4) Untuk setiap a R selalu terdapat ( a) R sehingga a + ( a) = ( a) + a = 0. Elemen ( a) ini disebut negatif dari a. (M) a b = b a untuk setiap a, b R, yaitu komutatif terhadap perkalian. (M2) (a b) c = a (b c) untuk setiap a, b, c R, yaitu asosiatif terhadap perkalian. (M3) Terdapat elemen R sehingga a = a = a untuk setiap a R. Elemen ini disebut elemen satuan.

6 (M4) Untuk setiap a R, a 0 selalu terdapat (/a) R sehingga a (/a) = (/a) a =. Elemen (/a) ini disebut kebalikan dari a. (D) a (b + c) = (a b) + (a c) dan (b + c) a = (b a) + (c a) untuk setiap a, b, c R. Sifat ini disebut distributif perkalian terhadap penjumlahan. Diperhatikan bahwa ada 4 sifat yang berkaitan dengan operasi penjumlahan yaitu A, A2, A3 dan A4 (notasi A untuk Adisi, atau penjumlahan), 4 sifat yang berkaitan dengan perkalian yaitu M, M2, M3 dan M4 (M untuk Multiplikasi, atau perkalian) dan sifat yang menggabungkan keduanya yaitu D (D untuk Distributif). Kesembilan sifat ini disebut sifat aljabar atau aksioma bilangan real. Sampai saat ini belum didenisikan bilangan negatif dan operasi pengurangan. Notasi ( a) dianggap satu elemen didalam R. Begitu juga elemen kebalikan (/a) dianggap satu elemen dan operasi pembagian belum didenisikan. Berikut diberikan beberapa teorema sederhana yang diturunkan langsung dari sifat-sifat aljabar ini. Teorema.. Jika a bilangan real sebarang maka persamaan a + x = b mempunyai penyelesaian tunggal, yaitu x = ( a) + b. Bukti. Pertama ditunjukkan eksistensi penyelesaiannya. a + x = b (diketahui) ( a) + (a + x) = ( a) + b (( a) + a) + x = ( a) + b (A2) 0 + x = ( a) + b (A4) x = ( a) + b (A3) Selanjutnya ditunjukkan bahwa penyelesaian ini adalah tunggal. Misalkan x penyelesaian lainnya maka dipenuhi a + x = b. Jadi diperoleh hubungan a + x = a + x. Berdasarkan langkah sebelumnya diperoleh x = ( a) + (a + x). Dengan menggunakan (A2) kemudian (A4) maka diperoleh x = x sehingga disimpulkan penyelesaiannya tunggal. Latihan.. Buktikan jika a bilangan real tidak nol maka persamaan a x = b mempunyai penyelesaian tunggal, yaitu x = (/b). Teorema.2. Bila a suatu elemen pada R maka berlaku pernyataan berikut.. a 0 = 0, 2. ( ) a = a, 3. ( a) = a, 4. ( ) ( ) =. 2

7 Bukti. ) Berdasarkan (M3) kita mempunyai a = a. ditambahkan a, diperoleh Selanjutnya kedua ruas ini a + a 0 = a + a 0 = a ( + 0) [menggunakan D] = a [menggunakan A3] = a [menggunakan M3] Selanjutnya dengan menggunakan Teorema. dengan menganggap x sebagai a 0 diperoleh a 0 = ( a) + a = 0. 2) Dari (M3) kita mempunyai a = a. Tambahkan pada kedua ruas dengan ( ) a, diperoleh a + ( ) a = a + ( ) a = ( + ( )) a [menggunakan D] = 0 a [menggunakan A4] = 0 [menggunakan bagian i, setelah menerapkan (A)] Selanjutnya dengan menggunakan Teorema. dan menganggap x sebagai ( ) a, kemudian menggunakan (A3) diperoleh ( ) a = ( a) + 0 = a. Latihan.2. Lanjutkan pembuktian Teorema.2 yang belum selesai. Teorema.2 () mengatakan bahwa bilangan apapun jika dikalikan dengan nol maka hasilnya nol. Fakta ini merupakan teorema yang kebenarannya dapat dibuktikan, bukan suatu kesepakatan atau aksioma. Begitu juga dengan fakta lainnya pada teorema ini. Teorema.3. Misalkan a, b, c elemen pada R. Maka pernyataan berikut berlaku. Jika a 0 maka /a 0 dan /(/a) = a, 2. Jika a b = a c dan a 0 maka b = c, 3. Jika a b = 0 maka berlaku salah satu: a = 0 atau b = 0. Bukti. ) Karena a 0 maka menurut (M4) selalu ada /a R. Andaikan /a = 0 maka diperoleh = a (/a) = a 0 = 0. Hasil ini berlawanan atau kontradiksi dengan (M3). Jadi pengandaian ini salah, dan haruslah /a 0. Selanjutnya karena /a 0 dan karena (/a) a = maka 3

8 dengan Latihan dengan memandang a sebagai x maka diperoleh a = /(/a). 2) Kedua ruas pada a b = a c dikalikan dengan (/a) disertai dengan menggunakan (M2), diperoleh ((/a) a) b = ((/a) a) c b = c [menggunakan M4] b = c [menggunakan M3] Latihan.3. Buktikan pernyataan 3 pada Teorema.3. Beberapa operasi lainnya pada R Sejauh ini hanya ada dua operasi pada bilangan real. Melalui dua operasi ini diturunkan bebedapa operasi lainnya yang didenisikan sebagai berikut :. Operasi pengurangan. Bila a, b R maka notasi a b dibaca a dikurang dengan b dan didenisikan oleh a b := a + ( b). 2. Operasi pembagian. Bila a, b R, b 0 maka notasi a/b atau a b dengan b dan didenisikan oleh dibaca a dibagi a/b := a (/b). 3. Operasi pangkat. Bila a R maka notasi a 2 dibaca a dipangkatkan dengan dua atau a kuadarat dan didenisikan sebagai a 2 := a a. Secara umum untuk n bilangan asli, a n adalah a dipangkatkan dengan n didenisikan oleh a n := a } a a {{ a}. sebanyak n faktor Untuk a 0, notasi a dimaksudkan untuk /a dan notasi a n untuk (/a) n. Beberapa himpunan bagian penting pada R. Bilangan asli. Himpunan bilangan asli dilambangkan dengan N dipandang sebagai himpunan bagian R dan n N didenisikan sebagai n := } + + {{ + + }. sebanyak n suku 4

9 Q himpunan bilangan rasional Misal: -3/4,-, 0, 2, /2, 4/5. Z: himpunan bilangan bulat {...,-2,-, 0,, 2,...} N: himpunan bilangan asli {, 2, 3,...} R R\Q himpunan bilangan irrasional Misal: 2, Gambar.: Struktur bilangan real 2. Bilangan bulat. Himpunan bilangan bulat dilambangkan dengan Z dan keanggotannya dapat didenisikan sebagai berikut : Z := { n : n N} N {0} dengan n := ( ) + ( ) + ( ) + + ( ). }{{} sebanyak n suku 3. Bilangan rasional dan irrasional. Himpunan bilangan rasional dilambangkan dengan Q adalah elemen bilangan real yang dapat ditulis dalam bentuk pecahan. Jadi, Q := { b a } : a, b Z, a 0. Bilangan real selain bilangan rasional disebut bilangan irrasional dan himpunan bilangan irrasional ini biasa dilambangkan dengan R \ Q. Notasi ":=" berarti "didenisikan oleh" (dened by). Penggunaan notasi ini lebih tepat daripada menggunakan "=" karena tanda sama dengan seharusnya digunakan untuk menyatakan kesamaan kedua ruas. Struktur bilangan real diberikan pada Gambar.. Teorema.4. Tidak ada bilangan rasional r sehingga r 2 = 2. Proof. Andai ada bilangan rasional yang kuadratnya sama dengan dua. Untuk itu dapat ditulis r = m dengan m dan n tidak mempunyai faktor persekutuan selain. Diperoleh n r 2 = m2 n 2 = 2 m2 = 2n 2, berarti m 2 bilangan genap. Karena itu m juga genap (lihat latihan berikut!). Karena m genap maka dapat ditulis m = 2p. Substitusi m ini ke kesamaan sebelumnya, diperoleh (2p) 2 = 2n 2 4p 2 = 2n 2 n 2 = 2p 2. 5

10 Ini berarti n 2 bilangan genap, akibatnya n juga bilangan genap. Berangkat dari pengandaian tadi diperoleh dua pernyataan berikut a. m dan n tidak mempunyai faktor persekutuan selain, berarti m dan n tidak mungkin keduanya genap. b. m dan n bilangan genap. Kedua pernyataan ini bertentangan (kontradiksi), sehingga pengandaian harus diingkari. Kesimpulannya Teorema terbukti. Beberapa soal yang dipecahkan Contoh.. Buktikan bahwa jika z R bilangan irrasioanl dan r 0 bilangan rasional maka r + z dan rz bilangan irrasional. Penyelesaian. Dibuktikan dengan kontradiksi. Andai r + z rasional, maka dapat ditulis r + z = m n dan r = p, m, n, p, q Z, n, q 0. q Dari sini diperoleh z = m n p q mq np =, nq yaitu z rasional, sebab mq np, nq Z, nq 0. Kontradiksi dengan z irrasional. Jadi pengandaian r + z rasional salah, dan haruslah r + z irrasional. Dengan argumen yang sama dapat dibuktikan sisanya. Contoh.2. Buktikan bahwa jika a, b R maka. (a + b) = ( a) + ( b) 2. ( a) ( b) = a b 3. /( a) = (/a), a 0 4. (a/b) = ( a)/b, b 0. Bukti. ). Dengan menggunakan Teorema.2(2) dan sifat distributif diperoleh (a + b) = ( ) (a + b) = ( ) a + ( ) b = ( a) + ( b). 6

11 2). Diperhatikan penjabaran berikut, coba justikasi setiap langkah yang diberikan ( a) ( b) = (( ) a) (( ) b) = (a ( )) (( ) b) = a (( ) (( ) b)) = a ((( ) ( )) b) = a ( b) = a b Latihan.4. Kerjakan bagian 3 dan 4 pada Contoh.. Contoh.3. Bila bilangan real a memenuhi a a = a maka salah satunya berlaku: a = 0 atau a =. Bukti. Diketahui a a = a. Coba lengkapi justikasi untuk tiap-tiap langkah berikut. a a + ( a) = a + ( a) a a + ( ) (a) = 0 (a + ( )) a = 0. Dengan menggunakan Teorema.3(iii) diperoleh a + ( ) = 0 atau a = 0. Lanjutkan langkah untuk menyimpulkan a = dari a + ( ) = 0. Contoh.4. Bila a 0 dan b 0, buktikan /(ab) = (/a) (/b). Bukti. Karena a 0 dan b 0 maka ab 0 sehingga berdasarkan Teorema.3 (i) diperoleh (/ab) = a b (/b) (/ab) = a (b (/b)) (/ab) (/b) = a ((/b) (/a)) (/ab) = a (/a) ((/b) (/a)) (/ab) =. Dari baris terakhir dapat disimpulkan (/a) (/b) = (/ab) merupakan elemen kebalikan dari (/a) (/b). (/(/ab)) = /(ab) karena 7

12 .2 Sifat urutan bilangan real Urutan pada bilangan real merujuk pada hubungan ketidaksamaan antara dua bilangan real. Sebelum didenisikan urutan terlebih dulu didenisikan bilangan positif. Denisi.. Pada R terdapat himpunan bagian takkosong P dengan sifat-sifat berikut. Jika a, b P maka a + b P. 2. Jika a, b P maka a b P. Himpunan P ini selanjutnya disebut himpunan bilangan positif. Selanjutnya diturunkan sifat trikotomi pada bilangan real, yaitu bila a R sebarang maka tepat satu pernyataan berikut dipenuhi, yaitu a P, atau a = 0, atau a P. Selanjutnya himpunan bilangan negatif didenisikan sebagai himpunan { a : a P}. Jadi himpunan bilangan real terbagi atas tiga himpunan saling asing yaitu bilangan positif, bilangan negatif dan nol. Selanjutnya urutan pada bilangan real didenisikan sebagai berikut Denisi.2. Berikut ini denisi ketidaksamaan antara elemen-elemen pada R :. Bilangan a P disebut bilangan positif dan ditulis a > 0. Notasi a 0 berarti a P {0}, dan a disebut bilangan taknegatif. 2. Bilangan a P sehingga a P disebut bilangan negatif, ditulis a < 0. Notasi a 0 berarti a P {0}, dan a disebut bilangan takpositif. 3. Bilangan real a dikatakan lebih besar dari b, ditulis a > b jika hanya jika a b P Notasi a < b < b dimaksudkan berlaku keduanya a < b dan b < c. Bila a b dan b < c, maka ditulis a b < c. Teorema.5. Misalkan a, b, c tiga bilangan real. Maka pernyataan berikut berlaku. Jika a > b dan b > c maka a > c, 2. Tepat satu pernyataan berikut memenuhi : a > b, a = b, a < b. Bukti. )Karena a > b dan b > c maka berdasarkan denisi berlaku a b P, dan b c P. Dengan sedikit trik diperoleh a c = (a b) + (b c) P, yakni a > c. 2) Terapkan sifat trikotomi pada a b. 8

13 Teorema.6. Misalkan a, b, c, d bilangan-bilangan real. Maka berlaku. Jika a > b maka a + c > b + c. 2. Jika a > b, c > d maka a + c > b + d. 3. Jika a > b dan c > 0 maka ca > cb. 4. Jika a > b dan c < 0 maka ca < cb. Bukti. ) Karena diketahui a b P maka (a+c) (b+c) = a b P, yaitu a+c > b+c. 2) Karena diketahui a b P dan c d P maka (a+c) (b+d) = (a b)+(c d) P, yaitu a + c > b + d. 3) Karena diketahui a b P, c P maka (a b)c = ac bc P, yaitu ac > bc. Latihan.5. Buktikan bagian 4 pada Teorema.5. Teorema.7. Jika a dan b bilangan real dengan a < b maka a < (a + b) < b. 2 Bukti. Karena a < b maka 2a = a + a < a + b. Dengan argumen yang sama diperoleh juga a + b < b + b = 2b. Dengan menggabungkan kedua hasil ini, diperoleh 2a < a + b < 2b a < a + b 2 < b. Latihan.6. Buktikan bahwa jika a > 0 maka 0 < 2 a < a. Teorema berikut menjamin bahwa suatu bilangan taknegatif yang kurang dari bilangan positif apapun adalah nol. Teorema.8. Bila a R dengan 0 a < ɛ untuk setiap ε > 0 maka a = 0. Bukti. Bukti dengan kontradiksi. Andaikan a > 0. Berdasarkan Latihan sebelumnya, berlaku 0 < a < 2 a. Sekarang ambil ε 0 := a > 2 0, sehingga berlaku 0 < ε 0 < a. Hal ini kontradiksi dengan hipotesis bahwa 0 a < ɛ untuk setiap ε > 0. Jadi pengandai salah, dan haruslah a = 0. Latihan.7. Bila a, b bilangan real dengan a < b + ε untuk setiap ε > 0 maka a b. Berdasarkan denisi bilangan positif bahwa perkalian dua bilangan positif akan menghasilkan bilangan positif. Tetapi sebaliknya, bila hasil kali dua bilangan real adalah positif belum tentu kedua bilangan real tadi positif. Teorema.9. Jika ab > 0 maka berlaku salah satu dari dua kemungkinan berikut: a > 0 dan b > 0 atau a < 0 dan b < 0. 9

14 Bukti. Karena ab > 0 maka a 0 dan b 0, sebab jika salah satu diantara a atau b bernilai nol maka ab = 0. Karena sifat trikotomi kemungkinnya a > 0 atau a < 0. Untuk a > 0 maka /a > 0 dan b = b = ((/a)a) b = (/a) (ab) > 0. }{{}}{{} >0 >0 Untuk kasus a < 0, diperoleh a > 0 atau /( a) > 0 sehingga diperoleh 0 < (/( a))(ab) = (/a)(ab) = ((/a) a) b = b = b. Karena b > 0 maka disimpulkan b < 0. Latihan.8. Buktikan bahwa jika ab < 0 maka berlaku salah satu dari dua kemungkinan berikut: a > 0 dan b < 0 atau a < 0 dan b > 0. Kedua hasil yang baru saja diberikan mengatakan bahwa jika hasil kali dua bilangan positif maka kedua bilangan itu bertanda sama. Sebaliknya, jika hasil kali kedua bilangan negatif maka kedua bilangan itu berlainan tanda. Beberapa ketidaksamaan penting pada R Teorema.0. Misalkan a 0 dan b 0. Maka pernyataan-pernyataan berikut adalah equivalen:. a < b 2. a 2 < b 2 3. a < b. Bukti. Untuk a = 0 diperoleh pernyataan b > 0 b 2 > 0 b > 0. Fakta ini mudah dibuktikan sendiri. Sekarang diasumsikan a > 0 dan b > 0, yaitu a + b > 0. () (2): Diketahui a < b, atau a b < 0. Jadi diperoleh a 2 b 2 = (a b) (a + b) < 0 }{{}}{{} <0 >0 (2) (): Diketahui a 2 b 2 = (a b) (a + b) < 0. Karena diketahui pula a+b > 0 }{{}}{{} <0 >0 maka haruslah a b < 0, atau a < b. (i) (iii): Sebelumnya sudah dibuktikan bahwa jika x, y > 0 maka x < y x 2 < y 2. 0

15 Pada bagian ini diambil x = a dan y = b sehingga x, y > 0. Karena a = ( a) 2 dan b = b) 2 maka diperoleh a < b ( a) 2 = a < b = ( b) 2. Jadi lengkaplah bukti ini karena telah ditunjukkan berlakunya equivalensi (3) () (2). Teorema.. [Rata-rata aritmatika-geometri] Bila a dan b bilangan positif maka berlaku ab (a + b). (RAG) 2 Bukti. Bila a = b maka relasi pada (RAG) menjadi kesamaan. Sekarang diasumsikan a b. Karena a > 0 dan b > 0 maka a > 0 dan b > 0. Diperhatikan bahwa 0 a b = ( a b) ( a + b). }{{} >0 Jadi ( a b) 0, dan selanjutnya dikuadratkan diperoleh 0 < ( a b) 2 = a 2 ab + b ab > (a + b). 2 Rata-rata aritmatika (RA) dari dua bilangan real a dan b adalah a+b, sedangkan ratarata geometri (RG) dari a dan b adalah ab. Biasanya dalam kehidupan sehari-hari, 2 rata-rata aritmatika lebih sering digunakan daripada rata-rata geometri. Secara umum dua macam rata-rata ini didenisikan sebagai berikut: Misalkan diketahui bilangan real atau data a, a 2,, a n maka ( RA = n n ) /n a k, RG = a k n k= dengan notasi untuk penjumlahan dan untuk perkalian suku-suku. Masih tetap berlaku bahwa RG RA. Teorema.2 (Ketidaksamaan Bernoulli). Jika x > maka untuk setiap n N berlaku ( + x) n + nx. (KB) Bukti. Dibuktikan dengan induksi matematika. Untuk n = kedua ruas pada (KB) menjadi kesamaan. Diasumsikan berlaku untuk n = k, yaitu berlaku ( + x) k + kx. Untuk n = k +, diperoleh k= ( + x) k + kx [ diketahui ] ( + x) k+ = ( + x) k ( + x) ( + kx)( + x) = + (k + )x + kx 2 + (k + )x.

16 Jadi berlaku untuk n = k +. Perhatikan pada baris kedua kedua ruas dikalikan dengan ( + x) suatu bilangan positif karena x >. Teorema.3 (Ketidaksamaan Cauchy). Misalkan a, a 2, a n dan b, b 2,, b n bilangan real maka berlaku ( n ) 2 ( n a k b k k= k= Bukti. Didenisikan fungsi F : R R dengan a 2 k ) ( n k= b 2 k ). F (t) := n (a k tb k ) 2. k= Jelas F fungsi taknegatif, karena itu diperoleh F (t) = = n a 2 k 2ta k b k + t 2 b 2 k k= ( n b 2 k k= ) ( n ) ( n t 2 2 a k b k t + k= k= a 2 k ) 0. Jadi F merupakan fungsi kuadrat denit tak negatif, sehingga diskriminannya pun tak negatif, yaitu ( n ) 2 ( n 4 a k b k 4 k= k= b 2 k ) ( n k= a 2 k ) 0. Akhirnya dengan memindahkan ruas pada ketidaksamaan ini terbuktilah bahwa ( n ) 2 ( n a k b k k= k= a 2 k ) ( n k= b 2 k ). Soal-soal yang dipecahkan. Diketahui a, b R.Buktikan a 2 + b 2 = 0 a = 0 dan b = Bila 0 a < b, buktikan a 2 ab < b 2. Tunjukkan bahwa a 2 < ab < b 2 tidak selalu berlaku. 3. Buktikan jika 0 < a < b maka berlaku a < ab < b dan b < a. 4. Buktikan untuk setiap a, b R berlaku [ 2 (a + b)] 2 2 (a2 + b 2 ). 2

17 5. Buktikan kebenaran pernyataan berikut a) 0 < c < 0 < c 2 < c < b) c > < c < c Bila untuk sebarang a, b R berlaku a b + ε untuk setiap ε > 0 maka a b. 7. Temukan himpunan penyelesaian yang memenuhi pertidaksamaan berikut a) x 2 > 3x + 4 b) < x 2 < 4 c) < x x d) < x x2..3 Nilai mutlak dan jarak pada R Pada sifat urutan bilangan real baru diketahui urutan lebih besar antara dua bilangan real, tetapi belum diketahui pengertian jarak antara dua bilangan real. Jarak atau secara umum disebut metrik pada bilangan real ini ditentukan melalui nilai mutlak. Denisi.3. Nilai mutlak suatu bilangan real a, ditulis dengan a didenisikan sebagai: a bila a > 0, a := 0 bila a = 0, a bila a < 0. Sebagai contoh, 3 = 3, 0 = 0, dan =. Dengan kata lain, nilai multak bilangan real bersifat dikotomi, yaitu nol atau positif. Diperhatikan tiga cabang pada denisi nilai mutlak dapat disederhanakan menjadi { a bila a 0, a := a bila a < 0. Teorema berikut menyajikan sifat-sifat dasar nilai mutlak. Teorema.4. Misalkan a, b, c bilangan-bilangan real. Maka berlaku pernyataan berikut. a = 0 bila hanya bila a = 0 2. a = a 3. ab = a b 4. untuk c 0, a c bila hanya bila c a c. 3

18 5. a a a. Bukti. )( =): langsung dari denisi. (= ): dibuktikan melalui kontraposisinya, yaitu jika a 0 maka a 0, juga langsung dari denisi. 2) Jika a = 0 maka diperoleh a = 0 = 0 = 0 = a. Jika a > 0 maka a < 0 sehingga diperoleh a = a = ( a) = a. Jika a < 0 maka a > 0 sehingga diperoleh a = a = a. 3) Bila minimal salah satu dari a atau b bernilai nol maka kedua ruas bernilai nol. Bila keduanya tidak ada yang nol, ada 4 kemungkinan untuk nilai a, b yang perlu diselidiki yaitu a > 0, b > 0 atau a > 0, b < 0 atau a < 0, b > 0 atau a < 0, b < 0. Untuk a > 0, b < 0 maka ab < 0, a = a, b = b sehingga berlaku ab = (ab) = (a)( b) = a b. Untuk kemungkinan lainnya silahkan dicoba sendiri sebagai latihan. 4) ( =): karena a c maka a c dan a c atau a c, digabungkan diperoleh c a c. (= ): bila c a c maka kita mmepunyai a c dan c a, atau a < c. Karena a bernilai a atau a maka disimpulkan a < c. 5) Dengan mengambil c := a 0 pada bagian (4) maka a a adalah pernyataan yang benar. Implikasinya adalah a c a. Cara lain adalah dengan menggunakan kenyataan bahwa a a berlaku untuk setiap a R. Karena a R maka a = a a, atau a a. Setelah digabungkan diperoleh a c a. Denisi.4. Jarak (metrik) antara dua bilangan real a dan b didenisikan sebagai d(a, b) := a b. Bila b = 0 maka d(a, 0) = a dipandang sebagai jarak a terhadap titik asal 0. Interpretasi sederhana bilangan real dapat disajikan dalam garis bilangan. berikut adalah garis bilangan dan ilustrasi jarak antara 3 dan 2. Gambar = 5 Gambar.2: Garis bilangan dan jarak antara dua bilangan real Teorema berikut berkaitan dengan sifat dasar nilai mutlak dan sangat sering digunakan dalam analisis. Teorema.5. (Ketidaksamaan segitiga) Untuk sebarang bilangan real a dan b berlaku a + b a + b. (KS) 4

19 Bukti. Dari Teorema.4(5) kita mempunyai a < a < a dan b < b < b. Dengan menjumlahkan dua ketidaksamaan ini diperoleh ( a + b ) < a + b < ( a + b ). Kemudian, dari bagian (4) dengan menganggap c := ( a + b ) maka terbukti bahwa a + b a + b. Latihan.9. Untuk sebarang bilangan real a dan b, buktikan. a b a b. 2. a b a + b. Contoh.5. Tentukan semua bilangan real x yang memenuhi x > x +. Penyelesaian. Diperhatikan titik x = dan x = merupakan titik transisi, yaitu perbatasan dimana nilai mutlak berubah pola. Untuk x <, maka x < 0 dan x + > 0 sehingga x = (x ) dan x + = (x + ). Subtitusi kedalam ketidaksamaan diperoleh (x ) > (x + ) > suatu pernyataan yang benar untuk setiap x <. Untuk < x < berlaku x = (x ) dan x + = (x + ). Subtitusi kedalam ketidaksamaan diperoleh (x ) > (x + ) 2x >< 0 x < 0. Untuk x > berlaku x = x dan x + = x +. Substitusi ke dalam ketidaksamaan diperoleh x > x + > suatu pernyataan yang salah untuk setiap x >. Dengan menggabungkan ketiga hasil ini diperoleh himpunan penyelesaian untuk x sebagai berikut {x : x < } {x : x < 0} = {x : x < 0}. Cara lain adalah dengan menggunakan Teorema.0 sebelumnya, yaitu x > x+ (x ) 2 > (x+) 2 x 2 2x+ > x 2 +2x+ 4x < 0 x < 0. Perhatikan Teorema.0 memberikan dasar untuk mengkuadartkan kedua ruas ketidaksamaan. Perlu hati-hati syarat yang harus dipenuhi adalah kedua ruas terjamin tidak bernilai negatif. 5

20 Latihan.0. Tentukan semua bilangan real x yang memenuhi x + x + < 2. Dapat diperiksa bahwa jarak (metrik) seperti diberikan pada Denisi.4 memenuhi sifat-sifat sebagai berikut. d(x, y) 0 untuk setiap x, y R. 2. d(x, y) = 0 bila hanya bila x = y. 3. d(x, y) = d(y, x) untuk setiap x, y R. 4. d(x, y) d(x, z) + d(z, y) untuk setiap x, y R. Sifat 4 ini merupakan generalisasi dari ketidaksamaan segitiga (KS). Himpunan bilangan real yang dilengkapi dengan metrik d ini disebut ruang metrik. Lebih lanjut, pada analisis dikenal pula ruang bernorma, ruang Banach, ruang Hilbert dan lain-lain. Latihan.. Misalkan S himpunan takkosong, buktikan fungsi d pada S S yang didenisikan oleh { 0 bila s = t, d(s, t) := bila s 0. merupakan metrik. Metrik ini disebut metrik diskrit. Bentuk lain generalisasi dari KS diungkapkan pada teorema berikut. Teorema.6. Untuk sebarang bilangan real a, a 2,, a n, berlaku a + a a n a + a a n. Bukti. Dapat dibuktikan dengan induksi. Ingat prinsip induksi, jika berlaku untuk dua bilangan maka akan berlaku untuk sebanyak berhingga bilangan. Soal-soal yang perlu dipecahkan. Jika a, b R, buktikan bahwa a + b = a + b bila hanya bila ab Jika x < z, buktikan bahwa x < y < z bila hanya bila x y + y z = x z. Interprestasikan fakta ini secara geometris. 3. Jika a < x, y < b, tunjukkan bahwa x y < b a. Berikan interpretasi geometrinya. 4. Gambarkan grak fungsi y = x + x. 5. Tentukan semua x yang memenuhi pertidaksamaan berikut a) 4 < x x + < 5 b) 2x 3 < 5 dan x + > 2 secara bersamaan. 6

21 6. Tentukan semua pasangan titik (x, y) dan sketsa grak pada R R yang memenuhi persamaan berikut a) x = y b) xy = c) x + y = 2 d) x y =. 7. Tentukan semua pasangan titik (x, y) dan sketsa grak pada R R yang memenuhi pertidaksamaan berikut a) x y b) xy c) x + y 2 d) x y..4 Supremum dan inmum Ketika kita diberikan himpunan A := [0, ) maka minimum atau anggota terkecil himpunan ini adalah 0. Pertanyaannya, apakah A mempunyai maksimum? Kalau ada, berapa nilainya. Perhatikan bahwa bukan nilai maksimum karena ia tidak termuat di dalam A. Pertanyaan yang sejenis, apakah himpunan B := (0, ] mempunyai minimum?. Dengan kata lain, apakah ada bilangan positif terkecil?. Untuk pertanyaan terakhir ini jawabannya diberikan pada contoh berikut. Contoh.6. Buktikan himpunan B := (0, ] tidak mempunyai minimum. Bukti. Gunakan metoda kontradiksi. Anda B mempunyai minimum, katakanlah nilainya x min. Maka haruslah memenuhi 0 < x min <. Ambil a := x 2 min. Maka berdasarkan teorema yang sudah dibahas sebelumnya berlaku 0 < a < x min dan a B. Jadi ada anggaota B yang lebih kecil dari x min padahal x min adalah minimum. Fakta ini menghasilkan kontradiksi sehingga pengandaian kita adalah salah. Kesimpulannya B tidak mempunyai minimum. Latihan.2. Buktikan himpunan A := [0, ) tidak mempunyai maksimum. Diperhatikan bahwa pada bukan maksimum himpunan A := [0, ) tetapi tidak ada anggota A yang lebih besar dari. Nantinya bilangan seperti ini disebut batas atas paling kecil atau supremum untuk himpunan A. Sebelumnya diberikan denisi batas ata dan batas bawah himpunan sebagai berikut. Denisi.5. Misalkan S suatu himpunan bagian dari R. 7

22 Gambar.3: Ilustrasi batas atas dan batas bawah. Bilangan u R dikatakan batas atas S jika s u untuk setiap s S. 2. Bilangan w R dikatakan batas bawah S jika w s untuk setiap s S. Ilustrasi batas atas dan batas bawah himpunan diberikan Gambar.3. Jadi batas atas atas dan batas bawah tidak tunggal seperti nilai maksimum atau minimum. Kita sebut himpunan batas atas A, ditulis hba(a) untuk menyatakan kumpulan semua batas atas A. Notasi dan maksud yang sesuai untuk hbb(b). Contoh.7. Diberikan S := [0, ), maka himpunan batas atas S dan himpunan batas bawah S adalah hba(s) = {x R : x } dan hbb(s) = {x R : x 0}. Diperhatikan 0 S dan 0 adalah batas bawah, sedangkan / S dan batas atas S. Contoh.8. Himpunan bilangan asli N tidak mempunyai batas bawah maupun batas atas. Contoh.9. Himpunan S := { : n N} mempunyai himpunan batas bawah {x : x n 0} dan mempunyai himpunan batas atas {x : x }. Contoh.0. Buktikan setiap bilangan real adalah batas atas himpunan kosong. Bukti. Argumennya dapat dijelaskan sebagai berikut. dapat disajikan dalam kalimat logika berikut Bilangan u R batas atas S s S s < u. Dalam kasus S himpunan kosong maka pernyataan s S bernilai salah, sehingga kalimat implikasi s S s < u selalu benar. Dengan argumen yang sejalan dapat disimpulkan bahwa semua bilangan real juga merupakan batas bawah himpunan kosong. Contoh.. Tuliskan denisi p bukan batas atas S. 8

23 Penyelesaian. Perhatikan denisi batas atas dalam kalimat logika berikut p batas atas S p s untuk setiap s S. Dengan membuat ingkaran kalimat ini maka diperoleh denisi bukan batas atas berikut p bukan batas atas S ada s 0 S sehingga p < s 0. Latihan.3. Tuliskan denisi d bukan batas bawah S. Denisi.6. Himpunan yang mempunyai batas atas disebut terbatas diatas (bounded above), sedangkan himpunan dikatakan terbatas dibawah (bounded below ) jika ia mempunyai batas bawah. Himpunan dikatakan terbatas jika ia terbatas diatas dan terbatas dibawah. Contoh.2. Himpunan bilangan real R := (, ) tidak terbatas diatas maupun dibawah. Himpunan S := [, ) terbatas dibawah. Himpunan E := { n : n N} terbatas. Denisi.7. Misalkan S himpunan bagian dari R.. Misalkan S terbatas diatas. Maka batas atas u dikatakan supremum S jika tidak ada bilangan lain yang lebih kecil dari u yang menjadi batas atas S. Dengan kata lain u batas atas yang paling kecil. 2. Misalkan S terbatas dibawah. Maka batas bawah w dikatakan inmum dari S jika tidak ada bilangan lain yang lebih besar dari w yang menjadi batas bawah S. Dengan kata lain w batas bawah yang paling besar. Kedua istilah ini ditulis dalam u = sup(s) dan w = inf(s). Karakterisasi supremum Berdasarkan denisi, u = sup(s) dapat dikarakterisasi oleh dua kondisi berikut, yaitu:. u s untuk setiap s S, 2. bila ada v R dengan v < u maka ada s 0 S sehingga v < s 0. Kondisi pertama menyatakan bahwa v haruslah batas atas S dan kondisi kedua menyatakan bahwa batas atas ini haruslah yang terkecil. Artinya bila ada v bilangan lain yang lebih kecil dari s maka v bukan batas atas S lagi. Contoh.3. Tulisakan karakterisasi w = inf S. 9

24 Gambar.4: Ilustrasi supremum dan inmum Ilustrasi grak supremum dan inmum diberikan pada Gambar.4. Berdasarkan denisi dan ilustrasi ini kita dapat membuktikan bahwa supremum atau inmum suatu himpunan adalah tunggal. Berikut teorema mengenai fakta ini. Teorema.7. Supremum suatu himpunan selalu tunggal. Bukti. Andaikan u = sup S dan u = sup S dengan u u. Karena itu ada dua kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu u < u atau u > u. Untuk u < u berarti u bukan batas atas S, ini berlawanan dengan u = sup S. Untuk u > u berarti u bukan batas atas S, ini bertentangan dengan u = sup S. Jadi pengandaian u u salah, seharusnya u = u Latihan.4. Buktikan inmum suatu himpunan selalu tunggal. Berikut adalah kriteria epsilon yang sering digunakan untuk mengetahui suatu batas atas merupakan supremum atau bukan. Teorema.8. Misalkan u suatu batas atas himpunan S. Maka berlaku pernyataan berikut u = sup S ε > 0, s S sehingga u ε < s. (.) Bukti. ( ): Ambil ε > 0 sebarang. Karena diketahui u = sup S maka u ε bukan batas atas S, jadi ada s S sehingga u ε < s. ( ): Akan ditunjukkan bahwa u yang memenuhi sebelah kanan (.) merupakan supremum S. Misalkan v sebarang bilangan real dengan v < u. Ambil ε := u v > 0, maka ada s S sehingga u ε = u (u v) = v < s. Ini berarti v bukan batas atas S, dan berdasarkan karakteristik supremum disimpulkan bahwa u = sup S. Fakta pada teorema ini diilustrasikan pada Gambar.5. Latihan.5. Misalkan w suatu batas atas himpunan S. Maka berlaku pernyataan berikut w = inf S ε > 0, s S sehingga w + ε > s. (.2) Contoh.4. Diperhatikan himpunan S := {x : 0 x < }. Maka max S tidak ada, tetapi sup S =, min S = inf S = 0. 20

25 s Gambar.5: Ilustrasi kriteria epsilon untuk supremum Contoh.5. Diperhatikan himpunan S := { n min S tidak ada tetapi inf S = 0. : n R}. Maka maks S = sup S =, Bukti. Hasil ini dapat dibuktikan sebagai berikut. Jika diberikan ε > 0 sebarang maka selalu dapat dipilih bilangan asli n 0 dengan n 0 > /ε. Nah, s = n 0 S dan 0 + s > ε. Berdasarkan kriteria inmum (latihan sebelumnya) maka disimpulkan 0 adaah inmum S. Pada pembuktian ini telah digunakan sifat Archimedes sebagai berikut Setiap ε > 0 selalu terdapat bilangan asli n sehingga n < ε. Sebagai ilustrasi sifat Archimedes ini, diperhatikan fakta berikut: ε = ε = , ambil n = 834 maka berlaku n = 834 < = ε. Setelah mempelajari supremum, maksimum, inmum dan minimum maka jelaslah bahwa konsep supremum dan inmum lebih luas daripada konsep maksimum dan minimum. Faktanya, bila suatu himpunan S mempunyai maksimum dan minimum maka sup S = maks S, inf S = min S. Sebaliknya tidak semua himpunan mempunyai supremum atau inmum. Himpunan yang tidak mempunyai batas atas tentu tidak mempunyai supremum, begitu juga himpunan yang tidak terbatas ke bawah tidak mungkin mempunyai inmum. Himpunan bilangan real R tidak mempunyai supremum maupun inmum. Ingat supremum dan inmum merupakan bilangan real, sedangkan atau bukan bilangan real. Sifat supremum dan inmum Sifat ini dapat disajikan secara sederhana sebagai berikut. Setiap himpunan tak kosong yang terbatas diatas selalu mempunyai supremum, dan setiap himpunan tak kosong yang terbatas dibawah selalu mempunyai inmum. Sifat supremum ini dikenal juga dengan sifat kelengkapan bilangan real. Dengan sifat ini terjamin bahwa garis bilangan adalah "padat", artinya tidak ada satupun titik yang hilang. Sebagai ilustrasi, diperhatikan himpunan terbatas berikut A := {x > 0 : x 2 < 2}. 2

26 Himpunan A ini tidak mempunyai maksimum tetapi A mempunyai supremum, yaitu sup A = 2. Fakta ini menjamin bahwa 2 yang merupakan bilangan irrasional benar-benar ada. Pertanyaannya, seberapa banyak bilangan irrasional yang ada. Lebih "banyak" mana, bilangan rasional atau bilangan irrasional. Nah, berikut ini diberikan sifat kepadatan bilangan rasional dalam R. Teorema.9. Bila a dan b bilangan real dengan a < b maka terdapat bilangan rasional r dengan a < r < b. Bukti. Diperhatikan bahwa suatu bilangan real positif. Menurut sifat Archimedes terdapat b a bilangan asli n sehingga n >. Untuk n ini berlaku b a nb na >. (*) Sekarang ambil m sebagai bilangan bulat pertama yang lebih besar dari na, dan berlaku Dari (*) dan (**) diperoleh m na < m. (**) na < m na + < nb. Bentuk terakhir ini dapat ditulis na < m < nb, dan dengan membagi semua ruas dengan n, didapat a < m n < b dan dengan mengambil r := m n maka bukti Teorema selesai. Contoh.6. Tentukan 3 buah bilangan rasional diantara 2 dan 3 2. Penyelesaian.. Diketahui a = 2, 442, b = 3/2 =, 5 2. d =,5, Jadi bilangan asli yang yang dapat diambil adalah n = 2, 3, 4, 5, Untuk n = 2 diperoleh na (2)( 2) 6, 9706 maka diambil m = 7. Untuk n = 3, na (3)( 2) 8, 3848 dan diambil m = 9. Untuk n = 4 maka na (4)( 2) 9, 7990 dan dimabil m = Jadi bilangan rasional r = 7, 9 2 3, dan 20 4 terletak diantara 2 dan 3/2. Latihan.6. Bila a dan b bilangan real dengan a < b maka terdapat bilangan irrasional z dengan a < z < b. Latihan.7. Temukan 5 bilangan irrasional yang terletak diantara dan.0. 22

27 Soal-soal yang perlu dipecahkan. Diberikan himpunan S := { : n N}. Hitunglah supremum dan inmum n S. Buktikan kebenaran jawaban yang Anda berikan. (Petunjuk: gunakan kriteria, karakteristik, atau sifat Archimedes). 2. Pertanyaan yang sama seperti soal nomor tetapi untuk S := { n m : n N}. 3. Misalkan S himpunan takkosong yang terbatas dibawah. Buktikan inf S = sup{ s : s S}. 4. Misalkan S himpunan terbatas dan S 0 himpunan bagian dari S. Buktikan inf S inf S 0 sup S 0 sup S. 5. Misalkan S himpunan takkosong yang terbatas diatas. Untuk a R didenisikan a + S := {a + x : x S}. Buktikan sup(a + S) = a + sup S. 6. Misalkan S himpunan takkosong. Untuk a bilangan real tidak nol didenisikan as := {as : s S}. Buktikan (i) Bila a > 0 maka inf(as) = a inf S, dan sup(as) = a sup S. (ii) Bila a < 0 maka inf(as) = a sup S, dan sup(as) = a inf S. 7. Misalkan A dan B himpunan takkosong dan A + B := {a + b : a A, b B}. Buktikan bahwa sup(a + B) = sup A + sup B dan inf(a + B) = inf A + inf B. 8. Misalkan f dan g dua fungsi yang didenisikan pada domain X. Jika rangenya terbatas, buktikan (i) sup{f(x) + g(x) : x X} sup{f(x) : x X} + sup{g(x) : x X}. (ii) inf{f(x) + g(x) : x X} inf{f(x) : x X} + inf{g(x) : x X}. 23

28 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah, barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut "pola" tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan deret merupakan satu kesatuan pokok bahasan. Sekarang barisan dipahami dari sudut pandang analisis sebagai bentuk khusus dari fungsi. Sedangkan deret akan dibahas secara khusus pada bagian berikutnya. 2. Pengertian barisan dan limitnya Denisi 2.. Barisan bilangan real adalah suatu fungsi bernilai real dengan domain himpunan bilangan asli N. Jadi barisan adalah fungsi X : N R, dimana setiap n N nilai fungsi X(n) biasa ditulis sebagai X(n) := x n dan disebut suku ke-n barisan X. Notasi barisan yang akan digunakan dalam buku ini adalah X, (x n ), (x n : n N). Contoh 2.. Beberapa barisan dan cara penulisannya: a. X := (2, 4, 6, 8, ) merupakan barisan bilangan genap. Dapat juga ditulis sebagai X := (2n : n N). b. Y := (,,, ). Dapat juga ditulis Y := ( : n N). 2 3 n c. Dalam beberapa keperluan praktis, barisan didenisikan secara rekusif atau induktif sebagai berikut { x, x 2,, x n diberikan, x n := f(x, x 2,, x n ). Barisan Fibonacci adalah barisan yang berbentuk F := (,, 2, 3, 5, 8, ). Barisan ini dapat ditulis secara rekursif sebagai berikut : x :=, x 2 :=, x n := x n + x n 2, untuk n 3. Latihan 2.. Berikut diberikan beberapa suku awal barisan (x n ). seperti ini tetap, tentukan formula umum suku ke n nya. Seandainya pola

29 a. /2, 2/3, 3/4, 4/5,, b. /2, /4, /8, /6,, c., 4, 9, 6,, Latihan 2.2. Diberikan barisan yang didenisikan secara rekursif berikut. Tentukan 5 suku pertamanya a. y := 2, y n+ := 2 (y n + 2/y n ), n. b. z :=, z 2 := 2, z n+2 := (z n+ + z n )/(z n+ z n ), n 3. c. x :=, y n+ := 4 (2y n + 3), n. Penulisan barisan menggunakan kurung biasa ( ) dimaksudkan untuk membedakannya dengan himpunan biasa yang ditulis menggunakan kurung kurawal { }. Pada himpunan, anggota yang sama cukup ditulis satu kali. Sedangkan pada barisan, sukusuku yang berbeda ada kemungkinan bernilai yang sama, dan semuanya harus ditulis. Sebagai contoh ambil barisan (x n ) yang didenisikan x n := ( ) n. Jadi barisannya adalah X := (,,,, ). Tetapi bila suku-suku ini dipandang sebagai anggota himpunan maka ditulis X := {, }. Denisi 2.2. Misalkan X = (x n ) barisan bilangan real. Bilangan real x dikatakan limit dari (x n ) jika untuk setiap ε > 0 terdapat bilangan asli N (umumnya bergantung pada ε) sehingga berlaku x n x < ε untuk setiap n N. Jika x limit dari barisan X maka X dikatakan konvergen ke x dan ditulis lim X = x, atau lim(x n ) = x. Jika suatu barisan mempunyai limit kita katakan barisan itu konvergen. Sebaliknya jika tidak mempunyai limit kita katakan ia divergen. Diperhatikan pada denisi ini pernyataan x n x < ε dapat ditulis sebagai x ε < x n < x + ε. Ini berarti pada suatu saat, semua suku-suku barisan berada dalam "kerangkeng" (x ε, x + ε). Ilustrasi geometris barisan (x n ) yang konvergen ke x diberikan pada Gambar 2.. Kadangkala digunakan notasi x n x untuk menyatakan secara intuitif bahwa x n "mendekati" x bila n. Pada denisi ini kriteria x n "mendekati" x diukur oleh ε > 0, sedangkan kriteria n dicirikan oleh adanya bilangan asli N. Tidak adanya notasi n pada penulisan lim(x n ) dapat dipahami karena barisan yang dibahas adalah barisan takberujung, yaitu banyak sukunya takterhingga. Muncul pertanyaan apakah mungkin suatu barisan konvergen ke dua limit yang berbeda? Jawaban diberikan secara formal dalam teorema berikut. 2

30 Gambar 2.: Ilustrasi barisan konvergen Teorema 2.. Suatu barisan bilangan real hanya dapat mempunyai satu limit. Dengan kata lain, jika suatu barisan konvergen maka limitnya tunggal. Bukti. Andaikan barisan X := (x n ) mempunyai dua limit yang berbeda, katakan x a dan x b dengan x a x b. Diberikan ε := 3 x b x a. Karena lim(x n ) = x a maka untuk ε ini terdapat N a sehingga x n x a < ε untuk setiap n N a. Juga, karena lim(x n ) = x b maka terdapat N b sehingga x n x b < ε untuk setiap n N b. Sekarang untuk n maks {N a, N b } maka berlaku x a x b = x a x n + x n x b x n x a + x n x b < ε + ε = 2 3 x a x b. Akhirnya diperoleh x a x b < 2 x 3 a x b suatu pernyataan yang kontradiksi.pengandaian x a x b salah dan haruslah x a = x b, yaitu limitnya mesti tunggal. Latihan 2.3. Diberikan barisan bilangan real (x n ). a. Tuliskan denisi barisan (x n ) tidak konvergen ke x. b. Tuliskan denisi barisan (x n ) divergen. Pembahasan barisan di sini ditekankan pada pemahaman teoritis bukan pada aspek teknis seperti menghitung nilai limit barisan. Pekerjaan dominan adalah membuktikan suatu barisan dengan limit telah diketahui, bukan menghitung berapa nilai limit suatu barisan. Contoh-contoh berikut memberikan gambaran bagaimana denisi digunakan untuk membuktikan kebenaran limit suatu barisan. 3

31 Contoh 2.2. Buktikan bahwa lim(/n) = 0. Bukti. Secara intuitif fakta ini adalah benar karena kita membagi bilangan dengan bilangan yang semakin membesar menuju takhingga sehingga hasilnya mesti nol. Tapi bukti ini tidak formal karena tidak didasarkan pada teori yang ada, misalnya denisi. Berikut bukti formalnya. Disini kita mempunyai x n :=, dan x = 0. n Diberikan ε > 0 sebarang. Harus ditemukan bilangan asli N sehingga x n x = /n 0 = n < ε untuk setiap n N. Mudah saja, pada bentuk terakhir ketidaksamaan ini berlaku < ε. Diselesaikan, n diperoleh n >. Jadi N cukup diambil sebagai bilangan asli terkecil yang lebih ε besar dari, atau ceiling dari x yaitu ε N = /ε. Sebagai contoh, misalkan diberikan ε := 0.03 maka = Jadi cukup ε diambil N := 77. Untuk meyakinkan dapat diperiksa bahwa x 77 = 0.030, x 78 = 0.028, x 79 = 0.027, x 80 = 0.025, x 8 = 0.023, x 82 = kesemuanya kurang dari Lebih telitinya x 77 = Terbukti bahwa lim( ) = 0. n Contoh 2.3. Buktikan lim ( n+ 3n+2) = /3. Penyelesaian. Di sini kita mempunyai x n := ( n+ 3n+2) dan x = /3. x n x = n + 3n = 3n + 3 3n 2 3(3n + 2) = 3(3n + 2) Bentuk terakhir ini akan kurang dari ε bila (9n + 6)ε >, yaitu n > 6ε. 9ε Jadi N cukup diambil sebagai bilangan asli terkecil yang lebih besar dari 6 ε, yaitu 9ε bila ε cukup kecil sehingga 6 ε tidak negatif diambil 9ε 6ε N =. 9ε Sebagai contoh, misalkan diberikan ε := 0.03 maka 6ε = Jadi cukup 9ε diambil N := 8. Agar lebih meyakinkan dihitung beberapa nilai x n /3, untuk n = 8, 9, 0,, 2, hasilnya 0.028, 0.05, 0.004, , , yang kesemuanya kurang dari ε := Terbukti bahwa lim ( n+ 3n+2) = /3. 4

32 Latihan 2.4. Gunakan denisi limit barisan untuk membuktikan ( ) 3n + lim = 3 2n Tentukan bilangan asli terkecil N yang dapat diambil jika diberikan ε := , juga ε := Ujilah kebenarannya untuk n = N, N +, N + 2, N + 3, N + 4. Latihan 2.5. Gunakan denisi limit barisan untuk membuktikan ( ) ( ) n n lim = 0. n 2 + Tentukan bilangan asli terkecil N yang dapat diambil jika diberikan ε := /4, juga ε := /6.Ujilah kebenarannya untuk n = N, N +, N + 2, N + 3, N + 4. Latihan 2.6. Gunakan denisi limit barisan untuk membuktikan ( lim n ) = 0. n + Tentukan bilangan asli terkecil N yang dapat diambil jika diberikan ε := /4, juga bila ε := /6. Ujilah kebenarannya untuk n = N, N +, N + 2, N + 3, N + 4. Dari beberapa contoh dan latihan ini mestinya dapat disimpulkan bahwa semakin kecil ε > 0 yang diberikan maka semakin besar indeks N yang dapat diambil. Kenyataan ini sesuai dengan denisi bahwa semakin kecil ε > 0 maka semakin kecil lebar "kerangkeng" dan semakin lama pula suku-suku barisan mulai mengumpul di dalam "kerangkeng" ini. Kekonvergenan barisan (x n ) ditentukan oleh pola suku-suku yang sudah jauh berada di ujung, bukan oleh suku-suku awal. Walaupun pada awalnya suku-suku barisan beruktuasi cukup besar namun bila pada akhirnya suku-suku ini mengumpul di sekitar titik tertentu maka barisan ini tetap konvergen. Fakta ini diformal dalam istilah ekor barisan. Denisi 2.3. Misalkan barisan X := (x, x 2, x 3,, x n, ) dipotong pada suku ke m dan dibentuk barisan baru X m := (x m+, x m+2, ) maka barisan X m disebut ekor ke m barisan X. Jadi ekor barisan merupakan barisan yang dibentuk dengan memotong m buah suku pertama pada barisan semula. Ternyata sifat kekonvergenan ekor barisan dan barisan semula adalah identik, seperti diungkapkan pada teorema berikut. Teorema 2.2. Barisan X konvergen bila hanya bila ekor barisan X m juga konvergen, dan berlaku lim X = lim X m. 5

33 Bukti. ( ) Diberikan ε > 0. Karena X = (x n : n =, 2, ) konvergen, katakan lim(x n ) = x maka terdapat bilangan asli N sehingga x n x < ε untuk setiap n = N, N +, N + 2, Misalkan ekor barisan X m = {x m+n : n =, 2, 3, }. Karena jika n N berakibat m + n N maka untuk N ini berlaku x m+n x < ε untuk setiap n = N, N +, N + 2, Ini menunjukkan bahwa lim X m = x. ( )Diketahui X m konvergen, yaitu lim X m = x maka untuk ε > 0 sebarang terdapat bilangan asli N sehingga x m+n x < ɛ untuk setiap m + n = N, N +, N + 2, Dengan mengambil N = N m maka berlaku x n x < ε untuk setiap n = N, N +, N + 2, Karena itu berdasarkan denisi disimpulkan lim X = x. Pembuktikan limit barisan langsung dari denisi akan menjadi sulit bilamana bentuk barisan yang dihadapi cukup rumit. Melalui denisi dikembangkan "alat-alat" sederhana yang dapat digunakan untuk membuktikan limit barisan, khususnya barisan yang mempunyai bentuk tertentu. Berikut sebuah teorema sederhana yang dapat mendeteksi dengan mudah kekonvergenan suatu barisan. Teorema kekonvergenan terdominasi (TKD) Teorema 2.3. Misalkan ada dua barisan bilangan real (a n ) dan (x n ). Jika ada C > 0 dan m N sehingga berlaku maka lim(x n ) = x. x n x C a n untuk semua n m dan lim(a n ) = 0 Bukti. Diberikan ε > 0. Karena lim(a n ) = 0 maka ada N a N sehingga a n < ε/c untuk setiap n N a. Jadi untuk setiap n N := maks {N a, m} berlaku x n x C a n < C(ε/C) = ε. Terbukti bahwa lim(x n ) = x. 6

34 Dikatakan teorema terdominasi karena suku-suku x n x pada akhirnya selalu terdominasi dari atas oleh barisan (a n ) yang konvergen ke nol. Dalam penggunaan teorema ini diperlukan menemukan barisan (a n ) dan konstanta C > 0 seperti dalam teorema. Contoh 2.4. Bila a > 0, buktikan barisan lim ( +na) = 0. Bukti. Karena a > 0 maka berlaku 0 < na < na +, dan akibatnya kita mempunyai na + < na. Selanjutnya, ( ) ( ) + na 0 = + na <. a n Dengan mengambil C := /a dan a n = /n dan dikarenakan lim a n = 0 maka dengan TKD disimpulkan bahwa lim ( +na) = 0. Contoh 2.5. Misalkan 0 < b <, buktikan lim(b n ) = 0. Bukti. Ambil a := b = > 0. Dapat ditulis b = b b ketidaksamaan Bernoulli berlaku dan diperoleh 0 < ( + a) n + na ( + a) n + na < na = ( a (+a) ) ( ). n (mengapa?). Dengan Diambil a n := n dan C = a maka berdasarkan TKD terbukti lim(bn ) = 0. Latihan 2.7. Misalkan c > 0, buktikan lim(c /n ) = 0. Latihan 2.8. Buktikan lim(n /n ) =. Soal-soal yang dipecahkan. Buktikan dengan menggunakan denisi limit barisan ( ) a) lim =. 2 n 2 2n 2 + b) lim ( 2n n+) = Diberikan x n := ln(n+). a) Gunakan denisi untuk membuktikan lim(x n ) = 0. b) Tentukan bilangan asli terkecil N bila diberikan ε = 27. c) Tunjukkan kebenaran x n 0 < ε untuk n = N, N +, N + 2, N Buktikan lim ( n n+) = 0. ( 4. Buktikan lim (2n) /n) =. 5. Bila lim(x n ) = x > 0, tunjukkan ada bilangan asli K sehingga x 2 < x n < 2x untuk setiap n K. 7

35 M x... x n -M x 2 x n+... Gambar 2.2: Ilustrasi barisan terbatas 2.2 Sifat-sifat limit barisan Berikut ini diberikan sifat aljabar barisan konvergen. Sifat-sifat ini banyak digunakan dalam keperluan praktis terutama dalam menghitung nilai limit barisan. Sebelumnya diberikan sifat keterbatasan barisan konvergen. Denisi 2.4. Barisan (x n ) dikatakan terbatas jika ada bilangan M > 0 sehingga x n M untuk setiap n N. Dengan kata lain, barisan (x n ) terbatas jika hanya jika himpunan {x n : n N} terbatas pada R. Ilustrasi barisan terbatas diberikan pada Gambar 2.2. Contoh 2.6. Barisan (/n : n N) terbatas dengan M =, (( ) n : n N) terbatas dengan M =. Contoh 2.7. Barisan (x n ) dikatakan tidak terbatas jika untuk setiap bilangan real K terdapat suku x m sehingga x m > K. Barisan (2n : n N) tidak terbatas sebab setiap bilangan real K selalu dapat ditemukan bilangan asli m sehingga 2m > K. Dalam hal ini cukup diambil m bilangan asli pertama yang lebih besar dari K, atau m = K 2 2. Teorema 2.4. Bila barisan (x n ) konvergen maka ia terbatas. Bukti. Diketahui barisan (x n ) konvergen, katakan lim(x n ) = x. Ambil ε := maka ada N N sehingga x n x < untuk setiap n N. Karena x n x x n x < maka berdasarkan sifat nilai mutlak diperoleh Kita dapat mengambil agar pernyataan berikut berlaku x n < + x untuk setiap n N. M := max { x, x 2,, x N, + x } x n M untuk setiap n N. Berdasarkan denisi barisan terbatas maka teorema terbukti. 8

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL 1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI 1 SISTEM BILANGAN REAL 1 1.1 Sifat Aljabar Bilangan Real..................... 1 1.2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6 1.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real............

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita belum tahu apa-apa tentang

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI SISTEM BILANGAN REAL. Sifat Aljabar Bilangan Real......................2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real.............4 Supremum

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita belum tahu apa-apa tentang

Lebih terperinci

2 BARISAN BILANGAN REAL

2 BARISAN BILANGAN REAL 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut "pola" tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

2 BARISAN BILANGAN REAL

2 BARISAN BILANGAN REAL 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut "pola" tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Pertemuan Standar kompetensi: mahasiswa memahami cara membangun sistem bilangan real, aturan dan sifat-sifat dasarnya. Kompetensi dasar Memahami aksioma atau sifat aljabar bilangan real Memahami fakta-fakta

Lebih terperinci

BARISAN BILANGAN REAL

BARISAN BILANGAN REAL BAB 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut pola tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

Coba amati apakah sifat ini mempunyai signifikansi dalam sistem bilangan real.

Coba amati apakah sifat ini mempunyai signifikansi dalam sistem bilangan real. TUGAS ANREAL BAB Dosen: Julan HERNADI SELESAIKAN SOAL-SOAL BERIKUT SEKUAT KEMAMPUAN YANG ANDA MI- LIKI. WALAUPUN DALAM KETERBATASAN INTELIGENSI, COBALAH BERUSAHA LEBIH KERAS DALAM BELAJAR.. Jelaskan peran

Lebih terperinci

BAGIAN PERTAMA. Bilangan Real, Barisan, Deret

BAGIAN PERTAMA. Bilangan Real, Barisan, Deret BAGIAN PERTAMA Bilangan Real, Barisan, Deret 2 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 3 0. BILANGAN REAL 0. Bilangan Real sebagai Bentuk Desimal Dalam buku ini pembaca diasumsikan telah mengenal dengan

Lebih terperinci

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351)

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351) II. SISTEM BILANGAN RIIL Handout Analisis Riil I (PAM 351) Sifat Aljabar (Aksioma Lapangan) dari Bilangan Riil Bagian ini akan membicarakan struktur aljabar bilangan riil dengan terlebih dahulu memberikan

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan, kekonvergenan

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun dari berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT

CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT May 26, 203 A Lecture Note Acknowledgement of Sources For all ideas taken from other sources (books, articles, internet), the source of the ideas is mentioned in the

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN. 0212088701 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2015 1 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. August 18, Dosen FMIPA - ITB

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. August 18, Dosen FMIPA - ITB (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. August 18, 2011 Kita telah mencatat sebelumnya bahwa supremum dan infimum suatu himpunan tidak harus merupakan anggota himpunan

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN KEVIN MANDIRA LIMANTA 1. Konstruksi Aljabar 1.1. Bilangan Natural. Himpunan bilangan paling primitif adalah bilangan natural N, yang dicacah dengan aturan sebagai berikut: (1)

Lebih terperinci

MA5032 ANALISIS REAL

MA5032 ANALISIS REAL (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. August 16, 2011 Pada bab ini anda diasumsikan telah mengenal dengan cukup baik bilangan asli, bilangan bulat, dan bilangan

Lebih terperinci

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH BAB III KEKONVERGENAN LEMAH Bab ini membahas inti kajian tugas akhir. Di dalamnya akan dibahas mengenai kekonvergenan lemah beserta sifat-sifat yang terkait dengannya. Sifatsifat yang dikaji pada bab ini

Lebih terperinci

1 Preliminaries The Algebra of Sets... 3

1 Preliminaries The Algebra of Sets... 3 Contents 1 Preliminaries 3 1.1 The Algebra of Sets............................ 3 2 Bilangan Riil 5 2.1 Sifat-sifat Aljabar dari R......................... 5 2.1.1 Sifat Aljabar dari R........................

Lebih terperinci

Oleh: Naning Sutriningsih

Oleh: Naning Sutriningsih Oleh: Naning Sutriningsih SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG 0 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke-hadirat Allah Rabbul Alamin, atas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada BAB II DASAR TEORI Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada pembahasan BAB III, mulai dari definisi sampai sifat-sifat yang merupakan konsep dasar untuk mempelajari Fungsi

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang Pertemuan 2. BAHAN AJAR ANALISIS REAL Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang 0. Bilangan Real 0. Bilangan Real sebagai bentuk desimal Pada pembahasan berikutnya kita diasumsikan telah mengetahui dengan

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 3. Topologi Garis Bilangan Real 3.1 Teori Limit Limit, supremum, dan infimum Titik limit 3.2 Himpunan Buka dan Himpunan Tutup 3.3

Lebih terperinci

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam

Lebih terperinci

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA 1 1 Program Studi Pend Matematika FKIP UM Ponorogo October 29, 2011 Jenis Pernyataan dalam Matematika Denisi (Denition) Kesepakatan mengenai pegertian suatu istilah. Teorema (Theorem) Pernyataan yang dapat

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Real

Sistem Bilangan Real TUGAS I ANALISIS REAL I Sistem Bilangan Real Tugas 1 Analisis Real I Disusun oleh : Nariswari Setya D. Kartini Marvina Puspito M0108022 M0108050 M0108056 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351)

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351) I. Aljabar Himpunan Aljabar Himpunan Dalam bab ini kita akan menyajikan latar belakang yang diperlukan untuk mempelajari analisis riil. Dua alat utama analisis riil, yakni aljabar himpunan dan fungsi,

Lebih terperinci

Daftar Isi 3. BARISAN ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. Dosen FMIPA - ITB

Daftar Isi 3. BARISAN ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. Dosen FMIPA - ITB (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. August 29, 2011 Dalam kisah Zeno tentang perlombaan lari antara Achilles dan seekor kura-kura, ketika Achilles mencapai

Lebih terperinci

5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real

5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real 5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real Sifat aljabar dan sifat urutan bilangan real telah dibahas sebelumnya. Selanjutnya, akan dijelaskan sifat kelengkapan bilangan real. Bilangan rasional ℚ juga memenuhi

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS REAL

PENGANTAR ANALISIS REAL Seri Analisis dan Geometri No. 1 (2009), -15 158 (173 hlm.) PENGANTAR ANALISIS REAL Oleh Hendra Gunawan Edisi Pertama Bandung, Januari 2009 2000 Dewey Classification: 515-xx. Kata Kunci: Analisis matematika,

Lebih terperinci

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika Bilangan prima telah dikenal sejak sekolah dasar, yaitu bilangan yang tidak mempunyai faktor selain dari 1 dan dirinya sendiri. Bilangan prima memegang peranan penting karena pada dasarnya konsep apapun

Lebih terperinci

1 TEORI KETERBAGIAN. Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

1 TEORI KETERBAGIAN. Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai 1 TEORI KETERBAGIAN Bilangan 0 dan 1 adalah dua bilangan dasar yang digunakan dalam sistem bilangan real. Dengan dua operasi + dan maka bilangan-bilangan lainnya didenisikan. Himpunan bilangan asli (natural

Lebih terperinci

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga Kesumawati Prodi Statistika FMIPA-UII April 29, 2015 Akar Barisan a 1, a 2, a 3, a 4,... adalah susunan bilangan-bilangan real yang teratur, satu untuk setiap bilangan bulat positif. adalah fungsi yang

Lebih terperinci

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan 4 BARISAN TAK HINGGA DAN DERET TAK HINGGA JUMLAH PERTEMUAN : 5 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan kekonvergenan

Lebih terperinci

KALKULUS 1 HADI SUTRISNO. Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan. Hadi Sutrisno/P.Matematika/STKIP PGRI Bangkalan

KALKULUS 1 HADI SUTRISNO. Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan. Hadi Sutrisno/P.Matematika/STKIP PGRI Bangkalan KALKULUS 1 HADI SUTRISNO 1 Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan BAB I PENDAHULUAN A. Sistem Bilangan Real Untuk mempelajari kalkulus kita terlebih dahulu perlu memahami bahasan tentang sistem bilangan

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum Bab I. Sekilas Tentang Konsep Dasar Grup antonius cp 2 1. Tertutup, yakni jika diambil sebarang dua elemen dalam G maka hasil operasinya juga akan merupakan elemen G dan hasil tersebut adalah tunggal.

Lebih terperinci

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV Mata Kuliah Wajib 2 sks untuk mahasiswa Program Studi Matematika Oleh Dr. WURYANSARI MUHARINI KUSUMAWINAHYU, M.Si. PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai Contents 1 TEORI KETERBAGIAN 2 1.1 Algoritma Pembagian............................. 3 1.2 Pembagi persekutuan terbesar......................... 6 1.3 Algoritma Euclides............................... 11

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan BAGIAN KEDUA Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan 51 52 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 53 6. FUNGSI 6.1 Fungsi dan Grafiknya Konsep fungsi telah dipelajari oleh Gottfried Wilhelm von Leibniz

Lebih terperinci

BAB I TEOREMA TEOREMA LIMIT BARISAN

BAB I TEOREMA TEOREMA LIMIT BARISAN BAB I TEOREMA TEOREMA LIMIT BARISAN Definisi : Barisan bilangan real X = (x n ) dikatakan terbatas jika ada bilangan real M > 0 sedemikian sehingga x n M untuk semua n N. Catatan : X = (x n ) terbatas

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

Relasi, Fungsi, dan Transformasi

Relasi, Fungsi, dan Transformasi Modul 1 Relasi, Fungsi, dan Transformasi Drs. Ame Rasmedi S. Dr. Darhim, M.Si. M PENDAHULUAN odul ini merupakan modul pertama pada mata kuliah Geometri Transformasi. Modul ini akan membahas pengertian

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB Deret Tak Hingga Pada bagian ini akan dibicarakan penjumlahan berbentuk a +a 2 + +a n + dengan a n R Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pengertian barisan

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world Catatan Kuliah MA20 KALKULUS 2A Do maths and you see the world disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 203 Catatan kuliah ini ditulis

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN KALKULUS

BAB 1. PENDAHULUAN KALKULUS BAB. PENDAHULUAN KALKULUS (Himpunan,selang, pertaksamaan, dan nilai mutlak) Pembicaraan kalkulus didasarkan pada sistem bilangan nyata. Sebagaimana kita ketahui sistem bilangan nyata dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Real. Pendahuluan

Sistem Bilangan Real. Pendahuluan Sistem Bilangan Real Pendahuluan Kalkulus didasarkan pada sistem bilangan real dan sifat-sifatnya. Sistem bilangan real adalah himpunan bilangan real yang disertai operasi penjumlahan dan perkalian sehingga

Lebih terperinci

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA 1 1 Program Studi Pend Matematika FKIP UM Ponorogo January 12, 2011 Jenis Pernyataan dalam Matematika Denisi (Denition) Kesepakatan mengenai pegertian suatu istilah. Teorema (Theorem) Pernyataan yang dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada Bab III nanti, diantaranya: fungsi komposisi,

Lebih terperinci

4 DIFERENSIAL. 4.1 Pengertian derivatif

4 DIFERENSIAL. 4.1 Pengertian derivatif Diferensial merupakan topik yang cukup 'baru' dalam matematika. Dimulai sekitar tahun 1630 an oleh Fermat ketika menghadapi masalah menentukan garis singgung kurva, dan juga masalah menentukan maksimum

Lebih terperinci

1 Sistem Bilangan Real

1 Sistem Bilangan Real Learning Outcome Rencana Pembelajaran Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa dapat ) Menentukan solusi pertidaksamaan aljabar ) Menyelesaikan pertidaksamaan dengan nilai mutlak

Lebih terperinci

MA3231. Pengantar Analisis Real. Hendra Gunawan, Ph.D. Semester II, Tahun

MA3231. Pengantar Analisis Real. Hendra Gunawan, Ph.D. Semester II, Tahun MA3231 Pengantar Analisis Real Semester II, Tahun 2016-2017 Hendra Gunawan, Ph.D. Tentang Mata Kuliah MA3231 Mata kuliah ini merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa program studi S1 Matematika, dengan

Lebih terperinci

LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA

LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA Nama Siswa Kelas : : LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA Latihan 1 1. A. NOTASI SIGMA 1. Pengertian Notasi Sigma Misalkan jumlah n suku pertama deret aritmatika adalah S n = U 1 + U 2 + U 3 + + U

Lebih terperinci

F. RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

F. RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR F. RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR No. (TIU) : 1. Pendahuluan Mahasiswa dapat memahami pengertian dan konsep himpunan, fungsi dan induksi matematik, mampu menerapkannya dalam penyelesaian soal dan

Lebih terperinci

Daftar Isi 5. DERET ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. Dosen FMIPA - ITB September 26, 2011

Daftar Isi 5. DERET ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. Dosen FMIPA - ITB   September 26, 2011 (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. September 26, 2011 Diberikan sejumlah terhingga bilangan a 1,..., a N, kita dapat menghitung jumlah a 1 + + a N. Namun,

Lebih terperinci

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk

Lebih terperinci

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep GRUP Bab ini merupakan awal dari bagian pertama materi utama perkuliahan Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Lebih terperinci

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. September 12, Dosen FMIPA - ITB

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. September 12, Dosen FMIPA - ITB (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. September 12, 2011 Teorema 11 pada Bab 3 memberi kita cara untuk menyelidiki kekonvergenan sebuah barisan tanpa harus mengetahui

Lebih terperinci

BARISAN DAN DERET MATERI PENDAMPING OLIMPIADE MATEMATIKA MA/SMA

BARISAN DAN DERET MATERI PENDAMPING OLIMPIADE MATEMATIKA MA/SMA BARISAN DAN DERET MATERI PENDAMPING OLIMPIADE MATEMATIKA MA/SMA I. SISTEM BILANGAN REAL DAN OPERASINYA II. NOTASI SIGMA III. BARISAN BILANGAN IV. DERET BILANGAN V. INDUKSI MATEMATIKA DISUSUN OLEH : AHAMD

Lebih terperinci

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA Dr. Julan Hernadi julan hernadi@yahoo.com ABSTRAK Di dalam matematika, bukti adalah serangkaian argumen logis yang menjelaskan kebenaran suatu pernyataan. Argumen-argumen

Lebih terperinci

BAB V BILANGAN BULAT

BAB V BILANGAN BULAT BAB V BILANGAN BULAT PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibicarakan sistem bilangan bulat, yang akan dimulai dengan memperluas sistem bilangan cacah dengan menggunakan sifat-sifat baru tanpa menghilangkan

Lebih terperinci

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA Dr. Julan HERNADI & Uki Suhendar, S.Pd (Asrul dan Enggar) Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unmuh Ponorogo Pertemuan 8 FONDASI MATEMATIKA Matematika Bukan Sekedar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat

BAB I PENDAHULUAN. Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat dan logos yang artinya ilmu merupakan cabang matematika yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 2.2 Sistem Bilangan Real sebagai Lapangan Terurut Operasi Aritmetika. Sifat-sifat dasar urutan dan aritmetika dari Sistem Bilangan

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

A. UNSUR - UNSUR ALJABAR

A. UNSUR - UNSUR ALJABAR PENGERTIAN ALJABAR Bentuk ALJABAR adalah suatu bentuk matematika yang dalam penyajiannya memuat hurufhuruf untuk mewakili bilangan yang belum diketahui. Bentuk aljabar dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Riil. Pendahuluan

Sistem Bilangan Riil. Pendahuluan Sistem Bilangan Riil Pendahuluan Kalkulus didasarkan pada sistem bilangan riil dan sifat-sifatnya. Sistem bilangan riil adalah himpunan bilangan riil yang disertai operasi penjumlahan dan perkalian sehingga

Lebih terperinci

4 DIFERENSIAL. 4.1 Pengertian derivatif

4 DIFERENSIAL. 4.1 Pengertian derivatif Diferensial merupakan topik yang cukup 'baru' dalam matematika. Dimulai sekitar tahun 1630 an oleh Fermat ketika menghadapi masalah menentukan garis singgung kurva, dan juga masalah menentukan maksimum

Lebih terperinci

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT. Pendahuluan Well-Ordering Principle Jika S himpunan bagian dari himpunan bilangan bulat positif yang tidak kosong, maka S memiliki sebuah unsur terkecil. Unsur

Lebih terperinci

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS)

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11.1 Definisi dan Limit Fungsi Monoton Misalkan f terdefinisi pada suatu himpunan H. Kita katakan bahwa f naik pada H apabila untuk setiap x, y H dengan x < y berlaku

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Metrik Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh aksioma-aksioma tertentu. Ruang metrik merupakan hal yang fundamental dalam analisis fungsional,

Lebih terperinci

03/08/2015. Sistem Bilangan Riil. Simbol-Simbol dalam Matematikaa

03/08/2015. Sistem Bilangan Riil. Simbol-Simbol dalam Matematikaa 0/08/015 Sistem Bilangan Riil Simbol-Simbol dalam Matematikaa 1 0/08/015 Simbol-Simbol dalam Matematikaa Simbol-Simbol dalam Matematikaa 4 0/08/015 Simbol-Simbol dalam Matematikaa 5 Sistem bilangan N :

Lebih terperinci

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan Pertemuan 13 PENGERTIAN RING A. Pendahuluan Target yang diharapkan dalam pertemuan ke 13 ini (pertemuan pertama tentang teori ring) adalah mahasiswa dapat : a. membedakan suatu struktur aljabar merupakan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA (Bekal untuk Para Sarjana dan Magister Matematika) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. December 26, 2007 Misalkan f kontinu pada interval [a, b]. Apakah masuk akal untuk membahas luas daerah

Lebih terperinci

URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN

URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN Pertemuan ke-: 10, 11, dan 12 Penyusun : Kosim Rukmana Materi: Barisan Bilangan Real 7. Barisan dan Limit Barisan 6. Teorema Limit Barisan 7. Barisan Monoton URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN 7. Barisan dan

Lebih terperinci

ANALISIS REAL 1. Perkuliahan ini dimaksudkan memberikan

ANALISIS REAL 1. Perkuliahan ini dimaksudkan memberikan ANALISIS REAL 1 Perkuliahan ini dimaksudkan memberikan kemampuan pada mahasiswa agar dapat memahami pernyataan-pernyataan matematika secara baik dan benar, berpikir secara logis, kritis dan sistematis,

Lebih terperinci

MATEMATIKA BISNIS DERET. Muhammad Kahfi, MSM. Modul ke: Fakultas Ekonomi Bisnis. Program Studi Manajemen

MATEMATIKA BISNIS DERET. Muhammad Kahfi, MSM. Modul ke: Fakultas Ekonomi Bisnis. Program Studi Manajemen MATEMATIKA BISNIS Modul ke: DERET Fakultas Ekonomi Bisnis Muhammad Kahfi, MSM Program Studi Manajemen http://www.mercubuana.ac.id Konsep Barisan (sequence) adalah suatu susunan bilangan yang dibentuk menurut

Lebih terperinci

B I L A N G A N 1.1 SKEMA DARI HIMPUNAN BILANGAN. Bilangan Kompleks. Bilangan Nyata (Riil) Bilangan Khayal (Imajiner)

B I L A N G A N 1.1 SKEMA DARI HIMPUNAN BILANGAN. Bilangan Kompleks. Bilangan Nyata (Riil) Bilangan Khayal (Imajiner) 1 B I L A N G A N 1.1 SKEMA DARI HIMPUNAN BILANGAN Bilangan Kompleks Bilangan Nyata (Riil) Bilangan Khayal (Imajiner) Bilangan Rasional Bilangan Irrasional Bilangan Pecahan Bilangan Bulat Bilangan Bulat

Lebih terperinci

EKSPLORASI BILANGAN. 1.1 BARISAN BILANGAN

EKSPLORASI BILANGAN. 1.1 BARISAN BILANGAN EKSPLORASI BILANGAN. 1.1 BARISAN BILANGAN 1 EKSPLORASI BILANGAN Fokus eksplorasi bilangan ini adalah mencari pola dari masalah yang disajikan. Mencari pola merupakan bagian penting dari pemecahan masalah

Lebih terperinci

KALKULUS 1 UNTUK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA OLEH: DADANG JUANDI, DKK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KALKULUS 1 UNTUK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA OLEH: DADANG JUANDI, DKK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KALKULUS UNTUK MAHASISWA 9 CALON GURU MATEMATIKA OLEH: DADANG JUANDI, DKK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN. Sistem Bilangan Real Dalam Uraian

Lebih terperinci

Bab 4. Koefisien Binomial

Bab 4. Koefisien Binomial Bab 4. Koefisien Binomial Koefisien binomial merupakan bilangan-bilangan yang muncul dari hasil penjabaran penjumlahan dua peubah yang dipangkatkan, misalnya (a + b) n. Sepintas terlihat bahwa ekspresi

Lebih terperinci

BAB III SUB BARISAN DAN TEOREMA BOLZANO-WEIERSTRASS

BAB III SUB BARISAN DAN TEOREMA BOLZANO-WEIERSTRASS BAB III SUB BARISAN DAN TEOREMA BOLZANO-WEIERSTRASS Dalam bab ini akan kita bahas pengertian tentang sub barisan dari barisan bilangan real, yang lebih umum dibandingkan ekor suatu barisan, serta dapat

Lebih terperinci

MAT 602 DASAR MATEMATIKA II

MAT 602 DASAR MATEMATIKA II MAT 60 DASAR MATEMATIKA II Disusun Oleh: Dr. St. Budi Waluya, M. Sc Jurusan Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Unnes 1 HIMPUNAN 1. Notasi Himpunan. Relasi Himpunan 3. Operasi Himpunan A B : A B

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri BAB II KAJIAN TEORI Analisis kekonvergenan pada barisan fungsi, apakah barisan fungsi itu? Apakah berbeda dengan barisan pada umumnya? Tentunya sebelum membahas mengenai barisan fungsi, apa saja jenis

Lebih terperinci

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang?

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang? Pada bab ini dipelajari aritmatika modular yaitu aritmatika tentang kelas-kelas ekuivalensi, dimana permasalahan dalam teori bilangan disederhanakan dengan cara mengganti setiap bilangan bulat dengan sisanya

Lebih terperinci

Contoh-contoh soal induksi matematika

Contoh-contoh soal induksi matematika Contoh-contoh soal induksi matematika Buktikan bahwa 2 n > n + 20 untuk setiap bilangan bulat n 5. (i) Basis induksi : Untuk n = 5, kita peroleh 2 5 > 5 + 20 adalah suatu pernyataan yang benar. (ii) Langkah

Lebih terperinci

TITIK TETAP NADLR FUNGSI MULTI NILAI KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK ( ) Rinurwati Jurusan Matematika FMIPA-ITS Jl. Arif Rahman Hakim Surabaya 60111

TITIK TETAP NADLR FUNGSI MULTI NILAI KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK ( ) Rinurwati Jurusan Matematika FMIPA-ITS Jl. Arif Rahman Hakim Surabaya 60111 TITIK TETAP NADLR FUNGSI MULTI NILAI KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK ( ) Rinurwati Jurusan Matematika FMIPA-ITS Jl. Arif Rahman Hakim Surabaya 60111 Abstract. In this paper was discussed about Nadlr fixed

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat

Lebih terperinci

BAB VI BILANGAN REAL

BAB VI BILANGAN REAL BAB VI BILANGAN REAL PENDAHULUAN Perluasan dari bilangan cacah ke bilangan bulat telah dibicarakan. Dalam himpunan bilangan bulat, pembagian tidak selalu mempunyai penyelesaian, misalkan 3 : 11. Timbul

Lebih terperinci

BAB 1 PERSAMAAN. a) 2x + 3 = 9 a) 5 = b) x 2 9 = 0 b) = 12 c) x = 0 c) 2 adalah bilangan prima genap d) 3x 2 = 3x + 5

BAB 1 PERSAMAAN. a) 2x + 3 = 9 a) 5 = b) x 2 9 = 0 b) = 12 c) x = 0 c) 2 adalah bilangan prima genap d) 3x 2 = 3x + 5 BAB PERSAMAAN Sifat Sifat Persamaan Persamaan adalah kalimat matematika terbuka yang menyatakan hubungan sama dengan. Sedangkan kesamaan adalah kalimat matematika tertutup yang menyatakan hubungan sama

Lebih terperinci

Induksi Matematika. Bab. Di unduh dari : Bukupaket.com. Kompetensi Dasar Dan Pengalaman Belajar

Induksi Matematika. Bab. Di unduh dari : Bukupaket.com. Kompetensi Dasar Dan Pengalaman Belajar Bab 3 Induksi Matematika Kompetensi Dasar Dan Pengalaman Belajar Kompetensi Dasar 1.1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya 2.1. Menghayati perilaku disiplin, sikap kerjasama, sikap kritis

Lebih terperinci

matematika WAJIB Kelas X PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL K-13 A. PENDAHULUAN

matematika WAJIB Kelas X PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL K-13 A. PENDAHULUAN K-1 Kelas X matematika WAJIB PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi pertidaksamaan linear

Lebih terperinci

BAB IV PERTIDAKSAMAAN. 1. Pertidaksamaan Kuadrat 2. Pertidaksamaan Bentuk Pecahan 3. Pertidaksamaan Bentuk Akar 4. Pertidaksamaan Nilai Mutlak

BAB IV PERTIDAKSAMAAN. 1. Pertidaksamaan Kuadrat 2. Pertidaksamaan Bentuk Pecahan 3. Pertidaksamaan Bentuk Akar 4. Pertidaksamaan Nilai Mutlak BAB IV PERTIDAKSAMAAN 1. Pertidaksamaan Kuadrat. Pertidaksamaan Bentuk Pecahan 3. Pertidaksamaan Bentuk Akar 4. Pertidaksamaan Nilai Mutlak 86 LEMBAR KERJA SISWA 1 Mata Pelajaran : Matematika Uraian Materi

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Riil

Sistem Bilangan Riil Sistem Bilangan Riil Pendahuluan Kalkulus didasarkan pada sistem bilangan riil dan sifat-sifatnya. Sistem bilangan riil adalah himpunan bilangan riil yang disertai operasi penjumlahan dan perkalian sehingga

Lebih terperinci

Hand-Out Geometri Transformasi. Bab I. Pendahuluan

Hand-Out Geometri Transformasi. Bab I. Pendahuluan Hand-Out Geometri Transformasi Bab I. Pendahuluan 1.1 Vektor dalam R 2 Misalkan u = (x 1,y 1 ), v = (x 2,y 2 ) dan w = (x 3,y 3 ) serta k skalar (bilangan real) Definisi 1. : Penjumlahan vektor u + v =

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI ( ) =

II. LANDASAN TEORI ( ) = II. LANDASAN TEORI 2.1 Fungsi Definisi 2.1.1 Fungsi Bernilai Real Fungsi bernilai real adalah fungsi yang domain dan rangenya adalah himpunan bagian dari real. Definisi 2.1.2 Limit Fungsi Jika adalah suatu

Lebih terperinci