BAB III METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

BAB III METODE KAJIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

III. METODOLOGI KAJIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di

III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran

IV. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN. Daerah penelitian adalah wilayah pesisir di Kecamatan Punduh Pidada,

III. METODE KAJIAN. Data kajian ini dikumpulkan dengan mengambil sampel. Kabupaten Bogor yang mewakili kota besar, dari bulan Mei sampai November

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI KAJIAN

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di PT. Amani Mastra yang kantornya terletak di

IV. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN

PERUMUSAN STRATEGI PERUSAHAAN PT X MENGGUNAKAN MATRIKS EVALUASI FAKTOR

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

IV. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

BAB IV METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE KAJIAN A. Pengumpulan data B. Metode Analisis

III. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Sampel

METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian B. Metode Pengumpulan Data 1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian 2. Metode Pengambilan Sampel

A. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

METODOLOGI KAJIAN. deskriptif dengan survey. Menurut Whitney (1960) dalam Natsir (1999), metode

BAB 3 METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di

III. METODE KAJIAN A. Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Pengumpulan data primer melalui survei lapangan, wawancara

IV. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Metode Penentuan Sampel

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE KAJIAN

III. METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV. METODE PENELITIAN. di industri perunggasan khususnya telur ayam ras petelur. AAPS berlokasi di km

IV. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Sampel

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN.. 1

III. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

BAB III METODOLOGI. (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar

III. METODE PENELITIAN

III. METODE KAJIAN A. Pengumpulan Data

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 104 Saran 105 DAFTAR PUSTAKA 106 LAMPIRAN 111 RIWAYAT HIDUP

III. METODE PENELITIAN

Winarti, Jurnal Ilmiah. Danoe Iswanto, Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman ENCLOSUR E Volume 6 No. 2.

IV. METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PROBLEM SOLVING

III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Metode Kerja Pengumpulan Data

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Batu Bara pada ruang

IV. METODE PENELITIAN. (PKPBDD) yang terletak di Jalan Raya Sawangan No. 16B, Pancoran Mas,

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Magang Kegiatan magang ini berlokasi di permukiman Telaga Golf Sawangan, yang terletak di Depok.

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

PERUMUSAN STRATEGI KORPORAT PERUSAHAAN CHEMICAL

3. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

BAB III METODE PENELITIAN

Universitas Bakrie LAMPIRAN

III METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala

III. METODE KAJIAN. B. Pengolahan dan Analisis Data

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu B. Pengumpulan Data

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini meliputi pengertian yang digunakan

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden

BAB III METODE PENELITIAN. Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif

BAB III METODE PENELITIAN. design) kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN

III..METODOLOGI. A. Lokasi dan Waktu Kajian

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar lain adalah bahwa perkembangan investasi baik itu Penanaman Modal Asing maupun Penanaman Modal Dalam Negeri di Kabupaten Bogor antara tahun 2000-2009 memiliki kecenderungan mencapai titik jenuh, sedangkan disisi lain peran konsumsi sebagai unsur PDRB semakin menguat dan pengangguran sebagai indikator makro pembangunan makin meningkat. 3.2. Metode Pengumpulan Data Rancangan jenis dan sumber data untuk membahas tujuan kajian sebagaimana terlihat pada Tabel 7. Data sekunder meliputi data dari KPPOD 2001-2009, Badan Kerjasama penanaman Modal (BKPM), Badan Perizinan Terpadu (BPT) Kabupaten Bogor 2003-2009, Laporan Akhir Bappeda tahun 2009, serta dokumen-dokumen dari instansi/lembaga lain yang terlibat dalam Investasi Daerah di Kabupaten Bogor. Tabel 7 Rancangan Kajian untuk Membahas Tujuan No Tujuan 1 Menganalisis Potensi Ekonomi dan Perkembangan Investasi Swasta Kabupaten Bogor Data Jenis Sumber Data Sekunder Data BKPM 2000-2009, BPS Kabupaten Bogor 2000-2009 Metode Analisis Analisis LQ, Tipologi Klasen dan Statistik Deskriptif 2 Menganalisis tingkat kepentingan variabelvariabel yang mempengaruhi investasi di Kabupaten Bogor dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi Data Primer DPRD Kabupaten Bogor, BPT Kabupaten Bogor, Pengusaha, dan Pakar Analysis Hierarchy Process (AHP) 3 Merumuskan langkah strategis meningkatkan investasi swasta di kabupaten Bogor Data Sekunder, Hasil Pembahasan dan Data Primer BPT Kabupaten Bogor, pakar, pengusaha IFE, EFE, Matriks SWOT dan QSPM

43 Pengumpulan data primer untuk data Analytical Hierarchy Process (AHP) dilakukan melalui kuisioner, serta untuk menambah informasi tentang permasalahan investasi dilakukan pula wawancara tidak terstruktur pada responden yang sama yaitu expert (ahli) yang terlibat langsung dengan investasi di Kabupaten Bogor sebanyak 6 orang terdiri atas pengusaha, Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, Komisi B (bidang ekonomi) DPRD Tk II Kabupaten Bogor, dan Peneliti di Litbang APINDO dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Distribusi Responden AHP No Jenis Responden Jumlah 1. Direktur Eksekutif 1 orang 2. Ketua IWAPI 1 orang 3. Kepala Bidang Penanaman Modal 1 orang 4. Wakil Ketua Komisi B 1 orang 5. Deputi Direktur Mercedes 1 orang 4. Peneliti di Litbang APINDO 1 orang Jumlah 6 orang Sedangkan untuk pengumpulan data primer dalam rangka memformulasikan kebijakan investasi di Kabupaten Bogor dengan menggunakan analisis SWOT, responden terdiri atas pemerintah (Badan perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, pakar dan pengusaha dengan perincian dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Distribusi Responden SWOT No Jenis Responden Jumlah 1. Kepala Bidang Penanaman Modal 1 orang 2. Peneliti di Litbang APINDO 1 orang 4. Staf Bidang Penanaman Modal 1 orang 5. Pengusaha 1 orang Jumlah 4 orang

44 3.3. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data 3.3.1. Analisis Location Quotient (LQ) Analisis LQ digunakan untuk mengetahui prospek pengembangan suatu wilayah yang berbasiskan potensi keunggulan komparatif serta mengidentifikasikan komoditas unggulan yang menjadi sektor basis dan non basis. LQ merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah (Widodo, 2004). Pendekatan ini merupakan perbandingan antara fungsi relatif produksi/ luas areal komoditas j pada tingkat wilayah dengan fungsi relatif produksi/ luas areal komoditas j pada tingkat wilayah yang lebih besar. Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut : LQij = Xij/Xj Xi/X keterangan : Lqij = Index Quotient sektor i di Kabupaten Bogor Xij = jumlah PDRB sektor i di Kabupaten Bogor Xj = total PDRB di Kabupaten Bogor Xi = jumlah PDRB sektor i di Jawa Barat X = total PDRB di Jawa Barat Kriteria penilaian dalam penentuan ukuran derajat basis dan non basis adalah jika nilai indeks LQ > 1 maka komoditas tersebut merupakan komoditas basis (potensial) sedangkan bila nilai indeks LQ 1 maka komoditas yang dimaksud termasuk ke dalam komoditas non basis pada kegiatan perekonomian. 3.3.2. Analisis Tipologi Klassen Analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola pertumbuhan ekonomi daerah (Widodo, 2007). Maka untuk melihat gambaran perkembangan investasi baik PMA dan PMDN suatu daerah maka wilayah diklasifikasikan dilihat pada Tabel 10 sebagai berikut : a. Wilayah yang maju dan tumbuh cepat (Rapid Growth Region)

45 b. Wilayah maju dan tertekan (Retarted Region) c. Wilayah yang sedang tumbuh (Growth Region) d. Wilayah yang relatif tertinggal (Relatively Backward Region) Dalam melakukan analisis perkembangan investasi digunakan dengan melakukan perbandingan antara daerah (kabupaten/kota di Jawa Barat) yang mempunyai rata-rata pertumbuhan investasi dan rata-rata nilai investasi dibandingkan rata-rata pertumbuhan investasi dan rata-rata nilai investasi referensi (Provinsi Jawa Barat). Tabel 10 Klasifikasi Wilayah Berdasarkan Tipologi Klasen Pertumbuhan Rata Rata Xi > X Xi < X gi > g Rapid Growth Region Growth Region gi < g Retarted Region Relatively Backward Region keterangan : Xi = rata-rata nilai investasi kabupaten/kota i di Jawa Barat X = rata-rata nilai investasi seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat gi = rata-rata pertumbuhan investasi kabupaten/kota i di Jawa Barat g = rata-rata pertumbuhan investasi seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat 3.3.3. Analytical Hierarchy Process Langkah-langkah dalam metode AHP yang digunakan dalam kajian ini adalah sebagai berikut: a) Mendefinisikan faktor-faktor yang mempengaruhi daya tarik investasi di Kabupaten Bogor.

46 Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi merupakan hasil dari penelitian KPPOD dalam melaksanakan peringkat daya saing investasi kabupaten/kota di Indonesia. b) Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajerial secara menyeluruh. Berdasarkan Permadi (1992), proses penyusunan hirarki lebih bersifat seni daripada ilmu pengetahuan, maka tidak ada bentuk yang baku untuk memecahkan suatu kasus. Biasanya pembuatan hirarki melihat pada contoh hirarki yang sudah pernah dibuat untuk menyelesaikan suatu kasus, kemudian dengan berbagai modifikasi dibuat hirarki sendiri untuk memecahkan kasusnya. Fokus tujuan pada puncak hierarki (level 1) adalah meningkatkan investasi swasta di Kabupaten Bogor. Pada tingkat berikutnya yang lebih rendah (level 2) ditetapkan pelaku yang mempengaruhi kebijakan iklim investasi di Kabupaten Bogor. Level 3 mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi investasi swasta di Kabupaten Bogor. Sedangkan tingkatan selanjutnya (level 4) merupakan variabel yang mempengaruhi investasi swasta. Struktur hirarki dalam kajian dapat dilihat pada Gambar 4. c) Menetapkan prioritas dan menyusun matriks banding berpasangan Dalam menetapkan prioritas, langkah yang dilakukan adalah membuat perbandingan dari setiap elemen yang berpasangan. Bentuk dari perbandingan berpasangan ini berupa matriks. Dari matriks banding berpasangan dapat diketahui pengaruh setiap elemen yang relevan atas setiap kriteria yang berpengaruh terhadap fokus tujuan. Proses perbandingan berpasangan dimulai pada puncak hirarki lalu pada elemen satu tingkat dibawahnya, dan seterusnya. Untuk melakukan pembandingan digunakan nilai skala banding berpasangan (Tabel 11).

47 Tabel 11 Nilai Skala Banding Berpasangan Intensitas pentingnya 1 3 5 7 9 Definisi Kedua elemen sama pentingnya Elemen yang satu lebih sedikit penting dari elemen yang lain Elemen yang satu sangat penting dari elemen yang lain Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lain Satu elemen mutlak lebih penting dari elemen yang lain Nilai-nilai antara dua 2,4,6,8 pertimbangan yang berdekatan Sumber : Saaty (1993) Penjelasan Dua elemen menyumbangkan sama besar pada sifat itu Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas elemen yang lain Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen yang lain Satu elemen dengan kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek Bukti yang menyokong elemen yang satu atas elemen yang lainnya memiliki tingkat penegasan yang mungkin menguatkan. Kompromi diperlukan diantara dua pertimbangan d) Menghitung Matriks Pendapat Individu Melalui penyebaran kuisioner terhadap stakeholders, maka terkumpul semua pertimbangan dari hasil perbandingan berpasangan antarelemen pada langkah c. Selanjutnya adalah menghitung semua pertimbangan yang didapat dari setiap individu. Prinsip penilaian pada AHP bila terdapat m kriteria yang dibandingkan, maka harus dihasilkan m matriks, setiap sel mempunyai karakteristik sedemikian sehingga; = 1 atau x = 1 Formulasi Matriks Pendapat Individu adalah sebagai berikut: C C C C 1 A = C 1 1... 1 C 1 1 1 Dalam hal ini C, C,, C adalah set elemen pada suatu tingkat keputusan dalam hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan membentuk matriks n x n. Nilai merupakan nilai matriks pendapat hasil komparasi yang mencerminkan nilai kepentingan C terhadap C.

48 e) Menghitung Matriks Pendapat Gabungan Karena jumlah responden tidak hanya satu orang maka disusun Matriks Pendapat Gabungan yang dapat mewakili pertimbangan keseluruhan responden. Tujuan dari penghitungan matriks pendapat gabungan adalah untuk membentuk suatu matriks yang mewakili matriks-matriks pendapat individu yang nilai rasio konsistensinya memenuhi syarat. Metode yang digunakan dapat berupa menggunakan rata-rata hitung atau rata-rata ukur (rata-rata geometrik). Dalam kajian ini metode menghitung matrik pendapat gabungan yang dipakai adalah rata-rata ukur atau rata-rata geometrik dengan asumsi peran setiap responden sama. Berdasarkan Permadi (1992), rumus yang digunakan untuk menghitung rata-rata geometrik adalah sebagai berikut:, dimana: = Penilaian gabungan pada elemen = Penilaian elemen oleh responden ke-i (dalam skala 1/9 9) = Banyaknya Responden Selanjutnya dengan menggunakan perangkat lunak Expert Choice 2000 yang dibuat oleh Expert Choice Inc, nilai gabungan pada masing-masing elemen dimasukkan kembali pada matriks perbandingan berpasangan sehingga diperoleh nilai bobot prioritas (local) dari masing-masing elemen dalam suatu tingkat hirarki. f) Sintesis Untuk memperoleh peringkat prioritas menyeluruh (global) bagi suatu persoalan keputusan, maka dilakukan sintesis pertimbangan sebagaimana yang telah dibuat dalam perbandingan berpasangan dengan cara pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan satu bilangan tunggal yang menunjukkan prioritas setiap elemen. g) Konsistensi Dalam pengambilan keputusan, perlu diketahui tingkat konsistensinya. Konsistensi sampai pada tingkatan tertentu diperlukan untuk memperoleh hasil

49 yang optimal dengan keadaan di dunia nyata. AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui suatu rasio konsistensi. Nilai rasio konsistensi paling tinggi adalah 10 persen, jika lebih maka pertimbangan yang telah dilakukan perlu diperbaiki. Dalam pendekatan AHP ini dikenal dua jenis bobot setiap eleman, yakni bobot lokal dan bobot global. a. Bobot lokal adalah bobot pengaruh setiap elemen dalam satu level terhadap level di atasnya. Yaitu bobot pengaruh faktor (level ke-3) terhadap sasaran yang hendak dicapai (level ke-1) dan bobot variabel (level ke-4) terhadap faktornya (level ke-3). b. Bobot global adalah bobot pengaruh setiap variabel terhadap tujuan (Indeks Daya Saing Investasi Daerah). Untuk faktor tidak dikenal bobot lokal dan bobot global, karena faktor berada pada level ke-2 sehingga bobot lokal faktor sama dengan bobot globalnya). Bobot global variabel diperoleh dari hasil perkalian antara bobot lokal suatu variabel dengan bobot faktornya. Artinya bahwa dengan diketahui bobot lokal setiap elemen hirarki akan dapat dihitung bobot global dari masing-masing elemen. Cara Penghitungan : Bobot Global Variabel = Bobot Lokal Variabel x Bobot Faktor Contoh 1: Bobot Global Variabel Kepastian Hukum = Bobot Lokal Variabel Kepastian Hukum x Bobot Faktor Kelembagaan Dari dua hasil penelitian yang dilakukan KPPOD dan Bank Dunia, setelah dilakukan diskusi dengan beberapa narasumber dari Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, Kadin Kabupaten Bogor dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten Bogor, maka untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi di Kabupaten Bogor maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan menjadikan setiap indikator langsung mempengaruhi faktornya sehingga variabel sebagai pengklasifikasian dibawah hierarki faktor ditiadakan dalam penelitian ini,

50 hal tersebut dilakukan agar penelitian ini lebih mudah dipahami dan mampu mengungkapkan permasalahan lebih detail. Berdasarkan hasil diskusi juga terdapat penambahan pada kerangka AHP dari KPPOD yaitu dengan penambahan variabel akses tol dan kawasan industri pada faktor infrastruktur, sedangkan pada faktor ekonomi ditambahkan harga lahan, dengan alasan indikator tersebut punya pengaruh besar pada investasi di Kabupaten Bogor. 3.4. Metode Perumusan Strategi dan Program Dalam menyusun strategi peningkatan investasi di Kabupaten Bogor dilakukan dengan melalui tiga tahap analisis, yaitu tahap masukan, tahap analisis, dan tahap keputusan atas faktor yang mempunyai bobot paling tinggi dan dengan melibatkan pelaku investasi yang paling berpengaruh berdasarkan hasil Analytic Hierachy Proccess (AHP). Setelah dilakukan penetapan strategi, maka selanjutnya melakukan perancangan program sesuai dengan visi-misi-tujuan Kabupaten Bogor. Kerangka formulasi strategi untuk perumusan strategi dan program penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 17. Gambar 17 Kerangka Kerja Analisis Perumusan Strategi Peningkatan Investasi 1. Evaluasi Faktor Eksternal (EFE External Factor Evaluation) Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) digunakan untuk mengevaluasi faktorfaktor eksternal lembaga. Faktor eksternal menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial budaya, demografi, teknologi, hukum dan faktor lingkungan berupa lingkungan usaha industri, pasar, serta data eksternal relevan lainnya. Faktor eksternal berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap

51 lembaga. Hasil analisis eksternal digunakan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang ada serta seberapa baik strategi yang telah dilakukan selama ini. Tahapan kerja pada penyusuan Evaluasi Faktor Eksternal adalah sebagai berikut : a. Menyusun daftar critical success factors untuk aspek eksternal yang mencakup peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan melibatkan beberapa responden. b. Menentukan derajat kepentingan relatif setiap faktor internal (bobot). Penentuan bobot faktor internal dilakukan dengan memberikan penilaian atau pembobotan angka pada masing-masing faktor. Penilaian angka pembobotan adalah sebagai berikut: 2 jika faktor vertikal lebih penting dari faktor horizontal, 1 jika faktor vertikal sama pentingnya dengan faktor horizontal, dan 0 jika faktor vertikal kurang penting daripada faktor horizontal. Untuk mendapatkan bobot nilai, tiap faktor dibagi dengan total nilai dari analisis internal. Jumlah seluruh bobot adalah 1. c. Memberi peringkat (rating) 1 sampai 4 pada peluang dan ancaman untuk menunjukkan seberapa efektif strategi mampu merespon faktor-faktor eksternal yang berpengaruh tersebut. Angka 1 menunjukkan respon jelek, 2 respon ratarata, 3 respon diatas rata-rata, dan 4 respon sangat bagus. d. Menentukan nilai yang dibobot (skor tertimbang) dengan cara mengalikan bobot dengan peringkat (rating). e. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. Skor total 4.0 mengindikasikan bahwa lembaga merespon dengan cara yang luar biasa terhadap peluang-peluang yang ada dan menghindari ancaman-ancaman di pasar industrinya. Sementara itu, skor total sebesar 1.0 menunjukkan bahwa lembaga tidak memanfaatkan peluang-peluang yang ada atau tidak menghindari ancaman-ancaman eksternal. Matriks evaluasi faktor eksternal tersaji pada Tabel 12.

52 Tabel 12 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal No. Faktor Eksternal Bobot 1. Peluang...... 2. Ancaman...... 2. Evaluasi Faktor Internal (IFE Internal Factor Evaluation) Evaluasi Faktor Internal (IFE) digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal lembaga berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Terdapat lima langkah dalam pengembangan matriks EFE Tahapan kerja pada penyusunan Evaluasi Faktor Internal adalah sebagai berikut (David, 2004) : a. Menyusun daftar critical success factors untuk aspek internal kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses) dengan melibatkan beberapa responden. b. Menentukan derajat kepentingan relatif setiap faktor internal (bobot). Penentuan bobot faktor internal dilakukan dengan memberikan penilaian. atau pembobotan angka pada masing-masing faktor. Penilaian angka pembobotan adalah sebagai berikut: 2 jika faktor vertikal lebih penting dari faktor horizontal, 1 jika faktor vertikal sama pentingnya dengan faktor horizontal, dan 0 jika faktor vertikal kurang penting daripada faktor horizontal. Untuk mendapatkan bobot nilai, tiap faktor dibagi dengan total nilai dari analisis internal. Jumlah seluruh bobot adalah 1. c. Memberikan skala rating (peringkat) 1 sampai 4 untuk setiap faktor untuk menunjukkan apakah faktor tersebut mewakili kelemahan utama/ sangat lemah (peringkat = 1), kelemahan kecil/ agak lemah (peringkat = 2), kekuatan kecil/ agak kuat (peringkat = 3), dan kekuatan utama/ sangat kuat (peringkat = 4). d. Mengalikan bobot dengan rating (peringkat) dari masing-masing faktor untuk menentukan nilai skornya. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. Nilai rata-rata adalah 2.5. Jika nilainya dibawah 2.5 menunjukkan bahwa secara internal, lembaga adalah lemah. Sedangkan nilai yang lebih besar dari

53 2.5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Matriks Evaluasi Faktor Internal tersaji dalam Tabel 13. Tabel 13 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal No. Faktor Internal Bobot 1. Kekuatan...... 2. Kelemahan...... 3. Matrik SWOT Analisis SWOT merupakan alat untuk memaksimalkan peranan faktor yang bersifat positif, meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul. Hasil analisis SWOT adalah berupa sebuah matriks yang terdiri atas empat kuadran. Masing-masing kuadran merupakan perpaduan strategi antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Secara lengkap matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Matriks SWOT Faktor Internal Faktor Eksternal Opportunities (O) Threats (T) Strengths (S) Strategi S-O Menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi S-T Menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Weaknesses (W) Strategi W-O Meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Strategi W-T Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

54 Menurut David (2004) langkah-langkah dalam menyusun matriks SWOT adalah sebagai berikut: 1) Mendaftar peluang eksternal 2) Mendaftar ancaman eksternal 3) Mendaftar kekuatan internal 4) Mendaftar kelemahan internal 5) Memadukan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel S-O. 6) Memadukan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasilnya ke dalam sel W-O. 7) Memadukan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel S-T. 8) Memadukan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasilnya pada sel W-T. 4. Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM) Selain membuat peringkat strategi memperoleh daftar prioritas, hanya ada satu teknik analisis dalam literatur yang dirancang untuk menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif yang dapat dijalankan. Teknik tersebut adalah Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM) yang merupakan tahap 3 dari kerangka analitis perumusan strategi. QSPM menggunakan masukan dari analisis tahap 1 dan hasil-hasil pencocokan dari analisis tahap 2 untuk memutuskan secara objektif strategi alternatif yang dapat dijalankan. Bentuk dasar QSPM tersaji pada Tabel 15.

55 Tabel 15 Matriks Analisis QSPM No Faktor-Faktor Kunci Bobot Strategi 1 Strategi 2 Faktor-Faktor Kunci Eksternal 1.... 2.... Faktor-Faktor Kunci Internal 1.... 2....