ANALISIS MORFOLOGI DAN SITOLOGI TANAMAN BUAH NAGA KULIT KUNING (Selenicereus egalanthus) Skripsi Untuk eenuhi sebagian persyaratan Guna eperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Progra Studi Agronoi Oleh : Ari Setyowati H 0103005 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008
Analisis orfologi dan sitologi tanaan buah naga kulit kuning (Selenicereus egalanthus) Yang dipersiapkan dan disusun oleh : Ari Setyowati H 0103005 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal :... dan dinyatakan telah eenuhi syarat Susunan Ti Penguji Ketua Anggota I Anggota II Ir. Sukaya, MS. NIP. 131 626 782 Dr. Ir. Endang Yuniastuti, MSi. NIP. 132 085 921 Ir. Sri Hartati, MP. NIP. 130 814 807 Surakarta, Oktober 2008 Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS NIP. 131 124 609 KATA PENGANTAR ii
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah elipahkan segala rahat dan hidayah-nya sehingga Penulis dapat enyelesaikan rangkaian penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Analisis Morfologi dan Sitologi Tanaan Buah Naga Kulit Kuning (Selenicereus egalanthus) ini dengan baik. Penulis enyadari bahwa dala penulisan dan penyusunan skripsi ini dapat berjalan baik karena adanya bibingan, bantuan, dan pengarahan berbagai pihak. Oleh sebab itu, Penulis engucapkan teria kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ir. Wartoyo S. P., MS selaku Ketua Jurusan Agronoi Fakultas Pertanian Universitas Sebalas Maret Surakarta. 3. Ir. Sukaya, MS. selaku Dosen Pebibing Utaa. 4. Dr. Ir. Endang Yuniastuti, MSi. selaku Dosen Pebibing Pendaping. 5. Ir. Sri Hartati, MP. selaku Dosen Pebahas. 6. Ir. Aalia Tetrani Sakya, MS. MPhil selaku Dosen Pebibing Akadeik. 7. DIPA UNS yang telah ebiayai penelitian. 8. Seua pihak yang telah ebantu dei kelancaran penulisan skripsi ini. Penulis enyadari bahwa skripsi ini asih jauh dari sepurna. Untuk itu kritik dan saran yang ebangun penulis harapkan dei perbaikan. Akhir kata, seoga skripsi ini dapat beranfaat bagi para pebaca pada uunya dan penulis pada khususnya. Surakarta, Oktober 2008 Penulis DAFTAR ISI iii
HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii RINGKASAN... viii SUMMARY... ix I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Peruusan Masalah... 2 C. Tujuan Penelitian... 3 D. Hipotesis... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaan Buah Naga... 4 B. Susunan Genetik... 6 III. METODE PENELITIAN A. Tepat dan Waktu Penelitian... 9 B. Bahan dan Alat Penelitian... 9 1. Bahan... 9 2. Alat... 9 C. Rancangan Penelitian... 9 1.Morfologi... 9 2. Sitologi... 9 D. Tata Laksana Penelitian... 10 1. Peilihan Lokasi... 10 2. Pengaatan Morfologi... 10 a. Morfologi Akar... 10 b. Morfologi Batang... 10 c. Morfologi Buah... 11 iv
d. Morfologi Biji... 12 3. Pebibitan...... 12 3. Pebuatan preparat... 12 4. Pengaatan Krooso... 13 a. Julah krooso... 13 b. Ukuran krooso... 13 c. Bentuk krooso... 14 d. Kariotipe... 14 E. Metode Analisis Data... 14 1.Morfologi... 14 2. Sitologi... 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi... 15 B. Deskripsi Akar... 15 C. Deskripsi Batang... 16 D. Deskripsi Buah... 17 E. Deskripsi Buah... 19 F. Julah krooso... 19 G. Ukuran krooso... 20 H. Bentuk krooso... 21 I. Kariotipe... 22 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesipulan... 24 B. Saran... 24 DAFTAR PUSTAKA... 25 LAMPIRAN... 27 v
DAFTAR GAMBAR Noor Judul Halaan 1. Batang Buah Naga Kulit Kuning (Selenicereus egalanthus)... 17 2. Buah Selenicereus egalanthus... 18 3. Krooso Buah Naga Kulit Kuning (Selenicereus egalanthus)... 20 4. Kariotipe Buah Naga Kulit Kuning (Selenicereus egalanthus)... 22 3. Idiogra Buah Naga Kulit Kuning (Selenicereus egalanthus)... 23 vi
DAFTAR LAMPIRAN Noor Judul Halaan 1. Tanaan Buah Naga Kulit Kuning (Selenicereus egalanthus)... 28 2. Gabar Bahan dan Alat Yang Digunakan dala Pengaatan Krooso Tanaan Buah Naga Kulit Kuning (Selenicereus egalanthus)... 29 3. Ukuran dan Bentuk Krooso Tanaan Buah Naga Kulit Kuning (Selenicereus egalanthus)... 30 4. Rekapan Data Pengaatan Morfologi Tanaan Buah Naga Kulit Kuning (Selenicereus egalanthus)... 31 vii
ANALISIS MORFOLOGI DAN SITOLOGI TANAMAN BUAH NAGA KULIT KUNING (Selenicereus egalanthus) Ari Setyowati H 0103005 RINGKASAN Buah naga erupakan salah satu buah tropis yang sangat potensial untuk dikebangkan. Inforasi akan karakter orfologi dan sitologi tanaan buah naga asih sedikit dan sederhana sehingga perlu dilakukan analisis orfologi dan sitologi. Analisis orfologi dan sitologi enghasilkan inforasi yang berguna untuk endukung progra peuliaan tanaan buah naga. Penelitian ini bertujuan untuk epelajari karakter orfologis dan sitologis (kariotipe) pada tanaan buah naga kulit kuning (S. egalanthus). Penelitian ini engabil sapel dari Agrowisata Kusuo Wanadri Pantai Glagah Indah, Yogyakarta. Identifikasi krooso dilaksanakan di Laboratoriu Peuliaan Tanaan Fakultas Pertanian UNS. Penelitian dilaksanakan pada bulan Deseber 2006 sapai Juni 2008. Metode yang digunakan adalah pengaatan survei di lapangan dan etode squashing dengan pra perlakuan dala air selaa 24 ja pada suhu 5-8ºC, fiksasi dala larutan asa asetat 45% selaa 2 ja pada suhu 5-8ºC, hidrolisis dala larutan HCl 1 N selaa 3-4 enit pada suhu 60ºC, pewarnaan dala larutan aceto orcein 2% selaa 24 ja pada suhu 5-8ºC, dan squashing (peencetan). Data orfologis dan sitologis dianalisis dan disajikan secara deskriptif. Morfologi tanaan S. egalanthus adalah akar berbentuk benang berwarna putih kekuningan dengan siste perakaran tanaan serabut. Batangnya adalah batang basah yang licin dan bersegi dengan tepi cekung. Buah berbentuk lonjong dikelilingi duri-duri pendek, kulit buah berwarna kuning, dan warna daging buah putih. S. egalanthus eiliki julah krooso tetraploid 2n = 4X = 44 dengan panjang krooso berkisar 2 + 0,098 µ sapai dengan 4,75 + 0,98 µ.. Ruus kariotip krooso S. egalanthus 2n = 4X = 44 = 40 + 4 s. Kata kunci : orfologi, Selenicereus egalanthus, sitologi. viii
THE MORPHOLOGY AND CYTOLOGY ANALYSIS OF YELLOW SKIN DRAGON FRUIT (Selenicereus egalanthus) Ari Setyowati H 0103005 SUMMARY Dragon fruit is one of tropical fruit which is potential to be developed. The inforation of dragon fruit s orphology and cytology character is quite little and siple so it need to do orphology and cytology analysis. The orphology and cytology analysis give the useful inforation to support the dragon fruit breeding progra. This research ais to study the orphology character and cytology (caryotipe) of yellow skin dragon fruit (S. egalanthus). It was took saple fro Agrowisata Kusuo Wanadri Pantai Glagah Indah, Yogyakarta. Identification of chroosoe conducted at Plants Breeding Laboratory of Agriculture Faculty UNS. It was conducted fro Deceber 2006 until June 2008. The ethod that was used is field research survey and squash ethod with pretreatent in cold water for 24 hours at 5 8 0 C, fixation with asetat glacial 45% for 2 hours 5 8 0 C, hydrolysis with HCL 1 N for 3-4 inutes 60 0 C and stainning with aceto-orcein 2% for 24 hours 5 8 0 C. The orphology and cytology data was analysed and presented descriptively. The orphology of S. egalanthus is that the root has a thread shape which is colour is white yellowish with a fibrous root syste. The ste is wet, slippery and angular with convect side. The fruit is oval surrounded by short thorns, fruit s skin is yellow, and the flesh of fruit is white. S. egalanthus has a tetraploid chroosoe 2n = 4X = 44 which is length around 2 + 0,098 µ to 4,75 ± 0,098 µ. The chroosoe caryotipe forula of S. egalanthus 2n = 4X = 44 = 40 + 4s. Keywords: orphology, Selenicereus egalanthus,cytology. ix
ANALISIS MORFOLOGI DAN SITOLOGI TANAMAN BUAH NAGA KULIT KUNING (Selenicereus egalanthus) Oleh : ARI SETYOWATI H 0103005 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008 x
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaan buah naga yang berasal dari Aerika Tengah dan Selatan belu banyak dibudidayakan. Tanaan ini baru dibudidayakan secara intensif di beberapa negara seperti: Israel, Colobia, Nikaragua, Vietna, Thailand, Cina, dan Australia (Lichtenzveig, et. al., 2000). Tanaan buah naga juga disebut sebagai dragon fruit karena buahnya eiliki jubai yang enyerupai sisik naga. Tanaan ini eiliki ciri-ciri bentuk pohon yang erabat dengan duri-duri yang tubuh di sepanjang sulur dan akan terlihat unik terlebih jika telah uncul buah pada sulursulurnya. Pada awalnya, tanaan ini hanya dianfaatkan sebagai tanaan hias. Akan tetapi, setelah diketahui bahwa buahnya enak diakan keudian ulai diusahakan pebudidayaannya sebagai tanaan buah. Buah naga dapat dikonsusi dala bentuk segar aupun olahan. Menurut Kristanto (2003), buah naga epunyai kandungan air yang sangat tinggi sekitar 90,20 % dari berat buah. Rasanya cukup anis karena gula dala buah yang cukup tinggi. Selain dibudidayakan sebagai tanaan buah, buah naga juga dibudidayakan sebagai tanaan obat karena eiliki khasiat untuk kesehatan anusia. Khasiat tersebut antara lain: sebagai penyeibang gula darah, pencegah kanker usus, pelindung kesehatan ulut, pengurang kolestrol, pencegah pendarahan, dan dan obat keluhan keputihan. Tanaan ini ulai dikenal dan dibudidayakan di Indonesia pada tahun 2000. Meskipun deikian, perkebangan budidaya tanaan ini sangat labat, padahal kondisi ikli Indonesia sangat endukung untuk pengebangan tanaan ini. Pada tahun 2006 baru ada beberapa daerah yang ebudidayakan tanaan ini yaitu Malang, Kediri, Tawangangu, Searang, dan Kulon Progo dengan luas pertanaan yang beraga. Beberapa tahun terakhir ini, setelah diketahui bahwa buah naga berkhasiat obat, usaha budidaya buah naga terus dilakukan karena sangat enguntungkan. Meskipun deikian, pebudidayaan buah naga kulit kuning asih jarang dilakukan. 1 xi
Buah naga kulit kuning enghendaki lingkungan tubuh di daerah dataran tinggi, berbeda dengan buah naga jenis lain yang dapat dibudidayakan di dataran rendah. Pengenalan tanaan buah naga berdasarkan karakter orfologi dan sitologi akan sangat endukung keberhasilan progra peuliaan tanaan buah naga. Akan tetapi, sapai dengan saat ini pengetahuan akan karakter orfologi dan sitologi tanaan buah naga asih sedikit dan sederhana. Dengan engetahui secara pasti karakter orfologi dan sitologi suatu tanaan, aka dapat diketahui inforasi genetik suatu tanaan sehingga dapat dicari etode yang tepat untuk pengebangan dan pebudidayaannya. Buah naga yang dibudidayakan di Indonesia ada 2 genus yaitu Hylocereus dan Selenicereus. Buah naga yang dibudidayakan adalah buah naga dari genus Hylocereus yaitu H. undatus (daging buah putih), H. polyrhizus (daging buah berwarna erah tua), dan H. costaricensis (daging buah berwarna erah uda) yang seuanya erupakan tanaan diploid dengan 2N = 2X = 22. Sedangkan genus Selenicereus yang dibudidayakan adalah S. egalanthus yang erupakan tanaan tetraploid 2N = 4X = 44. Meski sudah diketahui ploidinya naun belu diketahui kariotipenya. B. Peruusan Masalah Deskripsi engenai tanaan buah naga ini asih sederhana dan asih didasarkan pada penapilan orfologinya saja. Oleh sebab itu, hasil yang diperoleh asih belu akurat. Deskripsi berdasarkan fenotip saja akan eberikan hasil yang berbeda-beda karena perbedaan lingkungan tubuhnya. Penapilan fenotip suatu tanaan dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetik serta interaksi antara keduanya. Deskripsi berdasarkan analisis sitologi diharapkan dapat eberikan inforasi yang akurat engenai sifat genetik suatu tanan sehingga akan eperudah pelaksanaan progra peuliaan tanaan. Berdasarkan uraian tersebut di atas aka asalah yang akan diangkat dala penelitian ini yaitu: xii
1. Hubungan atau kesesuaian antara sifat orfologi dengan krooso yang diaati. 2. Pola kariotipe tanaan buah naga kulit kuning (Selenicereus egalanthus). C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk epelajari karakter orfologis dan sitologis (kariotipe) pada tanaan buah naga kulit kuning (Selenicereus egalanthus). D. Hipotesis 1. Ada hubungan antara sifat orfologi dan krooso. 2. Julah krooso buah naga kulit kuning (Selenicereus egalanthus) 2n = 4X = 44 yang pada kariotipe tetraploid. xiii
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaan Buah Naga Jenis buah naga ada epat aca, pertaa buah naga daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging erah (Hylocereus polyrhizus), buah naga daging super erah (Hylocereus costaricensis), dan buah naga kulit kuning daging putih (Selenicereus egalanthus). Buah jenis ini bercitarasa anis bercapur asa segar, epunyai sisik atau jubai kehijauan di sisi luar, serta kadar keanisannya tergolong rendah dibandingkan buah naga jenis lain, yakni 10-13 briks (Anoni, 2008a). Buah naga berkulit kuning daging putih (Selenicereus egalanthus) eiliki taksonoi sebagai berikut: Divisi : Magnoliophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Caryophyllales Faili : Cactaceae Genus : Selenicereus Spesies : Selenicereus egalanthus (Anoni, 2008b). Sebagai salah satu anggota faili Cactaceae, tanaan buah naga tidak eerlukan persyaratan tubuh yang ruit. Tanaan buah naga dapat tubuh baik tubuh baik pada tanah yang relatif kurang subur (bahkan pada tanah berbatu), pada tanah yang bereaksi relatif asa sapai pada tanah bergara dan tahan terhadap kekurangan air. Tanaan buah naga dapat tubuh baik pada kondisi air tanah endekati titik layu (wilting point). Di Aerika Tengah, tanaan buah naga ditana di antara tanaan pohon. Hal ini erupakan indikator bahwa tanaan buah naga erupakan salah satu tanaan yang tahan terhadap naungan. Di Israel, untuk dapat tubuh dengan baik bahkan tanaan ini eerlukan naungan 30-60%. Tanaan buah naga juga tahan terhadap fluktuasi teperatur yang sangat tinggi. Tanaan asih dapat tubuh dan berbuah baik pada kisaran teperatur 8-38º C. Tanaan 4 xiv
akan engalai kerusakan pada teperatur lebih dari 39º C, pebungaan terhabat (Soelistyari et. al., 2006). Tanaan buah naga perakarannya bersifat epifit, yaitu erabat dan enepel pada batang tanaan lain. Akar tanaan ini sangat tahan kekeringan dan tidak tahan dengan genangan yang cukup laa. Akar tanaan buah naga tidak terlalu panjang dan terbentuk akar cabang. Dari akar cabang tubuh akar rabut yang sangat kecil, lebut, dan banyak (Kristanto, 2003). Batang tanaan buah naga engandung air dala bentuk lendir dan berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Batang berukuran panjang dan bentuknya segitiga dengan warna hijau kebiru-biruan atau ungu. Pada batang ini banyak tubuh cabang diana batang dan cabang tersebut berfungsi sebagai daun dala proses asiilasi. Batang dan cabang ditubuhi duri-duri yang keras tetapi sangat pendek sehingga tidak encolok. Letak duri tersebut pada tepi batang aupun cabang (Kristanto, 2003). Bunga tanaan buah naga terletak pada sulur batang, berbentuk teropet, dan berwarna putih. Susunan bunga erupakan susunan bunga ajeuk. Buahnya berbentuk bulat panjang dan lonjong serta berdaging warna erah dan sangat tebal. Letak buah pada uunya endekati ujung cabang atau batang. Pada batang atau cabang dapat tubuh lebih dari 1 buah, terkadang bersaaan atau berhipitan. Ketebalan kulit buah 2-3 c dan pada perukaan kulit buah terdapat jubai atau jabul berukuran 1-2 c. Biji buah naga berbentuk bulat berukuran kecil dan berwarna hita. Kulit biji sangat tipis tetapi keras (Kristanto, 2003). Buah kaktus adu (buah naga) cukup kaya dengan berbagai zat vitain dan ineral yang dapat ebantu eningkatkan daya tahan tubuh. Penelitian enunjukkan buah naga erah sangat baik untuk siste peredaran darah. Buah naga juga dapat untuk engurangi tekanan eosi dan enetralkan toksik dala darah. Penelitian juga enunjukkan buah ini dapat encegah kanker usus, selain engandung kolestrol yang rendah dala darah dan pada waktu yang saa enurunkan kadar leak dala tubuh. Secara keseluruhan, setiap buah naga erah engandung protein yang apu xv
engurangi etabolise badan dan enjaga kesehatan jantung; serat (encegah kanker usus, kencing anis, dan diet); karotin (kesehatan ata, enguatkan otak, dan encegah penyakit); kalsiu (enguatkan tulang); dan fosferos. Buah naga juga angandung zat besi untuk enabah darah; vitain B1 (engawal kepanasan badan); vitain B2 (enabah selera); vitain B3 (enurunkan kadar kolestrol); dan vitain C (Zain, 2006). B. Susunan Genetik Deskripsi tanaan yang hanya didasarkan penapilan fenotip saja akan eberikan hasil yang berbeda-beda. Untuk eperudah pengebangan peuliaan tanaan aka diperlukan juga deskripsi tanaan berdasarkan analisis sitologinya. Pengaatan sifat berdasarkan uji sitologis tersebut akan sangat diperlukan untuk eberikan inforasi yang akurat engenai sifat genetik pada suatu tanaan (Akagi, et. al., 1996). Uji sitologis sangat diperlukan dala usaha peuliaan tanaan karena dengan pengaatan sitologis tersebut, inforasi sifat genetik (berdasarkan julah, ukuran dan susunan kroosonya) dapat lebih akurat (Stent, 1978). Menurut Crowdrer (1986), krooso erupakan benda-benda halus berbentuk batang panjang atau pendek dan lurus atau bengkok serta berfungsi sebagai pebawa bahan keturunan atau ateri genetik. Krooso erupakan bentukan akroolekul besar yang euat DNA yang ebawa inforasi genetika dala sel biologi. DNA dapat terpaket dala satu atau lebih krooso. Sebuah krooso (dala bahasa Yunani chroa = warna dan soa = badan) adalah sebuah potongan DNA yang sangat panjang dan berkelanjutan, yang terdapat banyak gen unsur regulator dan sekuens nukleotida lainnya. Selaa itosis (pebelahan sel), krooso terkondensasi dan disebut krooso etafase. Hal ini enyebabkan asing-asing krooso dapat diaati elalui ikroskop optik. Setiap krooso eilki dua lengan, yang pendek disebut dengan lengan p (dari bahasa Perancis petit yang berarti kecil) dan lengan yang panjang lengan q (q engikuti p dala alpabet) (Anoni, 2008c). xvi
Struktur krooso dapat dilihat sangat jelas pada fase-fase tertentu waktu pebelahan nukleus pada saat ereka bergulung. Setiap krooso dala geno biasanya dapat dibedakan satu dengan lainnya oleh beberapa kriteria, terasuk panjang relatif krooso, posisi suatu struktur yang disebut sentroer yang ebagi krooso dala dua tangan yang panjangnya berbeda-beda, kehadiran dan posisi bidang (area) yang ebesar yang disebut tobol (knob) atau krooer, adanya perpanjangan halus pada terinal dari aterial kroatin yang disebut satelit dan sebagainya (Stansfield, 1991). Krooso-krooso itu berbeda ukuran besarnya dan dala posisi dari sentroer-sentroernya sekalipun kedua anggota dari setiap pasangan hoolog adalah dala strukturnya. Ukuran besarnya dan posisi sentroer ebantu untuk ebedakan satu krooso dengan yang lain (Apandi, 1992). Eery (1983) berpendapat bahwa sentroer bertanggung jawab untuk gerakan krooso pada pebelahan inti sel. Setiap krooso tidak hanya berbeda dala letak sentroernya tetapi juga dala panjang totalnya. Suatu krooso dengan sentroer edian (etasentris) akan epunyai tangan-tangan dengan ukuran yang kira-kira saa. Krooso yang subetasentris atau akrosentris epunyai tangan-tangan yang jelas ukurannya tidak saa. Jika sentroer suatu krooso berada di atau dekat sekali dengan salah satu ujung krooso disebut telosentris. Setiap krooso dari geno (dengan pengecualian krooso-krooso seks) diberi noor secara berurutan enurut panjangnya, diulai pertaa kali dengan krooso yang paling panjang (Stansfield, 1991). Pertelaan lengkap seua diiliki oleh suatu tipe sel enyusun kariotipenya dan kariotipe biasanya dipersiapkan dengan peotongan asingasing pasangan kroatid dari suatu fotograf dan engaturnya dala deretan enurut ukurannya. Kariotipe itu berguna karena dapat eungkinkan pengenalan yang cepat terhadap penyipangan pada julah atau orfologi krooso. Kariotipe juga berfungsi untuk enentukan hubungan evolusi antara jenis-jenis yang berbeda (Adisoearto, 1988). xvii
Menurut Apandi (1992), kariotipe erupakan gabaran dari seua krooso aktual yang diteukan dala sebuah sel. Kariotipe selalu diperlihatkan dengan krooso-krooso yang enjadi dua, sebab kita bisa eberi gabaran engenai krooso-krooso hanya setelah krooso itu enjadi dua dan elingkar pada pebelahan sel. Krooso dapat diperlihatkan dengan teknik pengecatan khusus hanya selaa waktu inti sel sedang ebelah. Ini disebabkan karena krooso pada saat itu enebal dan eendek serta lebih banyak enyerap zat warna dibanding dengan inti sel yang sedang dala keadaan istirahat (Eery, 1983). Menurut Apandi (1992), prosedur pewarnaan odern eproduksi pewarnaan yang tidak erata, enghasilkan jalur-jalur/garisgaris terang dan gelap. Pola bergaris-garis dari krooso individual yang diteukan adalah unik dan konsisten. Hal ini digunakan untuk engenali (identifikasi) pasangan-pasangan hoolog. Pengaatan krooso paling sering enggunakan etode squash atau etode pencet yaitu suatu etode untuk endapatkan preparat dengan cara eencet suatu potongan jaringan atau suatu organise secara keseluruhan. Dengan deikian, didapat suatu preparat yang enyebar sehingga dapat diaati di bawah ikroskop. Dala pebuatan preparat ini diusahakan agar sel-sel terpisah satu saa lain, tetapi tidak kehilangan bentuk aslinya dan tersebar dala suatu lapisan di atas gelas benda, sehingga eperudah dala pengaatan bagian-bagian sel. Metode ini banyak dipakai di dala laboratoriu botani (Suntoro, 1983). xviii
III. METODE PENELITIAN A. Tepat dan Waktu Penelitian Penelitian ini engabil sapel dari Agrowisata Kusuo Wanadri Pantai Glagah Indah, Dusun Bebekan, Teon, Kulon Progo, Yogyakarta. Identifikasi krooso dilaksanakan di Laboratoriu Peuliaan Tanaan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan Deseber 2006 sapai Juni 2008. B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan Bahan yang digunakan dala penelitian ini antara lain yaitu : a. Tanaan buah naga kulit kuning (Selenicereus egalanthus). b. Larutan aceto-orcein 2%, aquadest, asa asetat 45%, larutan HCl 1N, tisu, kertas label, dan cat kuku. 2. Alat Pot, cutter, flakon, pinset, pensil, gelas preparat, gelas penutup, oven, refrigerator (alari pendingin), ikroskop cahaya, dan ikroskop foto. C. Rancangan Penelitian 1. Morfologi Penelitian orfologi dilaksanakan dengan etode pengaatan survei di lapangan. Survei pada dasarnya ditujukan untuk engetahui kondisi di lokasi penelitian terasuk di dalanya elakukan pengaatan faktorfaktor lingkungan dan identifikasi tanaan buah naga. Pengabilan sapel sejulah 5 tanaan dilakukan secara acak (rando sapling). 2. Sitologi xix
Penelitian sitologi dilaksanakan dengan etode squashing (peencetan) yaitu suatu etode untuk endapatkan preparat dengan cara eencet suatu potongan jaringan atau suatu organise secara keseluruhan. Dengan deikian, didapat suatu preparat yang enyebar sehingga dapat diaati di bawah ikroskop. D. Tata Laksana Penelitian Penelitian ini dilaksanakan elalui 9 tahap-tahap sebagai berikut : 1. Peilihan Lokasi Penentuan lokasi sebagai tepat pengabilan sapel (bahan) identifikasi orfologi dilakukan secara sengaja (purpossive). Lokasi tersebut yaitu Agrowisata Kusuo Wanadri Pantai Glagah Indah, Dusun Bebekan, Teon, Kulon Progo, Yogyakarta. Identifikasi krooso dilaksanakan di Laboratoriu Fisiologi dan Bioteknologi Tanaan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Pengaatan Morfologi Pengaatan sifat orfologi engabil sapel tanaan sejulah 5 tanaan secara acak. Variabel-variabel yang diaati didasarkan pada orfologi tanaan yang dinyatakan oleh Tjitrosoepoo (2003). Variabelvariabel tersebut eliputi sifat akar, batang, buah, dan biji. a. Morfologi Akar 1) Julah akar (banyak sedikitnya) diaati berdasarkan banyaknya akar yang tubuh (sangat sedikit, sedikit, sedang, banyak, atau sangat banyak). 2) Bentuk akar, pengaatan dilakukan dengan engaati bentuk akar tanaan, apakah akar tanaan berbentuk tobak (fusiforis), berbentuk gasing (napiforis), atau berbentuk benang (filiforis). 3) Ada tidaknya rabut akar diaati berdasarkan banyaknya rabut akar yang tubuh (tidak ada, sedikit, sedang, banyak, atau banyak sekali). 4) Warna akar (putih, putih kekuningan, kuning, atau warna lain). xx
5) Siste perakaran, pengaatan dilakukan dengan engaati siste perakarannya apakah terasuk siste akar tunggang atau siste akar serabut. b. Morfologi Batang 1) Jenis batang, pengaatan dilakukan dengan engaati apakah batang terasuk jenis batang basah (herbaceus), batang berkayu (lignosus), batang ruput (calus), atau batang endong (calaus). 2) Bentuk batang, pengaatan dilakukan dengan engaati bentuk batang pada penapang elintangnya, apakah terasuk bentuk bulat (teres), bersegi (angularis), atau pipih. 3) Perukaan batang, pengaatan dilakukan dengan engaati perukaannya, apakah terasuk licin (laevis), berusuk (costatus), beralur (sulcatus), bersayap (alatus), berabut (pilosus), berduri (spinosus), eperlihatkan bekas-bekas daun, eperlihatkan bekas-bekas daun penupu, eperlhatkan banyak lentisel, atau keadaan-keadaan, isalnya lepasnya kerak. 4) Percabangan batang diaati ada tidaknya percabangan pada batang keudian ditentukan cara percabangannya apakah terasuk onopodial, sipodial, atau enggarpu. 5) Julah cabang diaati dengan enghitung julah cabang dari batang utaa. 6) Warna batang (hijau, hijau tua, hijau kekuningan, atau warna lain). 7) Bentuk lingir batang, pengaatan dilakukan dengan engaati bentuk lingir batang apakah elengkung ke dala (cebung) atau elengkung ke luar (cekung). c. Morfologi Buah 1) Berat buah, pengaatan dilakukan dengan cara enibang buah yang diaati. xxi
2) Bentuk buah, pengaatan dilakukan dengan cara engaati bentuk buah dan enentukan apakah berbentuk bulat, bulat telur, lonjong, atau bintang. 3) Warna kulit buah, pengaatan dilakukan dengan engaati secara seksaa warna kulit buah. 4) Warna daging buah, pengaatan dilakukan dengan engaati secara seksaa warna daging buah. 5) Aroa citarasa, pengaatan dilakukan dengan cara erasakan daging buah apakah rasanya asa, anis, atau anis sekali. 6) Adanya duri atau jubai, pengaatan dilakukan dengan cara engaati apakah pada kulit buah terdapat duri atau jubai. d. Biji 1) Julah biji per buah, pengaatan dilakukan dengan enghitung julah biji per buah. 2) Berat 100 biji, pengaatan dilakukan dengan enibang berat tiap 100 biji. 3) Bentuk biji, pengaatan dilakukan dengan engaati bentuk biji dan enentukan apakah berbentuk bulat, bulat telur, atau lonjong. 4) Warna biji, dilakukan dengan engaati secara seksaa warna biji. 3. Pebibitan Bibit buah naga diperoleh dari setek sulur. Setek ditubuhkan dala pot dengan enggunakan edia tana berupa pasir alang. Setelah uncul akar, keudian dipotong dan digunakan sebagai bahan pebuatan preparat. 4. Pebuatan preparat Pebuatan preparat enggunakan etode squash (peencetan) dan penyegelan secara sei peranen yang diaplikasi dari cara yang dipakai oleh Anggarwulan et al., 1999; Parjanto et al., 2003. Praperlakuan diulai xxii
dengan peotongan akar. Akar dicuci dengan air bersih, bagian akar yang eristeatis dipotong sepanjang kira-kira 5 dari ujung akar, direnda dala aquadest selaa 24 ja pada refrigerator pada suhu 5 0-8 0 C. Potongan akar difiksasi dengan enggunakan larutan asa asetat 45% dan disipan dala refrigerator selaa 2 ja, setelah selesai potongan akar diabil dan dicuci dengan aquadest tiga kali. Potongan akar yang telah difiksasi selanjutnya dihidrolisis dengan larutan HCl 1N selaa 3-4 enit dan disipan dala oven pada suhu 60 0 C keudian HCl 1N dibuang dan dicuci lagi dengan aquadest tiga kali (Anggarwulan et al., 1999). Pewarnaan krooso dilakukan dengan cara erenda potongan akar dala larutan aceto orcein 2% (Anggarwulan et al., 1999; Parjanto et al., 2003) selaa 24 ja dala refrigerator. Setelah pewarnaan, tudung akar pada ujung akar dihilangkan, bagian eristeatis (kurang lebih 0,5 dari ujung akar) diabil dan diletakkan di atas gelas preparat. Selanjutnya potongan akar tersebut ditutup dengan gelas penutup yang diletakkan di atas potongan akar dan dilakukan penekanan (squash) dengan ibu jari atau dengan enggunakan ujung pensil secara perlahan (Daayanti dan Mariska, 2003; Anggarwulan et al., 1999). Keudian preparat yang telah dipencet, disegel dengan enggunakan cat kuku bening (Anggarwulan et al., 1999) dan diaati dengan enggunakan ikroskop cahaya pada perbesaran 1000 kali. xxiii
Beberapa sel yang terlihat dipilih sel yang tidak enupuk dan enunjukkan tahap proetafase atau etafase. Pada tahap tersebut krooso tapak enyebar dengan baik, sehingga eudahkan dala pengaatan. Sel yang terpilih dipotret dengan ikroskop-foto Nikon dan dibuat ikrografinya. Metode ini erupakan odifikasi dari etode yang dipergunakan Parjanto et al. (2003). 5. Pengaatan krooso Pengaatan orfologi krooso eliputi : a. Julah krooso Pengaatan julah krooso dilakukan setelah krooso tapak jelas pada ikroskop cahaya, selanjutnya dipotret dan dari hasil cetakan diperbesar sehingga dapat dihitung julah kroosonya (Anggarwulan et al., 1999). b. Ukuran krooso Setelah krooso dihitung, keudian dari gabar krooso diukur panjang kedua lengan (Anggarwulan et al., 1999) dan panjang kroosonya (hasil penjulahan panjang lengan panjang dan panjang lengan pendek) (Parjanto et al., 2003) c. Bentuk krooso Bentuk krooso ditentukan berdasarkan letak sentroernya. Letak sentroer ditentukan berdasarkan rasio lengan panjang dan lengan pendek. Penentuan bentuk krooso ini engacu pada cara Ciupercescu et al. (1990) cit. Parjanto et al. (2003). d. Kariotipe xxiv
Krooso pada tahap proetafase atau etafase yang enunjukkan penyebaran krooso dengan baik dipotret dengan ikroskop-foto. Gabar krooso yang diperoleh keudian diaati orfologinya dan disusun secara berurutan dari ukuran terpanjang sapai terpendek sebagai kariotip. Penyusunan kariotip dilakukan dengan easangkan krooso hoolog yang ditentukan berdasarkan keiripan ukuran dan bentuk krooso (Parjanto, et al., 2003). E. Metode Analisis Data 1. Morfologi Data orfologis dianalisis dan disajikan secara deskriptif berdasarkan hasil pengaatan orfologi di lapang. 2. Sitologi Data sitologis dianalisis dan disajikan secara deskriptif berdasarkan pengaatan dari gabar krooso hasil peotretan, pengaatan panjang dan bentuk krooso. xxv
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi Lahan di Agrowisata Kusuo Wanadri Pantai Glagah Indah, Dusun Bebekan, Teon, Kulon Progo, Yogyakarta erupakan lahan berpasir dengan ketinggian tepat 5 dpl. Kondisi lingkungan tubuh tanaan buah naga di tepat penelitian eiliki rata-rata intensitas cahaya atahari harian antara 2860 lux - 3950 lux. Suhu rata-rata harian antara 27 0 C-31 0 C. Kelebaban udara harian rata-rata antara 88%-93%. Curah hujan antara 1.580-2.300 /th. Kondisi lingkungan tubuh tersebut sudah sesuai dengan syarat tubuh tanaan buah naga seperti yang dinyatakan oleh Kristanto (2003), bahwa suhu yang ideal bagi tanaan buah naga antara 26 0 C-36 0 C dan kelebaban yang dibutuhkan tanaan antara 70%-90%. Akan tetapi, pertubuhan tanaan buah naga kulit kuning akan optial jika ditana di daerah dingin dengan ketinggian tepat lebih dari 800 dpl. B. Deskripsi Akar Morfologi akar S. egalanthus eiliki beberapa kesaaan dengan akar tanaan buah naga genus Hylocereus. Kesaaan tersebut antara lain: akarnya berbentuk filiforis, eiliki rabut-rabut akar dengan julah sedang, warna akar putih kekuningan, dan eiliki siste perakaran serabut. Morfologi akar S. egalanthus juga eiliki perbedaan dengan akar tanaan buah naga genus Hylocereus yaitu dala hal julah akar. Julah akar S. egalanthus tidak sebanyak julah akar tanaan buah naga genus Hylocereus. Perbedaan julah akar antara Selenicereus dengan Hylocereus keungkinan berpengaruh terhadap pertubuhan tanaan. Pertubuhan Selenicereus cenderung lebih labat jika dibandingkan dengan pertubuhan Hylocereus. Hal ini diungkinkan karena pengaruh julah ineral-ineral yang apu diserap tanaan sehingga berpengaruh juga dala penghasilan zat-zat akanan yang didistribusikan ke seluruh bagian tanaan. 15 xxvi