SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR

dokumen-dokumen yang mirip
4.1 Sistem kuasi-linear hiperbolik. Sistem (hukum kekekalan) kuasi-linear mempunyai bentuk umum. t u + A α (u) xα u = b(u) (4.1.

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

FUNGSI EVANS, SIFAT-SIFAT DAN APLIKASINYA PADA PELACAKAN NILAI EIGEN DARI MASALAH STURM-LIOUVILLE

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

9. Teori Aproksimasi

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan

10. Transformasi Fourier

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al.,

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

13. Aplikasi Transformasi Fourier

BAB III MATRIKS HERMITIAN. dan konsep-konsep lainnya yang berkaitan dengan matriks Hermitian. Matriks

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 FUNGSI MONOTON MATRIKS

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

BAB III ANALISIS FAKTOR. berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal

Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Persamaan Diferensial Orde II

Persamaan Diferensial Biasa

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

Universitas Indonusa Esa Unggul Fakultas Ilmu Komputer Teknik Informatika. Persamaan Diferensial Orde II

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]

BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR DAN KUASI-LINEAR HIPERBOLIK

TE Teknik Numerik Sistem Linear

Bab II Teori Pendukung

BAB III PERSAMAAN DIFUSI, PERSAMAAN KONVEKSI DIFUSI, DAN METODE PEMISAHAN VARIABEL

Fourier Analysis & Its Applications in PDEs - Part II

untuk setiap x sehingga f g

Teori Bifurkasi (3 SKS)

PENENTUAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN MATRIKS INTERVAL MENGGUNAKAN METODE PANGKAT

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

BAB II MATRIKS POSITIF. Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas

dy = f(x,y) = p(x) q(y), dx dy = p(x) dx,

Soal Ujian 2 Persamaan Differensial Parsial

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

MASALAH SYARAT BATAS (MSB)

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

Fourier Analysis & Its Applications in PDEs - Part I

R maupun. Berikut diberikan definisi ruang vektor umum, yang secara eksplisit

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB III METODE RECURSIVE LEAST SQUARE. Pada bab ini akan dikemukakan secara rinci apa yang menjadi inti

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A =

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

A 10 Diagonalisasi Matriks Atas Ring Komutatif

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

1.1 MATRIKS DAN JENISNYA Matriks merupakan kumpulan bilangan yang berbentuk segi empat yang tersusun dalam baris dan kolom.

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5.

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

Department of Mathematics FMIPAUNS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Persamaan Poisson. Fisika Komputasi. Irwan Ary Dharmawan

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema,

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika,

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI

REKONSTRUKSI KONDISI AWAL MASALAH HUKUM KEKEKALAN HIPERBOLIK PADA PERSAMAAN BURGERS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

Yang dipelajari. 1. Masalah Nilai Eigen dan Penyelesaiannya 2. Masalah Pendiagonalan. Referensi : Kolman & Howard Anton. Ilustrasi

Soal Ujian Komprehensif

Aljabar Linear Elementer

NOISE TERMS PADA SOLUSI DERET DEKOMPOSISI ADOMIAN DALAM MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL ABSTRACT

SISTEM DINAMIK DISKRET. Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan

& & # = atau )!"* ( & ( ( (&

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: =

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut:

ANALISIS LAX PAIR DAN PENERAPANNYA PADA PERSAMAAN KORTEWEG-DE VRIES

Eigen value & Eigen vektor

TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH

Lecture Notes: Discrete Dynamical System and Chaos. Johan Matheus Tuwankotta

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial

Konstruksi Matriks NonNegatif Simetri dengan Spektrum Bilangan Real

PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV

SUMMARY ALJABAR LINEAR

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an

g(x, y) = F 1 { f (u, v) F (u, v) k} dimana F 1 (F (u, v)) diselesaikan dengan: f (x, y) = 1 MN M + vy )} M 1 N 1

Kontrol Optimum. MKO dengan Kendala pada Peubah Kontrol. Toni Bakhtiar. Departemen Matematika IPB. Februari 2017

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fungsional merupakan salah satu cabang dari kelompok analisis

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN :

BAB V DIAGONALISASI DAN DEKOMPOSISI MATRIKS. Sub bab ini membahas tentang faktorisasi matriks A berorde nxn ke dalam hasil

Transkripsi:

Bab 3 SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 3.1 Sistem Linear Hiperbolik Sistem linear dalam pengertian Tugas Akhir ini adalah suatu sistem hukum kekekalan dengan bentuk umum, t u + d A α (t) xα u = 0 (3.1.1) α=1 u(x, 0) = u 0 (x) dimana u : R d R R m dan A α R m m adalah matriks fungsi t. Dimensi spasial sistem linear ini adalah d, sedangkan m adalah dimensi sistem. Sebagai contoh adalah sistem linear dimensi 2 dengan dimensi spasial 2, dengan koefisien konstan berikut u t + 1 0 0 1 u x + 0 1 1 0 Lebih lanjut sistem linear dengan koefisien konstan t u + 1 i d u y = 0 A α xα u = 0 (3.1.2) 21

BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 22 disebut hiperbolik jika terdapat C sehingga sup ξ R exp( ia(ξ)) C dimana A(ξ) = d α=1 ξ αa α, lihat Serre[7]. Misalnya sistem berikut u t + 1 0 u x = 0 0 2 Sistem di atas adalah hiperbolik. Hal ini dapat ditunjukkan dari perhitungan di bawah ini. Misalkan kita pilih C = 3. exp( ia(ξ)) = exp iξ 1 0 0 2 ξn = ( i)n 0 n! 0 ( i)n 2n ξ n n! = exp( iξ) 0 0 exp( i2ξ) = 2 C, untuk setiap ξ R. Lebih umum lagi, dengan cara serupa kita dapat menyatakan bahwa sistem yang diagonal bersifat hiperbolik. Suatu sistem disebut hiperbolik kuat jika nilai-nilai eigennya berbeda[4]. Alternatif lain untuk melihat kehiperbolikan sistem linear adalah melalui dua lemma berikut, lihat [7]. Lemma 3.1. Jika sistem (3.1.1) hiperbolik maka matriks A(ξ) dapat didiagonalkan dengan nilai eigen real untuk semua ξ R d. Lemma 3.2. Jika matriks A(ξ) dapat didiagonalkan (misal A(ξ) = P (ξ)d(ξ)p (ξ) 1 ) dengan nilai eigen real dan pemetaan ξ K(ξ) = P (ξ) P (ξ) 1 terbatas pada R d, maka sistem (3.1.1) hiperbolik. Dengan asumsi A α dan A β komutatif, suatu sistem u t + A α u x + A β u y = 0 akan hiperbolik jika dan hanya jika untuk setiap sistem satu dimensi u t + A α u x = 0 dan u t + A β u x = 0 hiperbolik. Pernyataan ini dapat ditunjukkan sebagai berikut. Pertama, akan ditunjukkan jika sistem satu dimensi u t + A α u x = 0 hiperbolik maka

BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 23 sistem u t + A α u x + A β u y = 0 juga hiperbolik. Dari asumsi kehiperbolikan pilih C 1 > 0 dan C 2 > 0 sehingga dan ξ1 n A n α n! C 1 ξ 2 n A n β n! C 2 Untuk sistem u t + A α u x + A β u y = 0, diperoleh A(ξ) = ξ 1 A α + ξ 2 A β (3.1.3), dimana ξ = (ξ 1, ξ 2 ), maka exp( ia(ξ)) = exp( i(ξ 1 A α + ξ 2 A β )) = exp( i(ξ 1 A α ) ( iξ 2 A β )) (karena A α, A β komutatif) ξ1 n A n α n! ξ 2 n A n β n! C 1 C 2 Jadi sistem u t + A α u x + A β u y = 0 hiperbolik. Kedua, akan ditunjukkan jika sistem u t + A α u x + A β u y = 0 hiperbolik maka u t + A α u x = 0 dan u t + A β u y = 0 hiperbolik. Karena sistem u t + A α u x + A β u y = 0 hiperbolik, maka terdapat C sehingga sup ξ R exp( ia(ξ)) C. Dengan notasi (3.1.3) sebelumnya exp( i(ξ 1 A α (A α ) n ξ n 1 )) = n! (ξ 1 A α ) n + (ξ 2 A β ) n n! C Jadi, u t + A α u x = 0 hiperbolik. Dengan cara serupa dapat ditunjukkan pula bahwa sistem u t + A β u x = 0 hiperbolik.

BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 24 3.2 Solusi Sistem Linear Hiperbolik Suatu sistem linear hiperbolik dengan A = dapat dituliskan sebagai u 1 u 2 t a 11 a 12 a 21 a 22 u 2 + A u 1 Persamaan di atas dapat diuraikan menjadi dua persamaan yaitu x matriks konstan di R 2 2 = 0 (3.2.1) (u 1 ) t + a 11 (u 1 ) x + a 12 (u 2 ) x = 0 (3.2.2) (u 2 ) t + a 21 (u 1 ) x + a 22 (u 2 ) x = 0 (3.2.3) Misalkan A dapat didiagonalkan, maka A dapat didekomposisi menjadi R 1 A = ΛR 1 dimana Λ = diag[λ 1, λ 2,..., λm] adalah matriks diagonal dengan entri nilai eigen A dan R = [r 1 r 2... r m ] adalah matriks dari vektor eigen yang berkaitan dengan nilai eigen A. Perhatikan pula bahwa AR = RΛ A[r 1... r m ] = [r 1... r m ]Λ sehingga Ar p = λ p r p, p = 1, 2,..., m(notasi ini akan digunakan pada pembahasan selanjutnya). Untuk mencari solusi dari sistem linear hiperbolik digunakan variabel karakteristik, yaitu v = R 1 u. Pertama tulis sistem sebagai u t + Au x = 0 Kalikan persamaan diatas dengan R 1, diperoleh R 1 u t + R 1 Au x = 0

BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 25 Substitusikan R 1 A = ΛR 1 sehingga R 1 u t + ΛR 1 u x = 0 Karena R 1 konstan, diperoleh v 1 v 2 sehingga dapat ditulis sebagai v t + Λv x = 0 + λ 1 0 v 1 0 λ 2 v 2 t x = 0 (v p ) t + λ p (v p ) x = 0 p = 1, 2 dimana masing-masing persamaan diatas adalah persamaan transport dengan solusi v p (x, t) = v p (x λ p t, 0) Dengan demikian diperoleh solusi u(x, t) = Rv(x, t) = [r 1... r m ]v(x, t) m = v p (x, t)r p p=1 Dengan demikian (3.2.1) memiliki solusi jika A dapat didiagonalkan. Sebagai ilustrasi sistem di atas, tinjau persamaan gelombang orde dua : u tt c 2 u xx = 0 (3.2.4) dengan c > 0 dan syarat awal u(x, 0) = u 0 (x) u t (x, 0) = u 1 (x) Persamaan di atas dapat ditulis sebagai suatu sistem kekekalan skalar orde satu, dengan pemisalan v = u x dan w = u t, diperoleh v t = w x, (3.2.5)

BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 26 dan dari (3.2.4) diperoleh w t = c 2 v x (3.2.6) Persamaan (3.2.5) dan (3.2.6) dapat ditulis sebagai suatu sistem v = w w c 2 v v w t + t 0 1 c 2 0 x v w Perhatikan bahwa sistem di atas adalah suatu sistem linear dengan A = 0 1 c 2 0 x (3.2.7) = 0 (3.2.8) dan syarat awal w(x, 0) = u 1 (x) dan v(x, 0) = u 0(x). Matriks A dapat didiagonalkan dengan nilai eigen λ = ±c. Oleh karena itu (3.2.8) adalah sistem linear hiperbolik. Matriks A didekomposisi menjadi A = RΛR 1 dimana Λ = c 0 0 c R = 1 1 c c R 1 = 1 c 1 2c c 1 Untuk mencari solusinya, digunakan variabel karakteristik z z = R 1 v = 1v 1 w 2 2c 1 w v + 1 w 2 2c Berdasar solusi umum sistem linear hiperbolik, maka pada sistem ini solusinya dapat ditulis sebagai v w = z 1 (x ct, 0) 1 c + z 2 (x + ct, 0) 1 (3.2.9) c

BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 27 atau dapat diuraikan menjadi v(x, t) = 1 2 [u 0(x ct) + u 0(x + ct)] + 1 2c [u 1(x + ct) u 1 (x ct)] (3.2.10) dan w(x, t) = c 2 [u 0(x + ct) u 0(x ct)] + 1 2 [u 1(x + ct) + u 1 (x ct)] (3.2.11) Dengan mengetahui solusi untuk v dan w, maka solusi persamaan gelombang dapat dicari dari v = u x atau w = u t. d Alembert dari persamaan gelombang [9], yaitu u(x, t) = 1 2 [u 0(x ct) + u 0 (x + ct)] + 1 2c Solusi yang diperoleh ekuivalen dengan solusi x+ct x ct u 1 (s)ds Hal ini dapat ditunjukkan dengan menurunkan solusi d Alembert terhadap x. v(x, t) = x (1 2 [u 0(x ct) + u 0 (x + ct)] + 1 2c x+ct x ct u 1 (s)ds) = 1 2 [u 0(x ct) + u 0(x + ct)] + 1 2c [u 1(x + ct) u 1 (x ct)] 3.3 Masalah Riemann Seperti halnya pada bab sebelumnya, masalah Riemann adalah masalah persamaan diferensial dengan syarat awalnya tak kontinu. Sebagai contoh adalah masalah Riemann berikut u t + Au x = 0 (3.3.1) u l, jika x 0 u(x, 0) = u r, jika x > 0 Penyelesaian masalah Riemann di atas sama halnya pada solusi umum sistem linear hiperbolik, dimana solusinya akan berbentuk u(x, t) = m p=1 v p(x λ p t)r p, dimana r p, λ p adalah vektor eigen dan nilai eigen dari matriks A. Karena syarat awalnya

BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 28 tak kontinu, maka akan demikian pula halnya dengan variabel karakteristiknya. Misalkan α p, jika x < 0 v p (x, 0) = (3.3.2) β p, jika x > 0 Dengan pemisalan di atas diperoleh dua persamaan, yaitu u l = Rα = m α p r p (3.3.3) p=1 m u r = Rβ = β p r p (3.3.4) p=1 Solusi untuk v(x, t) adalah α p, jika x λ p t < 0 v(x, t) = v(x λ p t, 0) = (3.3.5) β p, jika x λ p t > 0 Kita ilustrasikan masalah Riemann pada m = 2. Misalkan λ 1 < λ 2, maka solusi (3.3.1) adalah β 1 r 1 + β 2 r 2, jika (x, t) I u(x, t) = β 1 r 1 + α 2 r 2, jika (x, t) II (3.3.6) α 1 r 1 + α 2 r 2, jika (x, t) III dengan daerah I, II, dan III pada gambar (3.1). Secara umum solusi dari (3.3.1) dapat dituliskan sebagai u(x, t) = P m β p r p + α p r p (3.3.7) p=1 p=p +1 dimana P = maks{p : x λ p t > 0}. Perhatikan bahwa P tergantung pada x dan t.

BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 29 Gambar 3.1: Domain pada persamaan (3.2.6) Untuk mempermudah pemahaman, perhatikan contoh berikut 4 0 1 u t + 2 1 0 u x = 0 (3.3.8) 2 0 1 dengan syarat awal [ u(x, 0) = [ 0 1 2 1 2 1 2 1 0 2 ], jika x < 0 ], jika x > 0 Dengan langkah-langkah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, masalah di atas memiliki solusi (0, 1, 1 2 2 )T, (x, t) di I (0, 1, 1 2 u(x, t) = )T, (x, t) di II ( 1, 0, 1 2 2 )T, (x, t) di III (3.3.9) (0, 1, 2 0)T, (x, t) di IV M 3 = β p r p + α p r p untuk(x λt) > 0 p=1 p=m+1 dengan daerah I, II, III, dan IV seperti pada gambar (3.2). Nilai α p, β p dihitung seperti pada bagian (3.3) dan hasilnya adalah α 1 = 0, α 2 = 1, α 2 3 = 1, β 2 1 = 1, 2

BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 30 β 2 = 0, dan β 3 = 0. Vektor r p adalah vektor karakteristik dari matriks A. Gambar 3.2: Ilustrasi perambatan diskontinuitas pada sistem linear hiperbolik 3.4 Solusi Lemah dan Kondisi Rankine Hugoniot Dari bagian (3.3), kita melihat bahwa masalah Riemann dalam sistem linear hiperbolik dapat memiliki solusi yang memuat diskontinuitas, karenanya diperlukan konsep solusi lemah untuk sistem linear. Misalkan u adalah solusi sistem linear (3.1.1), maka u dikatakan solusi lemah jika u, t ϕ + A T x ϕ + u 0 (x)ϕ(x, 0)dx = 0 (3.4.1) R + untuk setiap fungsi uji ϕ C0(R 1 [0, ), R m ) dan ϕ 0 di batas dan di luar domain. Dalam notasi ini u, t ϕ + A T x ϕ = u ( t ϕ + A T x ϕ)dxdt (3.4.2) Pada sistem linear hiperbolik dengan syarat awal tak kontinu terjadi pula solusi

BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 31 yang mengalami diskontinuitas. Pada masalah Riemann (3.3.8) misalnya, solusi dari masalah ini mengalami tiga diskontinuitas dalam tiga arah pula. Perhatikan solusi masalah Riemann (3.3.1). Setiap daerah yang dibatasi oleh x = λ p t terjadi perubahan solusi dari α p ke β p. Misalkan dari daerah III ke daerah II, solusi hanya mengalami perubahan dari α 1 ke β 1. Hal ini menunjukkan bahwa ketakkontinuan terjadi pada setiap x = λ p t. Kondisi Rankine Hugoniot pada persamaan skalar menunjukkan besarnya kecepatan perambatan diskontinuitas. Hal serupa pun terjadi pada sistem linear hiperbolik. Diskontinuitas pada solusi sistem u t + f(u) x = 0 pun dapat dihitung melalui kondisi Rankine Hugoniot. Perhatikan kondisi Rankine Hugoniot pada persamaan skalar berikut dx s dt = [f(u)] [u] (3.4.3) dengan [u] = u r u l dan [f(u)] = f(u r ) f(u l ). Karena [u] dan [f(u)] adalah vektor maka persamaan ini tidak berlaku pada sistem. Namun, dari persamaan (3.3.3) dan (3.3.4) kita peroleh [u] = u r u l = β p r p α p r p (3.4.4) = (β p α p )r p dan [f(u)] = A[u] = A(β p α p )r p = (β p α p )Ar p (3.4.5) = (β p α p )λ p r p = λ p (β p α p )r p = λ p [u] Dengan demikian λ p menyatakan kecepatan perambatan diskontinuitas dalam arah r p pada sistem linear hiperbolik.