Bab 3 SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 3.1 Sistem Linear Hiperbolik Sistem linear dalam pengertian Tugas Akhir ini adalah suatu sistem hukum kekekalan dengan bentuk umum, t u + d A α (t) xα u = 0 (3.1.1) α=1 u(x, 0) = u 0 (x) dimana u : R d R R m dan A α R m m adalah matriks fungsi t. Dimensi spasial sistem linear ini adalah d, sedangkan m adalah dimensi sistem. Sebagai contoh adalah sistem linear dimensi 2 dengan dimensi spasial 2, dengan koefisien konstan berikut u t + 1 0 0 1 u x + 0 1 1 0 Lebih lanjut sistem linear dengan koefisien konstan t u + 1 i d u y = 0 A α xα u = 0 (3.1.2) 21
BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 22 disebut hiperbolik jika terdapat C sehingga sup ξ R exp( ia(ξ)) C dimana A(ξ) = d α=1 ξ αa α, lihat Serre[7]. Misalnya sistem berikut u t + 1 0 u x = 0 0 2 Sistem di atas adalah hiperbolik. Hal ini dapat ditunjukkan dari perhitungan di bawah ini. Misalkan kita pilih C = 3. exp( ia(ξ)) = exp iξ 1 0 0 2 ξn = ( i)n 0 n! 0 ( i)n 2n ξ n n! = exp( iξ) 0 0 exp( i2ξ) = 2 C, untuk setiap ξ R. Lebih umum lagi, dengan cara serupa kita dapat menyatakan bahwa sistem yang diagonal bersifat hiperbolik. Suatu sistem disebut hiperbolik kuat jika nilai-nilai eigennya berbeda[4]. Alternatif lain untuk melihat kehiperbolikan sistem linear adalah melalui dua lemma berikut, lihat [7]. Lemma 3.1. Jika sistem (3.1.1) hiperbolik maka matriks A(ξ) dapat didiagonalkan dengan nilai eigen real untuk semua ξ R d. Lemma 3.2. Jika matriks A(ξ) dapat didiagonalkan (misal A(ξ) = P (ξ)d(ξ)p (ξ) 1 ) dengan nilai eigen real dan pemetaan ξ K(ξ) = P (ξ) P (ξ) 1 terbatas pada R d, maka sistem (3.1.1) hiperbolik. Dengan asumsi A α dan A β komutatif, suatu sistem u t + A α u x + A β u y = 0 akan hiperbolik jika dan hanya jika untuk setiap sistem satu dimensi u t + A α u x = 0 dan u t + A β u x = 0 hiperbolik. Pernyataan ini dapat ditunjukkan sebagai berikut. Pertama, akan ditunjukkan jika sistem satu dimensi u t + A α u x = 0 hiperbolik maka
BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 23 sistem u t + A α u x + A β u y = 0 juga hiperbolik. Dari asumsi kehiperbolikan pilih C 1 > 0 dan C 2 > 0 sehingga dan ξ1 n A n α n! C 1 ξ 2 n A n β n! C 2 Untuk sistem u t + A α u x + A β u y = 0, diperoleh A(ξ) = ξ 1 A α + ξ 2 A β (3.1.3), dimana ξ = (ξ 1, ξ 2 ), maka exp( ia(ξ)) = exp( i(ξ 1 A α + ξ 2 A β )) = exp( i(ξ 1 A α ) ( iξ 2 A β )) (karena A α, A β komutatif) ξ1 n A n α n! ξ 2 n A n β n! C 1 C 2 Jadi sistem u t + A α u x + A β u y = 0 hiperbolik. Kedua, akan ditunjukkan jika sistem u t + A α u x + A β u y = 0 hiperbolik maka u t + A α u x = 0 dan u t + A β u y = 0 hiperbolik. Karena sistem u t + A α u x + A β u y = 0 hiperbolik, maka terdapat C sehingga sup ξ R exp( ia(ξ)) C. Dengan notasi (3.1.3) sebelumnya exp( i(ξ 1 A α (A α ) n ξ n 1 )) = n! (ξ 1 A α ) n + (ξ 2 A β ) n n! C Jadi, u t + A α u x = 0 hiperbolik. Dengan cara serupa dapat ditunjukkan pula bahwa sistem u t + A β u x = 0 hiperbolik.
BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 24 3.2 Solusi Sistem Linear Hiperbolik Suatu sistem linear hiperbolik dengan A = dapat dituliskan sebagai u 1 u 2 t a 11 a 12 a 21 a 22 u 2 + A u 1 Persamaan di atas dapat diuraikan menjadi dua persamaan yaitu x matriks konstan di R 2 2 = 0 (3.2.1) (u 1 ) t + a 11 (u 1 ) x + a 12 (u 2 ) x = 0 (3.2.2) (u 2 ) t + a 21 (u 1 ) x + a 22 (u 2 ) x = 0 (3.2.3) Misalkan A dapat didiagonalkan, maka A dapat didekomposisi menjadi R 1 A = ΛR 1 dimana Λ = diag[λ 1, λ 2,..., λm] adalah matriks diagonal dengan entri nilai eigen A dan R = [r 1 r 2... r m ] adalah matriks dari vektor eigen yang berkaitan dengan nilai eigen A. Perhatikan pula bahwa AR = RΛ A[r 1... r m ] = [r 1... r m ]Λ sehingga Ar p = λ p r p, p = 1, 2,..., m(notasi ini akan digunakan pada pembahasan selanjutnya). Untuk mencari solusi dari sistem linear hiperbolik digunakan variabel karakteristik, yaitu v = R 1 u. Pertama tulis sistem sebagai u t + Au x = 0 Kalikan persamaan diatas dengan R 1, diperoleh R 1 u t + R 1 Au x = 0
BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 25 Substitusikan R 1 A = ΛR 1 sehingga R 1 u t + ΛR 1 u x = 0 Karena R 1 konstan, diperoleh v 1 v 2 sehingga dapat ditulis sebagai v t + Λv x = 0 + λ 1 0 v 1 0 λ 2 v 2 t x = 0 (v p ) t + λ p (v p ) x = 0 p = 1, 2 dimana masing-masing persamaan diatas adalah persamaan transport dengan solusi v p (x, t) = v p (x λ p t, 0) Dengan demikian diperoleh solusi u(x, t) = Rv(x, t) = [r 1... r m ]v(x, t) m = v p (x, t)r p p=1 Dengan demikian (3.2.1) memiliki solusi jika A dapat didiagonalkan. Sebagai ilustrasi sistem di atas, tinjau persamaan gelombang orde dua : u tt c 2 u xx = 0 (3.2.4) dengan c > 0 dan syarat awal u(x, 0) = u 0 (x) u t (x, 0) = u 1 (x) Persamaan di atas dapat ditulis sebagai suatu sistem kekekalan skalar orde satu, dengan pemisalan v = u x dan w = u t, diperoleh v t = w x, (3.2.5)
BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 26 dan dari (3.2.4) diperoleh w t = c 2 v x (3.2.6) Persamaan (3.2.5) dan (3.2.6) dapat ditulis sebagai suatu sistem v = w w c 2 v v w t + t 0 1 c 2 0 x v w Perhatikan bahwa sistem di atas adalah suatu sistem linear dengan A = 0 1 c 2 0 x (3.2.7) = 0 (3.2.8) dan syarat awal w(x, 0) = u 1 (x) dan v(x, 0) = u 0(x). Matriks A dapat didiagonalkan dengan nilai eigen λ = ±c. Oleh karena itu (3.2.8) adalah sistem linear hiperbolik. Matriks A didekomposisi menjadi A = RΛR 1 dimana Λ = c 0 0 c R = 1 1 c c R 1 = 1 c 1 2c c 1 Untuk mencari solusinya, digunakan variabel karakteristik z z = R 1 v = 1v 1 w 2 2c 1 w v + 1 w 2 2c Berdasar solusi umum sistem linear hiperbolik, maka pada sistem ini solusinya dapat ditulis sebagai v w = z 1 (x ct, 0) 1 c + z 2 (x + ct, 0) 1 (3.2.9) c
BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 27 atau dapat diuraikan menjadi v(x, t) = 1 2 [u 0(x ct) + u 0(x + ct)] + 1 2c [u 1(x + ct) u 1 (x ct)] (3.2.10) dan w(x, t) = c 2 [u 0(x + ct) u 0(x ct)] + 1 2 [u 1(x + ct) + u 1 (x ct)] (3.2.11) Dengan mengetahui solusi untuk v dan w, maka solusi persamaan gelombang dapat dicari dari v = u x atau w = u t. d Alembert dari persamaan gelombang [9], yaitu u(x, t) = 1 2 [u 0(x ct) + u 0 (x + ct)] + 1 2c Solusi yang diperoleh ekuivalen dengan solusi x+ct x ct u 1 (s)ds Hal ini dapat ditunjukkan dengan menurunkan solusi d Alembert terhadap x. v(x, t) = x (1 2 [u 0(x ct) + u 0 (x + ct)] + 1 2c x+ct x ct u 1 (s)ds) = 1 2 [u 0(x ct) + u 0(x + ct)] + 1 2c [u 1(x + ct) u 1 (x ct)] 3.3 Masalah Riemann Seperti halnya pada bab sebelumnya, masalah Riemann adalah masalah persamaan diferensial dengan syarat awalnya tak kontinu. Sebagai contoh adalah masalah Riemann berikut u t + Au x = 0 (3.3.1) u l, jika x 0 u(x, 0) = u r, jika x > 0 Penyelesaian masalah Riemann di atas sama halnya pada solusi umum sistem linear hiperbolik, dimana solusinya akan berbentuk u(x, t) = m p=1 v p(x λ p t)r p, dimana r p, λ p adalah vektor eigen dan nilai eigen dari matriks A. Karena syarat awalnya
BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 28 tak kontinu, maka akan demikian pula halnya dengan variabel karakteristiknya. Misalkan α p, jika x < 0 v p (x, 0) = (3.3.2) β p, jika x > 0 Dengan pemisalan di atas diperoleh dua persamaan, yaitu u l = Rα = m α p r p (3.3.3) p=1 m u r = Rβ = β p r p (3.3.4) p=1 Solusi untuk v(x, t) adalah α p, jika x λ p t < 0 v(x, t) = v(x λ p t, 0) = (3.3.5) β p, jika x λ p t > 0 Kita ilustrasikan masalah Riemann pada m = 2. Misalkan λ 1 < λ 2, maka solusi (3.3.1) adalah β 1 r 1 + β 2 r 2, jika (x, t) I u(x, t) = β 1 r 1 + α 2 r 2, jika (x, t) II (3.3.6) α 1 r 1 + α 2 r 2, jika (x, t) III dengan daerah I, II, dan III pada gambar (3.1). Secara umum solusi dari (3.3.1) dapat dituliskan sebagai u(x, t) = P m β p r p + α p r p (3.3.7) p=1 p=p +1 dimana P = maks{p : x λ p t > 0}. Perhatikan bahwa P tergantung pada x dan t.
BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 29 Gambar 3.1: Domain pada persamaan (3.2.6) Untuk mempermudah pemahaman, perhatikan contoh berikut 4 0 1 u t + 2 1 0 u x = 0 (3.3.8) 2 0 1 dengan syarat awal [ u(x, 0) = [ 0 1 2 1 2 1 2 1 0 2 ], jika x < 0 ], jika x > 0 Dengan langkah-langkah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, masalah di atas memiliki solusi (0, 1, 1 2 2 )T, (x, t) di I (0, 1, 1 2 u(x, t) = )T, (x, t) di II ( 1, 0, 1 2 2 )T, (x, t) di III (3.3.9) (0, 1, 2 0)T, (x, t) di IV M 3 = β p r p + α p r p untuk(x λt) > 0 p=1 p=m+1 dengan daerah I, II, III, dan IV seperti pada gambar (3.2). Nilai α p, β p dihitung seperti pada bagian (3.3) dan hasilnya adalah α 1 = 0, α 2 = 1, α 2 3 = 1, β 2 1 = 1, 2
BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 30 β 2 = 0, dan β 3 = 0. Vektor r p adalah vektor karakteristik dari matriks A. Gambar 3.2: Ilustrasi perambatan diskontinuitas pada sistem linear hiperbolik 3.4 Solusi Lemah dan Kondisi Rankine Hugoniot Dari bagian (3.3), kita melihat bahwa masalah Riemann dalam sistem linear hiperbolik dapat memiliki solusi yang memuat diskontinuitas, karenanya diperlukan konsep solusi lemah untuk sistem linear. Misalkan u adalah solusi sistem linear (3.1.1), maka u dikatakan solusi lemah jika u, t ϕ + A T x ϕ + u 0 (x)ϕ(x, 0)dx = 0 (3.4.1) R + untuk setiap fungsi uji ϕ C0(R 1 [0, ), R m ) dan ϕ 0 di batas dan di luar domain. Dalam notasi ini u, t ϕ + A T x ϕ = u ( t ϕ + A T x ϕ)dxdt (3.4.2) Pada sistem linear hiperbolik dengan syarat awal tak kontinu terjadi pula solusi
BAB 3. SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 31 yang mengalami diskontinuitas. Pada masalah Riemann (3.3.8) misalnya, solusi dari masalah ini mengalami tiga diskontinuitas dalam tiga arah pula. Perhatikan solusi masalah Riemann (3.3.1). Setiap daerah yang dibatasi oleh x = λ p t terjadi perubahan solusi dari α p ke β p. Misalkan dari daerah III ke daerah II, solusi hanya mengalami perubahan dari α 1 ke β 1. Hal ini menunjukkan bahwa ketakkontinuan terjadi pada setiap x = λ p t. Kondisi Rankine Hugoniot pada persamaan skalar menunjukkan besarnya kecepatan perambatan diskontinuitas. Hal serupa pun terjadi pada sistem linear hiperbolik. Diskontinuitas pada solusi sistem u t + f(u) x = 0 pun dapat dihitung melalui kondisi Rankine Hugoniot. Perhatikan kondisi Rankine Hugoniot pada persamaan skalar berikut dx s dt = [f(u)] [u] (3.4.3) dengan [u] = u r u l dan [f(u)] = f(u r ) f(u l ). Karena [u] dan [f(u)] adalah vektor maka persamaan ini tidak berlaku pada sistem. Namun, dari persamaan (3.3.3) dan (3.3.4) kita peroleh [u] = u r u l = β p r p α p r p (3.4.4) = (β p α p )r p dan [f(u)] = A[u] = A(β p α p )r p = (β p α p )Ar p (3.4.5) = (β p α p )λ p r p = λ p (β p α p )r p = λ p [u] Dengan demikian λ p menyatakan kecepatan perambatan diskontinuitas dalam arah r p pada sistem linear hiperbolik.