DIKTAT KULIAH (2 sks) MX 127 Teori Bilangan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep yang mendasari konsep representasi

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses

BAB II KETERBAGIAN. 1. Mahasiswa bisa memahami pengertian keterbagian. 2. Mahasiswa bisa mengidentifikasi bilangan prima

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

LANDASAN TEORI. bilangan coprima, bilangan kuadrat sempurna (perfect square), kuadrat bebas

Teori bilangan. Nama Mata Kuliah : Teori bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 sks. Deskripsi Mata Kuliah. Tujuan Perkuliahan.

BAB I INDUKSI MATEMATIKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. bilangan yang mendukung proses penelitian. Dalam penyelesaian bilangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep

BIDANG MATEMATIKA SMA

BAB 2 LANDASAN TEORI

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

R. Rosnawati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

TEORI BILANGAN (3 SKS)

Pembagi Persekutuan Terbesar dan Teorema Bezout

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, November Penulis

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN...

Keterbagian Pada Bilangan Bulat

1 TEORI KETERBAGIAN. Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

Lembar Kerja Mahasiswa 1: Teori Bilangan

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Matematika Diskrit. Reza Pulungan. March 31, Jurusan Ilmu Komputer Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

BAB 2 LANDASAN TEORI

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika

Setelah mengikuti materi Bab ini mahasiswa diharapkan mampu: 2. Mendefinisikan factor persekutuan, kelipatan persekutuan, FPB, dan KPK.

Diktat Kuliah. Oleh:

Teori Bilangan (Number Theory)

DAFTAR ISI 3 TEORI KONGRUENSI 39 4 TEOREMA FERMAT DAN WILSON 40

MODUL 1. Teori Bilangan MATERI PENYEGARAN KALKULUS

BAB II LANDASAN TEORI. yang mendasari pembahasan pada bab-bab berikutnya. Beberapa definisi yang

MA3231. Pengantar Analisis Real. Hendra Gunawan, Ph.D. Semester II, Tahun

BAB V BILANGAN BULAT

Nama Mata Kuliah : Teori Bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 SKS

MA5032 ANALISIS REAL

TEORI BILANGAN Setelah mempelajari modul ini diharapakan kamu bisa :

Relasi, Fungsi, dan Transformasi

Pengantar Teori Bilangan

APOTEMA: Jurnal Pendidikan Matematika. Volume 2, Nomor 2 Juli 2016 p ISSN BILANGAN SEMPURNA GENAP DAN KEPRIMAAN BI LANGAN MERSENNE

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan

ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc

BAB I NOTASI, KONJEKTUR, DAN PRINSIP

MAKALAH KRIPTOGRAFI CHINESE REMAINDER

BAB VI BILANGAN REAL

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351)

Pembahasan Soal OSK SMA 2018 OLIMPIADE SAINS KABUPATEN/KOTA SMA OSK Matematika SMA. (Olimpiade Sains Kabupaten/Kota Matematika SMA)

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang?

PEMBINAAN TAHAP I CALON SISWA INVITATIONAL WORLD YOUTH MATHEMATICS INTERCITY COMPETITION (IWYMIC) 2010 MODUL BILANGAN

Pengantar Teori Bilangan

OLIMPIADE MATEMATIKA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS MATERI : TEORI BILANGAN

TEORI BILANGAN. Bilangan Bulat Bilangan bulat adalah bilangan yang tidak mempunyai pecahan desimal, misalnya 8, 21, 8765, -34, 0.

Jurnal Apotema Vol.2 No. 2 62

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN

STRUKTUR ALJABAR: RING

PENERAPAN FAKTOR PRIMA DALAM MENYELESAIKAN BENTUK ALJABAR (Andi Syamsuddin*)

Pemfaktoran prima (2)

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN

MODUL PERSIAPAN OLIMPIADE. Oleh: MUSTHOFA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

KATA PENGANTAR. Rantauprapat,11 April Penyusun

PENGANTAR PADA TEORI GRUP DAN RING

B I L A N G A N 1.1 SKEMA DARI HIMPUNAN BILANGAN. Bilangan Kompleks. Bilangan Nyata (Riil) Bilangan Khayal (Imajiner)

SILABUS MATEMATIKA KEMENTERIAN

Contoh-contoh soal induksi matematika

KONGRUENSI PADA SUBHIMPUNAN BILANGAN BULAT

Faktor Persekutuan Terbesar (FPB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DASAR-DASAR ALJABAR MODERN: TEORI GRUP & TEORI RING

0,1,2,3,4. (e) Perhatikan jawabmu pada (a) (d). Tuliskan kembali sifat-sifat yang kamu temukan dalam. 5. a b c d

TEORI KETERBAGIAN.

PERANGKAT PEMBELAJARAN

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field.

STRUKTUR ALJABAR: GRUP

Materi Olimpiade Tingkat Sekolah Dasar BIDANG ALJABAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. terkait dengan pokok bahasan. Berikut ini diberikan pengertian-pengertian dasar

Materi Pembinaan Olimpiade SMA I MAGELANG TEORI BILANGAN

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat

METODE SOLOVAY-STRASSEN UNTUK PENGUJIAN BILANGAN PRIMA

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA

II. LANDASAN TEORI. Secara umum, apabila α bilangan bulat dan b bilangan bulat positif, maka ada

BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN

SISTEM BILANGAN REAL

Teori Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN

KALKULUS 1 UNTUK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA OLEH: DADANG JUANDI, DKK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

PENERAPAN AKSIOMA KETERBAGIAN DALAM PEMBELAJARAN KONSEP AKAR PANGKAT DUA DI KELAS VII SMP Oleh : Andi Syamsuddin*

Bilangan Prima dan Teorema Fundamental Aritmatika

BAB II KERANGKA TEORITIS. komposisi biner atau lebih dan bersifat tertutup. A = {x / x bilangan asli} dengan operasi +

Pengantar Teori Bilangan. Kuliah 10

Disajikan pada Pelatihan TOT untuk guru-guru SMA di Kabupaten Bantul

PENGKONSTRUKSIAN BILANGAN TIDAK KONGRUEN

SOAL 1. Diketahui bangun persegi panjang berukuran 4 6 dengan beberapa ruas garis, seperti pada gambar.

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang

Transkripsi:

DIKTAT KULIAH ( sks) MX 17 Teori Bilangan (Revisi Terakhir: Juli 009 ) Oleh: Didit Budi Nugroho, S.Si., M.Si. Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana

KATA PENGANTAR Diktat ini merupakan catatan kuliah Teori Bilangan (MX 17) tingkat sarjana tahun pertama yang diberikan di Universitas Kristen Satya Wacana dalam semester 1 tahun 008-009. Karena itu naskah ini disajikan dalam cara yang sangat dasar (elementer). Elementer berarti hampir tidak ada Analisis yang digunakan, dan hampir tidak ada Aljabar Abstrak. Naskah ini dirancang untuk mencakup beberapa ide dasar teori bilangan dalam satu semester. Selain itu, di sini juga disertakan masalah-masalah teori bilangan yang digunakan dalam berbagai pelatihan dan kompetisi matematika internasional untuk memotivasi dan memberikan tantangan kepada mahasiswa. Penulis berharap bahwa naskah ini akan memberikan manfaat yang lebih dalam pengajaran Teori Bilangan. Untuk itu masih diperlukan masukan dan saran dari pembaca demi perbaikan dan pengembangan naskah ini secara terus menerus. Salatiga, Juli 009 Didit B. Nugroho i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN i ii iii 1 Aksioma Dasar untuk Z 1 Bukti dengan Induksi 3 3 Keterbagian 6 3.1 Sifat-sifat Keterbagian Elementer...................... 6 3. Algoritma Pembagian............................ 1 3.3 Beberapa Identitas Aljabar......................... 14 4 Kongruensi Z n 18 4.1 Kongruensi.................................. 18 4. Persamaan Kongruensi............................ 4.3 Uji Keterbagian................................ 5 4.4 Sisa lengkap.................................. 5 5 Faktorisasi Tunggal 7 5.1 FPB dan KPK................................ 7 5. Bilangan Prima dan Faktorisasi....................... 30 5.3 Teorema Fermat dan Teorema Euler.................... 34 6 Algoritma Euclid 36 6.1 Sistem Kongruensi Linear.......................... 41 7 Fungsi-fungsi Bilangan-Teoritik 45 7.1 Fungsi Floor................................. 45 7. Fungsi Legendre............................... 50 7.3 Bilangan Fermat............................... 51 7.4 Bilangan Mersenne.............................. 5 7.5 Bilangan Sempurna.............................. 53 DAFTAR PUSTAKA 54 ii

DAFTAR SINGKATAN USAMO IMO HMMT AHSME UMMC SMC AIME Putnam ARML APMC : United States of America Mathematical Olympiad : International Mathematical Olympiad : Harvard MIT Math Tournament : American High School Mathematics Examination : University of Michigan Mathematics Competition : Stanford Mathematics Competition : American Invitational Mathematics Examination : The William Lowell Putnam Mathematical Competition : American Regional Mathematics League : Austrian Polish Mathematics Competition iii

Bab 1 Aksioma Dasar untuk Z Perhatian dalam teori bilangan yaitu pada sifat-sifat bilangan bulat : : : ; 4; 3; ; 1; 0; 1; ; 3; 4; : : : Karena itu pertama kali diperkenalkan beberapa notasi dan mengingat kembali beberapa sifat dasar dari bilangan bulat yang akan diperlukan pada bahasan-bahasan selanjutnya: N = f1; ; 3; :::g (himpunan semua bilangan asli atau bulat positif) Z = f:::; 3; ; 1; 0; 1; ; 3; :::g (himpunan semua bilangan bulat) n n o Q = m : n; m Z dan m 6= 0 (himpunan semua bilangan rasional) R = himpunan semua bilangan riil Dicatat bahwa N Z Q R. Beberapa aksioma dasar untuk Z: 1. Jika a; b Z, maka a + b, a b, ab Z. (Z dikatakan tertutup terhadap operasi penjumlahan, pengurangan, dan perkalian). Jika a Z, maka tidak ada x Z sedemikian sehingga a < x < a + 1. 3. Jika a; b Z dan ab = 1, maka a = b = 1 atau a = b = 1. 4. Hukum eksponen: Untuk n; m N dan a; b R berlaku: (a) (a n ) m = a nm (b) (ab) n = a n b n (c) a n a m = a n+m : Aturan-aturan di atas berlaku untuk semua n; m Z jika a; b 6= 0. 5. Sifat ketaksamaan: Untuk a; b; c R berlaku: (a) Transitif : Jika a < b dan b < c, maka a < c. (b) Jika a < b maka a + c < b + c. (c) Jika a < b dan 0 < c maka ac < bc. 1

Bab 1. Aksioma Dasar untuk Z (d) Jika a < b dan c < 0 maka bc < ac. (e) Trikotomi: Diberikan a dan b, hanya berlaku salah satu dari: a = b, a < b, b < a. 6. Sifat terurut baik (well-ordering) untuk N: setiap himpunan bagian tak kosong dari N memuat suatu elemen terkecil atau minimal. Suatu elemen terkecil dari suatu himpunan bagian S N adalah suatu elemen s 0 S dimana s 0 s untuk setiap s S. 7. Prinsip Induksi Matematis: Diambil P (n) sebagai suatu pernyataan menyangkut variabel bilangan asli n. Diambil n 0 adalah suatu bilangan asli. P (n) adalah benar untuk semua bilangan asli n n 0 jika kedua pernyataan berikut ini berlaku: PIM(a) P (n) benar untuk n = n 0. PIM(b) Jika P (n) benar untuk n 0 n k, maka P (n) benar untuk n = k + 1.

Bab Bukti dengan Induksi Pada bab ini diberikan beberapa pernyataan yang dapat dibuktikan dengan menggunakan Prinsip Induksi Matematis, atau secara sederhana disebut induksi. Berikut ini diberikan suatu pernyataan beserta bukti induksi. Proposisi.1 Jika n 5 maka n > 5n. Bukti. Di sini digunakan Prinsip Induksi Matematis. PIM(a) Diambil P (n) adalah pernyataan n > 5n. Untuk n 0 diambil 5. Secara sederhana dapat dituliskan: P (n) : n > 5n dan n 0 = 5: Sekarang jika n = 4 maka P (n) menjadi pernyataan 4 > 5 4 yang adalah salah. Tetapi jika n = 5, P (n) adalah pernyataan 5 > 5 5 atau 3 > 5 yang adalah benar. Jadi P (n) benar untuk n = 5. PIM(b) Diasumsikan bahwa P (k) benar untuk suatu bilangan bulat positif k 5. Artinya, diasumsikan bahwa k > 5k untuk suatu k N dan k 5: (.1) Asumsi (.1) dinamakan hipotesis induksi dan akan digunakan untuk membuktikan bahwa P (n) benar ketika n = k +1. Atau dengan kata lain akan dibuktikan bahwa k+1 > 5 (k + 1) (.) dan dilakukan seperti berikut ini. Berdasarkan (.1), ruas kiri dari (.) dapat dituliskan sebagai k+1 = k > 5k = 10k; dan karena 5k > 5 untuk setiap k 5, maka 10k = 5k + 5k > 5k + 5 = 5 (k + 1), sehingga k+1 > 10k > 5 (k + 1) : yang berarti bahwa P (n) benar ketika n = k + 1. Disimpulkan bahwa P (n) berlaku untuk n 5: 3

Bab. Bukti dengan Induksi 4 Contoh. (USAMO 1978) Suatu bilangan bulat dikatakan bagus (good) jika dapat dituliskan sebagai n = a 1 + a + + a k ; dimana a 1 ; a ; ; a k adalah bilangan-bilangan bulat positif (tidak perlu berbeda) yang memenuhi 1 a 1 + 1 a + + 1 a k = 1: Diberikan informasi bahwa bilangan-bilangan bulat 33 sampai 73 adalah bagus, buktikan bahwa setiap bilangan bulat 33 adalah bagus. Bukti. Diambil n = 33, maka bilangan-bilangan bulat 33 sampai 73 dapat dituliskan sebagai barisan n; n + 1; n + ; :::; n + 7 yang adalah bagus berdasarkan yang diketahui. Akan dibuktikan bahwa n + 8 dan n + 9 adalah bagus. Karena n adalah bagus, maka dapat dituliskan n + 8 = (a 1 + a + + a k ) + 4 + 4 = a 1 + a + + a k + 4 + 4 dan Juga, dan Oleh karena itu, 1 a 1 + 1 a + + 1 a k + 1 4 + 1 4 = 1 + 1 4 + 1 4 = 1: n + 9 = a 1 + a + + a k + 3 + 6 1 a 1 + 1 a + + 1 a k + 1 3 + 1 6 = 1 + 1 3 + 1 6 = 1: n + 8 dan n + 9 adalah bagus. Latihan.3 Buktikan bahwa n > 6n untuk n 5. n (n + 1) Latihan.4 Buktikan bahwa 1 + + + n = untuk n 1. Latihan.5 Buktikan bahwa jika 0 < a < b maka 0 < a n < b n untuk setiap n N. Latihan.6 Buktikan bahwa n! < n n untuk n. Latihan.7 Buktikan bahwa jika a; r R dan r 6= 1, maka untuk n 1 berlaku a + ar + ar + + ar n = a rn+1 1 : r 1 Ini dapat dituliskan seperti Dan kasus khusus pentingnya adalah a r n+1 1 = (r 1) a + ar + ar + + ar n : r n+1 1 = (r 1) 1 + r + r + + r n :

Bab. Bukti dengan Induksi 5 Latihan.8 Buktikan bahwa 1 + + + + n = n+1 1 untuk n 1. Latihan.9 Buktikan bahwa 111 {z 1} = 10n 1 9 n kali untuk n 1. Latihan.10 Buktikan bahwa 1 + +3 + +n = n (n + 1) (n + 1) 6 untuk n 1.

Bab 3 Keterbagian 3.1 Sifat-sifat Keterbagian Elementer Pertama kali diperkenalkan pernyataan d j n yang dapat dibaca seperti berikut ini: 1. d membagi n.. d adalah pembagi dari n. 3. d adalah suatu faktor dari n. 4. n adalah kelipatan dari n. Jadi, lima pernyataan di bawah ini adalah ekivalen, artinya semua cara yang berbeda mengatakan hal yang sama. 1. j 6:. membagi 6. 3. adalah pembagi dari 6. 4. adalah suatu faktor dari 6. 5. 6 adalah kelipatan dari. De nisi 3.1 d j n berarti terdapat suatu bilangan bulat k sedemikian sehingga n = dk, sedangkan d - n berarti bahwa d j n adalah salah. Dicatat bahwa a j b 6= a b. Suatu cara lain untuk menyatakan de nisi dari d j n adalah seperti berikut ini. De nisi 3. d j n () n = dk untuk suatu k. (Dicatat bahwa notasi () diinterpretasikan dengan arti jika dan hanya jika.) Teorema 3.3 (Sifat-sifat keterbagian) Jika n, m, dan d adalah bilangan-bilangan bulat maka pernyataan-pernyataan berikut ini adalah benar: (1) n j n (sifat re eksif); () d j n dan n j m =) d j m (sifat transitif); 6

Bab 3. Keterbagian 7 (3) d j n dan d j m =) d j an+bm untuk setiap bilangan bulat a dan b (sifat linier); (4) d j n =) ad j an untuk a 6= 0 (sifat perkalian); (5) ad j an dan a 6= 0 =) d j n (sifat penghapusan); (6) 1 j n (1 membagi sembarang bilangan); (7) n j 1 =) n = 1 (hanya 1 dan 1 yang merupakan pembagi dari 1); (8) d j 0 (sembarang nilai membagi nol); (9) 0 j n =) n = 0 (nol hanya membagi nol); (10) d, n adalah positif dan d j n =) d n (sifat perbandingan). (11) d j n dan d j (n + m) =) d j m. Contoh 3.4 Buktikan sifat 1 sampai 10 dalam Teorema 3.3. Bukti. Untuk (1), dicatat bahwa n = 1n. Untuk () sampai (5), (10) dan (11), syarat d j n diberikan, artinya n = kd untuk suatu bilangan bulat k. Untuk (), dipunyai n j m, artinya m = k 1 n, maka m = (k 1 k) d atau d j m. Untuk (3), diasumsikan bahwa m = k d, maka an + bm = (ka + k b) d. Untuk (4) dan (5), karena a 6= 0, d 6= 0 jika dan hanya jika ad 6= 0. Dicatat bahwa n = kd jika dan hanya jika na = kda. Untuk (6), dicatat bahwa n = n1. Untuk (7), dicatat bahwa 1 = 11 atau 1 = ( 1)( 1). Untuk (8), dicatat bahwa 0 = d 0. Untuk (9), dipunyai 0 j n, artinya n = 0 k, maka n = 0. Untuk (10), dicatat bahwa d; n > 0, maka jkj 1 dan juga n = jkj d d. Untuk (11), dipunyai d j (n + m), artinya n + m = k 1 d, maka kd + m = k 1 d atau m = (k 1 k) d atau d j m. De nisi 3.5 Jika c = as + bt untuk suatu bilangan bulat s dan t, dikatakan bahwa c merupakan suatu kombinasi linier dari a dan b. Jadi, pernyataan (3) dalam Teorema 3.3 mengatakan bahwa jika d membagi a dan b, maka d membagi semua kombinasi linear dari a dan b. Khususnya, d membagi a + b dan a b. Contoh 3.6 Diambil x dan y adalah bilangan bulat. Buktikan bahwa x + 3y dapat dibagi oleh 17 jika dan hanya jika 9x + 5y dapat dibagi oleh 17. Bukti. 17 j (x + 3y) =) 17 j 13 (x + 3y) atau 17 j (6x + 39y) =) 17 j [(9x + 5y) + (17x + 34y)] =) 17 j (9x + 5y), dan sebaliknya, 17 j (9x + 5y) =) 17 j 4 (9x + 5y) atau 17 j (36x + 0y) =) 17 j [(x + 3y) + (34x + 17y)] =) 17 j (x + 3y). Contoh 3.7 Tentukan semua bilangan bulat positif d sedemikian sehingga d membagi n + 1 dan (n + 1) + 1 untuk suatu bilangan bulat n. h i Penyelesaian. Diambil d j n + 1 dan d j (n + 1) + 1 atau d j n + n +. Jadi d j n + n + n + 1 atau d j (n + 1) =) d j 4n + 4n + 1, sehingga d j 4 n + n + 4n + 4n + 1 atau d j (4n + 7) : Jadi d j [(4n + 7) (n + 1)] atau d j 5. Disimpulkan bahwa d adalah 1 atau 5. (Dapat ditunjukkan bahwa nilai dicapai dengan mengambil n = :)

Bab 3. Keterbagian 8 Contoh 3.8 Buktikan bahwa 3 3n+3 6n 7 merupakan suatu kelipatan dari 169 untuk semua bilangan asli n. Bukti. Di sini digunakan Prinsip Induksi Matematis. PIM(a) Diambil P (n) adalah pernyataan 3 3n+3 6n 7 = 169 n, n N. Untuk n = 1, kita menyatakan bahwa 3 6 53 = 676 = 169 4 yang berarti dapat dibagi oleh 169. Jadi P (n) benar untuk n = 1. PIM(b) Diasumsikan bahwa pernyataan benar untuk n = k 1, k > 1, yaitu 3 3k 6k 1 = 169N untuk suatu bilangan bulat N. Karena itu 3 3k+3 6k 7 = 7 3 3k 6k 7 = 7 yang direduksi menjadi 7 169N + 169 4k, 3 3k 6k 1 + 676k yang dapat dibagi oleh 169, yang berarti bahwa P (n) benar untuk n = k. Contoh 3.9 (IMO 1984) Diandaikan bahwa a 1, a, :::, a n adalah bilangan-bilangan bulat berbeda sedemikian sehingga persamaan (x a 1 ) (x a ) (x a n ) ( 1) n (n!) = 0 mempunyai suatu penyelesaian bilangan bulat r. Tunjukkan bahwa r = a 1 + a + ::: + a n : n Bukti. Jelas r 6= a i untuk semua i, dan r sehingga a i adalah n bilangan bulat berbeda, j(r a 1 ) (r a ) (r a n )j j(1) () (n) ( 1) ( ) ( n)j = (n!) ; dengan kesamaan terjadi jika dan hanya jika fr a 1 ; r a ; ; r a n g = f1; ; ; n; 1; ; ; ng : Oleh karena itu (r a 1 ) + (r a ) + + (r a n ) = nr (a 1 + a + ::: + a n ) = 1 + + + n + ( 1) + ( ) + + ( n) = 0 yang mengakibatkan r = a 1 + a + ::: + a n : n

Bab 3. Keterbagian 9 Himpunan bilangan bulat dapat dipartisi menjadi dua himpunan bagian, yaitu himpunan bilangan bulat ganjil dan himpunan bilangan genap: berturut-turut. Berikut ini diberikan beberapa ide dasar: f1; 3; 5; :::g dan f0; ; 4; :::g (1) suatu bilangan ganjil mempunyai bentuk k + 1, untuk suatu bilangan bulat k; () suatu bilangan genap mempunyai bentuk k, untuk suatu bilangan bulat k; (3) jumlahan dari dua bilangan ganjil adalah suatu bilangan genap; (4) jumlahan dari dua bilangan genap adalah suatu bilangan genap; (5) jumlahan dari suatu bilangan ganjil dan genap adalah suatu bilangan ganjil; (6) hasil kali dari dua bilangan ganjil adalah suatu bilangan ganjil; (7) hasil kali dari bilangan-bilangan bulat adalah genap jika dan hanya jika paling sedikit dari faktor-faktornya adalah genap. Contoh 3.10 Diambil n adalah suatu bilangan bulat yang lebih besar dari 1. Buktikan bahwa (a) n adalah jumlahan dari dua bilangan bulat ganjil berturutan. (b) 3 n adalah jumlahan dari tiga bilangan bulat berturutan. Bukti. Untuk (a), dari hubungan n = +n = 4 n dimisalkan k = n, sehingga karena 4k = (k 1) + (k + 1) maka diperoleh n = 4k = n 1 1 + n 1 + 1. Untuk (b), dari hubungan 3 n = 3 1+n 1 = 33 n 1 dimisalkan s = 3 n 1, sehingga karena 3s = (s 1) + s + (s + 1) maka diperoleh 3 n = 3s = 3 n 1 1 + 3 n 1 + 3 n 1 + 1. Contoh 3.11 Diambil k adalah suatu bilangan genap. Apakah mungkin untuk menuliskan 1 sebagai jumlahan dari kebalikan k bilangan ganjil? Penyelesaian. Diasumsikan bahwa 1 = 1 n 1 + + 1 n k untuk bilangan-bilangan ganjil n 1,..., n k ; maka diperoleh n 1 n k = s 1 + + s k, dimana semua s i adalah ganjil. Ini tidaklah mungkin terjadi karena ruas kiri adalah ganjil dan ruas kanan adalah genap. Contoh 3.1 (HMMT 004) Andi memilih lima bilangan dari himpunan f1,, 3, 4, 5, 6, 7g. Selanjutnya Andi memberitahu Vian berapa hasil kali dari bilangan-bilangan terpilih tersebut, yang tidak akan menjadi informasi yang cukup bagi Vian untuk membayangkan apakah jumlahan dari bilangan-bilangan terpilih adalah genap atau ganjil. Berapa hasil kali dari bilangan-bilangan terpilih tersebut?

Bab 3. Keterbagian 10 Penyelesaian. Mencari hasil kali dari bilangan-bilangan terpilih ekivalen dengan mengetahui hasil kali dari dua bilangan yang tidak terpilih. Hasil kali dari bilanganbilangan tidak terpilih dan mungkin diperoleh dari lebih satu pasangan bilangan yaitu hanya 1 ({3,4} dan {,6}) dan 6 ({1,6} dan {,3}). Tetapi dalam kemungkinan kedua, jumlahan dari dua bilangan (tidak terpilih) adalah ganjil (dan juga lima bilangan terpilih mempunyai jumlahan ganjil), sehingga belum tentu benar. Oleh karena itu kemungkinan pertama pasti benar, dan hasil kali dari lima bilangan terpilih sama dengan 1 3 7 1 = 40: Contoh 3.13 Buktikan bahwa 1 + p n + 1 p n adalah suatu bilangan bulat genap dan bahwa 1 + p n 1 p n = b p untuk suatu bilangan bulat positif b, untuk semua bilangan bulat n 1. Bukti. Diproses dengan induksi pada n N. PIM(a) Diambil P (n) adalah pernyataan: 1 + p n p n + 1 adalah genap dan 1 + p n p n p 1 = b untuk suatu b N. Untuk n = 1, dipunyai 1 + p + 1 p = 6 yang adalah bilangan genap, dan 1 + p Oleh karena itu P (1) adalah benar. 1 p = 4 p : PIM(b) Diasumsikan bahwa P (n) benar untuk n = k bahwa 1 + p (k 1) p (k + 1 1, k > 1, yaitu diasumsikan 1) = N untuk suatu bilangan bulat N dan bahwa 1 + p (k 1) 1 p (k 1) = a p untuk suatu bilangan bulat positif a.

Bab 3. Keterbagian 11 Sekarang diperhatikan 1 + p k + 1 p k = 1 + p 1 + p k p p k + 1 1 = 3 + p 1 + p (k 1) + 3 p p (k 1) 1 = 3 1 + p (k 1) p (k + 1 p 1 + p (k 1) 1 p (k 1) + 1) = 6N + p a p = (3N + a) yang merupakan suatu bilangan bulat genap dan secara serupa 1 + p k 1 Jadi P (k) adalah benar. p k = 3a p + p (N) = (3a + 4N) p : Contoh 3.14 (USAMO 003) Buktikan bahwa untuk setiap bilangan bulat positif n terdapat suatu bilangan n-digit yang dapat dibagi oleh 5 n dimana semua digit-nya ganjil. Bukti. Diproses dengan induksi pada n N. PIM(a) Pernyataan adalah benar untuk n = 1 karena terdapat bilangan satu digit yang dapat dibagi oleh 5, yaitu 5. PIM(b) Diasumsikan bahwa N = a 1 a :::a n dapat dibagi oleh 5 n dan hanya mempunyai digit-digit ganjil. Diperhatikan bilangan-bilangan N 1 = 1a 1 a :::a n = 1 10 n + 5 n M = 5 n (1 n + M) ; N = 3a 1 a :::a n = 3 10 n + 5 n M = 5 n (3 n + M) ; N 3 = 5a 1 a :::a n = 5 10 n + 5 n M = 5 n (5 n + M) ; N 4 = 7a 1 a :::a n = 7 10 n + 5 n M = 5 n (7 n + M) ; N 5 = 9a 1 a :::a n = 9 10 n + 5 n M = 5 n (9 n + M) : Diperhatikan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, bilangan-bilangan 1 n +M, 3 n +M, 5 n +M, 7 n +M, 9 n +M memberikan sisa-sisa yang berbeda ketika dibagi oleh 5. Kemungkinan kedua, beda dari dua diantaranya merupakan kelipatan dari 5, yang adalah tidak mungkin karena n bukan kelipatan dari 5 dan bukan beda dari sembarang bilangan-bilangan 1, 3, 5, 7, 9. Karena itu yang benar adalah kemungkinan pertama, dan ini berarti bahwa satu di antara bilangan-bilangan N 1, N, N 3, N 4, N 5 dapat dibagi oleh 5 n 5.

Bab 3. Keterbagian 1 Latihan 3.15 Buktikan bahwa jika d j a dan d j b maka d j a b. Latihan 3.16 Buktikan bahwa jika d j a dan d j a b maka d j b. Latihan 3.17 Buktikan bahwa jika d j n dan n 6= 0 maka jdj jnj. Latihan 3.18 Buktikan bahwa jika d j n dan n j d maka jdj = jnj. Latihan 3.19 Buktikan bahwa jika d j n dan n 6= 0 maka n d j n. Latihan 3.0 Buktikan bahwa jika a Z maka pembagi positif dari a dan a + 1 hanya 1: Latihan 3.1 Diambil a dan b adalah bilangan bulat positif sedemikian sehingga a j b, b j a 3, a 3 j b 4, b 4 j a 5,.... Buktikan bahwa a = b. 3. Algoritma Pembagian Tujuan dari bagian ini adalah membuktikan hasil penting berikut ini. Teorema 3. (Algoritma Pembagian) Jika a dan b adalah bilangan bulat dan b > 0 maka terdapat secara tunggal bilangan bulat q dan r yang memenuhi dua kondisi: a = bq + r dan 0 r < b. (3.1) Dalam situasi ini q dinamakan hasil bagi (quotient) dan r dinamakan sisa (remainder) ketika a dibagi oleh b. Dicatat bahwa terdapat dua bagian untuk hasil ini. Satu bagian adalah EKSISTENSI dari bilangan bulat q dan r yang memenuhi (3.1) dan bagian kedua adalah KETUNGGALAN dari bilangan bulat q dan r yang memenuhi (3.1). Bukti. Pertama kali diperkenalkan fungsi oor: bxc = bilangan bulat terbesar yang lebih kecil atau sama dengan x dimana x adalah sembarang bilangan riil. Dipunyai sifat bahwa x 1 < bxc x. Bahasan lebih lanjut mengenai fungsi oor diberikan dalam Bab 7. Sekarang diambil b > 0 dan sembarang a mende nisikan j a k q = b r = a bq: Secara jelas dipunyai a = bq+r. Tetapi kita perlu untuk membuktikan bahwa 0 r < b. Berdasarkan sifat fungsi oor dipunyai a j a k 1 < a b b b : Sekarang dikalikan semua suku dari ketaksamaan dengan j a k b a > b a: b b yang akan menghasilkan

Bab 3. Keterbagian 13 j a k Jika ditambahkan a ke semua ruas dari ketaksamaan dan diganti dengan q maka b diperoleh b > a bq 0: Karena r = a bq, maka persamaan terakhir memberikan hasil 0 r < b. Kita tetap harus membuktikan bahwa q dan r ditentukan secara tunggal. Untuk itu diasumsikan bahwa a = bq 1 + r 1 dan 0 r 1 < b; dan a = bq + r dan 0 r < b: Kita harus menunjukkan bahwa r 1 = r dan q 1 = q. Jika r 1 6= r, tanpa kehilangan keumuman, dapat diasumsikan bahwa r > r 1. Pengurangan kedua persamaan di atas akan menghasilkan Ini mengakibatkan 0 = a a = (bq 1 + r 1 ) (bq + r ) = b (q 1 q ) + r 1 r : r r 1 = b (q 1 q ) : (3.) Ini berarti bahwa b j (r r 1 ). Berdasarkan Teorema 3.3 nomor (10), ini mengakibatkan bahwa b r r 1. Tetapi karena 0 r 1 < r < b maka dipunyai r r 1 < b. Ini kontradiksi dengan b r r 1. Jadi kita harus menyimpulkan bahwa r 1 = r. Sekarang dari (3.) kita mempunyai 0 = b (q 1 q ). Karena b > 0, akibatnya q 1 q = 0, artinya q 1 = q. Ini melengkapi bukti ketunggalan dari q dan r. Contoh 3.3 (AHSME 1976) Diambil r adalah sisa ketika 1059, 1417 dan 31 dibagi oleh b > 1. Tentukan nilai dari b r. Penyelesaian. Berdasarkan Algoritma Pembagian, 1059 = q 1 b+r, 1417 = q b+r, dan 31 = q 3 b + r untuk bilangan-bilangan bulat q 1, q, q 3. Dari sini, 358 = 1417 1059 = b (q q 1 ), 153 = 31 1059 = b (q 3 q 1 ), dan 895 = 31 1417 = b (q 3 q ). Karena itu b j 358 atau b j 179, b j 153 atau b j 7 179, dan b j 895 atau b j 5 179. Karena b > 1, disimpulkan bahwa b = 179. Jadi (sebagai contoh) 1059 = 5 179 + 164, yang berarti bahwa r = 164. Disimpulkan bahwa b r = 179 164 = 15. Contoh 3.4 Tunjukkan bahwa n + 3 dapat dibagi oleh 4 untuk n tak hingga banyaknya. Bukti. n + 3 = n 1 + 4 = (n 1) (n + 1) + 4. Jika diambil n = 4k 1, k = 0; 1; ; :::, maka pernyataan dapat dibagi oleh 4. De nisi 3.5 Suatu bilangan prima (prime) p adalah bilangan bulat positif lebih besar 1 yang pembagi positifnya hanya 1 dan p. Jika bilangan bulat n > 1 bukan prima, maka bilangan tersebut dinamakan bilangan composite. Dicatat bahwa bilangan 1 bukan bilangan prima ataupun composite.

Bab 3. Keterbagian 14 Contoh 3.6 Tunjukkan bahwa jika p > 3 adalah prima, maka 4 j p 1. Bukti. Berdasarkan Algoritma Pembagian, sembarang bilangan bulat dapat dinyatakan sebagai salah satu dari: 6k, 6k 1, 6k, atau 6k + 3, dengan k Z: Jika p > 3 adalah prima, maka p mempunyai bentuk p = 6k 1 (karena pilihan lainnya dapat dibagi atau 3). Dicatat bahwa (6k 1) 1 = 36k 1k = 1k (3k 1). Karena k atau 3k 1 adalah genap, maka 1k (3k 1) dapat dibagi oleh 4. Contoh 3.7 Buktikan bahwa kuadrat dari sembarang bilangan mempunyai bentuk 4k atau 4k + 1. Bukti. Berdasarkan Algoritma Pembagian, sembarang bilangan bulat dapat dinyatakan sebagai salah satu dari: a atau a + 1. Dikuadratkan, sehingga pernyataan adalah benar. (a) = 4a ; (a + 1) = 4 a + a + 1; Contoh 3.8 Buktikan bahwa tidak ada bilangan bulat dalam barisan yang merupakan kuadrat dari suatu bilangan bulat. 11; 111; 1111; 11111; ::: (3.3) Bukti. Sudah diperoleh bahwa kuadrat dari sembarang bilangan bulat mempunyai bentuk 4k atau 4k + 1. Semua bilangan dalam barisan (3.3) mempunyai bentuk 4k 1, yang berarti tidak bisa menjadi kuadrat dari sembarang bilangan bulat. Contoh 3.9 Tunjukkan bahwa dari sembarang tiga bilangan bulat, selalu dapat dipilih dua diantaranya, misalnya a dan b, sehingga a 3 b ab 3 dapat dibagi 10. Bukti. Jelas bahwa a 3 b ab 3 = ab (a b) (a + b) selalu genap. Jika satu dari tiga bilangan bulat mempunyai bentuk 5k, maka selesai (misalnya diambil a = 5k). Jika tidak, dipilih tiga bilangan yang terletak dalam klas-klas sisa 5k 1 atau 5k. Dua dari tiga bilangan bulat pasti terletak di salah satu dari dua kelompok tersebut. Akibatnya jumlah atau selisih dari dua bilangan tersebut berbentuk 5k dan diperoleh hasil yang diinginkan. Contoh 3.30 Buktikan bahwa jika 3 j a + b, maka 3 j a dan 3 j b. Bukti. Dibuktikan dengan kontraposisi seperti berikut ini. Diandaikan bahwa 3 - a atau 3 - b, dan akan dibuktikan bahwa 3 - a + b. Dari hipotesis dapat dinyatakan a = 3k 1 atau b = 3m 1. Dari sini diperoleh a = 3 3k k + 1 atau a = 3x + 1, dan serupa dengan itu b = 3y + 1. Jadi a + b = 3x + 1 + 3y + 1 = 3s +, yang berarti 3 - a + b. 3.3 Beberapa Identitas Aljabar Pada bagian ini diberikan beberapa contoh dimana penyelesaiannya tergantung pada penggunaan beberapa identitas aljabar elementer.

Bab 3. Keterbagian 15 Contoh 3.31 Tentukan semua bilangan prima berbentuk n 3 n > 1. 1, untuk bilangan bulat Penyelesaian. n 3 1 = (n 1) n + n + 1. Jika pernyataan ini merupakan bilangan prima, karena n +n+1 > 1, pasti dipunyai n 1 = 1, yang berarti n =. Jadi bilangan prima yang dimaksud hanyalah 7. Contoh 3.3 Buktikan bahwa n 4 + 4, n N, adalah prima hanya untuk n = 1. Bukti. Diamati bahwa n 4 + 4 = n 4 + 4n + 4 4n = n + (n) = n + n + n n + = (n + 1) + 1 (n 1) + 1 : Setiap faktor lebih besar 1 untuk n > 1, akibatnya n 4 + 4 bukanlah prima. Contoh 3.33 Tentukan semua bilangan bulat n 1 yang memenuhi n 4 + 4 n adalah prima. Penyelesaian. Untuk n = 1, jelas bahwa pernyataan merupakan bilangan prima. Lebih lanjut haruslah diambil n adalah ganjil. Untuk n 3, semua bilangan di bawah ini adalah bulat: n 4 + n = n 4 + n n + n n n = n + n n 1 (n+1) = n + n + n 1 (n+1) n + n n 1 (n+1) : Ini mudah dilihat bahwa jika n 3, maka setiap faktor lebih besar 1, sehingga bilangan tersebut bukan prima. Contoh 3.34 Buktikan bahwa untuk semua n N, n membagi (n + 1) 1. Bukti. Jika n = 1, maka pernyataan benar. Sekarang diandaikan n > 1, maka berdasarkan Teorema Binomial, (n + 1) 1 = dan setiap sukunya dapat dibagi oleh n : Contoh 3.35 Buktikan bahwa nx k=1 n n k ; k x n y n = (x y) x n 1 + x n y + x n 3 y + + xy n + y n 1 : Jadi x y selalu membagi x n y n.

Bab 3. Keterbagian 16 Bukti. Diasumsikan bahwa x 6= y dan xy 6= 0. Dalam kasus ini, hasil di atas mengikuti identitas nx 1 a k = a an 1 6= 1; a 1 k=0 pada pengambilan a = x y dan dikalikan dengan yn. Sebagai contoh, tanpa penghitungan dapat dilihat bahwa 8767 345 dibagi 666: 8101 345 dapat Contoh 3.36 (E½otv½os 1899) Tunjukkan bahwa 903 n 803 n 464 n + 61 n dapat dibagi oleh 1897 unuk semua bilangan asli n. Bukti. Berdasarkan hasil sebelumnya, 903 n 803 n dapat dibagi oleh 903 803 = 100 = 7 300, dan 61 n 464 n dapat dibagi oleh 61 464 = 03 = 7 ( 9). Jadi pernyataan 903 n 803 n 464 n + 61 n dapat dibagi oleh 7. Dan juga, 903 n 464 n dapat dibagi oleh 903 464 = 9 71 dan 61 n 803 n dapat dibagi oleh 61 803 = 54 = ( ) 71. Jadi pernyataan juga dapat dibagi oleh 71. Karena 7 dan 71 tidak mempunyai faktor prima yang sama (kecuali 1), maka disimpulkan bahwa pernyataan dapat dibagi oleh 7 71 = 1897. Contoh 3.37 (UMMC 1987) Diberikan bahwa 10000400801603 mempunyai suatu faktor prima p > 50000, cari bilangan tersebut. Penyelesaian. Jika a = 10 3 dan b =, maka 10000400801603 = a 5 + a 4 b + a 3 b + a b 3 + ab 4 + b 5 = a6 b 6 a b : Pernyataan terakhir dinyatakan sebagai a 6 b 6 a b = (a + b) a + ab + b a ab + b = 100 100004 998004 = 4 4 100 50501 k; dimana k < 50000. Oleh karena itu p = 50501. Contoh 3.38 (Grünert 1856) Jika x; y; z; n N dan n z, maka tidak berlaku hubungan x n + y n = z n : Bukti. Jelas bahwa jika berlaku hubungan x n + y n = z n untuk x; y; z N, maka x < z dan y < z. Berdasarkan kesimetrian, bisa diandaikan bahwa x < y. Selanjutnya pernyataan dibuktikan dengan kontraposisi. Jadi diandaikan bahwa x n + y n = z n dan n z, maka z n y n = (z y) z n 1 + yz n + + y n 1 1 nx n 1 > x n yang bertentangan dengan pernyataan x n + y n = z n.

Bab 3. Keterbagian 17 Contoh 3.39 Buktikan bahwa untuk n ganjil, x n + y n = (x + y) x n 1 x n y + x n 3 y + + xy n + y n 1 : Jadi jika n adalah ganjil, maka x + y membagi x n + y n. Bukti. Bukti diperoleh dengan pensubstitusian diperhatikan bahwa ( y) n = y n untuk n ganjil. y untuk y dalam Contoh 3.35 dan Contoh 3.40 Tunjukkan bahwa 1001 membagi 1 1993 + 1993 + 3 1993 + + 1000 1993 : Penyelesaian. Berdasarkan contoh sebelumnya karena setiap 1 1993 + 1000 1993, 1993 + 999 1993,..., 500 1993 + 5001 1993 dapat dibagi oleh 1001. Contoh 3.41 (SMC 50) Tunjukkan bahwa untuk sembarang bilangan asli n, terdapat bilangan asli lain x sedemikian sehingga setiap suku dari barisan dapat dibagi oleh n. Bukti. Cukup diambil x = n 1. x + 1; x x + 1; x xx + 1; :::

Bab 4 Kongruensi Z n 4.1 Kongruensi De nisi 4.1 Diambil n N. Untuk x; y Z, x dikatakan kongruen dengan y modulo n jika n j (y x) dan dituliskan x = y (mod n) atau. Selanjutnya y dinamakan sisa n dari x ketika dibagi oleh n. Lebih lanjut, modulo n adalah relasi ekivalensi pada Z, artinya untuk x; y; z Z berlaku: 1. (re eksif ) x = x (mod n),. (simetris) x = y (mod n) =) y = x (mod n); 3. (transitif ) x = y (mod n) dan y = z (mod n) =) x = z (mod n). Klas kongruensi dari suatu bilangan bulat x modulo n, dinotasikan dengan x n (seringkali juga digunakan notasi x atau [x] n ), adalah himpunan dari semua bilangan bulat yang kongruen dengan x modulo n. Dengan kata lain, menggunakan de nisi keterbagian, x n = fy Z : n j (y x)g = fy Z : y x = kn; k Zg = fx + kn : k Zg. Himpunan dari klas-klas kongruensi dinotasikan dengan Z n. Elemen-elemen berbeda dari Z n biasanya didaftar seperti 0 n ; 1 n ; n ; :::; (n 1) n : Contoh 4. Diambil n = 4, maka dipunyai klas-klas kongruensi dari Z n : 0 8 = f0 + 4k : k Zg = f0; 4; 8; :::g ; 1 4 = f1 + 4k : k Zg = f:::; 7; 3; 1; 5; 9; :::g ; 4 = f + 4k : k Zg = f:::; 6; ; ; 6; 10; :::g ; 3 4 = f3 + 4k : k Zg = f:::; 5; 1; 3; 7; 11; :::g : Klas-klas ekivalensi dapat dijumlahkan dan dikalikan menggunakan sifat berikut ini. 18

Bab 4. Kongruensi Z n 19 Lemma 4.3 Diambil n N. Pada Z n berlaku rumus Bukti. Jika x 0 n = x n dan y 0 n = y n maka x n y n = (x y) n ; x n y n = (xy) n : x 0 + y 0 = x + y + x 0 x + y 0 y = x + y (mod n); x 0 y 0 = x + x 0 x y + y 0 y = xy + y x 0 x + x y 0 y + x 0 x y 0 y = xy (mod n): Selanjutnya, dengan mengaplikasikan rumus perkalian di atas akan diperoleh sifat bahwa jika a = b (mod n) maka a k = b k. Contoh 4.4 Tentukan sisa ketika 6 1987 dibagi oleh 37. Penyelesaian. Dapat dituliskan 6 1987 = 6 6 1986 = 6 6 993 = 6 ( 1) 993 karena 6 = 1 (mod 37). Jadi 6 1987 = 6 = 31 (mod 37). Contoh 4.5 Cari digit terakhir dalam ekspansi desimal dari 4 100. Penyelesaian. Digit terakhir adalah sisa ketika dibagi oleh 10. Jadi harus dihitung klas kongruensi dari 4 100 (mod 10). Dipunyai 4 = 6(mod 10), dan selanjutnya 6 = 6(mod 10). Jadi 4 100 = (4 ) 50 = 6 50 = 6(mod 10). Contoh 4.6 Cari digit satuan dari 7 77 : Penyelesaian. Harus dicari 7 77 (mod 10). Diamati bahwa 7 = 1 (mod 10), 7 3 = 7 7 = 7 = 3 (mod 10), dan 7 4 = 7 = 1 (mod 10). Selain itu, 7 = 1 (mod 4) dan 7 7 = 7 3 7 = 3 (mod 4), yang berarti bahwa terdapat suatu bilangan bulat t sedemikian sehingga 7 7 = 3 + 4t. Sekarang diperoleh 7 77 = 7 4t+3 = 7 4 t 7 3 = 1 t 3 = 3 (mod 10): Jadi digit terakhir adalah 3. Contoh 4.7 (Putnam 1986) Berapakah digit satuan dari 10 0000 10 100 + 3? Penyelesaian. Dimisalkan a 10 0000 10 100 + 3 = = 3 = 10 100, maka (a 3)00 a k=0 = 1 X00 00 a 00 k ( 3) k a k k=0 X199 00 a 199 k ( 3) k : (4.1) k

Bab 4. Kongruensi Z n 0 X00 Karena ( 1) k 00 = 0, maka untuk a = 3 (mod 10) persamaan (??) menjadi k k=0 X 3 199 199 k=0 Contoh 4.8 Apakah 4 100 dapat dibagi 3? ( 1) k 00 = 3 199 = 3(mod 10): k Penyelesaian. Karena 4 100 = 1 100 = 1(mod 3), berarti 3 j 4 100. Contoh 4.9 Buktikan bahwa 7 membagi 3 n+1 + n+ untuk setiap n N. Bukti. Diamati bahwa 3 n+1 = 3 9 n = 3 n (mod 7) dan n+ = 4 n (mod 7). Karena itu 3 n+1 + n+ = 7 n = 0 (mod 7), untuk setiap n N. Contoh 4.10 Buktikan hasil Euler: 641 j 3 + 1. Bukti. Diamati bahwa 641 = 7 5 + 1 = 4 + 5 4. Karena itu 7 5 = 1 (mod 641) dan 5 4 = 4 (mod 641). Sekarang, 7 5 = 1 (mod 641) menghasilkan 5 4 8 = 5 7 4 = 1 (mod 641). Kongruensi terakhir dan 5 4 = 4 (mod 641) menghasilkan 3 = 4 8 = 5 4 8 = 1 (mod 641), yang berarti bahwa 641 j 3 + 1. Contoh 4.11 Tentukan bilangan-bilangan kuadrat sempurna di modulo 13: Penyelesaian. Karena r = (13 r), maka hanya dipunyai r = 0; 1; :::; 6. Diamati bahwa 0 = 0, 1 = 1, = 4, 3 = 9, 4 = 3, 5 = 1, dan 6 = 10 (mod 13). Jadi kuadrat sempurna di modulo 13 yaitu 0; 1; 4; 9; 3; 1; 10. Contoh 4.1 Buktikan bahwa tidak ada bilangan bulat yang memenuhi x 5y = : Bukti. Jika x = + 5y, maka x = (mod 5). Tetapi karena bukanlah kuadrat sempurna modulo 5, maka dapat disimpulkan tidak ada bilangan bulat yang memenuhi x 5y = : Contoh 4.13 Buktikan bahwa 7 j 5555 + 5555. Bukti. Diamati bahwa = 3 (mod 7), 5555 = 4 (mod 7), 3 5 = 5 (mod 7), dan 4 = = 5 (mod 7). Diperoleh 5555 + 5555 = 3 5555 + 4 = 3 5(1111) + 4 (1111) = 5 1111 5 1111 = 0 (mod 7): Contoh 4.14 Cari bilangan-bilangan bulat n sedemikian sehingga n + 7 dapat dibagi oleh 7.

Bab 4. Kongruensi Z n 1 Penyelesaian. Diamati bahwa 1 =, = 4, 3 = 1, 4 =, 5 = 4, 6 = 1 (mod 7) dan juga 3k = 1 (mod 3) untuk semua k N. Karena itu 3k +7 = 1+7 = 0 (mod 7) untuk semua k N. Jadi n = 3k; k N. Contoh 4.15 Tentukan semua bilangan bulat n sedemikian sehingga 13 j 4(n + 1). Penyelesaian. Ini adalah ekivalen dengan menyelesaikan kongruensi 4(n + 1) = 0(mod 13). Karena faktor persekutuan terkecil dari 4 dan 3 adalah 1, maka kita dapat menghapus 4 untuk mendapatkan n = 1(mod 13). Penghitungan kuadrat-kuadrat di modulo 13 memberikan (1) = 1, () = 4, (3) = 9, (4) = 3(mod 13), (5) = 1(mod 13), dan (6) = 3(mod 13). Jadi, telah dilakukan penghitungan untuk perwakilan dari setiap klas kongruensi, sehingga jawaban untuk pertanyaan asli adalah x 5(mod 13). Contoh 4.16 Di modulo 7, apakah ada x; y N sedemikian sehingga x 3 = y + 15? Penyelesaian. Diamati bahwa setiap pangkat dari kongruen dengan 1; ; atau 4 (mod 7). Jadi y + 15 = ; 3; atau 5 (mod 7). Di sisi lain, karena pangkat tiga sempurna di modulo 7 yaitu 0; 1, dan 6, maka tidak mungkin terjadi y + 15 = x 3. Disimpulkan tidak ada x; y N sedemikian sehingga x 3 = y + 15. Contoh 4.17 Buktikan bahwa k 5, k = 0; 1; ; ::: tidak pernah mempunyai sisa 1 ketika dibagi oleh 7. Bukti. Diamati bahwa 1 = 4 = ::: =, = 5 = ::: = 4, 0 = 3 = 6 = ::: = 1 (mod 7). Jadi k 5 = 3; 4; atau 6 yang tidak lain adalah sisa atas pembagian oleh 7. Contoh 4.18 (AIME 1994) Barisan naik 3; 15; 4; 48; ::: (4.) terdiri dari kelipatan positif dari 3 dan kurang satu dari suatu kuadrat sempurna. Berapakah sisa dari suku ke-1994 dari barisan tersebut ketika dibagi oleh 1000? Penyelesaian. Diinginkan 3 j n 1 atau 3 j (n 1) (n + 1). Karena 3 adalah bilangan prima, ini mengharuskan n = 3k + 1 atau n = 3k 1, k = 1; ; 3; :::. Barisan 3k + 1, k = 1; ; ::: menghasilkan suku-suku n 1 = (3k + 1) 1 yang merupakan suku-suku di posisi genap dari barisan (4.). Barisan 3k 1, k = 1; ; ::: menghasilkan suku-suku n 1 = (3k 1) 1 yang merupakan suku-suku di posisi ganjil dari barisan (4.). Selanjutnya harus dicari suku ke-997 dari barisan 3k + 1, k = 1; ; :::, yaitu (3 997 + 1) 1 = (3 ( 3) + 1) 1 = 8 1 = 63 (mod 1000). Jadi, sisa yang dicari adalah 63. Contoh 4.19 (USAMO 1979) Tentukan semua penyelesaian tak negatif di modulo 16, jika ada, dari persamaan (n 1 ; n ; :::; n 14 ) n 4 1 + n 4 + n 4 14 = 1599. (4.3)

Bab 4. Kongruensi Z n Penyelesaian. Semua pangkat 4 sempurna di modulo 16 adalah 0; 1 (mod 16). Ini berarti bahwa n 4 1 + n 4 + n 14 paling besar adalah 14 (mod 16), padahal 1599 = 15 (mod 16). Jadi tidak ada penyelesaian untuk (4.3). Contoh 4.0 Diambil 1 n!! = n!! 1 3! + + ( 1)n : n! Buktikan bahwa untuk semua n N, n > 3, n!! = n! (mod (n 1)) : Bukti. Dipunyai n! n!! = n (n 1) (n )! 1! + ( 1)n 1 (n 1)! + ( 1)n n! = (n 1) 1! 1 3! + m + ( 1) n 1 n n 1 + ( 1)n n 1 = (n 1) (m + ( 1) n ) dengan m Z, dan dicatat bahwa (n )! dapat dibagi oleh k; k n. 4. Persamaan Kongruensi De nisi 4.1 Bilangan bulat x 0 yang memenuhi persamaan (kongruensi) dinamakan penyelesaian untuk persamaan tersebut. Pertama kali dipelajari persamaan linear terhadap penjumlahan. (terhadap penjumlahan) dalam kongruensi: Persamaan linear a + x = b (mod n) selalu mempunyai penyelesaian. Kunci dari penyelesaian persamaan tersebut adalah bilangan c sedemikian sehingga c + a = n. Contoh 4. Cari semua x yang memenuhi persamaan 7 + x = 4 (mod 5). Penyelesaian. Persamaan diubah menjadi + x = 4 (mod 5) dan 3 + + x = 3 + 4 (mod 5) 5 + x = 7 (mod 5) x = (mod 5) :

Bab 4. Kongruensi Z n 3 Berikutnya dipelajari persamaan linear terhadap perkalian dalam kongruensi: ax = b (mod n) : Kunci dari penyelesaian persamaan tersebut adalah bilangan c sedemikian sehingga ac = 1 (mod n). Tetapi hal ini tidak selalu terjadi. Sebagi contoh, diambil n = 4 dan a; c f0; 1; ; 3g. Jika a = (mod 4), maka tidak ada c f0; 1; ; 3g sehingga c = 1 (mod ). Contoh 4.3 Periksa apakah persamaan-persamaan berikut ini mempunyai penyelesaian: a) x = 1 (mod 4) b) 3x = 1 (mod 4) c) 1x = 8 (mod 15) Penyelesaian. Diperiksa satu persatu seperti berikut. a) Jika persamaan tersebut mempunyai penyelesaian, maka penyelesaiannya adalah x 1 = 4t, dengan t adalah suatu bilangan bulat. Karena ruas kiri adalah bilangan ganjil dan ruas kanan adalah bilangan genap, maka kesamaan tersebut tidak pernah terjadi. Jadi, persamaan kongruensi tidak mempunyai penyelesaian. b) Karena (3; 4) = 1, maka terdapat bilangan bulat p, q sehingga 3p + 4q = 1 atau 3p = 1 4q: Bilangan p = 3 dan q =. Jadi, persamaan di atas mempunyai penyelesaian x = p + 4r = 3 + 4r dengan r adalah suatu bilangan bulat. c) Jika persamaan tersebut mempunyai penyelesaian, maka terdapat x yang memenuhi 1x 8 = 15t: Ruas kanan dapat dibagi 3, maka ruas kiri harus dapat dibagi 3. Suku 1x habis dibagi 3, tetapi 8 tidak habis dibagi 3. Jadi persamaan tidak mempunyai penyelesaian. Contoh 4.4 Selesaikan setiap kongruensi di bawah ini. a) 5x = 7 (mod 1). b) 3x = 6 (mod 101) : c) x = 8 (mod 10) : Penyelesaian. Diselesaikan satu persatu seperti berikut.

Bab 4. Kongruensi Z n 4 a) Dicatat bahwa 5 5 = 5 = 1 (mod 1). Karena itu 5 5x = 5 7 (mod 1) x = 35 (mod 1) = 11: b) Dicatat 34 3 = 10 = 1 (mod 101). Karena itu 34 3x = 34 6 (mod 101) x = 04 (mod 101) = : c) Di sini (; 10) =, sehingga metode seperti di atas tidak bisa diaplikasikan. Berdasarkan de nisi kongruensi dan keterbagian, diminta x 8 = k 10 = 0 (mod 10) untuk suatu k Z. Persamaan dapat dituliskan menjadi dan memberikan persamaan (x 4) = 0 (mod 10) = 10 x 4 = 0 atau x 4 = 5: Karena itu diperoleh penyelesaian untuk persamaan kongruensi yaitu x = 4 atau x = 9. Latihan 4.5 Cari penyelesaian untuk persamaan berikut ini. a) 5x = 4 (mod 11) : b) 3x = 7 (mod 17) : c) 9x = 4 (mod 49) : d) 100x = 7 mod 11 : Latihan 4.6 Jika ada, cari penyelesaian untuk persamaan berikut ini. a) 4x = 5 (mod 6) : b) 6x = (mod 8) : c) 14x = 1 (mod 1) : d) 8x = 4 (mod 1) : Latihan 4.7 Untuk a = 1; ; :::; 6, cari semua penyelesaian untuk persamaan ax = 1 (mod 7). Latihan 4.8 Cari semua bilangan bulat a dimana 1 a 5 sehingga ax = 1 (mod 6). Latihan 4.9 Diberikan bilangan-bilangan bulat a dan b. Jika 0 < a < 7 dan 0 < b < 7, tentukan a dan b sedemikian sehingga ab = 0 (mod 15).

Bab 4. Kongruensi Z n 5 4.3 Uji Keterbagian Berikut ini diberikan suatu contoh aturan keterbagian yang sangat terkenal. Teorema 4.30 (Casting-out 9 s) Suatu bilangan asli n dapat dibagi oleh 9 jika dan hanya jika jumlahan dari digit-digitnya dapat dibagi oleh 9. Bukti. Diambil n = a k 10 k + a k 1 10 k 1 + + a 1 10 + a 0 sebagai ekspansi basis- 10 dari n. Untuk 10 = 1 (mod 9), dipunyai 10 j = 1 (mod 9). Karena itu diperoleh n = a k + a k 1 + + a 1 + a 0. Contoh 4.31 (AHSME 199) Bilangan bulat dua digit dari 19 sampai 9 dituliskan secara berturutan untuk membentuk bilangan bulat 190134:::8990919: (4.4) Berapakah pangkat terbesar dari 3 yang membagi bilangan tersebut? Penyelesaian. Dengan penggunaan aturan casting-out 9, bilangan (4.4) dapat dibagi oleh 9 jika dan hanya jika 19 + 0 + + 91 + 9 = 37 3 Oleh karena itu, bilangan (4.4) dapat dibagi oleh 3 tetapi tidak oleh 9. Contoh 4.3 (IMO 1975) Ketika 4444 4444 dituliskan dalam notasi desimal, jumlahan dari digit-digitnya adalah A. Diambil B sebagai jumlahan dari digit-digit pada bilangan A. Tentukan jumlahan dari digit-digit pada bilangan B. (A dan B dituliskan dalam notasi desimal) Penyelesaian. Dipunyai 4444 = 7 (mod 9), karena itu 4444 3 = 7 3 = 1 (mod 9). Jadi 4444 4444 = 4444 3(1481) 4444 = 1 7 = 7 (mod 9). Diambil C sebagai jumlahan dari digit-digit pada bilangan B. Berdasarkan aturan casting-out 9, 7 = 4444 4444 = A = B = C (mod 9). Sekarang, 4444 log (4444) < 4444 log 10 4 = 17776. Ini berarti bahwa 4444 4444 mempunyai paling banyak 17776 digit, sehingga jumlahan dari digit-digit pada 4444 4444 adalah paling besar 9 17776 = 159984, yang berarti A 159984. Di antara semua bilangan asli 159984, bilangan yang mempunyai jumlahan digit terbesar adalah 99999, sehingga diperoleh B 45. Dari semua bilangan asli 45, bilangan yang mempunyai jumlahan digit terbesar adalah 39. Jadi jumlahan dari digit-digit B adalah paling besar 1. Tetapi karena C = 7 (mod 9), maka diperoleh C = 7. Jadi, jumlahan dari digit-digit pada bilangan B adalah 7. 4.4 Sisa lengkap De nisi 4.33 Suatu himpunan x 1 ; x ; :::; x n dinamakan sistem sisa lengkap (complete residue system) modulo n jika untuk setiap bilangan bulat y terdapat secara tepat satu indeks j sedemikian sehingga y = x j (mod n).

Bab 4. Kongruensi Z n 6 Dalam hal ini jelas bahwa untuk sembarang himpunan berhingga A dari bilanganbilangan bulat, himpunan A akan membentuk himpunan sisa lengkap modulo n jika dan hanya jika himpunan A mempunyai n anggota dan setiap anggota dari himpunan tidak saling kongruen modulo n. Sebagai contoh, himpunan A = f0; 1; ; 3; 4; 5g membentuk suatu himpunan sisa lengkap modulo 6, karena setiap bilangan bulat x kongruen dengan satu dan hanya satu anggota dari A. Himpunan B = f 3; ; 1; 1; ; 3g tidak membentuk himpunan sisa lengkap modulo 6 karena 3 = 3 (mod 6). Sekarang diperhatikan himpunan Z n = f0; 1; ; :::; n 1g. Sebagai contoh, diambil n = 3 sehingga dipunyai Z 3 = f0; 1; g. Elemen 0 menyatakan semua semua bilangan bulat yang dapat dibagi oleh 3, sedangkan 1 dan berturut-turut menyatakan semua bilangan bulat yang mempunyai sisa 1 dan ketika dibagi oleh 3. Dide nisikan jumlahan pada Z 3 seperti berikut ini. Diberikan a; b Z 3, maka terdapat c Z 3 sedemikian sehingga a + 3 b = c (mod 3). Tabel 4.1 memuat semua penjumlahan yang mungkin. Tabel 4.1: Tabel penjumlahan untuk Z 3. + 3 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 Diamati bahwa Z 3 bersama-sama dengan operasi + 3 seperti yang diberikan dalam Tabel 4.1 memenuhi sifat-sifat: 1. Elemen 0 Z n merupakan suatu elemen identitas untuk Z 3, yaitu 0 memenuhi 0 + 3 a = a + 3 0 = a untuk semua a Z 3.. Setiap elemen a Z 3 mempunyai suatu invers penjumlahan b, yaitu suatu elemen sedemikan sehingga a + 3 b = b + 3 a = 0. Invers penjumlahan dari a dinotasikan dengan a. Dicatat bahwa di Z 3 dipunyai 0 = 0, 1 =, dan = 1. 3. Operasi penjumlahan di Z 3 adalah asosiatif, yaitu untuk setiap a; b; c Z 3 berlaku a + 3 (b + 3 c) = (a + 3 b) + 3 c. Selanjutnya dikatakan bahwa (Z 3 ; + 3 ) membentuk suatu grup (group) dan dinamakan grup dari sisa dibawah penjumlahan modulo 3. Secara serupa, dide nisikan (Z n ; + n ) sebagai grup dari sisa dibawah penjumlahan modulo n. Latihan 4.34 Konstruksikan tabel penjumlahan untuk Z 6 dan Z 8. Latihan 4.35 Berapa banyak pasangan berurutan (a; b) 6= 0 yang berbeda di Z 1 sedemikian sehingga a + 1 b = 0?

Bab 5 Faktorisasi Tunggal 5.1 FPB dan KPK Diberikan a; b Z dan keduanya tidak nol. Bilangan bulat positif terbesar yang membagi a dan b dinamakan faktor persekutuan terbesar (greatest common divisor) dari a dan b, dan dinotasikan dengan (a; b). Dicatat bahwa jika d j a dan d j b maka d j (a; b). Sebagai contoh, (68; 8) =, (1998; 1999) = 1. Jika (a; b) = 1, maka a dan b dikatakan prima relatif (relatively prime) atau koprima (coprime). Jadi, jika a; b adalah prima relatif, maka keduanya tidak mempunyai faktor bersama yang lebih besar dari 1. Jika a; b Z, keduanya tidak nol, bilangan bulat positif terkecil yang merupakan kelipatan dari a dan b dinamakan kelipatan persekutuan terkecil (least common multiple) dari a dan b, dan dinotasikan dengan [a; b]. Dicatat bahwa jika a j c dan b j c maka [a; b] j c. Berikut ini diberikan teorema-teorema yang berkaitan dengan faktor persekutuan terbesar. Teorema 5.1 (Teorema Bachet-Bezout) Faktor persekutuan terbesar, disingkat FPB, dari sembarang dua bilangan bulat a dan b dapat dituliskan sebagai kombinasi linier dari a dan b, yaitu terdapat bilangan bulat x; y dimana (a; b) = ax + by: Bukti. Dimisalkan F = fax + by > 0 : x; y Zg. Jelas bahwa satu di antara a, b berada di F, untuk a dan b yang tak nol. Berdasarkan Prinsip Terurut Baik, F mempunyai elemen terkecil, misalnya d. Oleh karena terdapat x 0, y 0 sedemikian sehingga d = ax 0 + by 0. akan dibuktikan bahwa d = (a; b). Atau dengan kata lain akan dibuktikan bahwa d j a, d j b dan jika t j a, t j b maka t j d. Pertama kali akan dibuktikan d j a. Berdasarkan Algoritma Pembagian, dapat dicari bilangan bulat q, r, dengan 0 r < d sedemikian sehingga a = dq + r. Karena itu r = a dq = a q (ax 0 + by 0 ) = a (1 qx 0 ) by 0 : Jika r > 0, maka r F lebih kecil daripada elemen terkecil d di F, yang kontradiksi dengan kenyataan bahwa d adalah elemen terkecil di F. Jadi r = 0. Akibatnya dq = a, yang berarti d j a. Dengan cara serupa dapat dibuktikan bahwa d j b. 7

Bab 5. Faktorisasi Tunggal 8 Berikutnya diandaikan bahwa t j a dan t j b, maka a = tm dan b = tn untuk bilangan bulat m, n. Karena itu d = ax 0 + by 0 = t (mx 0 + ny 0 ), yang berarti t j d. Di sini jelas bahwa sembarang kombinasi linier dari a dan b dapat dibagi oleh (a; b). Akibat 5. Bilangan bulat positif a dan b adalah prima relatif jika dan hanya jika terdapat bilangan bulat x dan y sedemikian sehingga ax + by = 1. Lemma 5.3 (Lemma Euclid) Jika a j bc dan (a; b) = 1, maka a j c. Bukti. Untuk (a; b) = 1, berdasarkan Teorema Bachet-Bezout, terdapat bilangan bulat x; y dimana ax + by = 1. Karena a j bc, terdapat suatu bilangan bulat s dimana as = bc. Selanjutnya c = c 1 = cax + cby = cax + asy, yang berarti a j c. Teorema 5.4 Jika (a; b) = d, maka a d ; b = 1: d Bukti. Berdasarkan Teorema Bachet-Bezout, terdapat bilangan bulat x; y dimana a b ax + by = d. Karena itu diperoleh x + y = 1 dimana d a d d, b adalah bilanganbilangan bulat. Disimpulkan bahwa d a d ; b = 1: d Teorema 5.5 Jika c adalah suatu bilangan bulat positif, maka (ca; cb) = c (a; b) : Bukti. Diambil d 1 = (ca; cb) dan d = (a; b). Akan dibuktikan bahwa d 1 j cd dan cd j d 1. Untuk d j a dan d j b, maka cd j ca dan cd j cb. Jadi cd merupakan pembagi persekutuan dari ca dan cb, karena itu d 1 j cd. Berdasarkan Teorema Bachet-Bezout, dapat ditemukan bilangan-bilangan bulat x; y dimana d 1 = acx + bcy = c (ax + by). Tetapi karena ax + by merupakan kombinasi linier dari a dan b, maka ini dapat dibagi oleh d. Karena itu terdapat suatu bilangan bulat s sedemikian sehingga sd = ax+by. Ini berarti bahwa d 1 = csd, artinya cd j d 1. Serupa dengan di atas, berlaku (ca; cb) = jcj (a; b) untuk sembarang bilangan bulat tak nol c. Lemma 5.6 Untuk bilangan-bilangan bulat tak nol a, b, c berlaku (a; bc) = (a; (a; b) c) : Bukti. Karena (a; (a; b) c) membagi (a; b) c dan (a; b) c membagi bc (menurut Teorema 5.5(a; b) c) maka (a; (a; b) c) membagi bc. Jadi (a; (a; b) c) membagi a dan bc, atau dituliskan (a; (a; b) c) j (a; bc). Di sisi lain, (a; bc) membagi a dan bc, karena itu (a; bc) membagi ac dan bc. Oleh karena itu, (a; bc) membagi (ac; bc) = (a; b) c. Jadi (a; bc) membagi a dan (a; b) c, atau dituliskan (a; bc) j (a; (a; b) c). Disimpulkan (a; bc) = (a; (a; b) c). Teorema 5.7 a ; b = (a; b).

Bab 5. Faktorisasi Tunggal 9 Bukti. Diandaikan bahwa (m; n) = 1. Diaplikasikan lemma sebelumnya dua kali untuk memperoleh m ; n = m ; m ; n n = m ; (n; (m; n) m) n : m ; n. Diaplika- Untuk (m; n) = 1, ruas kanan dari pernyataan di atas sama dengan sikan kembali lemma di atas, diperoleh m ; n = (n; (m; n) m) = 1: Jadi (m; n) = 1 mengakibatkan m ; n = m ; n = 1. Berdasarkan Teorema 5.4, a (a; b) ; b = 1, (a; b) karena itu a (a; b) ; b (a; b) = 1. Berdasarkan Teorema 5.5, pernyataan terakhir dikalikan dengan (a; b) untuk memperoleh a ; b = (a; b). Contoh 5.8 Diambil (a; b) = 1. Buktikan bahwa a + b; a ab + b = 1 atau 3. Bukti. Dimisalkan d = a + b; a ab + b. Berdasarkan Teorema Bachet-Bezout, sembarang kombinasi linier dari a + b dan a ab + b dapat dibagi oleh d. Karena itu d membagi (a + b) (a + b) + ( 1) a ab + b = 3ab: Karena itu d membagi a + b dan 3ab, akibatnya d membagi 3b (a + b) + ( 1) 3ab = 3b atau dituliskan d j 3b. Serupa dengan itu, diperoleh d j 3a. Jadi Disimpulkan bahwa d = 1 atau 3. d j 3a ; 3b = 3 a ; b = 3 (a; b) = 3: Contoh 5.9 (IMO 1959) Buktikan bahwa pecahan 1n + 4 14n + 3 dapat disederhanakan) untuk setiap bilangan asli n. adalah irreducible (tidak Bukti. Untuk semua bilangan asli n dipunyai 3 (14n + 3) (1n + 4) = 1. Jadi, berdasarkan Akibat 5., diperoleh bahwa pembilang dan penyebut adalah prima relatif, atau dengan kata lain tidak mempunyai faktor persekutuan yang lebih besar dari 1. Contoh 5.10 (AIME 1985) Bilangan-bilangan dalam barisan 101; 104; 109; 116; ::: mempunyai bentuk a n = 100+n, n = 1; ; :::. Untuk setiap n, diambil d n = (a n ; a n+1 ). Cari maksfd n g n1.

Bab 5. Faktorisasi Tunggal 30 Penyelesaian. Diamati bahwa d n = 100 + n ; 100 + (n + 1) = 100 + n ; 100 + n + n + 1 = 100 + n ; n + 1 : Jadi d n j 100 + n n (n + 1) atau d n j (00 n). Oleh karena itu d n j ( (00 n) + (n + 1)) atau d n j 401 untuk semua n. Jadi maksfd n g n1 = 401. Contoh 5.11 Buktikan bahwa jika m dan n adalah bilangan-bilangan asli dan m adalah ganjil, maka ( m 1; n + 1) = 1. Bukti. Dimisalkan d = ( m 1; n + 1). Karena m 1 dan n +1 adalah ganjil, maka d haruslah suatu bilangan ganjil. Selain itu, dapat dituliskan m 1 = kd dan n +1 = ld untuk bilangan-bilangan asli k dan l. Oleh karena itu, mn = (kd + 1) n = td+1, dimana nx 1 n t = k n j d n j 1. Melalui cara yang sama diperoleh mn = (ld 1) m = ud 1, j j=0 dengan menggunakan kenyataan bahwa m adalah ganjil. Untuk td + 1 = ud dapat dituliskan (u t) d =, haruslah d j. Akibatnya d = 1. 1 atau Contoh 5.1 Berapa banyak bilangan bulat positif 160 yang prima relatif terhadap 160? Penyelesaian. Karena 160 = 3 5 7, sekarang masalahnya adalah mencari bilangan-bilangan yang lebih kecil dari 160 dan tidak dapat dibagi oleh, 3, 5, atau 7. Diambil A menyatakan himpunan dari bilangan-bilangan bulat 160 dan merupakan kelipatan dari, B adalah himpunan kelipatan dari 3, dan seterusnya. Berdasarkan Prinsip Inklusi-Eksklusi, ja [ B [ C [ Dj = jaj + jbj + jcj + jdj ja \ Bj ja \ Cj ja \ Dj jb \ Cj jb \ Dj jc \ Dj + ja \ B \ Cj + ja \ B \ Dj + ja \ C \ Dj + jb \ C \ Dj ja \ B \ C \ Dj = 630 + 40 + 5 + 180 10 16 90 84 60 36 +4 + 30 + 18 + 1 6 = 97: Jadi, banyaknya bilangan bulat positif 160 yang prima relatif terhadap 160 adalah 160 97 = 88. 5. Bilangan Prima dan Faktorisasi Diingat kembali de nisi suatu bilangan prima, yaitu suatu bilangan bulat positif lebih besar dari 1 yang hanya mempunyai pembagi positif 1 dan dirinya sendiri. Jelas bahwa

Bab 5. Faktorisasi Tunggal 31 hanya yang merupakan bilangan prima genap, dan juga hanya dan 3 yang merupakan bilangan-bilangan prima yang berturutan. Suatu bilangan, selain 1, yang tidak prima dinamakan bilangan composite. Jelas bahwa jika n > 1 adalah composite maka n dapat dituliskan sebagai n = ab, dimana 1 < a b < n dan a; b N. Contoh 5.13 Tentukan semua bilangan bulat positif n untuk yang mana 3n 4, 4n 5, dan 5n 3 adalah bilangan-bilangan prima. Penyelesaian. Jumlah dari ketiga bilangan tersebut adalah 1n 1, yang jelas merupakan suatu bilangan genap, maka paling sedikit satu diantaranya adalah bilangan genap. Dipunyai bahwa bilangan prima genap hanyalah. Diamati bahwa 4n 5 tidak mungkin menjadi bilangan genap karena 4n selalu genap untuk setiap n, sehingga jika dikurangi suatu bilangan ganjil maka hasilnya ganjil. Tetapi 3n 4 dan 5n 3 adalah mungkin untuk menjadi bilangan genap. Karena itu diselesaikan persamaan 3n 4 = dan 5n 3 = yang secara berturutan menghasilkan n = dan n = 1. Secara mudah bisa diperiksa bahwa n = akan membuat ketiga bilangan tersebut adalah prima. Contoh 5.14 (AHSME 1976) Jika p dan q adalah prima, dan x px + q = 0 mempunyai dua akar bulat positif berbeda, tentukan p dan q. Penyelesaian. Diambil x 1 dan x, dengan x 1 < x, sebagai dua akar bulat positif yang berbeda. Karena itu bisa dituliskan x px+q = (x x 1 ) (x x ), yang mengakibatkan p = x 1 + x dan q = x 1 x. Karena q adalah prima, maka x 1 = 1. Jadi, q = x dan p = x + 1, yang berarti p dan q adalah dua bilangan prima yang berurutan, yaitu q = dan p = 3. Teorema 5.15 Jika n > 1, maka n dapat dibagi oleh paling sedikit satu bilangan prima. Bukti. Karena n > 1, maka dipunyai paling sedikit satu pembagi > 1. Berdasarkan Prinsip Terurut Baik, n pasti mempunyai paling sedikit satu pembagi positif yang lebih besar dari 1, misalnya q. Diklaim bahwa q adalah prima. Jika q bukan prima maka dapat dituliskan q = ab, 1 < a b < q. Ini berarti bahwa a adalah suatu pembagi dari n yang lebih besar dari 1 dan lebih kecil dari q. Timbul kontradiksi dengan kenyataan bahwa q adalah minimal. Teorema 5.16 (Euclid) Terdapat tak hingga banyak bilangan prima. Bukti. Diandaikan terdapat berhingga banyak bilangan prima, misalnya p 1, p,..., p n. Diambil N = p 1 p p n + 1 Bilangan bulat N adalah lebih besar dari 1, sehingga berdasarkan teorema sebelumnya diperoleh bahwa N pasti mempunyai suatu pembagi prima p. Bilangan prima p haruslah salah satu dari bilangan-bilangan p 1, p,..., p n. Tetapi, diamati bahwa p pasti berbeda dari sembarang p 1, p,..., p n karena N mempunyai sisa 1 ketika dibagi oleh sembarang p i. Jadi timbul kontradiksi. Teorema 5.17 Jika bilangan bulat positif n adalah composite, maka n pasti mempunyai suatu faktor prima p dengan p p n.