BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VB PERSEPTRON & CONTOH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351)

P n e j n a j d a u d a u l a a l n a n O pt p im i a m l a l P e P m e b m a b n a g n k g i k t Oleh Z r u iman

BAB IV PEMBAHASAN MODEL

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Didownload dari ririez.blog.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN

BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS BENTUK HUBUNGAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

PENENTUAN LOKASI PEMANCAR TELEVISI MENGGUNAKAN FUZZY MULTI CRITERIA DECISION MAKING

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Preferensi untuk alternatif A i diberikan

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan

BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Game Theory

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian. variable independen dengan variabel dependen.

Tinjauan Algoritma Genetika Pada Permasalahan Himpunan Hitting Minimal

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dalam matematika mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Prosedur Penyelesaian Masalah Program Linier Parametrik Prosedur Penyelesaian untuk perubahan kontinu parameter c

Bab 1 Ruang Vektor. R. Leni Murzaini/

PENJADWALAN PRODUKSI di PT MEUBEL JEPARA PROBOLINGGO

PROPOSAL SKRIPSI JUDUL:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

II. TEORI DASAR. Definisi 1. Transformasi Laplace didefinisikan sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum dilakukan penelitian, langkah pertama yang harus dilakukan oleh

BAB 2 LANDASAN TEORI

Teori Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN. impunan sebagai koleksi (pengelompokan) dari objek-objek yang

BAB I Rangkaian Transient. Ir. A.Rachman Hasibuan dan Naemah Mubarakah, ST

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MEMPERTIMBANGKAN WAKTU KADALUWARSA DAN FAKTOR UNIT DISKON

BAB III FUNGSI MAYOR DAN MINOR. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep dasar dari fungsi mayor dan fungsi

BAB III METODE PENELITIAN. sebuah fenomena atau suatu kejadian yang diteliti. Ciri-ciri metode deskriptif menurut Surakhmad W (1998:140) adalah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri 2 Bandar Lampung dengan populasi siswa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menjawab permasalahan yaitu tentang peranan pelatihan yang dapat

BAB II TEORI ALIRAN DAYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan populasi penelitian yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Tibawa pada semester genap

BAB 2 LANDASAN TEORI

Contoh 5.1 Tentukan besar arus i pada rangkaian berikut menggunakan teorema superposisi.

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun ) dan PDRB

Bab III Analisis dan Rancangan Sistem Kompresi Kalimat

BAB III PERBANDINGAN ANALISIS REGRESI MODEL LOG - LOG DAN MODEL LOG - LIN. Pada prinsipnya model ini merupakan hasil transformasi dari suatu model

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

Performa (2007) Vol. 6, No.2: 41-52

VLE dari Korelasi nilai K

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SEARAH (DC) Rangkaian Arus Searah (DC) 7

ANALISIS REGRESI. Catatan Freddy

SISTEM LINEAR MAX-PLUS KABUR WAKTU INVARIANT AUTONOMOUS

III. METODE PENELITIAN. Metode dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Penggunaan metode eksperimen ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB.3 METODOLOGI PENELITIN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini di laksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) N. 1 Gorontalo pada kelas

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran

(1.1) maka matriks pembayaran tersebut dikatakan mempunyai titik pelana pada (r,s) dan elemen a

KONSEP DASAR PROBABILITAS

MODEL OPTIMAL SISTEM TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB X RUANG HASIL KALI DALAM

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara atau langkah-langkah yang harus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN A PENURUNAN PERSAMAAN NAVIER-STOKES

PENERAPAN METODE MAMDANI DALAM MENGHITUNG TINGKAT INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITI (Studi Kasus pada Data Inflasi Indonesia)

UKURAN S A S MPE P L P of o. D r D. r H. H Al A ma m s a d s i d Sy S a y h a z h a, SE S. E, M P E ai a l i : l as a y s a y h a

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III PEMODELAN MATEMATIS SISTEM FISIK

III PEMBAHASAN. merupakan cash flow pada periode i, dan C. berturut-turut menyatakan nilai rata-rata dari V. dan

HUBUNGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja. Pemilihan lokasi penelitian

PEMODELAN PASANG SURUT AIR LAUT DI KOTA SEMARANG DENGAN PENDEKATAN REGRESI NONPARAMETRIK POLINOMIAL LOKAL KERNEL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Kecocokan Distribusi Normal Menggunakan Plot Persentil-Persentil yang Distandarisasi

MEREDUKSI SISTEM PERSAMAAN LINEAR FUZZY PENUH DENGAN BILANGAN FUZZY TRAPESIUM

KORELASI DAN REGRESI LINIER. Debrina Puspita Andriani /

METODE PENELITIAN. digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel X (celebrity

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 3: MERANCANG JARINGAN SUPPLY CHAIN

DIMENSI PARTISI GRAF GIR

Perencanaan Kebutuhan Tenaga Kerja dengan Teknik Shojinka di Sistem Make To Order Kendala Penyisipan Job dalam On-going Schedule

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DISTRIBUSI HASIL PENGUKURAN DAN NILAI RATA-RATA

3 METODE HEURISTIK UNTUK VRPTW

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penjadwalan Baker (1974) mendefnskan penjadwalan sebaga proses pengalokasan sumber-sumber dalam jangka waktu tertentu untuk melakukan sejumlah pekerjaan. Menurut Morton dan Pentco (1993) penjadwalan ddefnskan sebaga pengamblan keputusan tentang penyesuaan aktftas dan sumber daya dalam rangka menyelesakan sekumpulan pekerjaan agar tepat waktu dan mempunya kualtas sepert yang dngnkan. Keputusan tersebut adalah: - Pengurutan pekerjaan (sequencng). - Waktu mula dan selesa pekerjaan (tmng/release). - Urutan operas suatu pekerjaan (routng). Masalah penjadwalan muncul karena terbatasnya sumber daya yang dmlk untuk mengerjakan sejumlah tugas pada saat bersamaan dan akbat dar keterbatasan tersebut perlu dambl keputusan mengena urutan pengerjaan tugas dan alokas dar sumber daya yang akan dgunakan. Baker (1974) menyatakan bahwa model penjadwalan dapat dbedakan menjad 4 jens, yatu: - Mesn yang dgunakan dapat berupa proses dengan mesn tunggal atau proses dengan mesn majemuk. - Pola alran proses dapat berupa alran dentk atau sembarang. - Pola kedatangan pekerjaan dapat bersfat stats atau dnams. - Sfat nformas yang dterma dapat bersfat determnstk atau stokastk. Pada jens pertama, jumlah mesn dapat dbedakan atas mesn tunggal dan mesn majemuk. Model mesn tunggal merupakan model dasar bag pengembangan mesn majemuk. Sedangkan pada jens kedua, pola alran dapat dbedakan atas flow shop dan 6

job shop. Pada flow shop, pola alran pemrosesan seluruh pekerjaan dar suatu mesn ke mesn lan dalam urutan (routng) yang sama. Pada job shop setap pekerjaan memlk routng yang berbeda. Alran proses yang berbeda mengakbatkan suatu pekerjaan yang akan dproses pada suatu mesn dapat merupakan pekerjaan baru atau pekerjaan yang sudah dkerjakan (work n proces). Pola kedatangan pekerjaan dapat dbedakan atas pola kedatangan stats atau dnams. Pola stats, pekerjaan datang bersamaan pada saat nol (tme zero) atau kedatangan pekerjaan yang tdak bersamaan tetap saat kedatangan pekerjaan sudah dketahu sejak saat nol. Pada pola dnams kedatangan pekerjaan tdak menentu karena ada pengaruh dar varabel waktu. Model determnstk dlhat dar adanya nformas past tentang beberapa aspek. Sedangkan model stokastk mengandung unsur ketdakpastan. 2.2 Penjadwalan Job Shop 2.2.1 Defns Permasalahan penjadwalan job shop adalah permasalahan penjadwalan produks yang mempunya karakterstk sebaga berkut (Baker, 1974): - Terdapat beberapa tpe resource produks (mesn), masng-masng tpe terdr dar satu unt. - Terdapat beberapa pekerjaan yang akan djadwalkan, masng-masng terdr dar beberapa operas yang berurutan secara seral. - Urutan operas pada suatu pekerjaan tdak harus sama dengan urutan operas pada pekerjaan yang lan. - Satu operas dkerjakan oleh satu mesn dengan waktu pemrosesan tertentu. - Tdak ada nterdependens antar pekerjaan. Sebuah jadwal dkatakan layak jka memenuh krtera sebaga berkut (Fogarty et al., 1991): - Urutan pekerjaan operas dalam suatu job tdak dlanggar. - Tdak terjad overlap pengerjaan operas. 7

Dalam penjadwalan job shop, jka terdapat n job yang akan dproses dalam m mesn maka akan terdapat sebanyak (n!) m set jadwal, meskpun tdak semua jadwal tersebut merupakan jadwal layak. Ketdakpraktsan pendekatan optmal pada permasalahan n mengarahkan banyak peneltan pada penggunaan pendekatan-pendekatan heurstk. Pendekatan yang banyak dgunakan pada pemecahan permasalahan penjadwalan job shop secara heurstk adalah pendekatan aturan prortas (dspatchng rule, schedulng rule). Beberapa contoh aturan prortas yang banyak dmplementaskan pada penjadwalan job shop: - Frst ome Frst Served (FFS) prortas dberkan pada proses yang terlebh dulu mengantre pada mesn - Random prortas proses-proses dlakukan secara acak. - Shortest Processng Tme (SPT) prortas dberkan pada proses dengan waktu pemrosesan terpendek. - Longest Processng Tme (LPT) prortas dberkan pada proses dengan waktu pemrosesan terpanjang. - Earlest Due Date (EDD) prortas dberkan pada proses yang mempunya due date terawal. 2.2.2 Model Analtk untuk penjadwalan Job Shop Morton dan Pentco (1993) memformulaskan model penjadwalan job shop dengan asums masng-masng stasun kerja terdr atas satu mesn. Formulas model penjadwalan job shop tersebut dalam bnetuk nteger programmng dengan fungs tujuan untuk memnmumkan weghted flow. Formulas matematk dar model tersebut adalah sebaga berkut: Mn Z = j= 1, n Pembatas-pembatas: w j jk ( j) (2.1) + p j k (2.2) jk jh jk, ( 1 y ) p, j k jk k + H jk jk, (2.3) + Hy p, j k (2.4) k jk jk k, 8

dmana: { 0,1} 0 ; y (2.5) jk jk jk : completon tme job j d mesn k. jh : completon tme job j d mesn h (completon tme job j untuk operas sebelumnya). k : completon tme job d mesn k. p jk : waktu proses job j d mesn k. p k : waktu proses job d mesn k. w j : bobot job j. K ( j) : mesn yang dpaka untuk operas terakhr dar job j. H : blangan yang sangat besar. y jk : varabel bner. y = 1, jka job dproses sebelum job j dmesn k. jk y jk = 0, jka sebalknya. Pembatas (2.2) menyatakan bahwa operas hanya dapat dmula setelah operas sebelumnya dselesakan ( jh ). Pembatas (2.3) dan (2.4) merupakan dua pembatas yang salng berkatan. Kedua pembatas tersebut menunjukkan salah satu dar setap dua job yang akan dproses pada mesn k harus dkerjakan terlebh dahulu. Pembatas (2.5) merupakan pembatas non negatf dan varable bner yang bernla 1 atau 0. 2.2.3 Jadwal sem-aktf, aktf, non delay dan optmal Menurut Baker (1974) jadwal-jadwal dalam job shop dapat dklasfkaskan menjad: - Set Jadwal Sem-Aktf (SA) Kumpulan jadwal yang tdak terdapat satu operas pun bas dkerjakan lebh awal tanpa merubah urutan beberapa operas pada mesn. 9

- Set Jadwal Aktf Kumpulan jadwal sem aktf yang tdak terdapat satu operas pun bas dgeser lebh awal tanpa menunda operas lan. - Set Jadwal Non Delay Kumpulan jadwal aktf yang tdak terdapat satu mesn pun dbarkan menganggur jka pada saat yang sama terdapat operas yang membutuhkan mesn tersebut. - Set Jadwal Optmal Kumpulan jadwal yang memlk tngkat preferens palng tngg. Jadwal optmal n bsa merupakan jadwal aktf atau jadwal non delay. Algortma Gffler-Thompson adalah algortma yang banyak dgunakan dalam pembentukan set jadwal aktf. Algortma n menjad bass bag banyak pengembangan algortma lan pada permasalahan penjadwalan job shop. Notas-notas yang dgunakan dalam algortma n antara lan: PS t = set jadwal parsal yang bers t proses-proses terjadwal. S t = set yang bers proses-proses yang bsa djadwalkan pada stage t. s j ø j = saat terawal proses j bsa dmula. = saat terawal proses j bsa selesa. Langkah-langkah pada algortma tersebut adalah sebaga berkut (Baker, 1974): Langkah 1. t = 0, PS t = Ø, S t bers semua proses yang tdak mempunya predecessor. Langkah 2. Tentukan ø* = mn j St {ø j } dan mesn m* dmana ø* harus dkerjakan. Langkah 3. Untuk masng-masng proses j S t yang membutuhkan mesn m* dan s j < ø*, bentuk jadwal parsal baru dmana proses j dtambahkan pada PS t dan dmula pada waktu s j. Langkah 4. Untuk setap jadwal parsal yang terbentuk pada langkah 3, lakukan: a) Buang proses j dar S t b) Bentuk S t+1 dengan menambahkan successor langsung proses j pada S t. c) Nakkan nla t:t+1 10

Langkah 5. Kembal ke langkah 2 untuk setap PS t+1 yang dbuat pada langkah 3, dan lanjutkan hngga semua jadwal aktf terbentuk. Algortma Jadwal Aktf n menghtung nla complaton tme. Oleh karena tu krtera performans yang dgunakan adalah makespan, karena nla completon tme yang terbesar merupakan nla makespan. 2.3 Penjadwalan dengan Pendekatan Mundur Pendekatan dasar yang dgunakan dalam menyusun suatu penjadwalan dapat dbedakan menjad dua pendekatan, yatu pendekatan maju (forward approach) dan pendekatan mundur (backward approach). Dalam Morton dan Pentco (1993) penjadwalan maju ddefnskan sebaga pengurutan pekerjaan dmula dar arah saat nol (tme zero) atau saat sekarang bergerak maju ke waktu yang akan datang, sedangkan pendekatan mundur adalah penjadwalan yang dmula dar due date dan bergerak mundur ke arah tme zero, sepert yang terlhat pada Gambar 2.1. Pada pendekatan maju akan dhaslkan suatu jadwal yang layak, tetap tdak menjamn due date akan terpenuh, sedangkan pada pendekatan mundur akan dperoleh penjadwalan yang memenuh due date, tetap tdak ada jamnan jadwal yang dperoleh tersebut layak, karena ada kemungknan untuk melanggar tme zero. Penjadwalan dengan menggunakan pendekatan mundur cocok untuk sstem produks just n tme karena produk selesa tepat pada saat dperlukan yatu pada saat due date. 2.4 Waktu Tnggal Aktual Halm dan Ohta (1993) dalam Nuranun (2007) mengusulkan krtera performans yang dsebut sebaga waktu tnggal aktual. Waktu tnggal aktual ddefnskan sebaga lamanya suatu pekerjaan berada d sstem (lanta pabrk) sejak saat pekerjaan tersebut mula dkerjakan hngga due date dar pekerjaan tersebut. Pernyataan n dapat dtuls sebaga berkut: F a = d B untuk = 1,...,N (2.6) 11

Start tme (b ) M1 S M2 O1 S O2 Due date Max{D } d T Horson Penjadwalan a. Pendekatan maju M1 M2 Start tme (b) S O1 S O2 Due date Max{D} d T Horson Penjadwalan b. Pendekatan mundur Gambar 2.1 Pendekatan dalam Penyusunan Jadwal Dengan a F, d dan B adalah waktu tnggal aktual, common due date dan saat mula (startng tme), dengan asums waktu setup konstan dan tdak termasuk dalam waktu proses. Persamaan (2.1) dapat dtuls kembal sebaga berkut: F a ( p j + s j ) = j= 1 s 1 untuk = 1,...,N (2.7) Waktu tnggal aktual suatu batch dtentukan dengan cara yang sama sepert Persamaan (2.7). Waktu proses batch dperoleh dengan mengalkan ukuran batch dengan waktu proses part, sehngga waktu tnggal aktual suatu batch adalah: F a ( t j j] + s j ) = j= 1 [ s1 untuk = 1...N (2.8) 12

[j] menyatakan jumlah part yang terdapat dalam batch poss ke-j dan t j menyatakan waktu proses part pada poss j. Persamaan (2.6), Persamaan (2.7), Persamaan (2.8) berlaku untuk kasus mesn tunggal. 2.5 Teorema-teorema dalam Penjadwalan Batch Halm dan Ohta (1993) dalam Nuranun (2007) mengemukakan beberapa teorema tentang penjadwalan batch, yatu: Teorema 1 Apabla terdapat N batch dar satu tem dengan waktu setup konstan yang dproses pada satu mesn, maka urutan batch yang memnmas waktu tnggal aktual adalah urutan yang dsusun sesua dengan raso berkut ( t + s) ( t + s) ( t + s) [ [... (2.9) Bukt: Andakata ada dua jadwal layak untuk N batch. Jadwal pertama memperlhatkan bahwa batch g adalah batch pada urutan g dan batch (g+1) pada urutan ke (g+1), keduanya durutkan secara mundur. Jadwal kedua berbeda dar jadwal pertama, hanya pada konds batch g berada pada urutan ke (g+1) dan batch (g+1) berada pada urutan ke g. Msalkan F a1 dan F a2 masng-masng adalah total waktu tnggal aktual seluruh part d shop untuk jadwal pertama dan kedua, maka dar Persamaan (2.4) dapat dtuls: ( t + s ) ( t s ) F + a1 a2 F = [ g] [ g+ [ g+ [ g] [ g+ [ g] (2.10) Dengan demkan jadwal pertama akan memberkan total waktu tnggal aktual yang lebh bak (lebh kecl) atau sama dengan jadwal kedua (F a1 = F a2 ), jka dan hanya jka: atau ( t [ g] + s) [ g ( t[ g+ + s) [ g] + (2.11) ( [ g] + s) [ g] ( t[ g+ + s) [ g+ t (2.12) Teorema 2 Bla terdapat N batch yang masng-masng terdr atas tpe tem dan waktu proses per unt sama, serta dketahu besarnya waktu setup batch, yang dproses pada satu mesn, maka 13

susunan batch yang memberkan total waktu tnggal aktual yang mnmum adalah urutan batch yang dsusun sesua dengan raso berkut ( t + s ) ( t + s ) ( t + s ) [ [ [ [... [ N] (2.13) Bukt: Andakata terdapat dua jadwal layak untuk N batch. Jadwal pertama memperlhatkan bahwa batch u adalah batch pada urutan u dan batch (1) pada urutan ke (1), keduanya durutkan secara mundur. Jadwal kedua berbeda dar jadwal pertama, hanya pada batch u berada pada urutan ke (1) dan batch (1) berada pada urutan ke u. Msalkan F a1 dan F a2 masng-masng adalah total waktu tnggal aktual seluruh part d shop untuk jadwal pertama dan kedua, maka dapat dtuls: ( t + s ) ( t s ) a1 a2 F F = [ u[ [ [ [ [ [ [ [ + [ (2.14) Dengan demkan jadwal pertama akan memberkan total waktu tnggal aktual yang lebh bak (lebh kecl) atau sama dengan jadwal kedua (F a1 = F a2 ), jka dan hanya jka atau ( t [ [ s[ ) [ ( t[ [ + s[ ) [ + (2.15) ( [ [ + s[ ) [ ( t[ [ + s[ ) [ t (2.16) [ 14