Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas

dokumen-dokumen yang mirip
Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa

Bab 2. Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Manifold Riemannian

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA

Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

Bab 1 : Skalar dan Vektor

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

VEKTOR. Besaran skalar (scalar quantities) : besaran yang hanya mempunyai nilai saja. Contoh: jarak, luas, isi dan waktu.

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN :

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild

Kemudian, diterapkan pengortonormalan terhadap x 2 dan x 3 pada persamaan (1), sehingga diperoleh

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

Saat mempelajari gerak melingkar, kita telah membahas hubungan antara kecepatan sudut (ω) dan kecepatan linear (v) suatu benda

Persamaan Parametrik

LAMPIRAN A. (Beberapa Besaran Fisika, Faktor konversi dan Alfabet Yunani)

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 1 Vektor. A. Pendahuluan

Listrik Statik. Agus Suroso

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Diferensial Vektor. (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Arahnya diwakili oleh sudut yang dibentuk oleh A dengan ketigas umbu koordinat,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan

GEOMETRI ANALITIK PERTEMUAN2: GARIS LURUS PADA BIDANG KOORDINAT. sofyan mahfudy-iain Mataram 1

1 Mengapa Perlu Belajar Geometri Daftar Pustaka... 1

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD.

SOLUSI VAKUM PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK BENDA SIMETRI AKSIAL STASIONER MENGGUNAKAN PERSAMAAN ERNST

1 Energi Potensial Listrik

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

ISTIYANTO.COM. memenuhi persamaan itu adalah B. 4 4 C. 4 1 PERBANDINGAN KISI-KISI UN 2009 DAN 2010 SMA IPA

Bab II Fungsi Kompleks

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

FISIKA MODERN. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB

TEORI RELATIVITAS DAN KOSMOLOGI

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII

Soal UN 2009 Materi KISI UN 2010 Prediksi UN 2010

MOMENTUM - TUMBUKAN FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) (+GRAVITASI) Mirza Satriawan. menu

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan

MEKANIKA NEWTONIAN. Persamaan gerak Newton. Hukum 1 Newton. System acuan inersia (diam)

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II

Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu

Bab III. Integral Fungsi Kompleks

ANALISA VEKTOR. Skalar dan Vektor

Konsep Usaha dan Energi

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008

ENERGI POTENSIAL. dapat dimunculkan dan diubah sepenuhnya menjadi tenaga kinetik. Tenaga

Teori Relativitas Khusus

Listrik Statik. Agus Suroso

SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA

FISIKA DASAR MIRZA SATRIAWAN

Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY

TUJUAN :Mahasiswa memahami konsep ilmu fisika, penerapan besaran dan satuan, pengukuran serta mekanika fisika.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus

Gambar 7.1 Sebuah benda bergerak dalam lingkaran yang pusatnya terletak pada garis lurus

HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DINAMIKA PARTIKEL 1. PENDAHULUAN

FISIKA DASAR MIRZA SATRIAWAN

(translasi) (translasi) Karena katrol tidak slip, maka a = αr. Dari persamaan-persamaan di atas kita peroleh:

Catatan Kuliah FI2101 Fisika Matematik IA

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

Pengantar KULIAH MEDAN ELEKTROMAGNETIK MATERI I ANALISIS VEKTOR DAN SISTEM KOORDINAT

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

UNIVERSITAS INDONESIA SOLUSI SCHWARZSCHILD UNTUK PERHITUNGAN PRESISI ORBIT PLANET-PLANET DI DALAM TATA SURYA DAN PERGESERAN MERAH GRAVITASI SKRIPSI

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang

Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan

INDIKATOR 10 : Menyelesaikan masalah program linear 1. Pertidaksamaan yang memenuhi pada gambar di bawah ini adalah... Y

BAB IV TRANSFORMASI LINEAR. sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka kita mengatakan F

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan:

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

MUATAN LISTRIK DAN MEDAN LISTRIK

Transkripsi:

Teori Relativitas Mirza Satriawan December 23, 2010 Pengantar Kelengkungan

Quiz 1 Apakah basis vektor dalam sistem koordinat melengkung selalu konstan? 2 Dalam sistem koordinat apakah basis vektornya selalu konstan? 3 Tuliskan rumusan derivatif kovarian, dengan menggunakan simbol Christoffel 4 Tuliskan divergensi suatu vektor Vdalam koordinat polar

Hubungan Gravitasi dan Kelengkungan Salah satu hal fundamental dalam TRK adalah keberadaan kerangka inersial. Kerangka yang titik-titik koordinatnya dalam keadaan diam relatif terhadap titik asal, dan semua penunjuk waktunya berjalan dengan seragam relatif terhadap penunjuk waktu di titik asal. Kemudian dari postulat TRK, kita memperoleh konsep mengenai interval invarian s 2. Untuk mengukur interval kita membutuhkan tensor metriks. Kita dapat saja menentukan sembarang tensor metrik yang kita pakai, tetapi η αβ menjadi tensor metrik yang dipilih karena kaitannya/kesesuaiannya dengan eksperimen, dan kebenarannya dapat ditest dengan eksperimen. Misalnya apakah dapat dibuat suatu kerangka acuan di mana semua penunjuk waktu berjalan secara seragam? Untuk medan gravitasi yang tak seragam, akan ditunjukkan berikutnya, tidak bisa. Jadi tidak ada kerangka inersial global untuk TRK.

Eksperimen pergeseran merah gravitasi Partikel dengan massa diam m dilepaskan dari ketinggian h dan jatuh bebas dengan percepatan g. Sampai di bawah dengan kecepatan v = (2gh) 1/2. Sehingga total energinya menurut pengamat di bawah adalah m + 1 2 mv2 + O(v 4 ) = m + mgh + O(v 4 ). Bila semua energi partikel ini diubah menjadi foton yang kemudian dipancarkan ke atas.

Setelah sampai di atas, foton dengan energi E diubah menjadi partikel dengan massa diam m = E. Agar kelestarian energi terjaga, maka haruslah m = m, sehingga disimpulkan E = m, atau untuk foton E E = hν hν = m m + mgh + O(v 4 ) = 1 gh + O(v4 ) (1) Jadi foton yang naik melawan medan gravitasi akan kehilangan energi, atau akan berkurang frekuensinya (mengalami pergeseran merah). Pergeseran merah ini bisa diukur secara eksperimen dan pers. (1) telah ditest kebenarannya sampai ketelitian 1%. Eksperimen ini terkenal sebagai eksperimen Pound-Rebka-Snider (PRS). Eksperimen tersebut menjamin kebenaran hukum kelestarian energi tetapi juga berarti tidak ada kerangka inersial global dalam medan gravitasi.

Ketiadaan kerangka inersial yang diam relatif di bumi Eksperimen di atas dapat digambarkan dalam diagram ruang waktu berikut yang mengggambarkan garis dunia dua gelombang foton berturutan.

Bagaimanapun pengaruh gravitasi kepada lintasan foton, karena medan gravitasinya tidak bergantung waktu, maka dua lintasan di atas kongruen. Sehingga bila ruang waktu adalah Minkowskian, t bot = t top (kerangka inersial). Tetapi t = 1/ν, dan hasil eksperimen di atas menunjukkan ν > ν atau t bot < t top yang berarti kerangka acuannya tidak inersial. Jadi kerangka acuan yang diam relatif di permukaan bumi, bukan kerangka acuan inersial.

Prinsip Ekuivalensi Salah satu ciri kerangka inersial adalah, suatu partikel yang diam akan tetap diam bila tidak ada gaya yang bekerja padanya. Biasanya gravitasi dianggap gaya, tetapi gravitasi memiliki sifat yang unik, karena semua partikel (dan energi) akan terkena gravitasi, dan semua partikel yang memiliki kecepatan awal sama, akan memiliki lintasan yang sama dalam medan gravitasi, tak bergantung pada susunan internal partikelnya. Untuk gaya-gaya lain (gaya elektromagnetik, interaksi kuat, interaksi lemah) beberapa partikel ada yang terkena ada yang tidak. Misalnya gaya elektromagnetik hanya terkena pada partikel bermuatan.

Partikel netral tidak terkena gaya ini. Jadi untuk gaya-gaya ini, selalu dapat didefinisikan secara eksperimen, bagaimana lintasan partikel yang tidak terkena gaya. Tetapi tidak halnya untuk gravitasi, tidak ada partikel (atau penanda) untuk membedakan lintasan partikel yang tidak terkena medan gravitasi (karena semua pasti terkena dan tidak terbedakan). Tetapi ada kerangka dimana partikel-partikel memiliki kecepatan yang seragam. Kerangka ini jatuh bebas dalam medan gravitasi. Semua partikel bebas akan memiliki kecepatan relatif sama terhadap kerangka ini.

Cara lain untuk memahami ini: Bayangkan dalam suatu ruang yang jauh dari benda-benda angkasa lain, sehingga medan gravitasinya nol. Dalam ruang ini terdapat suatu pesawat roket yang dipercepat seragam ke depan. Bagi pengamat di dalam roket, dia merasa ada gaya gravitasi ke arah belakang roket, dia juga melihat sembarang benda-benda bila tidak ditopang akan jatuh ke arah belakang pesawat dengan percepatan yang sama. Dia juga melihat benda-benda memiliki berat yang besarnya sebanding dengan massanya. Sedangkan kerangka inersial benda-benda, adalah kerangka yang jatuh (tertinggal) ke arah belakang pesawat.

Jadi suatu medan gravitasi yang seragam ekuivalen dengan suatu kerangka yang dipercepat relatif terhadap suatu kerangka inersial. Ini disebut sebagai prinsip ekuivalensi lemah antara gravitasi dan percepatan. Ada bentuk lain yang nanti kita gunakan, yaitu prinsip ekuivalensi kuat yang menyatakan bagaimana gaya alam bekerja dalam medan gravitasi dengan mempostulatkan bahwa hukum gaya-gaya tadi dalam kerangka inersial yang jatuh bebas identik dengan hukum mereka dalam TRK. Perlu diperhatikan bahwa argumen di atas hanya benar untuk suatu daerah lokalitas tertentu dari medan gravitasi, karena medan gravitasi (bumi) bersifat tak seragam.

Pergeseran Merah dalam Kerangka Jatuh Bebas Tinjau kerangka yang awalnya diam ketika foton mulai dipancarkan ke atas dalam eksperimen PRS di atas, tapi kemudian kerangka ini jatuh bebas. Lama perjalanan foton ke atas t = h, dan selama itu kerangka acuan tadi telah memiliki kecepatan menjauh ke bawah sebesar v = gh. Sehingga frekuensi foton ν dilihat dari kerangka jatuh bebas dibanding frekuensi foton ν di kerangka diam di atas, dapat diperoleh dari rumus pergeseran merah (efek Doppler relativistik) ν ν = 1 + gh 1 g 2 h 2 = 1 + gh + O(v4 ) (2)

Dari pers. (1) didapatkan bahwa ν oleh pengamat jatuh bebas sama dengan ν pengamat yang ada ada di bawah, jadi tidak ada pergeseran merah yang teramati oleh pengamat jatuh bebas. Ini menjadi dasar kuat bagi postulat bahwa kerangka jatuh bebas adalah kerangka inersial. Akan tetapi karena gravitasi secara umum tidak seragam, maka tidak mungkin membuat kerangka inersial global. Kita hanya dapat membuat kerangka inersial lokal. Sembarang medan gravitasi, untuk daerah yang cukup kecil, dapat dianggap seragam, sehingga dapat dibuat di lokalitas tersebut suatu kerangka inersial, yaitu kerangka yang sesaat jatuh bebas di daerah tersebut. Ini semacam KDS fluida, tetapi untuk daerah lokalitas tertentu dan waktu tertentu saja.

Kelengkungan Dalam TRK, dua garis dunia partikel bebas yang awalnya paralel akan tetap paralel. Sama seperti sifat geometri Euclid. Jadi ruang TRK, yaitu ruang Minkowski adalah ruang datar, yang memenuhi aksioma Euclid mengenai paralelisme. Hanya saja ruang Minkowski memiliki metrik yang berbeda, (-1,1,1,1) alih-alih (1,1,1,1), sehingga ruang Minkowski adalah ruang datar dengan geometri non Euklidan. Dalam ruang waktu gravitasi tak seragam, garis dunia dua partikel bebas yang awalnya paralel tidak selalu paralel. Aksioma Euklid tidak terpenuhi, sehingga ruangnya tidak datar, atau ruangnya melengkung. Sebagai contoh, di permukaan bola, dua garis (bagian dari lingkaran garis lintang) yang awalnya paralel (disebut sebagai geodesi), akan berpotongan di kutub. Tetapi secara lokal, ruangnya seperti ruang datar. Ini adalah sifat dari geometri Riemann. Hasil terepenting dari Einstein adalah dia mengidentifikasikan lintasan partikel yang jatuh bebas dengan geodesi geometri melengkung.

Aljabar Tensor dalam Koordinat Polar Tinjau suatu bidang Euklid. Sistem koordinat kartesan dengan koordinat x dan y dapat diganti dengan sistem koordinat polar dengan koordinat r dan θ, dengan relasi r = (x 2 + y 2 ) 1/2 ; x = r cos θ; θ = arctan y ; y = r sin θ (3) x Perubahan kecil r dan θ dihasilkan oleh x dan y melalui r = x r x + y y = cos θ x + sin θ y r θ = y r 2 x + x r 2 y = 1 r sin θ x + 1 cos θ y (4) r

Dapat juga digunakan koordinat lain, misalkan kita simbolkan dengan ξ dan η. ξ = ξ(x, y); ξ = ξ ξ x + x y y η = η(x, y); ξ = η η x + y (5) x y Agar sistem koordinat (ξ, η) menjadi sistem koordinat yang baik, maka hubungannya dengan (x, y) harus satu-satu. Secara matematis ini berarti bila ξ = η = 0, maka x = y = 0. Ini benar bila determinan transformasi di pers. (5) tidak nol det ( ) ξ/ x ξ/ y 0 (6) η/ x η/ y Determinan ini disebut sebagai Jacobian dari transformasi koordinat. Bila Jacobiannya nol di suatu titik, maka transformasinya dikatakan singular di titik tersebut.

Vektor dan bentuk satu Cara lama untuk mendefinisikan vektor adalah sebagai sesuatu yang bertransformasi, terhadap sembarang transformasi koordinat, seperti transformasinya pergeseran, r. Yaitu suatu vektor dapat direpresentasikan sebagai pergeseran ( x, y), atau dalam koordinat polar ( r, θ), atau secara umum ( ξ, η). Untuk pergeseran yang kecil ( ) ξ = η ( ) ( ) ξ/ x ξ/ y x η/ x η/ y y Dengan mendefinisikan matrix transformasi (7) ( ) ξ/ x ξ/ y (Λ α β) = (8) η/ x η/ y Transformasi sembarang vektor dapat ditulis seperti pada TRK V α = Λ α βv β (9)

Kita dapat mendefinisikan suatu vektor dengan cara lain (yang lebih alami). Misalkan diberikan suatu skalar φ. Untuk suatu sistem koordinat (ξ, η), selalu dapat dibentuk derivatif φ/ ξ dan φ/ η. Bentuk satu (forma satu) dφ didefinisikan sebagai obyek geometri yang komponennya dalam koordinat (ξ, η) dφ ( φ/ ξ, φ/ η) (10) Transformasi komponen, diperoleh otomatis dari aturan derivatif berantai φ ξ = x φ ξ x + y φ ξ y (11) demikian pula untuk φ/ η.

Atau dapat ditulis ( ) φ/ ξ = φ/ η ( ) ( ) x/ ξ y/ ξ φ/ x x/ η y/ η φ/ y (12) sehingga matriks transformasinya ( ) x/ ξ y/ ξ (Λ α β ) = x/ η y/ η (13) Jadi mula-mula yang didefiniskan adalah bentuk satu beserta cara tertransformasinya. Kemudian vektor didefinisikan sebagai fungsi linier dari bentuk satu ke bilangan real. Vektor yang didefinisikan seperti ini, tetap akan bertransformasi seperti pers.(7).

Dapat ditunjukkan bahwa (Λ α β) dan (Λ α β )T adalah inverse satu terhadap yang lain. ( ξ/ x ξ/ y η/ x η/ y ) ( x/ ξ x/ η ) y/ ξ y/ η = ξ x x ξ + ξ y y ξ η x x ξ + η y y ξ ξ x x η + ξ y y η η x x η + η y y η = ( ) ξ/ ξ ξ/ η = η/ ξ η/ η ( ) 1 0 0 1 (14)

Kurva dan Vektor Definisi: Lintasan (path) kumpulan sederetan titik-titik yang terhubung di suatu bidang. Kurva: Lintasan yang berparameter. Kurva adalah pemetaan suatu interval garis bilangan real ke suatu lintasan pada suatu bidang. Jadi kurva adalah lintasan dengan bilangan real diasosiasikan ke setiap titiknya. Misal: (ξ = f (s), η = g(s), a s b). Bila kita ganti parameternya, misal s = s (s) maka akan kita dapatkan kurva yang baru (ξ = f (s ), η = g (s ), a = s (a) s b = s (b)). Bisa ada takhingga banyak kurva yang memiliki lintasan yang sama. Derivatif suatu medan skalar φ sepanjang kurva ini adalah dφ/ds. Bila s diganti maka derivatifnya juga berganti.

Dapat dituliskan dφ/ds = dφ, V (15) dengan komponen dari V adalah (dξ/ds, dη/ds). Vektor V bergantung pada kurvanya, sedangkan dφ hanya bergantung pada φ. Jadi V adalah vektor karakteristik dari kurva, disebut sebagai vektor tangen. Jadi vektor adalah sesuatu yang menghasilkan dφ/ds bila diberi φ. Dalam pandangan modern, vektor tangen terhadap suatu kurva disebut sebagai d/ds. Suatu lintasan memiliki tak hingga banyak tangen vektor di satu titik, tetapi suatu kurva hanya memiliki satu tangen vektor di satu titik. Parameter s tidak berubah terhadap transformasi koordinat, tetapi komponen V akan berubah, sesuai aturan derivatif berantai ( ) dξ/ds = dη/ds ( ) ( ) ξ/ x ξ/ y dx/ds η/ x η/ y dy/ds (16)

Bentuk satu basis dan vektor basis dalam koordinat polar Basis koordinatnya atau demikian juga untuk e α = Λ β α e β (17) e r = Λ x r e x + Λ y r e y = x r e x + y r e y = cos θ e x + sin θ e y (18) e θ = x θ e x + y θ e y = r sin θ e x + r cos θ e y (19)

di mana telah digunakan Λ x r = x r demikian juga untuk tranformasi baliknya akan digunakan Λ r x = r x Analog dengan sebelumnya, bentuk satu basisnya dθ = θ x dx + θ y dy, serupa dengan itu diperoleh = 1 r sin θ dx + 1 r cos θ dy (20) dr = cos θ dx + sin θ dy (21)

Berikut adalah sketsa gambar basis-basis tersebut Perhatikan bahwa untuk titik yang berbeda basisnya berbeda. Selain itu panjang dari setiap basis di titik yang berbeda bisa tidak sama. Sebagai contoh dari pers. (19) diperoleh e θ 2 = e θ e θ = r 2 sin 2 θ + r 2 cos 2 θ = r 2. (22) Dapat ditunjukkan bahwa e r = 1, dr = 1, dr = 1, dθ = r 1.

Tensor metrik Perkalian titik di atas dihitung dengan mengetahui bentuk tensor metrik dalam koordinat (x, y): e x e x = e y e y = 1, e x e y = 0; (23) atau dalam notasi tensor (dalam koordinat kartesan) Untuk koordinat polar, komponennya g( e α, e β ) = δ αβ (24) g α β = g( e α, e β ) = e α e β (25) dengan memakai pers.(19) dan (18), diperoleh g rr = 1, g θθ = r 2, g rθ = 0 (26)

Sehingga komponen g dalam koordinat polar dapat ditulis (g αβ ) = ( ) 1 0 0 r 2, (27) Cara yang paling efisien untuk menunjukkan metrik sekaligus koordinatnya, adalah dengan menggunakan elemen garis dalam sistem koordinat tersebut, yang tidak lain adalah besar dari sembarang vektor pergeseran infinitesimal d l: d l d l = ds 2 = dr e r + dθ e θ = dr 2 + r 2 dθ 2 (28) Tensor metrik dapat juga dituliskan dalam basis tensornya g = g αβ dx α dx β = dr dr + r 2 dθ dθ (29) Perhatikan, bentuk ini tidak sama dengan yang sebelumnya, ini masih dalam basis bentuk satunya, bukan dalam bentuk hasilnya perkalian titik, seperti pada sebelumnya.

Metrik yang kita peroleh sebelumya memiliki inverse ( 1 0 0 r 2 ) 1 = ( ) 1 0 0 r 2, (30) dengan ini kita dapat memetakan antara vektor dan bentuk satu. Misalkan bila diberi medan skalar φ, dan gradiennya dφ, maka komponen vektor dari dφ adalah untuk koordinat polar ( dφ) α = g αβ φ, β (31) ( dφ) r = g rβ φ, β = g rr φ, r +g rθ φ, θ = φ/ r; ( dφ) θ = g θβ φ, β = g θr φ, r +g θθ φ, θ = 1 φ/ θ (32) r2 Komponen dari bentuk satu dan vektor gradien memiliki komponen berbeda! (hanya sama dalam koordinat kartesan)

Kalkulus Tensor dalam koordinat polar Komponen dari basis vektor e x dalam koordinat polar adalah (Λ r x, Λ θ x) = (cos θ, r 1 sin θ), yang jelas masing-masingnya tidak konstan. Bila e x diderivatifkan, haruslah nol, tetapi derivatif terhadap komponennya tidak menghasilkan nol. Ini karena basis vektor koordinat polar bukanlah vektor yang konstan. Derivatif dari basis vektor dalam koordinat polar: r e r = r (cos θ e x + sin θ e y ) = 0 (33) θ e r = θ (cos θ e x + sin θ e y ) = 1 r e θ. (34)

Demikian pula r e θ = r ( r sin θ e x + r cos θ e y ) = 1 r e θ (35) θ e θ = θ ( r sin θ e x + r cos θ e y ) = r e r. (36) Untuk vektor e x, derivatifnya terhadap koordinat polar θ e x = θ (cos θ e r 1 r sin θ e θ) = 0 (37)

Derivatif sembarang vektor dalam koordinat polar Sembarang vektor V dalam koordinat polar, memiliki komponen (V r, V θ ). Derivatifnya, misalnya terhadap r adalah V r = r (Vr e r + V θ e θ ) = Vr r e r + V r e r r + Vθ r e θ + V θ e θ r (38) Secara umum V x β = Vα x e β α + V α e α x β (39) suku terakhir, sebagai vektor dapat dituliskan dalam kombinasi linear dalam basis vektornya, e θ r = Γµ αβ e µ (40) koefisien Γ µ αβ disebut sebagai simbol Christoffel.

Dari hasil-hasil sebelumnya, diperoleh simbol Christoffel dalam koordinat polar. 1 e r r = 0 Γµ rr = 0 2 3 e r θ = 1 r e θ Γ r rθ = 0, e θ r = 1 r e θ Γ r θr = 0, Γ θ rθ = 1 r Γ θ θr = 1 r 4 e θ θ = r e r Γ r θθ = r, Γ θ θθ = 0

Derivatif Kovarian Dengan menggunakan simbol Christoffel, derivatif terhadap sembarang vektor menjadi V x β = Vα x e β α + V α Γ µ αβ e µ (41) atau dapat juga dituliskan sebagai V ( ) V α x β = x β + Vµ Γ α µβ e α (42) sehingga komponen V/ x β adalah V α x β + Vµ Γ α µβ (43) Didefinisikan notasi derivatif baru sehingga V/ x β = V α ; β e α V α ; β = V α, β +V µ Γ α µβ (44)

Obyek V/ x β, untuk β tertentu adalah suatu vektor. Tetapi untuk sembarang ( ) nilai β, V/ x β dapat dianggap sebagai suatu 1 tensor tipe yang memetakan vektor e 1 β ke V/ x β. Medan tensor ini disebutsebagai derivatif kovarian dari V dan disimbolkan sebagai V. Komponennya ( V) α β = ( β V) α = V α ; β (45) Dalam koordinta kartesan komponennya V α, β tetapi dalam koordinat lengkung lainnya, komponennya secara umum seperti pada pers. (45). Untuk mendapatkan komponennya, dapat digunakan pers. (44) atau menggunakan transformai tensor dari komponennya pada koordinat kartesan. Untuk medan skalar, karena skalar tidak bergantung pada basis vektor, maka derivatif kovariannya sama dengan derivatif biasa. α f = f / x α ; f = df. (46)

Divergensi dan Laplasian Dalam koordinat kartesan, divergensi suatu vektor V α adalah suatu skalar V α, α, yang bisa dilihat sebagai kontraksi dari V α, β terhadap kedua indeksnya. Sebagai skalar, nilainya invarian tidak bergantung pada sistem koordinat. Dalam koordinat lengkung, divergensi diberikan oleh V α ; α dan memenuhi V α, α = V α ; α (47) Sebagai contoh, untuk koordinat polar akan didapatkan V α ; α = 1 r r (rvr ) + θ Vθ. (48) Laplasian adalah divergensi dari suatu gradien. Gradien adalah suatu bentuk satu. Karena kita sebelumnya hanya memiliki divergensi dari suatu vektor, maka kita harus mengubah gradien menjadi vektor. Dalam koordinat polar, sudah kita dapatkan komponen dari vektor gradien suatu medan skalar φ, yaitu (φ, r, φ, θ /r 2 ).

Dengan memasukkan komponen vektor gradien ke dalam rumus divergensi suatu vektor di atas diperoleh (dalam koordinat polar) φ 2 φ = 1 r r (r φ r ) + 1 r 2 2 φ θ 2 (49)

Derivatif bentuk satu dan tensor tipe lainnya Untuk mendapatkan derivatif bentuk satu, digunakan sifat bahwa bentuk satu bekerja pada vektor menghasilkan skalar. Misalkan p adalah bentuk satu dan V adalah vektor, dan misalkan p, V φ = p α V α (suatu skalar). Sehingga β φ = p α x β Vα + p α V α x β. (50) sebagai komponen dari β V bentuk V α / x β dapat diganti dengan memakai pers.(44) sehingga β φ = p α x β Vα + p α V α ; β p α V µ Γ α µβ. (51) atau ( ) pα β φ = x β p µγ µ αβ V µ + p α V α ; β. (52) Semua suku di atas adalah komponen suatu tensor, maka suku dalam kurung juga harus komponen dari suatu tensor, yang tidak lain adalah derivatif kovarian dari p Jadi

Untuk pers.(50), sekarang menjadi β (p α V α ) = p α ; β V α + p α V α ; β. (54) Prosedur yang sama dapat digunakan untuk memperoleh derivatif kovarian tensor lainnya β T µν = T µν, β T αν Γ α µβ T µα Γ α νβ (55) β A µν = A µν, β +A αν Γ µ αβ + A µα Γ ν αβ (56) β B µ ν = B µ ν, β +B α νγ µ αβ B µ αγ α νβ (57) (58)

Simbol Christofell dan Tensor Metrik Dalam koordinat kartesan, komponen suatu bentuk satu serta vektor yang terkait dengannya, akan sama. Karena derivatif kovarian dalam koordinat kartesan hanyalah derivatif biasa terhadap komponen, maka komponen derivatif kovarian dari suatu bentuk satu dan vektor terkait haruslah sama. Bila V adalah suatu vektor, dan Ṽ = g( V, ) adalah bentuk satu terkait, maka dalam koordinat kartesan β Ṽ = g( β V, ) (59) Tapi persamaan di atas adalah peramaan tensor, sehingga harus benar untuk sembarang koordinat. Disimpulkan V α ; β = g αµ V µ ; β (60) Kesimpulan ini membawa akibat berikut ini: Berawal dari V α = g αµ V µ. Bila dilakukan derivatif kovarian (dalam sembarang koordinat) V α ; β = g αµ ; β V µ + g αµ V µ ; β (61)

Mencari Simbol Christoffel dengan metriks Sebelumnya akan ditunjukkan bahwa Γ µ αβ = Γ µ βα. Dalam koordinat kartesan φ (dengan φ adalah sembarang skalar) memiliki komponen φ β. Derivatif kovarian yang kedua φ memiliki komponen φ, β ; α, atau dalam koordinat kartesan adalah φ, β, α. Karena derivatif biasa dapat dipertukarkan maka φ, β, α = φ, α, β. Tetapi bila suatu tensor itu simetrik dalam suatu sistem koordinat, dia akan tetap simetrik dalam koordinat lain. Jadi φ, β ; α = φ, α ; β, atau φ, β, α φ, µ Γ µ βα = φ, α, β φ, µ Γ µ αβ (62) Tapi karena φ, β, α = φ, α, β maka Γ µ αβ = Γ µ βα.

Sekarang dengan memakai g αβ ; µ = 0 kita dapat tuliskan g αβ, µ = Γ ν αµg νβ + Γ ν βµg αν kemudian tukarkan indeks β dan µ g αµ, β = Γ ν αβg νµ + Γ ν µβg αν dan tukarkan indeks β dengan α g βµ, α = Γ ν βαg νµ + Γ ν µαg βν Jumlahkan dua persamaan pertama dan kurangkan dengan yang ketiga, diperoleh setelah beberapa penyederhanaan g αβ, µ + g αµ, β g βµ, α = 2g αν Γ ν βµ Setelah dikalikan dengan g αγ, dibagi dua, diperoleh Γ ν βµ = 1 2 (g αβ, µ + g αµ, β g βµ, α ) (63)