Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan"

Transkripsi

1 Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan Pada Bab III, telah diperoleh sebuah deskripsi teori efektif 4-dimensi dari teori 5- dimensi dengan cara mengkompaktifikasi pada orbifold dalam kerangka kerja teori supergravitasi. Dalam proses kompaktifikasi dimensi ekstra diasumsikan kompak dan memiliki orde skala Planck, sehingga oleh pengamat pada 4-dimensi, dimensi ekstra tersebut tidak dapat diamati. Orbifold adalah sebuah lingkaran yang memiliki sifat-sifat bahwa dua buah titik dihubungkan oleh simetri refleksi melalui diameternya. Pada titik-titik tetap dari simetri ini dapat ditempatkan dua buah 3-brane yang dinamakan brane orbifold di mana materi dapat terlokalisasi. Geometri ruang bulk 5-dimensi kemudian dinyatakan oleh M 4. Model Randall-Sundrum I didasarkan pada geometri seperti ini. Bab ini bertujuan untuk memperoleh persamaan-persamaan medan untuk dua buah sistem brane, khususnya diturunkan persamaan dinamika gravitasional pada brane. Shiromizu, dkk., (2000), telah menurunkan persamaan medan gravitasional pada sebuah 3-brane dengan menggunakan pendekatan proyeksi Gauss-Codacci dari persamaan-persamaan medan pada bulk. Sebagai latar belakang solusinya, dipilih sistem koordinat normal Gaussian. Sebagaimana telah diperlihatkan bahwa pemilihan sistem koordinat normal Gaussian tidak mempengaruhi persamaanpersamaan medan pada brane. Untuk kasus dua buah brane atau lebih, jika sistem koordinat tersebut dipilih di dekat salah satu brane, maka tidak dapat menjamin berlaku pula pada brane yang lain. Ide dari Shiromizu, dkk., (2000) digunakan untuk memperoleh persamaan medan 4-dimensi secara serempak untuk sistem dua buah brane. Berbeda dengan dilakukan oleh Shiromizu dan Koyama (2003) melalui perumusan kurvatur kovarian, pada bab ini, penurunannya diperluas dengan menyatakan kuantitas-kuantitas 4-dimensi dalam ungkapan kuantitaskuantitas 5-dimensi (Arianto dan Zen, 2005). Dengan cara ini, dapat lebih mudah untuk mengetahui efek fisis dari ruang waktu bulk pada brane. Seperti juga kemungkinan perluasan tentang keberadaan medan-medan lain pada bulk, selain 68

2 konstanta kosmologi bulk. Pada Bab VI akan dibahas keberadaan medan vektor pada bulk yang dapat mempengaruhi persamaan-persamaan gravitasional pada brane. Untuk tujuan ini, sebagai latar belakang solusinya dipilih metrik 5-dimensi sebagai berikut: (IV.1) Struktur geometri dan model ruang-waktu untuk model dua buah brane diperlihatkan pada Gambar IV.1. σ σ ( + ) ( ) Bulk II Bulk I Bulk II Simetri Z 2 Simetri Z 2 Gambar IV.1 Struktur geometri untuk dua buah brane, M 4. Masingmasing brane ditempatkan pada titik-titik tetap orbifold. Ada dua bayangan identik bulk, daerah I dan II, dengan empat buah bidang batas seperti ditunjukan pada gambar (berwarna hijau), yang memberikan dua buah bayangan aksi bulk dan suku batas Gibbons- Hawking. IV.2 Gravitasi Braneworld Untuk menurunkan persamaan induksi untuk sistem dua buah 3-brane, ruangwaktu bulk yang ditinjau adalah ruang-waktu 5-dimensi dan memilki konstanta kosmologi negatif, Λ. Persamaan aksi dalam model ini diberikan oleh 69

3 (IV.2) di mana adalah aksi pada bulk yang meliputi aksi Hilbert-Einstein dan konstanta kosmologi bulk, sedangkan adalah aksi pada brane yang terdiri dari aksi brane yang memiliki tegangan positif dan negatif, dan adalah aksi Gibbons-Hawking yang terdiri dari suku-suku batas. Masingmasing aksi diberikan sebagai berikut : (IV.3) (IV.4) (IV.5) (IV.6) Di dalam persamaan di atas, dan berturut-turut menyatakan metrik bulk dan skalar Ricci 5-dimensi, sedangkan adalah determinan dari metrik induksi pada brane. menyatakan Lagrangian dari materi-materi yang terlokalisasi pada brane dan adalah tegangan brane. Persamaan (IV.6) adalah persamaan aksi Gibbons-Hawking dengan menyatakan trace dari kurvatur ekstrinsik. Suku ini dapat saling menghilangkan dengan suku batas yang mencul akibat dari variasi aksi bulk. Sebagaimana dijelaskan pada pasal berikutnya aksi ini menghasilkan syarat batas yang berlaku pada kedua sisi brane dan menentukan dinamika gravitasional dari sistem braneworld. Persamaan-persamaan medan gravitasional pada brane dapat diperoleh dengan cara memproyeksikan kuantitas-kuantitas medan dari bulk. Tensor proyeksi pada brane didefinisikan oleh (IV.7) Disini adalah vektor normal satuan terhadap brane yang arahnya menuju positif. Untuk setiap tensor 4-dimensi,, persamaan (IV.7) menghasilkan (IV.8) 70

4 yaitu hanya ada komponen ortogonal terhadap brane. Oleh sebab itu, pada persamaan (IV.9), mendefinisikan metrik induksi pada masing-masing brane. Secara teknis, tensor proyeksi dan metrik induksi tidak sama. Metrik induksi membawa indeks yang berjalan dari 0 sampai 3, dan didefininisikan dalam bentuk basis, (IV.9) Basis juga memenuhi syarat ortogonalitas dan hubungan kelengkapan (IV.10) Inverse dari metrik induksi memenuhi hubungan kelengkapan pada brane, (IV.11) Oleh karena itu determinan dari metrik induksi tidak sama dengan nol, sedangkan determinan tensor proyeksi sama dengan nol. Agar tidak membingungkan untuk memahami kedua obyek yang berbeda tersebut, maka dalam disertasi ini digunakan konvensi sebagai berikut: untuk kuantitas akan diartikan sebagai, dalam hal ini, metrik induksinya adalah seperti yang didefinisikan pada persamaan (IV.9). Sedangkan tensor-tensor dengan indeks latin, digunakan untuk menyatakan tensor-tensor proyeksi. Pada penurunan di bawah ini, tensor-tensor 4-dimensi lainnya membawa indeks latin. Indeks Yunani pada tensor akan digunakan ketika secara implisit basis yang dipilih adalah basis yang didefinisikan di dalam persamaan (IV.9) dan basis tersebut dapat digunakan dalam sistem koordinat di mana brane berada pada kedudukan konstan dari. Indeks dari tensor 4-dimensi dapat dinaikan dan diturunkan dengan menggunakan metrik induksi. Tensor 4-dimensi lainnya yang sangat penting dalam memperoleh persamaan gravitasional adalah kurvatur ekstrinsik dari brane yaitu komponen dari aksi Gibbons-Hawking, persamaan (IV.6). Definisi dari kurvatur ekstrinsik diberikan oleh (Wald, 1984) (IV.12) 71

5 di mana adalah turunan kovarian 5-dimensi terhadap metrik. Jika diambil sebuah sistem koordinat di mana brane pertama yang memiliki tegangan positif,, ditempatkan pada maka kurvatur ekstrinsik dari brane dihitung pada permukaan hiper (hypersurface) di dengan normal pada arah positif dan brane yang memiliki tegangan negatif,, yang ditempatkan pada dihitung pada permukaan hiper di, dengan normal juga pada arah positif. Integral pada 4-dimensi dihitung pada permukaan tersebut. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai dx = dx dx ( ± ) ( + ) ( ) M M M. Sedangkan integral pada 5-dimensi berjalan antara kedua sisi dari ruang-waktu. Dengan kata lain, dalam sebuah sistem koordinat di mana menyatakan arah transversal dan menyatakan dimensi orbifold, maka integral pada 5-dimensi dapat ditulis sebagai berikut: (IV.13) Pasal berikut ini membahas interpretasi fisis dari kurvatur ekstrinsik dan keberadaan suku Gibbons-Hawking (IV.6). IV.2.1 Syarat Junction dan Suku Batas Tanpa keberadaan batas dalam ruang-waktu bulk, persamaan Einstein pada bulk hanya menggambarkan dinamika gravitasional pada bulk dan dapat diperoleh secara langsung melalui variasi aksi suku gravitasi. Namun ketika variasi aksi suku gravitasi dikerjakan pada sebuah manifold yang memiliki sebuah batas, persamaan yang diperoleh sedikit lebih rumit. Variasi terhadap metrik dari rapat Lagrangian Einstein-Hilbert dapat ditulis sebagai berikut: (IV.14) (IV.15) Untuk sebuah manifold tanpa batas, maka suku turunan total dapat dikeluarkan, namun dengan keberadaan sebuah batas, suku ini harus diambil dalam perhitungan. Untuk manifold 5-dimensi, dengan normal vektor mengarah 72

6 keluar pada batasnya M dan sebuah vektor yang berada pada dan, maka dengan menerapkan teorema Gauss dapat diperoleh (IV.16) di mana metrik induksi pada. Sehingga variasi dari aksi Einstein-Hilbert,, diperoleh: (IV.17) (IV.18) Definisi dan arah dari vektor satuan normal bawah ini., dapat dilihat dari gambar IV.2 di N ( ) a = n a N + = n ( ) a a + a Gambar IV.2 Vektor satuan normal, n, untuk brane dengan tegangan positif didefinisikan menuju daerah positif. Sehingga normal menuju ke ( ) a dalam untuk daerah positif adalah N + a = n di mana N a adalah normal menuju keluar. Dari struktur geometri yang diperlihatkan pada Gambar IV.1., batas dari ruangwaktu terdiri atas empat permukaan, daerah I dibatasi oleh sebuah bayangan dari ( ) M + ( ) M, begitu juga untuk daerah II. Karena ada dan sebuah bayangan dari dua suku batas pada M, maka persamaan (IV.18) menjadi (IV.19) 73

7 Tanda negatif yang muncul pada persamaan (IV.19) untuk brane yang memiliki tegangan positif ( ) M + karena normal pada persamaan (IV.18) arahnya menuju keluar sedangkan titik-titik normal arahnya menuju ke dalam (Gambar IV.2). Dengan menggunakan hubungan berikut maka persamaan (IV.19) menjadi (IV.20) (IV.21) di mana telah didefiniskan (IV.22) Superskrip plus dan minus pada metrik induksi dihilangkan dan diganti dengan sebagaimana integral berjalan pada masing-masing brane. Dalam prinsip variasi, variasi terhadap metrik akan lenyap untuk setiap variasi pada mana lenyap pada batas. Suku pertama di dalam persamaan (IV.21) tidak lain merupakan turunan tangensial dari yang menjadi lenyap terhadap variasi. Sedangkan suku kedua merupakan turunan normal, yang secara umum tidak lenyap terhadap variasi. Jadi keberadaan suku batas oleh variasi dari aksi Einstein- Hilbert dapat saling menghilangkan jika di dalam aksi tersebut ditambahkan aksi Gibbons-Hawking, persamaan (IV.6), (IV.23) 74

8 Untuk memperlihatkan bahwa variasi dari aksi Gibbons-Hawking akan mengeliminasi turunan normal, terlebih dahulu perlu dihitung variasi dari trace kurvatur ekstrinsik. Dengan mengunakan hubungan berikut (IV.24) variasi dari trace kurvatur ekstrinsik diberikan oleh (IV.25) (IV.26) Dengan menggunakan persamaan (IV.24) dan persamaan (IV.25) serta maka persamaan (IV.26) menjadi (IV.27) Sehingga penambahan suku Gibbons-Hawking pada sektor gravitasional menghasilkan suku batas terhadap variasi metrik, (IV.28) Variasi dari aksi ini dengan akan menghasilkan persamaan Einstein pada bulk. Selanjutnya, persamaan di atas dapat disederhanakan dengan menghilangkan suku gradien. Turunan kovarian terhadap metrik induksi dihubungkan dengan turunan kovarian 5-dimensi melalui suatu proyeksi berikut: (IV.29) Sehingga turunan kovarian 5-dimensi untuk sebuah medan vektor 4-dimensi diberikan oleh 75

9 (IV.30) Dari definisi persamaan (IV.29) dapat diperoleh (IV.31) Trace dari tensor kurvatur ekstrinsik dapat diperoleh dari persamaan (IV.12), Maka persamaan (IV.31) menjadi (IV.32) (IV.33) Suku pertama pada ruas kanan persamaan (IV.34) adalah turunan total terhadap metrik induksi, oleh karena itu, dengan menggunakan teorema divergensi, suku tersebut lenyap terhadap integrasi pada batas. Substitusi persamaan (IV.33) ke persamaan (IV.28) dan dengan menggunakan hubungan maka diperoleh (IV.35) Variasi dari aksi total persamaan (IV.2) terhadap metrik menghasilkan persamaan Einstein pada bulk (IV.36) dengan suku batasnya diberikan oleh (IV.37) Sehingga untuk variasi sembarang di mana tidak lenyap pada batas, diperoleh 76

10 (IV.38) di mana (IV.39) adalah tensor energi-momentum untuk materi pada brane. Dengan mengasumsikan simetri sepanjang dimensi ekstra terhadap brane, berarti bahwa kedua sisi dari brane tampak sama, dan persamaan (IV.38) menjadi (IV.40) di mana telah didefinisikan (IV.41) Persamaan (IV.40) dinamakan dengan syarat junction. Secara fisis, jika ada ketidakkontinuan pada sebuah brane yang dimasukan dalam ruang-waktu bulk, maka ketidakkontinuan tersebut terkait dengan energi-momentum pada brane. Dengan kata lain bahwa medan-medan materi terlokalisasi pada brane. Situasi ini analog dengan kasus elektromagnetik di mana ketidakkontinyuan komponen normal dari vektor pergeseran yang melewati dua media terkait dengan rapat muatan pada permukaan yang memisahkan kedua media. IV.2.2 Persamaan Einstein pada Brane Pada pasal sebelumnya telah diperoleh dua buah persamaan yang menggambarkan dinamika gravitasional dari suatu sistem brane, yaitu persamaan (IV.36) dan persamaan (IV.40). Langkah selanjutnya adalah mencari kuantitas-kuantitas tensor 4-dimensi seperti tensor Einstein yang dibangun dari metrik induksi. Persamaan yang dapat menghubungkan kuantitas-kuantitas tensor 4-dimensi dan 5-dimensi adalah persamaan Gauss-Codacci. Bagi pengamat pada sebuah brane, efek dari dimensi ekstra dan braneworld yang dimasukkan dalam ruang-waktu bulk adalah terjadinya modifikasi persamaan gravitasional 4-dimensi standar. Selanjutnya dibahas tensor Einstein 4-dimensi yang dinyatakan oleh dan dibangun oleh metrik induksi. Turunan- 77

11 turunan kovarian dalam ruang-waktu 4-dimensi dan 5-dimensi yang bekerja pada tensor 4-dimensi diberikan oleh persamaan (IV.29). Tensor Riemann 4-dimensi yang bekerja terhadap 1-form diberikan oleh (IV.42) di mana adalah sebuah 1-form yaitu sebuah medan kovektor 4-dimensi sembarang yang memenuhi,. Ruas kanan persamaan (IV.42) dapat dihitung sebagai berikut (untuk sementara superskrip dapat dihilangkan): (IV.43) Dalam memperoleh persamaan di atas, telah digunakan definisi dari tensor kurvatur ektrinsik diberikan oleh persamaan (IV.12) dan. Berdasarkan sifat antisimetrik dari indeks dan, dan dengan mengingat bahwa tensor kurvatur ektrinsik adalah simetrik, maka suku kedua pada persamaan (IV.44) menjadi lenyap, sedangkan suku ketiganya dapat ditulis dalam bentuk (IV.45) Dengan demikian, maka persamaan (IV.46) menjadi (IV.47) Dan dengan menggunakan definisi tensor Riemann 5-dimensi, tensor Riemann 4-dimensi dapat dinyatakan dalam ungkapan tensor Riemann 5-dimensi sebagai berikut: (IV.48) Persamaan (IV.48) dinamakan persamaan Gauss. Kontraksi persamaan (IV.48) pada indeks dan serta menggunakan hubungan (IV.49) menghasilkan ungkapan untuk tensor Ricci 4-dimensi, (IV.50) 78

12 Kemudian tensor Einstein 4-dimensi dapat diperoleh dengan mengggunakan persamaan berikut: (IV.51) di mana skalar Ricci 4-dimensi dapat diperoleh dari persamaan (IV.50), (IV.52) Dengan menyisipkan persamaan (IV.50) dan persamaan (IV.52) ke persamaan (IV.51), maka diperoleh tensor Eintein 4-dimensi dalam ungkapan tensor Eintein 5-dimensi, (IV.53) di mana adalah trace dari tensor Einstein 5-dimensi dan (IV.54) (IV.55) Di dalam persamaan (IV.55), menyatakan tensor Weyl 5-dimensi 1 ) s edangkan adalah tensor Weyl terproyeksi yang mengandung informasi tentang geometri 5-dimensi. Dalam analisis sebelumnya dari syarat jucntion, tensor kurvatur ekstrinsik yang diberikan o leh persamaan (IV.40) mengandung kuantitas-kuantitas yang terlokalisasi pada brane, yaitu tegangan brane,, dan tensor energi-momentum pada brane,, 1) Dekomposisi tensor Riemann menjadi tensor Weyl, tensor Ricci dan skalar Ricci dalam 5- dimensi diberikan oleh: 79

13 (IV.56) Dalam ungkapan dua kuantitas ini, maka persamaan (IV.54) menjadi (IV.57) Kemudian persamaan Einstein (IV.36) dapat digunakan untuk mengeliminasi di dalam persamaan (IV.53), sehingga diperoleh (IV.58) Substitusi persamaan (IV.57) dan persamaan (IV.58) ke persamaan (IV.53), menghasilkan persamaan tensor Einstein pada brane yang diberikan oleh (IV.59) di mana (IV.60) Persamaan-persamaan Einstein pada brane, persamaan (IV.59), berbeda dengan persamaan Eintein 4-dimensi standar dalam tiga aspek: 1. Kebergantungan dari tensor Einstein 4-dimensi pada tensor energimomentum 4-dimensi adalah kudratik. 2. Ada kontribusi dari tensor energi-momentum bulk. 3. Ada kontribusi dari tensor Weyl bulk. Interpretasi dari ke tiga perbedaan tersebut adalah sebagai berikut. Dari analisis dimensi jelas bahwa hubungan antara tensor Einstein 4-dimensi dan tensor energi momentum brane tidak linier. Tensor Einstein memiliki dimensi kuadrat massa,, tensor energi-momentum 4-dimensi adalah dan kopling gravitasional 5- dimensi adalah. Jadi secara dimensional dapat dikombinasikan pangkat bulat dari tensor energi-momentum dan kopling garvitasional yang dapat menghasilkan dimensi yang sama dengan tensor Einstein. Kombinasi pertama adalah (tensor e- 80

14 m) 2 /(kopling) 2, kombinasi kedua adalah (tensor e-m) 5 /(kopling) 6 dan seterusnya. Jelas bahwa persamaan gravitasional standar tidak mungkin untuk diperoleh. Kesebandingan tensor Einstein 4-dimensi pada tensor energi-momentum bulk memberikan penjelasan bahwa sumber pada bulk tidak terlokalisasi pada brane namun mempengaruhi geometri brane. Kemudian, tensor Weyl bulk tidak dapat diselesaikan dari kontribusi materi lokal dan hanya dapat diselesaikan melalui solusi persamaan Eintein 5-dimensi. Untuk alasan ini suku tensor Weyl dinamakan suku non-lokal. Jadi di dalam persamaan (IV.59), merupakan suku non-lokal di dalam persamaan terproyeksi dan hanya memberikan informasi mengenai struktur global dari ruang-waktu 5-dimensi. Bagi pengamat yang terlokalisasi pada brane, informasi tersebut dapat berupa struktur dari dimensi ekstra (dimensi ke-5) yang mungkin dapat berhingga atau keberadaan brane yang lain, semuanya dibawa oleh tensor. IV.2.3 Kekekalan Tensor Energi-Momentum pada Brane Untuk lebih memahami dinamika gravitasional pada sebuah braneworld maka perlu diketahui persamaan kekekalan pada brane. Berikut ini diturunkan persamaan kekekalan tensor energi-momentum brane. Dengan menggunakan definisi (IV.29) dan (IV.61) maka dapat diperoleh (IV.62) Selanjutnya, dengan manipulasi aljabar tensor dapat pula diperoleh (IV.63) 81

15 Dari persamaan (IV.61) dan persamaan (IV.62) diperoleh persamaan Codacci, (IV.64) Ruas kiri dari persamaan (IV.64), dapat dihitung dengan menggunakan syarat batas persamaan (IV.40), yang menghasilkan Sedangkan tensor (IV.65) di dalam ruas kanan persamaan (IV.64) memenuhi persamaan Einstein pada bulk, persamaan (IV.36), sehingga, (IV.66) Jadi dapat disimpulkan bahwa jika pada bulk tidak ada medan-medan lain, misalnya medan skalar bulk, persamaan (IV.65) dan persamaan (IV.66) mengimplikasikan hukum kekekalan untuk tensor energi-momentum brane, (IV.67) Persamaan kekekalan di atas menjelaskan bahwa tidak ada fluks energi baik dari bulk menuju brane atau sebaliknya. Dengan kata lain bahwa pertukaran energi antara brane dan bulk hanya melalui medan gravitasional dan ini terjadi melalui proyeksi tensor Weyl yang merupakan karakteristik medan gravitasional di luar brane. Selanjutnya, dengan menghitung divergensi persamaan (IV.68) serta menggunakan identitas Bianchi terkontraksi,, dapat diperoleh persamaan tensor Weyl terproyeksi, (IV.69) Persamaan ini menunjukkan bahwa divergensi pada koreksi dari ruang bulk terhadap persamaan medan gravitasional 4-dimensi, secara lengkap ditentukan oleh distribusi materi pada brane. Jika didekomposisikan menjadi bagian bebas divergensi (tranverse-traceless),, dan bagian longitudinal,, 82

16 (IV.70) maka persamaan di atas menentukan, akibatnya geometri pada bulk dan materi pada brane akan saling mempengaruhi satu sama lain melalui bagian longitudinal dari. Namun demikian, seperti halnya dalam teori gravitasi standar, bagian bebas divergensi berhubungan dengan gelombang gravitasional. Gelombang gravitasional dibawa oleh graviton 5-dimensi yang akan tereksitasi oleh gerak materi dan eksitasinya mempengaruhi gerak materi pada brane dan sebaliknya. Jadi secara prinsip persamaan gravitasional 4-dimensi tidak tertutup karena harus menyelesaikan persamaan gravitasional bulk. Kecuali, jik a maka ditentukan sepenuhnya oleh distribusi materi pada brane melalui tensor energi-momentum brane dan persamaan gravitasional pada brane menjadi tertutup. Langlois (2003) dan Maartens (2004) telah menunjukkan bahwa, jika dan diasumsikan ada tensor energi-momentum fluida sempurna pada brane maka rapat energi menjadi homogen. Ini juga mengimplikasikan bahwa persamaanpersamaan medan gravitasional pada brane menjadi tertutup. Sebaliknya, rapat energi yang tidak homogen berakibat pada tidak lenyapnya tensor Weyl dan persamaan-persamaan medan gravitasional menjadi tidak tertutup. Jadi, kontribusi tensor Weyl terproyeksi pada persamaan Einstein efektif 4-dimensi bergantung pada konstrain dan asumsi. Oleh karena itu, ada hal yang menarik untuk dikaji, yaitu bagaimana memperoleh sebuah metoda yang dapat menyelesaikan persamaan Einstein 5-dimensi dalam limit energi rendah dan dapat menghitung kontribusi dari tensor Weyl terproyeksi. Pada pasal selanjutnya, dibahas persamaan medan gravitasional efektif 4-dimensi yang tertutup pada limit energi rendah dan menunjukkan secara eksplisit bentuk dari kontribusi tensor Weyl. Penyelesaiannya dilakukan melalui pendekatan perturbatif persamaan Einstein terinduksi. Untuk memahami hal tersebut perlu mengetahui persamaan evolusi untuk tensor. Pasal berikut ini bertujuan untuk menurunkan persamaan evolusi tensor. 83

17 IV.2.4 Persamaan Evolusi Tensor Weyl Untuk memperoleh persamaan tensor Weyl terproyeksi dapat dimulai dari definisinya, diberikan oleh persamaan (IV.55), (IV.71) Untuk sistem dua buah brane, sistem koordinat yang dipilih adalah sistem koordinat persamaan (IV.1), (IV.72) di mana adalah metrik induksi pada brane. Turunan Lie dari tensor kurvatur ekstrinsik didefinisikan oleh (IV.73) Sistem ko ordinat (IV.72) menghasilkan ungkapan untuk tensor kurvatur ekstrinsik dalam bentuk (IV.74) di mana dan dengan adalah turunan kovarian 4-dimensi pada brane. Dalam ungkapan tensor kurvatur ekstrinsik, suku persamaan (IV.71) adalah Sehingga persamaan tensor Weyl terproyeksi menjadi pertama pada ruas kanan (IV.75) (IV.76) Tensor Eintein 5-dimensi di dalam persamaan di atas dapat dinyatakan dalam tensor energi-momentum bulk. Dalam kasus ini, diberikan oleh persamaan (IV.36). Akhirnya diperoleh 84

18 (IV.77) Dengan mengambil turunan Lie, diperoleh persamaan evolusi dari tensor Weyl (IV.78) di mana (IV.79) dan (IV.80) Persamaan evolusi dalam sistem koordinat normal Gaussian dapat diperoleh bila dipilih A = 1 atau dengan menghilangkan suku-suku yang bergantung pada φ. IV.3 Tensor Energi-Momentum pada Bulk Sebagaimana telah dijelaskan pada awal bab ini, pendekatan yang digunakan untuk menurunkan persamaan medan gravitasional pada brane adalah dengan menyatakan kuantitas-kuantitas medan 4-dimensi dalam ungkapan kuantitaskuantitas medan bulk. Untuk kasus di atas, tensor energi-momentum bulk hanya mengandung konstanta kosmologi bulk, sehingga diperoleh persamaan medan gravitasional pada brane, yaitu persamaan (IV.56). Secara fisis, jika diasumsikan bahwa persamaan tensor Einstein berlaku pada bulk, Gab = Rab gabr = κ Tab, G = R = κ T, (IV.78) 2 2 di mana T ab adalah tensor energi-momentum 5-dimensi. Maka persamaan (IV.50) dapat digunakan untuk menggambarkan dinamika gravitasional pada brane dalam ungkapan medan-medan sumber pada bulk. Dan persamaan (IV.78), menyatakan persamaan medan gravitasional pada brane, dengan 2κ (4) ( ± ) ( ± ) c ( ± ) d ( ± ) c ( ± ) d ( ) Gab = Tcdh ah b + Tcdn n T h ± ab 85

19 1 2 ( ± ) ( ± ) ( ± ) ( ± ) + Fab hab F Eab. (IV.79) Akibatnya, persamaan Codacci (IV.61) menjadi sebuah persamaan vektor, di mana J D K D K = κ J ( ± ) ( ± ) a ( ± ) ( ± ) 2 a b b b, (IV.80) c b = Tbcn yang menggambarkan adanya fluks energi-momentum dari brane atau menuju brane. Sedangkan persamaan (IV.49) dapat dinyatakan kembali menjadi sebuah persamaan skalar, 1 2 ab ( ab ) R K + K K = κ P, (IV.81) (4) 2 2 a b di mana P = T n n yang dapat diinterpretasikan sebagai tekanan yang ab ditimbulkan pada brane. Analogi dengan perumusan Hamiltonian dalam relativitas umum (Arnowitt, dkk., 2004), persamaan (IV.80) dan persamaan (IV.81) berturut-turut dapat dipandang sebagai persamaan konstrain momentum dan Hamiltonian. Dengan menggunakan persamaan tensor Einstein (IV.78) dan persamaan Codacci (IV.80), diperoleh hukum kekekalan untuk materi pada brane, DT = 2T h n, (IV.82) ( ± ) a ( ± ) ( ± ) c ( ± ) d a b cd b sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, persamaan di atas memperlihatkan adanya pertukaran energi-momentum antara bulk dan brane. Jika hanya ada konstanta kosmologi pada bulk, persamaan (IV.82) menjadi persamaan (IV.64). IV.4 Rangkuman Pada bab ini telah diturunkan persamaan-persaman medan gravitasional pada gravitasi braneworld secara kovarian dengan menyatakan kuantitas-kuantitas medan 4-dimensi dalam ungkapan kuantitas-kuantitas medan 5-dimensi. Secara geometri, metrik induksi pada brane merupakan proyeksi dari metrik 5-dimensi. Persamaan-persamaan medan gravitasional yang diperoleh, memodifikasi persamaan medan gravitasional standar dalam relativitas umum dengan dua buah suku tambahan: sebuah suku kuadratik dari sumber yang menjadi relevan pada 86

20 energi tinggi, dan sebuah suku non-lokal yang terkait dengan proyeksi pada brane dari tensor Weyl 5-dimensi.. Tensor Weyl terproyeksi, E ab, merupakan karakteristik dari geometri bulk yang dapat mempengaruhi dinamika brane. Sebaliknya, keberadaan materi pada brane akan mengubah geometri bulk. Kedua hal ini dapat dilihat dari persamaan (IV.65). Akibatnya, persamaan medan Einstein 4-dimensi menjadi tidak tertutup. Untuk mengetahui E ab secara lengkap maka geometri bulk harus diselesaikan. Selain itu persamaan Einstein pada brane juga mengandung ketidaklinearan. Gariga dan Giddings (2000) telah mendemonstrasikan bahwa untuk dimensi ekstra yang tidak kompak, gravitasi dapat terlokalisasi pada brane akibat dari ketidaklinearan. Konsekuensi kosmologinya telah ditinjau oleh Kaloper (1999), Koyama dan Soda (2000), Binetruy, dkk. (2000), Mukohyama (2000), Langlois dan Marteens (2000). Selain itu, Gubser (2001) telah menunjukkan bahwa gravitasi brane pada energi rendah dapat dipahami melalui korespondensi AdS/CFT. Namun sebagaimana diketahui bahwa korespondensi AdS/CFT masih merupakan sebuah conjecture, yakni supergravitasi pada AdS5 5 S adalah dual dengan teori super Yang-Mills N = 4 dalam 4-dimensi (Maldacena 1998). Dalam konteks braneworld, Shiromizu dan Ida (2001), telah menkaji korespondensi AdS/CFT melalui pendekatan geometri. Dalam kajian ini diperoleh bahwa trace dari suku kuadratik tensor energi-momentum pada brane terkait dengan anomali trace dari CFT pada brane. Namun hasil ini berupa sebuah paradoks karena brane dalam dimensi ganjil tidak ada anomali trace. Jadi hubungan yang tepat antara geometri dan korespondensi AdS/CFT masih belum dapat dipahami secara tepat. Dalam model Randall-Sundrum, solusi statik terkait dengan solusi-solusi modus nol yang berarti brane berada pada posisi yang tetap. Untuk orde linear dalam perturbasi, keberadaan materi pada brane menjadi penting dan brane dapat berfluktuasi. Akibatnya akan berpengaruh pada geometri bulk, yaitu terhadap suku tensor Weyl E ab. Solusi orde ke-0 dalam skema iterasi menghasilkan lenyapnya tensor Weyl dan solusi orde ke-1 menghasilkan persamaan Einstein termodifikasi 87

21 oleh keberadaan tensor Weyl yang dipandang sebagai suku radiasi gelap, karena suku ini berbanding terbalik dengan faktor skala pangkat empat dalam kosmologi Friedmann-Robertson-Walker. Sedangkan untuk solusi orde-2 terdapat suku non lokal dalam persamaan efektif dengan bagian trace bersesuaian dengan anomali trace dari CFT. Zen, dkk. (2006), telah memperoleh persamaan efektif energi rendah pada gravitasi braneworld tanpa menggunakan konsep korespondensi AdS/CFT. Untuk memperoleh persamaan gerak 5-dimensi digunakan metoda iterasi energi rendah. Melalui pendekatan ini, geometri bulk dan aksi efektif brane dapat diperoleh secara eksplisit. Munculnya suku kuadratik tensor Ricci dalam aksi efektif yang diperoleh tidak lain merupakan interpretasi dari CFT dalam konteks korespondensi AdS/CFT. Sampai iterasi pada orde ke-2, persamaan medan efektif pada sebuah brane adalah 2 (4) κ 4 (2) Gμν = Tμν + κπμν Eμν, (IV.83) l di mana l adalah skala kurvatur bulk berhubungan dengan konstanta kosmologi bulk, 2 Λ= 6/l. Persamaan medan gravitasional (IV.83), kemudian dapat diturunkan dari persamaan aksi berikut: l 2κ 4 (4) S = d x h R+ S 2 matter + S CFT αl 1 βl + 2κ + 3 6κ (4) μν (4) (4) 2 4 (4) 2 d x h R Rμν R d x h R 2 2, (IV.84) di mana S CFT adalah aksi efektif non lokal yang dibanguan dari tensor τ μν. Sedangkan α dan β adalah konstanta-konstanta yang menyatakan derajat kebebasan dari gelombang gravitasional pada bulk. Dari persamaan (IV.83) dan (IV.84) tampak dengan jelas munculnya hubungan antara geometri bulk dan korespondensi AdS/CFT. Struktur dari persamaan (IV.84) berbeda dengan hasil yang diperoleh oleh Shiromizu dan Ida (2001) dengan keberadaan dua suku terakhir di dalam persamaan aksi (IV.84). Kedua suku tersebut menunjukkan bagaimana kuatnya pengaruh gelombang gravitasional pada bulk yang berpropagasi menuju brane. 88

Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk

Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk Bab VI Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk VI.1 Pendahuluan Bab ini bertujuan untuk menggeneralisasi hasil yang diperoleh untuk sistem dua buah brane, dengan memperluas skema perturbasi yang telah dibahas

Lebih terperinci

Supergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold

Supergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold Bab III Supergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold III.1 Pendahuluan Bab ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi teori 4-dimensi yang memiliki generator supersimetri melalui kompaktifikasi orbifold dari

Lebih terperinci

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Bab 2 Persamaan Einstein dan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Sebuah himpunan M disebut sebagai manifold jika tiap titik Q dalam M memiliki lingkungan terbuka S yang dapat dipetakan 1-1 melalui sebuah pemetaan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Teoretik

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Teoretik Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Teoretik Pada pertengahan abad ke-20, fisika teoretik menjadi bidang ilmu yang berkembang pesat dan memberikan perubahan pada prinsip-prinsip fisika

Lebih terperinci

Teori Efektif Energi Rendah dan Kosmologi Braneworld

Teori Efektif Energi Rendah dan Kosmologi Braneworld Bab V Teori Efektif Energi Rendah dan Kosmoogi Braneword V. Pendahuuan Di daam Bab IV teah dipeajari bahwa persamaan-persamaan induksi pada brane mengandung sebuah tensor Wey terproyeksi yang membawa informasi

Lebih terperinci

Bab 2. Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Manifold Riemannian

Bab 2. Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Manifold Riemannian Bab 2 Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Geometri Riemann pertama kali dikemukakan secara general oleh Bernhard Riemann pada abad ke 19. Pada bagian ini akan diberikan penjelasan

Lebih terperinci

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

Teori Dasar Gelombang Gravitasi Bab 2 Teori Dasar Gelombang Gravitasi 2.1 Gravitasi terlinearisasi Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik ruang waktu, g ab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, η ab

Lebih terperinci

Perspektif Baru Fisika Partikel

Perspektif Baru Fisika Partikel 8 Perspektif Baru Fisika Partikel Tujuan Perkuliahan: Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Mengetahui perkembangan terbaru dari fisika partikel. 2. Mengetahui kelemahan-kelemahan

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka: Dimensi Ekstra dan Braneworld

Tinjauan Pustaka: Dimensi Ekstra dan Braneworld Bab II Tinjauan Pustaka: Dimensi Ekstra dan Braneworld II.1 Pendahuluan Mekanika kuantum dan relativitas umum adalah dua teori yang sukses menggambarkan fisika pada masing-masing wilayah. Masalahnya adalah

Lebih terperinci

KONSTRUKSI METRIK EINSTEIN SELFDUAL PADA

KONSTRUKSI METRIK EINSTEIN SELFDUAL PADA BAB IV KONSTRUKSI METRIK EINSTEIN SELFDUAL PADA MANIFOLD BERDIMENSI-4 4.1 Struktur Selfdual dengan Simetri Torus Dalam 4-dimensi, untuk mengatakan bahwa sebuah manifold adalah quaternionic Kähler adalah

Lebih terperinci

MEDAN SKALAR DENGAN SUKU KINETIK POWER LAW

MEDAN SKALAR DENGAN SUKU KINETIK POWER LAW Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF016 http://snf-unj.ac.id/kumpulan-prosiding/snf016/ VOLUME V, OKTOBER 016 p-issn: 339-0654 e-issn: 476-9398 DOI: doi.org/10.1009/030500505 KOMPAKTIFIKASI

Lebih terperinci

GRAVITASI EINSTEIN DAN BRANEWORLD DALAM DAERAH EFEKTIF ENERGI RENDAH DAN DIMENSI EKSTRA

GRAVITASI EINSTEIN DAN BRANEWORLD DALAM DAERAH EFEKTIF ENERGI RENDAH DAN DIMENSI EKSTRA GRAVITASI EINSTEIN DAN BRANEWORLD DALAM DAERAH EFEKTIF ENERGI RENDAH DAN DIMENSI EKSTRA DISERTASI Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dari Institut Teknologi Bandung Oleh

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum LAMPIRAN A Ringkasan Relativitas Umum Besaran fisika harus invarian terhadap semua kerangka acuan. Kalimat tersebut merupakan prinsip relativitas khusus yang pertama. Salah satu besaran yang harus invarian

Lebih terperinci

STUDI BRANEWORLD DIMENSI LIMA

STUDI BRANEWORLD DIMENSI LIMA http://doi.org/10.1009/pekta Volume Nomor 1 April 017 p-in: 1-8 e-in: 1-9 DOI: doi.org/10.1009/pekta.01.01 TUDI BANEWOLD DIENI LIA Dewi Wulandari 1a) 1 Jurusan Fisika Fakultas atematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Upaya para fisikawan, khususnya fisikawan teoretik untuk mengungkap fenomena alam adalah dengan diajukannya berbagai macam model hukum alam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori relativitas khusus (TRK) yang diperkenalkan Einstein tahun 1905 menyatukan ruang dan waktu menjadi entitas tunggal ruang-waktu (misalnya dalam Hidayat, 2010).

Lebih terperinci

Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild

Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild Abd Mujahid Hamdan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Ar-raniry, Banda Aceh, Indonesia mujahid@ar-raniry.ac.id Abstrak: Telah dilakukan perluasan model black

Lebih terperinci

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa BAB III TENSOR Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa istilah dan materi pendukung yang berkaitan dengan tensor, pada bab ini akan dijelaskan pengertian dasar dari tensor. Tensor

Lebih terperinci

Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein

Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 13, NOMOR 1 JANUARI 17 Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein Canisius Bernard Program Studi Fisika, Fakultas Teknologi Informasi dan Sains, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi-diri sebuah elektron adalah energi total elektron tersebut di dalam ruang bebas ketika terisolasi dari partikel-partikel lain (Majumdar dan Gupta, 1947).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan fisika teoritik melalui Teori Relativitas Umum (TRU) yang dikemukakan oleh Albert Einstein sudah sangat pesat dan cukup baik dalam mendeskripsikan ataupun memprediksi fenomena-fenomena

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. I, No. (01), Hal. 1-17 ISSN : 7-804 Aplikasi Persamaan Einstein Hyperbolic Geometric Flow Pada Lintasan Cahaya di Alam Semesta Risko 1, Hasanuddin 1, Boni Pahlanop Lapanporo 1, Azrul

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein BAB II DASAR TEORI Sebagaimana telah diketahui dalam kinematika relativistik, persamaanpersamaannya diturunkan dari dua postulat relativitas. Dua kerangka inersia yang bergerak relatif satu dengan yang

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Hukum gravitasi Newton mampu menerangkan fenomena benda-benda langit yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi antar benda. Namun, hukum gravitasi Newton ini tidak sesuai dengan teori

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 23, 2010 Pengantar Kelengkungan Quiz 1 Apakah basis vektor dalam sistem koordinat melengkung selalu konstan? 2 Dalam sistem koordinat apakah basis vektornya selalu

Lebih terperinci

Bab 6 Konduktor dalam Medan Elektrostatik. 1. Pendahuluan

Bab 6 Konduktor dalam Medan Elektrostatik. 1. Pendahuluan Bab 6 Konduktor dalam Medan Elektrostatik 1. Pendahuluan Pada pokok bahasan terdahulu tentang hukum Coulomb, telah diasumsikan bahwa daerah di antara muatan-muatan merupakan ruang hampa. Di sini akan dibahas

Lebih terperinci

Momen Inersia. distribusinya. momen inersia. (karena. pengaruh. pengaruh torsi)

Momen Inersia. distribusinya. momen inersia. (karena. pengaruh. pengaruh torsi) Gerak Rotasi Momen Inersia Terdapat perbedaan yang penting antara masa inersia dan momen inersia Massa inersia adalah ukuran kemalasan suatu benda untuk mengubah keadaan gerak translasi nya (karena pengaruh

Lebih terperinci

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI Teori Medan Klasik L. D. Landau 1, E. M. Lifshitz 2 1,2 Institute of Physical Problems USSR Academy of Sciences Miftachul Hadi Applied Mathematics for Biophysics Group Physics Research Centre LIPI Puspiptek,

Lebih terperinci

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan:

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan: Dimensi dari Suatu Ruang Vektor Jika suatu ruang vektor V memiliki suatu himpunan S yang merentang V, maka ukuran dari sembarang himpunan di V yang bebas linier tidak akan melebihi ukuran dari S. Teorema

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Imamal Muttaqien 1) 1)Kelompok Keahlian Astrofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika merupakan upaya menemukan pola-pola keteraturan alam dan membingkainya menjadi bagan berpikir yang runtut, yakni berupa kaitan logis antara konsepkonsep

Lebih terperinci

Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta

Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta B-8 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. (6) 7-5 (-98X Print) Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta Muhammad Ramadhan dan Bintoro A. Subagyo Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Institut

Lebih terperinci

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran

Lebih terperinci

Bab 4 Hukum Gauss. A. Pendahuluan

Bab 4 Hukum Gauss. A. Pendahuluan Bab 4 Hukum Gauss A. Pendahuluan Pada pokok bahasan ini, disajikan tentang hukum Gauss yang memberikan fluks medan listrik yang melewati suatu permukaan tertutup yang melingkupi suatu distribusi muatan.

Lebih terperinci

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Analisis Fungsional Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Lingkup Materi Ruang Metrik dan Ruang Topologi Kelengkapan Ruang Banach Ruang Hilbert

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN RICCI FLOW UNTUK RUANG EMPAT DIMENSI BERSIMETRI SILINDER

SOLUSI PERSAMAAN RICCI FLOW UNTUK RUANG EMPAT DIMENSI BERSIMETRI SILINDER SOLUSI PERSAMAAN RICCI FLOW UNTUK RUANG EMPAT DIMENSI BERSIMETRI SILINDER SKRIPSI Oleh Sudarmadi NIM 061810201112 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2012 SOLUSI

Lebih terperinci

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU SILABUS Mata Pelajaran : Matematika Satuan Pendidikan : SMA Ungguan BPPT Darus Sholah Jember kelas : XII IPA Semester : Ganjil Jumlah Pertemuan : 44 x 35 menit (22 pertemuan) STANDAR 1. Menggunakan konsep

Lebih terperinci

FONON I : GETARAN KRISTAL

FONON I : GETARAN KRISTAL MAKALAH FONON I : GETARAN KRISTAL Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendahuluan Fisika Zat Padat Disusun Oleh: Nisa Isma Khaerani ( 3215096525 ) Dio Sudiarto ( 3215096529 ) Arif Setiyanto ( 3215096537

Lebih terperinci

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains MELLY FRIZHA

Lebih terperinci

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT Herry P. Suryawan 1 Geometri Ruang Hilbert Definisi 1.1 Ruang vektor kompleks V disebut ruang hasilkali dalam jika ada fungsi (.,.) : V V C sehingga untuk setiap x, y, z

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA

SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA Abdul Muin Banyal 1, Bansawang B.J. 1, Tasrief Surungan 1 1 Jurusan Fisika Universitas Hasanuddin Email : muinbanyal@gmail.com Ringkasan

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Mata Kuliah Matematika Teknik I Dosen Heru Dibyo Laksono

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut :

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut : 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan dalam menyusun karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi sistem koordinat silinder, aliran fluida pada pipa lurus, persamaan

Lebih terperinci

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Daftar Isi 1 Pendahuluan 1 2 Masalah nilai batas 1 3 Persamaan integral batas 2 4 Hasil

Lebih terperinci

BAB III. Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB

BAB III. Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB BAB III Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB III.1 Penyebab Fluktuasi Struktur di alam semesta berasal dari fluktuasi kuantum di awal alam semesta. Akibat pengembangan alam semesta, fluktuasi

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO JURUSAN TEKNIK ELEKTRO DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Mata Kuliah Matematika Teknik

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s) DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Getaran atom dalam zat padat dapat disebabkan oleh gelombang yang merambat pada Kristal. Ditinjau dari panjang gelombang yang digelombang yang digunakan dan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika adalah upaya menemukan kaidah-kaidah atau pola-pola keteraturan yang ditaati oleh alam. Pola-pola keteraturan itu sering pula disebut hukum alam (Rosyid,

Lebih terperinci

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A =

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A = Bab 2 cakul fi080 by khbasar; sem1 2010-2011 Matriks Dalam BAB ini akan dibahas mengenai matriks, sifat-sifatnya serta penggunaannya dalam penyelesaian persamaan linier. Matriks merupakan representasi

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding 14 BAB III. TEORI DASAR 3.1. Prinsip Dasar Metode Gayaberat 3.1.1. Teori Gayaberat Newton Teori gayaberat didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya

Lebih terperinci

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase Bab 2 Teori Ensambel 2.1 Rapat Ruang Fase Dalam bagian sebelumnya, kita telah menghitung sifat makroskopis dari suatu sistem terisolasi dengan nilai E, V dan N tertentu. Sekarang kita akan membangun suatu

Lebih terperinci

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D Keadaan Stasioner Pada pembahasan sebelumnya mengenai fungsi gelombang, telah dijelaskan bahwa potensial dalam persamaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17, 3. ORBIT KEPLERIAN AS 2201 Mekanika Benda Langit 1 3.1 PENDAHULUAN Mekanika Newton pada mulanya dimanfaatkan untuk menentukan gerak orbit benda dalam Tatasurya. Misalkan Matahari bermassa M pada titik

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30)

PEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30) 5 η = η di z = η (9) z x x z x x Dalam (Grosen 99) kondisi kinematik (9) kondisi dinamik () dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian : δ H t = () δη δ H ηt = δ Dengan mengenalkan variabel baru u = x maka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Matriks Matriks adalah himpunan bilangan real yang disusun secara empat persegi panjang, mempunyai baris dan kolom dengan bentuk umum : Tiap-tiap bilangan yang berada didalam

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Analisis Elektrohidrodinamik Analisis elektrohidrodinamik dimulai dengan mengevaluasi medan listrik dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik

Lebih terperinci

F U N G S I A. PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR FUNGSI

F U N G S I A. PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR FUNGSI F U N G S I A. PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR FUNGSI Fungsi Fungsi ialah suatu bentuk hubungan matematis yang menyatakan hubungan ketergantungan (hubungan fungsional) antara satu variabel dengan variabel lain.

Lebih terperinci

Bab 5 Potensial Skalar. A. Pendahuluan

Bab 5 Potensial Skalar. A. Pendahuluan Bab 5 Potensial Skalar A. Pendahuluan Pada pokok bahasan terdahulu medan listrik merupakan besaran vektor yang memberikan informasi lengkap tentang efek-efek elektrostatik. Secara substansial informasi

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2014/2015

KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2014/2015 KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Matematika Alokasi Waktu : 120 menit Kelas : XII IPA Penyusun Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Materi No Soal Menggunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Relativitas Einstein Relativitas merupakan subjek yang penting yang berkaitan dengan pengukuran (pengamatan) tentang di mana dan kapan suatu kejadian terjadi dan bagaimana

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (13), Hal. 1-7 ISSN : 337-8 Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet Nurul Asri 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari mana datangnya dunia? Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pertanyaan di atas selalu ada dan setiap zaman memiliki caranya masing-masing dalam menjawab.

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebelum pembahasan mengenai irisan bidang datar dengan tabung lingkaran tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. A. Matriks Matriks adalah himpunan skalar (bilangan

Lebih terperinci

BAB IV SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA TURUNAN PERTAMA DAN KEDUA DARI KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN LINEAR

BAB IV SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA TURUNAN PERTAMA DAN KEDUA DARI KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN LINEAR 3 BAB IV SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA TURUNAN PERTAMA DAN KEDUA DARI KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN LINEAR 4.. Sebaran asimtotik dari,, Teorema 4. ( Normalitas Asimtotik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensial Coulomb untuk Partikel yang Bergerak Dalam bab ini, akan dikemukakan teori-teori yang mendukung penyelesaian pembahasan pengaruh koreksi relativistik potensial Coulomb

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan

Lebih terperinci

Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton

Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton III.1 Stress dan Strain Salah satu hal yang penting dalam pengkonstruksian model proses deformasi suatu fluida adalah

Lebih terperinci

Bab 5. Migrasi Planet

Bab 5. Migrasi Planet Bab 5 Migrasi Planet Planet-planet raksasa diduga memiliki inti padat yang dibentuk oleh material yang tidak dapat terkondensasi jika terletak sangat dekat dengan bintang utamanya. Karenanya sangatlah

Lebih terperinci

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Urai astri lidya ningsih 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura; e-mail: nlidya14@yahoo.com

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya. 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teoriteori yang mendukung karya tulis ini. Teoriteori tersebut meliputi persamaan diferensial penurunan persamaan KdV yang disarikan dari (Ihsanudin, 2008;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Atom Pion Atom pion sama seperti atom hidrogen hanya elektron nya diganti menjadi sebuah pion negatif. Partikel ini telah diteliti sekitar empat puluh tahun yang lalu, tetapi

Lebih terperinci

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 454 KAPITA SELEKTA MATEMATIKA TERAPAN II Semester Ganjil 2016/2017 Review Teori Dasar Terkait

Lebih terperinci

Pentalogy BIOLOGI SMA

Pentalogy BIOLOGI SMA GENTA GROUP in PLAY STORE CBT UN SMA IPA Buku ini dilengkapi aplikasi CBT UN SMA IPA android yang dapat di-download di play store dengan kata kunci genta group atau gunakan qr-code di bawah. Kode Aktivasi

Lebih terperinci

22. MATEMATIKA SMA/MA (PROGRAM IPA)

22. MATEMATIKA SMA/MA (PROGRAM IPA) 22. MATEMATIKA SMA/MA (PROGRAM IPA) NO. 1. Memahami pernyataan dalam matematika dan ingkarannya, menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk serta menggunakan prinsip logika matematika dalam pemecahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Model Aliran Panas Perpindahan panas adalah energi yang dipindahkan karena adanya perbedaan temperatur. Terdapat tiga cara atau metode bagiamana panas dipindahkan: Konduksi Konduksi

Lebih terperinci

BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi

BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi titik berat, dan momentum sudut pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan sehari-hari.benda tegar (statis dan Indikator Pencapaian Kompetensi: 3.1.1

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Konsep Dasar dan Pembentukan (Differential : Basic Concepts and Establishment ) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB VI PENYELESAIAN DERET UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB VI PENYELESAIAN DERET UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB VI PENYELESAIAN DERET UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL Bila persamaan diferensial linear homogen memiliki koefisien constant maka persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan metoda aljabar (seperti yang

Lebih terperinci

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS PREVIEW KALKULUS TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Mahasiswa mampu: menyebutkan konsep-konsep utama dalam kalkulus dan contoh masalah-masalah yang memotivasi konsep tersebut; menjelaskan menyebutkan konsep-konsep

Lebih terperinci

Modul 2 Elektromagnetika Telekomunikasi Medan Berubah Terhadap Waktu dan Persamaan Maxwell

Modul 2 Elektromagnetika Telekomunikasi Medan Berubah Terhadap Waktu dan Persamaan Maxwell Revisi Februari 2002 EE 2053 Modul 2 Elektromagnetika Telekomunikasi Medan Berubah Terhadap Oleh : driansyah, ST Organisasi Modul 2 Medan Berubah Terhadap Waktu dan Persamaan Maxwell A. Persamaan Maxwell

Lebih terperinci

Persamaan Poisson. Fisika Komputasi. Irwan Ary Dharmawan

Persamaan Poisson. Fisika Komputasi. Irwan Ary Dharmawan (Pendahuluan) 1D untuk syarat batas Robin 2D dengan syarat batas Dirichlet Fisika Komputasi Jurusan Fisika Universitas Padjadjaran http://phys.unpad.ac.id/jurusan/staff/dharmawan email : dharmawan@phys.unpad.ac.id

Lebih terperinci

4.4. KERAPATAN FLUKS LISTRIK

4.4. KERAPATAN FLUKS LISTRIK 4.4. KERAPATAN FLUKS LISTRIK Misalkan D adalah suatu medan vektor baru yang tidak bergantung pada medium dan didefinisikan oleh Didefinisikan fluks listrik dalam D sebagai Dalam satuan SI, satu garis fluks

Lebih terperinci

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk :

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk : Persamaan Linear Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk : a x + a y = b Persamaan jenis ini disebut sebuah persamaan linear dalam peubah x dan y. Definisi

Lebih terperinci

PERHITUNGAN MASSA KLASIK SOLITON

PERHITUNGAN MASSA KLASIK SOLITON PERHITUNGAN MASSA KLASIK SOLITON ALHIDAYATUDDINIYAH T.W. alhida.dini@gmail.com Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indraprasta PGRI Abstrak.

Lebih terperinci

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA K1 Kelas X matematika PEMINATAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami bentuk-bentuk persamaan

Lebih terperinci

matematika LIMIT ALJABAR K e l a s A. Pengertian Limit Fungsi di Suatu Titik Kurikulum 2006/2013 Tujuan Pembelajaran

matematika LIMIT ALJABAR K e l a s A. Pengertian Limit Fungsi di Suatu Titik Kurikulum 2006/2013 Tujuan Pembelajaran Kurikulum 6/1 matematika K e l a s XI LIMIT ALJABAR Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Dapat mendeskripsikan konsep it fungsi aljabar dengan

Lebih terperinci