UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 23 SEPTEMBER 01 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DIENAR FITRI PRATAMI, S.Far ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 23 SEPTEMBER 01 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker DIENAR FITRI PRATAMI, S.Far ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii

3 iii

4 iv

5 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta yang dilaksanakan pada tanggal 23 September 01 November Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Pada penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi 2. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap MS., selaku Pejabat Sementara Dekan Fakultas Farmasi sampai dengan 20 Desember Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi dan pembimbing dari Fakultas Farmasi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan. 4. Bapak Ignatius Muryanta, selaku Direktur Utama PT. Kimia Farma Trading and Distribution. 5. Bapak Drs. M. Umar Said, Apt., MM., selaku Direktur Bidang Keuangan dan Sumber Daya Manusia PT. Kimia Farma Trading and Distribution atas waktu dan ijin yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan PKPA di PT. Kimia Farma Trading and Distribution. 6. Bapak Drs. Taufik Hidayat, Apt., selaku Manajer Bidang Sumber Daya Manusia dan Pembimbing di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta atas waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan kepada penulis. 7. Bapak Kardinal Ferry, selaku pembimbing lapangan di Pedagang Besar Farmasi PT. Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta atas ijin dan bimbingan selama penulis melakukan PKPA di KFTD cabang Serpong. v

6 8. Seluruh staf dan karyawan KFTD cabang Serpong yang telah membantu dalam pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker. 9. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi. 10. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker angkatan LXXVII atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pihak yang membaca. Penulis memohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan dalam laporan ini. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA yang dituangkan dalam laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Terima kasih. Penulis, 2014 vi

7 vii

8 ABSTRAK Nama : Dienar Fitri Pratami, S.Far. Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma Trading And Distribution Jl. Budi Utomo No. 1 Jakarta Pusat Periode 23 September 01 November 2013 Untuk menjamin mutu, khasiat, keamanan dan keabsahan obat sampai ke tangan konsumen diperlukan pengawasan obat secara komprehensif termasuk pada jaringan distribusi obat. Pedagang besar farmasi (PBF) sebagai bagian dari jaringan distribusi obat merupakan pelaku usaha, sesuai dengan fungsi usahanya bertanggung jawab atas keamanan, khasiat, manfaat dan mutu produk. Seorang apoteker harus dapat berperan sebagai penanggung jawab fasilitas distribusi yang mampu bertugas purna waktu, memiliki dan memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Disamping itu, telah memiliki pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan, identifikasi obat dan atau bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat dan atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi. Praktik kerja profesi apoteker di PT. Kimia Farma Trading And Distribution pada tanggal 23 September 01 November 2013 bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang peran dan tanggung jawab apoteker di PBF. Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah mengamati kepatuhan dalam melaksanakan cara distribusi obat yang baik untuk produk rantai dingin di PT. Kimia Farma Trading And Distribution cabang Serpong. Kata Kunci : Praktik Kerja Profesi Apoteker, PBF, PT. Kimia Farma Trading And Distribution, CDOB, produk rantai dingin, CCP Tugas Umum : xiv + 64 halaman : 7 gambar : 19 lampiran Tugas Khusus : iii + 20 halaman : 12 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 14 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 6 ( ) viii

9 ABSTRACT Name : Dienar Fitri Pratami, S.Far. Study Program : Pharmacist Title : Pharmacist Internship Report at PT. Kimia Farma Trading And Distribution Budi Utomo Street No. 1 Centre Jakarta Period September 23 rd to November 1 st, 2013 To ensure quality, efficacy, safety and validity of the drug to consumers required a comprehensive drug control including drug distribution network. Pharmaceutical wholesalers (PBF) as part of a drug distribution network business, in accordance with its business function is responsible for the safety, efficacy, benefits and quality of the product. A pharmacist should be able to act as the responsible distribution facilities capable of serving full time, have the qualifications and competence and appropriate legislation. In addition, it has the knowledge and training of good distribution practice (CDOB) which includes aspects of security, identification and drug or medicinal substance, detection and prevention of entry of drugs and fake drugs or substances into the distribution chain. Pharmacists Internship Program held on 23 rd September to 1 st November, 2013 at PT. Kimia Farma Trading And Distribution aims to provide an understanding of the roles and responsibilities of pharmacists in PBF. While the purpose of the specific task is to observe compliance in carrying out a good distribution practice of cold chain products in PT. Kimia Farma Trading And Distribution branch Serpong. Keywords : Pharmacists Internship Program, pharmaceutical wholesalers, PBF, PT. Kimia Farma Trading And Distribution, good distribution practice, CDOB, cold chain products General Assignment : xiv + 64 pages : 7 pictures : 19 appendixes Specific Assignment : iii + 20 pages : 12 appendixes Bibliography of General Assignment : 14 ( ) Bibliography of Specific Assignment : 6 ( ) ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... BAB 2 TINJAUAN UMUM Pedagang Besar Farmasi (PBF) Definisi Landasan Hukum PBF Tugas dan Fungsi PBF Persyaratan PBF Tempat atau Lokasi Bangunan Perlengkapan PBF Apoteker Penanggung jawab untuk PBF Tata Cara Perizinan PBF Pencabutan Ijin PBF Penyelenggaraan PBF Pengadaan Penyaluran Pelaporan Kegiatan PBF Larangan PBF Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Manajemen Mutu Organisasi, Managemen, Personalia Bangunan dan Peralatan Operasional Inspeksi Diri Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan Penarikan Kembali Transportasi Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak Dokumentasi... i ii iii iv v vii viii ix x xiii xiv x

11 Pelaporan Kegiatan di PBF ke Institusi Terkait Pelaporan Narkotika dan Psikotropika... BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. Kimia Farma Trading And Distribution Sejarah Pendirian Perusahaan Visi dan Misi Visi Misi Strategi Sistem Pengadaan dan Pendistribusian Barang Jenis Pelanggan PT. KFTD (Channel Distribution) Manajemen Operational Manajemen Pengadaan Definisi Tujuan Tugas dan Tanggung Jawab Standar Operational and Procedure Pengadaan Barang Sasaran Indikator Manajemen Penyimpanan Definisi Tujuan Tugas dan Tanggung Jawab Sistem Penyimpanan Barang di Gudang Penataan Alokasi Ruang Penyimpanan di Gudang Kelengkapan Peralatan Gudang Standar Operational and Procedure Penerimaan, Penyimpanan, dan Pengeluaran Barang Sasaran Indikator Manajemen Penjualan dan Pelayanan Definisi Tujuan Standar Operational and Procedure Penjualan dan Pelayanan Sasaran Indikator Manajemen Piutang Definisi Standar Operational and Procedure Piutang Sasaran Indikator Manajemen Pembukuan Definisi Tujuan Standar Operational and Procedure Pembukuan xi

12 Sasaran Indikator Pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Penghasilan (PPh)... BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran... DAFTAR ACUAN... LAMPIRAN xii

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1. Diagram pengadaan barang Gambar 3.2. Diagram penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang Gambar 3.3. Alur penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang Gambar 3.4. Contoh alat kontrol penjualan Gambar 3.5. Diagram penjualan Gambar 3.6. Diagram pengelolaan piutang Gambar 3.7. Diagram pembukuan xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat pesanan pembelian ke pihak III Lampiran 2. Surat pesanan ke Unit Bisnis Logistik (UBL) Lampiran 3. Faktur pembelian dari pihak III Lampiran 4. Surat Kirim Barang (SKB) dari UBL ke KFTD cabang Lampiran 5. Surat pesanan sementara Lampiran 6. Surat pesanan yang di faksimile Lampiran 7. Delivery order atau SKB penjualan Lampiran 8. Faktur penjualan Lampiran 9. Faktur pajak penjualan Lampiran 10. Kartu stok Lampiran 11. Buku ekspedisi tunai Lampiran 12. Buku ekspedisi kredit Lampiran 13. Tanda terima tukar faktur Lampiran 14. Konfirmasi piutang per pelanggan Lampiran 15. Nota inkaso Lampiran 16. Laporan harian kunjungan salesman Lampiran 17. Daftar kunjungan salesman Lampiran 18. Kunjungan penagih Lampiran 19. Customer record card xiv

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah salah satu sediaan farmasi dan merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan, sehingga obat tidak boleh diperlakukan sebagai komoditas ekonomi semata. Untuk menjamin mutu, khasiat, keamanan dan keabsahan obat sampai ke tangan konsumen diperlukan pengawasan obat secara komprehensif termasuk pada jaringan distribusi obat. Suatu jaringan distribusi obat (industri farmasi, pedagang besar farmasi, apotek dan pedagang eceran obat) harus menyelenggarakan suatu sistem jaminan kualitas sehingga obat yang didistribusikan terjamin mutu, khasiat, keamanan dan keabsahannya sampai ke tangan konsumen. Jaringan distribusi obat harus menjamin bahwa obat yang didistribusikan mempunyai izin edar, dengan kondisi penyimpanan yang sesuai terjaga mutunya, dan selalu dimonitor termasuk selama transportasi serta terhindar dari kontaminasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Pedagang besar farmasi (PBF) sebagai bagian dari jaringan distribusi obat merupakan pelaku usaha, sesuai dengan fungsi usahanya, ikut bertanggung jawab atas keamanan, khasiat, manfaat dan mutu produk. PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011a). PBF dalam menyelenggarakan kegiatannya wajib menggunakan pedoman teknis cara distribusi obat yang baik (CDOB). CDOB adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Penanggung jawab fasilitas distribusi harus memenuhi tanggung jawabnya, bertugas purna waktu dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penanggung jawab harus seorang apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Disamping itu, telah memiliki pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek 1

16 2 keamanan, identifikasi obat dan atau bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat dan atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Sebagai mahasiswa program profesi apoteker, perlu adanya pemahaman tentang peran apoteker di PBF. Oleh karena itu, bekerja sama dengan PT. Kimia Farma Trading and Distribution yang bergerak dalam bidang distribusi dan penyaluran sediaan farmasi melaksanakan praktik kerja profesi apoteker pada tanggal 23 September 01 November Melalui kegiatan ini diharapkan mahasiswa yang merupakan calon apoteker dapat mendapatkan ilmu dan pengalaman kerja agar nantinya dapat diterapkan secara nyata dalam menjalankan perannya sebagai apoteker. 1.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Kimia Farma Trading and Distribution bertujuan untuk: a. Mengetahui dan memahami cara distribusi obat yang baik di PT. Kimia Farma Trading and Distribution. b. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker di pedagang besar farmasi.

17 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Pedagang Besar Farmasi (PBF) Definisi PBF Menurut Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011, pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/ atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF dan PBF Cabang dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/ atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan/ atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Landasan Hukum PBF PBF memiliki landasan hukum yang diatur dalam (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012): a. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. b. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. c. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. d. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. e. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika Tugas dan Fungsi PBF Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, tugas dan fungsi PBF yaitu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012): 3

18 4 a. Menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat. b. Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan Persyaratan PBF Suatu PBF beroperasi setelah mendapat surat izin. Selama PBF tersebut masih aktif melakukan kegiatan pengelolaan obat, maka seluruh kegiatan yang dilaksanakan di PBF tersebut wajib berdasarkan kepada CDOB (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Tempat atau Lokasi Lokasi PBF dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi efisiensi dan efektivitas dalam pengadaan dan penyaluran obat ke sarana pelayanan kesehatan dan faktor-faktor lainnya (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Bangunan Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF. Suatu PBF paling sedikit memiliki ruang tunggu, ruang penerimaan obat, ruang penyiapan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat jadi, ruang makan dan kamar kecil. Bangunan PBF dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai, kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan

19 5 pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang, yakni dengan adanya sistem alarm dan kontrol akses yang memadai. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih, bebas dari sampah dan debu serta harus dirancang dan dilengkapi, sehingga memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain. Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan. Selain itu harus disediakan area khusus seperti penyimpanan obat-obat narkotika seperti yang telah ditetapkan dalam CDOB (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Perlengkapan PBF Suatu PBF yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan yang memadai agar dapat mendukung pendistribusian obat jadi. Perlengkapan yang harus dimiliki yaitu peralatan penyimpanan obat dan perlengkapan administrasi. Peralatan dan tempat penyimpanan obat seperti lemari obat jadi, lemari pendingin (kulkas), lemari untuk menyimpan produk kembalian, kontainer untuk pengiriman barang dan box es untuk pengiriman obat dengan suhu penyimpanan rendah. Perlengkapan administrasi terkait dokumen penjualan, pembelian dan penyimpanan, seperti blanko pesanan, blanko faktur, blanko tukar faktur, bilyet giro, blanko faktur pajak, blanko surat jalan, kartu stok obat, bukti penerimaan pembayaran, form retur, blanko faktur pajak dan stempel PBF. Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan di PBF (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Apoteker Penanggung Jawab untuk PBF Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian menjelaskan bahwa apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Sedangkan tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker

20 6 dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi. Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi persyaratan yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Pasal 35, 37, 52, 54, yaitu sebagai berikut: a. Memiliki keahlian dan kewenangan. b. Menerapkan Standar Profesi. c. Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional. d. Memiliki sertifikat kompetensi profesi. e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun selama masih memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, apoteker harus memenuhi berkas-berkas persyaratan sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011b): a. Foto kopi ijazah apoteker. b. Foto kopi sertifikat kompetensi profesi. c. Foto kopi surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/ janji apoteker. d. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek. e. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. f. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 2 x 3 sebanyak 2 (dua) lembar. Setelah memenuhi persyaratan di atas, seorang apoteker yang akan bekerja sebagai apoteker penanggung jawab di PBF wajib memiliki Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA). SIKA adalah surat izin praktek yang diberikan kepada apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran. SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian. Untuk memperoleh SIKA, apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan serta harus menerbitkan SIKA paling lama 20 (dua

21 7 puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Berkas-berkas yang harus dilampirkan untuk permohonan SIKA yaitu (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011b): a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh Komite Farmasi Nasional (KFN). b. Surat penyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/ penyaluran. c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi. d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar. Pencabutan SIKA oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dapat dilakukan apabila (Pemerintah Republik Indonesia, 2009): a. Atas permintaan yang bersangkutan. b. STRA tidak berlaku lagi. c. Yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin. d. Yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan dengan surat keterangan dokter. e. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi KFN. f. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan pengadilan. Menurut Pedoman Teknis CDOB (2012), tugas dan kewajiban apoteker di PBF adalah sebagai berikut: a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen mutu. b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga akurasi dan mutu dokumentasi. c. Menyusun dan/ atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan distribusi.

22 8 d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan obat. e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif. f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan. g. Meluluskan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok obat yang memenuhi syarat jual. h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/ atau transportasi obat. i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan. j. Mendelegasikan tugasnya kepada apoteker/ tenaga teknis kefarmasian yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan. k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau memusnahkan obat Tata Cara Perizinan PBF Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal yang dapat diperoleh apabila pemohon mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM dengan menggunakan Formulir 1. Izin PBF berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011a): a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi. b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). c. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia (WNI) sebagai penanggung jawab.

23 9 d. Komisaris/ dewan pengawas dan direksi/ pengurus tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang farmasi. e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF. f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan. g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB. Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ ketua dan apoteker calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011a): a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/ identitas direktur/ ketua. b. Susunan direksi/ pengurus. c. Pernyataan komisaris/ dewan pengawas dan direksi/ pengurus tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi. d. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. e. Surat Tanda Daftar Perusahaan. f. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan. g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak. h. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang. i. Peta lokasi dan denah bangunan. j. Surat penyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab. k. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab. Berikut ini merupakan alur dari pengajuan izin PBF, yaitu (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011a): a. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan administratif.

24 10 b. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB. c. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Balai POM dan pemohon dengan menggunakan Formulir 2. d. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi persyaratan CDOB, Kepala Balai POM mengeluarkan rekomendasi hasil analisis pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon dengan menggunakan Formulir 3. e. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi serta persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan menggunakan Formulir 4. f. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada bagian (c), (d), (e) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan menggunakan Formulir 5. g. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada bagian (f), Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan Kepala Balai POM Pencabutan Ijin PBF Izin PBF dinyatakan tidak berlaku apabila (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011a): a. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang; b. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan; atau c. Izin PBF dicabut.

25 Penyelenggaraan PBF Penyelenggaraan PBF diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF yang menyebutkan bahwa PBF hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri. Untuk pengadaan obat di PBF, PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/ atau sesama PBF. Sedangkan PBF cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/ bahan obt dari PBF pusat. Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang telah memiliki izin yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat. Selain itu, apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi/ pengurus PBF. Jika terjadi pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/ pengurus PBF wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambatlambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja. PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat wajib menerapkan Pedoman Teknis CDOB. Sertifikat CDOB akan diberikan pada PBF yang telah menerapkan CDOB. Setiap PBF wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB. Dokumentasi tersebut dapat dilakukan secara elektronik. Dokumentasi tersebut dapat digunakan sebagai penelusuran kegiatan yang dilakukan oleh PBF dan untuk keperluan pemeriksaan petugas yang berwenang (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011a) Pengadaan Sebelum melakukan pengadaan obat di PBF harus dilakukan kualifikasi yang tepat sebelum pengadaan dilaksanakan. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. Jika obat dan/ atau bahan obat diperoleh dari industri farmasi, maka fasilitas distribusi wajib

26 12 memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan Pedoman CPOB sedangkan jika bahan obat diperoleh dari industri nonfarmasi yang memproduksi bahan obat dengan standar mutu farmasi, maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip CPOB. Pengadaan obat dan/ atau bahan obat harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta didokumentasikan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Penyaluran Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat (selain obat keras). Dalam pelaksanaan penyaluran sediaan farmasi di PBF terdapat beberapa ketentuan, yakni meliputi: a. Penyaluran Obat 1) Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat menyalurkan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, PBF tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat. 2) PBF hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab. b. Penyaluran Narkotika Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. c. Penyaluran Psikotropika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran dilakukan oleh pabrik obat,

27 13 pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah. Penyaluran psikotropika salah satunya dapat dilakukan oleh: 1) Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/ atau lembaga pendidikan. 2) Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lain-nya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/ atau lembaga pendidikan. Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/ atau lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan. Sedangkan psikotropika yang digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/ atau lembaga pendidikan atau diimpor secara langsung oleh lembaga penelitian dan/ atau lembaga pendidikan yang bersangkutan. Ekspor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar farmasi yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan impor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar farmasi yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta lembaga penelitian atau lembaga pendidikan Pelaporan Kegiatan PBF Setiap PBF wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali namun dapat diminta setiap saat, meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. Setiap PBF yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan tersebut dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.

28 14 Selain itu, laporan tersebut harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011a) Larangan PBF Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, terdapat beberapa hal yang dilarang untuk dilakukan di PBF, yaitu: a. Setiap PBF dilarang menjual obat secara eceran. b. Setiap PBF dilarang menerima dan/ atau melayani resep dokter. 2.2 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Manajemen Mutu Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/ atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak. Manajemen Mutu yang diuraikan dalam CDOB (2012), meliputi sistem mutu, pengelolaan kegiatan berdasarkan kontrak, kajian dan pemantuan manjamen, dan manajemen risiko mutu. Dalam suatu organisasi, pemastian mutu berfungsi sebagai alat manajemen. Harus ada kebijakan mutu terdokumentasi yang menguraikan maksud keseluruhan dan persyaratan fasilitas distribusi yang berkaitan dengan mutu, sebagaimana dinyatakan dan disahkan secara resmi oleh manajemen. Sistem mutu harus memastikan bahwa (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012): a. Obat dan/ atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan atau diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB.

29 15 b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas. c. Obat dan/ atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka waktu yang sesuai. d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut dilakukan. e. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan didokumentasikan dan diselidiki. f. Tindakan perbaikan dan pencegahan (Corrective Action Preventive Action/ CAPA) yang tepat diambil untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemen risiko mutu. Sistem manajemen mutu harus mencakup pengendalian dan pengkajian berbagai kegiatan berdasarkan kontrak. Proses ini harus mencakup manajemen risiko mutu yang meliputi penilaian terhadap pihak yang ditunjuk, penetapan tanggung jawab dan proses komunikasi, dan pemantauan dan pengkajian secara teratur. Manajemen puncak harus memiliki proses formal untuk mengkaji sistem manajemen mutu secara periodik. Kajian tersebut mencakup pengukuranpencapaian sasaran, penilaian indikator kinerja, peraturan, pedoman dan hal baru yang berkaitan dengan mutu, inovasi, perubahan iklim usaha dan bisnis. Bagian terakhir dalam manajemen mutu adalah manajemen risiko mutu yang merupakan suatu proses sistematis untuk menilai, mengendalikan, mengkomunikasikan dan mengkaji risiko terhadap mutu obat dan/ atau bahan obat. Hal ini dapat dilaksanakan baik secara proaktif maupun retrospektif (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Organisasi, Manajemen, Personalia Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi obat dan/ atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat.

30 16 Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Di dalam perusahaan harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi dengan bagan organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua personil harus ditetapkan dengan jelas. Manajemen puncak di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang penanggung jawab. Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Selain itu setiap personil lainnya harus kompeten dan dalam jumlah yang memadai. Perlu dilakukan pelatihan terhadap personil secara berkala untuk meningkatkan kompetensinya. Untuk mendukung kegiatan yang dilakukan perlu diterapkan higiene personil. Harus tersedia prosedur tertulis berkaitan dengan higiene personil yang relevan dengan kegiatannya mencakup kesehatan, higiene dan pakaian kerja (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Bangunan dan Peralatan Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/ atau bahan obat meliputi gedung,gudang dan penyimpanan. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2012), persyaratan Bangunan dan Peralatan sesuai CDOB antara lain: a. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat. b. Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri, maka harus tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut. c. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/ atau bahan obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan/ atau bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat dan/ atau bahan obat yang dapat disalurkan.

31 17 d. Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus dilakukan pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait dengan area penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban dan pencahayaan yang dipersyaratkan. e. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan/ atau bahan obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika). f. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan/ atau bahan obat yang mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas bertekanan, mudah terbakar, cairan dan padatan mudah menyala) sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan. g. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai. h. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memadai. i. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil termasuk personil kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan/ atau bahan obat di area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan kemungkinan obat dan/ atau bahan obat diberikan kepada pihak yang tidak berhak. j. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan dokumentasi pelaksanaan pembersihan. k. Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2012), persyaratan peralatan sesuai CDOB antara lain: a. Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/ atau bahan obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar yang

32 18 ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital, seperti termometer, genset, dan chiller. b. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor lingkungan penyimpanan obat dan/ atau bahan obat harus di kalibrasi, serta kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala dengan metodologi yang tepat. c. Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi peralatan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi mutu obat dan/ atau bahan obat. d. Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan, pemeliharaan dan kalibrasi peralatan utama harus dibuat dan disimpan. Peralatan tersebut misalnya tempat penyimpanan suhu dingin, termohigrometer, atau alat lain pencatat suhu dan kelembaban, unit pengendali udara dan peralatan lain yang digunakan pada rantai distribusi Operasional Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat memastikan bahwa identitas obat dan/ atau bahan obat tidak hilang dan distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan. Bagian operasional terdiri dari proses penerimaan, penyimpanan, pemisahan, pemusnahan, pengambilan, pengemasan, dan pengiriman obat dan/ atau bahan obat. Proses penerimaan obat dan/ atau bahan obat ditujukan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan/ atau bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama transportasi. Obat dan/ atau bahan obat tidak boleh diterima jika kedaluwarsa, atau mendekati tanggal kedaluwarsa sehingga kemungkinan besar obat dan/ atau bahan obat telah kedaluwarsa sebelum digunakan oleh konsumen. Selain itu, nomor batch dan tanggal kedaluwarsa obat dan/ atau bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan, untuk mempermudah penelusuran. Jika ditemukan obat dan/ atau bahan obat diduga palsu, batch tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi berwenang, dan ke pemegang izin edar. Pengiriman obat

33 19 dan/ atau bahan obat yang diterima dari sarana transportasi harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi terhadap keutuhan kontainer/ sistem penutup, fisik dan fitur kemasan serta label kemasan. Proses penyimpanan dan penanganan obat dan/ atau bahan obat harus mematuhi peraturan perundang-undangan. Kondisi penyimpanan untuk obat dan/ atau bahan obat harus sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau nonfarmasi yang memproduksi bahan obat standar mutu farmasi. Obat dan/ atau bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan/ atau bahan obat dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat dan/ atau bahan obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus. Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/ atau bahan obat harus memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan danmemungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya; obat dan/ atau bahan obat dalam status karantina, diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu. Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stok sesuai dengan tanggal kedaluwarsa obat dan/ atau bahan obat mengikuti kaidah First Expired First Out (FEFO). Obat dan/ atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan campur-baur. Obat dan/ atau bahan obat tidak boleh langsung diletakkan di lantai. Obat dan/ atau bahan obat yang kedaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat dan/ atau bahan obat kedaluwarsa harus dilakukan secara berkala. Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock opname secara berkala berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan stok harus diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya campur-baur, kesalahan keluar-masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan/ atau bahan obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan untuk jangka waktu yang telah ditentukan.

34 20 Pemusnahan obat dan/ atau bahan obat dilaksanakan terhadap obat dan/ atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat untuk didistribusikan. Obat dan/ atau bahan obat yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat, diberi label yang jelas, disimpan secara terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut harus memperhatikan dampak terhadap kesehatan, pencegahan pencemaran lingkungan dan kebocoran/ penyimpangan obat dan/ atau bahan obat kepada pihak yang tidak berwenang. Proses pengambilan obat dan/ atau bahan obat harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan/ atau bahan obat yang diambil benar. Obat dan/ atau bahan obat yang diambil harus memiliki masa simpan yang cukup sebelum kedaluwarsa dan berdasarkan sistem FEFO. Nomor batch obat dan/ atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat diizinkan jika ada kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat dan/ atau bahan obat kedaluwarsa. Obat dan/ atau bahan obat harus dikemas sedemikian rupa sehingga kerusakan, kontaminasi dan pencurian dapat dihindari. Kemasan harus memadai untuk mempertahankan kondisi penyimpanan obat dan/ atau bahan obat selama transportasi. Kontainer obat dan/ atau bahan obat yang akan dikirimkan harus disegel. Pengiriman obat dan/ atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk penyaluran obat dan/ atau bahan obat ke pihak yang berwenang atau berhak untuk keperluan khusus, seperti penelitian, special access dan uji klinik, harus dilengkapi dengan dokumen yang mencakup tanggal, nama obat dan/ atau bahan obat, bentuk sediaan, nomor batch, jumlah, nama dan alamat pemasok, nama dan alamat pemesan atau penerima. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan harus sesuai dengan persyaratan obat dan/ atau bahan obat dari industri farmasi. Dokumentasi harus disimpan dan mampu tertelusur. Dokumen untuk pengiriman obat dan/ atau bahan obat harus disiapkan dan harus mencakup sekurangkurangnya informasi berikut (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012): a. Tanggal pengiriman

35 21 b. Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status dari penerima (misalnya Apotek, rumah sakit atau klinik) c. Deskripsi obat dan/ atau bahan obat, misalnya nama, bentuk sediaan dan kekuatan (jika perlu) d. Nomor batch dan tanggal kedaluwarsa e. Kuantitas obat dan/ atau bahan obat, yaitu jumlah kontainer dan kuantitas per kontainer (jika perlu) f. Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman g. Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas personil ekspedisi yang menerima (jika menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan Inspeksi Diri Inspeksi diri adalah inspeksi yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap sistem. Inspeksi diri dilakukan untuk mengukur kinerja dan mengetahui apakahsistem yang direncanakan dan dijalankan sudah memenuhi standar. Inspeksi diri dilembaga distribusi obat dilakukan secara periodik. Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur tertulis. Inspeksi diri tidak hanya dilakukan pada bagian tertentu saja. Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Audit eksternal yang dilakukan oleh ahli independen dapat membantu, namun tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya cara untuk memastikan kepatuhan terhadap penerapan CDOB. Audit terhadap kegiatan yang disubkontrakkan harus menjadi bagian dari program inspeksi diri. Semua pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat. Laporan harus berisi semua pengamatan yang dilakukan selama inspeksi. Salinan laporan

36 22 tersebut harus disampaikan kepada manajemen dan pihak terkait lainnya. Jika dalam pengamatan ditemukan adanya penyimpangan dan/ atau kekurangan, maka penyebabnya harus diidentifikasi dan dibuat CAPA. CAPA harus didokumentasikan dan ditindaklanjuti (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Keluhan, Obat dan/ atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan Penarikan Kembali Jika terjadi keluhan maka semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/ atau bahan obat berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis serta harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Jika obat ternyata dapat dijual kembali maka harus melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya. Adapun persyaratan obat dan/ atau bahan obat yang layak dijual kembali, antara lain jika (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012): a. Obat dan/ atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi syarat serta memenuhi ketentuan; b. Obat dan/ atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan penyimpanan ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan; c. Obat dan/ atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh penanggung jawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang; d. Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asal-usul obat dan/ atau bahan obat termasuk identitas obat dan/ atau bahan obat untuk memastikan bahwa obat dan/ atau bahan obat kembalian tersebut bukan obat dan/ atau bahan obat palsu. Sedangkan untuk obat dan/ atau bahan obat diduga palsu, penyalurannya harus dihentikan, segera dilaporkan ke instansi terkait dan menunggu tindak lanjut dari instansi yang berwenang. Setelah ada pemastian bahwa obat dan/ atau bahan obat tersebut palsu, maka harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan instruksi dari instansi yang berwenang (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

37 Transportasi Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang memadai. Obat dan/ atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi di atas. Apapun moda transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat dan/ atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika merencanakan rute transportasi. Obat dan/ atau bahan obat dan kontainer pengiriman harus aman untuk mencegah akses yang tidak sah. Kendaraan dan personil yang terlibat dalam pengiriman harus dilengkapi dengan peralatan keamanan tambahan yang sesuai untuk mencegah pencurian obat dan/ atau bahan obat dan penyelewengan lainnya selama transportasi. Kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan untuk obat dan/ atau bahan obat harus dipertahankan selama transportasi sesuai dengan yangditetapkan pada informasi kemasan. Jika menggunakan kendaraan berpendingin, alat pemantau suhu selama transportasi harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala atau minimal sekali setahun. Persyaratan ini meliputi pemetaan suhu pada kondisi yang representatif dan harus mempertimbangkan variasi musim. Jika diperlukan, pelanggan dapat memperoleh dokumen data suhu untuk menunjukkan bahwa obat dan/ atau bahan obat tetap dalam kondisi suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama transportasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan, khasiat dan mutu obat dan/ atau bahan obat meliputi kontrak antar fasilitas distribusi dan kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya. Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB.

38 24 Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi yang diperlukan oleh penerima kontrak. Pemberi kontrak harus melakukan pengawasan terhadap penerima kontrak dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan sesuai dengan prinsip dan pedoman CDOB. Penerima kontrak harus memiliki tempat, personil yang kompeten, peralatan, pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan oleh pemberi kontrak. Penerima kontrak tidak diperbolehkan untuk mengalihkan pekerjaan yang dipercayakan oleh pemberi kontrak kepada pihak ketiga sebelum dilakukannya evaluasi, dan mendapatkan persetujuan dari pemberi kontrak serta dilakukannya audit ke pihak ketiga tersebut (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Dokumentasi Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu. Menurut Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu. Dokumentasi dilakukan dengan tujuan sebagai berikut (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012): a. Menjamin semua pelaksanaan distribusi berjalan sesuai dengan panduan mutu dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. b. Apabila terjadi penyelewengan sistem, maka dapat ditelusuri dengan sistem dokumentasi perjalanan distribusi. c. Untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah batch, instruksi dan prosedur, maka dokumentasi harus tertulis jelas. Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak, catatan dan data, dalam bentuk kertas maupun elektronik. Dicatat dengan jelas dan rinci merupakan dasar untuk memastikan bahwa setiap personil melaksanakan kegiatan, sesuai uraian tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan. Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi berikut (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012): a. Tanggal.

39 25 b. Nama obat dan/ atau bahan obat. c. Nomor batch. d. Tanggal kedaluwarsa. e. Jumlah yang diterima/ disalurkan. f. Nama dan alamat pemasok/ pelanggan. Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung, sehingga mudah untuk ditelusuri. Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang lingkup kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas, dimengerti oleh personil dan tidak berarti ganda. Prosedur tertulis harus disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang. Prosedur tertulis tidak ditulis tangan dan harus tercetak. Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus ditandatangani, diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan informasi yang asli. Jika diperlukan, alasan perubahan harus dicatat dan seluruh dokumentasi harus tersedia sebagaimana mestinya. Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali, disimpan dan dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah dari perubahan yang tidak sah, kerusakan dan/ atau kehilangan dokumen. Dokumen yang dibuat harus disimpan dalam waktu sekurang-kurangnya 3 tahun dari tanggal pembuatan dokumen. Dokumentasi permanen, tertulis atau dengan elektronik, untuk setiap obat dan atau bahan obat yang disimpan harus menunjukkan kondisi penyimpanan yang direkomendasikan, tindakan pencegahan dan tanggal uji ulang khusus untuk bahan obat (jika ada) harus diperhatikan. Persyaratan farmakope dan peraturan nasional terkini tentang label dan wadah harus dipatuhi. Dokumen yang dibuat harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Pelaporan Kegiatan di PBF ke Institusi Terkait Menurut pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/Per/VI/2011 tentang pedagang besar farmasi:

40 26 a. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/ atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. b. Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada bagian (a), Direktur Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/ atau bahan obat. c. Setiap PBF dan PBF cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Laporan sebagaimana dimaksud pada bagian (a) dan bagian (b) dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. e. Laporan sebagaimana dimaksud pada bagian (d) setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang Pelaporan Narkotika dan Psikotropika Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, pasal 14 ayat 2 menyatakan industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/ atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Dokumen pelaporan mengenai narkotika yang berada di bawah kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan, disimpan dengan ketentuan sekurang-kurangnya dalam waktu 3 (tiga) tahun. Maksud adanya kewajiban untuk membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan adalah agar pemerintah setiap waktu dapat mengetahui tentang persediaan narkotika yang ada di dalam peredaran dan sekaligus sebagai bahan dalam penyusunan rencana kebutuhan tahunan narkotika.

41 27 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 912/MENKES/PER/VIII/1997 tentang kebutuhan dan pelaporan psikotropika pada pasal 7 ayat 1, pabrik obat dan pedagang besar farmasi yang menyalurkan psikotropika wajib mencatat dan melaporkan psikotropika setiap bulan dengan menggunakan formulir laporan penyaluran psikotropika.

42 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION Sejarah Pendirian Perusahaan Kimia Farma merupakan pioneer dalam industri farmasi di Indonesia. Asal mula berdirinya perusahaan dapat dirunut balik ke tahun 1997, ketika NV Chemicalien Handle Rathkamp and Co, perusahaan farmasi pertama di Hindia Timur didirikan pada tahun Sejalan dengan kebijakan nasional bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi menjadi Bhineka Kimia Farma (PNF). Selanjutnya pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukumnya diubah menjadi PT. Kimia Farma Persero (Kimia Farma, 2012). Sejak tanggal 4 Juli 2001, Kimia Farma tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya. Pada tanggal 28 Juni 2001, PT. Kimia Farma (Persero) menjadi Perusahaan Terbuka (Tbk.) dengan nama PT. Kimia Farma Tbk., dimana untuk privatisasi tahap I saham yang lepas adalah sebanyak 9% dengan rincian 3% untuk program Kepemilikan Saham Karyawan dan Manajemen (KSKM) PT. Kimia Farma, dan sebanyak 6% untuk masyarakat umum (Kimia Farma, 2012). Berbekal atas tradisi industri yang panjang selama lebih dari 195 tahun dan nama yang identik dengan mutu, saat ini Kimia Farma telah berkembang menjadi sebuah perusahaan pelayanan kesehatan utama di Indonesia yang kian memainkan peranan penting dalam pengembangan, pembangunan bangsa dan masyarakat. Bisnis Kimia Farma meliputi antara lain (Kimia Farma, 2012): a. PT. Kimia Farma Tbk. (Holding) PT. Kimia Farma Tbk. dibentuk pada tanggal 16 Agustus 1971 dengan jalur usaha pelayanan kesehatan. Sebagai perusahaan publik sekaligus Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kimia Farma berkomitmen penuh untuk melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu kebutuhan sekaligus kewajiban sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. PT. Kimia Farma Tbk., merupakan sebuah perusahaan pelayanan 28

43 29 kesehatan yang terintegrasi, bergerak dari hulu ke hilir yaitu industri, marketing, retail, laboratorium klinik dan klinik kesehatan. Pada tanggal 4 januari 2003 PT. Kimia Farma Tbk. membentuk 2 anak perusahaan yaitu: PT. Kimia Farma Health and Care dan PT. Kimia Farma Trading and Distribution (Kimia Farma, 2012). b. Anak Perusahaan (Subsidiaries) 1) PT. Kimia Farma Apotek Perusahaan ini dibentuk pada tanggal 4 Januari 2003 dengan jalur usaha Farmasi. Pada akhir tahun 2012 PT. Kimia Farma Apotek (KFA) mengelola sebanyak 412 apotek, 64 klinik kesehatan dan 33 laboraturium klinik. KFA menyediakan layanan kesehatan yang terintegrasi meliputi layanan farmasi (apotek), klinik kesehatan, laboraturium klinik dan optik, dengan konsep One Stop Health Care Solution (OSHcS) sehingga memudahkan masyarakat mendapatkan layanan berkualitas. Pelayanan farmasi menggunakan standar Good Pharmacy Practice (GPP) yaitu standar internasional yang diterbitkan oleh The International Pharmaceutical Federation serta standar yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Kimia Farma, 2012). Pada tahun 2012, jumlah tenaga kerja KFA adalah orang, yang sebagian besar tenaga apoteker yang memiliki sertifikat kompetensi dari organisasi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan didukung oleh Asisten Apoteker yang terlatih (Kimia Farma, 2012). 2) PT. Kimia Farma Trading and Distribution Perusahaan ini dibentuk pada tanggal 4 Januari 2003, dengan jalur usaha distribusi obat dan alat kesehatan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) sebelumnya merupakan divisi yang bergerak dibidang yang sama, yaitu perdagangan dan distribusi. Oleh karena itu pengalamannya bukan baru sepuluh tahun, tetapi sama dengan umur PT. Kimia Farma Tbk. Sendiri (KFTD, 2012). Sebelum menjadi perusahaan tersendiri, PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) dahulu merupakan divisi Pedagang Besar Farmasi (PBF) dari PT Kimia Farma Tbk. yang memiliki tugas utama mendistribusikan produk-

44 30 produk farmasi yang diproduksi PT. Kimia Farma Tbk. ke channel-channel yang tersebar di seluruh nusantara (KFTD, 2012). Berbekal kemampuan serta pengalaman menangani pendistribusian produk-produk PT Kimia Farma Tbk. sejak tahun 1917, pada tanggal 4 Januari 2003 divisi Pedagang Besar Farmasi ini kemudian berkembang menjadi anak perusahaan dengan nama PT. Kimia Farma Trading and Distribution, yang berbasis Jasa Layanan Perdagangan dan Distribusi (KFTD, 2012). PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) adalah anak perusahaan PT. Kimia Farma Tbk. yang didirikan berdasarkan akta pendirian No. 07 tanggal 4 Januari 2003 yang dibuat di hadapan Notaris Ny. Imas Fatimah, S.H di Jakarta dan telah diubah dengan akta No.42 tanggal 22 April 2003 yang dibuat di hadapan Notaris Nila Noordjasmani Soeyasa Besar, S.H. Akta ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusan No: C HT TH 2003 tanggal 1 Mei 2003 (KFTD, 2012). Untuk memudahkan operasionalnya, KFTD juga didukung oleh 44 kantor cabang (6 cabang kelas 1, 32 cabang kelas 2 dan 7 cabang kelas 3) dengan wilayah operasinya mulai dari Aceh sampai dengan Jayapura, jumlah salesman 450 orang dan armada pengantar roda 4 (mobil box) 477 unit dan pengantar roda 2 (motor box) 292 unit. Jaringan distribusi ini melayani lebih dari 31 rekanan principal, memenuhi kebutuhan sekitar apotek, Pedagang Besar Farmasi (PBF), toko obat, 106 horeka (hotel restoran karaoke), rumah sakit, pasar tradisional dan pasar modern (KFTD, 2012) Visi dan Misi Visi Menurut Kimia Farma (2012), visi PT. Kimia Farma, Tbk. ialah menjadi perusahaan terkemuka dibidang distribusi dan perdagangan produk kesehatan (to be the greatest trading and distribution company).

45 Misi Misi PT. Kimia Farma Tbk. antara sebagai berikut (Kimia Farma, 2012): a. Meningkatkan jumlah jaringan distribusi produk kesehatan baik produk sendiri maupun principal pihak ketiga. b. Meningkatkan perdagangan dan pengadaan produk kesehatan di pasar institusi. c. Meningkatkan perdagangan alat kesehatan dan diagnostik keagenan atau private label Strategi Dalam menjalankan kegiatannya, strategi yang diterapkan antara lain sebagai berikut (Kimia Farma, 2012): a. Cost leadership guna menciptakan comparative advantages. b. Product differentiation jenis produk unggulan guna meningkatkan competitive advantages Sistem Pengadaan dan Pendistribusian Barang Sesuai dengan anggaran dasarnya, perusahaan melakukan usaha dalam bidang Distribusi dan Perdagangan, yang produknya meliputi produk farmasi dan alat kesehatan. Principal meliputi principal perusahaan induk (PT. Kimia Farma Tbk) sebesar 60% dan principal pihak ketiga sebesar 40%, seperti Biofarma, Janssen, Otsuka, Daria Varia, Rohto, Novartis, dan lain-lain (Kimia Farma, 2012). Sebagai penyedia Jasa Layanan Distribusi, KFTD menyalurkan aneka produk dari perusahaan induk, produk dari principal lainnya, serta produk-produk non-principal. Di bidang jasa perdagangan atau trading, KFTD menangani kontrak-kontrak bisnis yang didapat melalui sistem tender (Kimia Farma, 2012) Jenis Pelanggan KFTD (Channel Distribution) Sesuai dengan jenis penjualannya, pelanggan KFTD terdiri dari: a. Pelanggan reguler adalah pelanggan yang membeli produk secara rutin, tanpa melalui pelelangan (tender). Sesuai dengan Permenkes Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang PBF, pelanggan reguler terdiri dari: 1) Pedagang Besar Farmasi (PBF)

46 32 2) Instalasi Farmasi Rumah Sakit 3) Puskesmas 4) Klinik 5) Apotek 6) Toko obat b. Pelanggan Institusi adalah pelanggan yang membeli produk secara paket melalui pelelangan terbuka (tender) atau penunjukan langsung. Sesuai dengan Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah, pelanggan institusi terdiri dari : 1) Kementerian (Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, Kementerian Tenaga Kerja, dan sebagainya) 2) Lembaga (BKKBN, BPOM, Universitas, dan sebagainya) 3) Satuan kerja perangkat daerah (Dinas kesehatan) 4) Institusi (Rumah Sakit) 3.2 Manajemen Operasional Manajemen operasional adalah suatu cara pengelolaan fungsi-fungsi kegiatan (fungsi-fungsi manajemen) yang terdapat dalam suatu perusahaan, untuk mencapai tujuan. Cara pengelolaan pada setiap fungsi kegiatan berbeda antara fungsi kegiatan yang dengan yang lainnya, karena pada setiap fungsi kegiatan tersebut memiliki tujuan yang berbeda (Said, 2013). a. Fungsi kegiatan pembelian, yaitu memperoleh harga beli barang yang efisien dan menjaga ketersediaan (availability) barang. b. Fungsi kegiatan pengelolaan barang di gudang (warehousing), yaitu menjaga kondisi kualitas barang sesuai persyaratan Farmakope, tidak rusak dan tidak hilang. c. Fungsi kegiatan penjualan dan pelayanan, yaitu memperoleh pertumbuhan penjualan (sales growth) dan jumlah pelanggan (customer growth) serta untuk mempertahankan pelanggan yang loyal (customer rate retention). d. Fungsi kegiatan pengelolaan piutang (accounting), untuk menjaga likuiditas keuangan dan aliran kas (cash flow) yang sehat.

47 33 e. Fungsi kegiatan pembukuan atau tata usaha, yaitu menyajikan laporan yang tepat waktu, isi dan guna agar dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat Manajemen Pengadaan Definisi Pengadaan merupakan proses penyediaan obat yang dibutuhkan, yang diperoleh dari pemasok eksternal melalui pembelian dari manufaktur, distributor, atau pedagang besar farmasi Tujuan Manajemen pengadaan dilakukan untuk menyediakan obat atau bahan obat untuk memenuhi kebutuhan stok di gudang (Said, 2013) Tugas dan Tanggung Jawab Tugas dan Tanggung jawab seorang supervisor pembelian di KFTD yaitu (KFTD, 2013): a. Bertugas dan bertanggung jawab membuat rencana pembelian. b. Bertugas dan bertanggung jawab memantau hasil pembelian dengan cara memeriksa copy faktur yang diterima terhadap kelengkapan barang, dan kebenaran harga. c. Bertugas dan bertanggung jawab mengevaluasi hasil pembelian. d. Bertugas dan bertanggung jawab terhadap kelancaran penyediaan barang dagangan. e. Bertugas dan bertanggung jawab atas pilihannya dalam menentukan supplier Standard Operational and Procedure Pengadaan Barang Tahapan dalam melakukan pengadaan barang di KFTD adalah sebagai berikut (Said, 2013): a. Membuat daftar rencana pembelian barang Petugas logistik (kepala gudang) bersama petugas penjualan menghitung buffer stock dan kebutuhan level stock per item barang setiap bulan berdasarkan

48 34 data historis, lalu data tersebut dikirim ke petugas pembelian untuk membuat daftar rencana pembelian barang setiap bulannya. b. Membuat kontrak pembelian barang Petugas pembelian melakukan perjanjian kontrak pembelian barang dengan pemasok atau principal untuk memperoleh margin yang lebih besar dan masa tenggang pembayaran relatif lebih panjang. c. Mengeksekusi pembelian barang Petugas pembelian menyiapkan Surat Pesanan (SP), ditandatangani oleh penanggung jawab logistik atau penanggung jawab PBF, lalu mengirimkan SP ke principal atau pemasok. d. Menerima dan memeriksa barang Petugas logistik memeriksa dan menerima fisik barang dari pemasok sesuai dengan SP dan faktur barang, lalu membuat tanda terima barang di faktur (stempel dan tanda tangan) petugas gudang. e. Memeriksa kebenaran faktur pembelian barang Petugas pembelian faktur mengenai jumlah, jenis, harga barang dan diskon serta masa tenggang pembayaran, lalu memberikan paraf dan mengirimkan faktur pembelian ke fungsi tata usaha (TU). f. Membukukan faktur pembelian sebagai pembelian dan hutang Petugas TU membukukan faktur tersebut sebagai pembelian barang dan hutang di kartu hutang lalu membuat laporan pembelian dan hutang setiap bulannya. Gambar 3.1. Diagram pengadaan barang

49 Sasaran Sasaran mutu dari manajemen pengadaan yaitu memperoleh harga barang yang lebih murah (lebih efisien) serta dapat melayani seluruh kebutuhan barang pelanggan (service level) 100% (Said, 2013) Indikator Indikator yang digunakan untuk mengukur fungsi manajemen pengadaan antara lain (Said, 2013): a. Harga pokok penjualan (HPP) 1) Jika HPP yang diperoleh < dari HPP tahun lalu (PBF pesaing), maka fungsi pembelian berfungsi dengan baik. 2) Jika HPP yang diperoleh > dari HPP tahun lalu (PBF pesaing), maka fungsi pembelian tidak berfungsi dengan baik. b. Service level 1) Jika service level > dari service level tahun lalu, maka fungsi pembelian berfungsi dengan baik. 2) Jika service level < dari service level tahun lalu, maka fungsi pembelian tidak berfungsi dengan baik Manajemen Penyimpanan Definisi Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat Tujuan Tujuan adanya manajemen penyimpanan ialah untuk memastikan bahwa obat atau bahan obat yang disimpan sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau non farmasi (Said, 2013).

50 Tugas dan Tanggung Jawab Tugas dan tanggung jawab petugas bagian penyimpanan antara lain sebagai berikut (KFTD, 2013): a. Bertugas dan bertanggung jawab memeriksa kebenaran produk (fisik item, bets) di gudang pengeluaran barang yang akan didistribusikan. b. Bertugas dan bertanggung jawab memvalidasi administrasi atas kebenaran mutasi pengeluaran dalam sistem informasi logistik sentral. c. Bertugas dan bertanggung jawab menyerahkan produk yang telah divalidasi ke masing-masing gudang tujuan hantaran. d. Bertugas dan bertanggung jawab meningkatkan ketepatan dan kecepatan proses pengeluaran barang. e. Bertugas dan bertanggung jawab melaksanakan dokumentasi pengeluaran barang yang sistematis, tertib, rapi, bersih, dan mudah dicari. f. Bertugas dan bertanggung jawab membina SDM dalam jajaran fungsi kerjanya agar memiliki kemampuan dalam melaksanakan business process di pengeluaran barang yang efektif dan efisien sesuai fungsinya Sistem Penyimpanan Barang di Gudang Sesuai dengan SK Kepala BPOM No. HK tahun 2003, bangunan dan peralatan harus memenuhi beberapa persyaratan. a. Sistem penyimpanan obat di gudang dalam kegiatan distribusi berdasarkan sistem first expired first out (FEFO) atau sistem first in first out (FIFO). b. Kondisi fisik bangunan : 1) Memiliki sirkulasi udara yang baik 2) Tidak boleh banjir 3) Tidak boleh ada rembesan air tanah 4) Tidak boleh ada binatang, serangga dan tikus serta binatang lain yang dapat mempengaruhi kualitas obat dan bahan obat 5) Selalu dalam keadaan bersih dan rapih c. Suhu dan kelembaban udara harus sesuai dengan sifat obat dan bahan obatnya yang ditetapkan Farmakope Indonesia Indonesia, seperti:

51 37 1) Disimpan pada suhu kamar (pada suhu o C), untuk obat tablet, kaplet, sirup, infus atau ditentukan lain. 2) Disimpan pada tempat sejuk (pada suhu 5-15 o C), untuk minyak atsiri, salep mata, krim, ovula, suppositoria, tingtur. 3) Disimpan ditempat dingin (pada suhu 0 5 o C), untuk vaksin atau ditentukan lain. d. Layout ruangan meliputi: 1) Ruang penerimaan dan pemeriksaan barang masuk (transito in) 2) Ruang penyimpanan barang 3) Ruang pengeluaran dan pemeriksaan barang keluar (transito out) e. Alokasi ruangan meliputi: 1) Ruang barang tidak kedaluwarsa 2) Ruang narkotika 3) Ruang psikotropika 4) Ruang barang barang kedaluwarsa f. Persyaratan peralatan 1) Alat penyimpanan barang, seperti rak dan paletnya 2) Alat pengukur suhu ruangan serta dokumen data kalibrasinya 3) Alat pengangkut barang di gudang, sepeti forklift, trolley dan tangga 4) Alat pengirim barang bersuhu 5-15 o C, seperti cooler box Penataan Alokasi Ruang Penyimpanan di Gudang Sesuai dengan ketentuan peraturan yang ditetapkan Pemerintah tersebut diatas dan berdasarkan sifat obatnya sendiri, maka ruang penyimpanan obat dibagi menjadi 6 yaitu: a. Ruang penyimpanan obat bersuhu o C, seperti untuk obat tablet, kaplet, sirup atau ditentukan lain. b. Ruang penyimpanan obat bersuhu 5-15 o C, seperti untuk minyak atsiri, salep, krim, ovula, suppositoria, tingtur, eter, floatane, halotane. c. Ruang penyimpanan obat bersuhu 0-5 o C, seperti untuk obat vaksin dan serum atau ditentukan lain. d. Ruang penyimpanan narkotika sesuai dengan peraturan yang berlaku.

52 38 e. Ruang penyimpanan psikotropika sesuai dengan peraturan yang berlaku. f. Ruang penyimpanan obat kedaluwarsa Kelengkapan Peralatan Gudang Kelengkapan peralatan gudang sesuai kebijakan KFTD yaitu: a. Alat pemeliharaan gedung: generator, alat pemadam kebakaran, alat kebersihan dan tempat sampah. b. Alat pemeriksaan dan penerimaan barang: komputer, barcode scanner, trolley dan stempel. c. Kelengkapan alat penyimpan barang: AC, lemari narkotika, rak besi dan palet, trolley, tangga dan forklift d. Kelengkapan alat pengeluaran barang: komputer, barcode scanner, trolley, forklift dan buku ekspedisi pengeluaran barang. e. Kelengkapan alat K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja): helm, sepatu dan rompi. f. Kelengkapan alat pengiriman barang: mobil box dan sepeda motor box Standard Operational and Procedure Penerimaan, Penyimpanan, dan Pengeluaran Barang Menurut Said (2013), SOP penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang ialah sebagai berikut: a. Menerima barang di transito in 1) Petugas logistik memeriksa dan menerima fisik barang dari pemasok sesuai dengan SP dan faktur barang, di ruang transito in. 2) Membuat tanda terima barang (stempel atau paraf) di faktur pembelian. 3) Menyimpan dan memasukkan data barang pada sistem informasi. b. Menyimpan barang 1) Petugas logistik memasukkan barang dari ruang transito in ke ruang penyimpanan sesuai dengan lokasinya masing masing barang. 2) Mencatat barang masuk di sistem informasi dan masing masing kartu barangnya. 3) Melaporkan penerimaan barang ke TU sebagai pembelian dan hutang.

53 39 c. Mengeluarkan barang dari gudang 1) Petugas logistik berdasarkan SP dan faktur penjualan dari fakturis, mengeluarkan barang dari gudang ke transito out. 2) Mencatat mutasi barang di kartu barang dan sistem informasi. 3) Mencatat penyerahan barang dari gudang ke pengantar barang di buku ekspedisi hantaran barang dan meminta paraf pengantar barang. 4) Memeriksa kembali penyerahan barang dari pengantar barang ke pelanggan melalui faktur yang ada tanda terima dari pelanggan. d. Membuat laporan mutasi barang di gudang 1) Petugas gudang membuat laporan mutasi barang. 2) Petugas gudang menghitung saldo barang setiap periode tertentu (1 bulan, 3 bulan), lalu membuat berita acara stock opname barang kemudian mengirim laporan tersebut ke fungsi TU. Gambar 3.2. Diagram penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang

54 40 Gambar 3.3. Alur penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang Sasaran Sasaran yang ingin dicapai pada manajemen penyimpanan ialah mencegah kehilangan dan kerusakan barang atau kedaluwarsa (Said, 2013) Indikator Indikator yang digunakan untuk mengukur fungsi manajemen pergudangan antara lain (Said, 2013): a. Jika jumlah barang hilang dan rusak > dari angka kebijakannya, maka fungsi pergudangan berfungsi dengan baik. b. Jika jumlah barang hilang dan rusak < dari angka kebijakannya, maka fungsi pergudangan tidak berfungsi dengan baik Manajemen Penjualan dan Pelayanan Definisi The American Marketing Association mendefinisikan marketing (management) sebagai the process of planning and executing the conception, pricing, promotion,and distribution of ideas, goods, and services to create exchanges that satisfy individual and organizational objectives.

55 41 Philip Kotler mendefinisikan marketing management sebagai the art and science of choosingtarget markets and getting, keeping, and growing customers through creating, delivering, and communicating superior customer values Tujuan Menurut Said (2013), tujuan dari manajemen penjualan ialah untuk memperoleh pertumbuhan penjualan (sales growth) dan pertumbuhan jumlah pelanggan (costumer growth) serta untuk mempertahankan pelanggan yang loyal (costumer rate retention) Standard Operational and Procedure Penjualan dan Pelayanan Menurut Said (2013), SOP penjualan dan pelayanan ialah sebagai berikut: a. Mengecek SP terhadap status umur hutang pelanggan yang lebih dari 2 bulan 1) Salesman mengunjungi pelanggan yang tidak bermasalah (tidak memiliki hutang > 2 bulan), secara rutin. 2) Salesman menawarkan produk ke pelanggan (jumlah item dan SKU s) melalui program program dari principalnya, seperti program diskon dan bonus. 3) Salesman mengambil SP dari pelanggan dan memeriksa status umur hutang yang > 2 bulan, mencatat statusnya (ok atau tidak ok). 4) Salesman menyerahkan SP ke fakturis untuk dibuatkan fakturnya. Gambar 3.4. Contoh alat kontrol penjualan b. Pembuatan faktur atas SP pelanggan 1) Fakturis mengecek kebenaran data dan alamat pelanggan melalui sistem informasi dan mencatat statusnya (ok atau tidak ok). 2) Fakturis membuatkan faktur penjualan barangnya. 3) Fakturis menyerahkan faktur dan SP pelanggan ke fungsi logistik.

56 42 c. Menyiapkan barang pesanan pelanggan 1) Petugas logistik mengeluarkan barang atas pesanan pelanggan berdasarkan faktur dan SP, dan mencatat mutasi barang di kartu barang. 2) Petugas mengecek kesesuaian barang dengan faktur dan SP kemudian mencatat statusnya (ok atau tidak ok). 3) Petugas mencatat jumlah barang yang dikeluarkannya sesuai dengan nama pelanggan di sistem informasi. 4) Petugas memindahkan barang yang siap dikirim ke ruang transito out dan mencatat di buku ekspedisi pengeluaran barang gudang. 5) Petugas membuat tanda terima penyerahan barang ke pengantar barang di buku ekspedisi pengeluaran barang. d. Memindahkan barang pesanan ke transito out 1) Petugas gudang memindahkan barang yang siap dikirim ke ruang transito out dan mencatat di buku ekspedisi pengeluaran barang gudang. 2) Petugas membuat tanda terima penyerahan barang ke pengantar barang di buku ekspedisi pengeluaran barang. e. Menyerahkan barang ke petugas hantaran 1) Petugas gudang menyerahkan barang yang siap antar kepada petugas hantaran. 2) Petugas hantaran mencatat seluruh barang pesanan di buku ekspedisinya. f. Mengirim barang ke pelanggan 1) Petugas hantaran barang mengirim barang ke pelanggan. 2) Petugas hantaran barang meminta tanda terima barang dari pelanggan dan mencatat status penerimaannya (ok atau tidak ok). 3) Petugas hantaran barang menyerahkan tanda terima barang ke fungsi logistik. g. Memvalidasi pengeluaran barang 1) Petugas logistik memvalidasi pengiriman barang ke pelanggan di sistem informasi sebagai barang keluar. 2) Petugas logistik menyerahkan faktur penjualan yang telah ada tanda terima dari pelanggan dan SP ke fungsi TU.

57 43 h. Mencatat hasil penjualan barang ke pelanggan 1) Petugas administrasi penjualan TU memasukkan data pengiriman barang di sistem informasi sebagai penjualan berdasarkan faktur dan SP yang telah ada TT nya dari pelanggan. 2) Petugas administrasi penjualan TU juga memasukkan ke sistem informasi hasil penjualan tersebut. 3) Petugas administrasi penjualan menyerahkan SP dan faktur penjualan ke administrasi inkaso. i. Menyimpan faktur dan penyerahan faktur yang telah jatuh tempo ke juru tagih 1) Petugas administrasi inkaso memasukkan data penjualan di kartu piutang berdasarkan faktur dan SP yang telah ada tanda terimanya dari pelanggan ke dalam sistem informasi. 2) Petugas administrasi inkaso menyimpan faktur penjualan dan membuat daftar tanggal jatuh temponya ke sistem informasi. 3) Petugas administrasi inkaso akan menyerahkan faktur tagihan ke juru tagih sesuai dengan daftar tagihan yang telah jatuh tempo untuk ditagihkan ke pelanggan. Gambar 3.5. Diagram penjualan Sasaran Sasaran yang ingin dicapai pada manajemen penjualan ialah mencapai target penjualan dan service level yang ditentukan (Said, 2013).

58 Indikator Indikator yang digunakan untuk mengukur fungsi manajemen penjualan (Said, 2013) antara lain: a. Jika penjualannya > target atau dari tahun lalu, maka fungsi pelayanannya berfungsi dengan baik b. Jika penjualannya < target atau dari tahun lalu, maka fungsi pelayanannya tidak berfungsi dengan baik c. Jika service levelnya = 100 % atau > baik dari tahun lalu, maka fungsi pelayanannya berfungsi dengan baik d. Jika service levelnya < 100 %, maka fungsi pelayanannya tidak berfungsi dengan baik Manajemen Piutang Definisi Menurut Nurjannah (2012), piutang adalah hak klaim terhadap seseorang atau perusahaan lain, menuntut pembayaran dalam bentuk uang atau penyerahan aktiva atau jasa kepada pihak terhutang. Piutang merupakan semua tuntutan terhadap langganan baik berbentuk perkiraan uang, barang maupun jasa dan segala bentuk perkiraan seperti transaksi. Penjualan secara kredit menimbulkan hak bagi perusahaan yang melakukan penagihan pada langganannya sesuai persyaratan yang telah disepakati bersama pada saat melakukan transaksi. Piutang dapat diartikan sebagai jumlah nominal yang harus dibayarkan oleh pelanggan kepada pihak penyedia setelah dilakukan proses transaksi jual beli pada waktu jatuh tempo pembayarannya Standard Operational and Procedure Piutang Menurut Said (2013), SOP Piutang ialah sebagai berikut: a. Penyerahan faktur tagihan dari fungsi TU ke administrasi Inkaso 1) Administrasi penjualan menerima dokumen penjualan kredit (faktur yang sudah ada tanda terima dari pelanggan beserta SP) dari fungsi gudang.

59 45 2) Administrasi penjualan mengelompokkan dokumen penjualan kredit sesuai dengan nama-nama pelanggannya dan mencatat di kartu piutang per pelanggan. 3) Administrasi penjualan membukukan penjualan kredit per pelanggan di sistem informasi (komputer). 4) Administrasi penjualan pada awal bulan merekap hasil penjualan kredit dan membuatkan rekap tagihan per pelanggan lalu menyerahkan ke administrasi inkaso. b. Penyerahan faktur tagihan dari administrasi inkaso ke juru tagih 1) Adminsitrasi inkaso memeriksa dan menerima penyerahan fisik faktur tagihan dan membuat tanda terima di buku ekspedisi penyerahan faktur dari administrasi penjualan. 2) Administrasi inkaso mencatat piutang masuk di sistem informasi (kartu piutang) per pelanggan. 3) Adminsitrasi inkaso membuat rencana penagihan berdasarkan tanggal jatuh temponya. 4) Administrasi inkaso menyerahkan sejumlah faktur yang telah jatuh tempo ke juru tagih disertai dengan nota inkaso (dokumen tanda penyerahan faktur tagihan ke juru tagih). c. Penyerahan faktur tagihan dari juru tagih ke pelanggan 1) Juru tagih menerima faktur tagihan dari administrasi inkaso disertai tanda terima di nota inkaso. 2) Juru tagih menyerahkan faktur yang telah jatuh tempo ke pelanggan. 3) Pelanggan menerima faktur dan membayar hutangnya dengan 3 kemungkinan yaitu: a) Dibayar lunas (100 %) b) Dibayar sebagian c) Hanya membuat tanda terima faktur dan pembayaran pada tanggal berikutnya

60 46 d. Penyetoran dan pelaporan uang hasil tagihan 1) Juru tagih menyetorkan uang hasil tagihan pada hari yang sama (sore hari) ke fungsi keuangan dengan meminta tanda terima setortan uang tagihan di nota inkaso, jika pelanggan membayar 100 % lunas atau sebagian lunas. 2) Juru tagih melaporkan dan menyerahkan kembali hasil dokumen alat tagih ke administrasi inkaso dengan tiga keterangan: a) Dibayar lunas (100 %) oleh pelanggan. b) Dibayar sebagian oleh pelanggan dengan melampirkan bukti sebagian pembayarannya di balik faktur aslinya. 3) Ditunda oleh pelanggan dengan melampirkan bukti tanda terima faktur dari pelanggan dan keterangan tanggal akan dibayar oleh pelanggan. 4) Administrasi inkaso menerima laporan dari juru tagih dan menyimpan kembali faktur faktur tagihan atau tanda terima faktur yang belum lunas dibrankas. 5) Administrasi inkaso menyerahkan kembali faktur tagihan atau tanda terima faktur yang belum lunas ke juru tagih untuk ditagihkan kembali ke pelanggan sesuai janji. e. Konfirmasi piutang ke pelanggan 1) Administrasi inkaso membuat data mutasi piutang per pelanggan pada setiap awal bulan. 2) Administrasi inkaso membuat surat konfirmasi setiap bulan tentang jumlah hutang kepada setiap pelanggan. 3) Bagi pelanggan yang tidak menjawab surat konfirmasi tersebut, maka angka hutang pelanggan yang dibuat apotek yang dianggap benar.

61 47 Gambar 3.6. Diagram pengelolaan piutang Sasaran Sasaran yang ingin dicapai pada manajemen piutang ialah mencegah kehilangan faktur dan pencurian uang hasil tagihan (Said, 2013) Indikator Indikator yang digunakan untuk mengukur fungsi manajemen penjualan (Said, 2013) antara lain: a. Jika tingkat kehilangan faktur atau pencurian uang hasil tagihan = 0 %, maka administrasi inkaso berfungsi dengan baik. b. Jika tingkat kehilangan atau pencurian uang hasil tagihan > 0, maka administrasi inkaso tidak berfungsi dengan baik Manajemen Pembukuan Definisi Manajemen pembukuan adalah cara mengelola pembukuan atau pencatatan (accounting) dan pengikhtisaran seluruh transaksi dagang dan keuangan serta penganalisaan, pembuktian dan pembuatan laporan. Di Indonesia istilah (bagian) pembukuan yang terdapat di suatu perusahaan juga dikenal dengan nama tata usaha yaitu fungsi kegiatan yang bertugas melakukan pencatatan, pemeriksaan, pembuatan laporan dan pengarsipan (Said, 2013).

62 Tujuan Pembukuan dibutuhkan untuk menyimpan seluruh kegiatan perusahaan dan transaksi-transaksi yang telah dilaksanakan Tujuan utama kegiatan pembukuan di PBF adalah agar seluruh transaksi keuangan dapat didokumentasikan sesuai dengan urutan peristiwa atau kejadian dan besarannya, sehingga dapat disajikan dalam laporan keuangan dengan benar dan berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan (Kementerian Pekerjaan Umum, 2013) Standard Operational and Procedure Pembukuan Adapun proses pembuatan laporan akuntansi keuangan terdiri (Said, 2013): a. Mengumpulkan seluruh dokumen transaksi b. Mencatat seluruh data transaksi ke buku jurnal c. Memindahkan dari buku jurnal ke buku besar (posting) d. Mencocokkan (judgment) terhadap informasi terakhir e. Menyususun (reporting) laporan dari data buku besar f. Menutup buku besar dan membuat laporannya g. Mengirimkan laporan ke pihak yang membutuhkan h. Mengarsipkan (filing) Gambar 3.7. Diagram pembukuan

63 Sasaran Sasaran yang ingin dicapai pada manajemen pembukuan ialah menyajikan laporan keuangan tepat isi dan tepat waktu (Said, 2013) Indikator Indikator yang digunakan untuk mengukur fungsi manajemen penjualan (Said, 2013) antara lain: a. Jika laporan keuangan dapat dibuat dan disajikan tepat isi dan waktu sesuai tanggal yang ditetapkan, maka TU berfungsi dengan baik. b. Jika laporan keuangan tidak dapat dibuat dan disajikan tepat isi dan waktu sesuai tanggal yang ditetapkan, maka TU tidak berfungsi dengan baik. 3.3 Pajak Jenis pajak yang dikelola di bagian tata usaha PT. Kimia Farma Trading and Distribution antara lain pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas: a. Penyerahan barang kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha b. Impor barang kena pajak c. Penyerahan jasa kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean, di dalam Daerah Pabean atau ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yg meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona

64 50 Ekonomi Ekslusif dan Landas Kontinen. Barang kena pajak adalah barang yang dikenakan pajak. Dalam PPN dikenal pula istilah diantaranya yaitu : a. Pajak keluaran yaitu, PPN terutang yang wajib dipungut oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak. Dalam hal ini Pajak keluaran merupakan pajak yang dikeluarkan oleh KFTD kepada pelanggan terhadap transaksi jual beli yang dilakukan, dibuktikan dengan adanya faktur pajak. b. Pajak masukan yaitu, PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh pengusaha kena pajak karena perolehan barang kena pajak. Pajak masukan dalam hal ini merupakan pajak yang telah dibayarkan oleh KFTD pada saat proses pembelian barang kepada pihak principal pihak III, dibuktikan dengan adanya Surat Setoran Pajak (SSP). Faktur pajak yaitu, bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak. Faktur pajak dalam hal ini dibundel menjadi satu bersama dengan faktur penjualan. Faktur pajak pelanggan akan dikelola oleh pihak KFTD pusat Pajak Penghasilan (PPh) Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara dan daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perseroan atau perkumpulan lainnya dan bentuk usaha tetap. Orang pribadi yang dimaksud yaitu pegawai yang dikenakan pajak meliputi pegawai tetap dan tidak tetap yang jumlah nominal kena pajaknya disesuaikan dengan statusnya antara kawin, kawin dengan memiliki anak dan memiliki tanggungan terhadap anak serta status tidak kawin. Berdasarkan PMK No. 162/PMK.011/2012 besarnya pajak yang dibayarkan dalam satu tahun yaitu Rp ,- untuk pegawai dengan status tidak kawin, Rp ,- untuk pegawai dengan status kawin dan untuk status kawin dengan tanggungan anggota

65 51 keluarga berupa anak, jumlah anak yang ditanggung maksimal tiga orang. Sedangkan Badan Usaha Milik Negara dalam hal ini yaitu KFTD, dikenakan pajak pula atas badan usaha dengan penghasilan yang diterima atau diterimanya selama satu tahun pajak. Jumlah nominal pajak yang dikenakan berdasarkan dari jumlah pemasukan yang didapat selama satu tahun. Dalam hal pengelolaan pajak diambil alih oleh KFTD pusat, sedangkan besarnya nominal pajak penghasilan yang harus dibayarkan ke Direktorat Jenderal Pajak dihitung oleh KFTD di cabang masing-masing di bagian tata usaha.

66 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) dilaksanakan di tiga cabang, yaitu KFTD cabang Bogor yang merupakan KFTD cabang kelas 2 dan terletak di Jl. Tentara Pelajar No. 2 Bogor, KFTD cabang Jakarta-1 yang merupakan KFTD cabang kelas 3 terletak di Jl. Majapahit No. 20 Jakarta Pusat, serta KTFD cabang Serpong yang merupakan KFTD cabang kelas 1 dan terletak di Komplek Multiguna nomor A12 Serpong Tangerang Selatan. Perbedaan kelas cabang didasarkan pada besarnya omset penjualan. KFTD melakukan tugasnya sebagai distributor sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan ke berbagai tempat diantaranya yaitu institusi pemerintahan, rumah sakit, apotek, toko obat, pedagang besar farmasi lainnya, horeka (hotel, restoran, karaoke atau kafe) dan lain-lain. Diantara produk yang di distribusikan yaitu, obat-obat keras dengan resep dokter, obat Over The Counter (OTC), narkotika-psikotropika, Obat Generik Berlogo (OGB), kosmetika, bahan baku dan alat kesehatan habis pakai. KFTD cabang Bogor melakukan pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan ke wilayah Bogor, Depok, Cileungsi, dan Cibubur. KFTD cabang Jakarta-1 melakukan pendistribusian ke wilayah Cengkareng, Pluit, Muara Karang, Grogol, Tomang, Slipi, Mangga Besar, Tanjung Duren, Tanah Abang, Asemka. KFTD cabang Serpong melakukan pendistribusian ke wilayah Kota Tangerang, Tangerang Selatan, beberapa daerah di Jakarta Selatan seperti Fatmawati hingga Blok M, dan beberapa wilayah di pinggiran Jakarta Barat seperti Pos Pengumben. Penanggung jawab diketiga cabang KFTD adalah seorang apoteker yang bekerja purna waktu sesuai dengan peraturan dan persyaratan CDOB. Apoteker bertanggung jawab menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajeman mutu di fasilitas distribusi. Apabila apoteker penanggung jawab (APJ) tidak dapat melakukan tugasnya dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan, maka perlu ada pendelegasian tugas ke tenaga teknis kefarmasian. Namun, SOP pendelegasian tugas ini di ketiga cabang belum ada. 52

67 53 Pengadaan barang di ketiga cabang didasarkan pada kondisi stok barang di gudang dengan mengacu kepada kondisi level stock, buffer stock dan minimal stock di gudang. Hal lain yang menjadi dasar pengadaan barang yaitu dilihat dari laporan penjualan bulan sebelumnya. Untuk barang yang dinilai laku (fast moving) maka dapat dilakukan pengadaan kembali, namun untuk barang yang kurang laku atau tidak laku tidak akan dilakukan pengadaan. Pengadaan barang dilakukan oleh petugas logistik ke pihak-pihak yang telah disetujui oleh KFTD pusat sebagai pemasok yang sah dalam melakukan pembelian, yaitu Principal Perusahaan Induk (PT. Kimia Farma Tbk.) yang memasok Obat Generik Berlogo (OGB), Over The Counter Drugs (OTC), dan narkotika-psikotropika, Principal Pihak III (Industri Farmasi atau PBF lain yang telah bekerja sama dengan KFTD pusat) seperti Biofarma, dan Principal Lokal (Industri Farmasi atau PBF lain yang telah bekerja sama dengan KFTD cabang dengan persetujuan KFTD pusat). Pengadaan ke principal perusahaan induk melalui Unit Bisnis Logistik (UBL) dilakukan seminggu sekali. KFTD cabang Bogor dan Serpong melakukan pengadaan pada hari senin, sedangkan KFTD cabang Jakarta-1 pada hari rabu. Pengadaan ke principal pihak III dan principal lokal di ketiga cabang dilakukan sesuai kebutuhan. Pemesanan barang dilakukan menggunakan surat pesanan (SP) (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Untuk pemesanan narkotika wajib menggunakan SP khusus model N-9 dan untuk psikotropika menggunakan SP khusus psikotropika. Pemesanan yang telah dibuat oleh bagian pembelian ditandatangani oleh supervisor logistik dan kepala cabang sebagai persetujuan pengadaan barang. SP yang telah disetujui, di faksimile untuk dipesan, lalu diarsipkan. Untuk SP nakotika yang telah di faksimile seharusnya segera dikirimkan ke UBL melalui pos, namun pengiriman SP asli tidak segera dilakukan. Seperti di KFTD cabang Jakarta-1 pengiriman SP asli narkotika-psikotropika oleh apoteker dilakukan sebulan kemudian. KFTD cabang Serpong pengiriman SP asli narkotikapsikotropika dilakukan seminggu kemudian. Namun di cabang Bogor pengiriman SP asli narkotika-psikotropika dilakukan saat penerimaan barang dari UBL. Setelah pemesanan dilakukan, maka proses selanjutnya adalah penerimaan dan penyimpanan. Kegiatan penerimaan dilakukan di ruang penerimaan (transito

68 54 in). Penerimaan barang dilakukan dengan pengecekan kesesuaian antara surat pesanan dengan faktur pembelian (Lampiran 3) atau SKB (Surat Kirim Barang) (Lampiran 4) meliputi item barang, jumlah barang, diskon, dan harga. Kemudian dilakukan pengecekan kembali antara faktur atau SKB dengan fisik barang meliputi item barang, jumlah barang, nomor batch, tanggal kedaluwarsa, dan kondisi fisik barang. Seluruh kegiatan penggadaan obat reguler diketiga cabang telah sesuai dengan standard operational procedure (SOP) dan mengacu pada CDOB. Sedangkan penggadaan narkotika-psikotropika belum mengacu pada CDOB. Barang yang telah diterima selajutnya disimpan di gudang dan dokumen barang atau faktur pembelian (Lampiran 3) ditandatangani oleh bagian penerimaan dan APJ PBF. Kemudian dilakukan entry data barang masuk di sistem informasi oleh bagian logistik. Faktur pembelian (Lampiran 3) kemudian ditandatangani kembali oleh supervisor tata usaha (TU) dan dijadikan sebagai hutang dagang. Sistem penyimpanan di gudang KFTD cabang Bogor, Serpong, Jakarta-1 menggunakan sistem First Expired First Out (FEFO). Khusus penyimpanan narkotika-psikotropika di cabang Bogor menggunakan sistem First In First Out (FIFO). Penyimpanannya di ketiga cabang berbeda-beda. Penyimpanan di KFTD cabang Bogor berdasarkan obat reguler dan obat narkotika-psikotropika. Gudang obat regular dipisahkan berdasarkan obat dari Kimia Farma dan dari pihak III. Penyimpanannya di KFTD cabang Jakarta-1 dipisahkan berdasarkan obat reguler dan obat narkotika-psikotropika. Obat reguler dipisahkan kembali berdasarkan obat yang berasal dari Kimia Farma dan pihak III menggunakan rak-rak yang berbeda. Gudang terbagi menjadi gudang produk eceran atau box serta gudang produk dalam bentuk dus. Penyimpanannya di KFTD cabang Serpong berdasarkan obat reguler dan obat narkotika-psikotropika. Gudang obat regular dipisahkan kembali berdasarkan: 1) Rak 1, obat generik Kimia Farma, 2) Rak 2, OTC dan ethical Kimia Farma, 3) Rak 3, Pihak III dan Kosmetik, 4) Rak 4, Pihak III.

69 55 Kelengkapan alat penyimpanan obat regular di ketiga cabang dilengkapi dengan pallet, tangga, exhaust fan, dan alat pengendali suhu (AC) namun tidak terkalibrasi. Di KFTD cabang Jakarta-1 dan Serpong terdapat APAR dan generator tetapi belum memadai, sedangkan di KFTD cabang Bogor tidak tersedia. KFTD cabang Serpong telah dilengkapi dengan forklift untuk memudahkan pemindahan barang, sedangkan di KFTD cabang Bogor dan Jakarta- 1 belum tersedia. Ketidaktersediaan forklift di KFTD cabang Jakarta-1, dapat diatasi dengan adanya lift gedung. Gudang narkotika-psikotropika di KFTD cabang Bogor dan Serpong ditempatkan diruang terpisah dengan dua lapis pintu yang terkunci. Namun di cabang Jakarta-1 hanya satu lapis pintu. Kunci gudang narkotika-psikotropika dipegang oleh APJ PBF sekaligus sebagai penanggung jawab narkotikapsikotropika. Persyaratan untuk menyimpan narkotika-psikotropika telah sesuai dengan CDOB. Untuk penyimpanan vaksin dan obat yang memerlukan suhu rendah di KFTD cabang Bogor dan Jakarta-1 terdapat 1 chiller dan 1 refrigerator rumah tangga. Refrigerator tidak dilengkapi dengan termometer. Chiller maupun refrigerator di KFTD cabang Bogor belum terkalibrasi namun di KFTD cabang Jakarta-1 telah dikalibrasi. KFTD cabang Serpong memiliki 1 chiller dan 2 refrigerator rumah tangga dan belum dikalibrasi. Pemantauan suhu chiller dan refrigerator di ketiga cabang belum dilakukan secara teratur setiap pagi, siang, dan sore. Layout bangunan di KFTD cabang Bogor dan Jakarta-1 belum memenuhi syarat peta dan ruang karena belum adanya ruang transito in dan transito out. Di KFTD cabang Serpong telah memiliki ruangan transito in dan transito out namun pintu transito out terlalu kecil sehingga untuk barang-barang yang teralu besar (karton) tidak dapat melewati ruangan transito out. Cabang yang tidak memiliki ruangan transito in dan transito out dilakukan proses penerimaan dan pengeluaran barang pada waktu yang terpisah. Ketika proses penerimaan barang dilakukan maka tidak ada proses pengeluaran barang dan begitu pula sebaliknya. Untuk obat yang rusak dan kedaluwarsa di ketiga cabang telah dilakukan pemisahan dan ditempatkan di ruang yang terpisah, Ruangan obat rusak dan

70 56 kedaluwarsa di KFTD cabang Serpong dan Bogor tidak terkunci, namun di cabang Jakarta-1 sudah terkunci dengan baik. Obat yang diduga palsu belum pernah ditemukan diketiga cabang. Untuk obat kembalian di cabang Bogor dan Jakarta-1 dilakukan pemisahan dari obat-obat reguler, namun di cabang Serpong tidak dipisahkan. Pemusnahan obat di cabang Jakarta-1 belum pernah dilakukan karena pemusnahan dilakukan oleh UBL. Pemusnahan obat di cabang Bogor pernah dilakukan tahun 2011, begitu juga dengan cabang Serpong. Pemusnahan obat disertai dengan berita acara pemusnahan yang dibuat oleh APJ dengan disaksikan oleh BPOM, Dinas Kesehatan dan APJ. Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar atau diencerkan sesuai dengan sifat barang yang akan dimusnahkan setelah itu ditimbun di dalam tanah. Kegiatan penjualan dan pelayanan di ketiga cabang KFTD terdiri dari penjualan regular dan penjualan narkotika-psikotropika. Untuk penjualan yang bersifat regular maka pelanggan dapat langsung melakukan pemesanan melalui telepon (Lampiran 5), menggunakan Surat pesanan (SP) yang di faksimile (Lampiran 6) atau menggunakan SP yang dititipkan kepada salesman. Pada pemesanan narkotika-psikotropika, wajib menggunakan SP Narkotika (Form N-9) asli atau SP Psikotropika asli yang ditandatangani oleh APJ sesuai dengan ketentuan CDOB. Pada KFTD cabang Bogor dan Jakarta-1, pemesanan narkotikapsikotropika telah sesuai dengan ketetapan CDOB, namun di KFTD cabang Serpong masih ditemukan adanya pemesanan via telepon/ faksimile oleh APJ dan tidak menggunakan SP asli. SP asli diterima sesaat sebelum dilakukan penyerahan narkotika oleh petugas hantaran. Hal ini merupakan kebijakan yang diberikan oleh KFTD cabang Serpong atas pertimbangan pemenuhan kebutuhan pelanggan yang mungkin mendesak. Setelah SP diterima, selanjutnya dibuat sales order (SO) di sistem informasi untuk mengecek ketersediaan barang dalam memenuhi pesanan, kemudian dibuat surat kirim barang (SKB) (Lampiran 7) dan faktur penjualan (Lampiran 8) serta faktur pajak (Lampiran 9) jika pembayaran secara COD. Jika pembayaran secara kredit maka faktur pajak akan dibuat saat tukar faktur atau saat penagihan. SKB akan dicetak oleh petugas logistik untuk kemudian dilakukan penyiapan pesanan. Proses penyiapan diawali dengan pengambilan barang sesuai

71 57 dengan SKB, mulai dari nama sediaan, jumlah, jenis atau bentuk sediaan, nomor batch sampai dengan pengecekan tanggal kedaluwarsa. Untuk meminimalkan kesalahan pengambilan barang (error) maka petugas penyiapan dan petugas pengemasan merupakan orang yang berbeda, dimana kedua orang tersebut melakukan pemeriksaan saat penyiapan dan saat pengemasan (double check). Pengambilan barang dari rak penyimpanan berdasarkan sistem FEFO. Pengambilan barang reguler dan CCP belum terdokumentasi dengan baik, dimana telah dilakukan pencatatan jumlah sediaan yang diambil, nomor faktur dan nama pelanggan, namun belum dicatat nomor batch dan sisa stok di kartu stok barang (Lampiran 10). Sedangkan untuk sediaan narkotika dan psikotropika, dokumentasi pengambilan barang telah dilakukan dengan baik. Setelah kegiatan pengambilan dilaksanakan, barang dikemas dan disegel untuk menjaga mutu selama transportasi pengiriman, kemudian diberi label. Kegiatan ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan kerusakan, kontaminasi, pencurian dan tertukarnya barang hantaran. Selanjutnya, petugas logistik akan mengeluarkan barang yang sudah dikemas ke ruang transito out dan barang selanjutnya diberikan kepada petugas penghantar barang. Penghantar barang kemudian menuliskan tanggal penghantaran, nomor faktur, nama pelanggan dan total harga barang yang harus dibayarkan di dalam buku ekspedisi penjualan (Lampiran 11). Buku ekspedisi ini merupakan dokumentasi penghantaran barang ke pelanggan. Setelah diisi, buku selanjutnya diperiksa kebenarannya oleh penanggung jawab logistik. Selain buku ekspedisi penjualan, penghantaran juga disertai dengan faktur penjualan (Lampiran 8) dan SP dari pelanggan (Lampiran 5 dan Lampiran 6). Pengiriman barang di ketiga cabang KFTD berbeda, dimana KFTD cabang Bogor mengirim barang melalui pihak ketiga (out sourching), KFTD cabang Jakarta-1 pengiriman barang dilakukan sendiri dan KFTD cabang Serpong dilakukan melaui pihak ketiga (out sourching) dan dilakukan sendiri. Penghantaran barang dilakukan setiap pagi dan sore hari. Penghantaran dilakukan menggunakan motor dan mobil box. Mobil box telah dilengkapi dengan kunci gembok guna menjaga keamanan dan mencegah pencurian obat dan penyelewengan lainnya selama transportasi. Namun, penghantaran dengan

72 58 menggunakan motor belum dilengkapi dengan box melainkan menggunakan tas ransel. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan CDOB yang menyatakan bahwa kendaraan yang digunakan harus dapat menjamin bahwa obat tidak mengalami perubahan kondisi selama penghantaran yang dapat mengurangi mutu, seperti penyok, basah karena hujan atau rusak karena jatuh. Selain itu, hal tersebut juga berbahaya bagi petugas penghantar. Untuk sediaan dengan suhu tertentu seperti vaksin, dalam penghantarannya digunakan cool box berisi ice pack untuk menjaga kondisi mutu sediaan sesuai dengan anjuran CDOB. Namun, belum tersedia termometer untuk memastikan bahwa barang yang dihantarkan tidak berubah suhunya selama proses penghantaran. Petugas penghantar barang belum dibekali dengan pengetahuan CDOB, dimana pada KFTD cabang ini memang belum pernah diberikan pelatihan mengenai CDOB pada personil. Selanjutnya, barang diserahkan kepada pelanggan dan faktur penjualan (Lampiran 8) ditandatangani oleh tim penerima barang. Faktur penjualan yang telah ditandatangani diserahkan ke PJ logistik kemudian dibuatkan faktur pajaknya (Lampiran 9). Faktur ini akan menjadi dokumen yang sah untuk dilakukan penagihan kepada pelanggan. Pada penjualan regular, pembayaran dapat dilakukan secara tunai maupun non tunai (kredit) dengan tenggang waktu 30 hari. Sedangkan untuk sediaan narkotika dan psikotropika, pembayaran dilakukan secara tunai atau cash on delivery (COD) pada saat barang dihantarkan. Hal ini dilakukan agar sediaan narkotika setelah dihantarkan secara sah telah menjadi tanggung jawab pelanggan dan bukan tanggung jawab KFTD lagi, serta menghindari penyalahgunaan narkotika oleh pihak yang tidak berwenang. Namun, untuk penjualan narkotika dan psikotropika ke rumah sakit, pembayaran dapat dilakukan secara kredit dengan batas pembayaran maksimal 14 hari setelah pemesanan karena proses dokumen di rumah sakit yang rumit untuk melakukan pembayaran secara COD. Pemilihan pelanggan dalam proses penjualan juga menjadi perhatian, dimana penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya disalurkan kepada pihak yang berhak dan berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat yang dibuktikan dengan adanya Surat Izin Apotek, toko obat dan PBF, Surat Izin Penanggung Jawab dan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) atau SIUP (Surat Izin Usaha Pengusaha). Pada penjualan non-tunai, penagihan

73 59 dilakukan ketika pembayaran telah jatuh tempo. Sebelum waktu jatuh tempo, petugas penagih mendatangi pelanggan membawa faktur penjualan (Lampiran 8) untuk melakukan tukar faktur dengan pelanggan yang tujuannya untuk mengingatkan pelanggan bahwa pembayaran telah mendekati jatuh tempo. Ketika telah tiba tanggal jatuh tempo, penagih datang membawa tanda terima tukar faktur yang kemudian akan dijadikan alat penagihan kepada pelanggan. Batas pembayaran bagi pelanggan adalah 45 hari, jika lebih dari 45 hari maka pelanggan tidak boleh melakukan transaksi pembelian dengan PBF sampai piutang dibayar. Penagihan piutang kepada pelanggan yang telat membayar setelah 45 hari maka akan disertakan surat konfirmasi piutang per pelanggan (Lampiran 14) saat melakukan penagihan. Hal ini dilakukan sebagai alat kontrol dalam penagihan. Bagian terakhir dalam seluruh rangkaian proses kegiatan yang dilakukan di KFTD yaitu pengarsipan dokumentasi. Hal ini sangat penting untuk menelusuri seluruh aspek kegiatan jikalau terjadi suatu hal yang tidak dinginkan di masa yang akan datang. Pengarsipan dokumentasi yang dilakukan oleh ketiga cabang KFTD telah memenuhi ketentuan CDOB yaitu adanya dokumentasi tertulis yang berupa prosedur (SOP), kontrak, dan data berbentuk kertas dan elektronik pada kegiatan pembelian, penerimaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan. Seluruh dokumen seperti laporan keuangan, laporan penjualan, laporan pembelian dan lain-lain dicetak dan ditandatangani oleh masing-masing petugas dengan persetujuan kepala cabang. Dokumen disimpan di rak arsip secara teratur dan belum pernah dimusnahkan. Pelaporan dilakukan secara bulanan, triwulan dan tahunan ke KFTD pusat sebagai bahan pertimbangan untuk kegiatan selanjutnya di waktu mendatang. Berdasarkan dari seluruh rangkaian kegiatan tersebut maka kegiatan di ketiga cabang KFTD dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian utama yaitu kegiatan pembelian dan penyimpanan (Unit Logistik), kegiatan penjualan dan pelayanan (Unit Penjualan) dan kegiatan penagihan serta pengarsipan dokumentasi (Unit Tata Usaha). Seluruh rangkaian kegiatan memiliki indikator apakah kegiatan berjalan dengan baik atau tidak serta sasaran kegiatan sebagai tolak ukur pencapaian tujuan. Dari seluruh rangkaian kegiatan tersebut maka unit logistik di ketiga cabang KFTD dalam hal pembelian telah mencapai sasaran

74 60 memperoleh harga barang yang lebih murah dengan adanya diskon yang diberikan oleh pihak principal terutama principal pihak III pusat. Namun, service level pembelian belum 100%, karena UBL belum mampu memenuhi seluruh permintaan di ketiga cabang KFTD dan sering terjadinya keterlambatan dalam pengiriman barang. Manajemen pergudangan bertujuan untuk mencegah kehilangan, kerusakan, dan kedaluarsa barang. Dalam hal penyimpanan, jumlah barang rusak di KFTD cabang Serpong lebih kecil dari angka kebijakannya (0,4%), yaitu 0,07%. Hal ini menandakan bahwa manajemen pergudangan telah berfungsi dengan baik. Pada unit penjualan di KFTD cabang Serpong, sasaran penjualan untuk bulan september tahun 2013 telah tercapai. Pencapaian penjualan bulan tersebut lebih besar dari yang ditargetkan, dimana capaian di bulan tersebut ialah 3,9 milyar dan target capaian di bulan tersebut ialah 3,7 milayar. Dapat dilihat bahwa fungsi penjualan di bulan tersebut berjalan dengan baik. Pencapaian penjualan di KFTD cabang Jakarta-1 untuk bulan September 2013 ialah 2,5 milyar dari target awal 2,7 milyar. Bila dibandingkan dengan target pencapaian pada bulan September 2012, maka pencapaian di bulan September tahun ini lebih besar, begitu pula dengan pencapaian penjualan di KFTD Bogor. Dapat dilihat bahwa fungsi penjualan di kedua cabang KFTD tersebut berjalan dengan baik. Namun, service level di ketiga cabang KFTD belum 100%, dikarenakan masih adanya pesanan yang tidak dapat dilayani karena barang tidak tersedia. Pada unit tata usaha di ketiga cabang KFTD, pencapaian sasaran sudah tercapai dengan tidak adanya kehilangan faktur. Di sisi lain, unit tata usaha juga telah mencapai sasaran kegiatan dengan menyajikan laporan keuangan yang tepat isi dan tepat waktu.

75 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma Trading and Distribution, dapat disimpulkan bahwa: a. Cara Distribusi Obat yang Baik di PT. Kimia Farma Trading and Distribution meliputi aspek manajemen mutu, organisasi, manajemen dan personalia, bangunan dan peralatan, operasional, inspeksi diri, transportasi, fasilitas distribusi berdasar kontrak dan dokumentasi. Sebagai Pedagang Besar Farmasi, KFTD cabang Bogor, KFTD cabang Jakarta 1, dan KFTD cabang Serpong telah berusaha berpedoman pada CDOB yang dikeluarkan oleh BPOM RI pada semua lini kegiatannya, namun masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki. b. Dalam melakukan kegiatannya PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) telah menunjuk apoteker sebagai penanggung jawab fasilitas distribusi, dimana tanggung jawab apoteker yaitu menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajeman mutu di fasilitas distribusi. 5.2 Saran Hal-hal yang sebaiknya dilakukan oleh KFTD cabang Bogor, Jakarta-1, dan Serpong guna memenuhi CDOB dan meningkatkan mutu pelayanan adalah: a. Sebaiknya dibuat SOP pendelegasian tugas ke tenaga teknis kefarmasian lain apabila APJ tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam waktu yang ditentukan. b. Perlu dilakukannya inspeksi diri secara berkala dan berkesinambungan di ketiga KFTD cabang untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan masingmasing lini kegiatan agar mampu menjadi bahan evaluasi untuk kegiatan di masa yang akan datang serta mempertahankan kinerja baik yang telah ada. c. Sebaiknya ruang transito out dan transito in di KFTD Jakarta-1 dan KFTD Bogor dipisah dan tidak dijadikan tempat penyimpanan barang untuk mencegah kesalahan saat pengiriman barang, penerimaan barang dan kehilangan barang. 61

76 62 d. Sebaiknya SP asli pengadaan narkotika-psikotropika di ketiga KFTD cabang segera dikirimkan ke UBL setelah dibuat oleh APJ. e. Sebaiknya pemeriksaan pada penerimaan barang didokumentasikan secara rutin oleh ketiga KFTD cabang. f. Sebaiknya alat pengukur suhu ruangan di gudang ketiga KFTD cabang Bogor dipelihara, dikalibrasi, dimonitoring dan didokumentasikan secara rutin oleh petugas logistik. g. Sebaiknya dibuat jadwal pembersihan gudang yang rutin di ketiga KFTD cabang. h. Sebaiknya barang kembalian, rusak, dan kedaluarsa yang ada di KFTD cabang Serpong dan KFTD cabang Bogor disimpan di ruang terpisah dan terkunci. i. Sebaiknya pengadaan AC untuk gudang reguler di ketiga KFTD cabang segera direalisasikan demi menjaga mutu sediaan farmasi tetap terjaga. j. Sebaiknya penjualan narkotika-psikotropika di KFTD cabang Jakarta-1 dan KFTD cabang Serpong hanya melayani pesanan dengan SP asli. k. Sebaiknya pencatatan pengambilan barang ke dalam kartu stok untuk barang reguler dilakukan dengan lengkap oleh ketiga KFTD cabang (tanggal, nomor faktur, nama pelanggan, nomor batch, tanggal kedaluwarsa, jumlah barang yang diambil, dan sisa stok) sesuai SOP. l. Sebaiknya motor penghantar barang di KFTD cabang Jakarta-1 dan KFTD cabang Serpong dilengkapi dengan box demi menjaga mutu sediaan dan keselamatan penghantar. m. Sebaiknya dilakukan pelatihan kepada petugas di ketiga KFTD cabang mengenai penggunaan APAR, pengelolaan produk rantai dingin, pengelolaan narkotika-psikotropika, CDOB dan perundang-undangan yang terkait.

77 DAFTAR ACUAN Badan Pengawasan Obat dan Makanan. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Dstribusi Obat yang Baik. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011a). Peraturan Menteri Kesehatan No Tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta Menteri Keuangan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012. Jakarta. Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia. (2013). Pembukuan Unit Pengelola Keuangan. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya. KFTD. (2011). PT. Kimia Farma Trading and Distribution. September 26, Kimia Farma. (2012). Kimia Farma. September 26, Nurjannah. (2012). Analisis Tingkat Perputaran Piutang Pada PT Adira Finance Makassar. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1983). Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2000). Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta. 63

78 64 Said, Muhammad Umar. (2013). Manajemen Pedagang Besar Farmasi Praktis. Solo: CV. Ar-Rahman.

79 LAMPIRAN

80 65 Lampiran 1. Surat pesanan pembelian ke pihak III

81 66 Lampiran 2. Surat pesanan ke unit bisnis logistik(ubl)

82 67 Lampiran 3. Faktur pembelian dari pihak III

83 68 Lampiran 4. Surat kirim barang (SKB) dari UBL ke KFTD cabang

84 69 Lampiran 5. Surat pesanan sementara

85 70 Lampiran 6. Surat pesanan yang di faksimile

86 71 Lampiran 7. Delivery order atau SKB penjualan

87 72 Lampiran 8. Faktur penjualan

88 73 Lampiran 9. Faktur pajak penjualan

89 74 Lampiran10. Kartu stok

90 75 Lampiran11. Buku ekspedisi tunai

91 76 Lampiran 12. Buku ekspedisi kredit

92 77 Lampiran 13. Tanda terima tukar faktur

93 78 Lampiran 14. Konfirmasi piutang per pelanggan

94 79 Lampiran 15. Nota inkaso

95 80 Laporan 16. Laporan harian kunjungan salesman

96 81 Lampiran 17. Daftar kunjungan salesman

97 82 Lampiran 18. Kunjungan penagih

98 83 Lampiran 19. Customer record card

99 UNIVERSITAS INDONESIA KEPATUHAN DALAM MELAKSANAKAN CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK UNTUK PRODUK RANTAI DINGIN DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION CABANG SERPONG TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DIENAR FITRI PRATAMI, S.Far ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

100 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR LAMPIRAN... iii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA PT. Kimia Farma Trading and Distribution cabang Serpong Gambaran Umum Struktur Organisasi Produk Rantai Dingin atau Cold Chain Product (CCP) Petugas Pengelola Produk Rantai Dingin Sarana Penyimpanan dan Fasilitas Bangunan Peralatan Operasional Produk Rantai Dingin Pemesanan Penerimaan Penyimpanan Pengiriman Pemeliharaan Produk Rantai Dingin... 9 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Petugas Pengelola Produk Rantai Dingin Sarana Penyimpanan dan Fasilitas Operasional Produk Rantai Dingin Pemeliharaan Produk Rantai Dingin BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN ii

101 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi KFTD cabang Serpong Lampiran 2. Transito in dan Tramsito Out Lampiran 3. Chiller, Refrigerator, Cool box, Generator, dan APAR Lampiran 4. Kartu Kontrol Temperatur Lampiran 5. Surat Pesanan (SP) Pembelian Lampiran 6. Surat Pengantar atau Surat Kirim Barang (SKB) Lampiran 7. Kartu Stok Barang Lampiran 8. Berita Acara Stok Opname Lampiran 9. SP Sementara Lampiran 10. SP dari Pelanggan melalui faksimile Lampiran 11. Faktur Penjualan Lampiran 12. Buku Ekspedisi Penjualan iii

102 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya jaminan keamanan, khasiat/manfaat, mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, makanan dan minuman merupakan tugas bersama yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan yaitu pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat secara terpadu dan bertanggung jawab. Untuk menjamin upaya tersebut sampai ke tangan konsumen, diperlukan pengawasan obat secara komprehensif termasuk pada jaringan distribusi obat. Pedagang Besar Farmasi (PBF) sebagai bagian dari jaringan distribusi obat merupakan pelaku usaha, sesuai dengan fungsi usahanya, ikut bertanggung jawab atas keamanan, khasiat, manfaat dan mutu produk. Tujuan utama pelaksanaan distribusi obat yang baik adalah terselenggaranya suatu sistem jaminan kualitas oleh distributor, yaitu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012): a. Menjamin penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat tersedia pada saat diperlukan. b. Terlaksananya pengamanan lalu lintas dan penggunaan obat tepat sampai kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi masyarakat dari kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan. c. Menjamin keabsahan dan mutu obat agar obat yang sampai ke tangan konsumen adalah obat yang efektif, aman dan dapat digunakan sesuai tujuan penggunaannya. d. Menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai kondisi yang dipersyaratkan, termasuk selama transportasi. Beberapa jenis obat memerlukan tempat penyimpanan khusus, termasuk diantaranya vaksin dan produk rantai dingin (cold chain product). Vaksin merupakan unsur biologis yang memiliki karakteristik tertentu dan sangat sensitif terhadap panas dan temperatur beku. Kualitas vaksin tidak semata-mata hanya ditentukan dari bagaimana cara vaksin atau serum tersebut diproduksi tetapi hal lain yang sangat menentukan yaitu bagaimana vaksin atau serum tersebut diperlakukan selama penyimpanan, pengepakan dan selama pengiriman 1

103 2 (Purnamasari, 2010). Vaksin dapat lebih cepat mengalami kehilangan potensi jika terpapar oleh temperatur yang tidak sesuai dengan temperatur penyimpanan yang ditentukan. Kehilangan potensi pada vaksin bersifat permanen dan irreversible. Oleh karena itu penyimpanan vaksin pada kondisi temperatur yang ditentukan merupakan hal vital yang sangat penting agar potensi vaksin tetap terjaga sampai dengan vaksin diberikan (WHO, 1998). Berkaitan dengan hal tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) telah menyusun Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) khususnya untuk penanganan cold chain product yang mengacu pada Good Distribution Practices (GDP) for Pharmaceutical Products, WHO Berdasarkan paparan diatas, maka perlu dilakukannya pengamatan terhadap kepatuhan dalam melaksanakan cara distribusi obat yang baik untuk produk rantai dingin di PT. Kimia Farma Trading and Distribution cabang Serpong untuk menjamin penyimpanan, pengiriman dan penanganan vaksin sehingga mutu dan potensi vaksin tetap terjaga. 1.2 Tujuan Tujuan dari Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Kimia Farma Trading and Distribution cabang Serpong adalah untuk mengamati kepatuhan dalam melaksanakan cara distribusi obat yang baik untuk produk rantai dingin.

104 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PT. Kimia Farma Trading and Distribution cabang Serpong Gambaran Umum PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) cabang Serpong merupakan salah satu cabang kelas I dari PT. Kimia Farma Trading and Distribution. KFTD cabang Serpong beralamat di Jl. Raya Serpong, Kompleks Pergudangan Multiguna No. A 12, Serpong, Tangerang Selatan. KFTD cabang Serpong memiliki nomor ijin PBF 442/2881.1/Kes/VII/10. Apoteker di PT. Kimia Farma Trading and Distribution cabang Serpong berperan sebagai penanggung jawab PBF. KFTD cabang Serpong menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/ atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan Struktur Organisasi Struktur organisasi PT. Kimia Farma Trading and Distribution cabang Serpong dapat dilihat pada Lampiran 1. KFTD cabang Serpong dipimpin oleh seorang apoteker sebagai kepala cabang. Kepala cabang membawahi 4 orang supervisor, yaitu: a. Supervisor Tata Usaha dan Keuangan b. Supervisor Pembelian c. Supervisor Penjualan d. Supervisor Gudang 2.2 Produk Rantai Dingin atau Cold Chain Product (CCP) Vaksin sangat sensitif terhadap panas dan pembekuan sehingga harus terjaga pada temperatur yang tepat mulai dari pabrik sampai digunakan ke pasien. Sistem yang digunakan untuk menyimpan dan mendistribusikan vaksin dalam kondisi yang baik disebut cold chain. Cold chain terdiri atas rangkaian rantai 3

105 4 penyimpanan dan transportasi, yang semuanya dimaksudkan untuk menjaga mutu dan stabilitas vaksin tetap baik sampai digunakan kepada pasien (WHO, 2004). Sistem cold chain terdiri dari petugas terlatih yang mengelola dan menangani cold chain; sarana dan peralatan cold chain untuk menjaga vaksin disimpan dan dikirim dalam kondisi aman; prosedur pengelolaan; dan pemeliharaan (WHO, 1998). 2.3 Petugas Pengelola Produk Rantai Dingin Petugas yang memegang peranan dan wewenang dalam hal penyimpanan serta penyaluran obat harus mempunyai kualifikasi kemampuan serta pengalaman untuk menjamin produk-produk tersebut disimpan dan disalurkan secara baik. Maka perlu adanya pelatihan secara sistematik dan berkala bagi seluruh petugas yang terlibat dalam penanganan produk rantai dingin, mencakup hal-hal sebagai berikut (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012): a. Peraturan perundang-undangan b. CDOB c. Prosedur tertulis d. Monitoring suhu dan dokumentasinya e. Respon terhadap kedaruratan dan masalah keselamatan Petugas pengelola juga harus dipastikan memahami tanggung jawab khususnya. Pelatihan juga perlu dilakukan terhadap pengemudi yang bertanggung jawab dalam transportasi produk rantai dingin. 2.4 Sarana Penyimpanan dan Fasilitas Fasilitas penyimpanan dan pengiriman merupakan salah satu bagian dari sistem suplai obat. Tempat penyimpanan merupakan tempat pemberhentian sementara barang sebelum dialirkan dan berfungsi mendekatkan barang kepada pemakai hingga menjamin kelancaran permintaan dan keamanan persediaan Bangunan Bangunan untuk menyimpan obat harus dibangun dengan menggunakan bahan yang kuat. Bangunan juga harus mudah dibersihkan dan dipelihara agar

106 5 dapat melindungi obat yang disimpan dari pengaruh temperatur dan kelembaban, banjir, rembesan melalui tanah, masuk dan bersarangnya binatang kecil, tikus, serangga dan binatang lain, cukup luas, tetap kering dan bersih, memiliki sirkulasi udara yang baik dan penerangan yang cukup untuk dapat melaksanakan kegiatan dengan aman dan benar (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Tersedia ruang yang cukup untuk menerima vaksin yang datang, mempersiapkan, dan mengemas vaksin yang akan dikirim pada kondisi temperatur yang terkontrol. Harus dapat dipastikan bahwa ruang tersebut dengan temperatur yang sesuai, termonitor selama penanganan vaksin, terlindung dari paparan langsung sinar matahari, terlindung dari debu, kotor, penerangan cukup untuk melakukan kegiatan dengan tepat dan aman. Untuk produk kembalian, ditempatkan pada area karantina. Produk recall yang akan diuji harus ditempatkan pada area dengan temperatur terkontrol sedangkan untuk produk yang akan dimusnahkan ditempatkan pada area tanpa temperatur terkontrol (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Kapasitas neto bangunan tempat penyimpanan harus cukup memadai agar dapat menampung tingkat persediaan puncak, pada kondisi penyimpanan sesuai persyaratan, dan dengan cara yang memungkinkan kegiatan pengelolaan stok dapat dilaksanakan dengan benar dan efisien. Bangunan juga harus dipastikan memiliki keamanan yang memadai untuk mencegah akses pihak yang tidak berwenang (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Harus tersedia generator untuk menjamin sarana dan peralatan yang digunakan untuk menyimpan vaksin tetap dapat bekerja walaupun listrik padam. Generator sebaiknya otomatis atau ada petugas khusus yang siap 24 jam untuk mengoperasikan generator bila listrik padam. Harus juga tersedia alat pemadam kebakaran dan hendaknya dilengkapi dengan alat deteksi kebakaran pada seluruh area penyimpanan produk rantai dingin dan alat tersebut dipelihara secara berkala sesuai rekomendasi dari pembuat (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

107 Peralatan Produk rantai dingin harus dipastikan disimpan dalam ruangan dengan suhu terjaga, cold room/chiller (+2 0 s/d +8 0 C), freezer room (-25 0 s/d C), dengan persyaratan sebagai berikut (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012): a. Ruangan dengan suhu terjaga, cold room dan freezer room: 1) Mampu menjaga suhu yang dipersyaratkan. 2) Dilengkapi dengan sistem auto-defrost yang tidak mempengaruhi suhu selama siklus defrost. 3) Dilengkapi dengan sistem pemantauan suhu secara terus-menerus dengan menggunakan sensor yang ditempatkan pada lokasi yang mewakili perbedaan suhu ekstrim. 4) Dilengkapi dengan alarm untuk menunjukkan terjadinya penyimpangan suhu. 5) Dilengkapi dengan pintu yang dapat dikunci. 6) Jika perlu, untuk memasuki area tertentu dilengkapi dengan sistem kontrol akses. 7) Dilengkapi dengan generator otomatis atau generator manual yang dijaga oleh petugas khusus selama 24 jam. 8) Dilengkapi dengan indikator sebagai tanda petugas sedang di dalam cold room/freezer room atau cara lain yang dapat menjamin keselamatan petugas. b. Chiller dan Freezer: 1) Dirancang untuk tujuan penyimpanan produk rantai dingin (tidak boleh menggunakan kulkas/freezer rumah tangga). 2) Mampu menjaga suhu yang dipersyaratkan. 3) Perlu menggunakan termometer terkalibrasi minimal satu buah tiap chiller/freezer (dengan mempertimbangkan ukuran/jumlah pintu) dan secara rutin dikalibrasi minimal satu kali dalam setahun. 4) Hendaknya mampu merekam secara terus-menerus dan dengan sensor yang terletak pada satu titik atau beberapa titik yang paling akurat mewakili profil suhu selama operasi normal.

108 7 5) Dilengkapi dengan alarm yang menunjukkan terjadinya penyimpangan suhu. 6) Dilengkapi pintu/penutup yang dapat dikunci. 7) Setiap chiller atau freezer harus mempunyai stop kontak tersendiri. 2.5 Operasional Produk Rantai Dingin Pemesanan Pemesanan dilakukan hanya dari sumber resmi yang dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Pemesanan dilakukan untuk memelihara keadaan stok sehingga dapat memberikan pelayanan yang berkesinambungan dan teratur. Surat pesanan ditandatangani oleh penanggung jawab PBF, dengan dicantumkan nama jelas dan nomor Surat Izin Kerja (SIK) yang bersangkutan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Penerimaan Produk rantai dingin yang diterima harus dipastikan dalam keadaan baik, sah, dan sesuai dengan yang dipesan. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan terhadap (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012): a. Nama produk rantai dingin yang dipesan sesuai dengan yang diterima b. Jumlah produk rantai dingin yang dipesan sesuai dengan diterima c. Kondisi fisik produk rantai dingin d. Nomor bets e. Tanggal kedaluwarsa f. Kondisi alat pemantauan suhu g. Kondisi Vaccine Vial Monitor (VVM) (khusus untuk vaksin yang telah dilengkapi VVM) Jika pada saat penerimaan vaksin diketahui kondisi alat pemantauan suhu menunjukkan penyimpangan suhu dan/atau kondisi indikator mendekati batas layak pakai (misalnya VVM pada posisi C atau D), maka produk rantai dingin harus tetap disimpan pada tempat yang sesuai dan suhu yang dipersyaratkan dengan menggunakan label khusus dan segera melaporkan penyimpangan tersebut

109 8 kepada pengirim produk rantai dingin untuk dilakukan proses penyelidikan dengan membuat berita acara. Pada saat penerimaan, penerima harus segera memasukkan produk rantai dingin ke dalam tempat penyimpanan sesuai dengan suhu yang dipersyaratkan. Setelah itu, penerima menandatangani faktur atau surat pengantar barang atau dokumen lain, yang menyatakan produk rantai dingin diterima dalam kondisi baik dan utuh. Penerima juga harus memberikan kepada pengirim barang bukti penerimaan barang yang sudah di tandatangani, diberi identitas penerima dan distempel Penyimpanan Penyimpanan CCP harus di ruangan khusus seperti chiller atau freezer. Ketentuan suhu yaitu cold room/chiller (+2 0 s/d +8 0 C) biasanya digunakan untuk penyimpaan vaksin campak, BCG, DPT, TT, DT, Hepatitis B, DPT-HB. Suhu freezer room (-25 0 s/d C) untuk menyimpan vaksin OPV (Oral Polio Vaccine) (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Penyimpanan CCP tidak boleh terlalu padat agar sirkulasi udara dapat dijaga, jarak antara kotak vaksin sekitar 1-2 cm. Jarak minimal antara chiller/freezer dengan dinding bangunan harus 15 cm. Suhu chiller/freezer harus dimonitor minimal 3 (tiga) kali sehari setiap pagi, siang dan sore serta harus didokumentasikan. Untuk pelarut BCG dan pelarut campak serta penetes polio dapat disimpan pada suhu kamar dan tidak diperbolehkan terpapar sinar matahari langsung. Jika sumber listrik padam maka penanganan vaksin menurut CDOB adalah: a. Menyalakan generator. b. Jika generator tidak berfungsi dengan baik, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Tidak membuka pintu chiller / freezer / cold room / freezer room. 2) Memeriksa termometer, pastikan bahwa suhu masih di antara +2 C s/d +8 C untuk chiller/cold room atau -15 C untuk freezer/freezer room. 3) Jika suhu chiller/cold room mendekati +8 C, masukkan cool pack (+2 C s/d +8 C) secukupnya.

110 9 4) Jika suhu freezer/freezer room mendekati -15 C, masukkan cold pack (-20 C) atau dry ice secukupnya. c. Jika keadaan ini berlangsung lebih dari 1 hari, maka vaksin harus dievakuasi ke tempat penyimpanan yang sesuai dengan persyaratan Pengiriman Tiap pengeluaran produk harus mematuhi kaidah FEFO (First Expire First Out), produk yang tanggal kedaluwarsanya lebih pendek harus lebih dahulu dikeluarkan atau FIFO (First In First Out), produk yang lebih dulu diterima agar lebih dulu didistribusikan atau keduanya seperti yang tercantum dalam CDOB. Untuk vaksin yang memiliki indikator, misalnya vaksin dengan VVM (Vaccine Vial Monitor) dan kondisi indikator sudah mengarah atau mendekati ke batas layak pakai (atau posisi VVM menunjukkan warna lebih gelap), maka vaksin tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu walaupun tanggal kedaluwarsanya masih panjang. Setiap pengeluaran produk harus dicatat pada lembar catatan pengiriman yang isinya meliputi tujuan pengiriman, jenis barang, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsanya. Dalam faktur atau surat pengantar barang harus mencantumkan tujuan pengiriman, jenis barang, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsanya. Untuk pengiriman vaksin harus menggunakan kontainer yang sudah tervalidasi atau vaccine carrier yang memenuhi standar pengiriman vaksin. Validasi proses pengiriman perlu dilakukan untuk memastikan suhu pengiriman tidak menyimpang dari yang dipersyaratkan. 2.6 Pemeliharaan Produk Rantai Dingin Menurut CDOB, CCP perlu dilakukan pemeliharaan harian, mingguan, dan bulanan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). a. Pemeliharaan Harian 1) Memonitor suhu chiller/cold room/freezer dan mencatatnya minimal setiap 3 (tiga) kali sehari, pagi, siang dan sore. Kemudian mengevaluasi

111 10 serta mendokumentasikannya. Jika terjadi penyimpangan maka harus ditindaklanjuti dan dicatat. 2) Meminimalkan membuka dan menutup chiller/cold room/freezer. 3) Jika suhu sudah stabil antara +2 s/d +8 C pada chiller/cold room atau -15 s/d - 25 C pada freezer, posisi termostat jangan diubah dan jika mungkin disegel. b. Pemeliharaan Mingguan 1) Memastikan tidak ada bunga es pada chiller/cold room/ freezer. 2) Membersihkan bagian luar chiller/cold room/freezer untuk menghindari karat. 3) Memeriksa sambungan listrik pada stop kontak, upayakan pastikan tidak longgar. 4) Semua kegiatan tersebut di atas harus dicatat dan didokumentasikan. c. Pemeliharaan Bulanan 1) Membersihkan bagian dalam chiller/cold room/freezer. 2) Memeriksa kerapatan karet pintu. 3) Memeriksa engsel pintu, jika perlu beri pelumas. 4) Membersihkan karet pintu. 5) Semua kegiatan tersebut harus dicatat dan didokumentasikan Seluruh peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor lingkungan penyimpanan obat termasuk alat monitoring temperatur dan temperatur kontrol pada chiller/freezer harus dikalibrasi, serta kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala dengan metodologi yang tepat. Kalibrasi dilakukan minimal satu kali dalam satu tahun dan harus ada dokumentasi kalibrasi yang menempel pada alat untuk menunjukkan bahwa alat tersebut sudah dikalibrasi chiller/freezer pun perlu dilakukan pengecekan secara berkala oleh teknisi yang kompeten (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Menghindari pembekuan vaksin antara lain vaksin DPT, TT, DT, Hepatitis B, DTP-HB dan serum dengan cara menempatkan vaksin yang peka terhadap pembekuan jauh dari evaporator berdasarkan hasil validasi.

112 11 Untuk pemeliharaan terhadap bunga es untuk freezer, tahap pelaksanaan pencairannya sebagai berikut (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012): a. Dilakukan jika ketebalan bunga es sudah mencapai 0,5 cm. b. Pindahkan vaksin ke dalam cold box/freezer lain sesuai dengan peruntukannya. c. Cabut stop kontak freezer (jangan mematikan freezer dengan memutar termostat). d. Selama pencairan bunga es, pintu freezer harus tetap terbuka. e. Biarkan posisi tersebut sampai bunga es mencair semuanya. Pencairan dapat dipercepat dengan menyiramkan air hangat ke dalam freezer. Jangan menggunakan pisau atau benda tajam lainnya untuk mencongkel bunga es. f. Setelah cair kemudian bersihkan embun/air yang menempel pada dinding bagian dalam freezer. g. Jalankan kembali freezer hingga suhunya kembali stabil sebelum vaksin dipindahkan.

113 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Petugas Pengelola Produk Rantai Dingin Penanggung jawab di KFTD cabang Serpong adalah seorang apoteker yang memiliki kualifikasi, kemampuan, serta pengalaman untuk menjamin sediaan farmasi disimpan dan disalurkan dengan baik, terutama produk rantai dingin atau cold chain product (CCP). Apoteker penanggung jawab (APJ) KFTD cabang Serpong telah mendapat surat penunjukan resmi secara tertulis dari manajemen sehingga sebagai APJ PBF yang bertanggung jawab penuh terhadap peran, tugas dan wewenang yang telah ditetapkan. Tidak ada penanggung jawab khusus untuk CCP, namun APJ PBF sebagai penanggung jawab seluruh kegiatan PBF, juga bertanggung jawab atas pengelolaan dan penyaluran CCP. Total SDM yang dimiliki KFTD cabang Serpong yaitu 28 orang, terdiri dari: kepala cabang, apoteker penanggang jawab PBF (APJ), supervisor penjualan, fakturis, supervisor tata usaha, kasir, inkaso, supervisor logistik, petugas logistik sebanyak 3 orang, salesman sebanyak 10 orang, dan penghantar barang sebanyak 7 orang. KFTD cabang Serpong belum melakukan pelatihan tentang CCP kepada petugas logistik, sehingga pendokumentasian terkait pelatihan juga belum dilaksanakan. Namun petugas logistik telah menjalankan kegiatan operasional CCP sesuai standard operational procedure (SOP) sebagai upaya menjaga mutu CCP tetap terjaga sampai ke tangan pelanggan. 3.2 Sarana Penyimpanan dan Fasilitas PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) cabang Serpong terletak di Komplek Multiguna nomor A12 Serpong, Tangerang Selatan. Bangunan yang digunakan KFTD cabang Serpong untuk melaksanakan kegiatan operasional bukan milik pribadi (sewa), oleh sebab itu KFTD cabang Serpong memiliki kontrak tertulis sehingga pengelolaan bangunan sepenuhnya tanggung jawab KFTD cabang Serpong. Gudang penyimpanan memiliki layout ruangan yang terdiri dari transito in dan transito out (Lampiran 2) yang terletak terpisah untuk mencegah tertukarnya 12

114 13 barang yang masuk dan barang yang keluar. Pada pintu gudang telah dilengkapi tulisan larangan masuk kecuali petugas sehingga orang lain selain petugas logistik atau yang tidak berkepentingan tidak boleh memasuki kawasan gudang. Dilengkapi juga dengan pintu dan kunci ganda untuk menjaga keamanan gudang dan mencegah akses pihak yang tidak berwenang. Ruangan untuk menerima, menyimpan, mengemas CCP cukup memadai, penerangan juga cukup baik, namun suhu ruangan cukup tinggi yaitu 30 0 C, kebersihan ruangan pun belum terpelihara dengan baik. Lantai gudang masih berdebu, terdapat sarang laba-laba di bagian atap gudang, dan beberapa kali ditemukan serangga seperti kecoak dan nyamuk. Gudang KFTD memliki 1 chiller dan 2 refrigerator (Lampiran 3) sebagai tempat penyimpanan CCP yang terletak di sudut tengah gudang reguler. Chiller yang terdapat di KFTD cabang Serpong digunakan untuk menyimpan berbagai vaksin seperti vaksin TT, BCG, ATS, dan serum anti bisa ular. Suhu pada chiller adalah +2 0 s/d +8 0 C. Refrigerator digunakan untuk menyimpan sediaan injeksi yang memerlukan suhu rendah, albumin, dan tetes mata cendo fenicol 0,5%. Freezer digunakan untuk menyimpan vaksin polio dan ice pack. Refrigerator dan freezer yang digunakan adalah refrigerator dan freezer rumah tangga sehingga suhu tidak dapat dilihat karena tidak terdapat termometer didalamnya. Menurut CDOB, pemantauan chiller dan refrigerator dilakukan minimal 3 kali sehari yaitu pagi, siang, dan sore kemudian dievaluasi dan didokumentasikan. Namun, pemantauan suhu chiller di KFTD cabang Serpong tidak dilaksanakan dengan baik. Pencatatan pemantauan suhu chiller yang terdapat di kartu kontrol temperatur hanya sampai tanggal 11 September 2013 (Lampiran 4). Tempat penyimpanan CCP dan alat pengukur suhu didalamnya juga belum tervalidasi secara berkala. Validasi alat penyimpanan CCP seharusnya dilakukan pada saat alat tersebut masih baru (belum dioperasikan) dan setelah digunakan dilakukan validasi kembali secara rutin setiap satu tahun sekali, dan juga melakukan pengecekan secara berkala oleh teknisi yang kompeten. Validasi harus terdokumentasi. Dokumen kalibrasi harus menempel pada alat untuk menunjukan bahwa alat tersebut telah dikalibrasi. Juga perlu tersedianya thermostatic temperature control system yang dapat menjaga secara berkelanjutan temperatur

115 14 penyimpanan vaksin pada rentang temperatur yang ditentukan, dengan akurasi sensor sampai ± 0,5 C. Sensor juga harus terkalibrasi dan diletakkan pada lokasi yang dapat mewakili semua lokasi penyimpanan, juga pada posisi dekat pintu penyimpanan vaksin. Perlu dilengkapi juga dengan alarm untuk menunjukan jika terjadi penyimpangan suhu dan sebaiknya pintu chiller dan refrigerator dapat terkunci sehingga aman dari pencurian (Purnamasari, 2010; Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Peralatan penyimpanan CCP di KFTD cabang Serpong belum sepenuhnya memenuhi persyaratan diatas, sehingga perlu dilakukan upaya agar dapat sesuai dengan ketentuan CDOB terutama validasi atau kalibrasi alat pengukur suhu (termometer) dalam chiller dan refrigerator untuk menjamin mutu CCP. KFTD cabang Serpong memliki generator (Lampiran 3) untuk menjaga chiller dan refrigerator tetap berfungsi meskipun saat terjadi kematian listrik. Namun generator tersebut tidak otomatis dan tidak adanya petugas yang siap 24 jam untuk berjaga dan mengoperasikan generator apabila listrik padam karena kegiatan operasional PBF selesai pada pukul Selain generator, KFTD cabang Serpong juga memiliki alat pemadam api ringan (APAR) (Lampiran 3) namun belum dilengkapi alat pendeteksi kebakaran di area penyimpanan CCP. APAR tersebut juga tidak terpelihara sehingga tidak diketahui masih berfungsi dengan baik atau tidak. 3.3 Operasional Produk Rantai Dingin Dalam kegiatan operasional CCP, KFTD cabang Serpong telah memiliki SOP khusus penyaluran produk rantai dingin mulai dari penerimaan, penyimpanan, pengiriman dan pemeliharaan. SOP yang belum ada yaitu prosedur penanganan khusus jika mendistribusikan untuk vaksinasi massal, prosedur penanganan CCP jika tempat penyimpanan mengalami gangguan atau kerusakan, dan prosedur penanganan untuk CCP jika terjadi kerusakan, kedaluwarsa, atau tidak layak jual. Pemesanan CCP didasarkan pada kebutuhan level stock per item/bulan, historis penjualan, dan permintaan penjualan. Pemesanan dilakukan menggunakan surat pesanan kepada pemasok (Lampiran 5). Pemasok CCP adalah principal

116 15 perusahaan induk (PT. Kimia Farma Tbk.) dan principal pihak III (Industri Farmasi atau PBF lain yang telah bekerja sama dengan KFTD pusat). Pemesanan ke kedua pemasok tersebut dilakukan melalui unit bisnis logistik (UBL). Pemesanan yang telah dibuat oleh bagian pembelian ditandatangani oleh supervisor logistik dan kepala cabang sebagai persetujuan pengadaan barang. Surat pesanan yang telah disetujui, di faksimile untuk dipesan lalu diarsipkan. Penerimaan CCP dilakukan di ruang penerimaan (transito in). Fisik barang segera dipindahkan ke chiller atau refrigerator, namun dokumennya dilakukan pengecekan oleh petugas logistik. Pengecekan kesesuaian dilihat antara surat pesanan dengan surat pengantar atau SKB (Surat Kirim Barang) (Lampiran 6) meliputi item barang, jumlah barang, diskon, dan harga. Kemudian dilakukan pengecekan kembali antara surat pengantar atau SKB dengan fisik barang meliputi item barang, jumlah barang, nomor batch, tanggal kedaluwarsa, kondisi fisik barang, dan kondisi alat pemantauan suhu (jika ada). Dokumen barang atau faktur pembelian yang telah selesai di cek ditandatangi oleh bagian penerimaan dan APJ PBF. Kemudian dilakukan entry data barang masuk di sistem informasi oleh bagian logistik. Faktur pembelian kemudian ditandatangani kembali oleh supervisor tata usaha (TU) dan dijadikan sebagai hutang dagang. Penyimpanan CCP di KFTD cabang Serpong telah sesuai dengan persyaratan CDOB yaitu didalam chiller atau refrigerator. Suhu yang tertera pada chiller menunjukkan suhu yang dipersyaratkan CDOB yaitu (+2 0 s/d +8 0 C), hanya saja pemantauan suhu tidak dilakukan secara rutin oleh petugas logistik. Bagian dalam chiller memuat beberapa vaksin yang tidak terlalu banyak, sehingga sirkulasi udara dalam chiller terjaga dengan baik. Jarak antara chiller/freezer dengan dinding bangunan telah sesuai dengan pedoman CDOB yaitu 15 cm. Penyimpanan CCP yang rusak dan kedaluwarsa masih ditemukan tersimpan bersama dengan CCP yang belum kedaluwarsa dalam satu refrigerator, namun penempatan dalam refrigeratornya terpisah. Menurut CDOB, penempatan CCP yang rusak harus dipisah dan tidak perlu disimpan dalam chiller atau refrigerator. Penyimpanan makanan atau minuman juga beberapa kali ditemukan dalam refrigerator. Sedangkan dalam CDOB melarang adanya makanan atau minuman didalam area penyimpanan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

117 16 Setiap triwulan, petugas logistik melakukan stock opname untuk menyesuaikan antara jumlah fisik CCP dengan jumlah dalam sistem informasi. Dari hasil kegiatan stock opname tersebut dibuat berita acara dan laporan kondisi barang (Lampiran 8) yang kemudian dilaporkan ke KFTD pusat. Kegiatan penjualan atau pelayanan CCP dilakukan jika ada pemesanan melalui telepon (menggunakan SP sementara) (Lampiran 9), menggunakan surat pesanan (SP) melalui faksimile (Lampiran 10), atau menggunakan SP asli dari pelanggan yang dititipkan kepada salesman. Setelah SP diterima, selanjutnya dibuat sales order (SO) di sistem informasi untuk mengecek ketersediaan barang dalam memenuhi pesanan, kemudian dibuat surat kirim barang (SKB) dan faktur penjualan (Lampiran 11). SKB akan dicetak oleh petugas logistik untuk kemudian dilakukan penyiapan pesanan. Proses penyiapan diawali dengan pengambilan CCP sesuai dengan SKB, mulai dari nama sediaan, jumlah, jenis atau bentuk sediaan, nomor batch sampai dengan pengecekan tanggal kedaluwarsa. Untuk meminimalkan kesalahan pengambilan barang (error) maka petugas penyiapan dan petugas pengemasan merupakan orang yang berbeda, dimana kedua orang tersebut melakukan pemeriksaan saat penyiapan dan saat pengemasan (double check). Pengeluaran atau pengambilan CCP mengikuti sistem FEFO (First Expired First Out) yaitu produk yang tanggal kedaluwarsanya lebih pendek dikeluarkan lebih dahulu. Pengeluaran CCP belum terdokumentasi sepenuhnya, dimana nomor batch dan tanggal kedaluwarsa tidak dicatat di kartu stok (Lampiran 7). Sedangkan menurut SOP, setiap pengeluaran barang wajib mengisi kolom di kartu stok dengan lengkap yaitu: tanggal pengambilan, nomor faktur, nama pelanggan, nomor batch, tanggal kedaluwarsa, jumlah barang yang diambil, sisa stok, dan paraf petugas. Dalam CDOB juga ditetapkan bahwa setiap pengeluaran produk harus dicatat pada lembar catatan pengiriman yang isinya meliputi tujuan pengiriman, jenis barang, jumlah, nomor batch dan tanggal kedaluwarsanya (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Sebelum melakukan pengiriman barang, petugas pengiriman mengecek kesesuaian faktur penjualan dengan barang. Faktur penjualan berisikan nama dan alamat pelanggan (tujuan pengiriman), jenis barang, jumlah barang, nomor bets, dan tanggal kedaluwarsa, sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam CDOB. Selain

118 17 itu petugas pengiriman juga mencatat tanggal pengiriman, nomor faktur, nama pelanggan dan total harga barang yang harus dibayarkan di dalam buku ekspedisi penjualan (Lampiran 12). Pengiriman CCP menggunakan cool box (Lampiran 3) yang berisi ice pack untuk menjaga kondisi mutu sediaan sesuai dengan anjuran CDOB. Namun, belum tersedianya termometer dalam cool box untuk mengetahui suhu didalamnya. Cool box di desain untuk memberikan perlindungan yang cukup terhadap vaksin. Berapa lama cool box dapat mempertahankan temperatur yang sesuai (cold life) tergantung dari beberapa hal antara lain jenis bahan yang digunakan dan ketebalan, jumlah icepack dan temperatur awal icepack yang dimasukkan ke dalam cool box atau vaccine carrier, seberapa sering dan berapa lama cool box atau vaccine carrier dibuka, dan temperatur lingkungan sekitar (WHO, 1998; Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Oleh karena itu, perlu adanya validasi proses pengiriman memastikan bahwa barang yang dikirim tidak berubah suhunya selama proses pengiriman. 3.4 Pemeliharaan Produk Rantai Dingin Pemeliharaan alat penyimpanan CCP baik harian, mingguan, atau bulanan belum dilakukan secara rutin. Seperti pada pemeliharaan harian, chiller atau refrigerator tidak dimonitor secara rutin tiap pagi, siang, dan sore. Pemeliharaan defrost dengan memastikan tidak adanya bunga es pada chiller/refrigerator telah dilakukan meskipun tidak rutin setiap seminggu sekali sesuai CDOB. Jika terjadi defrost, petugas logistik akan melakukan pencairan sesuai SOP. Kegiatan pemeliharaan lain seperti membersihkan bagian dalam chiller atau refrigerator, memeriksa sambungan listrik pada stop kontak dan mengupayakan agar tidak longgar, memeriksa kerapatan karet pintu, memeriksa engsel pintu, membersihkan karet pintu telah dilakukan dengan baik oleh petugas logistik, namun pemeliharaan tersebut tidak disertai dengan pendokumentasian sehingga tidak adanya bukti bahwa pemeliharaan telah dilakukan.

119 BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari pengamatan produk rantai dingin di KFTD cabang Serpong, bahwa KFTD cabang Sepong belum sepenuhnya memenuhi pedoman teknis CDOB untuk produk rantai dingin. Namun KFTD cabang Serpong telah mengupayakan menjaga mutu produk rantai dingin tetap terjaga sampai ke tangan pelanggan. 4.2 Saran Hal-hal yang sebaiknya dilakukan oleh KFTD cabang Serpong guna memenuhi CDOB dan meningkatkan mutu pelayanan adalah: a. Sebaiknya dibuat jadwal pelatihan mengenai produk rantai dingin oleh APJ PBF untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas di KFTD cabang Serpong mengenai pengelolaan dan penyaluran produk rantai dingin. b. Sebaiknya dibuat jadwal pembersihan gudang yang rutin. c. Sebaiknya disediakan termometer untuk refrigerator dan freezer agar suhu didalamnya dapat dipantau. d. Sebaiknya pemantauan dan pencatatan suhu chiller dan refrigerator dilakukan rutin sesuai dengan ketentuan CDOB karena fasilitas pemantauan dan pencatatan telah tersedia (kartu kontrol temperatur). e. Sebaiknya dilakukan kalibrasi terhadap termometer dalam chiller, juga termometer gudang lainnya minimal setahun sekali. f. Sebaiknya tidak menyimpan makanan atau minuman didalam refrigerator. g. Sebaiknya pencatatan pengambilan produk rantai dingin di kartu stok dilakukan dengan lengkap sesuai dengan SOP yaitu memuat tanggal pengambilan, nomor faktur, nama pelanggan, nomor batch, tanggal kedaluwarsa, jumlah barang yang diambil, sisa stok dan paraf petugas. h. Sebaiknya disediakan termometer untuk cool box agar suhu dapat dimonitor selama penyimpanan dan penyaluran. Validasi proses pengiriman juga perlu 18

120 19 dilakukan untuk memastikan suhu selama pengiriman tidak menyimpang dari yang dipersyaratkan. i. Sebaiknya dilakukan pendokumentasian terhadap pemelihaan chiller dan refrigerator.

121 DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta. Permenkes RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1148/menkes/per/vi/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta. Purnamasari, Eka. (2010). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Sikap Petugas PBF Terhadap Pengelolaan Cold Chain di Empat PBF Tahun FKM : Depok. WHO. (2006). WHO Technical Report Series No. 937, Good Distribution Practice for Pharmaceutical Products. Geneva WHO. (2004). Modul 3, The Cold Chain, ( /iip/pdf/modul3.pdf). WHO. (1998). Safe Vaccine Handling, Cold Chain and Immunizations. Geneva. 20

122 LAMPIRAN

123 21 Lampiran 1. Struktur Organisasi KFTD cabang Serpong

124 22 Lampiran 2. Transito In dan Transito Out Transito In Transito Out

125 23 Lampiran 3. Chiller, Refrigerator, Cool box, Generator, dan APAR Chiller dan refrigerator Generator Cool box APAR

126 24 Lampiran 4. Kartu Kontrol Temperatur

127 25 Lampiran 5. Surat Pesanan (SP) Pembelian

128 26 Lampiran 6. Surat Pengantar atau Surat Kirim Barang (SKB)

129 27 Lampiran 7. Kartu Stok Barang

130 28 Lampiran 8. Berita Acara Stok Opname

131 29 Lampiran 9. SP Sementara

132 30 Lampiran 10. SP dari Pelanggan melalui faksimile

133 31 Lampiran 11. Faktur Penjualan

134 32 Lampiran 12. Buku Ekspedisi Penjualan

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 23 SEPTEMBER 01 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JALAN BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 JANUARI - 17 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK 7 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PBF PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO.23 C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 3 APRIL 17 MEI 2013

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 JANUARI 17 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO.23 C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 17 JUNI 2013 15 JULI 2013

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO. 23C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 17 JUNI 15 JULI DAN 29

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG 15325 PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU

Lebih terperinci

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis Nawa Cita Inpres Nomor 6 Tahun 2016 Nomor 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia Nomor 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional Nomor 7: Mewujudkan kemandirian

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN Masukan dapat kami terima selambat-lambatnya tanggal 12 Februari 2018 dan diperpanjang sampai dengan 19 Februari 2018 melalui email: 1. wasnapza@yahoo.co.id 2. wasnapza@gmail.com PERATURAN BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi dan

Lebih terperinci

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB Disampaikan oleh: Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IKATAN APOTEKER INDONESIA Tangerang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK DENGAN

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Izin Pedagang Besar Farmasi dengan data sebagai berikut:

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Izin Pedagang Besar Farmasi dengan data sebagai berikut: Formulir 1 Nomor : Perihal : Permohonan Izin Pedagang Besar Farmasi Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di - JAKARTA Bersama ini kami mengajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peranan industri farmasi sangat penting dalam membantu pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas yang dibutuhkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. No.396, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. No.721, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. Mengingat b. 1. 2. 3. 4. bahwa persyaratan tentang pedagang besar farmasi seperti

Lebih terperinci

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM. Pasal 1

KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 50/BC/2011 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 50/BC/2011 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 50/BC/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

TABEL 1 DAFTAR PERTANYAAN EFEKTIVITAS AUDIT INTERNAL

TABEL 1 DAFTAR PERTANYAAN EFEKTIVITAS AUDIT INTERNAL NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 TABEL 1 DAFTAR EFEKTIVITAS AUDIT INTERNAL Indepedensi Auditor Internal Apakah auditor internal yang ada pada perusahaan merupakan fungsi yang terpisah dari fungsi operasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

Pengawasan Mutu Obat di Instalasi Farmasi

Pengawasan Mutu Obat di Instalasi Farmasi Pengawasan Mutu Obat di Instalasi Farmasi B a d a n P e n g a w a s Obat dan Makanan R a p a t K o o r d i n a s i N a s i o n a l, P r o g r a m K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n D

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGAWASAN PENGELOLAAN OBAT, BAHAN OBAT, NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Masukan dapat kami terima selambatlambatnya tanggal 12 Februari 2018 dan diperpanjang sampai dengan 19 Februari 2018 melalui email: 1. wasnapza@yahoo.co.id 2. wasnapza@gmail.com PERATURAN BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB V TUGAS KHUSUS 5.1. Latar belakang

BAB V TUGAS KHUSUS 5.1. Latar belakang BAB V TUGAS KHUSUS Tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Bayer Indonesia Cimanggis plant yang dilakukan adalah pembuatan Laporan penggunaan prekursor kepada Badan Pengawas Obat dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yang menyatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PUBLIK GERAI PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SEKTOR KESEHATAN

STANDAR PELAYANAN PUBLIK GERAI PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SEKTOR KESEHATAN STANDAR PUBLIK GERAI PERIZINAN TERPADU SEKTOR KESEHATAN NO 1 2 3 4 5 6 IZIN 9 hari kerja Tdak dipungut 1 Surat Izin Bidan (SIB) Surat Izin Bidan (SIB) kepada Kepala Dinas Kesehatan Pemohon datang sendiri

Lebih terperinci

Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel

Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel Pedoman KAN 801-2004 Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel Komite Akreditasi Nasional Kata Pengantar Pedoman ini diperuntukkan bagi lembaga yang ingin mendapat akreditasi sebagai Lembaga Sertifikasi

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PREKURSOR FARMASI DAN OBAT MENGANDUNG PREKURSOR FARMASI

PENGELOLAAN PREKURSOR FARMASI DAN OBAT MENGANDUNG PREKURSOR FARMASI PENGELOLAAN PREKURSOR FARMASI DAN OBAT MENGANDUNG PREKURSOR FARMASI Oleh Dra. Lia Marliana, Apt., M.Kes Kasubdit Pengawasan Prekursor Direktorat Pengawasan NAPZA Badan Pengawas Obat dan Makanan DASAR HUKUM

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF) TRAMEDIFA Jl. CIPINANG MUARA I NO. 23C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET

Lebih terperinci

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Agenda Sistem Pengawasan Badan POM Peraturan Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan

Lebih terperinci